Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB III METODOLOGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB III METODOLOGI"

Transkripsi

1 BAB III METODOLOGI 3.1 Metodologi Umum Tujuan utama dari studi ini adalah menentukan kedalaman penguburan pipa (jika ada) agar resiko pada pipa dapat memenuhi standard internasional. Ada banyak metodologi yang digunakan dalam studi untuk penilaian resiko terhadap pipa bawah laut, berikut beberapa Metode Risk Assessment pada Industri Pipeline: 1. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Menelusuri urutan kejadian dari kegagalan (akhir) ke penyebab (awal). Pada analisis ini dirumuskan bagaimana pipa bisa gagal (mode) dan apa yang terjadi jika pipa gagal (effect). Untuk membantu menganalisis, biasanya dibangun Failure Tree Analysis (FTA). Sebuah FTA adalah sebuah network-logic yang memperlihatkan hubungan atau urutan kejadian-kejadian yang mengarah pada top-event yang tidak diinginkan. 2. Quantitative Risk Assessment / Probabilistic Risk Assessment (QRA/RRA) Adalah risk assessment menggunakan metoda/uraian statistik dan probabilistik (reliability) untuk menentukan secara numerik frekuensi kegagalan/kecelakaan. Metoda ini sangat detail dan memakan waktu lama untuk dilakukan. 3. Hazard and Operability Study (HAZOP) Sebuah teknik untuk mengidentifikasi semua kemungkinan bahaya (hazard) dan kegagalan pipeline. Dilakukan oleh sebuah group expert yang masing-masing memiliki keahlian berbagai fungsi proses. Mereka bertugas mereview semua aspek operasi dan mendokumentasikan semua penyimpangan dari kondisi normal. 61

2 4. Indexing System/Scoring System Metoda ini menggunakan teknik skor dimana pembobotan relatif diberikan pada setiap elemen resiko, kemudian digabungkan kedalam skor resiko total. Lalu hasil skor dibandingkan dengan skor relatif yang ada. Namun untuk tahap awal, metode ini memerlukan: i) faktor subjektif dan ii) judgement (pertimbangan) yang diperoleh terutama dari pengalaman lapangan. 5. Risk Based Inspection (RBI) RBI menggunakan resiko sebagai basis untuk memprioritaskan dan mengelola program inspeksi secara optimum. RBI merupakan gabungan/sinergi dari risk analysis dan mechanical integrity. Pada prakteknya RBI banyak menggunakan metode 1 s/d 4 di atas. Khusus pada Tugas Akhir ini saya menggunakan metode nomer 4, yaitu Indexing System/Scoring System.Dimana analisa pengerjaannya metode ini merupakan semi-kuantitatif, dengan skor hasil yang didapat dibandingkan dengan skor secara relatif yang ada. Setelah dilakukan perbandingan penilaian resiko, pertimbangan untuk langkah berikutnya disesuaikan dengan hasil yang telah ada, apakah resiko yang ada ALARP atau tidak. Semua bahaya eksternal didata dan diklasifikasikan untuk kredibilitasnya. Bahaya yang kredibel dianalisis untuk bahaya potensial (atau konsekuensi) pada pipa. Analisis berikut ini dibutuhkan, identifikasi dari bahaya potensial terhadap pipa : 1. Analisis jangkar (atau objek) yang dijatuhkan 2. Analisis seret jangkar 3. Analisis kapal tenggelam 4. Aktivitas nelayan 62

3 3.2 Profil Proyek Proyek instalasi transmisi pipa gas antara Labuhan Maringgai Cilegon memiliki jarak tempuh sepanjang 105 km. Tujuan utama proyek pemasangan pipa ini adalah menghubungkan antara sumber suplay gas dan cadangan gas di Sumatera Bagian Selatan dengan pusat kebutuhan utama di Jawa Bagian Barat. Gambar 3.1 Lokasi Jalur Pipa Transmisi Labuhan Maringgai - Cilegon Berikut merupakan tahapan disain yang dilaksanakan secara rinci berdasarkan Pra-Survey oleh kontraktor: 1. Menetapkan basis disain dan prosedur. 2. Analisa korosi. 3. Pemilihan rute jalur pipeline. 4. Analisa In-place Strength yang diijinkan. 5. Analisa On-bottom Stability. 6. Analisa kekasaran dasar pipeline. 7. Analisa kabel yang memotong jalur pipeline.. 8. Shore Approach Design. 63

4 9. Pengkutuban dan Coating System. 10. Spesifikasi semua material. 11. Analisa seismic pipeline. 12. Analisa bahaya yang diakibat dari roda gigi pemancingan. 13. Analisa dampak yang diakibatkan dari roda gigi pemancingan. 14. Disain rawa dan onshore pipeline (analisa fleksibilitas). 15. Onshore ancillary facilities design. 16. Semua spesifikasi konstruksi. 17. Operasi dan Pemeliharaan manual. 18. Analisa bahaya akibat jatuhnya jangkar kapal. 19. Analisa dampak akibat jatuhnya jangkar kapal. 20. Disain pipeline yang saling memotong. Dari tahapan yang telah disebutkan di atas, dasar utama pada penilaian resiko adalah meliputi analisis konsekuensi dan frekuensi. Untuk setiap ancaman yang digunakan, dampak potensi pada pipa dievaluasi dengan analisis kuantitatif. Empat bahaya eksternal yang kredibel yang teridentifikasi untuk Jalur Pipa Transmisi SSWJ II PHASE 1, adalah: 1. Kerusakan karena kapal tenggelam 2. Kerusakan karena jangkar yang dijatuhkan (atau objek besar lainnya) 3. Kerusakan karena seretan jangkar 4. Kerusakan karena pengembangan masa depan Bahaya-bahaya ini timbul akibat padatnya lalu lintas maritim di Teluk Cilegon, di sekitar rute Jalur Pipa SSWJ II PHASE 1 Konsekuensi potensial dari bahayabahaya ini didentifikasikan sebagai berikut: Tidak terjadi kerusakan; Kerusakan pada selimut beton; Pipeline denting; Pipeline leaking; dan Pipeline rupture 64

5 Ruang lingkup dari studi ini meliputi bagian pipa antara shore crossing point dan kontur kedalaman perairan 13m dari Jalur Pipa Transmisi (SSWJ II PHASE 1) di kedua area, Sumatera Selatan (Labuhan Maringgai) dan Jawa Barat (Teluk Cilegon atau Teluk Banten). Hal ini tidak termasuk bagian jalur pipa transmisi dengan kedalaman perairan lebih dari 13m, dan Jalur pipa darat, sedangkan ruang lingkup dari studi ini adalah untuk: 1. Tambahan dan pengumpulan data dengan mereview desain, spesifikasi, survey, metocean dan laporan ANDAL, statistik perkapalan, kunjungan lapangan yang meliputi wawancara dengan Petugas Administrasi Pelabuhan Banten, Petugas Administrasi Labuhan Mainggai, nelayan serta penyewaan kapal nelayan, pengamatan HAT/LAT dan aktivitas maritim di area Labuhan Maringgai dan teluk Cilegon. 2. Mengidentifikasi bahaya yang dapat menyebabkan kerusakan pada pipa berdasarkan kelengkapan data (meliputi estimasi ukuran kapal dan jangkar yang memungkinkan) serta hambatan-hambatan lainnya. 3. Mengidentifikasi segala jenis kemungkinan kegagalan dari setiap hambatan yang ditemukan untuk Jalur Pipa Transmisi dan mengidentifikasi zona sepanjang jalur pipa dimana hambatan dapat terjadi. 4. Melakukan analisis konsekuensi dari setiap bahaya untuk menentukan skala resiko. 5. Melakukan analisis frekuensi untuk menentukan kemungkinan kegagalan dengan mengestimasi frekuensi bahaya dan mengkombinasikannya dengan konsekuensi dalam sebuah analisis alur kejadian untuk menentukan kemungkinan kejadian untuk konsekuensi yang berbeda. Nilai ini dapat dibandingkan dengan kriteria resiko yang diijinkan dalam kode DNV. 6. Menilai resiko dengan mengkombinasikan konsekuensi dengan analisis frekuensi menggunakan matriks resiko yang diberikan oleh Perusahaan (atau sesuai dengan DnV RP-F107) untuk menentukan apakah resiko As low As Reasonably Practicable (ALARP) atau tidak. 65

6 7. Jika resiko tidak ALARP, tentukan proteksi mekanik tambahan dan membuat rekomendasi tentang bagaimana mengurangi resiko ke tingkat ALARP. Ruang lingkup dari studi ini terbatas pada ancaman dari gangguan luar yang bisa termitigasi oleh proteksi mekanik pipa. Ancaman lain dari korosi, kerusakan desain/material, aktivitas instalasi/konstruksi, aktivitas precommissioning/commissioning, kesalahan operasi, tidak akan dibahas dalam tugas akhir ini. 3.3 Pembagian Zone Resiko Lokasi bahaya harus spesifik, dialokasikan pada tiap zona resiko. Pipa dibagi dalam empat zona resiko, berdasarkan dari studi untuk kontur kedalaman 0-13m, di sisi Labuhan Maringgai dan di sisi Teluk Cilegon. Zona-zona berikut ini telah digunakan: 1. Zona I: KP 0 KP 1.1, dimana kontur kedalaman kurang dari 2.5m, perairan relatif dangkal dan ketebalan beton adalah 90mm, tanahnya berjenis soft clay. 2. Zona II: KP 1.1 KP 12.7, dimana kontur kedalaman lebih dari 2.5m sampai 13m, ketebalan beton adalah 109mm, jenis tanah adalah soft clay dan ditemukan juga sandy clay. 3. Zone III: KP 12.7 KP 20.0, dimana kontur kedalaman antara 12.9m dengan 26.9m, dan ketebalan pipa 109mm, jenis tanah adalah muddy sand. 4. Zone IV: KP , dimana kontur kedalaman antara 17.25m dengan 24.75m, dan ketebalan pipa 109mm, jenis tanah yang ditemukan pada zone ini adalah very soft clayey silt. 5. Zone V: KP , dimana kontur kedalaman antara 20m dengan 32m, dan ketebalan pipa 109mm, jenis tanah yang ditemukan pada zone ini adalah medium sand sampai very soft clayey silt. 66

7 6. Zone VI: KP , dimana kontur kedalaman antara 32m dengan 40m, dan ketebalan pipa 61mm, jenis tanah yang ditemukan pada zone ini adalah medium stiff clayey silt. 7. Zone VII: KP , dimana kontur kedalaman antara 26.13m dengan 70m, dan ketebalan pipa 61mm, jenis tanah yang ditemukan pada zone ini adalah mudy sand, fine coarse sand sampai fine medium sand. 8. Zone VIII: KP , dimana kontur kedalaman antara 20m dengan 30m, dan ketebalan pipa 109mm, jenis tanah yang ditemukan pada zone ini adalah fine medium sand. 9. Zone IX: KP , dimana kontur kedalaman antara 13.65m dengan 21m, dan ketebalan pipa 109mm, jenis tanah yang ditemukan pada zone ini adalah very soft clay 10. Zona X: KP 87.9 KP 98.8, dimana kontur kedalaman lebih dari 2.5m sampai 13m, dan ketebalan beton adalah 109mm, jenis tanah adalah fine-medium sand sampai very soft clay dan clay. 11. Zona XI: KP 98.9 KP 99.91, dimana kontur kedalaman kurang dari 2.5m, daerah perairan dangkal dan ketebalan beton adalah 90mm, jenis tanahnya clay. Gambar 3.2 Profil Seabed Sepanjang Rute Pipeline 67

8 Gambar 3.3 Pembagian Zona Resiko Pipa Transmisi Labuhan Maringgai - Cilegon 68

9 Tabel 3.1 Data Pipa Beserta Kondisi Tanah Per Zona ZONE KP RANGE (km) WALL THICKNESS (mm) CONCRETE THICKNESS (mm) CONCRETE DENSITY (kg/m 3 ) WATER DEPTH (m) SOIL TYPE I <2.5 Soft Clay II Soft Clay to Find Sandy Clay III Muddy Sand IV Very Soft Clayey Silt V Medium Sand to Very Soft Sandy Silt VI Medium Stiff Clayey Silt VII Muddy Sand to Fine Coarse Sand to Fine-Medium Sand VIII Fine-Medium Sand IX Very Soft Clay X Fine Medium Sand to Very Soft Clay and Clay XI <2.5 Clay 69

10 Pipa dikubur sedalam 2m sampai TOP seperti ketentuan MIGAS, kecuali di Zona II (KP ) yang dikubur kurang dari 2m karena tanahnya yang keras dan pada Zone X (KP ; KP ) yang dikubur kurang dari 2m karena arealnya berupa karang. Gambar 3.4 Sisi Pulau Jawa bagian Barat (kedalaman 0-13m) Analisis konsekuensi untuk semua bahaya yang kredibel, dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan yang akan terjadi. Jenis kerusakan digunakan untuk menghitung nilai Consequence of Failure (CoF). Analisis ini dilakukan pada pipa yang dikubur, sedalam 0.5m, 1.0m, 1.5m and 2.0m dari TOP. Analisis frekuensi dari bahaya yang sama dilakukan untuk menentukan nilai Likelihood/Probability of Failure (PoF) dari setiap jenis kerusakan. Alur kejadian dikembangkan dan digunakan untuk menghitung kemungkinan kegagalan. Nilai CoF dan PoF ditentukan berdasarkan matriks DnV RP-F107. Kemungkinan kegagalan yang diperbolehkan berdasarkan rekomendasi dalam desain DNV OSF101 [Ref. 5] untuk Accidental Limit State (ALS). Nilai ini ditentukan untuk tiap zona. 70

11 Konsekuensi dan frekuensi ini dihitung kembali untuk penguburan sedalam 0.5 dan 1.0m dari TOP. Nilai resiko untuk kedalaman penguburan yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai dari Kasus Dasar, terkubur 2.0m dari TOP. Faktor lain yang terkait harus digarisbawahi. Konsekuensi dan frekuensi harus dinilai kembali untuk pipa tidak terkubur. Hasil dari penilaian ini digunakan untuk mengembangkan proteksi pipa yang direkomendasikan berdasarkan metode yang biasa digunakan di dunia industri. 3.4 Peraturan dan Pedoman Perindustrian Peraturan Artikel 13 dari Peraturan MIGAS (300.K/38M.PE/1997) [Ref. 1] menyatakan bahwa untuk kedalaman kurang dari 13 meter, pipa harus dikubur pada kedalaman minimum 2 meter di bawah dasar laut. Tujuan utama dari peraturan ini adalah melindungi pipa dari resiko akibat aktivitas/ kegiatan manusia. Namun, peraturan Safety Case akan memperbolehkan operator untuk melakukan pendekatan berbasis resiko dalam menilai fasilitas baru. ASME B31.8 [Ref. 2] mengatur bahwa trenching and backfilling dapat dilakukan ketika dibutuhkan untuk tujuan kestabilan. Untuk area approach area, pengeboran atau trenching tetap dibutuhkan Pedoman Perindustrian Desain pengaman pipa seperti disebutkan sebelumnya, pedoman dan metodologinya tercantum pada: 1. DnV RP-F107 Risk Assessment of Pipeline Protection [Ref. 3] 2. Muhlbaeuer, W.K. Pipeline Risk Management Manual [Ref. 7] 3.5 Sasaran Studi Sasaran dari studi resiko pada pipa adalah: 1. Mengidentifikasi ancaman potensial terhadap pipa 2. Menilai resiko dari tiap-tiap ancaman potensial dengan melakukan analisis konsekuensi dan frekuensi, dan diikuti oleh pe-rangkingan resiko 3. Merekomendasikan pengendalian agar resiko tetap ALARP, meliputi keperluan akan perlindungan mekanis terhadap pipa. 71

12 3.6 Ancaman Terhadap Pipa Berasarkan pada informasi desain, tabel angkatan laut, wawancara dengan beberapa petugas pelabuhan di lokasi, serta kunjungan lapangan [Ref. 13]; hazard identification (HAZID) mengidentifikasikan ancaman yang memberikan dampak terhadap integritas pipa pada Jalur Pipa Transmisi SSWJ II PHASE 1. Ancaman-ancaman ini disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Bahaya Potensial Terhadap Jalur Pipa Transmisi SSWJ II PHASE 1 Seperti disebutkan dalam Metodologi Penilaian Resiko, ancaman-ancaman berikut ini dicek untuk tidak digunakan dalam analisis: 1. Ancaman-ancaman yang tidak berpengaruh pada pipa walaupun tanpa perlindungan mekanis dan penguburan (tidak relevan). 2. Ancaman-ancaman yang ditemukan tidak kredibel berdasarkan pada penemuan studi-studi sebelumnya pada Jalur Pipa Transmisi SSWJ II PHASE 1. 72

13 3.7 Asumsi Pendekatan Permasalahan Batasan dari pipa yang digunakan dalam analisis adalah muka air rendah sepanjang pantai dari KP 0.0 sampai KP 12.7 (sisi Labuhan Maringgai) dan sepanjang pantai shore KP 87.9 sampai KP (sisi Teluk Cilegon). Resiko yang dipertimbangkan adalah resiko karena gangguan eksternal karena akan mempengaruhi perlindungan mekanis maupun penguburan pipa. Ancaman karena gangguan internal tidak akan dibahas Penggerusan karena Arus Dasar Laut Kondisi metocean disepanjang jalur pipa relatif tenang, seperti diinformasikan dari Desain Basis, dengan total periode ulang 100 tahunan berkecepatan arus dasar laut 0.78 m/s (Zona I), 0.53 m/s (Zona II), 0.54 m/s (Zona III), 0.76 m/s (Zona IV). Dengan demikian, hal ini dapat dikesampingkan, karena berarti potensi terjadinya penggerusan di dasar laut sangat kecil. Beberapa penggerusan lapisan tanah teratas memang terlihat, namun jika pipa dikubur di bawah dasar laut, penggerusan tidak akan memberikan dampak besar bagi keberadaan pipa. Sebagai tambahan, beberapa ancaman yang disajikan dalam Tabel 4.1 hanya relevan untuk pipa yang tidak dicover. Ancaman-ancaman berikut ini juga tidak akan diperhitungkan: Abrasi karena kabel jangkar; Seretan dan tarikan jangkar kecil; Bentangan, menyebabkan tegangan berlebih pada bagian pipa, dan kerusakan potensial; Erosi eksternal Gempa Bumi Gempa bumi biasanya menyebakan gerakan tanah yang sangat kuat, dapat menyebabkan pergerakan massa sedimen dasar laut, pergerakan di sepanjang patahan yang ada, likuifaksi, tsunami, pemadatan di sumur minyak/gas. 73

14 Gambar 3.5 Peta Potensi Gempa Bumi di Indonesia dalam 300 Tahun (Geological Research and Development Centre, 2001) Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa di Labuhan Maringgai dan Teluk Cilegon memiliki skala intensitas MMI (Modified Mercalli Intensity) IV sampai V (Lihat Tabel 3.3). Tabel 3.3 Klasifikasi MMI (Modified Mercalli Intensity) 74

15 Disimpulkan juga bahwa daerah Labuhan Maringgai dan Teluk Cilegon memiliki intensitas dan kerusakan yang rendah. Studi ini juga menyimpulkan bahwa resiko kerusakan karena gempa bumi akan sama untuk pipa yang terkubur, sehingga tidak akan membantu dalam perbandingan pilihan-pilihan penguburan pipa. Kami mengasumsikan bahwa tidak ada potensial gempa yang besar di Labuhan Maringgai dan Teluk Cilegon, karena keterbatasan data. Gempa bumi tidak akan di perhitungkan lebih jauh Longsoran Tanah Dari KP 0 saat diukur dari garis 0m, kami menemukan banyak jenis kemiringan dasar laut sampai kedalaman mencapai 13m, di Labuhan Mainggai (0-13m) kami menemukan kemiringan 1:800; 1:400; 1:1667; 1:130; 1:400 dan di Teluk Cilegon (0-13m) kami menemukan 1:582; 1:267; 1:3800; 1:667; 1:267. Mayoritas dari Zona I dari jalur pipa ini terdapat di dasar laut clay/muddy sand yang relatif datar dengan kemiringan kurang dari 3 o. Itulah sebabnya sangat kecil kemungkinan longsoran tanah akan terjadi. Lebih jauh, longsoran dapat terjadi jika terjadi aktivitas seismik. Untuk penilaian resiko pada longsoran tanah akan dibahas kemudian lebih lanjut pada bab berikutnya Bahaya Bersilangan Dengan Patahan Terdapat dua patahan potensial di area studi, yaitu di Teluk Cilegon dan Labuhan Maringgai. Bahaya patahan ini tidak akan dianalisis dalam studi ini Aktivitas Penangkapan Ikan Berdasarkan hasil wawancara, dinyatakan bahwa alat pancing yang digunakan adalah alat pancing biasa. Pukat harimau sudah dilarang sejak tahun 1980, hal ini berarti pemakaian pukat harimau tidak akan terjadi sekarang dan nanti. Pukat harimau biasanya akan berpengaruh pada pipa yang terekspos dibanding yang terkubur, berdasarkan hasil wawancara kami menyimpulkan bahwa tidak ada daerah pemakaian pukat di wilayah Labuhan Maringgai dan Teluk Cilegon. Oleh sebab itulah, pengaruh pukat tidak akan diperhitungkan lebih jauh. Hasil 75

16 wawancara menyatakan bahwa penangkapan ikan dengan bahan peledak tidak biasa dilakukan di wilayah Labuhan Maringgai dan Teluk Cilegon. Kegiatan ini sangat dilarang karenanya efeknya akan merusak lingkungan Marine Growth Berdasarkan studi literatur bahwa kejadian ini tidak akan terjadi pada pipa yang dikubur dan tidak akan diperhitungkan dalam analisis selanjutnya Korosi Eksternal Daerah studi yang di kubur tidak akan mungkin terkena korosi ekstenal. Tidak mungkin selimut korosi dan beton terkorosi. Korosi eksternal ini tidak akan digunakan dalam analisis selanjutnya Ledakan Ranjau Selat Sunda adalah kawasan dengan banyak ranjau laut, namun di luar dari wilayah studi Pengembangan di Masa Depan Lalu lintas kapal-kapal besar sangat mempengaruhi kedalaman penguburan pipa dalam studi ini. Dari hasil survey lapangan, diindikasikan bahwa pengembangan di masa depan untuk Teluk Cilegon adalah: Pengembangan Pelabuhan Internasional Bojonegara ( ), yang merupakan pelabuhan pertama di Indonesia yang memiliki kapasitas layan sampai draft 16m dengan kapasitas 80,000 DWT, hal ini berarti terdapat kemungkinan pipa akan terkena jangkar seberat ton. Posisi astronomisnya adalah S dan E. Power Plant untuk menyediakan energi listrik di Jawa Barat, akan didesain sampai mencapai tangker 100,000 DWT di Teluk Cilegon Pengembangan oleh pemerintah lokal, akan dibangun pelabuhan besar untuk kepentingan pemerintahan dan kebutuhan transportasi laut di Teluk Cilegon. 76

17 Berita lain, akan dibangun pelabuhan serta fasilitasnya untuk menampung kapal tangker dari 100,000 DWT sampai 300,000 SWT di dekat fasilitas PGN, dan mengelilingi Pulau Panjang. Asumsi-asumsi berikut ini digunakan: Draft dari tanker yang terisi: 15m Seabed Clearance (Loaded Tanker): sampai 1m. Frekuensi tanker : sekali dalam 4 minggu. 3.8 Deskripsi Sistem Pekerjaan telah dilakukan dengan standard industri tentang tujuan HSE yaitu: 1. Tidak ada kecelakaan 2. Tidak berbahaya bagi manusia 3. Tidak ada kerusakan lingkungan 4. Tidak ada kerusakan pada properti Pipa harus didesain sangat aman saat digunakan dan bahaya diminimalisasi hingga ALARP. Jalur Pipa Transmisi SSWJ II PHASE 1 akan mengalirkan gas dari sumur pipa di Sumatera Bagian Selatan ke pusat permintaan di Jawa Bagian Barat. Pipa ini dihubungkan oleh pipa lepas pantai dari Labuhan Maringgai ke Teluk Cilegon dan akan didistribusikan di Pulau Jawa khususnya Banten dan Jawa Barat. Layout lapangan, rute jalur pipa, dan profil dasar laut disajikan dalam Lampiran A. Pipa pada Jalur Pipa Transmisi SSWJ II PHASE 1 yang memiliki kedalaman kurang dari 13m harus dikubur sedalam 2m dari TOP menurut ketentuan MIGAS. 77

18 3.8.1 Informasi Desain Pipeline Untuk penilaian resiko, data pipa disimpulkan dalam Tabel 3.4 Tabel 3.4 Informasi Umum Desain Pipa Catatan: Asumsinya adalah kasus setelah dikubur. Jika beton final lebih kecil dari harga yang ada pada tabel, resiko harus dievaluasi kembali. Untuk penambahan selimut beton, hasil dari penilaian ini diperhitungkan untuk hasil yang lebih konservatif. Tabel 3.5 Kasus Pembebanan Analisis Resiko Untuk kepentingan analisis konsekuensi, Kasus Dasar-nya adalah: Tahap operasi: Pipa dikubur sedalam 2m dari TOP dengan material insitu, jika kedalaman perairan kurang dari 13m kecuali Zone II dimana tanahnya adalah tanah keras dari KP sampai KP Resiko selama masa operasi harus diperhitungkan untuk durasi dari masa layaknya untuk pipa yang terkubur. 78

19 79

20 3.8.2 Data Operasional Data operasional pipa berikut ini digunakan dalam studi ini. Tabel 3.7 Data Operasional Data Metocean Untuk tujuan penilaian resiko, kondisi metocean terburuk diasumsikan untuk analisis kondisi instalasi serta operasi. Data yang digunakan adalah data dengan periode ulang 100 tahunan yang bekerja tegak lurus terhadap pipa Data Survey Kapal Kunjungan lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data dari Pelabuhan Labuhan Maringgai, Pelabuhan Banten, Pelabuhan Merak, Pelabuhan Serang, patroli kapal di sisi Labuhan Maringgai dan Teluk Cilegon, serta diskusi dengan Petugas Kelautan Karangantu, penduduk setempat, dan nelayan yang tingaal di sekitar lokasi. Rangkuman dari statistik aktivitas maritim disajikan pada Lampiran B. Hasil survey menunjukkan bahwa aktivitas maritim yang tinggi di Teluk Cilegon, sebagai lokasi utama transit kapal antara Laut Jawa dengan Pelabuhan Merak, dan pusat Industri Kimia di dekat pantai Teluk Cilegon. Di Pelabuhan Merak ada beberapa sandaran Ferry Penumpang untuk mengangkut penumpang, barang, kendaraan Merak-Bakauheni, yang dioperasikan oleh ASDP. Tipe kapal medium sampai besar yang biasanya melewati Labuhan Maringgai adalah: Kapa-Kapal Ikan (komersial), dari ukuran kecil sampai ukuran besar. Kapal cepat untuk penumpang Kapal-kapal Kontainer/Pengangkut 80

21 Kapal Kargo Kapal Ferry penumpang Kapal tangker, untuk gas, minyak, oli, dan kebanyakan transportasi kimiawi. Kapal penarik Tipe kapal sedang sampai besar yang melalui Teluk Cilegon adalah: Kapal-kapal ikan (komersial) Pengembangan di Masa Depan Survey lapangan menunjukan bahwa kemungkinan pengembangan dari Teluk Cilegon adalah: Pengembangan Pelabuhan Internasional Bojonegara ( ), pelabuhan pertama di Indonesia yang memiliki kemampuan layan sampai kedalaman draft 16m dengan kapasitas 80,000 DWT. Posisi astronomisnya adalah S dan E. Power Plant untuk menyediakan energi listrik di Jawa Barat, akan didesain sampai mencapai tangker 100,000 DWT di Teluk Cilegon. Pengembangan oleh pemerintah lokal, akan dibangun pelabuhan besar untuk kepentingan pemerintahahan dan kebutuhan transportasi laut di Teluk Cilegon. Akan dibangun pelabuhan serta fasilitasnya untuk menampung kapal tangker 100,000 DWT sampai 300,000 SWT di dekat fasilitas PGN, dan mengelilingi Pulau Panjang. Asumsi-asumsi berikut ini digunakan: Draft dari tanker yang terisi: 15m Seabed Clearance (Loaded Tanker): sampai 1m. Frekuensi tanker : sekali dalam 4 minggu. Diasumsikan juga bahwa tanker dengan kapasitas 100,000 DWT akan ditarik dengan tugboats dari zona penjangkaran. 81

22 3.8.6 Fitur Maritim dan Lalu Lintas Kapal Sebagai daerah dengan lalu lintas perairan yang padat, Teluk Cilegon memiliki beberapa fitur maritim yang unik, seperti dibahas dalam bagian ini. Penemuan ini disusun dari informasi yang dikumpulkan dari survey lapangan [Ref. 13], Laporan Tahunan Petugas Administrasi Pelabuhan Banten serta statistik [Ref. 13] serta review dari Tabel Angkatan Laut. Ranjau Laut (Unexploded Ordnance, UXO). Area yang meliputi Pulau Sangiang memiliki ranjau laut yang tidak diketahui jumlahnya sisa dari Perang Dunia II (menurut petugas Pelabuhan Karangantu). Lokasi ranjau ini jauh dari lokasi proyek. Jadi dapat dikatakan bahwa pipa akan aman dari bahaya ranjau laut. Daerah-Daerah Terbatas. Tidak ada daerah yang ditemukan di dekat Labuhan Maringgai atau teluk Cilegon. Daerah Penjangkaran dan Jalur Pelayaran. Terdapat daerah penjangkaran di tenggara Pulau Panjang. Kapal-kapal harus dijangkar di sini selama masa perbaikan dan istirahat. Daerah ini saling menyilang dengan Jalur Pipa Transmisi SSWJ II PHASE Pipeline Crossing Adanya perbedaan Grade Pipa, akan menandai adanya perbedaan beda potensial untuk tiap pipa. Beda potensial yang tinggi akan menjadikan pipa rentan untuk korosi, hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk mengurangi adanya pipeline crossing. Sebagai tambahan engineer pipeline juga lebih mengurangi pipeline crossing dibandingkan dengan kabel, hal ini dikarenakan beda potensial antar pipa lebih tinggi dibandingkan dengan kabel. Sedangkan pada kasus ini, ditemukan pipeline crossing pada zone VII, diberikan pada Gambar

23 Gambar 3.6 Zone Resiko Yang Ditimbulkan Akibat Lalu Lintas Perhubungan Laut 83

24 Gambar 3.7 Zone Resiko Dimana Ditemukan Adanya Pipeline Crossing 84

25 3.9 Penilaian Frekuensi Jangkar yang dijatuhkan Frekuensi ini meliputi kapal-kapal yang seharusnya menjangkarkan kapalnya pada zona tertentu tapi tidak dilakukan. Terdapat satu zona penjangkaran pada jalur pipa studi. Zona penjangkaran ini diperluhatkan pada Gambar 4.8. Kondisi dari zona penjangkaran dengan jalur pipa studi adalah bersilangan. Lokasi zona ini adalah di selatan dari Pulau Panjang. Gambar 3.8 Area Penjangkaran Dekat Teluk Cilegon Kapal-kapal besar yang melalui Teluk Cilegon memiliki alur pelayaran yang dekat dengan Pulau Panjang utara dan Pulau Tunda, dimana lokasi tersebut 85

26 adalah perairan dalam. Alur pelayaran yang biasa untuk kapal kecil sampai sedang (khususnya kapal nelayan) memotong rute Jalur Pipa Transmisi SSWJ II PHASE 1 di Labuhan Maringgai dan di Teluk Cilegon (lihat Gambar 3.9 dan Gambar 3.10). Gambar 3.9 Area Nelayan dan Lalu Lintas Kapal di Labuhan Maringgai 86

27 Gambar 3.10 Daerah nelayan dan lalu lintas kapal di Teluk Cilegon Asumsi dasar yang digunakan untuk PoF dari jangkar jatuh yaitu: Kecepatan kapal di Labuhan Maringgai, perairan terbuka (Zona I-II) = 12 knots. Kecepatan kapal di Teluk Cilegon, dekat perairan terbuka (Zona III) = 20 knots. Kecepatan kapal di Teluk Cilegon (Zona IV) = 12 knots. Kemungkinan kapal menyimpang dari jalur pelayaran di perairan terbuka (Zona I-II) = 75%. Kemungkinan kapal menyimpang dari jalur pelayaran di Teluk Cilegon (Zona I-IV) = 15%. Kapal-kapal menggunakan jangkar standard Stockless Kapal-kapal besar seperti tangker hanya menjangkar di tempat yang diijinkan. Kapal tersebut bersandar pada jetti/pelabuhan industri ditambat, tapi tidak dijangkar. 87

28 Tabel 3.6 Environmental Load 100 yrs Zone KP Range Wall Steel Thickness Grade (mm) Concrete Coating (mm) Hs (m) Steady Current (U) (m/s) @Surface I Idem Max WD (m) II Idem III Idem IV Idem V Idem VI Idem VII Idem VIII Idem IX Idem X Idem XI Idem ; 14.8 average 24.75; average 32; average 32; average 70; average 70; average 70; average Anchor Weights All All All All All All All 79

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penilaian resiko dilakukan pada tiap zona yang sudah dispesifikasikan. Peta resiko menggunakan sistem skoring yang diperkenalkan oleh W Kent Muhlbauer dengan bukunya yang berjudul

Lebih terperinci

Tugas Akhir (MO )

Tugas Akhir (MO ) Company Logo Tugas Akhir (MO 091336) Aplikasi Metode Pipeline Integrity Management System pada Pipa Bawah Laut Maxi Yoel Renda 4306.100.019 Dosen Pembimbing : 1. Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D. 2. Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Mohammad Iqbal 1 dan Muslim Muin, Ph. D 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menejemen Resiko Manajemen resiko adalah suatu proses komprehensif untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan resiko yang ada dalam suatu kegiatan. Resiko

Lebih terperinci

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 ANALISA RISIKO TERHADAP PIPA GAS BAWAH LAUT KODECO AKIBAT SCOURING SEDIMEN DASAR LAUT OLEH : REZHA RUBBYANTO 4306.100.026 DOSEN PEMBIMBING : 1. Dr. Ir. Wahyudi, M. Sc

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG BAB

1.1 LATAR BELAKANG BAB BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Sebagian besar dari wilayah kepulauan Indonesia memiliki banyak cadangan minyak bumi dan

Lebih terperinci

> A BC <10-5

> A BC <10-5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Pipa Offshore Berdasarkan risk assessment yang telah dilakukan pada pipa gas offshore milik PT. Pertamina Hulu Energi-West Madura Offshore, maka dapat diambil

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR (LK 1347)

PROPOSAL TUGAS AKHIR (LK 1347) PROPOSAL TUGAS AKHIR (LK 1347) Fm : 01 I. RINGKASAN 1. PENGUSUL a. Nama : Kusuma Satya Perdana b. NRP : 4103 100 031 c. Semester / Tahun Ajaran : Genap, 2008 / 2009 d. Semester yg ditempuh : 12 (Dua Belas)

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE Nur Khusnul Hapsari 1 dan Rildova 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

PENILAIAN RESIKO TERHADAP PIPA BAWAH LAUT DENGAN SISTEM SKORING

PENILAIAN RESIKO TERHADAP PIPA BAWAH LAUT DENGAN SISTEM SKORING PENILAIAN RESIKO TERHADAP PIPA BAWAH LAUT DENGAN SISTEM SKORING TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh Pison Tulus Tua NIM 155 02 004 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Muhammad

Muhammad Oleh: Muhammad 707 100 058 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pembimbing: Ir. Muchtar Karokaro M.Sc Sutarsis ST, M.Sc Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (MO ) Oleh Muhammad Catur Nugraha

Sidang Tugas Akhir (MO ) Oleh Muhammad Catur Nugraha Sidang Tugas Akhir (MO 091336) Oleh Muhammad Catur Nugraha 4308 100 065 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Judul Tugas Akhir Analisa Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan proyek-proyek yang sudah ada dengan alasan:

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan proyek-proyek yang sudah ada dengan alasan: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki cadangan gas alam yang melimpah. Akan tetapi sampai saat ini Indonesia masih menjadi negara importir gas dari negara lain. Hal

Lebih terperinci

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION Bab 4 RISK BASED UNDERWATER INSPECTION 4.1 Pendahuluan Dalam laporan tugas akhir ini area platform yang ditinjau berada di daerah laut jawa dimana pada area ini memiliki 211 platform yang diantaranya terdapat

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN LOKASI STUDI PERUMUSAN MASALAH Diperlukannya dermaga umum Makasar untuk memperlancar jalur transportasi laut antar pulau Diperlukannya dermga

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH 4.1. Sistem Perpipaan 4.1.1. Lokasi Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dianalisis sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan milik Conoco

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF

Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF Analisis Risiko Pemuatan LNG Pada FSRU Dan Jalur Pipa Gas Menuju ORF I Made Bayu Sukma Firmanjaya, Ketut Buda Artana, A.A.B Dinariyana DP Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

BAB IV PENILAIAN RESIKO SISTEM SKORING PADA STUDI KASUS

BAB IV PENILAIAN RESIKO SISTEM SKORING PADA STUDI KASUS BAB IV PENILAIAN RESIKO SISTEM SKORING PADA STUDI KASUS 4.1 Umum Pemasangan pipa transmisi gas yang akan terpasang sepanjang kurang lebih 105 km ini akan membentang dari Sumatera bagian Selatan sampai

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korosi merupakan salah satu masalah utama dalam dunia industri. Tentunya karena korosi menyebabkan kegagalan pada material yang berujung pada kerusakan pada peralatan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Offshore Pipeline merupakan pipa sangat panjang yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida (cair atau gas) antar bangunan anjungan lepas pantai ataupun dari bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Separator minyak dan pipa-pipa pendukungnya memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu proses pengilangan minyak. Separator berfungsi memisahkan zat-zat termasuk

Lebih terperinci

PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK

PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK J. Math. and Its Appl. E-ISSN: 2579-8936 P-ISSN: 1829-605X Vol. 14, No. 1, Mei 2017, 61 71 PENILAIAN RISIKO PIPA BAWAH LAUT OLEH FAKTOR KAPAL MENGGUNAKAN PENDEKATAN BAYESIAN NETWORK Firda Puspita Devi

Lebih terperinci

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( )

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( ) SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI Arif Rahman H (4305 100 064) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc 2. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Materi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah lautannya sebesar 2/3 (dua per tiga) dari luas wilayah Indonesia.wilayah laut Indonesia mengandung potensipotensi

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Analisis Risk (Resiko) dan Risk Assessment Risk (resiko) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia. Sebagai contoh apabila seseorang ingin melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM BAB IV ANALISIS 4.1 INDENTIFIKASI SISTEM. 4.1.1 Identifikasi Pipa Pipa gas merupakan pipa baja API 5L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28 % [15]. Pipa

Lebih terperinci

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto IDENTIFIKASI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FTA PADA DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS PERTAMAX DAN PREMIUM (STUDI KASUS : PT. PERTAMINA (PERSERO) UPMS V SURABAYA) Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Bungus yang luasnya ± 17 km 2 atau 1383,86 Ha berada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kecamatan ini merupakan kecamatan pesisir di wilayah selatan Kota Padang

Lebih terperinci

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 Analisa Resiko pada Reducer Pipeline Akibat Internal Corrosion dengan Metode RBI (Risk Based Inspection) Oleh: Zulfikar A. H. Lubis 4305 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gas alam adalah bahan bakar fosil bentuk gas yang sebagian besar terdiri dari metana (CH4). Pada umumnya tempat penghasil gas alam berlokasi jauh dari daerah dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah (Bambang Triatmojo, Teknik Pantai ). Garis

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581 SIDANG TUGAS AKHIR - RL 1585 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi dan distribusi gas bumi, suatu perusahaan penyedia infrastruktur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa? PENDAHULUAN Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda kedalaman dan ukurannya Jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi pipa. Dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT Aninda Miftahdhiyar 1) dan Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Permasalahan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi dan distribusi gas bumi, penggunaan jaringan pipa merupakan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa melalui sarana laut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa melalui sarana laut. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pelabuhan Bakauheni Pelabuhan Bakauheni adalah pelabuhan yang terletak di kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan. Pelabuhan Bakauheni menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil yang terdiri atas gas dan minyak bumi masih menjadi kebutuhan pokok yang belum tergantikan sebagai sumber energi dalam semua industri proses. Seiring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selat Madura merupakan jalur pelayaran paling padat di wilayah Indonesia timur. Tahun 2010 lalu alur selat Madura dilintasi 30.000 kapal per tahun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI 125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI NO NOMOR SNI J U D U L KETERANGAN 1. SNI 07-0728-1989 Pipa-pipa baja pengujian tekanan tinggi untuk saluran pada industri minyak dan

Lebih terperinci

Analisa Resiko pada Mooring Line Point Mooring) Akibat Beban Kelelahan

Analisa Resiko pada Mooring Line Point Mooring) Akibat Beban Kelelahan Tugas Akhir Analisa Resiko pada Mooring Line SPM (Single( Point Mooring) Akibat Beban Kelelahan Oleh : Henny Triastuti Kusumawardhani (4306100018) Dosen Pembimbing : 1. Prof. Ir. Daniel M.Rosyid,Ph.D 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rekayasa industri lepas pantai, peranan survei hidrografi sangat penting, baik dalam tahap perencanaan, tahap konstruksi maupun dalam tahap eksplorasi, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara

Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara ISSN: 2548-1509 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016 Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara Witono Hardi 1*, Tri Suyono 2 1 Program

Lebih terperinci

Analisa Risiko Proses Pengapungan Kembali pada Kapal Tenggelam di Perairan Tanjung Perak

Analisa Risiko Proses Pengapungan Kembali pada Kapal Tenggelam di Perairan Tanjung Perak JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) G 47 Analisa Proses Pengapungan Kembali pada Kapal Tenggelam di Perairan Tanjung Perak Muhammad Wildan Firdaus dan Heri Supomo Departemen

Lebih terperinci

ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU

ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 14, Nomor 1, Januari - Juni 2016 ANALISA PERAWATAN BERBASIS RESIKO PADA SISTEM PELUMAS KM. LAMBELU Zulkifli A. Yusuf Dosen Program Studi Teknik Sistem

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi Disampaikan Oleh : Habiby Zainul Muttaqin 3110100142 Dosen Pembimbing : Ir. Dyah Iriani W, M.Sc Ir. Fuddoly,

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem Transportasi nasional memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional. Besarnya jumlah penduduk Indonesia menjadikan kebutuhan akan sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya dimensi militer dan terangkatnya dimensi ekonomi. Dua gejala penting yang dapat langsung dirasakan

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kontak terhadap bahaya menjadi lebih dekat. kegagalan dalam transportasi dan penyimpanan diantaranya kecelakaan truk yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kontak terhadap bahaya menjadi lebih dekat. kegagalan dalam transportasi dan penyimpanan diantaranya kecelakaan truk yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan pengiriman barang seperti barang komiditi, bahan kimia dan bahan berbahaya merupakan salah satu faktor pendukung perekonomian suatu negara. Transportasi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS 52 BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Umum Pipa Kondisi umum pipa penyalur gas milik Salamander Energy yang digunakan sebagai studi kasus analisis resiko adalah sebagai berikut: Pipa penyalur ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah penduduk lebih

Lebih terperinci

Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy

Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy di Industri Kapal Andri Kurniawan 1, Mardi Santoso 2, Mey Rohma Dhani 1 1 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2. Tujuan... 1.3. Kerangka Pikir Studi... BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 2.1. Perencanaan Lanskap... 2.2. Gempa Bumi...

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan / maritim, peranan pelayaran adalah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanan / keamanan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pipa penyalur (pipeline) merupakan sarana yang banyak digunakan untuk mentransmisikan fluida pada industri minyak dan gas (migas). Penggunaannya cukup beragam, antara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 OLEH : DHIMAS AKBAR DANAPARAMITA / 3108100091 DOSEN PEMBIMBING : IR. FUDDOLY M.SC. CAHYA BUANA ST.,MT. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

LOGO PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE

LOGO PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE DIAN FEBRIAN 4309 100 034 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Aga Audi Permana 1*, Eko Julianto 2, Adi Wirawan Husodo 3 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan salah satu perusahaan dibawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transportasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah perairan dan lautan. Banyak aktifitas yang dilakukan dengan mengandalkan perhubungan melalui

Lebih terperinci

PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN

PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN Ahmad Syafiul Mujahid 1), Ketut Buda Artana 2, dan Kriyo Sambodo 2) 1) Jurusan Teknik Sistem dan Pengendalian

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Proses Layanan Bisnis. B. Transportasi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Proses Layanan Bisnis. B. Transportasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Layanan Bisnis Pada umumnya proses layanan bisnis yang digunakan setiap perusahaan jasa penyewaan kapal untuk mendistribusikan barang adalah perusahaan tersebut mengikuti

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

ALTERNATIF PENGAMANAN DAN KAJIAN RESIKO. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 7

ALTERNATIF PENGAMANAN DAN KAJIAN RESIKO. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 7 Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Bab 7 ALTERNATIF PENGAMANAN DAN KAJIAN RESIKO Bab 7 ALTERNATIF PENGAMANAN DAN KAJIAN RESIKO Desain Pengamanan

Lebih terperinci

Bottom-Up Construction pada Gedung 48 Lantai dengan 5 Besmen Plaza Indonesia II Jakarta

Bottom-Up Construction pada Gedung 48 Lantai dengan 5 Besmen Plaza Indonesia II Jakarta Bottom-Up Construction pada Gedung 48 Lantai dengan 5 Besmen Plaza Indonesia II Jakarta Ir. Davy Sukamta IP Utama HAKI PENDAHULUAN Proyek Plaza Indonesia II adalah extension dari kompleks Plaza Indonesia

Lebih terperinci

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss...

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN TUGAS SARJANA...ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....iii HALAMAN PENGESAHAN.... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.....v HALAMAN PERSEMBAHAN....vi ABSTRAK...

Lebih terperinci

APLIKASI FORMAL SAFETY ASSESSMENT (FSA) UNTUK PENILAIAN RISIKO KECELAKAAN PADA HELIPAD FSO: STUDI KASUS FSO KAKAP NATUNA

APLIKASI FORMAL SAFETY ASSESSMENT (FSA) UNTUK PENILAIAN RISIKO KECELAKAAN PADA HELIPAD FSO: STUDI KASUS FSO KAKAP NATUNA APLIKASI FORMAL SAFETY ASSESSMENT (FSA) UNTUK PENILAIAN RISIKO KECELAKAAN PADA HELIPAD FSO: STUDI KASUS FSO KAKAP NATUNA JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bersama untuk meningkatkan kinerja perekonomian. nasional, sektor industri kimia tetap menjadi salah satu tumpuan dan

I. PENDAHULUAN. bersama untuk meningkatkan kinerja perekonomian. nasional, sektor industri kimia tetap menjadi salah satu tumpuan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya bersama untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional, sektor industri kimia tetap menjadi salah satu tumpuan dan harapan. Peluang yang cukup baik dalam

Lebih terperinci

Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581

Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581 MESIN, Vol. 25, No. 1, 2016, 18-28 18 Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581 Gunawan Dwi Haryadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan konstruksi merupakan kegiatan yang kompleks yang melibatkan pekerja, alat dan bahan dalam jumlah besar. Proyek mempunyai karakterisitik sebagai kegiatan yang

Lebih terperinci

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik.

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik. Analisa Scouring Pipa Bawah Laut Kodeco Jalur Poleng-Gresik Dengan Variasi Tipe Tanah (Adi Nugroho 1), Wahyudi 2), Suntoyo 3) ) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan, FTK ITS Jurusan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

BAB III METODE & DATA PENELITIAN

BAB III METODE & DATA PENELITIAN BAB III METODE & DATA PENELITIAN 3.1 Distribusi Jaringan Tegangan Rendah Pada dasarnya memilih kontruksi jaringan diharapkan memiliki harga yang efisien dan handal. Distribusi jaringan tegangan rendah

Lebih terperinci

Non Destructive Testing

Non Destructive Testing Prinsip dan Metode dari NDT dan Risk Based Inspeksi Non Destructive Testing Pengujian tak merusak (NDT) adalah aktivitas pengujian atau inspeksi terhadap suatu benda/material untuk mengetahui adanya cacat,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci