BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Luka Bakar Pengertian Luka Bakar Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2009:1). Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001). Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer & Bare, 2002:1912) Patofisiologi Luka Bakar Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Kulit akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas (Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan integritas kulit dan kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak, semakin berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat, 2009:19). Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian sel akan mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan 8

2 9 hidrostatik yang abnormal. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun pada luka bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011:618). Hipovolemia yang timbul berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan. Sel darah merah dan sel lainnya tetap di dalam intravaskuler. Hanya cairan yang meninggalkan unit intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi dan hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel tidak terselenggara dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok hipovolemia (Moenadjat, 2009:63). Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik. Respon Kardiovaskuler; curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terjadi. Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer & Bare, 2002:1913) Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan yang menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen mengadakan kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme

3 10 kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap keseimbangan asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat, 2009 : 65). Respon renalis, penurunan sirkulasi renal menyebabkan iskemia ginjal. Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah penurunan ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia parenkim ginjal merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan angiotensin oleh sel-sel juxtaglomerulusrenalis yang merangsang Anti Diuretic Hormone (ADH) dan kelenjar anak ginjal memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk melepaskan Adeno Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang merupakan stimulan bagi sistem saraf parasimpatik dan ortosimpatik dalam teori berkembangnya stres metabolisme. Bila tidak segera ditangani, terjadi akut tubular nekrosis dan berlanjut dengan acute renal failure (Moenadjat, 2009:69). Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi perubahan degeneratif bersifat akut pada organ-organ yang diperdarahi antara lain saluran cerna bagian atas. Gangguan perfusi menyebabkan terjadinya iskemia mukosa saluran cerna yang mengakibatkan integritasnya terganggu (disrupsimukosa). Dengan terjadinya disrupsi mukosa, lamina muskularis mukosa dan kapiler submukosa terpapar pada lumen. Kerapuhan dinding pembuluh kapiler menyebabkan pecahnya kapiler lambung. Perdarahan dapat terjadi sedemikian masif dan menyebabkan penderita jatuh kedalam syok (Moenadjat, 2009:68).

4 11 Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas kulit diperburuk dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal. Perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis (Smeltzer & Bare, 2002:1916) Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar. Namun setelah keadaan hipermetabolisme akan mengatur kembali suhu tubuh. Pasien luka bakar akan mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar meskipun tidak terdapat infeksi (Smeltzer & Bare, 2002:1916) Derajat Luka Bakar Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut Moenadjat (2009) : a. Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit kering, hiperemik memberikan floresensi berupa eritema, tidak dijumpai bulae. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari. Karena derajat kerusakan yang ditimbulkannya tidak merupakan masalah klinik yang berarti dalam kajian terapetik, luka bakar derajat satu tidak dicantumkan dalam perhitungan luas luka bakar.

5 12 b. Luka bakar derajat II (partial thickness burn): kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis. Respon yang timbul berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Nyeri karena ujungujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar derajat II dapat dibedakan menjadi dua: 1) Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn): kerusakan mengenai epidermis dan sepertiga bagian superfisial dermis. Dermal-epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bulae). Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar derajat II dangkal. Bila epidermis terlepas, terlihat dasar luka berwarna kemerahan, kadang pucat-edematus dan eksudatif. Apendises kulit (integumen, adneksa kulit) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu antara hari. 2) Derajat II dalam (Deep partial thickness burn): kerusakan mengenai hampir seluruh (dua per tiga bagian superficial) dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Sering dijumpai eskar tipis di permukaan. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan memerlukan waktu lebih dari dua minggu. c. Luka bakar derajat III (Full thickness burn): Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Tidak dijumpai

6 13 bulae.kulit yang terbakar berwarna pucat atau lebih putih. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epithelialisasi spontan baik dari tepi luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit yang memiliki potensial epithelialisasi. Gambar 2.1 Lapisan Kulit Normal Dengan Apendisesnya Gambar 2.2 Kedalaman Luka Bakar

7 Kategori Penderita Luka Bakar Menurut Moenadjat (2009:12), luka bakar dapat dikategorikan berdasarkan berat dan ringan luka bakar adalah: a. Luka bakar ringan dengan kriteria luka bakar derajat II; derajat III<10% pada kelompok usia<10th >50th, luka bakar derajat II dan derajat III<15% pada kelompok usia lain, luka bakar derajat II dan derajat III<10% pada semua kelompok usia; tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum b. Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar derajat II dan derajat III 10-20% pada kelompok usia<10th >50th; luka bakar derajat II dan derajat III 15-25% pada kelompok usia lain; luka bakar derajat 3<10% pada semua kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum. c. Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka bakar derajat II dan derajat III>20% pada kelompok usia<10 th dan >50th, luka bakar derajat II dan derajat III>25% pada kelompok usia lain, terjadi trauma inhalasi serta luka bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka bakar pada tangan, kaki, dan perineum Penatalaksaaan Luka Bakar Menurut Syamsuhidayat dan Jong dalam septiningsih, (2008) penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara lain mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa sisa sel epitel untuk berpoliferasi dan menutup permukaan kulit. Skin graft adalah salah satu prosedur pembedahan yang rutin dilakukan dalam suatu rangkaian pengelolaan pasien luka bakar. Tindakan ini memberi arti yang sangat

8 15 penting bila dilakukan sedini mungkin pasca trauma, sehingga prosedur ini sering disebut sebagai prosedure pembedahan dini pada luka bakar. 2.2 Konsep Dasar Skin Graft Definisi Skin graft yaitu tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat lain supaya hidup di tempat yang baru tersebut dan dibutuhkan suplai darah baru (revaskularisasi) untuk menjamin kelangsungan hidup kulit yang dipindahkan tersebut (Lubis, 2008). Skin graft merupakan teknik untuk melepaskan potongan kulit dari suplay darahnya sendiri dan kemudian memindahkannya sebagai jaringan bebas ke lokasi yang dituju (Sudarth dan Bruner, 2002) Tujuan dilakukan skin graft (Bisono, 2008). a. Menutup luka yang tidak dapat ditutup secara primer b. Menutup luka supaya penyembuhan luka tersebut lebih cepat. c. Menutup luka secara permanen atau sementara (pada crush trauma untuk penilaian vitalitas atau mengontrol pertumbuhan bakteri) Indikasi skin graft (Bisono, 2008) a. Luka yang luas b. Luka dengan vaskularisasi yang adekuat c. Luka tanpa infeksi yang jelas (atau hitung kuman kurang dari 1 x koloni kuman/gram jaringan).

9 Klasifikasi Skin Graft Menurut (Lubis,2008) skin graft dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan ketebalan. a. Berdasarkan asal / spesies 1) Autograft : graft bersal dari individu yang sama (berasal dari tubuh yang sama) 2) Homograft : graft berasal dari individu lain yang sama spesiesnya (berasal dari tubuh lain). 3) Heterograft (Xenograft) : graft berasal dari makhluk lain yang berbeda spesiesnya. b. Berdasarkan Ketebalan 1) Split Thickness Skin Graft (STSG) : graft ini mengandung epidermis dan sebagian dermis. Tipe ini dibagi 3 : a. Thin Split Thickness Skin Graft, ukuran 8-12/1000 inci. b. Intermediet (medium) Split Thickness Skin Graft, ukuran 14-20/1000 inci c. Thick Split Thickness Skin Graft, ukuran 22-28/1000 inci. d. Full Thickness Skin Graft: graft ini terdiri dari epidermis dan seluruh ketebalan dermis Vaskularisasi dan Kehidupan Graft Skin graft membutuhkan vaskularisasi yang cukup untuk dapat hidup sebelum terjadi hubungan yang erat dengan resipien. Setelah kulit dilepas dari donor akan berubah pucat karena terputus dari suplai pembuluh darah. Terjadi kontraksi

10 17 kapiler pada graft dan sel eritrosit terperas keluar. Setelah graft ditempelkan ke resipien tampak perubahan-perubahan sebagai berikut (Heriady, 2005) : a. Proses Imbibisi Plasma (8-12 jam pertama) 1) Yaitu keadaan graft secara pasif menyerap nutrisi melalui lapisan fibrin (menyerap seperti spon). 2) Graft tampak udem, berat graft naik lebih kurang 40% dari berat awal. b. Proses Inoskulasi (22 jam 72 jam berikutnya) 1) Proses terjadinya hubungan atau anastomosis langsung antara graft dengan pembuluh darah resipien. 2) Pertumbuhan pembuluh darah resipien kedalam saluran endothelial graft. 3) Penetrasi pembuluh darah resipien kedalam dermis graft yang akan membentuk saluran endothelial baru. 4) Kulit lebih pink sampai merah cherri dan udem graft berkurang. c. Proses Angiogenesis/ Revaskularisasi dan Maturasi (hari ke-4 sampai hari ke-9). 1) Epitel graft telah bisa mitosis sendiri. 2) Ketebalan kulit mulai meningkat (sampai 7x) dan ketebalan normal lagi mulai hari ke-10 setelah proses deskuamasi terjadi. 3) Graft mengalami maturasi komplit setelah hari ke Perawatan Skin Graft Menurut Bisono (2008) perawatan skin graft dapat dilakukan sebagai berikut: a. Bila hemostasis dan fiksasi resipien baik, balutan dibuka hari ke5-7, untuk mengevaluasi Take (kehidupan) graft dan membuka jahitan/benang fiksasi.

11 18 b. Bila ada hematom/seroma/bekuan darah, dilakukan penggantian kassa lebih sering dan drainase cairan. c. Bila Take baik, ganti balutan tiap 2-3 hari, bersihkan graft dari debris dan krusta. d. Bila graft telah matur, graft bisa diberi pelicin/pelunak dan pasien boleh mandi. e. Mobilisasi jalan bisa dilakukan pada minggu ke Syarat-syarat Skin Graft yang baik: a. Vaskularisasi resipien bed yang baik b. Kontak yang akurat antara skin graft dengan resipien c. Hindari kontaminasi atau infeksi Sebab-sebab kegagalan Tindakan Skin Graft: a. Hematom dibawah skin graft. b. Pergeseran skin graft c. Resipien bed tidak baik 2.3 Konsep Dasar Vacum Assisted closure (VAC) Definisi Vacum assisted closure (VAC) merupakan pengembangan yang canggih dari prosedur perawatan luka. Penggunaan vakum drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka. VAC digunakan untuk manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif atau tekanan subatmosfer di tempat luka (Muptadi, 2013)

12 Komponen Vacum Assisted Closure (VAC) menurut Muptadi 2013 yaitu: a. Vaccum pump Vaccum pump berfungsi untuk vakum drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka. b. Disposable Canisters Disposable Canisters berfungsi menampung darah atau cairan serosa (nanah) c. Drainage tubing Drainage tubing berfungsi untuk mengalirkan tekanan negatif dari vaccum pump ke daerah luka dan mengalirkan darah atau cairan serosa (nanah) ke Disposable Canisters d. Non-adherent wound contact layer or foam Merupakan lapisan semipermeabel yang mampu ditembus darah atau cairan lain pada luka. e. Antimicrobial gause Digunakan sebagai antibiotik f. Round or flat wound drain Menghubungkan drainage tubing dengan luka g. Transparent occlusive dressing Digunakan untuk menutup luka h. Barrier skin prep wipes Perekat transparant dressing

13 20 i. Steril Salin Untuk irigasi sebelum memasang non-adherent wound contact layer j. Surgical tape Cara Kerja VAC menurut (Muptadi 2013) Pada dasarnya teknik ini sangat sederhana. Sepotong busa dengan struktur pori pori terbuka dimasukkan ke dalam luka dan menguras luka dengan perforasi lateral diletakkan di atasnya. Seluruh area kemudian ditutup dengan perekat membran transparan, yang tegas dijamin ke kulit sehat di sekitar tepi luka. Drainage tubbing dihubungkan ke sumber vakum, cairan diambil dari luka melalui busa ke dalam reservoir untuk pembuangan. Membran plastik mencegah masuknya udara dan cairan dari luar. Pastikan seluruh permukaan luka terkena efek tekanan negatif. 2.4 Aplikasi Metode Vac Dalam Perawatan Skin Graft Pada Pasien Luka Bakar Sistem VAC adalah suatu alat membantu menutup luka, pertama kali dipublikasikan oleh Argenta dan Morykwas pada tahun Tekanan subatmosferik (tekanan negative) diaplikasikan pada suatu luka sulit sembuh dengan tujuan mempercepat pembentukan jaringan granulasi. Sistem VAC dapat dipakai sebagai terapi adjuvant sebelum atau setelah operasi atau sebagai alternative bagi pasien yang kondisinya tidak memungkinkan untuk pembedahan. Sistem VAC sudah terbukti efetktif untuk menangani luka akut maupun kronis, misalya ulkus kronis, kaki diabetic, ulkus diabetikus, mediastinis, juga dilaporkan

14 21 untuk meningkatkan keberhasilan prosedur skin graft pada lokasi yang sulit dan permukaan yang tidak beraturan. Sistem ini merupakan salah satu cara mempercepat penyembuhan luka melalui mekanisme mengurangi edema jaringan, memacu pertumbuhan kapiler-kapiler sehingga meningkatkan aliran nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolisme. Argenta dan Morywas mempostulasikan beberapa faktor mendasari kesuksesan teknik VAC yaitu : pembuangan cairan interstiil berlebih, peningkatan vaskularisasi dan penurunan kolonisasi bakteri dan respons jarinan sekitar luka terhadap gaya mekanik yang diberikan. Metode ini menggunakan open cell foam steril dari bahan polyurethane atau polyvinyl alcohol di dalam defek, permukaan superficial disiolasi dengan pembungkus adhesive kemudian diberi tekanan subatmofer melalui suction tube pada luka tersebut. Tekanan atmosfer ini member gaya kontrol secara merata ke seluruh permukaan jaringan di bagian luka. Mekanisme kerja VAC dalam mempercepat penyembuhan luka telah mulai dikembangkan, dan salah satu yang paling terkenal adalah teori model micro mechanical force. Saxena, et al (dalam Rini, 2005) dari Harvard Medical School melaporkan pengamatan tentang perubahan tingkat seluler akibat proses mekanis, dengan membuat suatu model simulasi komputer. Model ini memprediksi perubahan mikro (microdeformation) dasar luka dibandingkan dengan perubahan histologis pada luka secara klinis yang diberi sistem VAC dan dianalisis dengan komputer. Sesuai hipotesa, adanya kekuatan mekanis pada luka mampu mendorong perubahan tidak saja pada tingkat jaringan tetapi juga pada tingkat sel

15 22 meregang. Sel yang mampu meregang akan berpoliferasi dan secara signifikan merangsang angiogenesis untuk meningkatkan proses penyembuhan luka. Pada model hasil konversi dengan komputer tampak bahwa akibat adanya perbedaan tekanan dan perbedaan perbandingan elastisitas luka dan penopang busa menghasilkan gelombang pada permukaan luka dan tegangan secara mikroskopis. Aplikasi VAC setelah tujuh hari menunjukkan peningkatan undulasi dan vaskularisasi pada area luka yang sama, berbeda dengan permukaan luka yang tidak diberi sistem VAC. Disimpulkan oleh Rini (2005) dengan efek dari terjadinya proses micromechanical force diantaranya adalah mampu menstimulai proliferasi sel, mempercepat penyembuhan luka. Mampu meningkatkan ketegangan jaringan 5 hingga 20%, tergantung dari stadium penyembuhan luka yang konsisten dengan tingkat peregangan sel merangsang proliferasi sel. Growth factor atau matriks protein ekstraseluler meskipun esensial tetapi tidak cukup menstimulasi proliferasi sel. Agar kedua unsur kimia ini dapat direspons, sel membutuhkan konteks fisik yang sesuai. Pada luka, struktur secara fisik sudah tidak beraturan/terputus putus, sehingga proses peregangan sel dan tegangan isometric pada permukaan sel tidak berlangsung. Modifikasi VAC yang pernah dilakukan di Negara lain, diantaranya Jepang pada tahun 2003 menggunakan drainage punch pada jaringan sekitar yang diundermind akibat tidak berfungsinya sponge akibat tersumbat oleh jaringan nekrotik yang banyak. Italia pada tahun 2001, sebuah botol drainage suction yang diberi tekanan awal 300 mmhg, kemudian pasien bisa pulang. Tekanan akan turun dalam 1

16 23 minggu menjadi 150 mmhg. Pasien datang lagi untuk menambah tekanan negatifnya menjadi 300 mmhg. Di Inggris pada tahun 2001 sebuah drainage suction tertutup konvensional dipasang melewati tepi luka abdomen, dengan trochart menembus kulit ditutup dengan tegaderm/opsite. Ujung kateter 3 mm suction drainage dihubungan dengan 40 ml compressed bellow reservoir untuk aplikasi tekanan negatif kemudian difiksasi dengan abdominal binder.

BAB I LATAR BELAKANG. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera

BAB I LATAR BELAKANG. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan (Agustina, 2010). Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur

Lebih terperinci

b) Luka bakar derajat II

b) Luka bakar derajat II 15 seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar BAB I PENDAHULUAN 3.1 Latar Belakang Luka bakar didefinisikan sebagai suatu trauma pada jaringan kulit atau mukosa yang disebabkan oleh pengalihan termis baik yang berasal dari api, listrik, atau benda-benda

Lebih terperinci

Luka dan Proses Penyembuhannya

Luka dan Proses Penyembuhannya Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang

Lebih terperinci

4. Fase Luka Bakar 1) Fase Awal/Akut/shock, keadaan yang ditimbulkan berupa : a. Cedera Inhalasi Mekanisme trauma dibagi 3

4. Fase Luka Bakar 1) Fase Awal/Akut/shock, keadaan yang ditimbulkan berupa : a. Cedera Inhalasi Mekanisme trauma dibagi 3 LUKA BAKAR 1. Definisi Kerusakan / kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas : api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Prognosis penderita diramalkan jelek bila : luas luka bakar

Lebih terperinci

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum: Syifa Ramadhani (2013730182) 4. Jelaskan mekanisme dan etiologi terjadinya bengkak? Mekanisme terjadinya bengkak Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik (gaya yg mendorong cairan keluar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit atau jaringan akibat adanya kontak dengan listrik, api, pajanan suhu yang tinggi dari matahari,

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

SKIN GRAFT. Penyaji: dr.ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP

SKIN GRAFT. Penyaji: dr.ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP SKIN GRAFT Penyaji: dr.ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP.132 308 599 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 1 PENDAHULUAN Kulit menutupi seluruh permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan kerusakan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314 LAPORAN PENDAHULUAN Prosedur Tindakan Pengkajian Sistem Integumen, Prosedur Tindakan Wound Care, dan Penatalaksanaan Klien Luka Bakar Laporan pendahuluan ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah

Lebih terperinci

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim PERAWATAN LUKA by : Rahmad Gurusinga A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka timbul, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. disebabakan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi ( Moenandjat, 2001).

BAB II KONSEP DASAR. disebabakan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi ( Moenandjat, 2001). BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabakan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi ( Moenandjat,

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan diiukti kebocoran protein, khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan prevalensi pasien dengan luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Luka bakar merupakan masalah pada kulit yang sering terjadi di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Luka bakar merupakan masalah pada kulit yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah pada kulit yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari masyarakat. Luka bakar adalah rusak atau hilangnya suatu jaringan karena kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hingga saat ini luka bakar masih dapat menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan kekuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan kekuatan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat luka bakar masih merupakan masalah yang berat, perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan kekuatan dengan biaya yang cukup mahal, tenaga

Lebih terperinci

Yuliati. Program Studi Ilmu Keperawatan U. Esa Unggul. Riset, Maret 2013 ABSTRAK

Yuliati. Program Studi Ilmu Keperawatan U. Esa Unggul. Riset, Maret 2013 ABSTRAK PERBEDAAN PENGGUNAAN TERAPI BURNAZINE DENGAN TERAPI MEBO TERHADAP LAMA HARI RAWAT DAN BIAYA OBAT PASIEN LUKA BAKAR GRADE II DI UNIT LUKA BAKAR RUMAH SAKIT SWASTA X JAKARTA. Yuliati Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen.. BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,

Lebih terperinci

PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS.

PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS. PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS Oleh L.Sofa 1) S.Yusra 2) 1) Alumni Akademi Keperawatan Krida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi.

BAB I PENDAHULUAN. ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg). Total air tubuh dibagi menjadi dua kompartemen cairan

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. trauma panas, elektrik, kimia dan radiasi (Smith, 1998).

BAB I KONSEP DASAR. trauma panas, elektrik, kimia dan radiasi (Smith, 1998). BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat trauma panas, elektrik, kimia dan radiasi (Smith, 1998). Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH 1. Luka bersih Luka operasi yang tidak terinfeksi, dimana tidak ditemukan adanya inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan urogenital.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannya. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam. Mayoritas dari luka bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh, baik lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar merupakan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Infeksi Luka Operasi Menurut kamus kedokteran Dorland (2012) infeksi merupakan masuknya mikroorganisme yang memperbanyak diri di jaringan tubuh yang menyebabkan peradangan.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi seluruh permukaan bagian tubuh. Fungsi utama kulit sebagai pelindung dari mikroorganisme,

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juga cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab luka bakar selain karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juga cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab luka bakar selain karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstisial (CIS) dan cairan intravaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada di antara sebagian sel tubuh dan menyusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak akibat penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin (Dorland, 2010). DM suatu

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Combustio atau luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang. tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi/radiasi elektromagnetik.

BAB I KONSEP DASAR. Combustio atau luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang. tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi/radiasi elektromagnetik. BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Combustio atau luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia/radioaktif. (Long, 1996). Combustio atau Luka bakar disebabkan oleh perpindahan

Lebih terperinci

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit: Keseimbangan cairan dan elektrolit: Pengertian cairan tubuh total (total body water / TBW) Pembagian ruangan cairan tubuh dan volume dalam masing-masing ruangan Perbedaan komposisi elektrolit di intraseluler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Penyakit keturunan di mana penderitanya mengalami gangguan dalam pembekuan darah disebut... Leukopeni Leukositosis Anemia Hemofilia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp FISIOLOGI PEMBULUH DARAH Kuntarti, SKp Overview Struktur & Fungsi Pembuluh Darah Menjamin keadekuatan suplay materi yg dibutuhkan jaringan tubuh, mendistribusikannya, & membuang zat sisa metabolisme Sebagai

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Luka merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. H DENGAN COMBUSTIO DI BANGSAL ANGGREK BRSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. H DENGAN COMBUSTIO DI BANGSAL ANGGREK BRSUD SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. H DENGAN COMBUSTIO DI BANGSAL ANGGREK BRSUD SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan Disusun oleh: DAHRU BUNYANIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kemakmuran, pendapatan per kapita yang meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kemakmuran, pendapatan per kapita yang meningkat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kemakmuran, pendapatan per kapita yang meningkat dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan peningkatan jumlah penderita penyakit

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai

Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai Laporan Khusus Hands-On Insufisiensi Vena Kronik dan Setidaknya 70 % dari semua ulkus pada tungkai berawal dari insufisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR)

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) I. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi 1. Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Luka bakar merupakan salah satu jenis luka yang paling sering dialami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Luka bakar merupakan salah satu jenis luka yang paling sering dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka bakar merupakan salah satu jenis luka yang paling sering dialami oleh semua orang di dunia. Besar kecilnya luas luka menjadi penentu dalam memberikan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh paling luas yang melapisi seluruh bagian tubuh, dan membungkus daging dan organ-organ yang berada di dalamnya. Ratarata luas kulit pada manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang

I. PENDAHULUAN. Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis. Luka bakar tersebut mendominasi persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan

Lebih terperinci

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) DEFENISI PDA kegagalan menutupnya duktus arteriosus ( arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal ) pd minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah

Lebih terperinci

ASPEK KEDOKTERAN FORENSIK PADA KORBAN LUKA BAKAR

ASPEK KEDOKTERAN FORENSIK PADA KORBAN LUKA BAKAR Referat ASPEK KEDOKTERAN FORENSIK PADA KORBAN LUKA BAKAR Disusun oleh Bayu Fajar Pratama Vivin Anggia Putri PEMBIMBING : Chunin Widyaningsih, S.Ked., dr. KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Definisi Emboli Cairan Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Luka Bakar Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidayat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DARAH Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga mensuplai jaringan tubuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply BAB I PENDAHULUAN Darah memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan baik. Kekurangan oksigen dalam darah bisa membuat tubuh mengalami masalah serius. Selain olahraga dan transfusi darah, nutrisi tertentu

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN

PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN PRINSIP BIOENERGETIKA PADA HEWAN BAHAN MAKANAN (MOLEKUL ORGANIK) Lingkungan eksternal Hewan KONSUMSI MAKANAN PROSES PENCERNAAN PROSES PENYERAPAN PANAS energi yg hilang dalam feses MOLEKUL NUTRIEN (dalam

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih menjadi masalah besar bagi dunia kesehatan. Biaya perawatan yang mahal, angka kematian dan

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci