Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung Pangkah-Gresik Dengan Standard D V RP F107

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung Pangkah-Gresik Dengan Standard D V RP F107"

Transkripsi

1 Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung Pangkah-Gresik Dengan Standard D V RP F07 Ketut Buda Artana Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS, Surabaya Jl. Teknik Sipil Blok J-53 Surabaya 60 Telp.:(03)593350, Fax.:(03) ketutbuda@its.ac.id Diterima Juli 008; diterima terkoreksi 5 Nopember 008; disetujui 06 Pebruari 009 Abstract This paper describes a case study on risk assessment of an export gas pipeline of Amerada Hess (Indonesia Pangkah) Limited due to anchor dropped based on D V Recommended Practice (RP) F07. The risk is assessed using risk matrix and careful attention is given according to the decree of Ministry of Energy and Mineral Resources of Indonesia o: 300.K/38/M.PE/997. Hazard likelihood is assessed by means of Event Tree Analysis (ETA) method and the consequences are assessed for 5 (five) available pipe zones. The pipeline is evaluated whether or not within the ALARP (As Low As Reasonably Practicable) condition. Attentiveness is given to zone III, in where the pipeline can not be buried due to soil condition that makes trenching is not possible. It is found that though the pipeline in zone III can not be buried, the risk imposed to the pipeline is still within the acceptable region. The risk shifts to the ALARP condition when the pipeline is not protected by concrete coating. Keywords: pipeline, risk assessment, event tree analysis, D V RP F07, risk matrix. Kegagalan pada sistem transportasi saluran pipa gas bawah laut dapat mengakibatkan beberapa resiko yang dapat membahayakan bagi manusia dan lingkungan di sekitar saluran pipa apabila terjadi kebocoran atau bahkan ledakan. Kegagalan tersebut dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain kerusakan pada lapisan saluran pipa, saluran pipa penyok (denting), terjadi kebocoran (leaking),saluran pipa pecah/putus (rupture), dan kegagalan lainnya []. Ed Clucky [] telah melakukan kajian tentang penilaian resiko untuk pipa gas bawah air yang dipasang pada laut dalam. Kajian resiko dilakukan untuk membandingkan sistem transportasi gas yang paling ekonomis dan aman dari beberapa alternatif. Pipa gas terpilih sebagai alternatif yang paling ekonomis, sekalipun memberi tingkat resiko yang harus dikurangi dengan beberapa upaya mitigasi seperti jarak pemasangan antara block anchor yang lebih dekat, ketebalan coating pipa dan upaya mitigasi lainnya. Kajian resiko pipa gas juga telah menjadi fokus dalam sistem transportasi gas di darat. Fandino [3] mengkaji resiko dan pengaruh dari pipa gas di daerah yang memiliki tidak terlalu banyak penduduk. Kajian ini menunjukkan bahwa sekalipun pengaruh terhadap manusia dengan beroperasinya pipa gas relatif kecil, namun demikian upaya mitigasi tetap perlu dilakukan. Beberapa kondisi operasi pipa gas khusus yang tidak diatur oleh standar/code telah juga mendapat perhatian serius. Glitney [4] memberi beberapa pemanfaatan rumus empiris dalam kajian resiko pipa gas. Pemanfaatan program komputer untuk mengestimasi tingkat deformasi pada pipa gas akibat beban internal dan eksternal juga diuraikan dengan jelas. Kajian resiko pipa gas yang ada di anjungan terapung (FPSO) juga telah banyak di kaji. Salah satunya adalah kajian yang dilakukan oleh Overfield dan Collins [5]. 8

2 9 Jurnal Teknik Mesin, Volume 9, omor, Januari 009 Berdasarkan standar DNV RP F07 [6] yang menjadi acuan pada paper ini, bahaya (hazard) yang mungkin terjadi pada pipa gas bawah laut adalah bahaya-bahaya yang disebabkan karena kejatuhan jangkar kapal (anchor drop), terseret jangkar (anchor drag), tertimpa kapal (Ship Shunken), serta terseret jaring (trawling activities). Dengan standar tersebut, Risk Assessment of Pipeline Protection yang dipakai acuan dalam paper ini, tingkat resiko ditentukan dalam risk profile matrix yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) daerah yakni: () daerah dapat diterima, () daerah ALARP, dan (3) daerah tidak dapat diterima, seperti terlihat pada Gambar. Daerah pada risk profile matrix yang berwarna merah adalah daerah dimana resiko tidak dapat diterima. Daerah ALARP (As Low As Reasonably Practicable) mengidentifikasikan daerah dimana resiko dapat diterima, namun pengurangan dari resiko harus diikuti dengan evaluasi Cost- Benefit. Jika resiko berada di daerah tidak dapat diterima, maka harus dilakukan pengurangan resiko dengan [7]: mengurangi frekuensi dari kejadian, mengurangi konsekuensi dari kejadian, atau kombinasi dari keduanya. Pengurangan frekuensi lebih diprioritaskan dibandingkan dengan pengurangan konsekuensi. Jika tingkat resiko berada pada daerah yang dapat diterima, maka sistem dapat dioperasikan lebih lanjut. Daerah berwarna kuning adalah daerah ALARP dan daerah berwarna hijau adalah daerah resiko yang dapat diterima [6]. Paper ini memberikan diskripsi bagaimana proses penilaian resiko pipa gas bawah laut dengan menggunakan standar DNV RP F07. Obyek bahasan adalah saluran pipa gas bawah laut milik Amerada Hess (Indonesia Pangkah) Limited yang terletak di lapangan gas Ujung Pangkah (Wellhead Platform-WP) di dalam Blok Pangkah sekitar 3-5 km timur laut perairan Ujung Pangkah (sekitar 35 km ke arah barat laut dari Surabaya) menuju tempat fasilitas pengolahan gas (Onshore Processing Facilities, OPF) yang terletak di kawasan Industri Maspion di Desa Manyar, Kecamatan Manyar seluas kurang lebih 8 hektar seperti terlihat pada Gambar. OPF tersebut dapat menghasilkan 44 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) [9]. Saluran pipa tersebut dibagi menjadi 5 zone. Pada zone III, yaitu pada kilometer pos (KP) 6,7 sampai 9,3, pipa gas bawah laut tidak bisa ditanam karena kondisi dasar laut yang keras dan berbatu. Kedalaman air pada saluran pipa gas Amerada Hess pada zone III ini adalah antara 7 sampai 3 m [9]. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 300.K/38/M.PE/997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi mengatur bahwa dalam hal kedalaman dasar laut kurang dari 3 meter, maka pipa harus ditanam dengan kedalaman sekurang-kurangnya (dua) meter di bawah Gambar. Risk Profile Matrix Gambar. Posisi Pipa Hess Ujung Pangkah

3 Artana, Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung 30 dasar laut (seabed), serta dilengkapi dengan pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah, atau disanggah dengan pipa pancang [8, 0]. Dengan demikian, maka pipa pada zone III ini tentunya tidak dapat memenuhi ketentuan ini, karena tidak dapat ditanam dan memiliki kedalaman kurang dari 3 meter. Selanjutnya Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 300.K/38/M.PE/997 juga menyatakan bahwa dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan pada jalur pipa, maka wajib dilakukan analisa resiko untuk menetapkan langkah pengamanan tambahan. Karena hal tersebut, maka perlu dilakukan penilaian terhadap tingkat resiko (risk level) dari pipa di zone III tersebut dan perlu dikaji disain sistem pengaman tambahan terhadap pipa yang paling optimal. ASUMSI DA BATASA MASALAH Sebagaimana yang diuraikan sebelumnya, obyek studi yang dibahas pada paper ini adalah saluran pipa gas Amerada Hess (Indonesia Pangkah) Limited pada Zone III saja, mengingat hanya pada zone ini saja pipa tidak bisa ditanam. Paper ini juga hanya menilai resiko terhadap pipa yang diakibatkan oleh penurunan jangkar saja. Dengan demikian resiko yang muncul akibat kegagalan material serta pengelasan serta kejadian alam (sunami, letusan volkanik, dll) tidak dibahas. Standar yang digunakan sebagai acuan adalah standar yang dikeluarkan oleh Det orskeveritas, yaitu DNV RP F07 (Risk Assessment of Pipeline Protection). Seperti terlihat pada Gambar 3, pipa milik Hess ini berada di Selat Madura yang memiliki kedalaman yang relatif rendah serta lalu lintas kapal yang tinggi. Sekalipun Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menentukan alur kapal (shipping channel) yang harus dilalui oleh kapal saat melintas di selat ini, namun diasumsikan bahwa peluang kapal keluar dari shipping channel ini adalah 0% (nilai ekstrim), sekalipun Lloyd s Register menentukan hanya 5% saja []. STA DAR D V RP F07 Risk assessment (penilaian resiko) pada paper ini diartikan sebagai pendekatan kuantitatif untuk menentukan tingkat resiko suatu obyek yang direpresentasikan dalam variabel frekuensi penyebab resiko dan variabel konsekuensi jika resiko tersebut terjadi. Penilaian terhadap tingkat resiko ini yang kemudian akan dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan, termasuk pertimbangan ekonomi yang muncul di dalamnya. Gambar 3. Seabed profile

4 3 Jurnal Teknik Mesin, Volume 9, omor, Januari 009 Tabel. Rangking frekuensi o Deskripsi Frek/thn Frekuensi sangat rendah dimana kejadian dapat diabaikan < 0-5 Kejadian diperkirakan jarang terjadi 0-4 > Kejadian secara individu tidak diperkirakan terjadi, tapi ketika diringkaskan 0-3 > Kejadian secara individu diperkirakan terjadi sekali selama usia saluran 0 - > Kejadian secara individu diperkirakan terjadi lebih dari sekali selama usia > 0 - Tabel. Rangking Konsekuensi Rank Dent / Diametr (%) Impact Energi Damage description Conditional Probability D D D3 R0 R R < 5 E E Minor damage E E E E E E Major damage Leakage anticipated Major damage Leakage and rupture anticipated Major damage Leakage and rupture anticipated > 0 E E Rupture Menurut Colin & Howat [7], resiko dapat dirumuskan sebagai perkalian antara probability/likelihood dan severity. Risk = Probability Severity () Dimana resiko dapat diartikan sebagai potensi terjadinya kerusakan atau kerugian yang disebabkan adanya bahaya dan kegagalan. Probabiity/likelihood yang dimaskudkan disini adalah frekuensi kemunculan bahaya (hazard) yang memberi resiko, dan Severity adalah konsekuensi yang meliputi besar/tingkat dari kerusakan, kerugian, dan juga jumlah orang yang dipengaruhi (terluka/meninggal) yang ditimbulkan karena adanya bahaya. DNV RP F07 merangking frekuensi dan konsekuensi seperti terlihat berturut-turut pada Tabel dan Tabel. Kerusakan material pada saluran pipa dikelompokkan sebagai berikut : Kerusakan minor (D) : kerusakan yang tidak membutuhkan perbaikan, dan juga tidak menimbulkan pelepasan hidrokarbon. Moderate damage (D) : kerusakan yang membutuhkan perbaikkan, tetapi tidak menimbulkan pelepasan hidrokarbon. Major Damage (D3) : kerusakan yang menimbulkan pelepasan hidrokarbon atau air, dll. Dalam kasus kerusakan yang menyebabkan pelepasan hidrokarbon (D3), klasifikasi pelepasan hidrokarbonnya dapat diranking menjadi: o Release (R0) : tidak ada pelepasan gas hidrokarbon. Small Release (R) : pelepasan dari lubang yang kecil hingga menengah pada dinding pipa. Major Release (R) : pelepasan gas dari saluran pipa yang pecah. Full rupture akan menyebabkan pelepasan total dari volume gas pada saluran pipa dan akan berlanjut hingga saluran pipa diisolasi.

5 Artana, Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung 3 Gambar 4 menunjukkan konsekuensi yang diterima pipa yang dilapisi dengan pelindung campuran beton (concrete coating) saat kejatuhan jangkar. E E adalah energi kinetik efektif jangkar pada saat membentur lapisan saluran pipa. E k adalah energi kinetik yang dapat diredam lapisan concrete dan E adalah besarnya energi yang diterima saluran pipa akibat kejatuhan jangkar yang menyebabkan saluran pipa mengalami penyok (deformasi). Energi yang dapat diredam lapisan pipa (Concrete) adalah fungsi dari volume benda dan crushing strength. Ini dapat diberikan oleh persamaan. Ek = Y b h x o () dimana : Y = Tekanan lapisan pipa (N/m ), sebesar 3 5 kali Cube Strength untuk berat jenis lapisan normal, atau 5 7 kali Cube Strength untuk berat jenis lapisan ringan. Cube Strength sebesar 35 sampai 45 Mpa. b = lebar dari luasan benda yang menubruk lapisan pipa h = panjang dari luasan benda yang menubruk lapisan pipa x o = tebal lapisan pipa Setelah nilai Ek diperoleh, nilai ini akan ditambahkan pada masing-masing batas energi yang diterima saluran pipa pada masing-masing rasio dent/diameter untuk masing-masing rangking konsekuensi seperti pada Tabel. Energi yang dihasilkan jangkar saat mengenai saluran pipa dapat dihitung sebagai berikut. Langkah pertama adalah menghitung kecepatan jatuhnya jangkar dengan persamaan 3. ((mv)xρ water )xg= ρ water C D A v (3) T dimana : m = berat jangkar, (kg) g = kecepatan gravitasi,(9.8 m/s ) V = volume jangkar, (m3) ρ water = berat jenis air laut,(05 kg/m 3 ) C D = koefisien drag jangkar A = proyeksi luas jangkar, (m ) v T = kecepatan jatuh jangkar, (m/s) Tabel 3. Koefisien Drag o Berat jangkar (ton) C D C A < >8.5 Koefisien drag diberikan oleh DNV RP F07 seperti terlihat pada Tabel 3. Energi kinetik Efektif (E E ) dari jangkar dapat dihitung dengan persamaan 4. E E = E T + E A = ( ) m + m a v T (4) dimana : m a = berat tambahan, (kg) = ρ water x C a x V Ca = koefisien drag berat tambahan Gambar 4. Pipa kejatuhan jangkar

6 33 Jurnal Teknik Mesin, Volume 9, omor, Januari 009 Perhitungan energi kinetik efektif jangkar dapat dilakukan dengan mengelompokkan jangkar berdasarkan kelompok kapal, mengingat berat jangkar di kapal adalah fungsi dari ukuran kapal. A ALISA DATA Secara umum langkah-langkah penilaian resiko saluran pipa gas dapat dilakukan sebagai berikut:. Mengelompokkan kapal berdasarkan data lalu lintas kapal di daerah yang di analisa dan menentukan berat jangkar berdasarkan kelompok yang dibuat.. Mengidentifikasi hazard yang mungkin muncul. 3. Menentukan frekuensi kapal keluar dari shipping channel. 4. Menentukan frekuensi kapal masuk daerah CADZ (Critical Anchor Drop Zone). 5. Menentukan frekuensi kapal menjatuhkan jangkar di daerah CADZ. 6. Menentukan konsekuensi yang muncul berdasarkan Tabel dan persamaan Menentukan tingat resiko (risk level) berdasarkan kelompok frekuensi dan konsekuensi melalui risk profile matrix. 8. Membandingkan risk level dengan acceptance criteria. Jika dapat diterima, maka pipa dapat dioperasikan dengan aman dan jika tidak dapat diterima maka perlu dilakukan upaya untuk menghindari/ mengurangi /mentransfer resiko. Data lalu lintas kapal yang berlayar di sekitar zone III didekati dengan menggunakan data kapal yang melintasi Selat Madura, yakni kapal yang akan berlabuh atau meninggalkan pelabuhan Tanjung Perak (Tabel 4)[9]. Dimensi pipa gas yang terbentang dari WP hingga OPF menggunakan pipa tipe API 5L X65 yang mempunyai yield strength sebesar 448 Mpa terlihat pada Tabel 5. Pipa bawah laut yang akan dianalisa dalam paper ini adalah pipa di zone III. Pipa pada zone ini dibagi menjadi 3 segmen, masing-masing segmen memiliki panjang 00 meter. Berdasarkan data lalu lintas kapal pada Tabel 4, maka kapal dapat dikelompokkan menurut berat jangkarnya seperti terlihat pada Tabel 6. PERHITU GA FREKUE SI Frekuensi munculnya hazard (anchor drop) pada kasus ini dihitung dengan menggunakan metoda Event Tree Analysis []. Konsep yang dipergunakan adalah join probability dimana peluang jangkar mengenai pipa adalah gabungan antara peluang kapal berada di CADZ, digabungkan dengan peluang kapal akan menjatuhkan jangkar serta peluang kapal dari kelompok yang mana yang menjatuhkan jangkar. CADZ adalah Critical Anchor Damage Zone, yaitu daerah kritis untuk penurunan jangkar kapal (dua kali lebar jangkar (objek) ditambah diameter pipa terluar). Masingmasing kelompok kapal yang dapat melintasi pipa mempunyai peluang sebesar jumlah kapal dalam kelompok tersebut dibagi total jumlah kapal yang dapat melintasi segmen saluran pipa tersebut. Tidak semua kapal yang melintas di Selat Madura dapat menjatuhkan jangkar di setiap segmen saluran pipa zone III ini karena kedalaman laut dari masing-masing segmen saluran pipa zone III yang berbeda. Karena itu hanya kapal yang memiliki tinggi sarat yang kurang dari kedalaman air laut yang diperhitungkan dari masing-masing segmen. Dalam perkiraan frekuensi, kecepatan kapal, peluang kapal menyimpang dari jalur pelayaran, dan peluang kapal menjatuhkan jangkar diasumsikan. Asumsi ini sedapat mungkin didasarkan pada engineering practice ataupun dari beberapa referensi [9, ]. Asumsi tersebut divariasikan untuk mengetahui apakah variasi tersebut berpengaruh besar (uji sensivitas) terhadap perkiraan frekuensi. Asumsi kecepatan kapal sebesar 5 knot, 7.5 knot, dan 0 knot. Asumsi peluang kapal menyimpang dari jalur pelayaran sebesar 5%, 7.5%, dan 0%. Sedangkan asumsi peluang kapal menjatuhkan jangkar sebesar 5%, 7.5%, dan 0%. Dari ketiga asumsi tersebut, maka didapatkan 7 kombinasi asumsi yang harus dievaluasi. Dari keduapuluhtujuh kombinasi asumsi tersebut, semua kelompok kapal berada pada rangking (Frekuensi sangat

7 Artana, Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung 34 Tabel 4. Data Lalu Lintas Kapal Di Selat Madura Per Tahun o Tipe Kapal Deskripsi Tipe Kapal Frek/ thn Rute Range DWT Berat Jangkar (ton) Draft (m) PFS Passenger Ferry (Small) 90 Madura Surabaya PFM Passenger Ferry (Medium) 730 Madura - Surabaya - Gresik PFL Passenger Ferry (Large) 730 International - Antar Pulau SVS Supply Vessel (Small) 3650 Laut Jawa - Gresik - Surabaya SVM Supply Vessel (Medium) 85 Laut Jawa - Gresik - Surabaya SVL Supply Vessel (Large) 85 Laut Jawa - Gresik - Surabaya > 0 7 TVM Oil Tanker Vessel Laut Jawa - PT 095 (Medium) Petrokimia sby TVL Oil Tanker Vessel (Large) 365 Laut Jawa - PT Petrokimia sby > 0 9 CTL Container (Large) 90 Laut Jawa - Surabaya > 0 0 CTX Container (Extra Large) 730 Laut Jawa - Surabaya > 0 NVM Navy Vessel (Medium) 90 Laut Jawa - Selat Madura Surabaya > 0 NVL Navy Vessel (Large) 730 Laut Jawa - Surabaya FVS Fishing Vessel (Small) 3650 Madura Gresik <50 n/a FVM Fishing Vessel (Medium) 0950 Madura - Gresik - Surabaya FVL Fishing Vessel (Large) 7300 Madura - Gresik - Surabaya TUG Tug Boats - Madura Gresik TNKP Tanker Primary 4 Laut Jawa - Maspion - Surabaya > 0 8 TNKT Tanker Tug (3 per tanker) 7 Laut Jawa - Maspion - Surabaya Tabel 5. Dimensi Pipa o Zone KP Diameter (mm) Ketebalan Pipa (mm) Ketebalan Lapisan (mm) Berat Jenis Lapisan (Kg/m 3 ) I 0-3, , II 3,5-6, , III 6,7-9, , IVa 9, , IVb 5-4, 457 4, IVc 4,-7, , Va 7, , Vb 35-38, ,

8 35 Jurnal Teknik Mesin, Volume 9, omor, Januari 009 Tabel 6. Pengelompokan Kapal o Kelompok Kapal Berat Jangkar (Ton) Tipe Kapal Frek. Tahunan A 0.48 FVM 0950 FVL 7300 TNKT 7 Jumlah Kapal 83 B.4 SVS C.9 PFS D.46 PFM E 3.54 TVM F 4.05 PFL 730 SVM 85 7 G 4.3 NVM H TVL H NVL I 6.45 SVL J 7.8 CTL K 6.9 CTX L 33 TNKP JUMLAH Tabel 7. Peluang Kelompok Kapal yang Menjatuhkan Jangkar KP 6,7-6,9 dan KP 8,5-9,3 KP 6,9-8,5 Kelompok Jumlah Peluang Kelompok Jumlah kapal Peluang A A B B C C D D E E F F H G Jumlah 97 H Jumlah 3557 rendah dimana kejadian dapat diabaikan, < 0-5 ), baik pada KP 6,7 6,9 dan KP 8,5 9,3 maupun pada KP 8,5 9,3. Berikut ini adalah contoh perhitungan perkiraan frekuensi dengan kombinasi asumsi kecepatan kapal 5 knot, peluang kapal menyimpang dari jalur pelayaran 0%, dan peluang kapal menjatuhkan jangkar 0%, dimana kombinasi asumsi tersebut mempunyai hasil perkiraan frekuensi terbesar daripada kombinasi asumsi yang lainnya. Kelompok kapal yang dapat melewati saluran pipa dan peluang dari masing-masing kelompok kapal dari tiap segmen saluran pipa ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 8 menunjukkan perhitungan peluang kapal

9 Artana, Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung 36 Tabel 8. Perhitungan Peluang Kapal di CADZ o Perhitungan Persamaan Keterangan Satuan KP dan KP KP A - Panjang saluran pipa meter Kedalaman laut meter < 0 >0 3 B - Kecepatan kapal knot 5 5 m/s C A / B Waktu kapal untuk melewati saluran pipa s Kelompok kapal yang lewat - A - F, H A H 6 D - Jumlah kapal E C x D Total waktu kapal melewati saluran pipa s F - Diameter pipa m G - Lebar jangkar terbesar m H - Tebal lapisan pipa m I F + G + H Lebar CADZ (Critical Anchor Damage Zone) m J - Lebar selat m K I / J Peluang kapal di CADZ L E x K Total waktu kapal di CADZ per tahun s M Waktu dalam satu tahun s N L / M Peluang kapal berada di CADZ tiap tahun O - Peluang kapal menyimpang dari shipping channel P N x O Peluang kapal menyimpang dari Shipping Channel dan berada di CADZ Tabel 9. Peluang Kelompok Kapal yang Menjatuhkan Jangkar KP 6,7-6,9 dan KP 8,5-9,3 KP 6,9-8,5 Kelompok Jumlah Peluang Kelompok Jumlah kapal Peluang A A B B C C D D E E F F H G Jumlah 97 H Jumlah 3557 berada di CADZ. Peluang dari masing- masing kelompok kapal dari tiap segment Comment [FM]: Kenapa Table 7 dan Table 9 sama persis?

10 37 Jurnal Teknik Mesin, Volume 9, omor, Januari 009 saluran pipa ditunjukkan pada Tabel 9. Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat ditentukan frekuensi terjatuhnya jangkar untuk masing-masing kelompok kapal (berat jangkar) dengan menggunakan event tree analysis. Gambar 5 menunjukkan event tree analysis untuk perkiraan frekuensi pada KP 6,7 6,9 dan KP 8,5 9,3. Dari Event Tree Analysis yang telah dibuat, maka perkiraan frekuensi dari penurunan jangkar dari masing-masing kelompok kapal setiap segment pipa didapat rangking frekuensi kelompok kapal tersebut sesuai tabel rangking frekuensi pada DNV RP F07. Rangking dari masing-masing kelompok kapal di tiap segmen saluran pipa ditunjukkan pada Tabel 9. PERHITU GA KO SEKUE SI Besarnya energi tubrukan dari masingmasing kategori (dent/diameter) tergantung dari data pipa dan dapat dihitung dengan persamaan (), dimana σ y (Yield strength) = 448 x 0 6 N/m, t = 6,8 mm, dan D = 457 mm. Sehingga pada tiap rasio dent/diameter (%) dapat dihitung energi tubrukannya. Di bawah ini adalah contoh perhitungan energi tubrukan tiap dent/diameter (%). Pada dent/diameter sebesar 5% : Tabel 0. Energi Tubrukan Tiap Dent/Diameter o Dent / Diameter (%) 3,4 E = 6 9 0,457 6,8 0 3 = 58,74 Joule =,6 kj 88,6 Energi (Joule) 0,457 3 ( 0,05) Energi (Kj) Untuk dent/diameter yang lain dapat dihitung dengan cara yang sama, hasil perhitungan ditampilkan pada Tabel 0. Besarnya energi yang dapat diserap lapisan concrete untuk menahan energi tubrukan benda adalah fungsi dari volume benda yang menembus lapisan pipa dan crushing Strength, hal tersebut ditunjukkan pada persamaan (), dimana Y = 3 x 35 MPa, b = 387 mm, h = 4,7 mm, dan x o = 30 mm. Besarnya energi yang dapat diserap lapisan Gambar 5. Event Tree Analysis untuk Perkiraan frekuensi KP 6,7 6,9 dan KP 8,5 9,3

11 Artana, Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung 38 Tabel. Energi Tubrukan o Dent / Diameter (%) Energi (kj) o Coating Coating Tabel. Rangkingan konsekuensi Dent / Energi (kj) Rank Diamet (%) o Coating Coating <5 <.6 < > 0 > > Tabel 3. Koefisien Drag o Berat jangkar (ton) C D C a < >8.5 concrete untuk menahan energi tubrukan jangkar adalah sebesar : Ek = x 0,387 x 0,47 x 0,03 = 94644,39 Joule = 94,6 kj Besarnya energi tubrukan yang dapat menyebabkan saluran pipa penyok ditampilkan pada Tabel untuk masingmasing dent/diameter. Dari perhitungan yang telah dilakukan di atas, maka didapatkan kategori konsekuensi yang ditunjukkan pada Tabel. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan seberapa besar energi tubrukan yang akan terjadi apabila jangkar dijatuhkan mengenai saluran pipa untuk masing-masing kelompok kapal. Untuk kelompok kapal A dengan berat jangkar 0,48 ton dapat dihitung dengan menghitung kecepatan jatuhnya jangkar dengan persamaan (3), dimana m = 0,48 ton, g = 9.8 m/s, V = 0,056 m 3, ρ water = 05 kg/m 3, C D = 0,7, dan A = 0,348 m. Sehingga : ((480 0,056)05)9,8= 05 0,7 0,348 v T didapat nilai V T sebesar 33,9. Energy kinetik Efektif (E E ) dari jangkar dapat dihitung dengan persamaan (4). m a = ρ water x C a x V ; = 05 x 0, x 0,056 = 5,7 kg Maka nilai energi kinetik efektif dari jangkar dengan berat 0,48 ton didapat sebesar : E E = 0,5 ( ,7) x 33,9 = 8060,5 Joule = 8,06 kj Dengan cara yang sama, energi kinetik efektif dari berat jangkar kelompok kapal yang lain dapat dihitung. Kemudian dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat kategori konsekuensi dari masing-masing kelompok kapal berdasarkan DNV RP F07. Besarnya energi kinetik efektif dan kategori konsekuensi dari masing-masing kelompok kapal tersebut ditunjukkan ke dalam Tabel 4. RISK MATRIX

12 39 Jurnal Teknik Mesin, Volume 9, omor, Januari 009 Tabel 4. Energi Kinetik Efektif dan Rangking Konsekuensi Berat Rangking Klmp E o Jangkar E Kapal (kj) o (Ton) Coat Coat A B C D E F G H Tanpa Lapisan Tabel 5. KP 6,7 6,9 dan 8,5 9,3 Rangking Frekuensi Tabel 6. KP 6,7 8,5 Rangking Frekuensi Rangking Konsekuensi A B, C D E,F, H Rangking Konsekuensi A B, C D E,F, G,H Dari hasil pengolahan data perkiraan frekuensi dan konsekuensi, dapat dibuat Risk Matrik dari setiap segment saluran pipa. Di bawah ini adalah risk matrik dari setiap segment saluran pipa tersebut. Dari Risk Matrix di atas dapat diketahui bahwa resiko akibat penurunan jangkar kapal pada saluran pipa Amerada Hess zone III pada waktu tanpa lapisan pipa (Concrete), untuk saluran pipa KP 6,7 6,9 dan 8,5 9,3 Dengan Lapisan Concrete Tabel 7. KP 6,7 6,9 dan 8,5 9,3 Rangking Frekuensi Tabel 8. KP 6,7 8,5 Rangking Frekuensi Rangking Konsekuensi A, B, C, D, E, F, H Rangking Konsekuensi A, B, C, D, E, F, G, H kelompok kapal A, B, C, dan D berada pada tingkat resiko dapat diterima, sedangkan kelompok kapal E, F, dan H resiko berada pada tingkat ALARP. Pada KP 6,9-8,5 kelompok kapal A, B, C, dan D juga berada pada tingkat resiko dapat diterima, sedangkan kelompok kapal E, F, G, dan H resiko berada pada tingkat ALARP. Pada perkiraan resiko setelah saluran pipa diberi lapisan concrete, untuk saluran pipa KP 6,7 6,9 dan KP 8,5 9,3, semua kelompok kapal, baik kelompok kapal A, B, C, D, E, F, dan H, resiko penurunan jangkarnya berada pada tingkat yang dapat diterima. Begitu pula pada saluran ppa KP 6,9 8,5, semua kelompok kapal, baik kelompok kapal A, B, C, D, E, F, G, dan H, resiko penurunan jangkarnya berada pada tingkat yang dapat diterima. Dari perhitungan yang telah dilakukan dan Risk Matrik di atas, dapat disimpulkan bahwa desain saluran pipa Amerada Hess pada zone III termasuk desain pemberian lapisan concrete telah tepat. Hal ini

13 Artana, Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung 40 Tabel 9. Harga Bahan Pembuat Pre-Cast ρ Campuran per m 3 o Bahan Banyak Satuan (kg/m 3 Harga ) beton (kg) Semen 40 kg Pasir m Batu m Tabel 0. Estimasi Biaya Pengadaan Barang Alternatif o Bahan Banyak Keterangan Harga Jumlah Semen 448 per 40 kg Pasir 6780 per m Batu 834 per m Besi ulir 3mm 3034 panjang m Besi 0 mm 6500 panjang m Geo bag 7430 Ukuran.38 x Jumlah Rp Tabel. Estimasi Biaya Pengadaan Barang Alternatif o Bahan Banyak Keterangan Harga Jumlah Semen 5698 per 40 kg Pasir 6458 per m Batu 96 per m Besi ulir 3mm 867 panjang m Besi 0 mm 65 panjang m Geo bag 6000 Ukuran.45 x Jumlah Rp Tabel. Estimasi Biaya Pengadaan Barang Alternatif 3 o Bahan Banyak Keterangan Harga Jumlah Semen 596 per 40 kg Pasir 6797 per m Batu 868 per m Besi ulir 3mm 4984 panjang m Besi 0 mm 3000 panjang m Geo bag 6000 Ukuran.45 x Jumlah Rp didasarkan pada kenyataan bahwa desain saluran pipa Amerada Hess pada zone III telah dapat mengamankan resiko akibat penurunan jangkar kapal pada tingkat yang dapat diterima. BIAYA PERLE GKAPA PERLI DU GA TAMBAHA Pada estimasi biaya perlengkapan perlindungan tambahan untuk saluran pipa Amerada Hess zone III ini, hanya sebatas

14 4 Jurnal Teknik Mesin, Volume 9, omor, Januari 009 Gambar 6. Alternatif Metode Perlengkapan Perlindungan Tambahan pengadaan bahan saja. Biaya proses pembuatan, pemasangan, dan perawatan tidak diikutsertakan. Harga pembelian pengadan bahan berdasarkan harga di lapangan dari informasi yang didapat. Gambar 6 menggambarkan 3 alternatif metode perlengkapan perlindungan tambahan yang akan diestimasi biaya pengadaan bahannya. Tabel 9 adalah tabel harga untuk bahan pembuatan Pre-cast (beton) dan kebutuhan campurannya per m 3 yang menggunakan semen Gresik tipe PPC (Porland Pozzolan Cement) yang didapat dari website PT. Semen Gresik (Persero) dengan nilai mutu 500. Jumlah kebutuhan bahan dan estimasi harga pembelian barang untuk metode perlengkapan perlindungan tambahan alternatif ditunjukkan dalam Tabel 0. Jumlah kebutuhan bahan dan estimasi harga pembelian barang untuk metode perlengkapan perlindungan tambahan alternatif ditunjukkan dalam Tabel. Jumlah kebutuhan bahan dan estimasi harga pembelian barang untuk metode perlengkapan perlindungan tambahan alternatif 3 ditunjukkan dalam Tabel. KESIMPULA DA SARA Beberapa hal yang dapat disimpulkan pada studi ini adalah sebagai berikut: Tingkat resiko pada saluran pipa Amerada Hess pada zone III akibat penurunan jangkar kapal berada pada tingkat yang dapat diterima. Sehingga dapat direkomendasikan bahwa saluran pipa Amerada Hess dapat dioperasikan dengan resiko yang ada dari penurunan jangkar walaupun saluran pipa zone III tidak terpendam. Dari perhitungan perkiraan frekuensi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :. Kombinasi dari ketiga asumsi, yaitu : - Kecepatan kapal 5 knot, 7.5 knot, dan 0 knot - Peluang kapal menyimpang dari jalur pelayaran 5%, 7.5%, dan 0% - Peluang kapal akan menjatuhkan jangkar 5%, 7.5%, dan 0% Didapat 7 (dua puluh tujuh) kombinasi asumsi dengan ranking perkiraan frekuensi yang sama, yaitu ranking.. Ranking frekuensi mulai naik ke ranking, yaitu pada perkiraan frekuensi untuk kelompok kapal A, jika asumsi kecepatan kapal adalah 5 knot, peluang kapal menyimpang dari jalur pelayaran

15 Artana, Penilaian Resiko Pipa Gas Bawah Laut Ujung 4 adalah 0%, dan peluang kapal menjatuhkan jangkar adalah 50%. Saran yang dapat diberikan berdasarkan studi adalah sebagai berikut :. Perlu dilakukan analisa resiko ulang apabila diketahui pada masa yang akan datang terdapat kapal yang memiliki berat jangkar yang lebih besar dari perhitungan yang telah dilakukan dapat melewati saluran pipa Amerada Hess zone III untuk memastikan tingkat resiko dari penurunan jangkar kapal tersebut dapat diterima atau tidak.. Dari analisa di atas terlihat bahwa pada kasus pipa gas dengan concrete coating memiliki resiko yang dapat diterima. Namun demikian mengingat pipa pada zone III yang tidak tertanam memiliki kedalaman kurang dari 3M di beberapa posisi, maka pada zone ini tetap disarankan untuk melengkapi dengan sistem pengamanan tambahan. Terdapat banyak disain sistem pengamanan tambahan dan tentunya adalah sistem yang dipilih akan memberikan perlindungan teknis yang memadai serta biaya tambahan yang dapat diterima (ekonomis). Biaya ini hendaknya mengakomodasi bukan hanya biaya investasi pengaman tambahan saja, namun juga perlu dilakukan estimasi biaya penginstalan dan perawatan untuk mengetahui estimasi biaya keseluruhan pembuatan metode perlengkapan perlindungan tambahan untuk saluran pipa Amerada Hess pada zone III yang paling ekonomis. DAFTAR PUSTAKA [] Roy H., 996, An Introdution to Offshore Pipelines, nd edition, McGraw-Hill,Inc., New York. [] Clucky, E., April 007, Pipeline Risk Assessment In Deep Sea Furrow Regions, Proc. Offshore Technology Conference 8939, Houston Texas USA, [3] Fandino, K., September 00, Risk and Risk Impact Assessment of Natural Gas Pipelines in Rural Highway Proc. Annual Conference of the Transportation Association of Canada, Halifax, Nova Scotia, Canada, -30. [4] Glitney, K, October 000, Special Problems in Pipeline Risk Assessment, Proc. International Pipeline Conference, Calgary-Canada, [5] Overfield R. E. & Collins J. F., Quantitative Risk Assessment As A Design Tool: Recent FPSO Experience, Proc. SPE production & facilities, Society of Petroleum Engineers, Tokyo-Japan, [6] Det Norske Veritas (DNV) RP F07, 00, Risk Assessment of Pipeline Protection. [7] Colin. S, Howat, C., 00, Introduction To Proces HAZARD Evaluation & HAZARD and Operability Studies (HazOp). Kurata Thermodinamics Laboratory Department of Chemicalland Petroleum Engineering University of Kansas. [8] Soegiono., 007, Pipa Laut. Surabaya, Airlangga University Press, Surabaya. [9] FTK-ITS-Amerada Hess, 006, Review On Risk Assessment And Geohazard Assessment Of Gresik- Maspion Pipeline, Project Report. [0] Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Republik Indonesia Nomor 300.K/38/M.PE/997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi [] Lloyd s Register, 005, news and events, news archive, PR8. [] Kent, M. W., 004, Pipeline Risk Management Manual, 3 rd Edition, Gulf Pub Co.

Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF

Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF I Made Bayu Sukma Firmanjaya, Ketut Buda Artana, A.A.B Dinariyana DP Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

> A BC <10-5

> A BC <10-5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Pipa Offshore Berdasarkan risk assessment yang telah dilakukan pada pipa gas offshore milik PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura Offshore, maka dapat diambil

Lebih terperinci

Kata Kunci: Proses Piling, offshore pipeline, risk assessment, trestle construction, Solid Work, DNV RPF 107.

Kata Kunci: Proses Piling, offshore pipeline, risk assessment, trestle construction, Solid Work, DNV RPF 107. PENILAIAN RISIKO JALUR PIPA-PIPA GAS OFFSHORE PT. PHE-WMO DAN PT. HESS INDONESIA: STUDI KASUS RISIKO AKIBAT PROSES PILING DAN PEMASANGAN GIRDER PADA PEMBANGUNAN TRESTLE PT. BERLIAN MANYAR SEJAHTERA Moh.

Lebih terperinci

Tugas Akhir (MO )

Tugas Akhir (MO ) Company Logo Tugas Akhir (MO 091336) Aplikasi Metode Pipeline Integrity Management System pada Pipa Bawah Laut Maxi Yoel Renda 4306.100.019 Dosen Pembimbing : 1. Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D. 2. Ir.

Lebih terperinci

PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK

PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK J. Math. and Its Appl. E-ISSN: 2579-8936 P-ISSN: 1829-605X Vol. 14, No. 1, Mei 2017, 61 71 PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK Firda Puspita Devi

Lebih terperinci

RISK ASSESSMENT JALUR PIPA GAS OFFSHORE LABUHAN MARINGGAI MUARA BEKASI : STUDI KASUS RISIKO AKIBAT DROPPED ANCHOR, DRAGGED ANCHOR, DAN SINKING VESSELS

RISK ASSESSMENT JALUR PIPA GAS OFFSHORE LABUHAN MARINGGAI MUARA BEKASI : STUDI KASUS RISIKO AKIBAT DROPPED ANCHOR, DRAGGED ANCHOR, DAN SINKING VESSELS RISK ASSESSMENT JALUR PIPA GAS OFFSHORE LABUHAN MARINGGAI MUARA BEKASI : STUDI KASUS RISIKO AKIBAT DROPPED ANCHOR, DRAGGED ANCHOR, DAN SINKING VESSELS Gde Wahyu Utama, Lahar Baliwangi, ST, M.Eng, D.Eng,

Lebih terperinci

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 ANALISA RISIKO TERHADAP PIPA GAS BAWAH LAUT KODECO AKIBAT SCOURING SEDIMEN DASAR LAUT OLEH : REZHA RUBBYANTO 4306.100.026 DOSEN PEMBIMBING : 1. Dr. Ir. Wahyudi, M. Sc

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR (LK 1347)

PROPOSAL TUGAS AKHIR (LK 1347) PROPOSAL TUGAS AKHIR (LK 1347) Fm : 01 I. RINGKASAN 1. PENGUSUL a. Nama : Kusuma Satya Perdana b. NRP : 4103 100 031 c. Semester / Tahun Ajaran : Genap, 2008 / 2009 d. Semester yg ditempuh : 12 (Dua Belas)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa? PENDAHULUAN Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda kedalaman dan ukurannya Jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi pipa. Dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL 1 ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL Muhammad R. Prasetyo, Wisnu Wardhana, Handayanu Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selat Madura merupakan jalur pelayaran paling padat di wilayah Indonesia timur. Tahun 2010 lalu alur selat Madura dilintasi 30.000 kapal per tahun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penilaian resiko dilakukan pada tiap zona yang sudah dispesifikasikan. Peta resiko menggunakan sistem skoring yang diperkenalkan oleh W Kent Muhlbauer dengan bukunya yang berjudul

Lebih terperinci

Perhitungan Teknis LITERATUR MULAI STUDI SELESAI. DATA LAPANGAN : -Data Onshore Pipeline -Data Lingkungan -Mapping Sector HASIL DESAIN

Perhitungan Teknis LITERATUR MULAI STUDI SELESAI. DATA LAPANGAN : -Data Onshore Pipeline -Data Lingkungan -Mapping Sector HASIL DESAIN MULAI STUDI LITERATUR DATA LAPANGAN : -Data Onshore Pipeline -Data Lingkungan -Mapping Sector DATA NON LAPANGAN : -Data Dimensi Anode -Data Harga Anode DESAIN MATERIAL ANODE DESAIN TIPE ANODE Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menejemen Resiko Manajemen resiko adalah suatu proses komprehensif untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan resiko yang ada dalam suatu kegiatan. Resiko

Lebih terperinci

Analisa Riser Protection pada Fixed Jacket Platform Akibat Beban Tubrukan Kapal

Analisa Riser Protection pada Fixed Jacket Platform Akibat Beban Tubrukan Kapal Analisa Riser Protection pada Fixed Jacket Platform Akibat Beban Tubrukan Kapal Syamsul Bachri Usman 1, Murdjito 2, Handayanu 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS 2 Staf Pengajar Jurusan teknik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Analisa Resiko Tubrukan Kapal Tanker Secara Dinamik Pada Alur. Menggunakan Traffic Based Model. Oleh: Andrew Pradana Putra

Analisa Resiko Tubrukan Kapal Tanker Secara Dinamik Pada Alur. Menggunakan Traffic Based Model. Oleh: Andrew Pradana Putra Analisa Resiko Tubrukan Kapal Tanker Secara Dinamik Pada Alur Pelayaran Selat Madura Dengan Menggunakan Traffic Based Model Oleh: Andrew Pradana Putra 4208 100 002 Latar Belakang Selat Madura merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (mmhamzah@gmail.com) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR II P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS ON THE ONSHORE DESIGN

Lebih terperinci

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK Muhammad Aldi Wicaksono 1) Pembimbing : Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Presentasi Ujian Tugas Akhir. Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF

Presentasi Ujian Tugas Akhir. Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF Presentasi Ujian Tugas Akhir Marine Reliability, Availability, Maintenability & Safety Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF Studi Kasus : FSRU Lampung, Kecamatan Labuhan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-189 Analisis On-Bottom Stability Offshore Pipeline pada Kondisi Operasi: Studi Kasus Platform SP menuju Platform B1C/B2c PT.

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE Nur Khusnul Hapsari 1 dan Rildova 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581 SIDANG TUGAS AKHIR - RL 1585 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI

Lebih terperinci

Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy

Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy di Industri Kapal Andri Kurniawan 1, Mardi Santoso 2, Mey Rohma Dhani 1 1 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Muhammad

Muhammad Oleh: Muhammad 707 100 058 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pembimbing: Ir. Muchtar Karokaro M.Sc Sutarsis ST, M.Sc Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

Jumlah Anoda (N) Tahanan Kabel (R2) Tahanan Total (Rt) = Ic / Io = 21,62 / 7 = 3,1. R2 = R1 + α (T2 T1) = 0, ,00393 (30-24) = 0,02426 ohm/m

Jumlah Anoda (N) Tahanan Kabel (R2) Tahanan Total (Rt) = Ic / Io = 21,62 / 7 = 3,1. R2 = R1 + α (T2 T1) = 0, ,00393 (30-24) = 0,02426 ohm/m Jumlah Anoda (N) N = Ic / Io = 21,62 / 7 = 3,1 Tahanan Kabel (R2) R2 = R1 + α (T2 T1) = 0,00068 + 0,00393 (30-24) = 0,02426 ohm/m Tahanan Total (Rt) Rt = Tahanan Anoda Rectifier + Tahanan Anoda = 1,02

Lebih terperinci

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto IDENTIFIKASI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FTA PADA DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS PERTAMAX DAN PREMIUM (STUDI KASUS : PT. PERTAMINA (PERSERO) UPMS V SURABAYA) Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Lebih terperinci

STUDI HAZOP PADA SISTEM DISTRIBUSI BBM BERBASIS FUZZY LAYER OF PROTECTION ANALYSIS DI INSTALASI SURABAYA GROUP (ISG) PT. PERTAMINA TANJUNG PERAK

STUDI HAZOP PADA SISTEM DISTRIBUSI BBM BERBASIS FUZZY LAYER OF PROTECTION ANALYSIS DI INSTALASI SURABAYA GROUP (ISG) PT. PERTAMINA TANJUNG PERAK STUDI HAZOP PADA SISTEM DISTRIBUSI BBM BERBASIS FUZZY LAYER OF PROTECTION ANALYSIS DI INSTALASI SURABAYA GROUP (ISG) PT. PERTAMINA TANJUNG PERAK Nur Ulfa Hidayatullah, Ali Musyafa Jurusan Teknik Fisika,

Lebih terperinci

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB III METODOLOGI

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI 3.1 Metodologi Umum Tujuan utama dari studi ini adalah menentukan kedalaman penguburan pipa (jika ada) agar resiko pada pipa dapat memenuhi standard internasional. Ada banyak metodologi

Lebih terperinci

Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline

Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline JURNAL TEKNIK ITS Vol., No. (Sept. 0) ISSN: 30-97 G-80 Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline Wahyu Abdullah, Daniel M. Rosyid, dan Wahyudi Citrosiswoyo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

Penilaian Risiko Kuantitatif Tubrukan Kapal dengan Platform : Studi Kasus Tubrukan Kapal dengan Wellhead Platform PHE-12

Penilaian Risiko Kuantitatif Tubrukan Kapal dengan Platform : Studi Kasus Tubrukan Kapal dengan Wellhead Platform PHE-12 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-269 Penilaian Risiko Kuantitatif Tubrukan Kapal dengan Platform : Studi Kasus Tubrukan Kapal dengan Wellhead Platform PHE-12

Lebih terperinci

OPTIMASI FENDER PADA STRUKTUR DERMAGA ABSTRAK

OPTIMASI FENDER PADA STRUKTUR DERMAGA ABSTRAK OPTIMASI FENDER PADA STRUKTUR DERMAGA Yanuar Budiman NRP : 0221027 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Kapal sebagai sarana pelayaran mempunyai peran sangat penting dalam sistem angkutan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-249 Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw Clinton

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN RISIKO PADA FLOWLINE JALUR PIPA GAS DARI WELLHEAD MENUJU CENTRAL PROCESSING PLANT. (Studi Kasus : Industri Pengolahan Gas Alam)

ANALISIS PENILAIAN RISIKO PADA FLOWLINE JALUR PIPA GAS DARI WELLHEAD MENUJU CENTRAL PROCESSING PLANT. (Studi Kasus : Industri Pengolahan Gas Alam) ANALISIS PENILAIAN RISIKO PADA FLOWLINE JALUR PIPA GAS DARI WELLHEAD MENUJU CENTRAL PROCESSING PLANT (Studi Kasus : Industri Pengolahan Gas Alam) Doni Rahmawan 1*, Adi Wirawan Husodo 2, dan George Endri

Lebih terperinci

ANALISA PROTEKSI KATODIK DENGAN MENGGUNAKAN ANODA TUMBAL PADA PIPA GAS BAWAH TANAH PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR DARI STASIUN KOMPRESSOR GAS KE KALTIM-2

ANALISA PROTEKSI KATODIK DENGAN MENGGUNAKAN ANODA TUMBAL PADA PIPA GAS BAWAH TANAH PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR DARI STASIUN KOMPRESSOR GAS KE KALTIM-2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 ANALISA PROTEKSI KATODIK DENGAN MENGGUNAKAN ANODA TUMBAL PADA PIPA GAS BAWAH TANAH PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR DARI STASIUN

Lebih terperinci

PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN

PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN Ahmad Syafiul Mujahid 1), Ketut Buda Artana 2, dan Kriyo Sambodo 2) 1) Jurusan Teknik Sistem dan Pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gas alam adalah bahan bakar fosil bentuk gas yang sebagian besar terdiri dari metana (CH4). Pada umumnya tempat penghasil gas alam berlokasi jauh dari daerah dimana

Lebih terperinci

Desain Kapal 3-in-1 Penumpang-Barang- Container Rute Surabaya Lombok

Desain Kapal 3-in-1 Penumpang-Barang- Container Rute Surabaya Lombok G92 Desain Kapal 3-in-1 Penumpang-Barang- Container Rute Surabaya Lombok I Gede Hadi Saputra dan Hesty Anita Kurniawati Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

THE ANALYSIS OF SAFETY LEVEL OF SHIP NAVIGATION IN MADURA STRAIT BY USING ENVIRONMENTAL STRESS MODEL

THE ANALYSIS OF SAFETY LEVEL OF SHIP NAVIGATION IN MADURA STRAIT BY USING ENVIRONMENTAL STRESS MODEL THE ANALYSIS OF SAFETY LEVEL OF SHIP NAVIGATION IN MADURA STRAIT BY USING ENVIRONMENTAL STRESS MODEL ANGGUN NOVINDA NURLAILI Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Tekenologi

Lebih terperinci

USE OF CLAY EX. BENGALON AS AGGREGATE MADE AND SAND EX. MUARA BADAK IN MIXED CONCRETE METHOD STANDART NATIONAL INDONESIAN

USE OF CLAY EX. BENGALON AS AGGREGATE MADE AND SAND EX. MUARA BADAK IN MIXED CONCRETE METHOD STANDART NATIONAL INDONESIAN PEMANFAATAN CLAY EX. BENGALON SEBAGAI AGREGAT BUATAN DAN PASIR EX. MUARA BADAK DALAM CAMPURAN BETON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA 03-2847-2002 USE OF CLAY EX. BENGALON AS AGGREGATE MADE AND

Lebih terperinci

Penilaian Risiko Kebakaran Pada FPSO (Floating Production, Storage, and Offloading)

Penilaian Risiko Kebakaran Pada FPSO (Floating Production, Storage, and Offloading) 1 Penilaian Risiko Kebakaran Pada FPSO (Floating Production, Storage, and Offloading) Guntur Rhoma Dony, Trika Pitana, AAB Dinariyana DP Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010)

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) adalah sebuah power generator yang menggunakan panas bumi (geothermal) sebagai sumber energi penggeraknya. Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM Gilang Muhammad Gemilang dan Krisnaldi Idris, Ph.D Program Studi Sarjana Teknik Kelautan, FTSL, ITB gmg_veteran@yahoo.com Kata

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE 1 STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE Saiful Rizal 1), Yoyok S. Hadiwidodo. 2), dan Joswan J. Soedjono

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SUSTAINABLE PRODUCT DEVELOPMENT FOR SHIP DESIGN USING FINITE ELEMENT APLICATION AND PUGH S CONCEPT SELECTION METHOD

SUSTAINABLE PRODUCT DEVELOPMENT FOR SHIP DESIGN USING FINITE ELEMENT APLICATION AND PUGH S CONCEPT SELECTION METHOD SUSTAINABLE PRODUCT DEVELOPMENT FOR SHIP DESIGN USING FINITE ELEMENT APLICATION AND PUGH S CONCEPT SELECTION METHOD Case study: Deciding the Optimum Ship Bow Design Willyanto Anggono 1), La Ode M. Gafaruddin

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Mohammad Iqbal 1 dan Muslim Muin, Ph. D 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS BETON PEMBERAT PIPA MINYAK/GAS LEPAS PANTAI

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS BETON PEMBERAT PIPA MINYAK/GAS LEPAS PANTAI PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS BETON PEMBERAT PIPA MINYAK/GAS LEPAS PANTAI Anggrainy P. W. Dasalaku 1) Dantje A. T. Sina 2 Rosmiyati A. Bella 3) ABSTRAK Pasir besi merupakan potensi alam yang

Lebih terperinci

ANALISIS PROFIL RISIKO KAPAL TANKER PADA DAERAH PELAYARAN TERBATAS

ANALISIS PROFIL RISIKO KAPAL TANKER PADA DAERAH PELAYARAN TERBATAS PRESENTASI UJIAN TUGAS AKHIR MARINE RELIABILITY, AVAILABILITY, MAINTENABILITY & SAFETY ANALISIS PROFIL RISIKO KAPAL TANKER PADA DAERAH PELAYARAN TERBATAS HARRY 4209100015 Marine Reliability and Safety

Lebih terperinci

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 Analisa Resiko pada Reducer Pipeline Akibat Internal Corrosion dengan Metode RBI (Risk Based Inspection) Oleh: Zulfikar A. H. Lubis 4305 100

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Aga Audi Permana 1*, Eko Julianto 2, Adi Wirawan Husodo 3 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN EKSPERIMENTAL

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN EKSPERIMENTAL BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN EKSPERIMENTAL 4.1 Deskripsi Benda Uji Pada penelitian ini dipersiapkan tiga benda uji berupa balok beton bertulang. Dua benda uji dibuat dengan konfigurasi berdasarkan benda

Lebih terperinci

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT Aninda Miftahdhiyar 1) dan Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PENILAIAN RISIKO PEKERJAAN BANGUNAN BARU PADA GALANGAN KAPAL KLASTER JAWA MENGGUNAKAN MATRIK RISIKO

PENILAIAN RISIKO PEKERJAAN BANGUNAN BARU PADA GALANGAN KAPAL KLASTER JAWA MENGGUNAKAN MATRIK RISIKO PENILAIAN RISIKO PEKERJAAN BANGUNAN BARU PADA GALANGAN KAPAL KLASTER JAWA MENGGUNAKAN MATRIK RISIKO Minto Basuki, A.A Wacana Putra Jurusan Teknik Perkapalan Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah membuat program untuk membangun pembangkit listrik dengan total

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah membuat program untuk membangun pembangkit listrik dengan total BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk dan perkembangan berbagai sektor di wilayah Indonesia saat ini sedang tumbuh pesat. Seiring dengan hal tersebut maka kebutuhan akan energi

Lebih terperinci

KAJIAN METEO-OSEANOGRAFI UNTUK OPERASIONAL PELAYARAN GRESIK-BAWEAN

KAJIAN METEO-OSEANOGRAFI UNTUK OPERASIONAL PELAYARAN GRESIK-BAWEAN KAJIAN METEO-OSEANOGRAFI UNTUK OPERASIONAL PELAYARAN GRESIK-BAWEAN Engki Andri Kisnarti Program Studi Oseanografi, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG BAB

1.1 LATAR BELAKANG BAB BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Sebagian besar dari wilayah kepulauan Indonesia memiliki banyak cadangan minyak bumi dan

Lebih terperinci

ANALISIS NON-LINIER PERKUATAN ANJUNGAN LEPAS PANTAI DENGAN METODE GROUTING PADA JOINT LEG YANG KOROSI

ANALISIS NON-LINIER PERKUATAN ANJUNGAN LEPAS PANTAI DENGAN METODE GROUTING PADA JOINT LEG YANG KOROSI ANALISIS NON-LINIER PERKUATAN ANJUNGAN LEPAS PANTAI DENGAN METODE GROUTING PADA JOINT LEG YANG KOROSI Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil Iwan Setiawan 15008024 ABSTRAK : Struktur

Lebih terperinci

K : DIMAS CRISNALDI ERNAND DIMAS

K : DIMAS CRISNALDI ERNAND DIMAS Perancangan Sistem Monitoring di Pelabuhan Tanjung Perak Dalam Rangka Meningkatkan Faktor Keamanan Presented By : DIMAS CRISNALDI ERNANDA 4203 109 019 Latar Belakang Kecelakaan yang terjadi pada kapal

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE AKIBAT PENGARUH BEBAN ARUS DAN GELOMBANG LAUT DI PT. PERTAMINA (PERSERO) UNIT PENGOLAHAN VI BALONGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA *Felix Wahyu

Lebih terperinci

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik.

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik. Analisa Scouring Pipa Bawah Laut Kodeco Jalur Poleng-Gresik Dengan Variasi Tipe Tanah (Adi Nugroho 1), Wahyudi 2), Suntoyo 3) ) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan, FTK ITS Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kontak terhadap bahaya menjadi lebih dekat. kegagalan dalam transportasi dan penyimpanan diantaranya kecelakaan truk yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kontak terhadap bahaya menjadi lebih dekat. kegagalan dalam transportasi dan penyimpanan diantaranya kecelakaan truk yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan pengiriman barang seperti barang komiditi, bahan kimia dan bahan berbahaya merupakan salah satu faktor pendukung perekonomian suatu negara. Transportasi barang

Lebih terperinci

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Fazri Apip Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian

Lebih terperinci

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Oleh : NOURMALITA AFIFAH 4306 100 068 Dosen Pembimbing : Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Agenda Presentasi : Latar Belakang

Lebih terperinci

Kata Kunci Desain dasar, risiko, terminal penerima LNG, Fuzzy

Kata Kunci Desain dasar, risiko, terminal penerima LNG, Fuzzy 1 Desain Dasar Terminal Penerima LNG Berbasis Risiko dengan Metode Fuzzy Studi Kasus: Terminal Penerima LNG di Celukan Bawang, Bali Simon Robianto Wijaya, M. Badruz Zaman dan Ketut Buda Artana Jurusan

Lebih terperinci

PENINJAUAN TINGKAT KEHANDALAN LINTAS KERETA API MEDAN - RANTAU PARAPAT

PENINJAUAN TINGKAT KEHANDALAN LINTAS KERETA API MEDAN - RANTAU PARAPAT Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 22 PENINJAUAN TINGKAT KEHANDALAN LINTAS KERETA API MEDAN - RANTAU PARAPAT Husny 1) Rika Deni Susanti 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pelabuhan merupakan salah satu jaringan transportasi yang menghubungkan transportasi laut dengan transportasi darat. Luas lautan meliputi kira-kira 70 persen dari luas

Lebih terperinci

C I N I A. Kajian Traffic Separation Scheme di Wilayah Perairan Teluk Bintuni. Abstrak

C I N I A. Kajian Traffic Separation Scheme di Wilayah Perairan Teluk Bintuni. Abstrak C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Kajian Traffic Separation Scheme di Wilayah Perairan Teluk Bintuni Yeyes Mulyadi1, Taufik Fajar Nugroho2, Kriyo Sambodho1

Lebih terperinci

HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)

HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) HIRA DAN JSA HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND DITERMINATION CONTROL (HIRAC) DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) HAZARD IDENTIFICATION AND RISK ASSESSMENT. Hazard Identification Pengalaman menunjukkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pipa penyalur (pipeline) merupakan sarana yang banyak digunakan untuk mentransmisikan fluida pada industri minyak dan gas (migas). Penggunaannya cukup beragam, antara

Lebih terperinci

struktur dinding diafragma adalah dengan menjaga agar jangan sampai

struktur dinding diafragma adalah dengan menjaga agar jangan sampai BABV PEMBAHASAN 5.1 Stabilitas Parit Dengan melihat metoda pelaksanaan struktur dinding diafragma, jelas bahwa pada prinsipnya untuk menjaga keamanan pelaksanaan struktur dinding diafragma adalah dengan

Lebih terperinci

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION Bab 4 RISK BASED UNDERWATER INSPECTION 4.1 Pendahuluan Dalam laporan tugas akhir ini area platform yang ditinjau berada di daerah laut jawa dimana pada area ini memiliki 211 platform yang diantaranya terdapat

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PENYERAPAN ENERGI CRASH BOX MULTI SEGMEN MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER

KEMAMPUAN PENYERAPAN ENERGI CRASH BOX MULTI SEGMEN MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER KEMAMPUAN PENYERAPAN ENERGI CRASH BOX MULTI SEGMEN MENGGUNAKAN SIMULASI KOMPUTER Halman 1, Moch. Agus Choiron 2, Djarot B. Darmadi 3 1-3 Program Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT *Toni Prahasto a, Djoeli Satrijo a, I Nyoman

Lebih terperinci

Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara

Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara ISSN: 2548-1509 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016 Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara Witono Hardi 1*, Tri Suyono 2 1 Program

Lebih terperinci

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SIDANG HASIL P3 DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah lautannya sebesar 2/3 (dua per tiga) dari luas wilayah Indonesia.wilayah laut Indonesia mengandung potensipotensi

Lebih terperinci

METODOLOGI DAN TEORI Metodologi yang digunakan dalam studi ini dijelaskan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2.

METODOLOGI DAN TEORI Metodologi yang digunakan dalam studi ini dijelaskan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2. ANALISIS FATIGUE PADA PIPA BAWAH LAUT PGN SSWJ Adietra Rizky Ramadhan1 dan Muslim Muin, Ph.D.2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha

Lebih terperinci

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE Oleh: WIRA YUDHA NATA 4305 100 014 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 ANALISA

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017), ( X Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017), ( X Print) Analisa Pengaruh Jarak Sistem Proteksi Water Hammer Pada Sistem Perpipaan (Studi Kasus Di Rumah Pompa Produksi Unit Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) Karang Pilang 3 Distribusi Wonocolo PT PDAM Surya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BATU KAPUR DIDAERAH SAMPANG MADURA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN BETON

PEMANFAATAN BATU KAPUR DIDAERAH SAMPANG MADURA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN BETON JHP17 Jurnal Hasil Penelitian LPPM Untag Surabaya September 2016, Vol. 01, No. 02, hal 217-226 PEMANFAATAN BATU KAPUR DIDAERAH SAMPANG MADURA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN BETON Nurul

Lebih terperinci

Analisa Resiko pada Mooring Line Point Mooring) Akibat Beban Kelelahan

Analisa Resiko pada Mooring Line Point Mooring) Akibat Beban Kelelahan Tugas Akhir Analisa Resiko pada Mooring Line SPM (Single( Point Mooring) Akibat Beban Kelelahan Oleh : Henny Triastuti Kusumawardhani (4306100018) Dosen Pembimbing : 1. Prof. Ir. Daniel M.Rosyid,Ph.D 2.

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Separasi Air dan Minyak pada Liquid- Liquid Cylindrical Cyclone (LLCC)

Studi Eksperimental Separasi Air dan Minyak pada Liquid- Liquid Cylindrical Cyclone (LLCC) Studi Eksperimental Separasi Air dan Minyak pada Liquid- Liquid Cylindrical Cyclone (LLCC) Muhamad Hanif Ramadhan 1, Fakhri Ilham Faza 1, Gilang Prasetya Adi 1, Adhika Widyaparaga 1,2 Departemen Teknik

Lebih terperinci

EVALUASI TERHADAP PROFIL RESIKO. Tujuan: Untuk memastikan bahwa resiko yang tidak dapat ditolerir dapat dikendalikan dengan sebaik-baiknya

EVALUASI TERHADAP PROFIL RESIKO. Tujuan: Untuk memastikan bahwa resiko yang tidak dapat ditolerir dapat dikendalikan dengan sebaik-baiknya EVALUASI TERHADAP PROFIL RESIKO Tujuan: Untuk memastikan bahwa resiko yang tidak dapat ditolerir dapat dikendalikan dengan sebaik-baiknya R E S I K O Resiko adalah kemungkinan terjadinya suatu loss (cedera,

Lebih terperinci

Analisis Kekuatan Struktur Konstruksi Tower untuk Catwalk dan Chain Conveyor pada Silo (Studi Kasus di PT. Srikaya Putra Mas)

Analisis Kekuatan Struktur Konstruksi Tower untuk Catwalk dan Chain Conveyor pada Silo (Studi Kasus di PT. Srikaya Putra Mas) Analisis Kekuatan Struktur Konstruksi Tower untuk Catwalk dan Chain Conveyor pada Silo (Studi Kasus di PT. Srikaya Putra Mas) Nur Azizah 1*, Muhamad Ari 2, Ruddianto 3 1 Program Studi Teknik Desain dan

Lebih terperinci

ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU

ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 14, Nomor 1, Januari - Juni 2016 ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU Zulkifli A. Yusuf Dosen Program Studi Teknik Sistem

Lebih terperinci

(Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Oleh : Niki Nakula Nuri

(Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Oleh : Niki Nakula Nuri PENENTUAN SKENARIO DAN ANALISIS RESIKO KEGAGALAN PADA INSTALASI PENYIMPANAN GAS HIDROGEN DENGAN MENGGUNAKAN CHEMICAL PROCESS QUANTITATIVE RISK ANALYSIS (Studi Kasus PT. Samator Gas Gresik) Oleh : Niki

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH 4.1. Sistem Perpipaan 4.1.1. Lokasi Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dianalisis sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan milik Conoco

Lebih terperinci

LOGO PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE

LOGO PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE DIAN FEBRIAN 4309 100 034 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM BAB IV ANALISIS 4.1 INDENTIFIKASI SISTEM. 4.1.1 Identifikasi Pipa Pipa gas merupakan pipa baja API 5L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28 % [15]. Pipa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CLAY EX. BENGALON SEBAGAI AGREGAT BUATAN DAN PASIR EX. PALU DALAM CAMPURAN BETON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA

PEMANFAATAN CLAY EX. BENGALON SEBAGAI AGREGAT BUATAN DAN PASIR EX. PALU DALAM CAMPURAN BETON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA PEMANFAATAN CLAY EX. BENGALON SEBAGAI AGREGAT BUATAN DAN PASIR EX. PALU DALAM CAMPURAN BETON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA 03-2847-2002 USE OF CLAY EX. BENGALON AS AGGREGATE MADE AND SAND EX.

Lebih terperinci

ANALISIS HAZARD AND OPERABILITY (HAZOP) UNTUK DETEKSI BAHAYA DAN MANAJEMEN RISIKO PADA UNIT BOILER (B-6203) DI PABRIK III PT.

ANALISIS HAZARD AND OPERABILITY (HAZOP) UNTUK DETEKSI BAHAYA DAN MANAJEMEN RISIKO PADA UNIT BOILER (B-6203) DI PABRIK III PT. ANALISIS HAZARD AND OPERABILITY (HAZOP) UNTUK DETEKSI BAHAYA DAN MANAJEMEN RISIKO PADA UNIT BOILER (B-6203) DI PABRIK III PT.PETROKIMIA GRESIK Diajukan Oleh: Septian Hari Pradana 2410100020 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

Oleh: Yulia Islamia

Oleh: Yulia Islamia Oleh: Yulia Islamia 3109100310 Pendahuluan Kebutuhan global akan minyak bumi kian meningkat Produksi minyak mentah domestik makin menurun PT.Pertamina berencana untuk meningkatkan security energi Diperlukan

Lebih terperinci