BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi bali Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan sapi asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi bali. Sapi bali memiliki beberapa keunggulan, diantaranya mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang buruk, seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang rendah/kasar, dan lain-lain. Di samping itu, tingkat kesuburan (fertilitas) sapi bali termasuk amat tinggi dibandingan dengan jenis sapi lain, yaitu mencapai 83% (Darmadja, 1980), tanpa terpengaruh oleh mutu pakan. Menurut Guntoro (2002) di daerah baru (daerah transmigran), sapi bali merupakan ternak primadona bagi petani karena merupakan tenaga kerja yang tangguh, di samping memiliki adaptasi yang bagus terhadap lingkungan dan reproduksi yang tinggi. Sapi bali memiliki bentuk badan yang kompak dan persentase karkas yang tinggi (56%) sehingga cocok untuk dikembangkan sebagai sapi potong. Menurut Guntoro (2002) sapi bali juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: amat peka terhadap beberapa jenis penyakit yang tidak dijumpai pada ternak sapi lain, misalnya penyakit Jembrana dan Baliziekte yang hanya menyerang sapi bali. Sapi bali juga peka terhadap penyakit Coryza yang dapat ditularkan melalui domba. Di samping itu, interval beranak pada sapi bali relatif panjang ( hari), lebih panjang daripada sapi-sapi Eropa atau Amerika. Dengan pola pemeliharaan tradisional, pertumbuhan sapi bali cukup lambat, yakni rata-rata hanya mencapai gram per ekor per hari (Guntoro, 2002).

2 Menurut Guntoro (2002), sapi bali sebagai salah satu bangsa sapi memiliki ciri-ciri spesifik yang berbeda dengan bangsa sapi lainnya. Sapi bali memiliki warna dan bentuk tubuh persis seperti banteng liar. Sapi bali jantan dan betina memiliki warna kaki putih dan memiliki telau, yakni bulu putih pada bagian pantatnya dan terdapat garis belut (bulu hitam) di sepanjang punggungnya. Sapi bali tidak memiliki punuk seperti halnya banteng, bentuk badannya kompak, dan dadanya dalam. Dibandingkan dengan sapi-sapi lain, sapi bali lebih agresif (galak) terutama sapi bali jantan. Di samping ciri-ciri umum tersebut di atas, sapi bali jantan dan betina juga memiliki beberapa ciri yang spesifik (Guntoro, 2002). a. Sapi Jantan Ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sapi bali jantan adalah sebagai berikut: 1. Pada saat masih pedet, warna bulu sapi jantan berwarna merah bata. Setelah dewasa kelamin, warna bulunya berubah menjadi hitam (kecuali kaki dan pantat). Perubahan tersebut dipengaruhi oleh hormon testosteron. 2. Tanduk agak di bagian luar dari kepala mengarah latern-dorsal dan membelok dorso-cranial. 3. Tubuhnya relatif lebih besar dibanding dengan sapi betina, berat sapi dewasa rata-rata 350 kg 450 kg, dan tinggi badan 130 cm 140 cm. b. Sapi Betina Ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sapi bali betina adalah sebagai berikut: 1. Warna bulu badan merah bata (kecuali kaki dan pantat). 2. Tanduk agak di bagian dalam dari kepala, mengarah latero-dorsal dan membelok dorsa-medial. Tubuh relatif lebih kecil dibandingkan dengan sapi jantan dan berat sapi dewasa 250 kg 350 kg.

3 Sapi bali betina mencapai pubertas pada umur sekitar 1,5 tahun dan sudah siap dikawinkan pada umur 2 tahun dengan lama kebuntingan sekitar hari. Dengan demikian sapi bali akan melahirkan anak pertama pada saat berumur sekitar 3 tahun (Guntoro, 2002). Calon induk betina sapi bali dapat dipilih yang masih muda (belum pernah kawin/beranak) hingga yang sudah beranak 3 4 kali. Untuk memperoleh keturunan yang baik, induk sapi bali betina hendaknya dipertahankan paling tua hingga umur 11 tahun atau setelah 7 kali beranak. Peurunan kualitas anak terjadi pada kelahiran ke-8 dan seterusnya, maka apabila induk betina melahirkan lebih dari 7 kali, anak yang dihasilkan kualitasnya menurun dan berdampak pada pertumbuhan anak tersebut yang juga lebih lambat. Sapi bali memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi lokal lainnya, dengan persentase kelahiran 52,15% lebih tinggi dibandingkan dengan sapi Brahman (50,71%), Brahman cross (47,76%) dan sapi Ongole (51,04%) (Darmadja, 1980). Lebih lanjut dijelaskan bahwa, sapi bali memiliki karakteristik reproduksi sebagai berikut: lama bunting adalah hari; jarak beranak adalah bulan; persentase kebuntingan adalah 80-90%; persentase kematian sebelum dan sesudah disapih pada sapi bali berturut-turut adalah 7,03% dan 3,59%; dan persentase kematian pada umur dewasa sebesar 2,7%. 2.2 Perbibitan Sapi Bali Usaha perbibitan sapi merupakan suatu kegiatan usaha yang bertujuan untuk mendapatkan hasil berupa bibit yang baik, sehingga perlu memperhatikan pengelolaan usaha perbibitan yang meliputi pemilihan bibit, perkandangan, pemberian pakan serta pencegahan penyakit dan kesehatan hewan.

4 Persyaratan mutu yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit yang akan dijadikan calon induk betina berdasarkan SNI 7355 terdiri atas: persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum mencakup bibit yang sesuai dengan pedoman pembibitan sapi potong yang baik, sehat dan bebas dari penyakit hewan menular yang dinyatakan oleh petugas berwenang, bebas dari segala cacat fisik dan bebas cacat alat reproduksi, memiliki ambing normal dan tidak menunjukkan gejala kemajiran. Persyaratan khusus mencakup persyaratan kualitatif dan kuantitatif. Persyaratan kualitatif, terdiri atas: a. Warna bulu merah bata, lutut ke bawah putih, pantat berwarna putih, ujung ekor hitam dan ada garis belut warna hitam pada punggung b. Tanduk pendek dan kecil. c. Bentuk kepala lebar dengan leher kompak dan kuat. Sedangkan persyaratan kuantitatif menurut SNI 7355, Badan Standardisasi Nasional (2006), meliputi ukuran beberapa dimensi tubuh seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Persyaratan kuantitatif pemilihan bibit (calon induk) sapi No Umur (bulan) Parameter Kelas I (cm) Kelas II (cm) Lingkar dada minimum Tinggi pundak minimum < Kelas III (cm) Panjang badan minimum Lingkar dada minimum Tinggi pundak minimum Panjang badan minimum Sumber: BSN, Menurut Guntoro (2002), kandang merupakan salah satu unsur penting dalam membudidayakan sapi bali. Kandang bagi ternak berfungsi sebagai tempat berlindung dari sengatan sinar matahari, guyuran hujan dan tiupan angin kencang.

5 Sapi yang dikandangkan juga akan memudahkan peternak dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan. Berkaitan dengan pembuatan kandang, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain letak kandang, bahan kandang, ukuran kandang, bentuk dan konstruksi kandang, dan perlengkapan kandang. 1. Letak Kandang Letak kandang idealnya memperhatikan beberapa hal antara lain: jarak, lokasi, dan posisi kandang. Jarak kandang agak jauh dari pemukiman penduduk agar kebersihan dan kesehatan ternak yang dipelihara terjamin. Letak kandang harus mudah dijangkau, agar pemberian pakan, minum, dan perawatan mudah dilakukan. Lahan tempat kandang dibangun hendaknya berada pada posisi yang paling tingi dibandingkan dengan lahan sekitarnya agar tidak tergenang air hujan. Letak kandang harus cukup memperoleh sinar matahari. Untuk itu, sisi kandang yang memanjang hendaknya mengarah utara-selatan, agar lebih banyak permukaan bangunan yang terkena sinar matahari. Di samping memperoleh sinar matahari yang cukup, pertukaran (ventilasi) udara dalam kandang juga harus baik. Karena itu, kandang sapi hendaknya dibangun di tempat yang terbuka (cukup udara). Khususnya di daerah yang beriklim panas, sebaiknya di sekitar kandang ditanami pohon-pohonan. 2. Bahan dan Konstruksi Kandang Kandang sapi yang baik tidak harus dibuat dari bahan yang mahal, tetapi yang penting bentuk dan ukuran kandang harus memenuhi syarat. Alas kandang dapat dibuat dari beton (campuran semen, pasir, dan kapur), dari batu merah, atau dari papan kayu. Lantai kandang dibuat sedikit miring (± 5 0 ) dengan bagian belakang lebih rendah untuk memudahkan pembersihan kotoran sapi. Tiang

6 kandang dapat dibuat dari bahan kayu, bambu, atau beton yang mampu menyangga atap dengan kokoh. Tiang kandang di bagian depan lebih tinggi daripada bagian belakang sehingga konstruksi atap miring ke arah belakang. Dinding kandang dapat dibuat dari kayu atau bambu. Namun, kandang untuk sapi bali sebaiknya tidak tertutup rapat. Bila dinding kandang dari papan kayu, cukup menggunakan 3 4 kayu yang dipaku pada tiang-tiang kandang. Dinding kandang yang rapat akan mengurangi ventilasi dan membuat sapi tidak mengetahui keadaan sekelilingnya, sehingga mudah terperanjat/kaget bila ada orang yang masuk sebab sapi bali memiliki temperamental yang tinggi. Atap kandang dapat dibuat dari genting, anyaman daun ilalang, atau anyaman daun kelapa. Atap kandang dibuat miring, dengan bagian belakang lebih rendah daripada bagian depan, agar air hujan mudah jatuh ke bawah dan kandang cukup mendapat sinar matahari, terutama pada pagi hari. 3. Ukuran Kandang Ukuran lantai kandang untuk sapi perbibitan hampir sama dengan kandang sapi pejantan, yaitu panjang 200 cm dan lebar 150 cm untuk setiap ekornya. Selain itu kandang harus dilengkapi halaman yang cukup luas agar indukan sapi dapat bergerak dengan leluasa dan pada saat-saat tertentu (siang hari) indukan tersebut dapat diikat di halaman luar kandang. Tinggi atap harus disesuaikan dengan bentuk dan konstruksi kandang yang akan dibuat. Idealnya, tinggi atap kandang bagian depan dibuat sekitar 250 cm 350 cm dan tinggi atap bagian belakang sebaiknya sekitar 140 cm 225 cm. Ukuran tempat pakan disesuaikan dengan ukuran kandang. Kandang individu yang mempunyai lebar kandang sebesar 1,5 meter, maka panjang tempat pakan

7 berkisar antara cm, lebar 50 cm, dengan tinggi bagian luar 60 cm, dan tinggi bagian dalam 40 cm. Tempat minum dapat dibuat dari beton, di samping tempat pakan, dengan ukuran yang lebih kecil. 4. Model Kandang Terdapat dua tipe bangunan kandang sapi, yaitu bentuk tunggal dan ganda, tergantung pada jumlah sapi yang dipelihara. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan dalam satu baris atau satu jajar. Pada kandang tipe ganda penempatan sapi dilakukan dalam dua baris. Setiap baris dapat saling berhadap-hadapan atau bertolak belakang. Namun, untuk memudahkan pemeliharaan, sebaiknya setiap baris saling berhadapan, misalnya semua sapi menghadap ke dalam. Diantara dua baris sapi disediakan jalan selebar ± 1 meter untuk memudahkan pemeliharaan sapi (memberi makan dan minum). Salah satu keunikan sapi bali adalah tidak terlalu selektif terhadap jenis pakan. Sebagai ternak perintis, sapi bali mampu beradaptasi dengan pakan berserat kasar tinggi dan bergizi rendah, misalnya jerami padi dan rumput kering. Namun, agar produktivitas sapi tetap optimal, baik dalam perbibitan maupun dalam penggemukan, jumlah dan mutu pakan yang diberikan harus diperhatikan dengan baik. Menurut Guntoro (2002), terdapat dua jenis pakan yang dapat diberikan pada sapi bali, yakni hijauan ( ranghage) dan pakan penguat (konsentrat). 1. Pemberian Hijauan Pakan hijauan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yakni jenis rumput-rumputan dan jenis daun-daunan. Pakan jenis rumput-rumputan dapat berupa rumput lapangan atau rumput unggul seperti rumput Raja ( Pennisetum

8 purpupoides), rumput Gajah ( Pennisetum purpureum), rumput Setaria ( Setaria sphacelata), dan rumput Benggala ( Panicum maximum). Rumput unggul yang telah diintroduksikan oleh pemerintah, di samping produktivitasnya tinggi nilai gizinya juga baik. Rumput-rumputan umumnya memiliki kandungan karbohidrat relatif tinggi, tetapi proteinnya rendah. Pakan jenis daun-daunan yang gizinya paling baik adalah daun leguminosa (kacang-kacangan) seperti daun gamal ( Gliricidia sepium), daun lamtoro (Leucaena leucocephala), daun turi ( Sesbania grandiflora), daun kaliandra (Calliandra haematochepala). Jenis leguminosa umumnya memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput-rumputan. Jenis daundaunan lain yang dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi adalah daun waru (Hibiscus tiliaceus), daun nangka ( Artocaprus heterophyllus), daun intaran (Azadirachta indica Juss.), dan daun dadap ( Erythirna subumbrans). Menurut Guntoro (2002), hijauan dalam bentuk segar diperlukan minimal 10% dari berat badan sapi. Pemberian 30% leguminosa dari total hijauan yang dikonsumsi setiap hari akan memberikan pertumbuhan yang baik, bahkan bila komposisi leguminosa dapat ditingkatkan akan lebih baik lagi. Menurut Bidura (2007), selain pemberian rumput dan daun-daunan, jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan hijauan untuk ternak ruminansia. Jerami padi merupakan limbah pertanian yang paling banyak, sekitar 43% dari seluruh produksi limbah pertanian (Soejono, 1996) dalam Bidura (2007), sehingga mempunyai potensi yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan hijauan pakan di Indonesia terutama sebagai sumber energi. Jerami padi merupakan limbah dari pemanenan tanaman padi yang

9 berupa daun atau batang tanaman padi setelah dipanen atau diambil gabahnya (Bidura, 2007). Sebagai bahan pakan, jerami padi memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: kadar komponen serat yang tinggi dan kandungan protein kasar hanya berkisar antar 3-5% dari bahan kering (Bidura, 2007). Lebih lanjut Sutardi (1980) menyatakan bahwa dari segi kuantitas, jerami padi yang dapat dimakan oleh ternak sapi kurang dari 2% bobot badan. Hal ini disebabkan oleh laju pergerakannya di dalam saluran pencernaan sangat lambat. Kecepatan degradasi sangat berpengaruh terhadap mekanisme konsumsi dan jumlah konsumsi. Jika laju degradasi cepat, maka jumlah konsumsi menjadi meningkat dan sebaliknya jika laju degradasi lambat, maka konsumsi akan sedikit (Komar, 1984) dalam Bidura (2007). 2. Pemberian Pakan Penguat Konsentrat atau pakan penguat merupakan pakan tambahan yang nilai gizinya lebih tinggi serta mudah dicerna dibandingkan dengan pakan hijauan. Pemberian konsentrat dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan sapi. Namun, pemberian makanan penguat berupa konsentrat harus memperhitungkan nilai ekonomisnya. Pemberian konsentrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerugian, bila tidak diiringi dengan pertumbuhan yang sesuai. Menurut Guntoro (2002), pemberian konsentrat berupa dedak padi sebanyak 1,5 2 kg/ekor/hari pada induk sapi yang sedang bunting selama 1,5 2 bulan sebelum melahirkan dapat meningkatkan berat lahir pedet sebesar 20% 25%. Sapi bali sebagaimana jenis sapi lainnya tidak luput dari serangan penyakit. Penyakit yang sering menyerang sapi bali adalah sebagai berikut.

10 1. Penyakit Jembrana Penyakit Jembrana merupakan penyakit ternak yang hanya menyerang sapi bali. Wabah penyakit ini muncul pertama kali pada tahun 1964 di Desa Sangkaragung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana (Guntoro, 2002). Gejala klinis yang ditimbulkan antara lain: mencret berdarah, keringat berdarah dan terjadi pembengkakan pada Limpho glandula dan leukopenia. Upaya pencegahan penyakit jembrana dilakukan dengan vaksinasi pada ternak. Namun secara ekonomis, biaya untuk memproduksi vaksin tersebut memerlukan biaya yang mahal. Sebab, pembuatan vaksin sumber virus harus berasal dari plasma hewan yang diinfeksi karena belum ditemukan metode yang efektif untuk mengadaptasikan virus dengan baik pada biakan sel (Guntoro, 2002). Di samping vaksinasi, pengendalian penyakit jembrana dapat dilakukan dengan kegiatan Spraying, yaitu penyemprotan larutan insektisida pada ternak sapi, kandang dan lokasi sekitarnya. Pemberian antibiotika dan vitamin pada sapi bali yang sakit juga perlu dilakukan untuk menghindari kematian akibat adanya infeksi sekunder. 2. Penyakit Ngorok (Septichamia epizootica) Penyakit ngorok dapat menyerang semua jenis sapi termasuk sapi bali. gejala yang ditimbulkan adalah pembengkakan bawah leher dan lidah yang terjulur keluar. Suhu tubuh meningkat dan mulut sapi menganga mengeluarkan lender berbusa. Penyakit ngorok disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida tipe B:2 dan E:2 (Putra, 2006). Penyakit ngorok mudah timbul pada saat kondisi sapi lemah, misalnya stress karena perjalanan jauh, suhu dingin, perubahan musim, kekurangan vitamin dan mineral, dan infeksi parasit. Pencegahan penyakit ngorok dapat dilakukan dengan vaksinasi SE setiap 6 bulan sekali. Sapi yang

11 sudah terlanjur terserang dapat diobati dengan serum SE atau antibiotika seperti Senkomisin dan Sulfonamid. Pemberian antibiotika dapat melalui suntikan atau lewat air minum. 3. Penyakit Baliziekte Penyakit Baliziekte pertama kali ditemukan pada tahun 1925 oleh Suberink dan Le Cultre di beberapa tempat di Bali, yang kemudian ditemukan juga di Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Gejala yang ditimbulkan adalah demam, pucat, mata berlendir, dan hidung mengalami peradangan. Penyebab penyakit ini adalah keracunan (intoksikasi) beberapa jenis tumbuhan. Pencegahan penyakit yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah sapi memakan tanaman yang bersifat hepatotoksik, seperti Lantana camara atau kerasi. Sapi yang telah terlanjur terserang penyakit Baliziekte dihindarkan dari sinar matahari langsung. Sapi dikandangkan di tempat yang teduh dan diberi air minum sebanyak-banyaknya. Untuk menghindari infeksi sekunder, di samping harus dilakukan sanitasi kandang dengan baik, perlu pemberian obat antibiotika pada sapi yang sakit/luka. 2.2 Pemasaran Pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan dari kegiatan kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (William J. Stanton, 1994). Menurut Kotler (1997), pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara

12 menciptakan, menawarkan serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung serta terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa yang siap digunakan atau dikonsumsi. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu pihak produsen, lembaga perantara, dan pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah pihak yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen dan konsumen, yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan. Menurut Guntoro (2002), p emasaran sapi bibit di Indonesia termasuk di Bali memiliki saluran pemasaran yang cukup panjang, namun bagi peternak rantai pemasaran tersebut sangat sederhana. Para peternak tradisional umumnya menjual sapi kepada para pedagang pengumpul yang datang ke lokasi peternakan. Sebagian peternak yang lebih maju menjual sapi ke pasar hewan terdekat. Di pasar hewan, peternak ataupun pedagang pengumpul menjual sapi kepada pedagang besar, baik pedagang atau industri lokal maupun pedagang antarpulau. Menurut Hanafiah dan Saefudin (1986), panjang -pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil produksi tergantung pada beberapa faktor antara lain: 1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya semakin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.

13 2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak akan memiliki saluran pemasaran yang lebih pendek oleh karena produk tersebut harus segera sampai ke tangan konsumen. 3. Skala produksi. Apabila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, maka akan tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan dan dengan demikian saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang. 4. Posisi keuangan pengusaha produsen. Pengusaha yang memiliki posisi keuangan yang lebih kuat cenderung akan memperpendek saluran pemasaran produk. 2.3 Analisis Kelayakan Finansial Konsep analisis kelayakan finansial Analisis kelayakan finansial adalah penilaian terhadap sebuah gagasan usaha yang telah direncanakan bahkan dijalankan apakah telah layak ( feasible) atau tidak dari aspek pemasaran dan teknis produksi (Ibrahim, 2003). Menurut Gittinger (1997) analisis finansial adalah menyangkut masalah pengeluaran dan penerimaan dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan pengembalian dana kegiatan tersebut. Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam proses analisis finansial antara lain: 1. Menentukan rencana atau target penjualan berdasarkan data yang diperoleh dari analisis pasar dan pendapatan lainnya setiap tahun. 2. Mengidentifikasi biaya dan manfaat usaha. 3. Menyusun penerimaan dan pengeluaran.

14 Dalam menjalankan suatu usaha diharapkan akan memperoleh manfaat (Benefit). Manfaat usaha tersebut dapat dihitung atau dinilai dengan uang (tangible Benefit), yang mana secara langsung diterima dari kegiatan usaha (direct Benefit). Membandingkan manfaat dengan biaya merupakan suatu penilaian terhadap seluruh penerimaan yang diperoleh dengan seluruh pengeluaran yang akan dikeluarkan selama investasi dilaksanakan Analisis kriteria investasi Keputusan menunda konsumsi sumberdaya atau bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan menambah/menciptakan nilai hidup (penghasilan atau kekayaan) di masa mendatang merupakan investasi. Menurut Rahardja dan Manurung (2001), segala sesuatu yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menciptakan/menambah nilai kegunaan hidup adalah investasi. Manfaat yang diperoleh dari investasi diantaranya, penyerapan tenaga kerja, peningkaan output yang dihasilkan, penghematan devisa ataupun penambahan devisa dan lain sebagainya (Husnan dan Suwarsono, 1992). Sedangkan tujuan keputusan investasi yang sering digunakan adalah memaksimumkan keuntungan dan menurunkan resiko. Adapun kriteria yang biasa digunakan untuk menentukan kelayakan suatu usaha atau investasi menurut Ibrahim (2003), meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah kriteria investasi yang banyak digunakan dalam mengukur apakah suatu proyek feasible atau tidak. Perhitungan NPV merupakan net Benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social

15 opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount rate. Suatu usaha dikatakan layak jika NPV-nya lebih besar dari nol. Jika NPV sama dengan nol, berarti usaha tersebut mengembalikan persis sebesar tingkat bunga. Jika NPV lebih kecil dari nol, maka usaha tersebut tidak menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan, sehingga pelaksanaannya harus ditolak. 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan 0 (nol). Dengan demikian apabila hasil perhitungan IRR lebih besar dari SOCC dikatakan proyek/usaha tersebut feasible, bila sama dengan SOCC berarti pulang pokok, dan jika di bawah SOCC maka proyek tersebut tidak feasible. 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C Ratio merupakan perbandingan antara jumlah net Benefit positif dengan jumlah net Benefit negatif yang sudah didiskon. Nilai Net B/C ratio menunjukkan besarnya Benefit yang diperoleh dari cost yang dikeluarkan. Jika Net B/C lebih besar dari 1, maka dikatakan proyek/usaha tersebut layak untuk dijalankan, jika sama dengan 0 berarti pulang pokok, dan jika lebih kecil dari 1, maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan Analisis Pay Back Period (PBP) dan Break Even Point (BEP) 1. Pay Back Period (PBP) Pay Back Period adalah waktu yang dibutuhkan agar biaya investasi yang telah dikeluarkan dapat dikembalikan. Menurut Ibrahim (2003) analisis PBP dalam studi kelayakan perlu juga ditampilkan untuk mengetahui berapa lama usaha atau proyek yang dikerjakan dapat mengembalikan investasi sebuah proyek,

16 semakin cepat dalam pengembalian biaya investasi sebuah proyek, semakin baik proyek tersebut karena semakin lancar perputaran modal. Jika PBP ini lebih pendek dari umur investasi, maka proyek atau usaha tersebut layak untuk terus dikembangkan dan sebaliknya bila lebih lama, maka pengembangan usaha ditolak. 2. Break Even Point (BEP) Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama dengan total cost. Break Even Point dapat dilihat dari BEP produksi, BEP harga dan BEP waktu yang menghasilkan total revenue sama dengan total cost. Menurut Ibrahim (2003), dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terj adinya titik pulang pokok atau total revenue sama dengan total cost tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya. 2.4 Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Sistem integrasi tanaman-ternak merupakan suatu sistem pengelolaan pertanian secara terpadu melalui perpaduan antara ternak dengan tanaman sehingga tidak ada limbah yang terbuang dari kedua komponen tersebut dan dapat menekan biaya produksi. Pada beberapa wilayah terdapat beragam sumberdaya seperti lahan, tanaman, ternak dan masyarakat dengan berbagai tingkat perkembangannya. Pada kawasan yang menghadapi kelangkaan pakan, petani melakukan usaha yang sinergis antara tanaman dan ternak, yakni petani memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan dan memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk bagi tanaman yang diusahakan. Crop Livestock System (CLS) merupakan sistem integrasi tanaman-ternak sebagai hasil inovasi dari Badan Litbang Pertanian, yang terdiri dari: (1) Integrasi

17 Ternak Ruminansia-Tanaman Pangan (padi dan jag ung), (2) Integrasi Ternak Ruminansia-Tanaman Holtikultura (sayur -sayuran, nenas dan pisang), (3) Intergrasi Ternak Ruminansia-Tanaman Perkebunan (tebu, coklat, dan kelapa sawit) (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2008). Menurut Sudaratmaja (2004), sistem produksi ternak herbivora yang dikombinasi dengan lahan-lahan pertanian dan diperkuat oleh model CLS, terbukti mampu menghemat biaya pupuk sekitar 25,2% dan meningkatkan pendapatan petani sebesar 41,4%. Selain inovasi CLS, Direktorat Pengembangan Peternakan (2002) juga membuat sistem integrasi tanaman-ternak yang disebut Low External Input Agriculture System (LEISA). LEISA adalah suatu konsep pertanian terpadu dengan mengupayakan penggunaan imput yang berasal dari sistem pertanian itu sendiri tanpa banyak tergantung dari luar, sehingga tidak terdapat limbah yang terbuang, ramah lingkungan, berkelanjutan, dan dapat menekan biaya produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani. 2.5 Penelitian Terdahulu Nomleni (2005) melakukan Analisis Finan sial pada Usaha Peternakan Sapi Potong dengan Menerapkan Hasil Teknologi Pakan Ternak (Kasus Amanda Farm di Kabupaten Gianyar, Bali). Metode yang digunakan dalam perhitungan aspek finansial adalah analisis laporan keuangan, yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio provabilitas. Selain itu juga digunakan analisis kriteria investasi yaitu menghitung Net Present Value (NPV), analisis Pay Back Period (PBP) dan Break Event Point (BEP). Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap usaha peternakan sapi potong dari tahun Hasil penelitian yang didapatkan adalah usaha peternakan sapi potong Amanda Farm memiliki

18 tingkat rasio yang likuid, solvabel dan menguntungkan. BEP yang dicapai dari tahun berturut-turut adalah Rp ,94 atau 7 ekor, Rp ,29 atau 15 ekor, Rp ,34 atau 15 ekor dan Rp atau 11 ekor. Kelayakan investasi peternakan sapi potong Amanda Farm ditunjukkan dengan nilai NPV sebesar Rp ,26 pada diskon faktor sebesar 16% dan nilai PBP selama 4 tahun 3 bulan 28 hari, sehingga layak untuk dianjutkan. Ilham (2011) melakukan penelitian mengenai Kelayakan Finansial Sistem Integrasi Sawit-Sapi melalui Program Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Metode yang digunakan adalah analisis kriteria investasi dengan menghitung NPV, R/C ratio, B/C ratio dan Internal Rate of Return (IRR). Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah usaha pembibitan sapi yang diintegrasikan dengan perkebunan sawit memberikan keuntungan dengan nilai R/C berkisar 1,05 2,84. Secara finansial usaha tersebut layak dikembangkan dengan nilai IRR berkisar antara 21 29%, nilai B/C antara 1,35 2,67 dan lama pengembalian modal 4,91 6,4 tahun. Zulfanita (2009) melakukan penelitian mengenai Evaluasi Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong Gaduhan di Desa Grantung Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha penggemukan sapi potong dengan sistem gaduhan. Sistem gaduhan dilakukan dengan kerjasama dari kedua belah pihak antara Dinas Pertanian dan Peternakan sebagai pemberi gaduhan dan petani peternak sebagai penggaduh dengan pembagian keuntungan 30% dan 70%. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode discounted cash flow (arus kas berdiskonto) yang meliputi Benefit

19 and Cost Ratio (B/C), Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR). Hasil evaluasi kelayakan usaha penggemukan sapi potong selama lima tahun yaitu B/C sebesar 1,05, NPV Rp dan IRR sebesar 31%. Dilihat dari nilai B/C, NPV, dan IRR yang dihasilkan usaha ini layak untuk dijalankan. Keuntungan kumulatif selama 5 tahun adalah sebesar Rp ,00. Widiati (2012) melakukan penelitian dengan judul Kelayakan Finansial Usaha Sapi Potong Pembibitan dengan berbagai Bantuan Modal di Pedesaan Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian yang diperoleh adalah usaha perbibitan sapi potong yang menggunakan modal dengan tingkat bunga 6% dan jangka waktu pinjaman selama empat tahun, dinyatakan layak apabila dianalisis berdasarkan biaya tunainya saja. Namun, apabila usaha perbibitan sapi tersebut dibebani dengan biaya tenaga kerja, usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan. Putri dan Sukanata (2012) melakukan penelitian mengenai kelayakan finansial pemanfaatan skim kredit KUPS pada pengembangbiakan sapi bali di Desa Tangkas Kabupaten Klungkung. Hasil yang didapatkan adalah apabila biaya pakan dan tenaga kerja tidak dihitung sebagai biaya, maka usaha pengembangbiakan sapi bali di Desa Tangkas layak untuk dijalankan, sedangkan apabila biaya pakan dan tenaga kerja dihitung sebagai biaya, maka usaha pengembangbiakan sapi bali tidak layak untuk dijalankan. Berdasarkan perhitungan biaya tunai, usahatani pengembangbiakan sapi bali di Desa Tangkas masih tetap layak dilaksanakan jika bunga KUPS masih di bawah 19,97%/tahun. Namun berdasarkan perhitungan biaya total, usahatani pengembangbiakan sapi

20 bali di Desa Tangkas Kabupaten Klungkung tidak layak dilaksanakan jika suku bunga KUPS di atas 2,24%.

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diantaranya adalah sapi bali. Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diantaranya adalah sapi bali. Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Indonesia kaya akan plasma nutfah, baik flora maupun fauna. Diantaranya adalah sapi bali. Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia yang merupakan hasil

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ternak dalam suatu usahatani atau dalam suatu wilayah. Adapun ciri keterkaitan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ternak dalam suatu usahatani atau dalam suatu wilayah. Adapun ciri keterkaitan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Integrasi Tanaman Ternak Pertanian terintegrasi (integrasi tanaman-ternak) adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG Oleh : Ir. BERTI PELATIHAN PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE TA. 2014 1. Sapi Bali 2. Sapi Madura 3.

Lebih terperinci

Peternakan Tropika. Journal of Tropical Animal Science

Peternakan Tropika. Journal of Tropical Animal Science ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA BUDIDAYA PULLET (Studi Kasus pada UD Prapta di Desa Pasedahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem) Arta, I M. G., I W. Sukanata dan R.R Indrawati Program Studi Peternakan,

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

Peternakan ernakan Tropika

Peternakan ernakan Tropika e-journal FAPET UNUD e-journal Peternakan ernakan Tropika Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com email: jurnaltropika@unud.ac.id Universitas Udayana ANALISIS KELAYAKAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Potong Sapi merupakan hewan ternak yang dipelihara oleh manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia lainya. Ternak sapi menghasilkan 50%

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Sapi Perah Salah satu bidang usaha agribisnis peternakan yang memiliki potensi cukup besar dalam meningkatkan kesejahtraan dan kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa Kelayakan Usaha BAB V KELAYAKAN USAHA Proses pengambilan keputusan dalam menentukan layak tidaknya suatu usaha sapi potong dapat dilakukan melalui analisis input-output. Usaha pemeliharaan sapi potong

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi Bali asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang cukup penting di dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Produk peternakan merupakan sumber protein hewani. Permintaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan Lokakarya Fungsional Non Peneliri 1997 PENGEMBANGAN TANAMAN ARACHIS SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK Hadi Budiman', Syamsimar D. 1, dan Suryana 2 ' Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jalan Raya Pajajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Sapi Potong Sapi Peranakan Ongole (PO), di pasaran juga sering disebut sebagai sapi lokal atau sapi Jawa atau Sapi Putih. Sapi PO ini hasil persilangan antara pejantan sapi

Lebih terperinci

II ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

II ASPEK PASAR DAN PEMASARAN I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan jaman dimana masyarakat mulai sadar akan pentingnya kebutuhan pangan yang harus terpenuhi. Salah satu faktor yang paling di lirik oleh masyarakat

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Budidaya Ayam Ras Pedaging Ayam ras pedaging atau ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) R. H. MATONDANG dan A. Y. FADWIWATI Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Gorontalo Jln. Kopi no. 270 Desa Moutong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi Filum Class Ordo Famili Genus Subgenus : Chordata : Mammalia : Artiodactyla : Bovidae : Bos : Bibos sondaicus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II.1 Tinjauan Pustaka Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman buah daerah tropis dan dapat juga tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki empat, tanduk berongga, dan memamah biak. sapi juga termasuk dalam kelompok Taurine, termasuk didalamnya Bos taurus dan Bos

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Usaha Sapi Potong di Indonesia Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR Abel Gandhy 1 dan Dicky Sutanto 2 Surya University Tangerang Email: abel.gandhy@surya.ac.id ABSTRACT The

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diselenggarakan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diselenggarakan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan adalah suatu usaha pembibitan dan atau budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan peternakan atau peternakan rakyat, yang diselenggarakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. berfokus pada bidang penggemukan sapi.sapi yang digemukkan mulai dari yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. berfokus pada bidang penggemukan sapi.sapi yang digemukkan mulai dari yang V. HASIL DAN PEMBAHASAN Usaha peternakan sapi di CV. Anugrah farm merupakan peternakan yang berfokus pada bidang penggemukan sapi.sapi yang digemukkan mulai dari yang berbobot 200 kg sampai dengan 300

Lebih terperinci

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar JENIS PAKAN 1) Hijauan Segar Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternakdalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (disengut langsung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Budidaya tanaman pare ini dilakukan dari mulai pengolahan lahan manual dengan menggunakan cangkul, kemudian pembuatan bedengan menjadi 18 bedengan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan kondisi agroekosistem suatu tempat. Di lingkungan-lingkungan yang paling

TINJAUAN PUSTAKA. dengan kondisi agroekosistem suatu tempat. Di lingkungan-lingkungan yang paling TINJAUAN PUSTAKA Kambing Etawa Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak perkelahiran

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui usaha penggemukan ternak kambing pola kooperator (perlakuan)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri

Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN SAPI POTONG MELALUI BANTUAN SOSIAL TERNAK DI KABUPATEN GORONTALO ABSTRAK Melinda Al Masyhur, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia Daging domba merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia, disamping produk daging yang berasal dari

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ STUDI KELAYAKAN BISNIS Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ PENDAHULUAN Arti Studi Kelayakan Bisnis??? Peranan Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan Bisnis memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Domba dan kambing yang dipelihara di Kawasan Usaha Peternakan Berkah Sepuh Farm meliputi domba ekor tipis dan kambing kacang. Domba yang digunakan sebanyak 51 ekor

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

Budidaya Ternak Kambing Dan Domba

Budidaya Ternak Kambing Dan Domba Budidaya Ternak Kambing Dan Domba Disusun oleh : Wasis Budi Hartono ( Penyuluh Pertanian BP3K Sanankulon ) A. Pendahuluan Pola peternakan kambing dan domba potong atau pedaging di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Buah Naga Terdapat empat jenis buah naga yang dikembangkan, yaitu buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus polyrhijus),

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci