BAB IV ANALISIS DESKRIPTIF KEBERHASILAN NEGARA INDUSTRI BARU BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI DI ASIA TENGGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DESKRIPTIF KEBERHASILAN NEGARA INDUSTRI BARU BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI DI ASIA TENGGARA"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DESKRIPTIF KEBERHASILAN NEGARA INDUSTRI BARU BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI DI ASIA TENGGARA IV.1. Peran Negara Sentral Terhadap Negara Industri Baru (NICs) Mengutip pendapat Raoul Prebisch seorang ekonom politik internasional Argentina dari Economic Commision for Latin America (ECLA) yang mengatakan bahwa : Negara negara yang sedang mengejar pembangunan industrialisasinya dengan negara maju sebaiknya melakukan pembangunan industrialisasinya pada sektor substitusi impor yaitu dengan melaksanakan pemenuhan kebutuhan domestik tanpa harus mengandalkan impor 70 namun ternyata pendapat yang cukup terkenal ini pada akhirnya harus dinegasikan oleh negara-negara industri baru (NICs) di Asia Timur seperti: Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong dan Singapura. Di pelopori oleh Jepang yang berpendapat bahwa pembangunan yang lebih baik adalah pembangunan yang bersifat mempersiapkan industruri yang berorientasi ekspor (outward looking) karena apabila hanya mengandalkan konsep substitusi impor hanya akan mendatangkan permasalahan baru yaitu quota dan halangan tarif. Berangkat dari paradigma tersebut akhirnya Jepang memulai melakukan pembangunanya dengan melakukan kombinasi dua strategi yaitu : 1. Melakukan pembenahan kepada panduan administratif (administrative guidance). 70 Ankie Hoogvelt, 1997.op.cit. hal

2 2. Melakukan pembenahan kepada panduan industrialisasi ( industrialization guidance). Dasar alasannya sederhana, yaitu bila industrialisasi tidak didampingi oleh perbaikan kemampuan kapasitas administrasi dan institusionalisme yang baik dan transparan maka akan dipastikan rapuh. Di dalam perjalanannya Jepang melakukan misi kolonialisme ke kawasan Asia Timur dengan menduduki Taiwan dan Korea Selatan guna memenuhi kebutuhan industri dasar dan sekunder dari proses industrialisasinya sehingga menjadi negara maju yang meng-global dengan berbagai produk nasionalnya sehingga disebut sebagai negara sentral. Sedangkan Taiwan dan Korea Selatan diperlakukan sebagai negara yang dieksploitasi untuk memasok kebutuhan industrialisasi Jepang atau disebut dengan negara pinggiran. Karena hubangan antara negara sentral dengan negara pinggiran itulah maka Taiwan dan Korea Selatan pun banyak terinspirasi meniru Jepang dalam melakukan model pembangunan ekonominya. Walaupun tidak jarang pula karena sifat sentimen sebagai negara terjajah menolak akan warisan konsep dan budi baik Jepang sebagai negara penjajah. Akan tetapi fenomena yang harus diakui bersama adalah kini Taiwan dan Korea Selatan telah berhasil sejajar dengan negara sentralnya di Asia Timur dengan kapitalisasi ekonomi dan rangkaian produk hasil industrinya yang sejajar dengan negara sentral bahkan mengunggulinya. Tahapan besar tersebut di atas jelas merupakan benang merah dari hakekat tujuan teori internasional dependensi yaitu dalam entitas sebuah bangsa pinggiran memerlukan interdependensi dengan tatanan institusi internasional (sekalipun dengan negara sentral) seperti : pemilihan kebijakan yang memihak kepentingan negara, peran institusi dan kemauan politik dari kepemimpinan yang kuat, kriteria tersebut di operasionalisasikan oleh Taiwan dan Korea Selatan melalui melalui tahapan penting yang oleh Theotonio Dos Santos dikategorisasikan ke dalam tiga tahapan penting : 70

3 Pertama, tahapan kolonial, dimana Taiwan dan Korea Selatan diekspoitasi pada produk agro industri dan peralatan perang untuk kepentingan industri dan misi ekspansif negara sentral Jepang Kedua, tahapan kapital, sosial dan politik dimana negara sentral Jepang mulai menyadari bahwa eksploitasi negara pinggiran (Taiwan dan Korea Selatan) tidak bisa maksimal bila diperlakukan secara eksploitasi pasip dari sisi sumber daya alam saja tetapi harus dijadikan mitra sejajar yang memiliki hak untuk saling memacu untuk menjadi negara maju. Gambaran umum tentang tahapan ini selaras dengan konsep negara pembangunan yang menekankan kepada lima elemen kunci yaitu pola kepemimpinan yang kuat, hubungan antara sektor publik dengan pihak swasta, adanya investasi langsung (FDI:Foreign Direct Investment), adanya payung keamanan dari Amerika Serikat dan Jepang dan penundaan masa kegembiraan (Deferred Gratification) yaitu dengan digelorakannya Martial Law di Korea Selatan dan Emergency Degree di Taiwan, oleh para pemimpin sentralnya 71. Pada tahap ini terjadi tahapan kompromi kepentingan antara kepentingan negara pinggiran dan kepentingan negara sentral, yang pada akhirnya dimulailah tahapan-tahapan pembangunan negara pinggiran melalui aliansi internasional sehingga melahirkan pembagian tata kelola kerja internasional (International Division of Labour) berupa : 1. Investasi melalui paket investasi langsung modal asing (FDI:Foreign Direct Investment) yang dikucurkan untuk pembangunan ekonomi Taiwan dan Korea Selatan. Kebijakan ini dilakukan dengan perhitungan kalkulasi bisnis berupa : - Industrialisasi di dalam negeri Jepang akan mengakibatkan biaya tinggi karena mahalnya lahan sebagai dampak dari terbatasnya tanah, mahalnya biaya buruh, terbatasnya distribusi barang, serta mahalnya biaya transportasi untuk mencapai pasar. 71 Syamsul Hadi, 2005.Strategi Pembangunan Mahatir dan Soeharto:Politik Industrialisasi dan Modal Jepang di Malaysia dan Indonesia.hal.34. Jakarta:Pelangi Cendikia 71

4 - Tingkatan industri yang ada di dalam negeri Jepang sudah harus diperbaharui dengan teknologi yang lebih maju, untuk itu mesin lama yang masih memiliki nilai ekonomis harus direlokasi ke negara pinggiran. - Negera sentral Jepang akan fokus kepada industri yang lebih modern sehingga industri yang ada harus direlokasi ke negara pinggiran. 2. Penataan sistem moneter melalui : - kebijakan sistem nilai tukar mata uang. - pembentukan pasar modal, pasar sekunder serta intensifikasi pasar uang dengan membentuk pasar uang resmi dengan tujuan agar dapat memantau pergerakan tingkat bunga dan menjembatani penyaluran dana-dana pasar uang swasta yang tidak terorganisir kepada pihak swasta secara berlebihan serta diberlakukannya liberalisasi tingkat bunga. 3. Peningkatan kemampuan administrasi dan sumberdaya manusia: Bekerja sama dengan negara pinggiran (Taiwan dan Korea Selatan) sebagai negara terjajah untuk mendirikan berbagai pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan industri. Sehingga Taiwan dan Korea Selatan berhasil meningkatkan perbaikan kualitas tenaga kerjanya dibarengi dengan pembenahan pelayanan industri yang terintegrasi. 4. Penataan kepastian dan supremasi hukum. Belum adanaya kerangka dan institusi penegakan hukum berdampak pada ketidaktertiban penyelenggaraan bernegara mengakibatkan terganggunya pembangunan ekonomi, untuk itu diterapkan hukumhukum produk kolonial. 72

