PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSI UNTUK KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2 CABAI (Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN IPB C120 DENGAN IPB C5

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSI UNTUK KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2 CABAI (Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN IPB C120 DENGAN IPB C5"

Transkripsi

1 i PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSI UNTUK KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2 CABAI (Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN IPB C120 DENGAN IPB C5 SILVIA HERMAWATI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ii RINGKASAN SILVIA HERMAWATI. Pendugaan Nilai Genetik dan Seleksi untuk Karakter Daya Hasil Populasi F2 Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Hasil Persilangan IPB C120 dengan IPB C5. (Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan SRIANI SUJIPRIHATI). Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heritabilitas dan kemajuan seleksi, mendapatkan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi, dan memperoleh genotipe yang berpotensi memiliki daya hasil tinggi dari populasi F2 cabai hasil persilangan IPB C120 dengan IPB C5. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat satu atau beberapa karakter yang memiliki nilai heritabilitas dan kemajuan seleksi yang tinggi, terdapat satu atau beberapa karakter yang berkorelasi nyata terhadap daya hasil dan dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi, serta terdapat satu atau beberapa genotipe yang memiliki daya hasil tinggi. Penelitian dilakukan pada bulan November 2009 hingga Juni 2010 di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga. Bahan tanaman yang digunakan adalah IPB C120, IPB C5, dan F2 hasil persilangan IPB C120 dengan IPB C5. Populasi yang ditanam terdiri atas tetua P1 (IPB C120) sebanyak 20 tanaman, tetua P2 (IPB C5) sebanyak 20 tanaman, dan F2 (IPB C120 x IPB C5) sebanyak 280 tanaman. Pengamatan dilakukan pada seluruh populasi yang ditanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter kualitatif pada populasi F2 memiliki keragaman yang tinggi. Karakter habitus tanaman, bentuk daun, posisi bunga, dan bentuk ujung buah diduga dikendalikan oleh dua pasang gen yang bersifat epistatis. Karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, umur berbunga, diameter pangkal buah, diameter tengah buah, dan diameter ujung buah memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Karakter lebar kanopi, umur panen, panjang buah, panjang petiol, dan bobot per buah memiliki nilai heritabilitas sedang, sedangkan jumlah buah dan bobot per tanaman memiliki nilai heritabilitas rendah. Karakter jumlah buah, bobot per buah, dan bobot buah per tanaman memiliki nilai persentase kemajuan genetik harapan (KGH) yang tinggi. Karakter diameter batang, diameter pangkal buah, dan diameter tengah buah memiliki nilai

3 iii KGH yang cukup tinggi. Karakter tinggi tanaman, lebar kanopi, umur berbunga, umur panen, panjang buah, dan panjang petiol memiliki nilai KGH yang agak rendah, sedangkan karakter tinggi dikotomus dan diameter ujung buah memiliki nilai KGH yang rendah. Karakter yang berkorelasi positif sangat nyata terhadap bobot buah per tanaman adalah karakter diameter batang, lebar kanopi, diameter pangkal buah, diameter tengah buah, diameter ujung buah, panjang buah, panjang petiol, jumlah buah, dan bobot per buah. Karakter yang berpengaruh secara langsung terhadap bobot buah per tanaman dan dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi adalah karakter jumlah buah dan bobot per buah. Karakter lebar kanopi, panjang buah, panjang petiol, dan diameter pangkal buah dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi yang berpengaruh tidak langsung. Kegiatan seleksi menghasilkan 18 genotipe terpilih yang berpotensi memiliki daya hasil tinggi. Genotipe terpilih adalah nomor 5, 98, 99, 48, 57, 97, 102, 94, 47, 68, 109, 19, 2, 160, 183, 62, 53, dan 8.

4 iv PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSIUNTUK KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2 CABAI (Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN IPB C120 DENGAN IPB C5 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor SILVIA HERMAWATI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

5 i Judul : PENDUGAAN NILAI GENETIK DAN SELEKSI UNTUK KARAKTER DAYA HASIL POPULASI F2 CABAI (Capsicum annuum L.) HASIL PERSILANGAN IPB C120 DENGAN IPB C5 Nama : SILVIA HERMAWATI NIM : A Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II Dr. Muhamad Syukur, SP.,MSi NIP Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS NIP Mengetahui: Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP Tanggal Lulus:

6 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Desember Penulis merupakan anak kesepuluh dari sebelas bersaudara, pasangan Bapak Muhamad Saropudin (alm) dan Ibu N. Hasanah. Tahun 2000 penulis lulus dari MI Asysyukur, Bogor. Penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Islam Cijeruk, Bogor dan lulus tahun Tahun 2006 penulis lulus dari MA. Negeri 1 Kota Bogor dan melanjutkan studinya ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB. Tahun 2007 penulis bergabung di Club Fotografi Lensa, Faperta, IPB. Tahun 2008 penulis menjadi Pendamping Kewirausahaan bagi siswa SMU Negeri 7 Bogor yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis tinggal di Asrama Putri Darmaga (APD) dan menjadi Ketua Asrama pada tahun Penulis mendapatkan bantuan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun , beasiswa ++ dari LPPM IPB tahun 2009, dan beasiswa Womans Internasional Club tahun Tahun 2010 penulis menjadi asisten mata kuliah Rancangan Percobaan.

7 iii KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya. Selawat serta Salam semoga tercurah kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad Saw, keluarga beliau, para sahabat, dan kita selaku umatnya yang mengharapkan syafaatnya di akhirat kelak. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Pendugaan Nilai Genetik dan Seleksi untuk Karakter Daya Hasil Populasi F2 Cabai (Capsicum annuum L.) Hasil Persilangan IPB C120 dengan IPB C5 ini dengan baik. Tulisan ini merupakan laporan dari kegiatan penelitian yang mendukung program pemuliaan untuk perakitan varietas berdaya hasil tinggi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu, kakak, dan adik yang selalu memberikan do a, arahan, dukungan, dan semangat bagi penulis. 2. Dr. Muhamad Syukur, SP., MSi dan Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama kuliah. 4. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dr. Rahmi Yunianti, SP., MSi. dan Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E. K., MS yang telah memberikan masukan selama penelitian dan penyusunan skripsi. 6. Khaerin Nida dan Hendi Ferdiansyah selaku rekan satu penelitian, atas bantuan, semangat, dorongan, dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi. 7. Mba Cici, Mba Tia, Ka Abdul, Ka Arif, dan semua penghuni Lab. PMT atas bantuan, semangat, dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi. 8. Pak Undang dan Pak Darwa atas bantuan dan kerjasama selama penelitian berlangsung. 9. Faiqotul Himma selaku teman baik penulis atas kebersamaannya, dukungan, dan saran, semoga ikatan kita selalu terjaga dengan baik.

8 iv 10. One, Yius, Ment, Sorr, Mile, Ceu Amm, dan seluruh penghuni Asrama Putri Darmaga atas kebersamaannya, keceriaannya, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis. 11. Teman-teman AGH 43 atas kebersamaannya, perhatian, bantuan, dan semangat yang diberikan selama kuliah. 12. Teman-teman KKP Faperta 2009 Desa Kedawung, Kec. Bojong, Kab. Tegal atas kebersamaannya selama tujuh minggu memberikan kesan dan kenangan yang tak terlupakan. 13. Semua pihak yang telah membantu penulis. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. Bogor, November 2010 Penulis

9 v DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani Cabai... 4 Syarat Tumbuh Cabai... 5 Pemuliaan Cabai... 6 Karakter Kualitatif dan Kuantitatif... 6 Heritabilitas... 8 Seleksi... 9 Kemajuan Seleksi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Karakter Kualitatif Heritabilitas Kemajuan Seleksi Korelasi Analisis Lintasan Seleksi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 41

10 vi DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Bentuk Nisbah Segregasi pada Berbagai Macam Interaksi Gen Pengamatan Karakter Kualitatif pada Kedua Tetua Persentase Fenotipe Populasi F Hasil Khi Kuadrat Fenotipe Populasi F Nilai Heritabilitas Masing-masing Karakter Nilai Duga Kemajuan Seleksi Masing-masing Karakter Koefisien Korelasi Masing-masing Karakter Koefisien Korelasi Lintas Masing-masing Karakter... 31

11 vii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bentuk Habitus Tanaman Bentuk Daun Posisi Bunga Bentuk Pelekatan Kelopak pada Pangkal Buah Bentuk Tepi Kelopak Buah Bentuk Buah Bentuk Ujung Buah Kondisi Tanaman di Lapangan pada 7 MST Posisi Bunga Cabai Warna Anter pada Bunga Cabai Diagram Korelasi Lintasan... 33

12 viii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Indeks Seleksi Terboboti pada Karakter yang Telah Distandarisasi Karakter Kuantitatif 18 Genotipe Terpilih Fenotipe Vegetatif dan Bunga 18 Genotipe Terpilih Fenotipe Buah 18 Genotipe Terpilih Nisbah Segregasi Karakter Habitus Tanaman Nisbah Segregasi Karakter Bentuk Daun Nisbah Segregasi Karakter Warna Batang Nisbah Segregasi Karakter Posisi Bunga Nisbah Segregasi Karakter Tepi Kelopak Buah Nisbah Segregasi Karakter Tipe Pangkal Buah Nisbah Segregasi Karakter Bentuk Ujung Buah Nisbah Segregasi Karakter Permukaan Kulit Buah Fenotipe Tanaman Tetua IPB C Fenotipe Tanaman Tetua IPB C Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No Fenotipe Tanaman F2 Hasil Seleksi No Deskripsi Varietas Cabai Keriting Kopay Deskripsi Varietas Cabai Perbani IPB Deskripsi Varietas Cabai Pesona IPB... 52

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merah merupakan jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi penduduk Indonesia selain cabai rawit. Kandungan gizi dalam 100 g cabai merah segar adalah 31 kal energi, 1 g protein, 0.3 g lemak, 7.3 g karbohidrat, 29 mg kalsium, 24 mg fosfor, 0.5 mg zat besi, 0.3 g serat, 71 RE vitamin A, 0.05 mg vitamin B1, 0.03 mg vitamin B2, 18 mg vitamin C, 0.2 niacin, dan 90.9 g air (Wirakusumah dalam Prajnanta, 2007). Budidaya cabai merah ditingkat petani cukup dominan dari segi luas areal dibandingkan jenis sayuran lain. Menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura (2009) luas panen cabai besar di Indonesia pada tahun 2008 mencapai ha dengan produktivitas 6.44 ton/ha. Konsumsi cabai nasional cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2006 konsumsi cabai merah dapat mencapai 1.38 kg/kapita/th, sedangkan tahun 2007 meningkat menjadi1.47 kg/kapita/th. Akan tetapi, peningkatan konsumsi tidak diikuti oleh peningkatan produksi. Tahun 2006 produksi cabai nasional mencapai ton dan terjadi penurunan produksi tahun 2007 menjadi ton. Tahun 2008 terjadi peningkatan, tetapi tidak sebesar penurunannya, yaitu mencapai ton. Pengembangan tanaman cabai di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, yaitu berkaitan dengan kualitas benih, teknik budidaya, serangan hama dan penyakit, serta penggunaan varietas cabai yang memiliki daya hasil tinggi masih sulit diperoleh karena harga benihnya yang mahal. Menurut Kirana (2006) petani lebih banyak menggunakan varietas cabai bersari bebas yang hasilnya lebih rendah dibandingkan hibrida. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan pemuliaan untuk meningkatkan daya hasil pada cabai merah bersari bebas. Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) daya hasil merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen. Hal ini menyebabkan upaya perbaikan daya hasil dan sifat-sifat kuantitatif lain membutuhkan waktu yang lama dari beberapa generasi.

14 2 Seleksi pada genotipe-genotipe yang menguntungkan merupakan langkah awal dalam kegiatan pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul yang dikehendaki masyarakat. Salah satu metode seleksi yang dapat diterapkan pada tanaman cabai adalah melalui seleksi silsilah (pedigree). Menurut Nasir (2001) seleksi silsilah untuk karakter kuantitatif biasanya dilaksanakan secara tidak langsung, sehingga seleksi dilakukan melalui karakter lain yang berkorelasi positif, berkaitan erat dengan hasil, dan memiliki nilai heritabilitas tinggi. Genotipe cabai IPB C120 dan IPB C5 merupakan salah satu koleksi Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB. Genotipe IPB C120 merupakan varietas komersil cabai keriting dengan namakopay yang berasal dari Kota Payakumbuh, Sumatra Barat. Diameter buahnya berkisar antara cm dan panjang cm. Bobot per buah dapat mencapai 8 10 g dengan bobot buah per tanaman sekitar kg (Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, 2009). Genotipe IPB C5 merupakan cabai besar dengan nama genotipe Perbani IPB yang berasal dari Jawa Timur. Diameter buahnya 2.38 cm, panjang buah cm, bobot per buah g, dan bobot buah per tanaman 0.70 kg (Syukur dan Yunianti, 2010). Persilangan IPB C120 dengan IPB C5 diharapkan akan mampu mendukung perakitan varietas cabai yang berdaya hasil tinggi. Karakter-karakter yang berkorelasi langsung secara positif terhadap karakter daya hasil dapat dijadikan sebagai karakter seleksi pada tanaman yang dikehendaki. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heritabilitas dan kemajuan seleksi, mendapatkan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi, dan memperoleh genotipe yang berpotensi memiliki daya hasil tinggi dari populasi F2 cabai hasil persilangan IPB C120 dengan IPB C5.

15 3 Hipotesis 1. Terdapat satu atau beberapa karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi. 2. Terdapat satu atau beberapa karakter yang memiliki nilai kemajuan seleksi tinggi. 3. Terdapat satu atau beberapa karakter yang memiliki korelasi nyata terhadap daya hasil. 4. Terdapat satu atau beberapa karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi. 5. Terdapat satu atau beberapa genotipe yang memiliki daya hasil tinggi.

16 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent, C. annuum, C. chinense, dan C. frutescens. Spesies C. annuum dan C. Frutescens memiliki potensi ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan spesies lainnya. Kedua spesies ini dibudidayakan secara luas di seluruh dunia, sedangkan spesies lain hanya terbatas di Amerika Selatan saja (Purseglove et al., 1981). Capsicum telah dikenal pada masa penjelajahan Colombus di dunia baru tahun Capsicum tumbuh dan digunakan secara luas di Caribbean, Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Mexico. Awalnya Colombus mengganggap Capsicum sebagai pepper (lada) yang memiliki rasa pedas. Selanjutnya ia menyebarkan tanaman ini ke Spanyol melalui jalur laut. C. annuum memiliki beragam nama dibeberapa wilayah, seperti chilli di Mexico dan Amerika Tengah serta axidi Amerika Selatan dan Caribbean (Purseglove et al., 1981). Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) cabai termasuk tanaman dikotil berbentuk semak, batangnya berkayu, tipe percabangan tegak atau menyebar dengan karakter yang berbeda-beda tergantung spesiesnya. Struktur perakarannya diawali dari akar tunggang yang sangat kuat, bercabang-cabang ke samping dengan akar-akar rambut. Pola pertumbuhan vegetatif berupa cabang-cabang dikotomi dari batang utama dan tunas-tunas lateralnya. Cabai merah memiliki daun-daun tunggal yang berpetiol, helai daun berbentuk ovate atau kadang-kadang lonjong, tepi daun rata yang tumbuh pada tunas-tunas samping secara berurutan. Daun-daun tunggal tersebut tersusun secara spiral pada batang utama. Daun berambut lebat atau jarang tergantung pada spesiesnya. Beberapa varietas dari spesies C. chinense memiliki daun dengan aroma yang spesifik. Bunga dan buah umumnya bersifat tunggal pada setiap buku. Spesies C. chinense memiliki dua sampai lima bunga per buku (Kusandriani dan Permadi, 1996).

17 5 Warna bunga C. annuum umumnya putih, dengan lima sampai tujuh helai mahkota bunga (corolla) dan lima sampai tujuh tangkai sari dengan kepala sari (antera) berwarna biru. Buah pada C. annuum cukup beragam dari segi ukuran, bentuk, warna, dan tingkat kepedasannya. Umumnya buah berbentuk panjang, bulat atau kerucut, panjang buah antara cm dengan lebar mencapai 8 mm. Buah yang belum masak berwarna hijau, kekuning-kuningan, atau keunguunguan. Sedangkan jika telah masak buah berwarna merah, jingga, kuning, coklat, atau keungu-unguan. Buah mengandung banyak biji, daging buah renyah dan rongga buah terbagi menjadi dua. Biji berukuran pipih berwarna kuning dengan diameter terbesar mencapai 3-5 mm. Beberapa buah seperti paprika tidak memiliki rasa pedas sehingga disebut sweet pepper, sedangkan varietas lain memiliki tingkat kepedasan yang berbeda (Purseglove et al., 1981). Syarat Tumbuh Cabai Cabai merah memiliki daya adaptasi yang luas. Menurut Siswanto dalam Duriat (1996) tanaman cabai merah dapat ditanam pada berbagai jenis tanah dan sembarang musim. Tanaman cabai juga mampu berproduksi pada berbagai ketinggian. Tipe tanah yang ideal untuk pertanaman cabai adalah lempung berpasir, karena mampu mempertahankan kelembapan serta mengandung bahan organik. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) keasaman (ph) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan cabai adalah Tanaman cabai umumnya tahan kekeringan, namun jika kelembaban tanah kurang selama pembungaan dapat terjadi kerontokan bunga dan buah muda. Menurut Sumarni (1996) cabai merah tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah sekitar mm/tahun. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan cabai berada pada selang C, sedangkan untuk pembungaan dan pembuahan berada pada kisaran suhu C dan C. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) pada suhu dibawah 16 0 C dan diatas 32 0 C bunga pada cabai tidak akan terbuahi karena produksi tepung sari yang tidak baik.

18 6 Pemuliaan Cabai Menurut Nasir (2001) pemuliaan tanaman merupakan suatu kegiatan untuk menghasilkan varietas, klon, atau galur baru dengan karakter tertentu yang lebih baik dari yang telah ada. Syukur et al. (2009) menerangkan bahwa pemuliaan tanaman merupakan suatu perpaduan antara seni dan ilmu dalam rangka mengubah dan memperbaiki pola genetik dari satu atau beberapa karakter penting suatu tanaman menjadi bentuk yang lebih bermanfaat bagi manusia. Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) tujuan dari pemuliaan pada umumnya adalah untuk memperbaiki daya dan kualitas hasil, perbaikan daya resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu, perbaikan sifat hortikultura, maupun perbaikan terhadap kemampuan untuk mengatasi cekaman lingkungan tertentu. Menurut Allard (1992) proses pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul dari populasi yang tersedia dilakukan melalui serangkaian proses kegiatan yang meliputi: 1) evaluasi plasma nutfah untuk mendapatkan sumber gen yang diinginkan, 2) pembentukan populasi dasar bersegregasi melalui persilangan dan somaklon, 3) seleksi populasi bersegregasi dengan metode yang sesuai, 4) evaluasi daya hasil, 5) uji adaptasi/multilokasi, dan 6) pelepasan varietas unggul baru. Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe tanaman yang dapat diamati dan dibedakan dengan jelas secara visual, karena umumnya bersifat diskret. Karakter kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Bila karakter tersebut dikendalikan oleh satu gen maka disebut dengan karakter monogenik, sedangkan bila dikendalikan oleh beberapa gen maka disebut karakter oligogenik. Masing-masing gen dapat memberikan peranan yang cukup besar dalam mengekspresikan fenotipenya sehingga disebut sebagai gen mayor (Nasir, 2001). Karakter kualitatif dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya gejala dan sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan. Pengambilan data pada karakter kualitatif dilakukan melalui teknik observasi (pengamatan)yang dilanjutkan dengan pengujian khi-kuadrat (x 2 ) dan dibandingkan dengan sebaran Mendel (Syukur et al., 2009).

19 Tanaman pada generasi F2 akan mengalami segregasi sesuai dengan hukum Mendel. Aksi dan interaksi gen yang berbeda akan membuat pola segregasi berbeda. Tipe aksi gen dapat dibagi menjadi dua, yaitu interaksi antar alel pada lokus yang sama, disebut intraalelik (alelik) dan interaksi antar alel pada lokus yang berbeda, disebut interalelik (non-alelik). Karakter yang dikendalikan oleh satu lokus (dua alel per lokus) maka interaksi alelik dominan akan menghasilkan perbandingan segregasi fenotipe 3 : 1 pada keturunan F2, sedangkan jika tidak terdapat dominansi maka akan menghasilkan nisbah 1 : 2 : 1. Karakter yang dikendalikan oleh dua lokus akan menghasilkan nisbah 9 : 3 : 3 : 1 jika terjadi interaksi interalelik dominan (Crowder, 2006). Menurut Suryo (2005) nisbah segregasi yang dikendalikan oleh dua pasang gen dapat terdiri atas interaksi interlokus dominan, epistatis dominan, epistatis resesif, epistatis dominan resesif, gen resesif rangkap (epistatis resesif duplikat), gen dominan rangkap (epistatis dominan duplikat), gen-gen rangkap dengan pengaruh kumulatif (interaksi duplikat) dan interaksi kompleks. Epistatis merupakan interaksi gen dimana sepasang gen dapat menutupi (mengalahkan) ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Gen yang ditutupi disebut dengan gen hipostatis, sedangkan yang menutupi disebut dengan gen epistatis. Tabel 1 menunjukkan bentuk nisbah segregasi yang terjadi pada interaksi dua lokus (dikendalikan oleh dua pasang gen). Tabel 1. Bentuk Nisbah Segregasi pada Berbagai Macam Interaksi Gen Genotipe A-B- A-bb aab- aabb Interaksi interlokus dominan Epistatis dominan Epistatis resesif Epistatis dominan dan resesif Gen resesif rangkap Gen dominan rangkap Interaksi duplikat Interaksi kompleks Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen dan merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan yang berkaitan dengan sifat morfologi dan fisiologi (Poespodarsono, 1988). Karakter kuantitatif diatur oleh beberapa gen yang disebut dengan gen ganda (poligen). Masing-masing gen memberikan 7

20 8 pengaruh yang kecil, sedangkan pengaruh lingkungannya sangat besar (Crowder, 2006). Karakter kuantitatif dapat diukur dengan menggunakan satuan ukuran tertentu sehingga disebut sebagai karakter metrik. Karakter kuantitatif tidak dapat dibedakan secara tegas karena sebarannya bersifat kontinyu. Karakter ini dikendalikan oleh banyak gen sehingga disebut juga karakter poligenik. Setiap unit gen memberikan pengaruh yang kecil dalam mengekspresikan fenotipenya sehingga disebut sebagai gen minor (Nasir, 2001). Menurut Syukur et al. (2009) seleksi pada karakter kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan data statistika. Pengujian data dilakukan dengan perhitungan nilai tengah, ragam, dan simpangan bakunya. Heritabilitas Brewbaker (1983) menyatakan bahwa kegiatan seleksi efektif dilakukan jika memenuhi dua persyaratan, yaitu adanya keragaman fenotipe yang cukup besar dalam populasi asal dan nilai heritabilitas yang cukup tinggi. Heritabilitas digunakan untuk menentukan apakah ragam pada karakter yang diamati disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor lingkungan. Menurut Poespodarsono (1988) heritabilitas dapat diartikan sebagai proporsi keragaman teramati yang disebabkan oleh sifat yang diturunkan. Nasir (2001) menyatakan bahwa heritabilitas adalah proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe untuk suatu karakter tertentu. Terdapat dua bentuk heritabilitas yang lazim dikenal dalam pemuliaan tanaman, yaitu heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) dan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability). Heritabilitas dalam arti luas memperhatikan keragaman genetik total dalam kaitannya dengan keragaman fenotipe, sedangkan heritabilitas arti sempit merupakan keragaman yang diakibatkan oleh peran gen aditif yang merupakan bagian dari keragaman genetik total (Nasir, 2001). Nilai heritabilitas dapat dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) atau persentase yang berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 menunjukkan bahwa keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 menunjukkan keragaman fenotipe hanya disebabkan

21 oleh genotipe (Poespodarsono, 1988). Nilai heritabilitas dapat dikatakan rendah apabila kurang dari20 %, sedang pada %, dan tinggi jika lebih dari 50 %. 9 Seleksi Seleksi merupakan salah satu langkah awal pemuliaan dalam merakit suatu varietas. Seleksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan individu atau kelompok tanaman dari populasi campuran (Poehlman, 1983). Kegiatan seleksi harus berdasarkan pada prinsip pemuliaan, yaitu lebih efektif dilakukan pada keturunan yang berbeda dan keragaman tidak diciptakan oleh kegiatan seleksi. Sebaliknya seleksi menggunakan keragaman yang telah ada (Allard, 1992). Menurut Hallaeur (1981) tujuan utama dari kegiatan seleksi adalah untuk mengidentifikasi genotipe yang diinginkan. Penggunaan metode seleksi sangat tergantung pada beberapa hal, yaitu arah kegiatan pemuliaan yang dilakukan, pola pewarisan sifat atas sifat yang akan diperbaiki, individu dalam populasi, sejarah seleksi, serta tujuan spesifik dari program pemuliaan yang dikehendaki. Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) seleksi pada cabai umumnya dilakukan dengan metode seleksi massa, galur murni, silang balik (back cross), dan seleksi silsilah (pedigree). Menurut Nasir (2001) seleksi massa dilakukan pada populasi tanaman yang dikehendaki berdasarkan fenotipenya saja. Tujuan seleksi massa adalah untuk memperbaiki penampilan populasi melalui pemilihan dan pencampuran genotipe-genotipe unggul pada populasi tanaman. Seleksi galur murni (pureline) terbatas hanya mengisolasi genotipe terbaik yang terdapat dalam populasi campuran. Seleksi silang balik (back cross) umumnya dilakukan dalam perbaikan sifat yang dikendalikan oleh gen tunggal, yaitu sifat yang tampak secara visual dan mudah dideteksi secara sederhana (karakter kualitatif). Tujuan utama seleksi back cross adalah untuk mendapatkan genotipe seperti tetua penerimanya. Seleksi silsilah (pedigree) merupakan metode seleksi yang membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak. Kegiatan seleksi dilakukan pada generasi awal (F2). Setiap individu tanaman diamati dan dilakukan pencatatan dengan baik menyangkut hubungan tetua dengan keturunannya untuk mendapatkan informasi genetik yang dikehendaki oleh pemulia. Menurut Syukur et al. (2009) tujuan dari metode seleksi silsilah adalah untuk mendapatkan varietas baru dengan

22 10 mengkombinasikan gen-gen yang diinginkan. Generasi hasil seleksi silsilah diharapkan memiliki karakter yang lebih unggul dibandingkan rata-rata kedua tetuanya. Terdapat beberapa prinsip umum dalam melakukan kegiatan seleksi pedigree, yaitu seleksi dilakukan pada generasi awal (F2) dengan tingkat segregasi yang tinggi (keragaman terbesar), seleksi awal dilakukan terhadap individu berdasarkan fenotipe yang kemudian ditanam dalam barisan, seleksi dilakukan berulang terhadap individu terbaik hingga mencapai tingkat homozigositas yang dikehendaki, dan silsilah dari setiap galur tercatat/diketahui (Syukur et al. 2009). Menurut Syukur et al. (2009) seleksi dapat dilakukan melalui satu karakter maupun beberapa karakter. Seleksi melalui satu karakter umumnya lebih mudah, akan tetapi seleksi tersebut dapat mempengaruhi karakter lain. Hal ini terjadi apabila karakter-karakter itu dikendalikan oleh gen yang sama atau gen-gen dalam keadaan terpaut. Seleksi melalui beberapa karakter dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu seleksi berurutan, seleksi simultan, dan seleksi indeks. Seleksi berurutan dilakukan terhadap satu karakter terhadap generasi awal, kemudian karakter lain pada generasi selanjutnya secara berurutan. Metode seleksi ini membutuhkan waktu yang lama. Seleksi simultan dilakukan terhadap beberapa karakter secara sekaligus. Beberapa karakter yang diseleksi diharapkan memiliki tingkat minimal yang ditentukan. Hanya kelompok individu yang memiliki nilai di atas tingkat minimal tersebut yang dipilih. Seleksi simultan berkaitan dengan korelasi antar karakter dan intensitas seleksi. Seleksi indeks dianggap lebih efisien dibandingkan dengan seleksi berurutan dan simultan. Seleksi indeks dilakukan melalui beberapa karakter yang dianggap penting berdasarkan nilai ekonomi, korelasi genotipe dan fenotipe antar karakter, serta nilai heritabilitasnya (Poespodarsono, 1988). Karakter-karakter yang dipilih diberi indeks pembobot yang besarnya tergantung pada sifat yang lebih dipentingkan. Hanya individu atau populasi yang berindeks tertinggi yang dipilih untuk diteruskan pada generasi-generasi seleksi selanjutnya. Batas-batas minimum untuk tiap karakter adalah bebas dari satu ke yang lainnya (Syukur et al., 2009).

23 11 Kemajuan Seleksi Syukur et al. (2009) mengemukakan bahwa kemajuan seleksi adalah selisih antara nilai tengah turunan hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang diseleksi. Nilai kemajuan seleksi dipengaruhi oleh heritabilitas, simpangan baku fenotipe populasi yang diseleksi, dan intensitas seleksi. Menurut Baihaki (2000) intensitas seleksi merupakan besaran yang menunjukkan besarnya bagian yang diseleksi dari suatu populasi sebaran normal standar. Semakin besar nilai intensitas seleksi yang digunakan maka nilai kemajuan genetik akibat seleksi akan semakin besar pula, akan tetapi persentase populasi yang diseleksi akan semakin kecil. Brewbaker (1983) mengemukakan bahwa kemajuan genetik dalam seleksi umumnya bergantung pada ketepatan yang dimiliki oleh pemulia untuk membedakan dan menentukan genotipe yang diinginkan. Menurut Baihaki (2000) konsep kemajuan genetik akibat seleksi didasarkan kepada perubahan dalam ratarata penampilan yang dicapai suatu populasi dalam setiap siklus seleksi. Satu siklus seleksi meliputi pembentukan sebuah populasi bersegregasi, pembentukan genotipe-genotipe untuk dievaluasi, evaluasi genotipe-genotipe, seleksi genotipegenotipe superior, pemanfaatan atau penggunaan genotipe-genotipe terseleksi, varietas baru atau sebagai tetua. Penyelesaian satu siklus seleksi akan bervariasi dari satu strategi metode-metode seleksi. Kemajuan genetik akibat seleksi dapat dinyatakan dalam satuan per tahun. Kemajuan seleksi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas seleksi, mempercepat waktu seleksi, meningkatkan keragaman genetik, memahami interaksi genotipe dengan lingkungan, serta memperbanyak ulangan dan lingkungan seleksi (Falconer, 1981). Menurut Trikoesoemaningtyas et al. dalam Limbongan (2008) kemajuan genetik dapat dimaksimalkan dengan menentukan kriteria seleksi yang memberikan kemajuan seleksi terbaik. Umumnya kriteria yang digunakan dalam seleksi didasarkan pada hasil ekonomis tanaman, namun kriteria ini dipandang memiliki heritabilitas yang relatif rendah. Hal ini karena karakter daya hasil merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga menurunkan kemajuan genetik yang diperoleh.

24 12 Korelasi dan Analisis Lintas Walpole (1992) menerangkan bahwa korelasi adalah ukuran hubungan linear antara dua peubah acak x dan y yang diduga dengan nilai koefisien korelasi (r). Nilai r berkisar antara -1 dan +1. Bila r mendekati +1 atau -1, hubungan antara kedua peubah tersebut kuat dan dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Bila r mendekati 0, hubungan linear antara x dan y sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali. Menurut Falconer (1981) terdapat dua jenis korelasi tunggal, yaitu korelasi fenotipe dan genotipe. Korelasi fenotipe merupakan nilai derajat keeratan hubungan antara dua sifat yang langsung diukur, sedangkan nilai korelasi genotipe adalah nilai derajat keeratan hubungan antara total rata-rata pengaruh dari gen yang dikandungnya. Menurut Ganefiani et al. (2006) dalam analisis korelasi tunggal diasumsikan bahwa selain dari kedua sifat yang dipasangkan maka sifat lain dianggap konstan. Asumsi ini jelas kurang berlaku bagi makhluk hidup, karena terjadi berbagai proses yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Penggunaan analisis lintasan dapat menjawab persoalan tersebut, masing-masing sifat yang dikorelasikan dengan hasil dapat diuraikan menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Pemilihan karakter langsung dan tidak langsung dalam analisis lintas dapat dipertimbangkan dalam penentuan kriteria seleksi. Menurut Limbongan (2008) seleksi terhadap suatu karakter dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Seleksi tidak langsung terhadap suatu karakter perlu dilakukan karena seleksi terhadap karakter tersebut lebih mudah dan dapat dilakukan lebih awal. Persyaratan untuk dapat melakukan seleksi tidak langsung adalah jika karakter tersebut memiliki korelasi yang kuat dengan karakter produksi.

25 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Juni Penanaman di lapang dilakukan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Darmaga. Lokasi penanaman berada pada ketinggian 250 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan jenis tanah latosol. Pengamatan pascapanen dilakukan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan berupa benih tetua genotipe IPB C120, IPB C5, dan benih F2 hasil persilangan genotipe IPB C120 dengan IPB C5. Pupuk yang digunakan meliputi Urea 150 kg/ha, SP kg/ha, KCI 200 kg/ha, pupuk kandang 15 ton/ha, dan kapur pertanian 3 ton/ha. Selain itu digunakan pula pupuk NPK mutiara, pupuk daun, dan pestisida. Peralatan yang digunakan meliputi alat tanam, tray, mulsa plastik hitam perak, plastik, label, jangka sorong, meteran, timbangan digital, alat tulis, dan kamera digital. Metode Penelitian Populasi yang ditanam terdiri atas P1 (IPB C120) sebanyak 20 tanaman, P2 (IPB C5) sebanyak 20 tanaman, dan F2 (IPB C120 x IPB C5) sebanyak 280 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap semua tanaman dalam populasi tersebut. Luas lahan yang digunakan adalah 100 m 2 dengan 16 bedeng. Masingmasing bedeng berukuran 1 m x 5 m dengan jarak antar bedeng 0.5 m dan jarak tanam 0.5 m x 0.5 m. Pelaksanaan Penelitian Persiapan awal meliputi persiapan benih, penyemaian, dan persiapan lahan. Benih yang digunakan merupakan benih yang sehat dan diambil dari buah yang matang penuh. Media persemaian berupa kompos yang telah disterilisasi dalam oven dengan suhu C selama tiga jam. Media diisi ke dalam tray hingga 2/3

26 14 bagian. Selanjutnya benih ditanam dalam tray sebanyak satu benih/lubang dan ditutup kembali dengan media hingga penuh. Selama dipersemaian dilakukan penyiraman setiap hari agar memudahkan benih berkecambah dan tumbuh dengan baik. Dua minggu setelah persemaian dilakukan pemupukan dengan NPK mutiara dan Gandasil D masing-masing dosis 5 g/l dan 1 g/l setiap minggu hingga pindah lapang. Pengendalian hama dan penyakit di persemaian dilakukan dengan penyemprotan pestisida Antracol dan Curacon dengan dosis 0.5 g/l dan 1 ml/l. Bibit dipersemaian dipindahkan ke lapang pada tujuh minggu setelah semai. Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan lahan dan pembuatan bedeng dengan tinggi 0.2 m, lebar 1 m, dan panjang 5 m tiap bedeng, serta jarak antar bedeng 0.5 m. Bedeng yang telah diolah ditambahkan pupuk kandang dan kapur pertanian dua minggu sebelum penanaman dilakukan. Bedengan ditutup dengan mulsa hitam perak empat hari sebelum penanaman. Penanaman dilakukan satu tanaman/lubang dengan jarak 0.5 m x 0.5 m. Setiap tanaman diikat tali rafia pada ajir agar kokoh dan menghindari kerobohan. Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman, pemupukan, penyemprotan pestisida, dan pewiwilan. Penyiraman dilakukan setiap hari jika tidak terjadi hujan. Pemupukan awal dilakukan pada saat pindah tanam dan setiap minggu menggunakan pupuk NPK mutiara dan Gandasil D dengan dosis masing-masing 10 g/l dan 2 g/l air. Pupuk dicampur, dilarutkan, dan disiramkan sebanyak 250 ml/tanaman. Pemupukan NPK dan Gandasil D bertujuan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman dan diberikan sampai tanaman mulai muncul buah. Penyemprotan pestisida dilakukan setiap minggu untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman. Pestisida yang digunakan meliputi Curacon 2 ml/l, Kelthane 1 ml/l, Antracol 2 g/l, dan Dithane 6 g/l. Pewiwilan dilakukan dengan membuang tunas yang tumbuh pada batang utama di bawah dikotomus. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan vegetatif tanaman dan menghindari munculnya serangan penyakit secara serentak. Menurut Widodo (2002) pewiwilan harus sudah selesai saat panen pertama. Keuntungan dari pewiwilan adalah untuk menjaga kelembaban, memperbaiki warna dan kualitas buah, serta meningkatkan produksi.

27 15 Pemanenan dilakukan dengan cara memetik seluruh buah yang sudah masak (75 % permukaan buah telah berwarna merah). Pemanenan dilakukan setiap minggu hingga minggu ke delapan. Panen pada pagi hari lebih baik untuk mendapatkan bobot buah yang optimal dan menjaga kesegaran buah. Pengamatan Pengamatan terdiri atas karakter kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan berdasarkan deskriptor cabai (IPGRI, 1995). Karakter kualitatif terdiri atas: 1. Habitus tanaman (plant growth habit): diamati saat tanaman mulai berbuah. Gambar 1. Bentuk Habitus Tanaman:3) prostrate, 5) intermediate (compact),7) erect 2. Bentuk daun (leaf shape): diamati saat buah pertama mulai masak. Gambar 2. Bentuk Daun: 1) deltoid, 2) ovate, 3) lanceolate 3. Bentuk batang (stem shape): cylindrical, angled, dan flattened. Diamati saat tanaman dewasa. 4. Warna batang (stem color): hijau, hijau garis ungu, dan ungu. Diamati saat tanaman dewasa.

28 16 5. Warna buku (nodal anthocyanin): hijau, ungu terang, ungu, dan ungu gelap. Diamati saat tanaman dewasa. 6. Warna mahkota bunga (corolla colour): putih, kuning terang, kuning, kuning hijau, ungu dengan dasar putih, putih dengan dasar ungu, dan ungu. Diamati saat bunga mekar. 7. Posisi bunga (flower position): diamati saat antesis. Gambar 3. Posisi Bunga: 3) pendant, 5) intermediate, 7) erect 8. Warna anter (anther colour): putih, kuning, biru pucat, biru, dan ungu. Diamati saat mekar sebelum antesis. 9. Warna filament (filament colour): putih, kuning, hijau, biru, ungu terang, dan ungu. Diamati saat antesis. 10. Bentuk pelekatan kelopak pada pangkal buah (fruit shape at pedicel attachment): diamati saat buah masak pada panen kedua. Gambar 4. Bentuk Pelekatan Kelopak pada Pangkal Buah: 1) acute, 2) obtuse, 3) truncate, 4) cordate, 5) lobate 11. Bentuk tepi kelopak buah (calyx margin): diamati saat buah masak pada panen kedua. Gambar 5. Bentuk Tepi Kelopak Buah: 3) entire, 5), intermediate, 7) dentate 12. Bentuk buah (fruit shape ): diamati saat buah masak pada panen kedua.

29 17 Gambar 6. Bentuk Buah: 1) elongate, 2) almost round, 3) triangular, 4) campanulate, 5) blocky. 13. Bentuk ujung buah (fruit shape at blossom end): diamati saat buah masak pada panen kedua. Gambar 7. Bentuk Ujung Buah: 1) pointed, 2) blunt, 3) sunken,4) sunken dan pointed 14. Warna buah dan muda: pointed. putih, kuning, hijau, orange, ungu, dan ungu tua. 15. Warna buah masak: putih, kuning, orange, merah, ungu, coklat, dan hitam. 16. Permukaan kulit (fruit surface): lurus, keriting, semi-keriting. Diamati saat buah masak pada panen kedua. Pengamatan kuantitatif meliputi: 1. Tinggi tanaman (plant height): diukur dari permukaan tanah hingga ujung titik tumbuh tertinggi setelah panen kedua (cm). 2. Tinggi dikotomus (stem length): diukur dari permukaan tanah hingga percabangan pertama setelah panen kedua (cm). 3. Diameter batang (stem diameter): diukur pada pertengahan jarak antara permukaan tanah hingga percabangan pertama setelah panen kedua (cm). 4. Lebar kanopi (plant canopy width): diukur setelah panen pertama pada bagian yang terlebar.

30 18 5. Umur berbunga (hari setelah tanam/hst): diamati saat bunga pertama muncul. 6. Umur panen (HST): diamati saat panen pertama. 7. Panjang buah (fruit length): diukur dari ujung hingga pangkal buah (cm). 8. Lebar buah (fruit width): terdiri atas diameter bagian pangkal, tengah, dan ujung buah (cm). 9. Panjang petiol buah (fruit petiol length): diukur dari ujung petiol hingga pangkal yang merupakan perlekatan dengan pangkal buah (cm). 10. Bobot per buah (g). 11. Bobot buah per tanaman (g). 12. Jumlah buah per tanaman. Analisis Data Analisis data kualitatif pada populasi F2 dilakukan dengan menggunakan uji khi-kuadrat berdasarkan hukum Mendel dan penyimpangannya. Analisis data kuantitatif dilakukan menggunakan software Microsoft Excel dan SAS System Uji khi-kuadrat (Crowder, 2006) Keterangan: X 2 = nilai khi-kuadrat hitung O i = nilai pengamatan fenotipe ke-i E i = nilai harapan fenotipe ke-i 2. Heritabilitas(Nasir, 2001) Keterangan : h 2 bs 2 P = heritabilitas arti luas = ragam fenotipe populasi P1 2 P2 = ragam fenotipe populasi P2 2 F2 = ragam fenotipe populasi F2

31 19 3. Kemajuan seleksi (Falconer, 1981) Keterangan: KS = kemajuan seleksi S = selisih nilai tengah tanaman tepilih terhadap nilai tengah populasi F2 h 2 = heritabilitas arti luas 4. Persentase Kemajuan Genetik Harapan(Nasir, 2001) Keterangan: KGH = persentase kemajuan genetik harapan KS = kemajuan seleksi = nilai tengah populasi F2 5. Korelasi (Walpole, 1992) Keterangan: r = koefisien korelasi n = jumlah pengamatan x dan y masing-masing berupa peubah bebas 6. Sidik lintas (Singh dan Chaudhary, 1979) Vektor A merupakan korelasi antara karakter xi dengan (y)(riy). Unsur Matrik B terdiri dari korelasi peubah xi (rij). Vektor C adalah unsur-unsur pengaruh langsung peubah xi terhadap y(pij). Koefisien Residu (Cs) :

32 20 7. Indeks seleksi (Falconer, 1981) I = b 1 P 1 + b 2 P b n P n Keterangan: I = indeks seleksi b n = bobot dari karakter ke-n P n = nilai fenotipe tiap genotipe yang telah distandarisasi untuk karakter ke n 8. Standarisasi (Walpole, 1992) Keterangan: z = satuan baku x = nilai pengamatan µ = nilai tengah σ = simpangan baku

33 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Persentase daya berkecambah menunjukkan hasil yang baik, yaitu berada diatas 80 %. Penyakit yang menyerang bibit di persemaian adalah rebah kecambah (Pythium sp.) dan cendawan tanah. Penanaman di lapang dilakukan saat terjadi hujan. Hal ini menyebabkan kondisi lapangan memiliki kelembapan yang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kec. Darmaga, Kab. Bogor (2010) selama penelitian berlangsung, curah hujan berada pada selang interval mm/bulan.curahhujan tertinggi tejadi pada bulan Februari 2010 (460.7 mm/bulan), sedangkan curah hujan terendah terjadi pada saat bulan April 2010 (42.9 mm/bulan). Sebaliknya, suhu tertinggi terjadi pada bulan April (27.1 o C) dan terendah pada bulan Januari (25.3 o C). Secara umum pertumbuhan tanaman di lapangan menunjukkan kondisi yang cukup baik, walaupun terjadi serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang meliputi belalang (Valanga nigricornis), bekicot(achatinafulica), lalat buah (Bactrocera dorsalis), trips (Thrips parvispinus), kutu daun persik (Myzuspersicae), dan ulat grayak (Spodoptera litura). Gejala yang ditimbulkan oleh belalang dan ulat grayak berupa sobekan dan lubang-lubang pada daun akibat gigitan. Hama trips menyebabkan daun menjadi berkerut dan bercak klorosis, lapisan bawah daun berwarna keperak-perakan atau seperti tembaga. Kondisi umum tanaman di lapangan ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 8. Kondisi Tanaman di Lapangan pada 7 MST: kiri) tetua P1 (IPB C120); tengah) tetua P2 (IPB C5); kanan) F2 (IPB C120 x IPB C5)

34 22 Curah hujan yang cukup tinggi selama penelitian mengakibatkan serangan penyakit terhadap tanaman juga meningkat. Beberapa penyakit yang menyerang tanaman cabai adalah antraknosa (Colletotrichum sp.), layu fusarium (Fusarium oxysporum), rebah kecambah (Phytium debaryanum), dan daun keriting kuning (geminivirus). Gulma yang banyak tumbuh di lahan terdiri atas teki (Cyperus sp.), krokot (Portulaca oleracea), babadotan (Ageratum conyzoides), sawi liar (Capsella bursapastoris), dan Euphorbia hirta. Karakter Kualitatif Karakter kualitatif yang diperoleh pada populasi kedua tetua merupakan nilai tengah dari fenotipe yang muncul lebih dominan. Fenotipe kualitatif pada kedua tetua dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengamatan Karakter Kualitatif pada Kedua Tetua Karakter P1(IPB C120) P2(IPB C5) Habitus Tanaman Prostrate Erect Bentuk Daun Ovate Ovate Bentuk Batang Cylindrical Cylindrical Warna Batang Hijau garis ungu Hijau garis ungu Warna Buku Ungu Ungu Posisi Bunga Intermediate Intermediate Warna Anter Ungu Biru Warna Filamen Kuning Kuning Warna Mahkota Bunga Putih Putih Tepi Kelopak Buah Intermediate Intermediate Tipe Pangkal Buah Truncate Truncate Bentuk Buah Elongate Elongate Bentuk Ujung Buah Sunken Blunt Warna Buah Muda Hijau Hijau Warna Buah Masak Merah Merah Permukaan Kulit Keriting Lurus Karakter habitus tanaman pada kedua tetua di lapangan bersifat heterogen. Populasi P1 menunjukkan bentuk habitus tanaman antara prostrate dan intermediate, sedangkan populasi P2 menunjukkan fenotipe erect dan intermediate. Karakter bentuk daun pada populasi P1 menunjukkan fenotipe yang heterogen antara ovate dan lanceote, sedangkan populasi P2 menunjukkan fenotipe yang homogen (ovate).

35 23 Karakter warna batang pada populasi P1 dan P2 menunjukkan fenotipe yang heterogen antara hijau garis ungu, hijau, dan ungu. Karakter posisi bunga pada kedua tetua menunjukkan fenotipe yang heterogen antara intermediate dan pendant, demikian pula dengan karakter tipe pangkal buah yang menunjukkan fenotipe yang heterogen pada kedua tetua antara truncate dan obtuse. Karakter warna anter pada populasi P2 lebih beragam dibandingkan dengan populasi P1. Fenotipe warna anter yang muncul pada populasi P1 meliputi ungu, biru,dan biru pucat, sedangkan populasi P2 menunjukkan fenotipe anter yang berwarna biru, biru pucat, ungu, ungu kuning, dan hijau. Fenotipe posisi bunga dan warna anter ditunjukkan pada Gambar 9 dan 10. Gambar 9. Posisi Bunga Cabai: kiri) pendant; tengah) intermediate; kanan) erect. Gambar 10. Warna Anter pada Bunga Cabai: ungu kuning; biru; hijau; dan ungu pucat. Karakter tepi kelopak buah pada populasi P1 menunjukkan fenotipe yang heterozigot antara intermediate dan dentate, sedangkan pada populasi P2 menunjukkan fenotipe yang homogen (intermediate). Karakter bentuk ujung buah pada populasi P1 menunjukkan fenotipe yang heterogen antara pointed dan sunken, sedangkan populasi P2 menunjukkan fenotipe bentuk ujung buah yang pointed dan blunt. Karakter bentuk batang, warna buku, warna filament, warna

36 24 mahkota bunga, bentuk buah, warna buah muda, warna buah masak, dan permukaan kulit pada kedua tetua menunjukkan fenotipe yang homogen. Kedua tetua diduga memiliki genotipe homozigot untuk karakter bentuk batang, warna buku, warna filamen, warna mahkota bunga, bentuk buah, warna buah muda, dan warna buah masak. Hal ini dapat dilihat dari populasi F2 yang menunjukkan fenotipe yang homogen pada karakter-karakter tersebut. Karakter posisi bunga, tepi kelopak buah, dan tipe pangkal buah pada salah satu atau kedua tetua diduga bersifat heterozigot. Hal ini dapat dilihat dari fenotipe populasi F2 yang beragam karena adanya segregasi. Persentase fenotipe populasi F2 ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase Fenotipe Populasi F2 Karakter Fenotipe F2 (%) Habitus Tanaman intermediate : prostrate : erect Bentuk Daun ovate : 9.46 lanceote Bentuk Batang 100 cylindrical Warna Batang hijau bergaris ungu : hijau : ungu Warna Buku 100 ungu Posisi Bunga intermediate : pendant ungu : biru : biru pucat : Warna Anter 6.64 ungu pucat : 1.85 ungu kuning : 0.74 kuning Warna Filamen 100 kuning Warna Mahkota Bunga 100 putih Tepi Kelopak Buah intermediate : dentate : 0.95 entire Tipe Pangkal Buah obtuse : 4.25 acute : 1.89 truncate Bentuk Buah 100 elongate Bentuk Ujung Buah pointed : blunt : sunken Warna Buah Muda 100 hijau Warna Buah Masak 100 merah Permukaan Kulit semi keriting : 3.78 lurus : 1.26 keriting Karakter-karakter yang bersegregasi dapat dihitung berdasarkan nisbah segregasi. Berdasarkan hasil pengamatan tidak semua karakter yang diamati memiliki perbandingan yang sesuai dengan nisbah segregasi. Karakter yang sesuai dengan nisbah segregasi yaitu karakter habitus tanaman, bentuk daun, posisi bunga, dan bentuk ujung buah yang ditunjukkan pada Tabel 4. Karakter warna batang, warna anter, tepi kelopak buah, tipe pangkal buah, dan permukaan kulit buah tidak dapat dijelaskan berdasarkan nisbah segregasi.

37 Tabel 4. Hasil Khi Kuadrat Fenotipe Populasi F2 Karakter Nisbah segregasi X hitung X tabel 5% Habitus Tanaman 10intermediate : 3prostrate : 3erect 1.14 tn 5.99 Bentuk Daun 15 ovate : 1 lanceote 2.50 tn 3.84 Posisi Bunga 13 intermediate : 3 pendant 0.26 tn 3.84 Bentuk Ujung Buah 10 pointed : 3 blunt : 3 sunken 1.81 tn 5.99 Nisbah segregasi pada tabel di atas menunjukkan bahwa karakter habitus tanaman, bentuk daun, posisi bunga, dan bentuk ujung buah memiliki jumlah perbandingan genotipe sebanyak 16 kombinasi. Banyaknya kombinasi dalam F2 dapat memperlihatkan berapa banyaknya sifat beda berdasarkan rumus (2 n ) 2, dimana n adalah jumlah sifat beda yang dikendalikan oleh masing-masing pasangan gen. Hal ini berarti karakter habitus tanaman, bentuk daun, posisi bunga, dan bentuk ujung buah diduga dikendalikan oleh dua pasang gen. Karakter habitus tanaman dan bentuk ujung buah memiliki nisbah segregasi yang sama, yaitu 10 intermediate : 3 prostrate : 3 erect pada habitus tanaman dan 10 pointed : 3 blunt : 3 sunken pada bentuk ujung buah. Karakter bentuk daun memiliki nisbah segregasi 15 ovate : 1 lanceote, sedangkan posisi bunga memiliki nisbah segregasi 13 intermediate : 3 pendant. Nisbah segregasi yang muncul sebagai penyimpangan hukum Mendel ini merupakan akibat dari interaksi gen yang disebut epistatis. Menurut Allard (1992) epistatis merupakan interaksi interalelik antara gen-gen pada tempat yang berbeda, dimana terdapat gen-gen yang dapat menutup atau mempengaruhi gen-gen lain. Nisbah segregasi 10 : 3 : 3 merupakan interaksi interalelik kompleks, sedangkan nisbah segregasi 15 : 1 dan 13 : 3 masing-masing merupakan interaksi gen dominan rangkap (epistatis dominan rangkap) dan epistatis dominan resesif. 25 Heritabilitas Nilai heritabilitas menunjukkan persentase dan pengaruh genetik dari penampakan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetua kepada keturunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa ragam genetik besar dan ragam lingkungan kecil. Semakin besar komponen lingkungan, heritabilitas akan semakin kecil (Crowder, 2006).

38 Nilai heritabilitas pada karakter-karakter kuantitatif yang diamati ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa karakterkarakter vegetatif umumnya memiliki nilai heritabilitas yang tinggi, kecuali pada karakter lebar kanopi yang bernilai sedang (25.56 %). Karakter generatif berupa umur berbunga memiliki nilai heritabilitas yang tinggi (55.87 %), sedangkan umur panen bernilai sedang (49.31 %). Karakter komponen daya hasil berupa diameter buah memiliki nilai heritabilitas yang tinggi, baik diameter pangkal (50.69 %), tengah (61.99 %), maupun ujung buah (51.01 %). Karakter panjang buah, panjang petiol, dan bobot buah memiliki nilai heritabilitas sedang, masing-masing sebesar 21.31, 35.12, dan %. Tabel 5.Nilai Heritabilitas Masing-masing Karakter Karakter p g e h 2 bs Kriteria Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Tinggi Dikotomus (cm) Tinggi Diameter Batang (cm) Tinggi Lebar Kanopi (cm) Sedang Umur Berbunga (HST) Tinggi Umur Panen (HST) Sedang Diameter Pangkal Buah (mm) Tinggi Diameter Tengah Buah (mm) Tinggi Diameter Ujung Buah (mm) Tinggi Panjang Buah (cm) Sedang Panjang Petiol (cm) Sedang Jumlah Buah Rendah Bobot per Buah (g) Sedang Bobot Buah per Tanaman (g) Rendah Ket: p = ragam fenotipe; g = ragam genotipe; e = ragam lingkungan; h 2 bs = heritabilitas arti luas (%). Karakter komponen daya hasil lainnya berupa jumlah buah dan bobot buah per tanaman memiliki nilai heritabilitas yang tergolong rendah, yaitu % dan %. Komponen daya hasil merupakan karakter kuantitaitf. Menurut Crowder (2006) sifat kuantitatif diatur oleh beberapa gen yang disebut poligen (gen ganda), memberikan pengaruh yang kecil, dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 yang menunjukkan bahwa ragam lingkungan pada karakter jumlah buah dan bobot buah per tanaman jauh lebih besar dibandingkan dengan ragam genotipenya. 26

39 27 Kemajuan Seleksi Menurut Brewbaker (1983) kemajuan genetik melalui seleksi umumnya lebih banyak menyangkut sifat-sifat metrik yang dikendalikan oleh banyak gen dan bergantung pada nilai heritabilitas dan variabilitas fenotipe dari sifat turunan yang diseleksi. Sejalan dengan meningkatnya keragaman fenotipe dan heritabilitas, maka kemajuan genetik melalui seleksi juga semakin meningkat. Nilai kemajuan seleksi pada masing-masing karakter dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Duga Kemajuan Seleksi Masing-masing Karakter Karakter (S) (F2) KS KGH (F3) Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Dikotomus (cm) Diameter Batang (cm) Lebar Kanopi (cm) Umur Berbunga (HST) Umur Panen (HST) Diameter Pangkal Buah (cm) Diameter Tengah Buah (cm) Diameter Ujung Buah (cm) Panjang Buah (cm) Panjang Petiol (cm) Jumlah Buah Bobot per Buah (g) Bobot Buah per Tanaman (g) Ket: µ(s) = nilai tengah pada tanaman hasil seleksi; µ(f2) = nilai tengah pada populasi F2; KS = kemajuan seleksi; KGH = persentase kemajuan genetik harapan (%); µ(f3) = dugaan nilai tengah pada populasi F3. Tabel 6 menunjukkan bahwa pada populasi F3 diduga terjadi peningkatan untuk semua karakter akibat kegiatan seleksi. Nilai kemajuan seleksi dapat pula ditunjukkan dengan nilai persentase kemajuan genetik harapan (KGH). KGH merupakan persentase kemajuan genetik sebagai akibat dilakukannya kegiatan seleksi. Menurut Nasir (2001) kriteria persentase kemajuan genetik harapan digolongkan rendah = 0 % < KGH < 3.3 %, agak rendah = 3.3 % < KGH < 6.6 %, cukup tinggi = 6.6 % < KGH < 10 %, dan tinggi = KGH > 10 %. Nilai KGH pada karakter bobot buah per tanaman memiliki besaran yang paling tinggi (15.67 %), padahal karakter ini memiliki nilai heritabilitas yang paling rendah (16.75 %). Hal ini terjadi karena nilai tengah dari bobot buah per

40 28 tanaman dari tanaman hasil seleksi jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai tengah populasi F2, sehingga nilai diferensial seleksinya lebih besar. Nilai tengah bobot buah per tanaman pada populasi F2 mencapai g dan diduga meningkat menjadi g pada populasi F3 sebagai akibat dilakukannya seleksi. Karakter bobot per buah memiliki nilai KGH sebesar %, sehingga pada populasi F3 bobot per buah diduga meningkat dari 7.45 g menjadi g. Demikian pula pada karakter jumlah buah yang memiliki nilai KGH sebesar %. Kemajuan seleksi mengakibatkan jumlah buah pada populasi F3 diduga meningkat dari menjadi Nilai KGH pada umur berbunga dan umur panen bernilai negatif, yaitu dan %. Nilai negatif menunjukkan nilai yang berbanding terbalik. Hal ini menerangkan bahwa pada generasi selanjutnya tanaman yang dipilih akan berbunga dan panen lebih cepat dari populasi awal. Nilai tengah umur berbunga dan umur panen pada populasi F2 adalah dan HST serta diduga mengalami kemajuan yang mengakibatkan masa berbunga dan panen yang lebih cepat menjadi dan HST. Nilai KGH pada karakter tinggi dikotomus dan diameter ujung buah tergolong rendah, masing-masing sebesar 2.67 dan 2.91 %. Karakter-karakter yang memiliki nilai KGH yang tergolong agak rendah meliputi tinggi tanaman (4.66 %), lebar kanopi (5.50 %), panjang buah (3.92 %), dan panjang petiol (6.02 %). Karakter-karakter lain memiliki nilai KGH yang cukup tinggi, yaitu diameter batang (8.16 %), diameter pangkal buah (7.95 %), dan diameter tengah buah (9.26 %). Korelasi Hasil analisis korelasi ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antar karakter-karakter vegetatif, kecuali tinggi dikotomus terhadap diameter batang. Karakter vegetatif tinggi tanaman dan tinggi dikotomus tidak menunjukkan korelasi yang nyata terhadap bobot buah per tanaman.

41 29 Tabel 7. Koefisien Korelasi Masing-masing Karakter Karakter TD DB LK UB UP DPB DTB DUB PB PP JB BB BBT TT 0.18* 0.61** 0.60** TD * * 0.15* DB 0.60** -0.15* * 0.24** 0.38** 0.19** 0.44** LK ** 0.26** 0.43** 0.21** 0.45** UB 0.40** -0.15* * -0.18* * -0.23** UP -0.46** -0.26** -0.42** -0.42** -0.54** -0.34** -0.49** -0.42** DPB 0.69** 0.43** 0.34** 0.42** 0.24** 0.82** 0.45** DTB 0.22** ** ** 0.28** DUB ** 0.15* 0.36** 0.23** PB 0.52** 0.49** 0.70** 0.61** PP 0.47** 0.56** 0.53** JB 0.39** 0.89** BB 0.63** Keterangan: TT = tinggi tanaman; TD = tinggi dikotomus; DB = diameter batang; LK = lebar kanopi; UB = umur berbunga; UP = umur panen; DPB = diameter pangkal buah; DTB = diameter tengah buah; DUB = diameter ujung buah; PB = panjang buah;pp = panjang buah; JB = jumlah buah; BB = bobot per buah; BBT = bobot buah per tanaman; * = berbeda nyata pada taraf 5 %; ** = berbeda nyata pada taraf 1%. 29

42 30 Karakter diameter batang dan lebar kanopi menunjukkan korelasi yang sangat nyata terhadap bobot buah per tanaman (r=0.44 dan r=0.45). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar diameter dan lebar kanopi, maka bobot buah per tanaman akan semakin besar pula. Batang merupakan salah satu organ tumbuhan yang mampu berfotosintesis. Hasil fotosintesis dapat disimpan sebagai cadangan makanan bagi tumbuhan dalam bentuk buah. Oleh karena itu peningkatan diameter batang dapat mendukung produksi buah, begitu pula lebar kanopi. Semakin lebar kanopinya, maka daun akan semakin banyak tumbuh dan berfotosintesis. Umur berbunga dan umur panen berkorelasi negatif terhadap bobot buah per tanaman secara sangat nyata (r=-0.23 dan r=-0.42). Hal ini menunjukkan bahwa semakin pendek umur berbunga dan umur panen, maka bobot buah per tanaman akan semakin meningkat. Karakter lain yang berkorelasi secara nyata terhadap bobot buah per tanaman adalah karakter diameter pangkal buah (r=0.45), diameter tengah buah (r=0.28), diameter ujung buah (r=0.23), dan panjang petiol (r=0.53). Jumlah buah menunjukkan korelasi tertinggi terhadap bobot buah per tanaman (r=0.89), diikuti dengan bobot per buah (r=0.63) dan panjang buah (r=0.61). Berdasarkan penelitian Ganefianti et al. (2006) karakter yang memiliki korelasi tinggi terhadap bobot buah per tanaman adalah jumlah buah dan panjang buah. Karakter bobot per buah, jumlah buah, dan panjang buah merupakan karakter daya hasil, sehingga nilai korelasinya sangat besar dan nyata. Analisis Lintasan Berdasarkan 13 karakter yang diamati, hanya sembilan karakter yang dapat dianalisis dengan menggunakan analisis lintasan. Sembilan karakter tersebut yaitu diameter batang (cm), lebar kanopi (cm), umur berbunga (HST), diameter pangkal buah (mm), diameter tengah buah (mm), panjang buah (cm), panjang petiol (cm), jumlah buah, dan bobot per buah (g). Berdasarkan analisis lintasan maka nilai korelasi antar karakter-karakter di atas terhadap bobot buah per tanaman dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh langsung dan tidak langsung yang ditunjukkan pada Tabel 8.

43 31 Tabel 8. Koefisien Korelasi Lintas Masing-masing Karakter terhadap Karakter Bobot Buah per Tanaman Cabai Karakter Pengaruh Pengaruh tidak langsung (Z) langsung (C) DB LK UB DPB DTB PB PP JB BB rxy Selisih DB ** LK ** UB ** DPB ** DTB ** PB ** PP ** JB ** BB ** Keterangan: DB = diameter batang; LK = lebar kanopi; UB = umur berbunga; DPB = diameter pangkal buah; DTB = diameter tengah buah; PB = panjang buah; PP = panjang petiol; JB = jumlah buah; BB = bobot per buah; ** = berbeda sangat nyata. 31

44 32 Nilai total diantara kedua pengaruh tersebut merupakan nilai korelasi antar karakter dengan bobot buah per tanaman yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi tunggal pada analisis sebelumnya. Nilai selisih antara korelasi antar karakter dan bobot buah per tanaman dengan pengaruh langsungnya merupakan nilai total pengaruh tidak langsungnya.menurut Hutagalung dalam Budiarti et al. (2004) apabila nilai koefisien korelasi tunggal hampir sama besar dengan pengaruh langsungnya (perbedaannya tidak lebih dari 0.05) maka koefisien tersebut menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi langsung terhadap variabel tersebut akan sangat efektif. Penentuan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap hasil (Pih), korelasi antara karakter dengan hasil (rih), dan selisih antara korelasi antar karakter dan hasil dengan pengaruh langsung karakter tersebut terhadap hasil (rih Pih) kurang dari Jika ketiga hal tersebut dipenuhi, maka karakter tersebut sangat efektif sebagai kriteria seleksi untuk menduga hasil. Berdasarkan Tabel 8, karakter jumlah buah memiliki pengaruh langsung yang sangat besar terhadap bobot buah per tanaman (C=0.7207). Hal ini selaras dengan nilai koefisien korelasi antara jumlah buah dan bobot buah per tanaman yang bernilai besar dan sangat nyata (r=0.89). Karakter bobot per buah juga memiliki nilai pengaruh langsung yang cukup besar (C=0.3777), sedangkan pengaruh tidak langsungnya melalui jumlah buah sebesar Hubungan pengaruh tidak langsung ini terjadi karena pada tanaman cabai keriting (IPB C120) bobot per buah lebih kecil dibandingkan dengan cabai besar (IPB C5), sedangkan jumlah buah per tanamannya lebih banyak, sehingga bobot per buah dapat berpengaruh tidak langsung terhadap bobot buah per tanaman melalui jumlah buah. Karakter diameter tengah buah memiliki nilai pengaruh langsung yang negatif sangat kecil (C= ), sedangkan pengaruh tidak langsungnya melalui bobot buah bernilai positif cukup besar (Z=0.2399). Fenomena ini dapat terjadi karena tetua IPB C120 memiliki buah dengan diameter dan bobot per buah yang kecil tetapi jumlahnya banyak, sedangkan tetua IPB C5 memiliki buah dengan diameter dan bobot per bobot yang besar akan tetapi jumlahnya sedikit. Hal ini mengakibatkan bobot buah per tanaman pada IPB C120 lebih tinggi dari IPB C5.

45 33 Karakter lebar kanopi, umur berbunga, diameter pangkal buah, diameter tengah buah, panjang buah, dan panjang petiol memiliki nilai pengaruh langsung yang sangat kecil. Menurut Hutagalung dalam Budiarti et al. (2004) nilai pengaruh langsung yang kurang dari 0.05 dapat diabaikan, sedangkan menurut Nasution (2008) jika pengaruh totalnya besar, namun pengaruh langsungnya negatif atau kecil sekali, maka karakter-karakter yang berperan secara tidak langsung harus dipertimbangkan. Karakter lebar kanopi, panjang buah, dan panjang petiol berpengaruh tidak langsung terhadap bobot buah per tanaman melalui jumlah buah masing-masing sebesar , , dan Karakter diameter pangkal buah berpengaruh tidak langsung melalui bobot buah per tanaman melalui bobot buah sebesar Menurut Wirnas et al. (2005) analisis lintasan merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan kriteria seleksi. Guna melakukan seleksi tidak langsung maka karakter yang digunakan sebagai kriteria seleksi harus diwariskan dan berkorelasi positif dengan karakter yang akan diseleksi. Hal ini menunjukkan bahwa karakter jumlah buah dan bobot per buah dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi yang berpengaruh langsung terhadap bobot buah per tanaman, sedangkan karakter lebar kanopi, panjang buah, panjang buah, panjang petiol, dan diameter panjang buah dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi yang berpengaruh tidak langsung terhadap bobot buah per tanaman. Karakter-karakter yang dijadikan kriteria seleksi tersebut tunjukkan pada Gambar 11. Keterangan: BBT = bobot buah per tanaman; JB = jumlah buah; BB = bobot per buah; LK = lebar kanopi; PB = panjang buah; PP = panjang petiol; DPB = diameter pangkal buah; Cs = nilai sisa. Gambar 11. Diagram Korelasi Lintasan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Juni 2010. Penanaman di lapang dilakukan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Darmaga. Lokasi penanaman berada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Persentase daya berkecambah menunjukkan hasil yang baik, yaitu berada diatas 80 %. Penyakit yang menyerang bibit di persemaian adalah rebah kecambah (Pythium sp.) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

SELEKSI DAYA HASIL CABAI (Capsicum annuum L.) POPULASI F2 HASIL PERSILANGAN IPB C110 DENGAN IPB C5 HENDI FERDIANSYAH A

SELEKSI DAYA HASIL CABAI (Capsicum annuum L.) POPULASI F2 HASIL PERSILANGAN IPB C110 DENGAN IPB C5 HENDI FERDIANSYAH A SELEKSI DAYA HASIL CABAI (Capsicum annuum L.) POPULASI F2 HASIL PERSILANGAN IPB C110 DENGAN IPB C5 HENDI FERDIANSYAH A24061762 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

Vol 1 No. 3 Juli September 2012 ISSN:

Vol 1 No. 3 Juli September 2012 ISSN: KARAKTER KUALITATIF DAN HUBUNGAN KEKERABATAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) (The Qualitative Characterization and The Genetic Relationship of Chillies Genotypes (Capsicum annuum L.)) Anis

Lebih terperinci

Evaluasi Karakter Hortikultura Galur Cabai Hias IPB di Kebun Percobaan Leuwikopo

Evaluasi Karakter Hortikultura Galur Cabai Hias IPB di Kebun Percobaan Leuwikopo Evaluasi Karakter Hortikultura Galur Cabai Hias IPB di Kebun Percobaan Leuwikopo Horticulture Trait Evaluation of IPB Ornamental Pepper Lines in Leuwikopo Experimental Field Alvianti Yaufa Desita 1, Dewi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A34304035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DIMAS PURWO ANGGORO.

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL EMPAT HIBRIDA CABAI

EVALUASI DAYA HASIL EMPAT HIBRIDA CABAI Makalah Seminar departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor EVALUASI DAYA HASIL EMPAT HIBRIDA CABAI (Capsicum annuum L.) IPB DI KEBUN PERCOBAAN IPB LEUWIKOPO Yield

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Muhammad Dzikri Alif A

POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Muhammad Dzikri Alif A POLA PEWARISAN BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Muhammad Dzikri Alif A34403052 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL SEPULUH GALUR CABAI (Capsicum annuum L.) BERSARI BEBAS YANG POTENSIAL SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KUSMANTO

UJI DAYA HASIL SEPULUH GALUR CABAI (Capsicum annuum L.) BERSARI BEBAS YANG POTENSIAL SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KUSMANTO i UJI DAYA HASIL SEPULUH GALUR CABAI (Capsicum annuum L.) BERSARI BEBAS YANG POTENSIAL SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KUSMANTO DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Pengamatan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RAHMI YUNIANTI 1 dan SRIANI SUJIPRIHATI 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun petani Desa Rimbo Panjang

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun petani Desa Rimbo Panjang III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun petani Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar yang dimulai dari bulan November 2013 sampai April

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT Oleh: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum) dalam klasifikasi tumbuhan termasuk ke dalam family Solanaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer dan Palmer, 1990). Tinggi tanaman jagung berkisar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun petani Desa Rimbo Panjang

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun petani Desa Rimbo Panjang III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun petani Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar yang dimulai dari bulan November 2013 sampai April 2014.

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai keanekaragaman genetik yang luas (Deanon dan Soriana 1967). Kacang panjang memiliki banyak kegunaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area, Jalan Kolam No.1 Medan Estate kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI Triyani Dumaria DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun petani Desa Rimbo Panjang

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun petani Desa Rimbo Panjang III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun petani Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar yang dimulai dari bulan November 2013 sampai April 2014.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr PERSEMAIAN CABAI Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai Djoko Sumianto, SP, M.Agr BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) KETINDAN 2017 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)/ Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN HUBUNGAN KEKERABATAN 15 GENOTIPE TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) YANG DITANAM DI LAHAN GAMBUT

KARAKTERISASI DAN HUBUNGAN KEKERABATAN 15 GENOTIPE TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) YANG DITANAM DI LAHAN GAMBUT KARAKTERISASI DAN HUBUNGAN KEKERABATAN 15 GENOTIPE TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) YANG DITANAM DI LAHAN GAMBUT CHARACTERIZATION AND GENETIC RELATIONSHIP OF 15 GENOTYPES OF CHILI (Capsicum annuum L.)

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Fitri Yanti 11082201730 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, dari bulan Oktober 2011 sampai dengan April 2012. 3.2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL EMPAT CABAI (Capsicum annuum L.) HIBRIDA IPB DI KEBUN PERCOBAAN IPB LEUWIKOPO ADI PRADIPTA A

EVALUASI DAYA HASIL EMPAT CABAI (Capsicum annuum L.) HIBRIDA IPB DI KEBUN PERCOBAAN IPB LEUWIKOPO ADI PRADIPTA A 1 EVALUASI DAYA HASIL EMPAT CABAI (Capsicum annuum L.) HIBRIDA IPB DI KEBUN PERCOBAAN IPB LEUWIKOPO ADI PRADIPTA A24061758 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) TERHADAP LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f. sp. niveum) DAN KARAKTER KUANTITATIFNYA Oleh SWISCI MARGARET

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik 42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu Tanaman, dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian C3 B1 C1 D2 A2 E2 B3 C2 E3 B2 D3 A1. Keterangan:

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian C3 B1 C1 D2 A2 E2 B3 C2 E3 B2 D3 A1. Keterangan: Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN C3 B1 C1 D2 E1 A3 D1 A2 E2 B3 C2 E3 B2 D3 A1 Keterangan: A. Pupuk N, P dan K (200 kg/ha Urea + 450 kg/ha ZA + 150 kg/ha SP-36 + 150 kg/ha KCl) B. 1,5 ton/ha Pupuk

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012.

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. 3.2 Bahan dan alat Bahan

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Pendugaan Komponen Ragam, Heritabilitas dan Korelasi untuk Menentukan Kriteria Seleksi Cabai (Capsicum annuum L.) Populasi F5

Pendugaan Komponen Ragam, Heritabilitas dan Korelasi untuk Menentukan Kriteria Seleksi Cabai (Capsicum annuum L.) Populasi F5 Pendugaan Komponen Ragam, Heritabilitas dan Korelasi untuk Menentukan Kriteria Seleksi Cabai (Capsicum annuum L.) Populasi F5 The Estimation of Varian Component, Heritability, and Correlation to Determine

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabe Merah

Peluang Usaha Budidaya Cabe Merah KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS Peluang Usaha Budidaya Cabe Merah NAMA : HERRY WICOYO NIM : 11.12.5939 KELAS : 11-SI-SI-08 STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Abdullah Bin Arif 1 *, Sriani Sujiprihati 2, dan Muhamad Syukur 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Sistematika Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci