PENGARUH PROSES HYDROTERMAL, KARBONISASI DAN OKSIDASI TERHADAP PERUBAHAN KOMPOSISI MASERAL PADA BATUBARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PROSES HYDROTERMAL, KARBONISASI DAN OKSIDASI TERHADAP PERUBAHAN KOMPOSISI MASERAL PADA BATUBARA"

Transkripsi

1 PENGARUH PROSES HYDROTERMAL, KARBONISASI DAN OKSIDASI TERHADAP PERUBAHAN KOMPOSISI MASERAL PADA BATUBARA Sherly Andalia Gusnadi*, Rr. Harminuke Eko Handayani * * Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya Jl. Palembang-Prabumulih KM 32, Inderalaya, Sumatera Selatan, Indonesia Telp/fax: (711) 85137; sherly.andalia@yahoo.com Abstrak Batubara mempunyai karakteristik dan kualitas yang bervariasi, baik di lihat dari jenis (komposisi, kimia, maseral dan sifat fisik) maupun peringkatnya. Dalam penelitian ini petrografi batubara digunakan untuk melihat perubahan komposisi maseral dan menentukan peringkatdengan metode analisis reflektansi vitrinit. Pada proses hydrothermal di dapat bahwa kandungan liptinit menghilang pada suhu 35 C hal ini di karenakan kandungan zat terbang menguap, pada proses karbonisasi 3 C terlihat kandungan vitrinit meningkat hal ini dikarenakan selama proses karbonisasi kandungan karbon padat bertambah, sedangkan pada proses oksidasi 3 C maseral inertinit terlihat reactive hal ini dikarenakan maseral inertinit berasal dari komponen maseral yang mengalami oksidasi atau pembakaran. Hubungan antara komposisi maseral dengan karakteristik batubara dapat di lihat bahwa semakin bertambahnya kandungan vitrinit maka karbon padat akan meningkat, penurunan maseral liptinit yang memiliki kandungan zat terbang paling tinggi juga dapat dibuktikan dari hasil analisis kadar zat terbang yang menurun, apabila kandungan liptinit berkurang dan vitrinit bertambah maka akan mempengaruhi karakteristik batubara tersebutterlihat pada proses hydrothermal berdasarkan analisis reflektansi vitrinit Batubara Wahau, Kalimantan Timur yang semula berjenis Batubara Lignit RV max,26 %, pada suhu 35 C = RV max,87 % menurut standar ASTM termasuk dalam kelas High Volatile Bituminous, sedangkan karbonisasi dan oksidasi pada suhu tertinggi yaitu 3 C nilai RV max,34 % untuk karbonisasi dan untuk oksidasi RV max,32 % yaitu keduanya masih batubara Lignit,hal ini dapat di lihat bahwa proses hydrothermal mengalami proses pembatubaraan sedangkan proses karbonisasi dan proses oksidasi tidak. Kata Kunci: Batubara, Maseral, Hydrothermal, Karbonisasi, Oksidasi Abstract Coal has the characteristics and qualities are varied, both in view of the type ( chemical, physical and maceral) and ranking. In this study, petrographic coal used to see changes in the composition and rank maceral with vitrinite reflectance analysis method. In the process of hydrothermal in the can that contains liptinit disappeared at 35 C it s in because the content of volatile matter evaporates, the carbonization process 3 C visible content of vitrinite increased this is because during the carbonization process the carbon content of solid increases, whereas the oxidation process of 3 C maceral inertinit looks reactive it s because maceral inertinit derived from maceral components that undergo oxidation..the relationship between the composition maceral with the characteristics of the coal can be seen that the increasing content of vitrinite the solid carbon to be increased, decreased maceral liptinit which contain substances known flying height is also evident from the results of the analysis of the levels of volatile matter decline, if the content of liptinit reduced and vitrinite grow it will affect the characteristics of the coal is seen at hydrothermal processes based on analysis of vitrinite reflectance Wahau Coal, East Kalimantan which was originally manifold Lignite Coal RVmax.26%, at a temperature of 35 C = RVmax.87% according to ASTM standards are included in the class of High Volatile Bituminous, while carbonization and oxidation at high temperatures of 3 C RVmax value of.34% for carbonization and oxidation RVmax to.32% that they still Lignite coal, it can be seen that the process hydrothermal of a process coalification, carbonization process and the process oxidation are not. Keywords: Coal, Maceral, Hydrothermal, Carbonization, Oxidation. Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 38

2 1. PENDAHULUAN Berdasarkan data dari Direktorat Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), hasil perhitungan keseluruhan sumberdaya batubara Indonesia sampai dengan tahun 214 ini adalah sebesar ,74 juta ton batubara, sedangkan cadangan batubara sebesar ,74 juta ton. Sebagian besar terdiri atas batubara berkalori rendah 25,9% sampai sedang 65,4%. Batubara berkalori tinggi 6,9 % dan batubara berkalori sangat tinggi hanya 1,7%[1]. Kandungan maseral batubara Indonesia vitrinit 85 %, liptinit 7 % dan inertinite < 5 % sedangkan kandungan mineral matter terdiri dari lempung, karbonat, sulfida dan silika. Karakteristik batubara indonesia yang pada umumnya banyak mengandung vitrinit karena batubara indonesia terbentuk dari material organik teristrial (lingkungan darat ). Selain vitrinit batubara indonesia mengandung inertinit dan liptinit/eksinit dalam jumlah kecil. Seperti diketahui bahwa batubara yang kaya akan kelompok maseral vitrinit dan exinit mempunyai perbedaan nyata di dalam sifat pencairan, dan pembakaran, jika dibandingkan dengan batubara yang kaya akan inertinit. Komposisi dan persentase maseral pada suatu lapisan batubara sangat erat kaitannya dengan jenis tumbuhan dan kondisi lingkungan pengendapan pada waktu pembentukan batubara, sehingga analisis komposisi maseral dapat digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan batubara, korelasi lapisan batubara, sejarah thermal pembatubaraan (coalification thermal history) dan penentuan peringkat (rank) batubara[2]. Analisis komposisi maseral di lakukan dengan analisis petrografi, selain analisis komposisi maseral metode analisis petrografi juga dapat menentukan reflektansi vitrinit. Penentuan peringkat batubara dengan metode analisis reflektansi maseral didasarkan pada konsep bahwa pertambahan tingkat kematangan (peringkat) suatu lapisan batubara akan diikuti oleh peningkatan reflektansi maseralnya, sehingga analisis reflektansi maseral (vitrinit) dapat digunakan untuk menentukan peringkat batubara. Pada penelitian ini bahan baku menggunakan batubara yang berasal dari Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki nilai reflektansi vitrinit RV max,26 %. Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh proses hydrothermal, karbonisasi dan oksidasi batubara terhadap perubahan komposisi maseral, mengetahui hubungan antara karakteristik batubara dengan komposisi maseral dan reflektansi vitrinit dan mengetahui hubungan komposisi maseral setelah proses hydrothermal, karbonisasi dan oksidasi dengan peringkat batubara. Batubara adalah suatu endapan yang tersusun dari bahan organik ( organic) dan bukan organik ( inorganic). Bahan organik berasal dari sisa tumbuh-tumbuhan yang telah mengalami berbagai tingkat pembusukan (decomposition) dan perubahan sifat-sifat fisik serta kimia baik sebelum maupun sesudah tertutup oleh endapan lain di atasnya. Bahanbahan bukan organik terdiri dari bermacammacam mineral ( mineral matters) terutama mineral-mineral lempung, karbonat, sulfida, silikat, dan beberapa mineral lainnya [3]. Batubara tidak hanya disusun oleh materi anorganik tetapi ada juga materi organik yang menjadi bagian dari batubara yang dikenal dengan istilah maseral. Maseral merupakan suatu hal atau pembahasan yang tak terpisahkan dengan batubara. Maseral merupakan suatu material yang terdapat didalam batubara yang hanya terlihat dengan menggunakan mikroskop. Jenis batubara ( coal type) berhubungan dengan jenis tanaman pembentuk batubara dan perkembangannya dipengaruhi oleh diagenesatingkat awal [4]. Batasan jenis batubara digunakan untuk mengklasifikasi berbagai macam pembentuk batubara, mengemukakan bahwa jenis batubara sebagai dasar klasifikasi petrografi batubara yang meliputi berbagai penyusun batubara dengan proses kejadian yang berbedabeda.maseral dalam batubara dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) grup utama yaitu grup huminite (vitrinite), exinite (liptinite), dan inertinite[5]. Pengelompokkan maseral didasarkan pada bentuk, morfologi, ukuran, relief, struktur dalam, komposisi kimia, warna pantulan, intensitas refleksi, dan tingkat pembatubaraannya. Secara umum batubara didominasi oleh maseral huminite (vitrinite) (>7%) karena berasal dari jaringan sellulosa tumbuhan kayu. Liptinite (Exinite)berasal dari material resinous: spora, pollen, algae, phytoplankton. Inertinite berasal dari karbon yang mudah teroksidasi[6]. Proses upgrading batubara untuk meningkatkan kualitas batubara banyak dilakukan, antara lain adalah proses hydrothermal, karbonisasi dan oksidasi. Proses pemanasan dapat mempengaruhi karakteristik batubara, melalui penelitian ini di amati perubahan komposisi maseral setelah proses tersebut dilakukan. Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 39

3 Hydrothermal adalah proses upgrading yangdilakukan dengan cara memanaskan batubara di dalam media air dengan suhu dan tekanan tinggi pada kondisi non evaporasi. Penambahan air pada proses hydrothermal berfungsi untuk mencegah terjadinya evaporasi berlebihan dari tar yang ada dalam batubara. Pada suhu tinggi, volume air membesar sehingga menghasilkan tekanan pada reaktor yang menghambat penguapan tar. Fasa air dipengaruhi oleh suhu dan tekanan reaktor [7]. Proses hydrothermal non evaporasi tidak hanya dapat mengurangi kadar air di dalam batubara, tetapi juga dapat merubah struktur dan komposisi kimia dari batubara tersebut. Perubahan group fuctional oksigen hydrophilic mengakibatkan mengakibatkan perubahan sifat dari permukaan batubara menjadi hydrophobic sehingga menghambatpenyerapan air [8]. Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara dalam ruangan (tertutup) tanpa kontak dengan udara dengan suhu-suhu tertentu sedangkan oksidasi adalah proses pemanasan batubara dengan udara (oksigen) [9]. Vitrinit biasanya bereaksi pada proses ini, tetapi hanya pada tingkatan level tertentu. Exinite paling banyak berubah menjadi gas atau uap, hanya menghasilkan keadaan berpori pada tingkat batubara rendah. Vitrinit yang terbentuk dari batubara tingkat rendah sangat berpori, cenderung tipis, memiliki bentuk menyerupai spons/busa dan lemah. Tipe dari batubara ini tidak memiliki cukup kemampuan yang dibutuhkan untuk mendukung bahan utama dalam proses pembakaran. Vitrinit tingkat tinggi mengandung lebih sedikit partikel yang dapat berubah menjadi gas/uap membuat tampak berpori, serta kemampuan untuk mengeras juga lebih rendah, sehingga batubara peringkat rendah dapat terbentuk[1]. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada laboratorium batubara Pusat Penelitian dan Pengembangan teknologi Mineral dan batubara (Puslitbang tekmira) di Bandung, Jawa Barat.Pengambilan data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil langsung pada saat penelitian, meliputi data analisis proksimat, nilai kalori dan analisis petrografi meliput analisis komposisi maseral dan analisis reflektansi vitrinit. Sedangkan data sekunder merupakan studi literatur yang dilakukan untuk mencari sumber pustaka yang mendukung data penelitian seperti proseshydrothermal, karbonisasi, oksidasi, analisis proksimat, analisis petrografi dan nilai kalori. Studi literatur tersebut diambil dari berbagai sumber seperti buku coal petrology, jurnal-jurnal ilmiah maseral batubara, buku dan hasil penelitian sebelumnya dari laboratorium batubara Pusat Penelitian dan Pengembangan teknologi Mineral dan batubara (Puslitbang tekmira). Alat yang digunakan dalam penelitian adalah lumpang alu dan besi, lumpang keramik, ayakan 7 mesh, ayakan 32 mesh, furnace carbolite CWF 11, cawan besi,gerinda, cetakan bidang poles, autoclave 5L, kompresor, panel control, mikroskop carl zeiss dan mikroskop craic spectometer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah batubara Wahau yang berasal dari daerah Wahau di Kutai Kertanegara provinsi Kalimantan Timur. Prosedur penelitian ini dimulai dari proses preparasi batubara dengan melakukan penggerusan batubara, pengayakan 1 ukuran -7 mesh, pengayakan 2 ukuran +32 mesh. Perlakuan proseshydrothermal, karbonisasi dan oksidasi. Selanjutnya proses preparasi analisis petrografiyaitu pengayakan 1 ukuran -16mesh, pengayakan 2 ukuran +35 meshsetelah di cetak menjadi bidang poles maka di lakukan analisis petrografi yaitu melihat komposisi maseral pada setiap variasi suhu pada masing-masing proses dan analisis reflektansi vitrinit untuk melihat peringkat batubara tersebut. Pengolahan data menggunakan Microsoft Exceldengan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.metode statistik yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana, analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi ada variabel dependent (variabel Y), nilai variabel dependent berdasarkan nilai independent (variabel X) yang di ketahui. Ada 3 (tiga)karakteristik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu pengolahan data hasil komposisi maseral, analisis reflektansi vitrinit, analisis proksimat, dan nilai kalori. Data yang diolah tersebut dibuat grafik untuk memudahkan dan mengetahui pengaruh proses hydrothermal, karbonisasi dan oksidasi terhadap maseral dengan melihat korelasi R 2. Dari hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan, serta saran untuk rekomendasi bagi penelitian selanjutnya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang digunakan untuk melihat pengaruh proses hydrothermal, karbonisasi dan oksidasi yaitu menggunakan Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 4

4 hasil analisis petrografi meliputi analisis komposisi maseral, reflektansi vitrinit, analisis proksimat dan nilai kalori. Hasil analisis petrgorafi untuk proses hydrothermal dapat di lihat pada Tabel 1. Hasil penelitian pada Tabel 1 Batubara Muara Wahau, Kalimantan Timur setelah proses hydrothermal menunjukan jumlah persentase vitrinit lebih banyak, komposisi maseral kandungan maseral vitrinit yaitu sub-maseral telovitrinite meningkat.saat batubara diperlakukan atau mengalami proses hydrothermal pada suhu 35 C, kandungan maseral berubah secara drastis. Reflektansi vitrinit meningkat secara drastis saat proses hydrothermal berlansung. Pada penelitian ini maseral liptinit juga terlihat berkurang bahkan pada suhu 3 C dan 35 C kandungan liptinit tidak terlihat sama sekali, liptinit memiliki kandungan hydrogen yang tinggi dan pada analisis proksimat hydrogen yang dimaksud adalah volatile matter. Sehingga semakin tinggi suhu hydrothermal kandungan liptinit berkurang hal ini dibuktikan berdasarkan analisis proksimat vollatile matter yang berkurang seiring dengan semakin tingginya suhu hydrothermal. Hasil penelitian yang ditunjukan pada Tabel 2 terlihat bahwa pada setiap kenaikan suhu pada proses hydrothermal akan terjadi perubahan karakteristik batubara. Selain penentuan jenis batubara yang berdasarkan kandungan organik/maseral, pada pemanfaatan batubara perlu diketahui juga sifat-sifat yang ditunjukan oleh batubara tersebut, baik yang bersifat kimiawi, fisik dan mekanis. Diperoleh dari hasil penelitian ini menunjukan kecenderungan bahwa semakin tinggi suhu maka kandungan air lembab akan semakin menurun. Pada suhu tertinggi yang digunakan pada penelitian proses hydrothermal ini adalah 35 C kandungan air lembab pada batubara menurun dari semula 12,34% adb menjadi 5,96% adb. Berkurangnya air lembab di dalam batubara karena adanya kenaikan suhu. Semakin meningkatnya suhu, maka nilai kalori di dalam batubara cenderung semakin meningkat. Pada peningkatan suhu sampai 35 C, nilai kalori batubara meningkat dari semula kal/g meningkat menjadi 8.42 kal/g. Peningkatan nilai kalori ini dipengaruhi oleh kandungan air lembab. Nilai reflektansi ini tergantung pada derajat pembatubaraannya dan dipakai sebagai parameter peringkat batubara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai reflektan ini cenderung semakin meningkat dengan semakin meningkatnya suhu proses hydrothermal. Nilai reflektan batubara meningkat yaitu mencapai,87 pada suhu 35 C yang semula batubara lignit menjadi batubara hight volatile bituminous.perubahan kandungan karbon, zat terbang dan peringkat batubara berhubungan lansung dengan jumlah cahaya reflektan dari permukaan vitrinit. Pengaruhnya terlihat dari semakin tinggi kadar karbon maka reflektan vitrinit meningkat. Pada pengamatan Tabel 3 pengaruh komposisi maseral hasil proses karbonisasi terlihat jelas bahwa kandungan vitrinit masih mendominasi,semakin tinggi suhu karbonisasi kandungan desmocollinit meningkat hal ini dikarenakan kandungan vitrinit yang kaya akan karbon ( fixed carbon) sehingga dapat dibuktikan dari hasil uji nilai kalori yang meningkat walau tidak begitu besar karena peningkatan suhu yang tidak terlalu signifikan hanya 5 C, begitu juga kandungan liptinit tidak terlihat pengaruh yang begitu besar karena komposisi maseral masih tidak begitu reactive. Dapat dilihat di bawah ini Tabel 5 hasil analisis karakteristik batubara setelah karbonisasi. Nilai kalori setelah proses karbonisasi tidak begitu mempengaruhi perubahan peringkat batubara, hal ini dikarenakan suhu yang digunakan pada proses masih termasuk karbonisasi bersuhu rendah. Hasil penelitian ini menunjukan kecenderungan bahwa semakin tinggi suhu maka kandungan air lembab akan semakin menurun. Pada suhu tertinggi yang digunakan pada proses karbonisasi (3 C) kandungan air lembab pada batubara karbonisasi menurun dari semula 12,34% adb menjadi 7,77% adb. Berkurangnya air lembab di dalam batubara karena adanya kenaikan suhu. Setelah proses karbonisasi nilai reflektansi vitrinit yang terlihat pada Tabel 4sedikit meningkat tetapi tidak menunjukan peringkat Batubara Wahau berubah. Pada batubara yang memiliki nilai reflektan yang tinggi dapat dilihat berdasarkan komposisi maseral vitrinit pada sub-maseral telovitrinit namun pada proses karbonisasi tidak terlihat adanya peningkatan kandungan tersebut hal ini dapat di buktikan dari analisis nilai kalori pada setiap variasi suhu bahwa tidak memperlihatkan peningkatan yang besar. Hasil penelitian pada Tabel 5 untuk komposisi maseral setelah proses oksidasi terlihat semakin tinggi suhu oksidasi kandungan detrovitrinite menghilang atau berubah (reactive) menjadi telovitrinite, pada kandunganmaseral liptinite juga terlihat semakin tinggi suhu oksidasi kandungan liptinit/eksinit yang kaya akan hydrogen ini berkurang. Pada kelompok maseral inertinite Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 41

5 terlihat berpengaruh pada proses oksidasi terlihat semakin tinggi suhu oksidasi kandungan maseral liptinit bertambah.dapat di lihat dari hasil analisis komposisi maseral setelah proses oksidasi terlihat kandungan inertinit yang cenderung meningkat dibandingkan maseral lainnya, pada proses oksidasi maseral inertinit meningkat secara konstan. Kelompok ini mengandung unsur hidrogen paling rendah dan karakteristik utamanya adalah reflektansi yang tinggi diantara kelompok lainya. Hasil pengamatan pada Tabel 6 analisis proksimat setelah proses oksidasi ini menunjukan kecenderungan bahwa semakin tinggi suhu maka kandungan air lembab akan semakin menurun. Pada suhu tertinggi yang digunakan pada proses oksidasi (3 C ) kandungan air lembab pada batubara oksidasi menurun dari semula 12,34% adb menjadi 6,79% adb. Berkurangnya air lembab di dalam batubara karena adanya kenaikan suhu dan lamanya waktu tahan (hold time). Setiap kenaikan suhu maka reflektansi vitrinit juga sedikit meningkat, semula batubara raw Muara Wahau reflektansi vitrinitnya sebesar,26 % hanya naik rata-rata,76 % pada setiap kenaikan suhu 5 C sehingga menurut peringkat klasifikasi ASTM batubara hasil proses oksidasi sampai suhu 3 C dengan waktu tunggu 6 menit masih dalam kelas batubara lignit. Tabel 1. Hasil Analisis Petrografi Batubara Setelah Proses Hydrothermal Maseral Sub Maseral Suhu Hydrothermal Keterangan Vitrinite 69, 84,6 85,4 88,4 88,6 9,6 Vitrinite Telovitrinite 21,2 3, 6, 8,4 8,4 1, Meningkat % vol Detrovitrinite 43,4 79,2 78, 78,2 78,2 78,4 Gelovitrinite 4,4 2,4 1,4 1,8 2, 2,2 Liptinite 8,4 3, 2,8 1,8 - - Liptinite Sporinite,4 -,4,4 - - Menurun Cutinite 1, 1,, Resinite 5,6,4-1, - - % vol Liptodetrinite Alginite,2,4, Suberinite 1,2 1,2 1, Telalginite - - -,4 - - Inertinite 11,8 9,6 8,8 8, 9,8 8,4 Inertinite Fusinite 1, 1, ,6 - Fluktuatif % vol Semifusinite 3,6-2,8 1,6,6 1, Sclerotinite 5,2 7,6 4,6 6, 6,2 6,4 Inertodetrinite 2,,6 1,4,4 1,4 1, Mineral Matter 1,8 2,8 2,4 2, 1,6 1, Mineral Matter % vol Menurun Oksida 1, Clay 2,4,4,8,4 1,,6 Pyrite 7,4 2,4 1,6 1,6,6,4 TOTAL 1 % Tabel 2. Tabel Hasil AnalisisKarakteristik Batubara Setelah Proses Hydrothermal Suhu Kadar Air Bawaan Abu Zat Terbang Karbon Padat Nilai Kalori (kal/g. adb) RV max (%) Peringkat (ASTM) 12,34 2,58 48,36 36, ,26 Lignit 15 21,5 1,36 39,57 37, ,32 Lignit Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 42

6 2 18,37 1,47 39,28 4, ,33 Lignit 25 14,63 1,67 38,8 44, ,44 Subbituminus B 3 9,79 1,82 38,79 49, ,63 Subbituminus A 35 5,96 2,7 36,25 55, ,87 Bituminus zat terbang tinggi Tabel 3. Hasil Analisis Komposisi Maseral Setelah Proses Karbonisasi Maseral Sub Maseral Suhu Karbonisasi Keterangan Vitrinite 69, 81,6 86, 78, 79,2 Vitrinite Telovitrinite 21,2 1, 5, 5, 4,6 Fluktuatif % vol Detrovitrinite 43,4 8, 8,4 7, 74, Gelovitrinite 4,4,6,6 3,,6 Liptinite 8,4 7, 2,6 6, 6,8 Liptinite Sporinite,4,8-2,,4 Fluktuatif Cutinite 1, 2, ,6 % vol Resinite 5,6 2, 1, 2,6 1,4 Liptodetrinite Alginite,2 - -,4,8 Suberinite 1,2 2, 1,6 1, 1,6 Telalginite Inertinite 11,8 8, 8,6 13,6 11, Inertinite Fusinite 1, 1,6 1, 6, 2, Fluktuatif % vol Semifusinite 3,6,4 -,6 - Sclerotinite 5,2 6, 5,6 5, 7,4 Inertodetrinite 2, - 2, 2, 1,6 Mineral Matter 1,8 3,4 2,8 2,4 3, Mineral Matter Oksida 1, Fluktuatif % vol Clay 2,4 2,4 1,4 2,4 1, Suhu Kadar Air Bawaan Pyrite 7,4 1, 1,4-2, TOTAL 1 % Tabel 4. Hasil Analisis Karakteristik Batubara Setelah Karbonisasi Abu Zat Terbang Karbon Padat Nilai Kalori (kal/g. adb) RV max (%) Peringkat (ASTM) 12,34 2,58 48,36 36, ,26 Lignit 15 11,92 1,37 44,62 42, ,28 Lignit 2 9,5 1,44 46,17 42, ,32 Lignit 25 8,67 1,5 46,21 43, ,32 Lignit 3 7,77 1,6 46,1 44, ,34 Lignit Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 43

7 Suhu Tabel 5. Hasil Pengamatan Komposisi Maseral Setelah Proses Oksidasi Maseral Sub Maseral Suhu Oksidasi Keterangan Vitrinite 69, 76,6 78, 8,6 81,4 Vitrinite Telovitrinite 21,2 6, 8,6 8,4 1, Fluktuatif % vol Detrovitrinite 43,4 66,6 68,4 7,6 67,4 Gelovitrinite 4,4 4, 1, 1,6 4, Liptinite 8,4 5,8 2,4 2,2,6 Liptinite Sporinite,4,8 -,4 - Menurun Cutinite 1,,6-1, - Resinite 5,6 2,4 1,,6,6 % vol Liptodetrinite Alginite, Suberinite 1,2 2, 1,4,2 - Telalginite Inertinite 11,8 12,6 13,6 14, 14,2 Inertinite Fusinite 1, 1,4 2, 2,6 2,8 Meningkat % vol Semifusinite 3,6 1,2-1,6 1,4 Sclerotinite 5,2 2,6 9,6 7, 8, Inertodetrinite 2, 2, 2, 2,8 2, Mineral Matter 1,8 5, 2,4 3,2 3,8 Mineral Matter Oksida 1, Fluktuatif % vol Clay 2,4 3,6 1,4 1,2 1,4 Pyrite 7,4 1,4 1, 2, 2,4 TOTAL 1 % Kadar Air Bawaan (Moisture) Abu (Ash) Tabel6. Hasil analisis proksimat setelah oksidasi Zat Terbang (Volatile matter) Karbon Padat (Fixed carbon) Nilai Kalori (kal/g. adb) RV max (%) Peringkat (ASTM) 12,34 2,58 48,36 36, ,26 Lignit 15 11,2 1,5 48,28 38, ,31 Lignit 2 8,4 1,51 46,71 43, ,32 Lignit 25 7,43 1,52 47,37 43, ,28 Lignit 3 6,79 1,65 47,93 43, ,32 Lignit Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 44

8 1 Komposisi Maseral (%) , ,6 1 Gambar 1. Grafik Komposisi Maseral Proses Hydrothermal 1 Komposisi Maseral (%) 5 Hydrothermal 15 C Hydrothermal 2 C TL DT GL SP CU RS LP AG SB TG F SF SC IN Vitrinite Liptinite Inertinite MM PROSES 74 KARBONISASI 4,6,6,42,61,4,81,6 2 7,4 1,6 3 TL GL CU LP SB F SC Vitrinite Liptinite InertiniteMM Gambar 2. Grafik Komposisi Maseral Proses Karbonisasi 1 Komposisi Maseral (%) 5 1 KOMPOSISI MASERAL KOMPOSISI MASERAL PROSES OKSIDASI 67,4 4,6 1,6, DT SP RS AG TG SF IN Vitrinite Liptinite Inertinite Gambar 3. Grafik Komposisi Maseral Proses Oksidasi Karbonisa 15 C Karbonisa 2 C Oks idas i 1 PadaGambar 1 terlihat komposisi maseral inertinit semakin tingginya suhu hydrothermal kandungan inertinit tidak berubah atau bervariasi hal ini karena inertinit banyak mengandung senyawa aromatik dan inti aromatiknya lebih besar. Kenaikan suhu juga berpengaruh terhadap kandungan hidrogen. Semakin tinggi suhu hydrothermal, maka kandungan hidrogen cenderung semakin rendah seperti yang telah diketahui kandungan hidrogen dimiliki oleh maseral liptinit. Berdasarkan Gambar 2 menunjukan dalam proses karbonisasi, maseral inertinit sangat lamban beraksi. Hal ini dikarenakan suhu yang dilakukan tidak terlalu tinggi sehingga tidak terlihat pengaruh perubahannya dan kandungan liptinit pada proses karbonisasi masih ada dan tidak ada maseral yang tertranportasi atau reactive. Pada Gambar 3 pengaruh proses oksidasi terhadap komposisi maseral terlihat dari semakin tinggi suhu oksidasi kandungan detrovitrinite menghilang atau berubah (reactive) menjadi telovitrinite, pada kandungan liptinite juga terlihat semakin tinggi suhu oksidasi kandungan liptinit/eksinit yang kaya akan hydrogen ini berkurang hal ini disebabkan maseral liptinit sangat reaktif apabila di panaskan. Sedangkan pada kelompok maseral inertinit cenderung meningkat dibandingkan maseral lainnya. Berdasarkan Gambar 4 pengaruh suhu hydrothermal terhadap reflektan vitrinit sangat berpengaruh terlihat pada suhu maksimum pada penelitian ini pada suhu 35 C RV max (%),87 berdasarkan klasifikasi kelas batubara ASTM setelah proses hydrothermal termasuk batubarakelas High Volatile Bituminous, nilai reflektanrata-rata vitrinite batubara meningkat menjadi,55 % yang semula RV max (%),26 yaitu kelas lignit. Hal ini mengindikasikan bahwa proses hydrothermal terbukti merupakan salah satu metode upgrading coal yang dapat memanfaatkan batubara kalori rendah. Berdasarkan Gambar 5 dapat diamati bahwa setiap kenaikan suhu maka reflektansi vitrinit meningkat, diketahui batubara raw Muara Wahau reflektansi vitrinitnya semula sebesar RV max (%),26 pada setiap kenaikan suhu 5 C hanya naik rata-rata,78 % sehingga menurut peringkat ASTM batubara hasil proses karbonisasi sampai suhu 3 C dengan waktu tunggu 6 menit masih dalam kelas lignit. Berdasarkan Gambar 6 hasil reflektansi batubara setelah melalui oksidasi ditemukan bahwa setiap kenaikan suhu maka reflektansi vitrinit juga sedikit meningkat namun tidak Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 45

9 mempengaruh peringkat batubara tersebut, semula batubara raw Muara Wahau reflektansi vitrinitnya sebesar RV max (%),26 hanya naik rata-rata,76 % pada setiap kenaikan suhu 5 C sehingga menurut peringkat ASTM batubara hasil proses oksidasi sampai suhu 3 C dengan waktu tunggu 6 menit masih dalam kelas batubara lignit (%) Karakteristik Batubara 15 Suhu 2 Hydrothermal Gambar 4. Grafik Karakteristik Batubara Setelah Proses Hydrothermal 6 4 (%) 2 15 Suhu 2 Karbonisasi 25 3 Gambar 5. Grafik Hubungan Karakteristik Batubara Setelah Proses Karbonisasi Dengan Reflektansi Vitrinit (%) Gambar 6. Grafik Hubungan Karakteristik Batubara Setelah Proses Oksidasi Dengan Reflektansi Vitrinit Reflek tansi Vitrini t kadar air bawa an Karakteristik Batubara Reflekta si Vitrini kadar ai bawaan abu Karakteristik Batubara 15 Suhu 2 Oksidasi 25 3 Reflekt ansi Vitrinit kadar air bawaa n zat terbang Ketika suhu oksidasi tinggi atau ada beberapa efek panas selama oksidasi umumnya berbagai jenis maseral yang dihasilkan atau di produksi. Reflektansi vitrinit dapat meningkat atau rims oksidasi dapat berkembang di tepi celah atau sekitar partikel, dengan atau tanpa peningkatan reflektansi vitrinit di dalam pertikel. 4. KESIMPULAN 1. Pengaruh proses pemanasan terhadap komposisi maseral : a. Proses hydrothermal, terlihat bahwa semakin meningkatnya suhu maka kandungan liptinit berkurang, pada suhu 35 C tidak terlihat sama sekali yang semula kandungan liptinit 8,4 %, hal ini dikarenakan kandungan maseral dalam liptinit menguap dimana maseral liptinit kaya akan hidrogen danvolatile matter yang tinggi sekitar 66 %. b. Proses karbonisasi, terlihat bahwa komposisi maseral vitirnit meningkat pada suhu 3 C kandungan vitrinit semulayaitu 69, % meningkat menjadi 86, %, hal ini dikarenakan maseral vitrinit kaya akan karbon sekitar 8%, kandungan karbon meningkat saat melalui proses karbonisasi. c. Proses oksidasi, terlihat bahwa semakin tinggi suhu oksidasi yaitu dengan suhu 3 C kandunganmaseral inertinit cenderung meningkat dibandingkan maseral lainnya yaitu 14,2 % yang semula kandungan inertinit 11,8 %. Hal ini dikarenakanmaseral inertinit berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar dan sebagian berasal dari hasil proses oksidasi maseral lainnya. 2. Hubungan antara komposisi maseral dengan karakteristik batubara dapat di lihat bahwa semakin bertambahnya kandungan vitrinit maka karbon padat akan meningkat, penurunan maseral liptinit yang memiliki kandungan zat terbang paling tinggi juga dapat dibuktikan dari hasil analisis kadar zat terbang yang menurun, apabila kandungan liptinit berkurang dan vitrinit bertambah maka akan mempengaruhi karakteristik batubara tersebutterlihat pada proses hydrothermal berdasarkan analisis reflektansi vitrinit Batubara Wahau, Kalimantan Timur yang semula berjenis Batubara Lignit RV max,26 %, pada suhu 35 C = RV max,87 % menurut standar ASTM termasuk dalam kelas High Volatile Bituminous, sedangkan karbonisasi dan Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 46

10 oksidasi tidak begitu berpengaruh meskipun karakteristik batubara berubah namun pada suhu tertinggi yaitu 3 C nilai RV max,34 % untuk karbonisasi dan oksidasi RV max,32 % yaitu masih batubara Lignit. 3. Hubungan komposisi maseral setelah proses hydrothermal, karbonisasi dan oksidasi dengan peringkat batubara ( rank)dapat di lihat dari hasi analisis nilai kalori batubara. Nilai kalori raw batubara Muara Wahau yaitu kal/g setelah proses hydrothermal meningkat menjadi 8.42 kal/g pada suhu tertinggi yaitu 35 C. Sedangkan proses karbonisasi dan oksidasi dengan suhu tertinggi yaitu 3 C menjadi kal/g untuk karbonisasi dan kal/g untuk oksidasi, hal ini dapat di lihat bahwa proses hydrothermal mengalami proses pembatubaraan sedangkan karbonisasi dan oksidasi tidak. 5. UCAPAN TERIMAKASIH Dalam kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu selama penelitian ini berlangsung yaitu Dr. Ir. Miftahul Huda selaku Koordinator Kelompok Pelaksana Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Nining Sudini Ningrum, M.Sc sebagai pembimbing dan Lely Agustiana serta seluruh staff karyawan di Laboratorium Batubara Puslitbang tekmira Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. G.H., Chandra, D., Teichmuller, R. (1982). Stach s Textbook of Coal Petrology, GebruderBorrntrager, Berlin [6] Sakaguchi, M., Laursen, K., Nakagawa, H., Miura, K. (28 ).Hydrothermal Upgrading of Loy Yang Brown Coal Effect of Upgrading Conditions on The Characteristics of The Products. Fuel Processing Technology. [7] Ningsih, YB., (214). Pengaruh Suhu Pada Proses Hydrothermal terhadap Karakteristik Batubara.Seminar Nasional Added Value of Energy Resources (AvoER) Ke-6. [8] Ningrum, N.S., Huda, Miftahul., Prijonono, Hermanu,. (21 2). Pembuatan aditif dari batubara peringkat rendah (lignit) untuk kokas metalurgi. Kelompok Pelaksana Litbang Batubara, Puslitbang tekmira. Laporan 212. [9] Sukandarrumidi. (25). Batubara dan pemanfaatannya.pengantar Teknologi Batubara Menuju Lingkungan Bersih. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. [1] Speight, J. G., (25). Handbook of coal analysis. John Wiley&Sons., Hoboken, New Jersey.United States of America. DAFTAR PUSTAKA [1]Kementrian ESDM, Badan Geologi. (214). Peta Lokasi Penyebaran Sumber Daya Dan Cadangan Batubara Status Desember 214. Indonesia. [2] Thomas, L. (22). Coal Geology. John Wiley and Sons, Baffins Lane,Chicsester. England [3] Taylor G. H., Teichmueller M., Davis A., Diessel C. F. K., Littke R., Robert P. (1998), Organic Petrologi, GebruederBorntraeger, Berlin, Stuttgart. [4]Cook, A.C (Ed), (1982). The Origin and Petrology of Organic Matterin Coals, Oil Shalesand Petroleum Source Rocks, The University of Wollongong, Wollongong. [5] Stach, E., Machkowsky, M.TH.,Teichmuller, M., Taylor, Junral Teknik Kimia No.1, Vol. 21, Januari 215 Page 47

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA 4.1 KOMPOSISI MASERAL BATUBARA Komposisi maseral batubara ditentukan dengan melakukan analisis petrografi sayatan sampel batubara di laboratorium (dilakukan oleh PT

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PADA PROSES HYDROTHERMAL TERHADAP KARAKTERISTIK BATUBARA

PENGARUH SUHU PADA PROSES HYDROTHERMAL TERHADAP KARAKTERISTIK BATUBARA Seminar Nasional Added Value of Energy Resources (AVoER) Ke-6 Kamis, 30 Oktober 2014 di Palembang, Indonesia PENGARUH SUHU PADA PROSES HYDROTHERMAL TERHADAP KARAKTERISTIK BATUBARA Y.B. Ningsih 1* 1 Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SAMPEL

BAB IV ANALISIS SAMPEL BAB IV ANALISIS SAMPEL 4.1 PENGAMBILAN SAMPEL (SAMPLING) Pengambilan sampel batubara untuk penelitian dilakukan pada 2 daerah yang berbeda yaitu daerah Busui yang mewakili Formasi Warukin pada Cekungan

Lebih terperinci

Studi Komposisi Mikroskopis Dan Peringkat Batubara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur

Studi Komposisi Mikroskopis Dan Peringkat Batubara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur Studi Komposisi Mikroskopis Dan Peringkat Batubara Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur Basuki Rahmad 1, Komang Anggayana 2, Agus Haris Widayat 2 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA MUDA (LIGNIT) DENGAN MENGGUNAKAN OLI BEKAS DAN SOLAR SEBAGAI STABILISATOR

PENGARUH LAMA WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA MUDA (LIGNIT) DENGAN MENGGUNAKAN OLI BEKAS DAN SOLAR SEBAGAI STABILISATOR TUGAS AKHIR PENGARUH LAMA WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA MUDA (LIGNIT) DENGAN MENGGUNAKAN OLI BEKAS DAN SOLAR SEBAGAI STABILISATOR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan

Lebih terperinci

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara BAB VII ANALISA TOTAL MOISTURE 7.1. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum analisa total moisture adalah untuk mengerti, mampu melaksanakan, menganalisa serta membandingkan cara kerja total moisture batubara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BATUBARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROSES PENCAIRAN

KARAKTERISTIK BATUBARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROSES PENCAIRAN KARAKTERISTIK BATUBARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROSES PENCAIRAN Harli Talla *), Hendra Amijaya, Agung Harijoko, dan Miftahul Huda Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara merupakan endapan sedimen yang terdiri dari komponen organik dan anorganik, bagian organik disebut maseral sedangkan bagian anorganik disebut mineral. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 Handri Anjoko, Rahmi Dewi, Usman Malik Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS PEGARUH KOMPOSISI TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET BIOBATUBARA CAMPURAN AMPAS TEBU DAN OLI BEKAS

ANALISIS PEGARUH KOMPOSISI TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET BIOBATUBARA CAMPURAN AMPAS TEBU DAN OLI BEKAS ANALISIS PEGARUH KOMPOSISI TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET BIOBATUBARA CAMPURAN AMPAS TEBU DAN OLI BEKAS Rr.Harminuke Eko Handayani*, RR.Yunita Bayuningsih, Ade Septyani *)Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain (Sugiyono Agus).

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain (Sugiyono Agus). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai kekayaan sumber daya energi yang sangat melimpah, salah satunya yaitu batubara. Sumber daya energi batubara diperkirakan sebesar

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI CAMPURAN BIOSOLAR DAN MINYAK JELANTAH SERTA SUHU PEMANASAN TERHADAP PENINGKATAN MUTU BATUBARA LIGNIT

PENGARUH KOMPOSISI CAMPURAN BIOSOLAR DAN MINYAK JELANTAH SERTA SUHU PEMANASAN TERHADAP PENINGKATAN MUTU BATUBARA LIGNIT PENGARUH KOMPOSISI CAMPURAN BIOSOLAR DAN MINYAK JELANTAH SERTA SUHU PEMANASAN TERHADAP PENINGKATAN MUTU BATUBARA LIGNIT Dibuat Sebagai Persyaratan Untuk Mahasiswa Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan

Lebih terperinci

Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi

Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi 1 Lely, 2 Linda Pulungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. KARAKTERISTIK BATUBARA Sampel batubara yang digunakan dalam eksperimen adalah batubara subbituminus. Dengan pengujian proksimasi dan ultimasi yang telah dilakukan oleh

Lebih terperinci

Bab IV Prosedur dan Hasil Penelitian

Bab IV Prosedur dan Hasil Penelitian Bab IV Prosedur dan Hasil Penelitian IV.1 Pengambilan Conto Sample atau conto adalah pengambilan sebagian kecil dari material untuk dapat mewakili keseluruhan material secara representatif yang diperlukan

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

Gambar Batubara Jenis Bituminous

Gambar Batubara Jenis Bituminous KUALITAS BATUBARA A. Batubara Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan

Lebih terperinci

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen. Dasar Teori Tambahan Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu cebakan sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran bahan berselulosa yang bersal dari tumbuhtumbuhan.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan (menurut UU No.4 tahun 2009).

BAB III TEORI DASAR. secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan (menurut UU No.4 tahun 2009). BAB III TEORI DASAR Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan (menurut UU No.4 tahun 2009). Istilah batubara banyak dijumpai dari berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ANTARA CAMPURAN LOW SULFUR WAXY RESIDU DENGAN BATUBARA JAMBI DENGAN MENGGUNAKAN PROSES COATING

ANALISIS PENGARUH ANTARA CAMPURAN LOW SULFUR WAXY RESIDU DENGAN BATUBARA JAMBI DENGAN MENGGUNAKAN PROSES COATING ANALISIS PENGARUH ANTARA CAMPURAN LOW SULFUR WAXY RESIDU DENGAN BATUBARA JAMBI DENGAN MENGGUNAKAN PROSES COATING ANALYSIS OF BETWEEN LOW SULFUR WAXY RESIDUAL WITH JAMBI COAL USING A COATING PROCESS Lianita

Lebih terperinci

PENGARUH TEKANAN HIDROGEN TERHADAP KANDUNGAN KARBON TOTAL, ABU DAN NILAI MUAI BEBAS DALAM PEMBUATAN BAHAN PENGIKAT

PENGARUH TEKANAN HIDROGEN TERHADAP KANDUNGAN KARBON TOTAL, ABU DAN NILAI MUAI BEBAS DALAM PEMBUATAN BAHAN PENGIKAT PENGARUH TEKANAN HIDROGEN TERHADAP KANDUNGAN KARBON TOTAL, ABU DAN NILAI MUAI BEBAS DALAM PEMBUATAN BAHAN PENGIKAT Nining Sudini Ningrum, Miftahul Huda dan Hermanu Prijono Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

STUDI FASIES PENGENDAPAN BATUBARA BERDASARKAN KOMPOSISI MASERAL DI KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN

STUDI FASIES PENGENDAPAN BATUBARA BERDASARKAN KOMPOSISI MASERAL DI KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN PROS ID I NG 2 0 2 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK STUDI FASIES PENGENDAPAN BATUBARA BERDASARKAN KOMPOSISI MASERAL DI KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK SWABAKAR BEBERAPA BATUBARA INDONESIA MENGGUNAKAN METODE PEMANASAN KONSTAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH

KAJIAN KARAKTERISTIK SWABAKAR BEBERAPA BATUBARA INDONESIA MENGGUNAKAN METODE PEMANASAN KONSTAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH KAJIAN KARAKTERISTIK SWABAKAR BEBERAPA BATUBARA INDONESIA MENGGUNAKAN METODE PEMANASAN KONSTAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH ZULFAHMI, ACHMAD HAKIM SUTARWAN DAN DJONI D. ADNAN Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Kesimpulan 1. Kandungan air bawaan batubara relatif menjadi turun pada setiap penurunan kedalaman dari lapisan bagian atas (roof) menuju lapisan bagian bawah (floor)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ANALISIS KARAKTERISTIK SAMPEL Salah satu sampel yang digunakan pada eksperimen ini adalah batubara jenis sub bituminus yang berasal dari Kalimantan. Analisis proksimasi

Lebih terperinci

PERUBAHAN KOMPOSISI MASERAL DALAM BATUBARA WAHAU SETELAH PROSES PENGERINGAN/UPGRADING

PERUBAHAN KOMPOSISI MASERAL DALAM BATUBARA WAHAU SETELAH PROSES PENGERINGAN/UPGRADING Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 13, Nomor 3, September 2017 : 225-235 PERUBAHAN KOMPOSISI MASERAL DALAM BATUBARA WAHAU SETELAH PROSES PENGERINGAN/UPGRADING Changes in Wahau s Coal Maceral

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MUTU BATUBARA LIGNIT MENGGUNAKAN MINYAK JELANTAH

UPAYA PENINGKATAN MUTU BATUBARA LIGNIT MENGGUNAKAN MINYAK JELANTAH UPAYA PENINGKATAN MUTU BATUBARA LIGNIT MENGGUNAKAN MINYAK JELANTAH Dibuat sebagai Persyaratan untuk Mahasiswa Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Oleh : NURJANA RAMADANI 0611 3040

Lebih terperinci

Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia

Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia DR. Ir. Hadiyanto M.Sc. Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral COAL PRODUCTION FROM

Lebih terperinci

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL PT. Globalindo Inti Energi merupakan

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Upgrading Batubara Peringkat Rendah yang Berasal dari Sorong dan Jambi dengan Teknologi CUPO (Coal Upgrading Palm Oil) di Puslitbang tekmira Bandung Upgrading

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Karakteristik Bahan Bakar Batubara Cair Sebagai Pengganti HFO dengan Menggunakan Batubara Peringkat Rendah Melalui Proses Upgrading

Studi Eksperimen Karakteristik Bahan Bakar Batubara Cair Sebagai Pengganti HFO dengan Menggunakan Batubara Peringkat Rendah Melalui Proses Upgrading Studi Eksperimen Karakteristik Bahan Bakar Batubara Cair Sebagai Pengganti HFO dengan Menggunakan Batubara Peringkat Rendah Melalui Proses Upgrading Wahono Eko Putranto 1), Dosen Pembimbing I: I Made Ariana,

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Kajian Mengenai Hubungan Karakteristik Batubara terhadap Kandungan Gas Metana Batubara (Coalbed Methane) dan Lingkungan Pengendapan di Daerah Ampah, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2 miliar ton dengan cadangan 21.13 miliar ton (menurut Dirjen Minerba Kementrian ESDM Bambang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Dalam menentukan lingkungan pengendapan batubara di Pit J daerah Pinang dilakukan dengan menganalisis komposisi maseral batubara. Sampel batubara

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGARUH VARIASI TEKANAN PADA PEMBUATAN BIOBRIKET DENGAN BAHAN BAKU DAUN PISANG DAN TEMPURUNG KELAPA

LAPORAN AKHIR PENGARUH VARIASI TEKANAN PADA PEMBUATAN BIOBRIKET DENGAN BAHAN BAKU DAUN PISANG DAN TEMPURUNG KELAPA LAPORAN AKHIR PENGARUH VARIASI TEKANAN PADA PEMBUATAN BIOBRIKET DENGAN BAHAN BAKU DAUN PISANG DAN TEMPURUNG KELAPA Diajukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PROKSIMAT TERHADAP KUALITAS BATUBARA DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS PROKSIMAT TERHADAP KUALITAS BATUBARA DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ANALISIS PROKSIMAT TERHADAP KUALITAS BATUBARA DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Abd Razak Kadir¹, Sri Widodo²*, Anshariah 1 1. Jurusan Teknik Pertambangan Universitas

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Grafik nilai densitas briket arang ampas tebu

Gambar 4.1 Grafik nilai densitas briket arang ampas tebu Densitas (gr/cmᵌ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Densitas Briket Densitas merupakan tingkat kerapatan suatu bahan bakar yang telah mengalami tekanan. Densitas didapatkan melalui perbandingan antar berat

Lebih terperinci

Kata kunci: batubara peringkat rendah, proses upgrading, air bawaan, nilai kalor

Kata kunci: batubara peringkat rendah, proses upgrading, air bawaan, nilai kalor PENGARUH PROSES UPGRADING TERHADAP KUALITAS BATUBARA BUNYU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Datin Fatia Umar Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman No. 623 Bandung 40211 Email: datinf@tekmira.esdm.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA Agung Sudrajad 1), Imron Rosyadi 1), Diki Muhammad Nurdin 1) (1) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS PROKSIMAT TERHADAP KUALITAS BATUBARA DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS PROKSIMAT TERHADAP KUALITAS BATUBARA DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ANALISIS PROKSIMAT TERHADAP KUALITAS BATUBARA DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Abd Razak Kadir¹, Sri Widodo², Anshariah 1* 1. Jurusan Teknik Pertambangan Universitas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIOCOAL DARI CAMPURAN BATUBARA LIGNIT, SEKAM PADI, DAN TEMPURUNG KELAPA (PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI DAN UKURAN MATERIAL)

TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIOCOAL DARI CAMPURAN BATUBARA LIGNIT, SEKAM PADI, DAN TEMPURUNG KELAPA (PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI DAN UKURAN MATERIAL) TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIOCOAL DARI CAMPURAN BATUBARA LIGNIT, SEKAM PADI, DAN TEMPURUNG KELAPA (PENGARUH TEMPERATUR KARBONISASI DAN UKURAN MATERIAL) Dibuat Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri EBT 02 Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri Abdul Rahman 1, Eddy Kurniawan 2, Fauzan 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus Bukit Indah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat-hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses kimia dan fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan tambang yang berasal dari sedimen organik dari berbagai macam tumbuhan yang telah mengalami proses penguraian dan pembusukan dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batubara Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA 5.1. Evaluasi Fuel Ratio Hubungan antara kadar fixed carbon dengan volatile matter dapat menunjukkan tingkat dari batubara, yang lebih dikenal sebagai fuel ratio. Nilai

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Lebih terperinci

ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUSUI KALIMANTAN TIMUR DAN DI DAERAH SATUI KALIMANTAN SELATAN TUGAS AKHIR

ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUSUI KALIMANTAN TIMUR DAN DI DAERAH SATUI KALIMANTAN SELATAN TUGAS AKHIR ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUSUI KALIMANTAN TIMUR DAN DI DAERAH SATUI KALIMANTAN SELATAN TUGAS AKHIR Dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA

PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA Oleh: Iudhi Oki Prahesthi, Fitro Zamani Sub Bidang Laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi SARI Penentuan proksimat merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA ANALISIS. Tabel 7. Data Hasil Cangkang Biji Karet Setelah Dikarbonisasi

LAMPIRAN I DATA ANALISIS. Tabel 7. Data Hasil Cangkang Biji Karet Setelah Dikarbonisasi 53 LAMPIRAN I DATA ANALISIS 1.1 Data Analisis Bahan Baku Pembuatan Biobriket Data hasil analisis bahan baku yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon tetap, dan nilai kalor dapat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhtumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi primer yang makin penting dan merupakan komoditas perdagangan di

BAB I PENDAHULUAN. energi primer yang makin penting dan merupakan komoditas perdagangan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber daya energi yang sejak berabadabad lalu mulai digunakan sehingga keberadaanya selalu menjadi salah satu objek utama yang dieksplorasi

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Analisis Pengaruh Hubungan antara Kandungan Gas Metana dengan Karakteristik Batubara dan Kedalaman pada Lapisan Batubara di Cekungan Barito dan Sumatera Selatan

Lebih terperinci

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank) PERINGKAT BATUBARA (Coal rank) Peringkat batubara (coal rank) Coalification; Rank (Peringkat) berarti posisi batubara tertentu dalam garis peningkatan trasformasi dari gambut melalui batubrara muda dan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PEMBUATAN BRIKET BIOCOAL DARI CAMPURAN BATUBARA LIGNIT, TONGKOL JAGUNG DAN TEMPURUNG BIJI KARET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF

TUGAS AKHIR PEMBUATAN BRIKET BIOCOAL DARI CAMPURAN BATUBARA LIGNIT, TONGKOL JAGUNG DAN TEMPURUNG BIJI KARET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF TUGAS AKHIR PEMBUATAN BRIKET BIOCOAL DARI CAMPURAN BATUBARA LIGNIT, TONGKOL JAGUNG DAN TEMPURUNG BIJI KARET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF Dibuat Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Jurusan

Lebih terperinci

EKO-BRIKET DARI KOMPOSIT SAMPAH PLASTIK HIGH DENSITY POLYETHYLENE (HDPE) DAN ARANG SAMPAH ORGANIK KOTA ECO-BRIQUETTE FROM COMPOSITE HIGH DENSITY

EKO-BRIKET DARI KOMPOSIT SAMPAH PLASTIK HIGH DENSITY POLYETHYLENE (HDPE) DAN ARANG SAMPAH ORGANIK KOTA ECO-BRIQUETTE FROM COMPOSITE HIGH DENSITY EKO-BRIKET DARI KOMPOSIT SAMPAH PLASTIK HIGH DENSITY POLYETHYLENE (HDPE) DAN ARANG SAMPAH ORGANIK KOTA ECO-BRIQUETTE FROM COMPOSITE HIGH DENSITY POLYETHYLENE PLASTIC WASTE AND MUNICIPAL SOLID WASTE CARBON

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya LAPORAN AKHIR PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP KUALITAS BIOBRIKET DARI PELEPAH KELAPA (COCOS NUCIFERA) DAN PELEPAH PINANG (ARECA CATECHU) DENGAN PEREKAT GETAH DAUN KEMBANG SEPATU (HIBISCUS ROSA-SINENSIS

Lebih terperinci

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Densitas Densitas atau kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volume briket. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan penyusun

Lebih terperinci

SILIKA GEL DARI ABU TERBANG (FLY ASH) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) (Menentukan Waktu Optimum Untuk Mendapatkan Hasil yang Terbaik )

SILIKA GEL DARI ABU TERBANG (FLY ASH) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) (Menentukan Waktu Optimum Untuk Mendapatkan Hasil yang Terbaik ) SILIKA GEL DARI ABU TERBANG (FLY ASH) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) (Menentukan Waktu Optimum Untuk Mendapatkan Hasil yang Terbaik ) Dibuat Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah No Parameter Pengujian Hasil Uji Uji 1 Uji 2 Uji 3 Rata-rata 1. Berat Awal Bahan

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH BATUSAWAR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TEBO DAN BATANGHARI, PROVINSI JAMBI Dede I. Suhada, Untung Triono, Priyono, M. Rizki R. Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Wawang Sri Purnomo dan Fatimah Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Lokasi Penyelidikan

Lebih terperinci

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Uji 1 Uji 2 Uji 3 Uji 1 Uji 2 Uji 3 1. Kadar Air (%) 4,5091 4,7212 4,4773 5,3393 5,4291 5,2376 4,9523 2. Parameter Pengujian Kadar

Lebih terperinci

Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Oleh :

Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Oleh : PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA SUBBITUMINUS SEBAGAI BAHAN PENYERAP KADAR ION BESI (Fe) DAN TEMBAGA (Cu) PADA LIMBAH CAIR KIMIA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA Disusun Sebagai Persyaratan Menyelesaikan

Lebih terperinci

RASIO BAHAN BAKAR TERHADAP UMPAN PADA KARBONISASI BATUBARA DENGAN SISTEM PEMANASAN TIDAK LANGSUNG

RASIO BAHAN BAKAR TERHADAP UMPAN PADA KARBONISASI BATUBARA DENGAN SISTEM PEMANASAN TIDAK LANGSUNG RASIO BAHAN BAKAR TERHADAP UMPAN PADA KARBONISASI BATUBARA DENGAN SISTEM PEMANASAN TIDAK LANGSUNG Lishendri Karsukma, Arianto, Pasymi, Erti praputri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia Toto Hardianto*, Adrian Irhamna, Pandji Prawisudha, Aryadi Suwono Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA PADA FORMASI SAJAU, BERDASARKAN KOMPOSISI MASERAL DI CEKUNGAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR

REKONSTRUKSI LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA PADA FORMASI SAJAU, BERDASARKAN KOMPOSISI MASERAL DI CEKUNGAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR REKONSTRUKSI LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA PADA FORMASI SAJAU, BERDASARKAN KOMPOSISI MASERAL DI CEKUNGAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh : Ahmad Helman Hamdani NIP. 195508281982031 FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

Lebih terperinci

Oleh: Sigit Arso W., David P. Simatupang dan Robert L. Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444, Bandung

Oleh: Sigit Arso W., David P. Simatupang dan Robert L. Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444, Bandung FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KANDUNGAN GAS METANA BATUBARA PADA LAPISAN BATUBARA B DAN C YANG DITEMBUS PEMBORAN DI LOKASI AD-01 DAERAH OMBILIN, KOTA SAWAHLUNTO, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Sigit Arso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara mempunyai karakteristik dan kualitas yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Faktor tumbuhan pembentuk dan lingkungan pengendapan akan menyebabkan

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA I. DATA UMUM Record Jenis Laporan* DIP DIKS Judul Laporan KERJA SAMA TRIWULAN TAHUNAN BIMTEK Lainlain Instansi Pelapor Penyelidik Penulis Laporan Tahun Laporan

Lebih terperinci

Dylla Chandra Wilasita Ragil Purwaningsih

Dylla Chandra Wilasita Ragil Purwaningsih PEMANFAATAN LIMBAH TONGKOL JAGUNG DAN TEMPURUNG KELAPA MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Dylla Chandra Wilasita 2309105020 Ragil Purwaningsih

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Kajian Upgrading Batubara Sorong, Satui, dan Marunda dengan Metode Hot Water Drying terhadap Nilai Kalor dan Harga Batubara di Puslitbang tekmira Study of

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN FURNACE (Manufacture of Activated Carbon From Waste Leather Cassava by Using Furnace ) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA DENGAN METODE REDUKSI

PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA DENGAN METODE REDUKSI PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014 Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia PENGOLAHAN BIJIH BESI DARI TASIKMALAYA

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR PADAT DARI PELEPAH SAWIT MENGGUNAKAN PROSES KARBONISASI DENGAN VARIASI UKURAN BAHAN BAKU DAN SUHU

BAHAN BAKAR PADAT DARI PELEPAH SAWIT MENGGUNAKAN PROSES KARBONISASI DENGAN VARIASI UKURAN BAHAN BAKU DAN SUHU BAHAN BAKAR PADAT DARI PELEPAH SAWIT MENGGUNAKAN PROSES KARBONISASI DENGAN VARIASI UKURAN BAHAN BAKU DAN SUHU Qurotullaili 1, Komalasari 1, Zuchra Helwani 1,* 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen, yang merupakan bahan bakar hidrokarbon, yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM :

KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM : KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI SKRIPSI OLEH : SILFI NURUL HIKMAH NPM : 0831010048 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET 6.1. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum proses mixing dan analisa hasil mixing melalui uji pembakaran dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Analisis proksimat adalah salah satu teknik analisis yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik biobriket. Analisis proksimat adalah analisis bahan

Lebih terperinci

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON Stefano Munir, Ikin Sodikin, Waluyo Sukamto, Fahmi Sulistiohadi, Tatang Koswara Engkos Kosasih, Tati Hernawati LATAR BELAKANG Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan BAB III TEORI DASAR 11 3.1 Batubara Peringkat Rendah Batubara termasuk kedalam sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PARAMETER KUALITAS BATUBARA LOW RANK TERHADAP EMISI BUANG DARI SISTEM PEMBAKARAN BATUBARA DI PT. BAKTI NUGRAHA YUDA ENERGY,

ANALISA PENGARUH PARAMETER KUALITAS BATUBARA LOW RANK TERHADAP EMISI BUANG DARI SISTEM PEMBAKARAN BATUBARA DI PT. BAKTI NUGRAHA YUDA ENERGY, ANALISA PENGARUH PARAMETER KUALITAS BATUBARA LOW RANK TERHADAP EMISI BUANG DARI SISTEM PEMBAKARAN BATUBARA DI PT. BAKTI NUGRAHA YUDA ENERGY, BATURAJA TIMUR, SUMATERA SELATAN PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA

SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA SUMARY EXECUTIVE OPTIMASI TEKNOLOGI AKTIVASI PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA Oleh : Ika Monika Nining Sudini Ningrum Bambang Margono Fahmi Sulistiyo Dedi Yaskuri Astuti Rahayu Tati Hernawati PUSLITBANG

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA Disusun oleh : MUHAMMAD ZAINAL ILMI NIM. DBD 108 055 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

I. GEOLOGY BATUBARA. I. Pembentukan Batubara

I. GEOLOGY BATUBARA. I. Pembentukan Batubara I. GEOLOGY BATUBARA Tumbuhan atau pohon yang telah mati berjuta tahun yang lalu, kemudian membusuk atau mengurai secara tidak sempurna karena kondisi tertentu, sehingga membentuk suatu fossil tumbuhan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

Geokimia Minyak & Gas Bumi

Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi (John M. Hunt, 1979). Petroleum biasanya

Lebih terperinci

Pembuatan Karbon Aktif dari Batubara. Activated Carbon Production From Coal. Janiar Pitulima 1 ABSTRAK

Pembuatan Karbon Aktif dari Batubara. Activated Carbon Production From Coal. Janiar Pitulima 1 ABSTRAK Pembuatan Karbon Aktif dari Batubara Activated Carbon Production From Coal Janiar Pitulima 1 1 Dosen Luar Biasa Fakultas Teknik- Universitas Bangka Belitung, Jl. Raya Balun Ijuk- Pagarawan Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI BERBAHAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG

ANALISIS SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI BERBAHAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG IJCCS, Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5 ISSN: 1978-1520 1 ANALISIS SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI BERBAHAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG Moraida Hasanah 1, Tengku Jukdin Saktisahdan 2, Mulyono 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Bahan/material penyusun briket dilakukan uji proksimat terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dasar dari bahan

Lebih terperinci

Pengaruh struktur geologi terhadap kualitas batubara lapisan d formasi muara enim

Pengaruh struktur geologi terhadap kualitas batubara lapisan d formasi muara enim Pengaruh Jurnal Struktur Teknologi Geologi Mineral terhadap dan Kualitas Batubara Batubara Volume Lapisan 10, Nomor D... 2, Silti Mei Salinita 2014 : dan 91 Asep 104 Bahtiar Pengaruh struktur geologi terhadap

Lebih terperinci