5 Ketiga, ketergantungan teknologi industri : Terdapat perbedaan antara Taiwan dan Korea Selatan di dalam melakukan strategi industrialisasinya sehingga dapat mengejar kesetaraan dengan negara sentral. Taiwan memilih menerapkan pola perubahan struktur industrinya dimana setelah dipercaya sebagai pemasok gula dan beras untuk negara sentral Jepang, Taiwan juga melakukan berbagai peningkatan industri pertanian melalui konsep Three Pin dari mulai peningkatan kualitas (pinzi) produk,diversifikasi varitas (zhongpin) produk hingga memperkuat merek (pinpai) produk agro-bisnis, setelah memiliki kecukupan dalam ketahanan pangan maka starategi berikutnya ditujukan untuk pencapaian laju pertumbuhan berkelanjutan yang bertumpu pada industri yang berorientasi ekspor (export-led growth) melalui peningkatan produksi bahan baku termasuk transformasi ke industri teknologi padat modal seperti industri tekstil, petro kimia, teknologi informasi, permesinan hingga alat elektronik yang kesemuanya itu dibangun melalui konsep penguatan industri skala kecil dan menengah sehingga dominasinya telah menjadikan sebagai backbone pembangunan ekonomi Taiwan, kondisi ini yang membedakan dengan negara maju lainnya yang lebih banyak menggantungkan pembangunan ekonominya kepada industri konglomerat. Kemudian selain intervensi langsung ke pasar modal dan perdagangan luar negeri Taiwan juga melakukan kemudahan untuk investasi industri teknologi maju seperti dibangunnya kawasan industri yang menggunakan teknologi tinggi (science based industrial park). Hasilnya kini Taiwan menjadi negara pemasok terbesar dibidang teknologi informasi global mengalahkan Jepang sekalipun. Sedangkan Korea Selatan lebih memilih untuk memulai kebijakan industrialisasinya yang menitik beratkan kepada pola pengembangan industri berat yang digerakan oleh perusahaan konglomerasi (Chaebol) seperti: industri besi dan baja, Petrokimia, industri perkapalan dan otomotif. pemerintah berperan sebagai fasilitator dengan kebijakan yang memihak kepentingan pelaku indusri seperti diberikannya kredit dengan suku bunga rendah, memperkuat intervensi langsung pemerintah melalui pendirian badan usaha milik negara (BUMN), menerapkan pengendalian atas impor serta pembebasan tarif atas beberapa jenis produk. Hasilnya kini Korea Selatan memiliki industri mobil terbesar ke 73

6 enam di dunia dengan produksi 3 juta 72 kendaraan setiap tahunnya diproduksi oleh Hyundai dan KIA, terbesar ketiga dalam industri besi dan baja diproduksi oleh POSCO, teratas dalam industri LCD display dan semikonduktor diproduksi oleh Samsung dan LG 73. Yang dimaksud dengan negara sentral dari Taiwan dan Korea Selatan adalah Jepang dan Amerika dimana secara historis banyak melakukan eksploitasi sumber daya. Untuk kasus Jepang, berawal dari pasca Eropa Barat dan Amerika melakukan industrialisasinya, Jepang dapat dikategorikan sebagai negara besar terakhir yang melakukan transformasi industri, akan tetapi untuk kawasa Asia Timur Jepang merupakan negara pertama yang paling berhasil dalam proses transformasi industrinya. Menurut Kazushi dan Rossovsky mengkategorikan bahwa negara negara Asia Timur yang mulai melakukan industrialisasinya pada dasawarsa 1950-an an merupakan negara yang lambat memulai karenanya negara tersebut mengikuti pola industrialisasinya meniru alur yang diterapkan Jepang. Pendapat lain yang menguatkan bahwa untuk menganalisa keberhasilan pembangunan ekonomi di negara industri baru (NICs) tidak bisa terlepas dari faktor Jepang sebagai negara sentral adalah adanya konsep formasi angsa terbang (Flying Geese Formation) yaitu negara industri baru (NICs) di Asia Timur menjalankan pembangunan ekonominya mengikuti pola Jepang sebagai negara sentral yang berada di garis depan industri kapitalis dan dengan berkelompok akan memiliki efek lebih kuat dan ringan dalam mempercepat pembangunan ekonominya dalam mengaruhi langit globalisasi. Karakteristik angsa terbang tersebut kemudian muncul juga di dalam proses pembangunan ekonomi pada negara-negara industri baru (NICs) di Asia Timur dalam lingkup yang lebih kecil yaitu melibatkan negara-negara dia Asia Tenggara untuk dijadikan jaringan pemasok kebutuhan industrinya. Korelasi Jepang sebagai negara sentral dengan Taiwan dan Korea Selatan sebagai negara pinggiran ini sebenarnya bisa dilihat dari kontribusi 72 Korean Overseas Information Service, Fakta Tentang Korea 73 Diakses tanggal 11 Mei 2008 pukul 10:45. 74

7 pembangunan ekonomi yang diraih Taiwan dan Korea Selatan yang sangat dominan oleh faktor Jepang, akan tetapi karena sifat khas yang dimiliki negara bekas jajahan terhadap negara bekas penjajah menimbulkan dua sisi mata uang yaitu, pertama ingin belajar dari pengalaman Jepang, sisi lainnya Taiwan dan Korea Selatan menganggap pengalaman Jepang tidak terlalu penting bagi pertumbuhan ekonominya selama ini, persepsi ini terbentuk sebagai bagian dari rivalitas proses industrialisasi. IV.2. Taiwan dan Korea Selatan : Keberhasilan Pembangunan Ekonomi yang telah Teruji. Tolak ukur yang lazim dipakai untuk menguji sebuah keberhasilan apabila ia mampu bertahan atau keluar dari tahap ujian, begitupun dengan keberhasilan Taiwan dan Korea Selatan dapat diukur dari resistensinya terhadap peristiwa krisis keuangan pada tahun 1997, resistensi Taiwan terhadap krisis banyak disebabkan oleh kombinasi antara pola kekuatan ekonomi yang menyebar merata kepada sektor riil yang dikendalikan oleh kelompok usaha kecil dan menengah yang dimiliki oleh masyarakat serta diuntungkan dengan mayoritas hasil manufaktur yang rata-rata berorientasi ekspor dengan menggunakan pembayaran mata uang dollar Amerika serta dinamisnya kultur bisnis yang didukung oleh ketahanan kapital, keduanya terkombinasi dengan kuat menahan berbagai goncangan luar. 74 Sedangkan Korea Selatan, paska krisis justru mampu melakukan tata ulang industrinya kepada pola pembangunan ekonomi yang berbasis kepada ilmu pengetahuan dan didukung seluruh potensi masyarakatnya. 74 Mure Dickie,1999. Still Burning Bright (artikel majalah Taiwan Review. hal.28.) 75

8 krisis 75 : Data tabel berikut ini bisa dipakai sebagai ukuran resistensi terhadap Tabel IV.1 Pertumbuhan GDP riil pada negara tertentu di Asia setelah krisis Pertumbuhan GDP riil (persen) Negara Indonesia Korea Selatan Malaysia Thailand Pemulihan Spektakuler Sumber : World Development Indicator, 2003; World Economic Outlook April Stanley Fischer, (Vice Chairman,Citigroup), A Development Strategy for Asian Economics: Korean Perspective. Paper seminar pada Korean Seminar of the 37 th Annual Meeting of the Asian Development Bank, Korea, May

9 Cepatnya pemulihan ekonomi tersebut banyak dipengaruhi oleh kuatnya peran kepemimpinan dalam melakukan mobilisasi seluruh kekuatan Korean Society dan kemampuan meyakinkan lembaga donor keuangan internasional (IMF) untuk percaya dengan kapasitas administratif yang ada sehingga mau memberi bantuan secara tunai dalam satu kali gelombang pembayaran sehingga berdampak besar terhadap percepatan proses pemulihan dan kepercayaan publik internasional. Ketahanan stabilitas ekonomi-politik berikutnya, dibuktian terhadap terjadinya gejolak krisis minyak dunia pada tahun serta keberhasilan proses transformasi dari tahap industrialisasi substitusi Impor (inward looking) beralih menjadi industrialisasi berorientasi ekspor (outward looking) 76. IV.3. Strategi Memaksimalkan Peran Modal Asing Untuk menjelaskan adanya proses perubahan tuntutan dari tahapan negara pinggiran berubah menjadi negara sentral yang melahirkan pola pembagian tata kelola kerja internasional baru (new internasotional division of labour) yang dikembangkan menjadi world system theory oleh Imanuel Wallerstein maka dapat dilihat pada uraian atas kebijakan awal yang dilakukan oleh Taiwan dengan melakukan pencukupan kebutuhan primer dan kemudian pemenuhan kebutuhan sekunder melalui kebijakan substitusi impor secara alamiah. Bersamaan dengan tahapan ini pada dasawarsa 1950-an Taiwan menerima bantuan sebesar 90 juta dollar US, Korea Selatan menerima sebesar 200 juta dollar US. Meskipun volume bantuan luar negeri bagi upaya menunjang anggaran belanja itu sangat besar, namun negara-negara donor hampir tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan ekonomi domestik di negara-negara yang dibantunya. Dalam hal ini pemerintah Amerika Serikat sebagai pemberi modal khawatir dituduh melakukan intervensi kolonial yang berlebihan maka dibuatkan kebijakan untuk membuat panitia bersama bagi rekonstruksi wilayah pedesaan Taiwan atau (JCCR: Joint Commission on Rural Reconstruction) melibatkan staff dari Amerika Serikat dan Taiwan berupaya mengimbangi 76 Robert A. Scalapino, Seizabaro Sato & Jusuf Wanandi, op.cit.hal

10 dampak dari laju sektor industri dan wilayah perkotaan melalui perbaikan produktivitas sektor pertanian 77. Bantuan luar negeri yang sifatnya menunjang anggaran belanja dapat mengurangi tekanan bagi upaya mengubah kebijakan fiskal, keuangan dan moneter. Dampak lainnya adalah dapat meningkatkan kecendrungan bagi sektor pemerintah untuk melakukan intervensi di sektor swasta dalam perekonomian, selain itu pemerintah juga dapat mempekerjakan sejumlah besar pegawai negeri hal ini sebagai bukti yang mencerminkan bahwa adanya kecendrungan yang semakin melekat kepada ideologi pembangunan dan munculnya kekuatan yang tidak hanya pembangunan ekonomi tetapi juga sumber perlindungan politik baru. Tahapan kedua dari arus bantuan luar negeri Amerika Serikat terjadi pada tahun akhir dasawarsa 1950-an pada saat itu di Amerika Serikat sedang terjadi persepsi yang mengkritisi ketidakefisienan bantuan luar negeri yang telah disalurkan oleh Amerika Serikat. Seiring dengan kebijakan IMF memperluas fasilitas kreditnya kepada negara berkembang, negara-negara Asia Timur menjadi pelopor dalam penggunaan sumber dana lunak multilateral dari negara maju, artinya bahwa negara-negara berkembang berani membayar harga persyaratan yang telah ditetapkan karena para kreditor multilateral dan sebaliknya para petinggi kreditor multilateral berhasil meyakinkan para teknokrat di negara penerima modal. Situasi yang seperti itu merupakan gambaran dari adanya tarik menarik kepentingan antara pemilik modal dengan negara penerima donor. Situasi saling tarik menarik kepentingan ini sebenarnya sudah lama terjadi semenjak munculnya peran Jepang sebagai negara sentral sejak tahun , ditinjau dari historis lamanya masa kolonial Jepang tentunya banyak memberikan dampak baik dari sisi ekonomi, kurikulum pendidikan hingga budaya. Dari sisi ekonomi wilayah Taiwan telah dijadikan pemasok utama dari kebutuhan gula dan beras Jepang begitupun dengan fase industrialisasi di 77 Helen Huges, 1992.op.cit.hal

11 Taiwan seperti tekstil, bahan kimia dan permesinan 90 persen hasil produksinya diserap oleh pasar Jepang. Dengan demikian Jepang telah menempatkan Taiwan sebagai negara pinggiran yang memasok kebutuhan negara sentral. Kebijakan interen Jepang dalam menduduki Taiwan yaitu Jepang hanya fokus kepada pembangunan sektor industri manufaktur dan militer tetapi tidak ikut campur dalam tata kelola sektor pertanian. Sebagai negara kolonial, dalam hal kebijakan perdagangan luar negeri, Jepang telah memberikan tarif yang sangat tinggi dengan negara lain bila hendak melakukan perdagangan dengan Taiwan. Dengan demikian Taiwan tidak mempunyai pilihan kecuali mengadakan perdagangan dengan Jepang. Selama transaksi perdagangan berlangsung, telah terjadi ketidak seimbangan neraca perdagangan dimana pada tahun 1990-an saja Taiwan mengalami defisit sebesar 6,9 milyar dollar AS, yang diakibatkan oleh adanya kelesuan pasar saham dan stagnan-nya pertumbuhan ekspor. Untuk itu pemerintah Taiwan mengadakan beberapa kebijakan seperti : Dikenakannya produk tinggi terhadap masuknya produk Jepang. Adanya larangan meng-impor produk Jepang selama masih adanya alternatif produk lain, kebijakan ini merupakan bentuk dari program penggunaan produk dalam negeri. Diputuskannya beberapa hubungan bisnis dengan importir Jepang di sektor komunikasi dan peralatan kantor. IV.4. Strategi Proses Transformasi Industri pada NICs Keberhasilan transformasi industri dari kebijakan substitusi impor (inwardlooking) menjadi berorientasi ekspor (outward-looking) juga tidak bisa dilepaskan dari tahapan alamiah yang dilakukan Taiwan seperti yang diklasifikasikan oleh Michael P Todaro yang mengkategorisasikan lebih detail tentang kebijakan strategi perdagangan internasional kedalam empat kategori 78 : 78 Michael P Todaro, op.cit. hal

12 1. Kebijakan Outward-looking Primer yaitu mendorong ekspor terhadap bahan mentah dan produk agri-kultur. 2. Kebijakan Outward-looking Sekunder yaitu melakukan kegiatan ekspor komoditas hasil manufaktur. 3. Kebijakan Inward-looking Primer yaitu prioritas mencukupi kebutuhan agrikultur sendiri. 4. Kebijakan Inward-looking Sekunder yaitu mencukupi kebutuhan atas komoditas manufaktur melalui substitusi impor. Maka berdasarkan kategorisasi tersebut, tahapan yang dilakukan Taiwan hingga menjadi negara industri baru adalah, tangga tahapan akhir yang dialami Taiwan hari ini adalah tahapan kebijakan outward-looking sekunder yang terlebih dahulu secara alamiah telah melakukan tahapan kebijakan ber-orientasi ekspor (outward-looking) primer kemudian kedua tahapan tersebut terlebih dahulu harus memiliki basis yang kuat yang diawali oleh kebijakan substitusi impor (inwardlooking) primer, kemudian ditingkatkan posisinya menjadi substitusi impor (inward-looking) sekunder. Tahapan alamiah ini berhasil dijalankan oleh Taiwan sehingga berhasil membuat bangunan ekonomi yang kuat menjadi negara industri baru. Untuk Tahapan kebijakan strategi pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Korea Selatan bila dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Taiwan, terdapat tahapan yang dilakukan secara melompat, yaitu melakukan kebijakan industrialisasi yang berorientasi ekspor (outward-looking) sekunder tanpa harus melalui tahapan kebijakan yang berorientasi ekspor (outward-looking) primer terlebih dahulu. Kebijakan outward-looking ini terlebih dahulu dilandasi oleh kebijakan substitusi impor (inward-looking) sekunder tanpa melalui substitusi impor(inward-looking) primer. Dengan demikian membandingkan dengan Taiwan bangunan ekonomi Korea Selatan jelas lebih rapuh Terdapat dua instrumen utama yang dijadikan pijakan dalam mengambil kebijakan substitusi impor yang diterapkan di Taiwan yaitu kebijakan nilai tukar mata uang tahun 1950-an dan kebijakan penetapan harga yang lebih tinggi bagi barang impor terhadap ekspor. 80

13 Pada tahun 1958 diadakan revisi sistem nilai tukar sehingga memungkinkan diadakannya Exchange Settlement Certificate berlaku untuk segala macam kegiatan ekspor dan impor serta menetapkan tingkat harga yang mendekati harga pasar telah menjadikan Taiwan kepada sistem nilai tukar sederhana. Sistem ini kemudian berakhir pada tahun 1963 seiring dengan terjadinya kenaikan harga gula di pasaran dunia yang menyebabkan kenaikan cadangan devisa Taiwan dan menjadi titik akhir terjadinya over-valued pada NT$ (New Taiwan Dollar). Kemudian ditetapkannya instrumen kebijakan penetapan harga yang lebih tinggi yang diberlakukan bagi barang impor terhadap barang ekspor yang dilakukan sejalan dengan pembatasan impor dan penetapan tarif yang tinggi di awal tahun 1950-an, perbandingan harga barang substitusi impor terhadap ekspor meningkat dari 2 : 1 pada tahun menjadi 5 : 1 pada tahun , pada saat itu di picu oleh adanya produk tekstil sebagai produk impor terpenting Taiwan berhadapan dengan produk beras sebagai komoditi produk ekspor. Selain itu pemberian insentif bagi kebijakan substitusi impor melalui penerapan hambatan tarif dan non tarif serta pembatasan arus barang impor, bertujuan menciptakan pasar yang menguntungkan bagi produsen lokal sebagai bagian dari kebijakan substitusi impor. 79 Kebijakan berikutnya adalah diberlakukannya undang-undang pendorong investasi yang memberikan insentif bagi kegiatan investasi, serta pemotongan beberapa komponen pajak yang berlaku di Taiwan sebagai bagian dari kebijakan promosi ekspor yang dilakukan dengan pemangkasan pajak pendapatan. Gejolak meningkatnya harga minyak dunia yang terus meningkat juga telah di antisipasi oleh pemerintah Taiwan dengan menerapkan kebijakan bidang energi guna menekan biaya produksi dan mencegah kehilangan pendapatan nasional dalam jumlah besar yaitu dengan melakukan beberapa hal seperti : 79 Tsiang S.C.,1986. loc.cit.hal

14 - Pengembangan program hemat energi berupa konservasi energi melalui penggunaan peralatan dan mesin mesin berefisiensi energi tinggi. - Peningkatan struktur industri berefisiensi energi tinggi termasuk intensifitas keahlian dan industri bernilai tambah. - Diversifikasi penggunaan energi terutama pada pembangkit tenaga listrik seperti dengan pemanfaatan batu bara dan nuklir untuk menggantikan minyak sesuai dengan rencana sepuluh tahunan periode Pada saat itu jumlah generator bertenaga nuklir bertambah menjadi 29 persen pada tahun 1989, di banding 17 persen pada tahun 1979, yang juga diikuti peningkatan generator bertenaga uap dari 12 persen menjadi 31 persen. Berbagai upaya antisipasi tersebut diatas, juga didukung dengan penyiapan perangkat fiskal dan moneter penunjang seperti pemotongan pajak dan pinjaman berbunga rendah untuk pembeliaan mesin-mesin dan peralatan yang hemat energi melalui Bank of Communication termasuk meningkatkan harga minyak dalam negeri saat krisis minyak tahun 1973 untuk mendorong penyesuaian struktur industri dalam negeri. Untuk sektor perdagangan dilakukan kebijakan perubahan struktur perdagangan sebagai usaha untuk menyesuaikan tuntutan dengan adanya perubahan kebijakan industri Taiwan dari substitusi impor menjadi orientasi ekspor yaitu dengan melakukan peningkatan struktur industri melalui peningkatan kontribusi industri non pertanian bernilai tambah tinggi seperti industri tekstil dan mesin-mesin listrik serta peningkatan kualitas produk serta teknik manajeman agar dapat meningkatkan daya saing produk, selain itu dilakukan pula optimalisasi fungsi perusahaan perdagangan berskala besar untuk mendapatkan inovasi bahan baku dan metoda produksi baru. Terobosan lainnya adalah dengan melakukan berbagi upaya agar dapat mewujudkan efisiensi biaya produksi pada perusahaan domestik serta peningkatan kualitas produk sehingga dapat mampu bersaing dengan perusahaan multinasional sejenis, yaitu melalui penerapan intensifitas liberalisasi impor dengan demikian dihindari adanya pembatasan impor dan dipangkasnya 82

15 berbagai komponen pajak seperti : pajak penghasilan, tarif perdagangan, pajak komoditi dan pajak stempel 80. Seiring dengan semakin ketatnya kebijakan fiskal yang semakin menipis pada tahun 1980-an maka pemerintah Taiwan mengantisipasinya dengan menekan pengeluaran se-optimal mungkin dengan fokus kepada pembangunan infrastruktur seperti transportasi, pelabuhan, komunikasi dan kegiatan pengembangan lahan. Untuk kebijakan moneter ditempuh dengan cara pembentukan beberapa instrumen seperti : pengembangan pasar modal dan pasar sekunder, intensifikasi pasar uang dengan membentuk pasar uang resmi pada tahun 1976 dengan tujuan agar dapat memantau pergerakan tingkat bunga dan menjembatani penyaluran dana-dana pasar uang swasta yang tidak terorganisir kepada pihak swasta, serta liberalisasi tingkat bunga. Untuk perbaikan sektor ketenagakerjaan dilakukan peningkatan lulusan pendidikan, dari tahun 1968 hingga 1989 terjadi penurunan lulusan tenaga kerja SLTP dari 86 persen menjadi 66 persen dan sejalan dengan meningkatnya kenaikan lulusan SLTA dari 10 persen meningkat menjadi 22 persen, untuk lulusan perguruan tinggi dari 4 persen menjadi 12 persen kondisi ini mendorong Taiwan untuk melakukan perubahan struktur produksi berteknologi tinggi secara intensif dan penggunaan industri bernilai tambah. 81 Sejak tahun 1970-an keberhasilan pembangunan ekonomi pada negara industri baru (NICs) di kawasan regional Asia Timur dibandingkan dengan prestasi negara industri baru pada kawasan lainnya seperti : Argentina, Brazil, Yunani, Israel, Portugal, Spanyol dan Yugoslavia mengalami pertumbuhan yang paling signifikan. Hal tersebut dipacu oleh karena kebijakan industrialisainya yang berorientasi ekspor (Outward-looking) sebagai pilihan karena keterbatasan sumber daya alam, keterangan lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut : 80 Kuo Shirley W.Y, 1983.op.cit.hal David. Y.S.Tzou, 1993.op.cit.hal

16 Tabel IV.2 Laju pertumbuhan tahunan terhadap total ekspor dan ekspor barang manufaktur di negara berkembang Asia pada dasawarsa 1970-an dan awal 1980-an (dalam persen) 82 Total Barang Manufaktur Negara NICs Hong Kong Singapur Korea Selatan Taiwan ASEAN Indonesia Malaysia Filipina Thailan Asia Selatan NICs lainnya Negara berkembang lainnya Dunia Sumber : ADB (1985); UN ( ); RRC (1982); IMF (1984). IV.4. Ekonomi Sektor riil dan Pendidikan sebagai pondasi bagi NICS Pada tahap awal industrialisasinya, Taiwan dan Korea Selatan melakukan kebijakan pengendalian impor dan pengendalian kurs berganda sebagai upaya untuk melindungi pasaran domestik, seiring degan itu dilakukan gerakan 82 Helen Hughes, op.cit.hal.99 84

17 pembaharuan yang mampu merubah sektor ekonomi riil pedesaan yaitu melalui Saemaul Undong di Korea Selatan dan Global Village di Taiwan. Kebijakan substitusi import sebenarnya hanyalah proses pembatasan kemampuan industrialisasi domestik ditambah lagi adanya faktor keterbatasan pasar domistik akan mempercepat kejenuhan pertumbuhan ekonomi, untuk itu Taiwan dan Korea Selatan secara cepat melakukan kebijakan outward-looking Mengenai proses pertumbuhan ekonomi tahapan linier model Rostow sebagai tahapan dasar yang dilakukan Taiwan dan Korea Selatan, peneliti melihat bahwa konsep global village di Taiwan dan konsep saemaul undong di Korea Selatan merupakan langkah awal dalam melakukan pembangunan ekonomi secara alamiah, sehingga yang pertama kali merasakan pertumbuhan dari pembangunan ekonomi adalah masyarakat kelas sosial terbawah, berikut ini beberapa indikatornya: Saemaul Undong 83 berperan dalam modernisasi sektor pedesaan Korea Selatan yang pernah ditinggal dibelakang dari gerak kemajuan selama 500 tahun lamanya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah bangsa pendapatan pertanian menjadi andalan bagi perkotaan. Dalam tahun 1971 yang merupakan tahun pertama bagi gerakan Saemaul Undong pendapatan rata-rata keluarga perkotaan mencapai Won Korea ketika itu mitranya yakni pedesaan telah mencapai pendapatan won Korea. Selanjutnya dalam tiga tahun kemudian terjadi perubahan pendapatan di pedesaan, pada tahun 1974 pendapatan di pedesaan telah mencapai Won Korea, sedangkan pendapatan bagi masyarakat perkotaan mencapai Won Korea, kemudian pada tahun 1974 telah tercatat menjadi tahun beras karena tanaman pokok di Korea Selatan sudah pada tingkat yang berlebihan. Perkembangan sektor pendidikan juga mengalami kemajuan sejak Saemaul Undong digunakan sebagai media pengembangan masyarakat Korea Selatan ke dalam konsep yang utuh khususnya untuk meningkatkan standar hidup di sektor pedesaan. Kemajuan yang paling besar dicapai dalam 83 Park Chang-hoo, Anggoro Sigit Sutanto, et.al., 2002.op.cit. hal

18 peningkatan pendidikan dan kebudayaan yaitu pada tahun 1969 sampai tahun 1979 dimana kondisi pendidikan 12 persen hingga 13 persen kepala rumah tangga telah menyelesaikan pendidikan tingkat menengah atau tingkat tinggi, tahun 1979 terdapat 2,5 juta orang atau 30 persen yang drop-out dari sekolah menengah. Beberapa kemungkinan dikarenakan menurunnya populasi orang tua mengikuti pendidikan moderen, sehingga penduduk yang berpendidikan tinggi meninggalkan pedesaan untuk tinggal di daerah perkotaan. Perbandingan penduduk perkotaan yang telah bersekolah dibandingkan dengan populasi (usia 6 tahun sampai dengan usia 24 tahun) adalah 56,4 persen pada tahun 1970, terdapat peningkatan pada tahun 1975 menjadi 57,5 persen. Gambaran ini juga terjadi pada masyarakat pedesaan yang telah berkembang dari 59,0 persen pada tahun 1970 menjadi 71,5 persen pada tahun Peningkatan ini merupakan potensi pada sektor pedesaan untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial. IV. 5. Faktor Penghambat Pembangunan Ekonomi di Negara Asia Tenggara Terdapat beberapa faktor penghambat yang perlu diperhatikan bagi negara-negara di Asia Tenggara untuk dapat mengejar ketertinggalan dalam pembangunan ekonomi dengan negara industri baru di Asia Timur, yaitu sebagai berikut 84 : 1. Ukuran dan taraf urbanisasi. Negara - negara di Asia Tenggara memiliki wilayah pedesaan yang demikian luas guna di tarik kedalam orbit perekonomian yang bersifat moderen dan padat modal, sedangkan wilayah pedesaan di kelompok empat negara industri baru relatif kecil dan proses urbanisasinya berlangsung sangat cepat. Laju pertumbuhan sektor pertanian di negara Asia Tenggara jarang melampaui angka 4-5 persen per tahun. 84 Helen Hughes,1992.op.cit.hal

19 2. Warisan undang-undang kolonial. Struktur dan kebijakan ekonomi yang diwarisi dari pemerintah kolonial terdahulu memiliki efek yang menyesatkan serta tidak memadai terhadap syarat-syarat tercapainya pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam tatanan dunia moderen dengan demikian harus dilakukan perubahan menasar terlebih dahulu karena kadangkala menimbulkan kerugian ekonomi ataupun politik yang demikian tinggi (tetapi tidak terlalu diwajibkan di kelompok negara-negara industri baru di Asia Timur). 3. Sikap Ambivalen Sikap ambivalen terhadap modal asing dan nasionalisme ekonomi yang muncul sehubungan dengan warisan undang-undang kolonial seringkali menimbulkan kesulitan bagi pemerintah negara-negara di Asia Tenggara sehingga memberikan kendala bagi upaya pembangunan mereka, dimana intensitasnya bervariasi dari satu negara ke negara lainnya, contohnya dominasi modal Inggris di Malaysia hingga akhir dasawarsa 1960-an dan modal Belanda di Indonesia hingga tahun tidak terjadi di negara negara bekas koloni lainnya. Di Filipina, modal Amerika Serikat memiliki bobot simbolik dan psikologis yang jauh lebih besar daripada nilai aktualnya. 4. Posisi Dominan Kelompok Usaha Asal Cina Situasi ini selalu menjadi masalah yang sangat peka dan sewaktuwaktu dapat membawa masalah politik di seluruh negara di Asia Tenggara, sedangkan berdasarkan pengalaman dari kelompok negara industri baru di Asia Timur tidak satupun yang mengalami masalah ini. Kehadiran berbagai moinoritas Cina di Asia Tenggara membawa beraneka ragam keuntungan. Sementara bakat kewirausahaan mereka sangat bermanfaat bagi pembukaan kegiatan ekonomi dalam daerah atau masyarakat tertentu dimana 87

20 perusahaan ataupun modal pribumi masih langka, masalah sosial dan politik yang muncul sehubungan dengan kehadiran minoritas Cina ini sangat tidak seimbang dengan jumlah mereka yang terlibat karena status sosial ekonomi mereka yang lebih tinggi. Pemerintahan di negara-negara Asia Tenggara seringkali harus mengorbankan pertimbangan maksimal efesiensi guna menjalankan kewajibannya menciptakan nasionalisme ekonomi, yang seringkali memuat berbagai kebijakan ekonomi yang kurang menguntungkan bagi etnis Cina. Untungnya bentuk kebijakan diskriminatif semacam ini semakin berkurang selama 20 tahun terakhir (Kecuali Malaysia) bila dibandingkan dengan tahun-tahun awal sesudah perang. Pada kenyataanya hampir semua faktor yang sifatnya memanaskan situasi ini telah lenyap di Thailand maupun di Filipina, akan tetapi dibutuhkan waktu yang cukup panjang sebelum faktor-faktor tersebut tidak lagi menjadi kendala dalam proses perumusan kebijakan ekonomi di Indonesia dan Malaysia, dan ini disebabkan oleh makin pentingnya kehadiran etnis Cina atau modal asing di masa kemerdekaan meskipun masalah nasionalisme ekonomi tetap sebagai ancaman laten di negara-negara Asia Tenggara. 5. Pembentukan modal domestik. Tingkat tabungan domestik telah mencapai angka yang cukup tinggi pada kelompok Negara-negara industri baru di Asia Timur, akan tetapi situasi ini berbeda dengan kelompok negara-negara di Asia Tenggara yang relatif rendah, kecuali selama para pengusaha Cina setempat mampu memobilisasi modal antar kerabat mereka sendiri. Oleh karena itu kelas pengusaha setempat cenderung lebih mengandalkan pemberian kredit dan subsidi oleh pemerintah daripada rekan sejawat mereka yang ada di kelompok negaranegara industri baru di Asia Timur. Implikasi politis dan ideologis dari keadaan ini tentu sangat signifikan dimana para pengusaha yang cenderung memanfaatkan kredit dan subsidi pemerintah umumnya kurang tertarik terhadap doktrin ekonomi baru laissez-fair 88

21 ataupun kekuasaan pasar yang lebih kompetitif, terutama jika yang memperoleh fasilaitas tersebut adalah investor asing ataupun etnis Cina setempat. IV.6. Keberhasilan Land Reform dan Tantangan Bagi Indonesia Keberhasilan di Taiwan dan Korea Selatan merupakan dua pengalaman dari sekian banyak keberhasilan tentang pelaksanaan reformasi lahan (land reform). Hal ini sebuah indikator bahwa bila sebuah negara melaksanakan reformasi lahan pada masa-masa awal pembangunanya terbukti sukses membawa kesejahteraan dan kemajuan ekonomi bagi rakyatnya di kemudian hari, fenomena ini sekaligus membuktikan bahwa reformasi lahan merupakan dasar dan pondasi penting bagi sistem ekonomi nasional yang sehat, tanpa reformasi lahan pembangunan ekonomi nasional menjadi keropos dan yang paling mencolok adalah mengakibatkan pembangunan ekonomi yang menghasilakan jurang yang lebar antara kaya-miskin yang biasanya ditandai dengan keterbelakangan pertanian. 85 Indonesia pernah menjalankan land reform pada awal tahun 1960-an ketika Indonesia menjalankan pemilu yang pertama pada tahun 1955, pada waktu itu kampanye politik sudah menggunakan issu land reform sebagai daya pikat. Payung hukum yang dipakai adalah Undang-undang pokok agrarian No.5/1960 dan Undang-undang perjanjian bagi hasil No.2/1960 dan berjalan secara efektif antara kurun waktu meliputi kegiatan: Pendaftaran tanah, penetapan tanah kelebihan dan pembagiannya kepada petani tak bertanah. Sementara itu pelaksanaan UUPBH No.2/1960 belum sempat berlaku efektif, karena pemerintahan Soekarno digulingkan dan diganti oleh pemerintahan orde baru Soeharto yang kemudian membekukan pelaksanaan land reform. Orientasi dari orde baru adalah menguatkan tatanan kelas kapitalis yang dibangun atas eksploitasi, akumulasi dan ekspansi modal, bagi orde baru 85 Irwan Nirwana, Boy Fidro, et.al, Land Reform di Desa:Panduan Pendidikan dan Pengorganisasian. hal. 20. Yogyakarta:Read Book. 89

22 ketimpangan produksi alat-alat produksi termasuk sumber-sumber agrarian serta pendapatan tidak perlu dipermasalahkan karena kelak pertumbuhan ekonomi yang baik akan memakmurkan negara dan setelah tercapai baru dipikirkan pola distribusinya artinya bahwa mengutamakan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu dari pada menata ulang ketimpangan pemilikan sumber-sumber agrarian. 86 Kebijakan orde baru tersebut akhirnya berdampak pada : menyuburkan penghisapan kepada kelas sosial bawah, bekerjanya mesin kekerasan dalam arena sosial-politik para birokrat dan militer menjadi alat pertumbuhan modal bukan untuk melindung kelas sosial bawah, migrasi besar-besaran ke perkotaan karena sudah tidak menarik lagi mengkelola tanah pertanian sehingga menimbulkan kerawanan sosial dan matinya fungsi pedesaan serta agregat kemiskinan dengan pemilik tanah semakin melebar hingga terjadinya ketidaksetabilan ekonomi, sosial-politik yang berujung pada kejatuhan rejim orde baru. Dari cerita keberhasilan Taiwan dan Korea Selatan serta kegagalan orde baru di Indonesia cukup menjelaskan bahwa land reform merupakan prasyarat sebelum memasuki pembangunan ekonomi moderen sebuah negara, bila tidak maka hanya akan mengakibatkan kepincangan karena semakin menajamnya konflik sosial antara yang kaya dan yang semakin miskin. Yang menjadi masalah utama dewasa ini adalah belum tampak adanya keberanian dari pemimpin terpilih untuk menerukan kebijakan land reform padahal belum lama ini pada November 2001 MPR RI telah memperkuat amunisi dengan TAP MPR No.IX/2001 tentang pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam, khususnya pasal 2 yang dikatakan: Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan 86 Ibid. 90

23 dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia 87 IV.7. Prospek Pembangunan Ekonomi Indonesia Perubahan orientasi politik Indonesia yang demikian dramatis pada tahun , dari doktrin retorika sosial ala pemerintah Soekarno kapada ideologi orde baru yang sangat anti komunis di bawah kepemimpinan Soeharto, telah berhasil membawa negara ini kearah 20 tahun masa pertumbuhan ekonomi yang pesat dan hampir tidak terbayangkan sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa tahapan penting yang telah memberikan banyak implikasi terhadap laju pembangunan ekonomi di Indonesia yaitu sebagai berikut 88 : 1. Di berantasnya Partai Komunis Indonesia dan unsur-unsur pendukung Soekarno (orde lama) oleh koalisi orde baru yang sifatnya lebih longgar pada tahun , yang terdiri atas para mahasiswa yang anti-komunis, kaum intelektual, organisasi Islam dan beberapa tokoh penting dalam jajaran ABRI, dimana koalisi ini secara perlahan dibubarkan pada dasawarsa 1970-an. 2. Kebijakan deregulasi dan ketergantungan yang lebih besar kepada mekanisme harga, yang diambil guna mempertegas kembali kendali atas perekonomian pada saat dimana laju inflasi mencapai 600 persen pertahun selama tahun 1966 dapat ditekan sedemikian rupa sehingga laju inflasi itu berangsur-angsur dapat ditekan hingga ke tingkatan satu digit pada tahun Arus masuk bantuan luar negeri secara besar-besaran dari dunia barat, yang disusul beberapa tahun kemudian oleh arus kegiatan penanaman modal asing yang tidak terlalu besar. 4. Kenaikan produksi dan penerimaan minyak pada dasawarsa 1970-an, khususnya setelah kenaikan harga minyak OPEC pada tahun 1974 dan 1980, berdampak pada ketersediaan sumber devisa sekaligus sumber anggaran belanja bagi pemerintah Indonesia dengan skala jumlah yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, sehingga 87 Irwan Nirwana, Boy Fidro, et.al, 2002.op.cit.,hal Irwan Nirwana, Boy Fidro, et.al, 2002.op.cit.,hal

24 dapat memperkuat efektivitas organisasi pemerintah di semua tingkatan. 5. Makin kokohnya otoritas pemerintah yang terus menguat selama periode orde baru berdampak pada adanya tantangan serius dari partai politik ataupun golongan oposisi yang didukung masyarakat, apalagi setelah kelompok-kelompok tersebut terus menerus diisolir dan dibungkam. 6. Kenaikan produksi beras yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak tahun 1967 sebagai dampak dari diterapkannya teknologi Revolusi Hijau yang menjamin jumlah persediaan pangan yang memadai dan mempertahankan harga bagi para konsumen di wilayah perkotaan pada tingkat yang rendah. Aspek ekonomi politik rejim orde baru di Indonesia merupakan pokok permasalahan yang tiada habisnya. Keberhasilan kebijakan ekonomi yang diusulkan oleh kaum teknokrat kepada presiden Soeharto pada tahun 1966 hingga tahun berikutnya berjalan membawa hasil yang spektakuler, kebijakan pembangunan ekonomi tersebut pada awalnya menyulitkan, akan tetapi karena mendapat dukungan penuh dari Soeharto sebagai figur sentral dan dibantu ABRI pada akhirnya dapat berjalan lancar. Beberapa indikator yang menjadikan faktor keberhasilan rejim orde baru dalam melakukan pembangunan ekonomi-politiknya adalah sebagai berikut : 1. Tegaknya pemerintahan yang kuat dan otoriter menggantikan pemerintahan lama yang lemah dan kurang efektif setelah hancurnya Partai Komunis Indonesia berikut serikat buruh dan organisasi para petani telah berhasil menekan gerakan oposisi. 2. Kekuatan menarik pinjaman luar negeri dengan naiknya arus bantuan luar negeri secara besar-besaran setelah tahun , disusul oleh arus modal swasta asing yang demikian besar pada awal dasawarsa 1970-an. 3. Adanya kenaikan penerimaan minyak yang sifatnya kebetulan pada akhir dasawarsa tersebut. 92

25 Perbedaan yang sangat dominan pada pembangunan ekonomi era Soekarno adalah karena begitu lemah dan kurang efektif saat dihadapkan pada masalah pengambilan putusan yang sulit dibidang ekonomi dan pemerintahan, padahal situasi tersebut dapat diselesaikan pada era Soeharto, dengan demikian setidaknya unsur kepemimpinan yang kuat pada diri Soeharto sebenarnya sudah dapat dijadikan dasar untuk disamakan dengan Park Chung-hee di Korea Selatan ataupun Chiang Kai-shek di Taiwan, namun unsur ketidaktransparan, nepotisme serta budaya pemberian upeti kepada aparat birokrasi yang memegang kendali birokrasi, yang hampir mencakup semua aspek kehidupan sosial dan ekonomi yang pada akhirnya merusak laju pembangunan ekonomi di Indonesia. Masalah lain yang timbul adalah kendali birokrasi sektor pemerintahan yang terlalu besar dan relatif tidak efisien, hal ini dikarenakan hampir semua perkebunan, bank, perusahaan dagang dan sebagainya milik pemerintahan kolonial Belanda yang di nasionalisasi sejak tahun 1958 masih dikuasai oleh pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga para staf birokrasinya jarang sekali bersifat dinamis dan produktif. Dengan demikian masih ditemukan adanya pemahaman oleh para birokratnya bahwa pembangunan ekonomi negara lebih cenderung didefinisikan semata-mata menyangkut fungsi sosial dari organisasi dimana mereka bekerja. Situasi yang tidak kondusif pada aspek birokrasi pemerintah terhadap pesatnya pertumbuhan ekonomi nasional ternyata hanya mampu menghasilkan suburnya praktek korupsi, pungutan liar, pemborosan sumber daya negara secara besar-besaran dan lebih memilih situasi nyaman dengan hasil kerja lambat, pokok permasalahan berikutnya adalah melahirkan ambivalensi ideologis ke arah kapitalisme sedangkan maksimalisasi keuntungan semakin identik dengan ketamakan dan persaingan tajam. Kekutan yang menonjol dari rejim Soeharto adalah visi pemerintahannya yang berorientasi kepada pembangunan dan mementingkan pentingnya integrasi nasional guna menghapuskan unsur masalah suku, ras, agama dan antar golongan, visi ini sejalan dengan ciri-ciri pemerintahan kelompok negara-negara industri baru di Asia Timur. 93

26 IV.7. Prioritas Visi Pembangunan Ekonomi Sebagai Kekuatan Indonesia Salah satu dari banyak faktor yang telah dibahas pada bab sebelumnya dalam tesis ini sehingga memilih Indonesia sebagai negara yang paling cocok meniru prototipe pembangunan ekonomi di Taiwan dan Korea Selatan adalah dikarenakan hanya Indonesia yang memiliki komitmen tegas yaitu, visi pemerintahannya yang berorientasi kepada pembangunan, sedangkan di negara di Asia Tenggara lainnya masih memprioritaskan masalah kerukunan etnis, ketidakstabilan regional dan upaya penguatan suatu rejim. Selain itu pemerintahnya benar-benar telah nyata terlibat dalam proses pembentukan budaya nasional dan terikat untuk apa yang harus dimiliki dimasa mendatang untuk rakyatnya dari pada hanya terus dirundung dengan permasalahan masa lalu. Dalam tahapan ini seharusnya pemerintah tinggal mengkemas nilai-nilai baru yang dijadikan acuan bersama dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya, serta dikendalikan oleh sistem birokrasi yang dijalankan oleh birokrasi yang cakap. Persyaratan tersebut menjadi sangat mutlak kebutuhannya, sebagaimana yang ditekankan oleh Theotonio Dos Santos tentang teori dari tahapan ketergantungan kapitalis dan sosial sehingga tinggal satu tahap lagi yaitu kesetaraan terhadap ketergantungan teknologi industri. Sampai pada tahap ini pun Taiwan dan Korea Selatan telah berhasil melakukannya yaitu melalui semangat Confucian yang dipraktekkan dengan gerakan Saemaul Undong di Korea Selatan dan Global Village di Taiwan. 94

BAB V KESIMPULAN. Berikut ini adalah deskripsi lengkap dari hipotesa penelitian ini : Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008

BAB V KESIMPULAN. Berikut ini adalah deskripsi lengkap dari hipotesa penelitian ini : Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008 BAB V KESIMPULAN Analogi yang tepat untuk menarik kesimpulan umum atas keberhasilan pembanguna ekonomi NICs di Taiwan dan Korea Selatan adalah seperti hendak membangun sebuah gedung bertingkat yang bernama

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI BARU Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Teori Dependensi Baru Teori ini

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

Perekonimian Indonesia

Perekonimian Indonesia Perekonimian Indonesia Sumber : 2. Presentasi Husnul Khatimah 3. Laporan Bank Indonesia 4. Buku Aris Budi Setyawan 5. Sumber lain yg relevan (Pertemuan 1-11) Peraturan Perkuliahan Hadir dengan berpakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan

Lebih terperinci

Hari Depan Petani dan Pertanian : Rekonstruksi dan Restrukturisasi

Hari Depan Petani dan Pertanian : Rekonstruksi dan Restrukturisasi Hari Depan Petani dan Pertanian : Rekonstruksi dan Restrukturisasi Prof. Dr. Bungaran Saragih, M.Ec Menteri Pertanian Republik Indonesia Pidato kunci pembukaan Konferensi Nasional Perhimpunan Ekonomi Pertanian

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara, baik itu negara maju maupun negara berkembang menginginkan adanya perkembangan dan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan yang berkelanjutan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR II/MPR/2002 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara study literatur yang data-datanya diperoleh dari buku, jurnal, arsip, maupun artikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

Resensi Buku. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi. Mahasiswa S3 Manajemen Strategi di Universitas Indonesia.

Resensi Buku. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi. Mahasiswa S3 Manajemen Strategi di Universitas Indonesia. Resensi Buku Judul: CHINDIA, How China and India Are Revolutionizing Global Business Editor: Pete Engardio Penerbit: McGraw-Hill Companies Tahun: 2007 Tebal: 384 termasuk Reference dan Indeks Oleh: Mas

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Hasalah

1.1 Latar Belakang Hasalah 1.1 Latar Belakang Hasalah Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur produksi yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa sektor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaruan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di dunia

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA

SISTEM EKONOMI INDONESIA SISTEM EKONOMI INDONESIA Suatu sistem ekonomi mencakup nilai nilai, kebiasaan, adat istiadat, hukum, norma norma, peraturanperaturan yang berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat menjadi awal terjadinya krisis ekonomi global. Krisis tersebut menjadi penyebab ambruknya pasar modal Amerika

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan? Bramantyo Djohanputro, PhD

Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan? Bramantyo Djohanputro, PhD Pengusaha Domestik: Manja atau Dimanjakan? Bramantyo Djohanputro, PhD Penulis: Dosen dan konsultan manajemen bidang keuangan, investasi, dan risiko Lecturer and consultant of management in finance, investment,

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh patriotisme, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh patriotisme, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika perekonomian Indonesia telah melewati berbagai proses yang begitu kompleks. Semenjak Indonesia mengecap kemerdekaan melalui perjuangan yang penuh patriotisme,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. A. Kesimpulan. jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang

BAB V KESIMPULAN. A. Kesimpulan. jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang 134 BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Globalisasi ekonomi adalah proses pembentukan pasar tunggal bagi barang, jasa, finansial dan faktor produksi di seluruh dunia. Globalisasi ekonomi dipandang juga sebagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

1 Universitas indonesia

1 Universitas indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa pertanyaan menggelitik dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai pelarian modal yang terjadi di suatu Negara cukup menarik perhatian untuk dicermati oleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

10Pilihan Stategi Industrialisasi

10Pilihan Stategi Industrialisasi 10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA. Ilmu Hubungan Internasional Semester III

SISTEM EKONOMI INDONESIA. Ilmu Hubungan Internasional Semester III SISTEM EKONOMI INDONESIA Ilmu Hubungan Internasional Semester III Suatu sistem ekonomi mencakup nilai-nilai, kebiasaan, adat istiadat, hukum, norma-norma, peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemanfaatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: PEREKONOMIAN INDONESIA Sejarah Perekenomian Indonesia Periode Orde Baru Fakultas FEB Sitti Rakhman, SP., MM. Program Studi Manajemen Latar belakang lahirnya Orde Baru Terjadinya peristiwa Gerakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci