BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB TINJAUAN PUSTAKA.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan (decision support sistem) defenisi awalnya adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen pengambilan keputusan. Sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur-prosedur dalam pemrosesan data dan pertimbangannya untuk membantu manajer dalam mengambil keputusan. Agar berhasil mencapai tujuannya maka sistem tersebut harus: (1) sederhana, () robust, (3) mudah untuk dikontrol, (4) mudah beradaptasi, (5) lengkap pada hal-hal penting, (6) mudah berkomunikasi dengannya. Secara implisit juga berarti bahwa sistem ini harus berbasis komputer dan digunakan sebagai tambahan dari kemampuan penyelesaian masalah dari seseorang. Pemrosesan data elektronik (electronic data processing) adalah suatu proses mengumpulkan data dan menilai bukti untuk menentukan apakah sistem komputer mampu mengamankan aset, memelihara kebenaran data, maupun mencapai tujuan organisasi perusahaan secara efektif dan menggunakan aktiva perusahaan secara hemat. Tabel.1. Perbedaan SPK dengan (Electronic Data Processing) EDP Defenisi lain dari SPK adalah (1) sistem tambahan, () mampu untuk mendukung analisis data secara ad hoc dan pemodelan keputusan, (3) berorientasi

2 pada perencanaan masa depan, dan (4) digunakan pada interval yang tak teratur atau tak terencanakan. Ada juga defenisi yang menyatakan bahwa SPK adalah sistem berbasis komputer yang terdiri dari 3 komponen interaktif: 1. Sistem bahasa mekanisme yang menyediakan komunikasi antara user dan pelbagai komponen dalam SPK. Knowledge sistem penyimpanan knowledge domain permasalahan yang ditanamkan dalam SPK, baik sebagai data ataupun prosedur 3. Sistem pemrosesan permasalahan link diantara dua komponen, mengandung satu atau lebih kemampuan memanipulasi masalah yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan Defenisi terakhir adalah, istilah SPK mengacu pada situasi dimana sistem final dapat dikembangkan hanya melalui adaptive process pembelajaran dan evolusi. SPK didefenisikan sebagai hasil dari pengembangan proses dimana user SPK, SPK builder, dan SPK itu sendiri, semuanya bisa saling mempengaruhi, yang tercermin pada evolusi sistem itu dan pola-pola yang digunakan. Semua istilah diatas dapat digambarkan pada tabel berikut ini : Tabel.. Pengertian dari SPK

3 .1.1 Karakteristik dan Kemampuan SPK Gambar.1 Karakteristik dan kemampuan SPK (Turban, 1995) Dibawah ini merupakan karakteristik dan kemampuan ideal dari suatu SPK: 1. SPK menyediakan dukungan bagi pengambil keputusan utama pada situasi semi terstruktur dan tidak terstruktur dengan memadukan pertimbangan manusia dan informasi terkomputerisasi. Pelbagai masalah tak dapat diselesaikan (atau tak dapat diselesaikan dengan memuaskan) oleh sistem terkomputerisasi lain, seperti EDP, tidak juga dengan metode atau tool kuantitatif standar.. Dukungan disediakan untuk pelbagai level manajerial yang berbeda, mulai dari pimpinan puncak sampai manajer lapangan. 3. Dukungan disediakan bagi individu dan juga bagi grup. Berbagai masalah organisasional melibatkan pengambilan keputusan dari orang dalam grup. Untuk masalah yang strukturnya lebih sedikit seringkali hanya membutuhkan keterlibatan beberapa individu dari departemen dan level organisasi yang berbeda.

4 4. SPK menyediakan dukungan ke berbagai keputusan yang berurutan atau saling berkaitan. 5. SPK mendukung berbagai fase proses pengambilan keputusan: intelegence, design, choice dan implementation. 6. SPK mendukung berbagai proses pengambilan keputusan dan style yang berbeda-beda, ada kesesuaian diantara SPK dan atribut pengambil keputusan individu 7. SPK selalu bisa beradaptasi sepanjang masa. Pengambil keputusan harus reaktif, mampu mengatasi perubahan kondisi secepatnya dan beradaptasi untuk membuat SPK selalu bisa menangani perubahan ini. SPK adalah fleksibel, sehingga user dapat menambahkan, menghapus, mengkombinasikan, mengubah, atau mengatur kembali elemen-elemen dasar) menyediakan respon cepat pada situasi yang tak diharapkan). Kemampuan ini memberikan analisis yang tepat waktu dan cepat setiap saat. 8. DSS mudah untuk digunakan. User harus merasa nyaman dengan sistem ini. User friendliness, fleksibelitas, dukungan grafis terbaik, dan antarmuka bahasa yang sesuai dengan bahasa manusia dapat meningkatkan efektifitas SPK. Kemudahan penggunaan ini diimplikasikan pada mode yang interaktif. 9. SPK mencoba untuk meningkatkan efektivitas dari pengambilan keputusan (akurasi, jangka waktu, kualitas), lebih daripada efisiensi yang bias diperoleh (biaya membuat keputusan, termasuk biaya penggunaan komputer). 10. Pengambil keputusan memiliki kontrol menyeluruh terhadap semua langkah proses pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah. SPK secara khusus ditujukan untuk mendukung dan tak menggantikan pengambilan keputusan. Pengambil keputusan dapat menindaklanjuti rekomendasi computer sembarang waktu dalam proses dengan tambahan pendapat pribadi ataupun tidak. 11. SPK mengarah pada pembelajaran, yaitu mengarah pada kebutuhan baru dan penyempurnaan sistem, yang mengarah pada pembelajaran tambahan,

5 dan begitu selanjutnya dalam proses pengembangan dan peningkatan SPK secara berkelanjutan. 1. Pengguna harus mampu menyusun sendiri sistem yang sederhana. Sistem yang lebih besar dpat dibangun dalam organisasi pengguna tadi dengan melibatkan sedikit saja bantuan dari spesialis di bidang Information Sistem (IS). 13. SPK biasanya mendayagunakan berbagai model (standar atau sesuai keinginan user) dalam menganalisis berbagai keputusan. Kemampuan pemodelan ini menjadikan percobaan yang dilakukan dapat dilakukan pada berbagai konfigurasi yang berbeda. Berbagai percobaan tersebut lebih lanjut akan memberikan pandangan pandangan dan pembelajaran baru. 14. SPK dalam tingkat lanjut dilengkapi dengan komponen knowledge yang bisa memberikan solusi yang efisien dan efektif dari berbagai masalah yang pelik..1. Keuntungan SPK Adapun 9 keuntungan dari SPK adalah sebagai berikut. 1. Mampu mendukung pencarian solusi dari masalah yang kompleks.. Respon cepat pada situasi yang tidak dharapkan dalam kondisi yang berubahubah. 3. Mampu untuk menerapkan berbagai strategi yang berbeda pada konfigurasi berbeda secara cepat dan tepat. 4. Pandangan dan pembelajaran baru. 5. Memfasilitasi komunikasi. 6. Meningkatkan kontrol manajemen dan kinerja. 7. Keputusannya lebih cepat. 8. Meningkatkan efektivitas manajerial, menjadikan manajer dapat bekerja lebih singkat dengan sedikit usaha. 9. Meningkatkan produktivitas analisis.

6 .1.3 Komponen SPK 1. Data Manajemen. Termasuk database, yang mengandung data yang relevan untuk pelbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut Database Management Sistem (DBMS).. Model Manajemen. Melibatkan model financial, statistical, management science, atau berbagai model kuantitatif lainnya, sehingga dapat memberikan ke sistem suatu kemampuan analitis, dan management software yang diperlukan. 3. Komunikasi (dialog subsistem). User dapat berkomunikasi dan memberikan perintah pada SPK melalui subsistem ini. Ini berarti menyediakan antarmuka. 4. Knowledge Management. Subsistem optional ini dapat mendukung subsistem lain atau bertindak sebagai komponen yang berdiri sendiri. Di bawah ini adalah model konseptual SPK: Gambar. Komponen SPK (Subakti, 00)

7 . Forward Chaining Metode inferensi merupakan suatu cara penarikan kesimpulan yang dilakukan oleh mesin inferensi untuk meyelesaikan masalah. Forward chaining (runut maju) merupakan salah satu metode inferensi. Forward chaining adalah suatu strategi pengambilan keputusan yang dimulai dari premis (fakta) menuju konklusi (kesimpulan akhir) (kusrini, 006). Metode inferensi runut maju cocok digunakan untuk menangani masalah pengendalian (controlling) dan peramalan (prognosis) (Giarattano dan Riley, 1994). Metode inferensi ini yang akan digunakan dalam sistem pendukung keputusan yang akan dibangun dengan contoh penalaran sebagai berikut Tabel.3 Contoh aturan penalaran Forward Chaining (alur maju) No. Aturan R-1 IF A&B THEN C R- IF C THEN D R-3 IF A&E THEN F R-4 IF A THEN G R-5 IF F&G THEN D R-6 IF G&E THEN H R-7 IF C&H THEN 1 R-8 IF I&A THEN J R-9 IF G THEN J R-10 IF J THEN K Pada tabel.3 terlihat ada 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan. Fakta awal yang diberikan hanya : A dan E (artinya : A dan E bernila benar). Ingin dibuktikan apakah K bernilai benar (hipotesis K)? Langkah-langkah inferensi adalah sebagai berikut: a. Dimulai dari R-1, A merupakan fakta sehingga bernilai benar, sedangkan B belum bisa diketahui kebenarannya, sehingga C pun juga belum bisa diketahui kebenarannya. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-1 ini. Sehingga kita menuju ke R-.

8 a. Pada R- kita tidak mengetahui informasi tentang C, sehingga kita juga tidak bisa memastikan kebenaran D. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-1 ini. Sehingga kita menuju ke R-3 b. Pada R-3, baik A maupun E adalah fakta sehingga jelas benar. Dengan demikian F sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu F. Karena F bukan hipotesis yang hendak kita buktikan maka penelusuran kita lanjutkan ke R-4 c. Pada R-4, A adalah fakta sehingga jelas benar. Dengan demikian G sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu G. karena G bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-5 d. Pada R-5, baik F maupun G bernilai benar berdasarkan aturan R-3, dan R-4. Dengan demikina G sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu D. karena D bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-6. e. Pada R-6, baik A maupun G adalah benar berdasarkan fakta dari R-4. Dengan demikian H sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu H. karena H bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-7. f. Pada R-7, meskipun H benar berdasarkan R-6, namun kita tidak tahu kebenaran C sehingga, I pun juga belum bisa diketahui kebenarannya. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-7 ini. Sehingga kita menuju ke R-8. g. Pada R-8, meskipun A benar karena fakta, namun kita tidak tahu kebenaran I, sehingga J pun juga belum bisa diketahui kebenarannya. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-8 ini. Sehingga kita menuju ke R- 9. h. Pada R-9, J bernilai benar karena G benar berdasarkan R-4. Karena J bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-10. Pada R-10, K bernilai benar karena J benar berdasarkan R-9. Karena H sudah merupakan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka terbukti bahwa K adalah benar.

9 Tabel munculnya fakta baru pada suatu inferensi terlihat pada tabel.4 sedangkan alur inferensi terlihat pada gambar.3. Tabel.4. fakta baru pada inferensi Aturan Fakta Baru R-3 F R-4 G R-5 D R-6 H R-9 J R-10 K Gambar.3. Alur Inferensi Forward Chaining (Kusuma Dewi, 003 ).3 Batubara Batubara merupakan zat padat yang heterogen, yang dapat terbakar, terdiri dari material organik dan anorganik. Material organiknya sebagian besar berasal dari sisasisa tumbuhan yang telah mengalami proses dekomposisi dalam berbagai tingkat di daerah rawa dan mengalami ubahan secara kimia dan fisika setalah terkubur atau tertimbun oleh endapan berikutnya.

10 Batubara yang tebentuk di rawa tersebut akan berbeda-beda tipenya, dan ini tergantung pada komposisi awalnya, iklim, tinggi, muka air rawa, komposisi kimia air dan sebagainya. Batubara pada umumnya terbentuk secara insitu (autochthonous), namun demikian ada sedikit endapan barubara yang mengalami proses pengendapan kembali (allotochthonous)..3.1 Cara Terbentuknya Batubara Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari C, H, O, N, S, P. hal ini mudah dimengerti, karena batubara terbentukdari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan (coalification). Apabila jaringan tumbuhan dibakar dalam suasana reduksi, yaitu dengan cara sesudah jaringan tumbuhan disulut dengan api, kemudian di atas tumpukan ditutup tanah agar tidak berhubungan dengan udara luar (atau dengan kata lain agar jaringan tumbuhan tidak terbakar), maka jaringan tumbuhan (umum disebut kayu), akan menjadi arang kayu. Agar nyala api yang ada di dalam kau mati, maka kayu tersebut harus disiram dengan air, dan terbentuklah arang kayu. Makin keras kayu yang dipergunakan sebagai bahan baku, arang kayu yang dihasilkan mutunya makin baik. Komposisi kimia utama arang kayu serupa dengan komposisi kimia utama batubara. Perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi manusia, selama jangka waktu yang pendek, sedang batubara terbentuk oleh proses alam, selama jangka waktu ratusan hingga ribuan tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak parameter yang akan berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter yang berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang terbentuk. Didalam mempelajari cara terbentuknya batubara dikenal teori yaitu teori insitu dan teori drift (Krevelen, 1993). Teori insitu menjelaskan, tempat dimana batubara terbentuk sama dengan tempat terjadinya proses coalification dan sama pula dengan tempat dimana tumbuhan tersebut berkembang. Oleh sebab itu beberapa

11 penciri yang dapat dipergunakan untuk mengetahui berlakunya teori insitu pada suatu daerah tambang batubara, antara lain didapatkannya getah tumbuhan yang telah mengeras (membatu), dalam istilah geologi disebut sebagai Harz (istilah setempat dikenal sebagai damar selo/gandarukem). Teori drift menjelaskan, bahwa endapan batubara yang terdapat pada cekungan sedimen berasal dari tempat lain, dengan kata lain tempat terbentuknya batubara berbeda dengan tempat tumbuhan semula berkembang kemudian mti. Oleh sebab itu bahan pembentuk batubara tersebut telah mengalami proses transportasi, sortasi dan terakumulasi pada suatu cekungan sedimen. Oleh karenanya keberadaan harz dan tikas daun tidak pernah didapatkan, disamping kualitas batubara antara lapisan yang satu dengan lapisan stratigrafi atasnya berbeda. Hal ini mudah dimengerti karena selama terjadinya proses transportasi yang berkaitan dengan kekuatan arus air, pada saat arus kuat akan terhanyutkan pokok pohon yang besar, sedang pada saat arus air kekuatannya telah mulai berkurang yang diangkut bagian pohon yang lebih kecil (ranting dan daun). Penyebaran batubara dengan konsep teori drift, mungkin luas ataupun sempit, tergantung pada luasan cekung sedimentasi. (Krevelen,1993). Gambar.4 Urutan proses pembatubaraan (Anggayana, 1995)

12 Gambar.5 Skema pembentukan batubara (Anggayana, 1995).3. Klasifikasi Batubara Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar pembangkit energi. Berdasarkan cara penggunaannya sebagai penghasil energi batubara dibedakan : 1. Penghasil energi panas primer, yaitu langsung dipergunakan untuk industri, misalnya sebagai bahan burner (pembakar) dalam industri semen, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), bahan bakar pembuatan kapur tohor, bahan bakar pembuatan genting, bahan bakar lokomotif, pereduksi proses metalurgi, kokas konvensional, bahan bakar tidak berasap (smokeless fuel).. Penghasil energi sekunder, yaitu tidak langsung dipergunakan untuk industri, misalnya sebagai bahan bakar padat (briket), bahan bakar cair (konversi menjadi bahan bakar cair), bahan bakar gas (konversi menjadi bahan bakar gas).

13 Batubara dapat pula dipergunakan tidak sebagai bahan bakar, tetapi dipergunakan sebagai reduktor pada proses peleburan timah, industri ferro-nikel, industri besi dan baja, sebagai bahan pemurnian pada industri kimia (dalam bentuk karbon aktif), sebagai bahan pembuatan kalsium karbida (dalam bentuk kokas atau semi kokas). Pemanfaatan batubara sebagai energi panas kontak langsung sering dilakukan. Artinya batubara tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit energi panas, dimana pada proses pembakaran, batubara bersinggungan secara langsung dengan materi lain tanpa ada pembatas, misalnya dalam proses pembakaran genting, kapur tohor, keramik, industri semen. Pada operasi pembakaran batubara sebagai energi kontak langsung sifat fisik dan kimia batubara akan sangat menentukan terhadap proses pembakaran. Sifat-sifat batubara yang perlu dicermati antara lain kadar abu (ash content), kadar lengas (moisture content), volatile matter, fixed carbon. Secara Umum batubara di golongkan menjadi lima tingkatan (dari tingkatan paling tinggi sampai tingkatan terendah) yaitu: anthracite, bituminous coal, sub bituminous coal, lignite dan peat (gambut). Penggolongan tersebut menekankan pada kandungan relatif antara unsur C dan H O yang terdapat dalam batubara. Pada anthracite, kandungan C relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan H 0. Pada bituminous dan pada peat kandungan unsur C relatif lebih rendah dibandingkan dengan kandungan H O. pada bituminous kandungan unsur C relatif lebih rendah dibandingkan dengan kandungan H O pada anthracite. Mempergunakan konsep analogi, disimpulkan kandungan unsur C dalam peat relatif paling sedikit, sebaliknya kandungan H O paling banyak dibandingkan dengan jenis batubara yang lain. Kandungan air dalam batubara, dikenal sebagai sifat lengas (moisture). Kandungan lengas (moisture content), digolongkan sebagai lengas bebas (free moisutere), yaiut lengas yang disebabkan oleh adanya kandungan air mekanika (air yang menempel pada permukaan butir batubara), lengas bawaan (inherent moisture), yaitu lengas yang disebabkan oleh adanya kandungan air mineral (air yang merupakan bagian dari senyawa batubara/air yang terdapat didalam unsur batubara) dan lengas

14 total (total moisture), yaitu jumlah total kandungan batubara yang merupakan penjumlahan dari free moisture inherent moisture. Anthracite menunjukkan ciri antara lain, memperlihatkan struktur kompak, berat jenis tinggi, berwarna hitam metalik, kandungan volatile matter rendah, kandungan abu dan kandungan air rendah, tanpa timbul nyala. Nilai kalor berkisar pada nilai 8300 kkal/kg. Bituminous coal berwarna hitam agak kompak, kandungan abu dan air relatif rendah (5% - 10%), nilai kalor antara kkal/kg. Batubara yang berwarna hitam (jenis anthracite dan bituminous coal ) bersifat tidak higroskopis. Lignite apabila dibakar menghasilkan nilai kalor kkal/kg, sedang peat apabila dibakar menghasilkan nilai kalor kkal/kg. Oleh sebab itu. Apabila batubara dipergunakan sebagai bahan bakar industri dipilih jenis anthracite atau bituminous coal, dihindarkan penggunaan lignit dan peat. Untuk mempermudah pengenalan jenis batubara, berikut ditunjukkan sifatsifat batubara untuk masing-masing jenis sebagai berikut: 1. Jenis anthracite Warna hitam, sangat mengkilat, kompak, kandungan karbon sangat tinggi, kandungan air sangat sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan sulfur sangat sedikit.. Jenis bituminous/subbituminous coal Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi, nilai kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur sedikit. 3. Jenis lignite (brown coal) Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu banyak, kandungan sulfur banyak. Kebanyakan batubara dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sehingga faktor volatile matter, lama penyalaan dan suhu memegang peranana penting. Dikenala istilah long flaming coal dan short flaming coal. Long flaming coal merupakan batubara dengan kandungan volatile matter tinggi, apabila batubara batubara dalam keaadaan serbuk dibakar dalam tanur putar, akan terurai dengan segera, sehingga

15 menghasilkan periode nyala pendek, panas yang dihasilkan sebagian untuk membakar volatile matter yang jumlahnya cukup banyak, akibatnya suhu yang dihasilkan menjadi relatif rendah. Sedangkan short flaming coal, merupakan batubara dengan volatile matter rendah,apabila batubara dalam keaadaan serbuk dibakar dalam tanur putar, akan terurai segera, sehingga menghasilkan periode nyala panjang, panas yang dihasilkan sebagian dipakai untuk membakar volatile matter yang jumlahnya sedikit, akibatnya suhu yang dihasilkan menjadi relatif tinggi. Untuk proses pembakaran secara terus menerus (jangka panjang), misalnya dalam industri semen, batubara dengan periode nyala panjang lebih disukai dibandingkan dengan batubara dengan periode nyala pendek, karena nyala panjang akan membuat reaksi kimia berlangsung akan lebih sempurna Klasifikasi Batubara Berdasarkan Atas Nilai Kalor Beberapa klasifikasi batubara berdasarkan atas nilai kalornya adalah sebagai berikut. 1. Batubara tingkat tinggi (high rank), meliputi meta anthracite, anthracite, semi anthracite. Batubara tingkat menengah(moderate rank), meliputi low volatile, bituminous coal, high volatile coal. 3. Batubara tingkat rendah (low rank), meliputi sub bituminous coal, lignite. Apabila diperhatikan lebih lanjut, penggolongan tersebut diatas lebih ditekankan pada nilai kalor yang dihasilkan, selain tetap memperhatikan unsur C dan jumlah volatile matter yang terdapat didalamnya. Seperti pada penggolongan yang pertama, apabila batubara dipakai dalam industri, akan dipilih batubara tingkat tinggi karena akan menghasilkan panas yang cukup tinggi Klasifikasi Batubara menurut ASTM American Society for Testing Material (ASTM) membuat klasifikasi batubara (yang umum dipergunakan dalam industri) sebagai berikut (lihat Tabel.5)

16 Tabel.5 Klasifikasi batubara menurut ASTM

17 Keberadaan ASTM batubara, diharapkan terdapat kesepakatan antara para penghasil batubara dengan industri/pemakai batubara. Terlihat pada masing-masing pengelompokan, tiap jenis batubara mempunyai perbedaan baik pada sifat fisik (struktur) maupun pada sifat kimiawinya (reaktivitas). Hal ini menjadi salah satu penyebab mengapa suatu jenis batubara dipandang sesuai untuk pemanfaatan tertentu dan tidak sesuai untuk pemanfaatan lainnya. Sebagai contoh batubara jenis bituminous dan subbituminous dapa dibakar langsung pada tungku atau ketel uap untuk keperluan industri dan pembangkit tenaga listrik, sedang batubara jenis anthracite biasanya dipakai untuk reduktor. Batubara jenis lignite digunakan untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik di mulut tambang atau diproses menjadi bahan bakar cair (minyak sintetis), gas sintetis atau briket batubara. Gambut kurang sesuai untuk bahan bakar, tetapi cocok sebagai media semai tanaman Kualitas Batubara Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor : /Amd 1:1999 membagi kualitas batubara menjadi dua, yaitu: batubara energi rendah (brown coal) dan batubara energi tinggi (hard coal). 1. Batubara Energi Rendah (Brown Coal) Batubara energi adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat lunak mudah di remas, mengandung kadar air yang tinggi (10 70%), memperlihatkan struktur kayu dan nilai kalorinya 7000 Kcal/Kg ( dry ash free- ASTM).. Batubara Energi Tinggi (Hard Coal) Batubara energi tinggi adalah semua jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah di remas, kompak, mengandung kadar air yang relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu tidak tampak lagi dan nilai kalorinya 7000 Kcal/Kg (dry ash free-astm) Sumberdaya dan Cadangan Batubara Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam kelas-kelas

18 sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak. Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource) Sumber daya batubara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau. Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi (identified resources) Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource) Sumber daya batubara tereka adalah jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi. Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi

19 ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1, km 4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource) Sumber daya batubara tertunjuk adalah jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti gteologi dalam daerah antara 0,4 km 1, km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sib bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced) Sumber daya batubara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

20 Perhitungan Cadangan Batubara Menggunakan Metode Cross Section Perhitungan cadangan metode penampang (cross section) merupakan metode perhitungan cadangan yang perinsipnya adalah dengan membagi tubuh endapan batubara kedalam blok-blok dengan konstruksi penampang geologi pada interval sepanjang garis melintang atau level yang bebeda. Rumus luas rata-rata (mean area) dipakai untuk endapan yang mempunyai penampang yang uniform. V = L ( S 1 S )....1 S 1,S = luas penampang endapan L = jarak antar penampang V = volume cadangan Gambar.6. Sketsa perhitungan volume endapan dengan rumus mean area (Anwar,008) Sedangkan untuk menghitung tonase digunakan rumus: T = V T BJ... = tonase (ton) V = volume (m 3 ) BJ = berat jenis (ton/m 3 ) Rumus Prismoida L V = ( S1 4M S ) S 1,S = luas penampang ujung

21 M = luas penampang tengah L = jarak antara S 1 dan S V = volume cadangan S 1/ Gambar.7. Sketsa perhitungan volume endapan dengan rumus prismoida. (Anwar,008) Rumus kerucut terpancung ( S S S )... 4 L V = 3 S 1 S 1 S = luas penampang atas = luas penampang alas L = jarak antara S 1 dan S V = volume cadangan S S Gambar.8. Sketsa perhitungan volume endapan dengan rumus kerucut terpancung. (Anwar,008)

22 Rumus Obelisk, rumus ini merupakan suatu modifikasi dari rumus prismoida dengan substitusi:...5 ) ( ) ( 1 1 b b a a M = ) ( 4 ) ( ) ( 3 4 ) ( ) ( 4 6 ) 4 ( obelisk b a b a S S L S b b a a S L S M S L V = = = Gambar.9. Sketsa perhitungan volume endapan dengan rumus obelisk. (Anwar, 008) b

Sistem Penunjang Keputusan, Pertemuan Ke-3

Sistem Penunjang Keputusan, Pertemuan Ke-3 DECISION SUPPORT SYSTEMS Pengertian. Definisi awalnya adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen pengambilan keputusan. Sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur-prosedur dalam

Lebih terperinci

I R A P R A S E T Y A N I N G R U M

I R A P R A S E T Y A N I N G R U M I R A P R A S E T Y A N I N G R U M 1 Pengertian SPK 1. Menurut Turban (1990) dan Turban & Aronson (2001), SPK adalah suatu sistem interaktif berbasis komputer yg dapat membantu pengambil keputusan dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Endapan Batubara Penyebaran endapan batubara ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang terdapat secara luas

Lebih terperinci

Pendahuluan: Decision Support system STMIK BANDUNG

Pendahuluan: Decision Support system STMIK BANDUNG Pendahuluan: Decision Support system Yus Jayusman Yus Jayusman STMIK BANDUNG Sistem-sistem yang ada dalam Management Support System (MSS). Pengambilan keputusan, penjelasan sistem, pemodelan, dan masalah

Lebih terperinci

Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Mochammad Eko S, S.T 1 Manajement Support System Decision Support Systems (DSS). Group Support Systems (GSS), termasuk Group DSS (GDSS). Executive Information

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

DECISION SUPPORT SYSTEMS COMPONENTS

DECISION SUPPORT SYSTEMS COMPONENTS DECISION SUPPORT SYSTEMS COMPONENTS Pengertian Suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen dalam pengambilan keputusan. Sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur-prosedur dalam pemrosesan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan BAB III TEORI DASAR 11 3.1 Batubara Peringkat Rendah Batubara termasuk kedalam sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batubara Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa

Lebih terperinci

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat-hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses kimia dan fisika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan (SPK) / Decision Support Sistem (DSS) adalah sistem komputer yang saling berhubungan dan menjadi alat bantu bagi seorang

Lebih terperinci

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DARI DATA BOR MENGGUNAKAN METODE AREA OF INFLUANCE DAERAH KONSENSI PT. SSDK, DESA BUKIT MULIAH, KINTAP, TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN Gangsar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki bermacam-macam sumber energi dimana salah satunya berupa batubara. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN O L E H : T A N T R I H I D A Y A T I S, S. K O M., M. K O M Management Support System (MSS) Management Suppport System (MSS) terdiri dari: Decision Support System (DSS) /SPK

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi alternative disamping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara sebagai sumber energi karena batubara relatif lebih murah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pengertian sistem pendukung keputusan adalah sistem penghasil informasi spesifik yang ditujukan untuk memecahkan suatu masalah tertentu yang harus

Lebih terperinci

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank) PERINGKAT BATUBARA (Coal rank) Peringkat batubara (coal rank) Coalification; Rank (Peringkat) berarti posisi batubara tertentu dalam garis peningkatan trasformasi dari gambut melalui batubrara muda dan

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA 5.1. Evaluasi Fuel Ratio Hubungan antara kadar fixed carbon dengan volatile matter dapat menunjukkan tingkat dari batubara, yang lebih dikenal sebagai fuel ratio. Nilai

Lebih terperinci

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen. Dasar Teori Tambahan Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu cebakan sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran bahan berselulosa yang bersal dari tumbuhtumbuhan.

Lebih terperinci

PENGANTAR GENESA BATUBARA

PENGANTAR GENESA BATUBARA PENGANTAR GENESA BATUBARA Skema Pembentukan Batubara Udara Air Tanah MATERIAL ASAL Autochton RAWA GAMBUT Dibedakan berdasarkan lingkungan pengendapan (Facies) Allochthon Material yang tertransport Air

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA 4.1. Stratigrafi Batubara Lapisan batubara yang tersebar wilayah Banko Tengah Blok Niru memiliki 3 group lapisan batubara utama yaitu : lapisan batubara A, lapisan batubara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG 4. Indonesia Mt BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Batubara adalah sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen.namun demikian, batubara juga

Lebih terperinci

Decision Support System (DSS)

Decision Support System (DSS) Decision Support System (DSS) source : http://nextgeneration.web.id/?p=48 Seiring perkembangan zaman, manusia dituntut membuat berbagai keputusan yang tepat dalam menghadapi permasalahan yang semakin kompleks.

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara 1. Bagaimana terbentuknya? Gas metana batubara terbentuk selama proses coalification, yaitu proses perubahan material tumbuhan menjadi batubara. Bahan organik menumpuk di rawa-rawa sebagai tumbuhan mati

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

Outline. Definisi SPK Tujuan SPK Fitur SPK Karakteristik dan Kemampuan SPK Komponen SPK

Outline. Definisi SPK Tujuan SPK Fitur SPK Karakteristik dan Kemampuan SPK Komponen SPK Tinjauan SPK Outline Definisi SPK Tujuan SPK Fitur SPK Karakteristik dan Kemampuan SPK Komponen SPK Definisi Menurut Keen dan Scoot Morton : Sistem Pendukung Keputusan merupakan penggabungan sumber sumber

Lebih terperinci

BAB III DECISION SUPPORT SYSTEM

BAB III DECISION SUPPORT SYSTEM BAB III DECISION SUPPORT SYSTEM Decision Support System atau Sistem Pendukung Keputusan / SPK, secara umum didefinisikan sebagai sebuah sistem yang mampu memberikan kemampuan baik kemampuan pemecahan masalah

Lebih terperinci

PERANAN SISTEM INFORMASI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN

PERANAN SISTEM INFORMASI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN 46 INFOKAM Nomor II / Th. IX/ September / 14 PERANAN SISTEM INFORMASI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN Wahjono (Dosen AMIK JTC Semarang) ABSTRAKSI Peranan Sistem Informasi merupakan alat bantu untuk

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TENTANG PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK disusun oleh Ganis Erlangga 08.12.3423 JURUSAN SISTEM INFORMASI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET 6.1. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum proses mixing dan analisa hasil mixing melalui uji pembakaran dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA 36 BAB IV ENDAPAN BATUBARA IV.1 Pembahasan Umum Batubara Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan bakar adalah suatu materi yang dapat dikonversi menjadi energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan transportasi, industri pabrik, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhtumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI. Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI

SISTEM INFORMASI. Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI SISTEM INFORMASI Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI Jenis-jenis Keputusan Menurut Herbert A. Simon, ahli manajemen pemenang Nobel dari Carnegie-Mellon University, keputusan berada pada suatu rangkaian kesatuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Densitas Densitas atau kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volume briket. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan penyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertambangan, khususnya batubara merupakan salah satu komoditas yang penting untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat. Batubara saat ini menjadi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Estimasi Sumber Daya Bijih Besi Eksplorasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencari sumberdaya bahan galian atau endapan mineral berharga dengan meliputi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Bahan/material penyusun briket dilakukan uji proksimat terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dasar dari bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu bahan penting yang banyak dibutuhkan dalam bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk di permukaan bumi dari akumulasi sisa-sisa material organik dan anorganik. Material organik tumbuhan merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen, yang merupakan bahan bakar hidrokarbon, yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN 3 SKS

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN 3 SKS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN 3 SKS Deskripsi Mata Kuliah Pengampu : Rahmat Robi Waliyansyah, M.Kom. Buku Pegangan : Dadan Umar Daihani, Komputerisasi Pengambilan Keputusan, Elex Media Komputindo, 2001. D.

Lebih terperinci

DECISION SUPPORT SYSTEMS

DECISION SUPPORT SYSTEMS DECISION SUPPORT SYSTEMS Definisi Little,J.D.C (dalam Models and Managers:The Concept of a Decision Calculus,1970) : DSS sebagai sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna

Lebih terperinci

ANALISIS PERANCANGAN TUNGKU PENGECORAN LOGAM (NON-FERO) SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN TEKNIK PENGECORAN

ANALISIS PERANCANGAN TUNGKU PENGECORAN LOGAM (NON-FERO) SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN TEKNIK PENGECORAN ANALISIS PERANCANGAN TUNGKU PENGECORAN LOGAM (NON-FERO) SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN TEKNIK PENGECORAN Ramang Magga Laboratorium Bahan Teknik, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat buah kelapa sawit (mesocarp), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya digunakan

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan.

Sistem Pendukung Keputusan. Sistem Pendukung Keputusan http://www.brigidaarie.com Pengertian Definisi awalnya adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen pengambilan keputusan. Agar berhasil mencapai tujuannya maka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA 4.1 KOMPOSISI MASERAL BATUBARA Komposisi maseral batubara ditentukan dengan melakukan analisis petrografi sayatan sampel batubara di laboratorium (dilakukan oleh PT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terdiri dari komponen-komponen atau sub sistem yang berorientasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. yang terdiri dari komponen-komponen atau sub sistem yang berorientasi untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Menurut Gondodiyoto (2007), sistem adalah merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen atau sub sistem yang berorientasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI

PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI Nur Aklis Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura

Lebih terperinci

Analisis Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI dengan Standar ASTM

Analisis Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI dengan Standar ASTM SIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 1(D) Mei 2012 Analisis Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI dengan Standar ASTM Arif Ismul Hadi, Refrizon, dan Erlena Susanti Jurusan Fisika, FMIPA,

Lebih terperinci

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL PT. Globalindo Inti Energi merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI NILAI KALOR BATUBARA DI PLTU TANJUNG JATI B TERHADAP ENERGI INPUT SYSTEM

ANALISIS VARIASI NILAI KALOR BATUBARA DI PLTU TANJUNG JATI B TERHADAP ENERGI INPUT SYSTEM ANALISIS VARIASI NILAI KALOR BATUBARA DI PLTU TANJUNG JATI B TERHADAP ENERGI INPUT SYSTEM Abstrak M Denny Surindra Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. Soedarto,S.H.,Tembalang, KotakPos

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA I. DATA UMUM Record Jenis Laporan* DIP DIKS Judul Laporan KERJA SAMA TRIWULAN TAHUNAN BIMTEK Lainlain Instansi Pelapor Penyelidik Penulis Laporan Tahun Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin menipisnya sumber daya alam yang berasal dari sisa fosil berupa minyak bumi diakibatkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dalam penggunaan energi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Menurut Jogiyanto (2001), sistem adalah jaringan kerja dari prosedur - prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013)

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia saat ini banyak menggunakan peralatan sehari-hari yang terbuat dari plastik. Plastik dipilih karena memiliki banyak keunggulan yaitu kuat, ringan,

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metanol dari Low Rank Coal Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Metanol dari Low Rank Coal Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Metanol sangat dibutuhkan dalam dunia industry, karena banyak produk yang dihasilkan berbahan metanol. Metanol digunakan oleh berbagai industri seperti industri plywood,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM :

KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM : KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM : 0831010048 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan. Oleh: Ade Sarah H., M.Kom

Sistem Pendukung Keputusan. Oleh: Ade Sarah H., M.Kom Sistem Pendukung Keputusan Oleh: Ade Sarah H., M.Kom Topik Defenisi Sistem Defenisi Pembuatan Keputusan Tahap pembuatan keputusan Pendekatan untuk pembuatan keputusan Pengertian Sistem Pendukung Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara merupakan endapan sedimen yang terdiri dari komponen organik dan anorganik, bagian organik disebut maseral sedangkan bagian anorganik disebut mineral. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA BAB IV EKSPLORASI BATUBARA 4.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Dalam menentukan lingkungan pengendapan batubara di Pit J daerah Pinang dilakukan dengan menganalisis komposisi maseral batubara. Sampel batubara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Karakterisasi Briket Arang Pengujian karakteristik briket meliputi kadar air, kadar abu, dekomposisi senyawa volatil, kadar karbon terikat, kerapatan dan nilai kalor.

Lebih terperinci

I.1 JUDUL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN STUDI KARAKTERISTIK GASIFIKASI BATU BARA SUB - BITUMINUS MENGGUNAKAN REAKTOR JENIS FIX BED DOWNDRAFT GASIFIER

I.1 JUDUL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN STUDI KARAKTERISTIK GASIFIKASI BATU BARA SUB - BITUMINUS MENGGUNAKAN REAKTOR JENIS FIX BED DOWNDRAFT GASIFIER BAB I PENDAHULUAN I.1 JUDUL PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN STUDI KARAKTERISTIK GASIFIKASI BATU BARA SUB - BITUMINUS MENGGUNAKAN REAKTOR JENIS FIX BED DOWNDRAFT GASIFIER I.2 LATAR BELAKANG MASALAH Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Indonesia sedang berkembang menjadi sebuah negara industri. Sebagai suatu negara industri, tentunya Indonesia membutuhkan sumber energi yang besar. Dan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan sentra industri sekarang tidak lepas dari kebutuhan bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang semakin meningkat sehingga

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN. Sistem Informasi Pariwisata

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN. Sistem Informasi Pariwisata SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN Sistem Informasi Pariwisata SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN Proses pengambilan keputusan merupakan hal yang menjadi bagian penting di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 yang memiliki tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 yang memiliki tujuan utama BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan sumberdaya batubara yang melimpah. Di sisi lain tingginya harga bahan bakar minyak menuntut adanya pengalihan ke energi lain termasuk

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Di era yang serba modern seperti saat ini, energi merupakan salah satu hal penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Di era yang serba modern seperti saat ini, energi merupakan salah satu hal penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era yang serba modern seperti saat ini, energi merupakan salah satu hal penting dikehidupan manusia, karena konsumsi energi untuk kebutuhan manusia sehari-hari

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan sebagai Alat Bantu Manager

Sistem Pendukung Keputusan sebagai Alat Bantu Manager Dwi Agus Diartono Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Stikubank Semarang email : dwiagus@unisbank.ac.id ABSTRAK:Dalam era informasi sekarang ini dunia bisnis yang berkembang dengat pesat akan berjuang

Lebih terperinci

RASIO BAHAN BAKAR TERHADAP UMPAN PADA KARBONISASI BATUBARA DENGAN SISTEM PEMANASAN TIDAK LANGSUNG

RASIO BAHAN BAKAR TERHADAP UMPAN PADA KARBONISASI BATUBARA DENGAN SISTEM PEMANASAN TIDAK LANGSUNG RASIO BAHAN BAKAR TERHADAP UMPAN PADA KARBONISASI BATUBARA DENGAN SISTEM PEMANASAN TIDAK LANGSUNG Lishendri Karsukma, Arianto, Pasymi, Erti praputri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan komposit merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit mengalami kemajuan yang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Pada dasarnya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui dapat atau tidaknya limbah blotong dibuat menjadi briket. Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun belum sebanding dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

Bahan Bakar Padat. Modul : Bahan Bakar Padat

Bahan Bakar Padat. Modul : Bahan Bakar Padat Modul : Bahan Bakar Padat 7 Bahan Bakar Padat Kandungan abu dan airnya rendah (5-10%). Kalau kandungan abunya tinggi, biasanya dipakai pada steam power plant. Batubara yang berwarna hitam tidak Contoh:

Lebih terperinci

1. MOISTURE BATUBARA

1. MOISTURE BATUBARA 1. MOISTURE BATUBARA Pada dasarnya air yang terdapat di dalam batubara maupun yang terurai dari batubara apabila dipanaskan sampai kondisi tertentu, terbagi dalam bentuk-bentuk yang menggambarkan ikatan

Lebih terperinci

1. Pengertian Perubahan Materi

1. Pengertian Perubahan Materi 1. Pengertian Perubahan Materi Pada kehidupan sehari-hari kamu selalu melihat peristiwa perubahan materi, baik secara alami maupun dengan disengaja. Peristiwa perubahan materi secara alami, misalnya peristiwa

Lebih terperinci

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA Agung Sudrajad 1), Imron Rosyadi 1), Diki Muhammad Nurdin 1) (1) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan terdiri dari beberapa landasan teori yang menjelaskan tentang defenisi sistem pendukung keputusan, ciri-ciri pendukung keputusan,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN

SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN Mk. Penerapan Komputer Dosen : Toto Haryanto, S.Kom, M.Si Tugas ke-1 Hari/tanggal : Senin, 7 November 2011 Tempat: Ruang B1 D SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN Kelompok 2 Oleh: Defi Syukria Cahyaningrum

Lebih terperinci

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KODE KEAHLIAN DESKRIPSI KEAHLIAN 03 BIDANG ENERGI 03.01 PERENCANAAN ENERGI 03.01.01 PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI Keahlian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci