HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Deskripsi Unit Penangkapan Bagan Apung 1. Alat Tangkap Bagan Apung Alat tangkap bagan apung atau yang lebih dikenal dalam bahasa daerah setempat adalah bagang, merupakan salah satu unit penangkapan ikan yang paling dominan digunakan oleh nelayan di wilayah PPN Palabuhanratu, Sukabumi. Bagan apung ini termasuk ke dalam jenis alat tangkap jaring angkat (lift net). Spesifikasi teknis alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu disampaikan pada Tabel 4. Tabel 4 Spesifikasi teknis bagan apung yang beroperasi di Palabuhanratu. Alat dan bahan Keterangan 1 Bambu 100 unit 2 Diameter bambu (cm) : a. Bambu betung b. Bambu biasa 10 cm 5 cm 3 Bagan 9 m x 9 m x 6 m 4 Waring 8 m x 8 m x 2,5 m 5 Mata jaring 0,5 inci 6 Rumah bagan 3 m x 3 m x 1,5 m 7 Lampu 56 Watt/ 6-8 unit 8 Generator 1000 Watt 9 Tali pengikat PE/ D 0,6 1 inci 10 Pelampung 6-10 unit Jenis bagan yang dominan digunakan oleh nelayan Palabuhanratu yaitu bagan apung yang konstruksinya hampir sama dengan bagan tancap. Perbedaannya ialah bagan apung dapat dioperasikan pada berbagai tempat (dapat dipindah-pindah) dengan ditarik oleh kapal angkut. Bagan apung dibuat dan dirangkai dengan menggunakan bahan dasar utama yaitu bambu yang disusun berbentuk segi empat, pada bagian tengah di bawah bangunan bagan apung dipasang jaring yang berbentuk persegi empat yang diikatkan pada bingkai yang terbuat dari bambu yang ukurannya 1 meter lebih kecil dari pada lebar bangunan bagan itu sendiri. Pada keempat sisinya terdapat bambu-bambu yang melintang dan menyilang dengan maksud untuk memperkuat berdirinya bagan. Pada bagian tengah bangunan bagan apung, terdapat bangunan rumah kecil yang berfungsi sebagai tempat istirahat nelayan bagan, tempat penyimpanan peralatan penting dan tempat untuk melihat keberadaan ikan yang ada di bawah bagan. Pada bagian atas bagan juga terdapat roller bambu yang berfungsi untuk menurunkan jaring (waring) saat setting dan menarik jaring pada saat hauling. Pada bagian bawah bangunan bagan terdapat lampu yang dihubungkan melalui kabel dan tali ke rumah bagan. Lampu tersebut dikaitkan pada sebuah tiang bambu yang panjang nya dapat disesuaikan tergantung kebutuhan nelayan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Subani dan Barus (1989), alat tangkap bagan apung terdiri dari bambu

2 dan lampu, di atas bangunan bagan juga terdapat roller (pemutar) dari bambu yang berfungsi untuk menarik jaring. Umumnya alat tangkap ini berukuran 8 x 8 meter. Jaring yang digunakan adalah jaring yang biasa disebut dengan waring dengan waring. Ukuran mata jaring 0,4 inch dengan posisi terletak pada bagian bawah bangunan bagan yang di ikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk segi empat. Namun terdapat sedikit perbedaan yang didapatkan pada hasil penelitian ini dengan pernyataan dari Subani dan Barus (1989) bahwa, bagan apung yang menjadi objek penelitian di Palabuhanratu berukuran 9 x 9 m dan memakai waring dengan lebar mata jaring 0,5 inch. Gambar konstruksi bagan apung yang dioperasikan nelayan disampaikan pada Gambar 2. 7 Keterangan: a. Rumah Bagan (3x3x1,5 m); b.tali pengikat (1 inci); c. Bambu biasa (d=5 cm); d. Pelampung (6-8 unit); e. Lampu bagan (6-8 unit); f. Bingkai waring; g. Ukuran waring (8x8 m); h. Waring; i. Bambu Betung (d=10 cm); j. Roller bambu; k. Ukuran bagan (9x9 m) (Sumber: Hasil penelitian) Gambar 2 Konstruksi alat tangkap bagan apung Pada pengoperasiannya, alat tangkap ini tidak menggunakan kapal, melainkan hanya mengapung di perairan dengan menggunakan drum sebagai alat apung yang berjumlah 6 hingga 10 buah di sisi kiri dan kanan bagan. Kapal hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan menuju lokasi penangkapan (fishing ground) dan untuk kembali ke pelabuhan (fishing base) dengan menggangkut seluruh hasil tangkapan. Operasi penangkapan dilakukan dalam 1 malam atau yang biasa disebut one day fishing. Nelayan bagan berkumpul di pelabuhan (fishing base) sekitar pukul WIB untuk melakukan persiapan dan mencukupi perbekalan me, kemudian

3 8 berangkat menuju bagan (fishing ground) pada pukul WIB. Waktu yang ditempuh kapal angkut untuk sampai ke daerah penangkapan atau bagan masing-masing nelayan sekitar 2-3 jam tergantung daerah bagan dari nelayan bagan tersebut dengan pelabuhan asal. Nelayan bagan akan dijemput kembali oleh kapal angkut sekitar pukul WIB keesokan harinya untuk kembali ke pelabuhan (fishing base). 2. Nelayan Bagan Apung Menurut Effendi (2002), nelayan bagan apung terdiri atas dua kategori yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik disebut sebagai juragan atau orang yang memiliki alat tangkap bagan. Nelayan buruh adalah nelayan yang mengoperasikan bagan dengan sistem bagi hasil. Nelayan buruh di Palabuhanratu mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang rendah, karena hanya lulus dari tingkat SD (Sekolah Dasar). Kemampuan mereka untuk me telah didapatkan semenjak kecil, sehingga mereka melanjutkan pekerjaan sebagai nelayan karena pengalaman mereka telah banyak dihabiskan di. Nelayan bagan apung di Palabuhanratu sebagian besar adalah nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk me. Jika memasuki musim paceklik atau musim barat, maka nelayan bagan banyak yang tidak me dan beralih ke pekerjaan lain seperti bekerja di bidang pertanian maupun perkebunan. Hal ini disebabkan pada musim barat tersebut terdapat gelombang yang tinggi sehingga mengganggu aktivitas nelayan untuk pergi me. Nelayan pemilik di Palabuhanratu rata-rata memiliki 1-2 bagan apung. Nelayan bagan umumnya terdiri dari satu orang dalam satu bagan. Nelayan bagan penting untuk mengetahui dan melaksanakan prosedur keselamatan kerja, agar nelayan dapat mempertahankan dirinya apabila terjadi kecelakaan atau bencana alam pada saat me. Kemampuan bertahan di air menjadi fokus utama kemampuan nelayan untuk mempertahankan dirinya dari risiko yang dapat timbul. Hasil wawancara terhadap nelayan bagan di Palabuhanratu mengenai kemampuan bertahan di air ialah, seluruh nelayan memiliki kemampuan untuk berenang apabila risiko kecelakaan terjadi. Kemampuan bertahan di air merupakan suatu keharusan apabila bekerja di, karena besar kemungkinan resiko dari pekerjaan ini adalah terjebur ke apabila ada kecelakaan di atas bagan atau dikarenakan gelombang tinggi yang sampai merusak bagan apung. 3. Kapal Angkut Bagan Apung Kapal atau perahu yang digunakan pada bagan apung yang biasa disebut dengan kapal angkut. Kapal angkut ini berfungsi sebagai alat transportasi nelayan bagan apung dari fishing base atau pelabuhan asal menuju fishing ground (daerah penangkapan ikan) dan sebaliknya (Effendi 2002). Dalam penelitian yang dilakukan, terdapat 3 kapal angkut yang dijadikan obyek penelitian. Kapal angkut tersebut adalah kapal KM. Setia Jaya 02, KM Prima Bakti 02, dan KM SS. Spesifikasi teknis tiga kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu yang diteliti disampaikan pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7.

4 9 Tabel 5 Spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung KM. Setia Jaya 02 Spesifikasi kapal Ukuran/jumlah 1. Panjang 13,5 m 2. Lebar 3,5 m 3. Tinggi 1,5 m 4. Bahan badan kapal Kayu 5. Jenis mesin kapal Marine diesel engine 6. Merk mesin Yanmar 7. Kekuatan mesin kapal 120 PK 8. Rata-rata jumlah nelayan yang diangkut 9. Rata-rata maksimum daya angkut hasil tangkapan Sumber: Hasil Penelitian 10 orang 5 ton Tabel 6 Spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung KM. Prima Bakti 02 Spesifikasi kapal Ukuran/jumlah 1. Panjang 12,5 m 2. Lebar 3,5 m 3. Tinggi 1,5 m 4. Bahan badan kapal Kayu 5. Jenis mesin kapal Diesel engine 6. Merk mesin Mitsubishi 7. Kekuatan mesin kapal 120 PK 8. Rata-rata jumlah nelayan yang diangkut 9. Rata-rata maksimum daya angkut hasil tangkapan Sumber: Hasil Penelitian 10 orang 4 ton Tabel 7 Spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung KM. SS Spesifikasi kapal Ukuran/jumlah 1. Panjang 12,5 m 2. Lebar 3,5 m 3. Tinggi 1,5 m 4. Bahan badan kapal Kayu 5. Jenis mesin kapal Diesel engine 6. Merk mesin Mitsubishi 7. Kekuatan mesin kapal 120 PK 8. Rata-rata jumlah nelayan yang diangkut 9. Rata-rata maksimum daya angkut hasil tangkapan Sumber: Hasil Penelitian 10 orang 4 ton Nelayan bagan apung yang ikut dalam kapal angkut biasanya sudah ditentukan oleh pemilik bagan masing-masing, sehingga pada saat nelayan hendak me mereka sudah memiliki langganan pada kapal angkutnya masing-masing. Nelayan tidak perlu berebut untuk naik ke kapal menuju bagannya. Kapal angkut

5 10 juga berfungsi untuk memindahkan bagan apung langganannya yang ingin pindah lokasi penagkapan ke daerah penangkapan yang lain sesuai dengan keinginan nelayan tersebut maupun informasi daerah potensial dari nelayan-nelayan bagan yang lain. Kapal angkut bagan apung dioperasikan oleh 1 orang ABK dan 1 orang nahkoda atau juru mudi kapal. Konstruksi bentuk kapal angkut bagan sangat sederhana yang hanya terdiri dari kasko, ruang kemudi, dek kapal, palka yang berisi keranjang-keranjang nelayan bagan apung untuk menaruh hasil tangkapan. (Gambar 3 dan Gambar 4). Skala 1 : 100 (Sumber: Hasil Penelitian) Gambar 3 Konstruksi Kapal angkut bagan apung (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 4 Kapal angkut bagan KM. Prima Bakti 02

6 Berdasarkan hasil wawancara dengan juru mudi dan ABK, kapal angkut bagan yang menjadi obyek penelitian di PPN Palabuhanratu memiliki ukuran besar kapal secara keseluruhan atau Gross Tonnage (GT) sebesar 6. Namun apabila dikaji kembali menggunakan perhitungan GT kapal secara nasional maka didapatkan hasil ukuran sebenarnya GT sebesar 9,4 11,9. Hal ini menunjukan bahwa, ukuran kapal berdasarkan hasil yang didapat dari wawancara dan yang tercatat dalam surat-surat kapal berbeda. Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analisys JSA) Kapal, alat tangkap, dan nelayan merupakan tiga faktor yang mendukung keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan. Aktivitas penangkapan ikan terutama di adalah yang berisiko tinggi, sehingga kapal perikanan dapat menjadi lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya. Faktor keselamatan kapal maupun nelayan harus diperhatikan dan langkah-langkah pencegahan harus dilakukan untuk meminimumkan atau bahkan menghilangkan potensi risiko bahaya atau kecelakaan tersebut untuk menunjang kesuksesan suatu operasi penangkapan ikan. Definisi kecelakaan adalah kejadian tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan cedera, cacat, bahkan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja ( Suma mur 1995). Menurut Adi, et al (2008), kapal sebagai bangunan terapung yang bergerak menggunakan daya dorong sebuah mesin pada kecepatan yang bervariasi untuk melintasi berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu tertentu. Kapal dapat mengalami berbagai permasalahan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu cuaca, keadaan alur pelayaran, manusia, kapal dan lainnya yang belum dapat diduga oleh kemampuan manusia dan akhirnya menimbulkan gangguan pelayaran dari kapal. Gangguan pelayaran pada dasarnya dapat berupa gangguan yang dapat langsung diatasi, bahkan perlu mendapatkan bantuan langsung dari pihak tertentu, atau gangguan yang mengakibatkan nahkoda dan seluruh anak buah kapal harus terlibat baik untuk mengatasi gangguan tersebut serta harus meninggalkan kapal. Keadaan gangguan pelayaran tersebut sesuai dengan situasi dapat dikelompokkan menjadi keadaan darurat yang didasarkan pada jenis kejadian itu sendiri, sehingga sebuah gangguan dalam pelayaran secara garis besar dapat disusun menjadi: 1. Tubrukan 2. Kebakaran / ledakan 3. Kandas 4. Kebocoran/ tenggelam 5. Orang jatuh ke 6. Pencemaran Keadaan darurat di kapal dapat merugikan nahkoda, anak buah kapal, pemilik kapal, dan lingkungan. Kondisi keadaan darurat perlu dipahami sebaik mungkin. Hal ini dapat ditempuh dengan memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengidentifikasi tanda-tanda keadaan darurat agar situasi yang demikian dapat diatasi oleh seluruh awak kapal maupun melakukan kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait. Kapal angkut bagan apung yang diteliti melakukan pelayaran dimulai pukul WIB untuk mengantar nelayan menuju bagan apung masing-masing. Waktu tempuh pelayaran selama 2-3 jam hingga selesai mengantarkan seluruh nelayan 11

7 12 bagan berjumlah 10 orang yang merupakan langganannya. Aktivitas bagan, secara urut disampaikan pada Tabel 8. Tabel 8 Aktivitas bagan apung di Palabuhanratu Aktivitas 1 Persiapan di darat 2 Pemindahan (loading) barang ke atas kapal angkut 3 Berlayar menuju daerah penangkapan ikan (navigasi) 4 Pemindahan alat tangkap bagan ke daerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan kapal angkut 5 Pemindahan (loading) barang ke alat tangkap bagan 6 Persiapan alat tangkap 7 Pengoperasian alat tangkap, penurunan jaring (setting) pertama 8 Pengangkatan jaring (hauling) alat tangkap pertama 9 Penanganan hasil tangkapan pertama 10 Penurunan jaring (setting) ke-dua dan seterusnya 11 Pengangkatan jaring (hauling) alat tangkap ke-dua dan seterusnya 12 Penanganan hasil tangkapan ke-dua dan seterusnya 13 Pemindahan (loading) hasil tangkapan dan barang ke atas kapal angkut 14 Berlayar menuju pelabuhan asal (fishing base) 15 Unloading hasil tangkapan dan barang ke dermaga Sumber: Hasil Penelitian Urutan langkah kerja dalam setiap aktivitas operasi penangkapan ikan akan dikelompokkan dan kemudian dianalisis potensi bahaya yang mungkin timbul, serta memberikan saran dan masukan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan untuk menghilangkan atau meminimalisir potensi bahaya tersebut. Berikut penguraian analisis keselamatan kerja dalam masing-masing tahap pra operasi, tahap operasi, dan tahap pasca operasi. Tahap Pra Operasi Persiapan di darat Pemilik kapal angkut beserta ABK mempersiapkan kebutuhan me dan nelayan bagan apung menyiapkan kebutuhan perbekalan seperti air tawar, bahan makanan, solar, oli, lampu, genset dan persiapan lainnya. Nelayan mempersiapkan perbekalan dirumahnya masing-masing. Perbekalan yang sudah dipersiapkan kemudian dimasukkan ke dalam ember kaleng cat bekas sebagai wadah penyimpanan seluruh perlengkapan tersebut. Gambar 5 menunjukan, perlengkapan yang akan dibawa oleh masingmasing nelayan bagan apung ketika akan berangkat me menggunakan kapal angkut.

8 13 (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 5 Perlengkapan individu nelayan bagan apung Penggunaan ember kaleng cat bekas memiliki keunggulan karena dapat ditutup rapat sehingga perlengkapan yang dibawa tidak akan basah apabila terkena air hujan ataupun air jika terjatuh ke. Selain itu ember kaleng cat bekas ini dapat juga berfungsi sebagai pelampung atau alat pelindung diri pengganti dari life jacket yang digunakan apabila nelayan. Nelayan membawa wadah ember kaleng cat yang telah lengkap berisi dengan perbekalan ke dermaga sambil menunggu pemberangkatan menggunakan kapal angkut menuju fishing ground masing-masing sekitar pukul WIB. Perjalanan menuju fishing ground memiliki waktu tempuh selama 2 3 jam. Kategori kecelakaan parah terdapat pada nomor 3 (tiga) yaitu saat persiapan BBM dan oli samping, dengan potensi bahaya terjadi kecelakaan pada saat pengangkutan BBM dengan menggunakan sepeda motor. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi memakai alat angkut yang aman seperti gerobak beroda atau keranjang besi khusus untuk membawa jirigen yang ditempelkan pada motor sehingga mengurangi potensi terjatuh dan tumpah. Potensi bahaya dengan kemungkinan yang besar terjadi pada aktivitas nomor 4 (empat) yaitu saat persiapan dan cek mesin oleh nahkoda. Potensi bahaya tersebut adalah kunci pas dan peralatan lain untuk pengecekan mesin mengenai anggota tubuh. Walaupun hal ini sering terjadi namun kecelakaan tersebut masuk ke dalam kategori yang tidak parah. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan pemakaian APD oleh nahkoda atau pihak lain yang bertugas untuk melakukan persiapan dan cek mesin seperti sarung tangan dan sepatu safety (safety boots). Total urutan pada aktivitas persiapan di darat terdapat 5 dengan 9 potensi bahaya. Kategori kecelakaannya terbagi atas 8 kategori kecelakaan tidak parah dan 1 kategori kecelakaan parah. Urutan persiapan di darat secara rinci beserta risikonya disampaikan pada Tabel 9.

9 14 Tabel 9 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas persiapan di darat Urutan 1 Mendata nelayan (pemilik kapal) 2 Mengecek peralatan (manual) & kebutuhan me yang digunakan Alat komunikasi Potensi bahaya Kerusakan alat komunikasi - Kurangnya perbekalan Kemungkinan Kategori kecelakaan Pencegahan/ solusi Pengganti alat komunikasi Komunikasi yang layak Membuat check list alat dan barang 3 Persiapan BBM & oli samping Sepeda motor kapasitas 2 jirigen 2 jirigen (1 jirigen isi 30 liter) Oli samping 3 1 liter Kecelakaan (tabrakan /jatuh) Jirigen jatuh mengenai anggota tubuh Bocor/rusak nya jirigen & plastik oli Parah Menggunakan alat angkut yang aman Memakai Alat Pelindung Diri (APD) Menjaga dan melihat kelayakan jirigen harus baik 4 Persiapan dan cek mesin oleh nahkoda 5 Persiapan air oleh ABK Kunci-kunci pas 1 Jirigen air (isi 30 liter) Rusak mesin Kunci pas dan alat lain jatuh mengenai anggota tubuh Bocor/rusak nya jirigen Air tercecer /tumpah Perawatan mesin rutin Memakai APD Kelayakan jirigen : baik Menggunakan corong/selang Pemindahan (loading) ke atas kapal angkut Pemindahan perlengkapan ke atas kapal angkut (loading) pada aktivitas bagan apung di Palabuhanratu masih dikatakan minim peralatan keselamatan bagi ABK dan nelayannya. Gambar 6 cat berisi peralatan ke dalam kapal tanpa menggunakan alat bantu apapun. Pada aktivitas ini dapat digunakan alat bantu berupa katrol dan tali agar mempermudah pemindahan barang.

10 15 (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 6 Loading perlengkapan nelayan bagan ke atas kapal Kategori kecelakaan parah terdapat pada nomor 2 (dua) yaitu saat pemindahan genset dan jirigen berisi peralatan bagan ke atas kapal, dengan potensi bahaya terjadi pada saat pemindahan mesin genset dapat terjatuh dan mengenai anggota tubuh. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi memakai alat pemindahan yang aman dan membersihkan jalan yang akan dilalui sehingga tidak licin. Total urutan pada aktivitas pemindahan (loading) ke atas kapal angkut terdapat 3 dengan 11 potensi bahaya. Kategori kecelakaannya terbagi atas 10 kategori kecelakaan tidak parah dan 1 kategori kecelakaan parah. Urutan pemindahan perlengkapan dan kebutuhan me disampaikan pada Tabel 10. Tabel 10 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas pemindahan (loading) barang ke atas kapal angkut Urutan 1 Pemindahan jirigen BBM & air tawar ke atas kapal oleh 1 orang ABK 2 Pemindahan mesin genset dan jirigen berisi peralatan bagan ke atas kapal oleh 10 orang awak kapal/ nelayan bagan yang digunakan Potensi bahaya - Terbentur Jirigen jatuh mengenai anggota tubuh ABK / jirigen jatuh ke kolam pelabuhan - Terbentur Mesin genset jatuh mengenai anggota tubuh Awak kapal / nelayan kolam pelabuhan Kemungkinan Kategori kecelakaan Parah Pencegahan/ solusi Membersihkan jalan yang akan dilalui Membersihkan jalan yang dilaui Menggunakan katrol Menyediakan life jacket Memastikan kapal telah merapat ke dermaga

11 16 Urutan 3 Para awak kapal/ nelayan bagan naik ke atas kapal yang digunakan Perbekalan masingmasing Potensi bahaya Terbentur Nelayan kolam pelabuhan Kemungkinan Kategori kecelakaan Pencegahan/ solusi Membersihkan jalan yang di lalui / life jacket Berlayar menuju daerah penangkapan ikan (navigasi) dan kebutuhan me yang telah dipindahkan ke atas kapal kemudian dilanjutkan menuju daerah penangkapan atau fishing ground. Pada aktivitas ini yang memiliki risiko bahaya yaitu pada saat juru mudi mengarahkan kapal keluar dari kolam pelabuhan (Gambar 7). Posisi kapal yang sebelumnya bersandar pada kolam pelabuhan terhambat jalur keluarnya dengan kapal-kapal lainnya yang juga sedang bersandar di pelabuhan. Area yang sempit tersebut membuat kapal angkut bagan yang hendak keluar pelabuhan mengenai dinding kolam pelabuhan dan menabrak kapal lainnya untuk bisa memposisikan kapal angkut keluar dari pelabuhan. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan kapal terbalik maupun menimbulkan kebocoran pada bagian badan kapal. (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 7 Kondisi kapal saat di kolam pelabuhan Kategori kecelakaan parah terdapat pada nomor 3 (tiga) yaitu saat nahkoda mengarahkan kapal keluar dari kolam pelabuhan, dengan potensi bahaya kapal bocor atau tenggelam akibat terbentur badan kapal yang lain dan kapal hilang arah saat pelayaran. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi melakukan pengecekan rutin terhadap kelayakan kapal, dan membawa alat bantu navigasi berupa GPS (Global Positioning System) atau peta lokasi. Total urutan pada aktivitas berlayar menuju daerah penangkapan (navigasi) terdapat 4 dengan 15 potensi bahaya. Kategori kecelakaannya terbagi atas 13 kategori kecelakaan tidak parah dan 2 kategori kecelakaan parah.urutan

12 berlayar menuju daerah penangkapan atau bagan masing-masing nelayan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas berlayar menuju daerah penangkapan ikan (navigasi) Urutan 1 Melepas tali tambat kapal oleh juru bantu 2 Nahkoda (juru mudi) menyalakan mesin 3 Nahkoda mengarahkan kapal keluar dari kolam pelabuhan menuju bagan 4 Awak kapal merapihkan posisi genset dan jirigen perlengkapan bagan di atas dek kapal yang digunakan Tali PE ukuran besar Engkol mesin kapal Potensi bahaya Tangan terluka Terbentur ABK tercebur Tangan terluka Juru mudi perairan Gangguan pernapasan akibat asap dari mesin - Menabrak dinding kolam pelabuhan/ kapal lain/ break water Kapal bocor/ tenggelam Balingbaling mesin tersangkut sampah Juru mudi Hilang arah - Terbentur Mesin atau jirigen jatuh mengenai anggota tubuh ABK Kemungkinan Kategori kecelakaan Parah Parah Parah 17 Pencegahan/ solusi Memakai life jacket Memakai life jacket Memakai masker ABK lain membantu mengarahkan kapal Kelayakan kapal: baik Menjaga kebersihan perairan kolam pelabuhan Memakai life jacket Membawa GPS atau peta Membersihkan jalan yang dilalui Memakai life jacket Pemindahan alat tangkap bagan ke daerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan kapal angkut Bagan apung yang dioperasikan oleh nelayan berada di sekitar Teluk Palabuhanratu yang ditempuh dalam 2-3 jam perjalanan atau sekitar ± 25 mil dari fishing base (PPN Palabuhanratu). Pada penelitian ini alat tangkap bagan

13 18 apung yang beroperasi di Palabuhanratu dapat dipindah-pindahkan posisinya, seperti yang ditunjukan pada Gambar 8. (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 8 Penarikan bagan apung dengan kapal angkut Perpindahan bagan apung tergantung dari bagan apung lainnya karena nelayan memindahkan alat tangkapnya berdasarkan informasi atau melihat jumlah hasil tangkapan nelayan bagan yang lain. Apabila hasil tangkapan salah satu nelayan banyak, maka nelayan bagan tersebut akan memberikan informasi kepada nelayan lainnya, kemudian nelayan bagan yang lain akan mengikuti ke tempat nelayan yang memperoleh hasil tangkapan banyak tersebut. Perpindahan bagan apung tersebut ditarik oleh kapal angkut bagan apung, tetapi perpindahannya tidak akan terlalu jauh pengoperasiannya masih tetap di sekitar Teluk Palabuhanratu. Alat tangkap bagan apung dipindahkan oleh kapal langganannya. Sebelum bagan apung dipindahkan, nelayan bagan apung sudah menghubungi nelayan pemilik bagan apung dengan kapal langganannya beberapa hari sebelumnya untuk mengkonfirmasi pemindahan alat tangkapnya. Alat yang digunakan untuk pemindahan bagan apung yaitu berupa tali tambat kapal yang berbahan PE berukuran besar yang memiliki diameter sekitar 5 cm (Gambar 9). Tali PE berukuran besar ini berfungsi untuk menaikkan jangkar bagan dan menarik bagan hingga ke daerah penangkapan yang sesuai. Daerah penempatan bagan apung yang dipindahkan biasanya berdasarkan pada panjang jangkar yang dimiliki atau terletak pada perairan dangkal atau di daerah teluk dengan kedalaman rata-rata sekitar 10 m. (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 9 Tali PE berukuran besar yang digunakan untuk menarik bagan apung

14 Kategori kecelakaan parah terdapat pada nomor 4 (empat) yaitu saat kapal menarik bagan apung ke daerah penangkapan. Terdapat dua potensi bahaya yang akan terjadi yakni kapal kehilangan arah serta kapal angkut atau bagan apung dapat terbalik/ tenggelam. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi kapal angkut dilengkapi dengan GPS (Global Positioning System) atau peta lokasi setempat, serta melakukan pemeriksaan rutin terkait kondisi kapal angkut dan bagan apung. Total urutan pada aktivitas pemindahan alat tangkap bagan ke daerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan kapal angkut terdapat 4 dengan 15 potensi bahaya. Kategori kecelakaannya terbagi atas 13 kategori kecelakaan tidak parah dan 2 kategori kecelakaan parah. Urutan pemindahan bagan ke daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang sesuai disampaikan pada Tabel 12. Tabel 12 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas pemindahan alat tangkap bagan ke daerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan kapal angkut 19 Urutan 1 Nelayan bagan /ABK berpindah ke atas alat tangkap bagan yang digunakan Potensi bahaya - Terbentur Nelayan / ABK Kemungkinan Kategori kecelakaan Pencegahan/ solusi Memakai APD Membersihka n jalan yang dilalui 2 ABK mengangkat tali jangkar alat tangkap bagan - Terbentur Tangan terluka Sakit punggung ABK Memakai APD Dilakukan bergantian Menyediakan life ring 3 ABK melempar tali untuk menarik dan mengikatkan ke kapal Tali PE ukuran besar Tangan terluka ABK Memakai APD Menyediakan life ring 4 Kapal menarik bagan ke daerah penangkapan yang sesuai Tali PE ukuran besar Hilang arah Tali terputus Terbawa ombak &arus Rusak / hilangnya alat Kapal atau alat tangkap bagan terbalik / tenggelam Parah Parah Membawa GPS Membawa tali cadangan Memperhatik an cuaca dan kondisi Pemeriksaan rutin

15 20 Pemindahan (loading) barang ke alat tangkap bagan apung Tahap pemindahan perlengkapan ke alat tangkap bagan apung merupakan yang dapat dikatakan berbahaya dan sangat minim peralatan keselamatan. Nelayan yang telah sampai pada alat tangkapnya akan berpindah ke atas bagan dengan membawa seluruh perlengkapan yang dibawanya yaitu genset, jirigen BBM, jirigen air tawar dan ember cat bekas yang berisi lampu, perbekalan,dll. Gambar 10 menunjukan, proses pemindahan perlengkapan yang dilakukan oleh nelayan bagan dan dibantu oleh ABK kapal yang lainya untuk menaikkan barang ke atas bagan. Urutan pemindahan perlengkapan barang ke bagan apung disampaikan pada Tabel 13. (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 10 Loading perbekalan ke atas bagan apung Tabel 13 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas pemindahan (loading) barang ke alat tangkap bagan apung Urutan 1 Nelayan bagan berpindah ke atas alat tangkap bagan yang digunakan Perbekalan masingmasing Potensi bahaya Terbentur Nelayan Kemungkinan Kategori kecelakaan Pencegahan/ solusi Memakai life jacket

16 21 Urutan 2 Pemindahan mesin genset dan jirigen berisi peralatan bagan ke atas bagan yang digunakan Potensi bahaya - Terbentur Mesin genset atau jirigen jatuh mengenai anggota tubuh Kemungkinan Kategori kecelakaan Parah Pencegahan/ solusi Membersihkan jalan yang di lalui Menggunakan katrol atau alat bantu pengangkutan Kategori kecelakaan parah terdapat pada nomor 2 (dua) yaitu saat pemindahan genset dan jirigen ke alat tangkap bagan apung, dengan potensi bahaya mesin genset atau jirigen terjatuh mengenai anggota tubuh. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi menggunakan alat bantu pengangkutan seperti katrol atau lintasan pemindahan. Total urutan pada aktivitas pemindahan (loading) ke alat tangkap bagan apung terdapat 2 dengan 6 potensi bahaya. Kategori kecelakaannya terbagi atas 5 kategori kecelakaan tidak parah dan 1 kategori kecelakaan parah. Persentase risiko kerja pada tahap pra operasi bagan apung Tahap pra operasi bagan apung terdiri dari aktivitas persiapan di darat, pemindahan (loading) barang ke atas kapal angkut, berlayar menuju daerah penangkapan ikan (navigasi), pemindahan alat tangkap bagan ke daerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan kapal angkut, hingga pemindahan (loading) barang ke alat tangkap bagan. Berdasarkan analisis yang dilakukan dari aktivitas pada tahap pra operasi tersebut memiliki kategori kecelakaan 86% tidak parah, 14% parah dan untuk kategori sangat parah pada tahap ini tidak ada (Gambar 11). Hal ini menunjukan bahwa aktivitas-aktivitas pada tahap pra operasi bagan apung masih dirasa kurang aman, maka dari itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan keselamatan kerja pada aktivitas ini para ABK kapal angkut bagan seharusnya menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti sarung tangan, safety boots, dan lain lain. Sangat parah Parah 0% 14% 86% Gambar 11 Persentase risiko kerja pada tahap pra operasi bagan apung dari 18

17 22 Berdasarkan SOLAS (1974) terdapat peraturan yang mengatur mengenai semua peralatan yang digunakan oleh suatu individu ditempat kerja untuk melindungi individu dari satu atau lebih risiko kesehatan dan keselamatan. dan bahan yang digunakan harus diperhatikan kelayakan dan perawatannya, dimana peralatan dan bahan yang akan digunakan sebagai alat pelindung diri merupakan penunjang keberhasilan aktivitas bagan apung untuk menghasilkan hasil tangkapan yang optimal tanpa adanya risiko kecelakaan. Nelayan sebaiknya melengkapi dirinya dengan perlengkapan perlindungan diri yang harus lengkap mulai dari alat perlindungan kepala, sarung tangan, jas hujan (warepack), life jacket dan sepatu. Tahap Operasi Persiapan alat tangkap Persiapan alat tangkap dilakukan ketika nelayan telah sampai di fishing ground. Nelayan melakukan persiapan selama ±1,5 jam untuk menyusun letak genset dan keranjang, pengisian bahan bakar pada genset, memasang lampu bagan, memasang instalasi listrik pada genset untuk menghidupkan lampu bagan. Pada ini risiko bahaya yang timbul yaitu ABK dapat dan dapat tersengat aliran listrik. Kategori kecelakaan parah dan memiliki kemungkinan terjadi yang besar terdapat pada aktivitas nomor 5 (lima) yaitu saat pemasangan 6 buah lampu bagan, dengan potensi bahaya nelayan dapat tersengat aliran listrik. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi memakai APD dan alas kaki agar terhindar dari sengatan listrik. Total urutan pada aktivitas pemindahan (loading) ke alat tangkap bagan apung terdapat 5 dengan 11 potensi bahaya, dalam kategori kecelakaannya terbagi atas 9 kategori kecelakaan tidak parah dan 2 kategori kecelakaan parah. Secara rinci nya dan risiko bahayanya urutan persiapan alat tangkap yang sesuai disampaikan pada Tabel 14. Tabel 14 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas persiapan alat tangkap Urutan 1 Menyusun letak genset, jirigen peralatan, dan keranjang hasil tangkapan (HT) 2 Masing-masing nelayan mengganti pakaian 3 Masing-Masing nelayan makan perbekalan yang digunakan Potensi bahaya - Terbentur jatuh mengenai anggota tubuh - Terbentur Nelayan Pakaian basah Kertas nasi Jirigen berisi air Jatuhnya makanan & minuman Kemungkinan Kategori kecelakaan Parah Pencegahan/ solusi Memakai APD Memakai life jacket Sebelumnya sudah berganti pakaian Menggunakan kotak nasi dan botol minum

18 23 Urutan 4 Mempersiapkan genset dan mengisi bahan bakar 5 Pemasangan 6 buah lampu bagan yang digunakan minum Gelas plastik Jirigen berisi BBM Saklar listrik Potensi bahaya Terbentur BBM jatuh / tumpah ke Tersengat aliran listrik Kemungkinan Kategori kecelakaan Pencegahan/ solusi Memakai APD Membersihka n tumpahan BBM Memakai corong Parah Memakai APD Memakai alas kaki berbahan karet Pengoperasian alat tangkap, penurunan jaring (setting) Proses penangkapan ikan dengan bagan apung dimulai dengan penurun jaring atau setting alat. Penurunan bingkai bambu beserta jaring dilakukan sebelum hari gelap, jaring diturunkan sekitar pukul WIB. Penurunan jaring dilakukan dengan mengulur tali pada 4 sisi bingkai jaring yang bertumpu pada sebuah roller bambu, kemudian jaring diturunkan pada kedalaman tertentu. Lampu bagan dinyalakan agar menarik perhatian ikan target yang mayoritas merupakan ikan yang memiliki sifat fototaksis positif. Ikan target akan berkumpul di sekitar lampu. Sumber energi listrik diperoleh dari mesin genset. Lampu bagan diturunkan mendekati perairan dengan jarak ±1,5 m antara lampu dan air, sehingga cahaya lampu akan menerangi perairan dan masuk menembus kolom perairan. Pada aktivitas pengoperasian alat tangkap serta penurunan jaring ini memiliki risiko bahaya seperti tangan dapat terluka dan dapat mengakibatkan sakit punggung akibat menurunkan jaring menggunakan roller bambu yang berat. Kategori kecelakaan parah tidak terdapat pada aktivitas pengoperasian alat tangkap serta penurunan jaring, namun memiliki potensi bahaya dengan kemungkinan terjadi yang besar terdapat pada nomor 1 dan 2 yaitu tangan terluka pada saat pelepasan jaring dan penurunan bingkai jaring dengan roller. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi memakai APD berupa sarung tangan. Total urutan pada aktivitas pengoperasian alat tangkap serta penurunan jaring terdapat 2 dengan 6 potensi bahaya. Kategori kecelakaan seluruhnya termasuk ke dalam kategori kecelakaan tidak parah.urutan dan risiko bahaya dalam aktivitas pengoperasian alat tangkap (setting) yang sesuai disampaikan pada Tabel 15.

19 24 Tabel 15 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas pengoperasian alat tangkap, penurunan jaring (setting) Urutan 1 Penurunan jaring, pemberat batu dan melepaskan jaring dari ikatan dari atas bagan yang digunakan Potensi bahaya - Tangan terluka Rusak / hilangnya pemberat Nelayan Kemungkinan Kategori kecelakaan Pencegahan/ solusi Memakai APD Dilakukan pengecekan rutin Memakai / menyediakan life jacket 2 Penurunan frame jaring bagan menggunakan roller bambu Roller bambu Frame jaring Tangan terluka Tali roller terputus Roller patah Nelayan Memakai APD Dilakukan pengecekan rutin Memakai / menyediakan life jacket Pengangkatan jaring (hauling) alat tangkap Dalam pengoperasiannya nelayan alat tangkap bagan hanya menunggu dan melakukan pengamatan melalui rumah bagan untuk melihat adanya tanda-tanda keberadaan ikan di sekitar bagan. Setelah diperkirakan ikan target telah banyak berkumpul di sekitar lampu, maka lampu akan dimatikan satu persatu dan menyisakan satu lampu agar ikan terfokus berkumpul pada satu lampu saja. Langkah selanjutnya dilakukan proses pengangkatan jaring (hauling) dengan memutar roller untuk menarik bingkai jaring ke permukaan. Proses ini memiliki risiko bahaya seperti tangan ABK dapat terluka. Kategori kecelakaan parah tidak terdapat pada aktivitas pengangkatan jaring (hauling), namun memiliki potensi bahaya dengan kemungkinan terjadi yang besar terdapat pada nomor 1 dan 2 yaitu tangan terluka pada saat pengangkatan bingkai jaring dengan roller dan pengikatan jaring ke bagan. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi memakai APD berupa sarung tangan. Total urutan pada aktivitas pengangkatan jaring (hauling) terdapat 2 dengan 8 potensi bahaya, dalam kategori kecelakaan seluruhnya termasuk ke dalam kategori kecelakaan tidak parah. Rincian dan risiko bahaya pada aktivitas tersebut disampaikan pada Tabel 16.

20 Tabel 16 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas pengangkatan jaring (hauling) alat tangkap Urutan 1 Pengangkatan bingkai jaring bagan dengan roller bambu yang digunakan Roller bambu Bingkai jaring Potensi bahaya Tangan terluka Tali roller terputus Roller bambu patah Bingkai jaring patah Kemungkinan Kategori kecelakaan 25 Pencegahan/ solusi Dilakukan pengecekan rutin 2 Pengangkatan jaring dan membuat ikatan di atas bagan - Tangan terluka Sakit punggung Rusak / robeknya jaring Nelayan Dilakukan bertahap tidak tergesa, dan dipaksakan Dilakukan pemeriksaan rutin Menggunakan life jacket Persentase risiko kerja pada tahap operasi bagan apung Tahap operasi bagan apung terdiri dari aktivitas persiapan alat tangkap, pengoperasian alat tangkap, penurunan jaring (setting) dan pengangkatan jaring (hauling). Berdasarkan analisis yang dilakukan dari aktivitas tahap operasi tersebut memiliki kategori kecelakaan 92% tidak parah, 8% parah dan 0% sangat parah (Gambar 12). Hal ini menunjukan bahwa aktivitas-aktivitas pada tahap operasi bagan apung masih memiliki risiko bahaya yang dapat mengganggu kesehatan nelayan. Sangat parah Parah 0% 8% 92% Gambar 12 Persentase risiko kerja pada tahap operasi bagan apung dari 9 Aktivitas-aktivitas pada tahap operasi bagan apung dirasa memiliki risiko dan potensi bahaya yang tinggi karena pengoperasian alat tangkap bagan apung hanya dilakukan oleh 1-2 orang nelayan. Penggunaan roller bambu sebagai alat bantu untuk menurunkan dan menaikkan bingkai jaring memang dapat mempermudah proses penangkapan bagan apung, namun ukuran roller bambu

21 26 yang besar serta berat dalam menarik jaring dapat menimbulkan risiko sakit punggung serta tangan terluka. Apabila hal ini terjadi maka nelayan bagan tidak akan dapat melanjutkan aktivitas penangkapan atau membutuhkan waktu untuk memulihkan kondisi tubuh untuk kembali melanjutkan aktivitas. Penggunaan sarung tangan sebagai APD dapat meminimumkan bahaya terluka dan memberikan sedikit waktu istirahat (jeda) saat pengoperasian roller dapat meminimumkan beban pada punggung. Tahap Pasca Operasi Penanganan hasil tangkapan (brailing) Hasil tangkapan yang telah terkumpul pada jaring diambil dengan alat bantu serok dan disortir berdasarkan jenis ikan dan ukuran ikan untuk dimasukkan ke dalam keranjang-keranjang bambu yang telah dipersiapkan. Gambar 13 menunjukan penyortiran hasil tangkapan dengan keranjang bambu. Masingmasing nelayan bagan apung telah mempersiapkan keranjang-keranjang bambu berjumlah 30 keranjang / bagan apung, keranjang tersebut akan terisi penuh seluruhnya dengan hasil tangkapan apabila sedang dalam musim panen.penyortirsn hasil tangkapan biasanya membutuhkan waktu selama ± 1 jam, setelah itu nelayan akan melepaskan jaring yang telah diangkat untuk diturunkan kembali ke perairan dan mempersiapkan kembali untuk melakukan setting selanjutnya. (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 13 Penyortiran hasil tangkapan menggunakan keranjang bambu Kategori kecelakaan parah tidak terdapat pada aktivitas penanganan hasil tangkapan (brailing), namun memiliki potensi bahaya dengan kemungkinan terjadi yang besar terdapat pada setiap nya yaitu tangan terluka, terbentur, dan tergelincir pada saat mengangkat dan mempersempit area jaring untuk mengambil hasil tangkapan, pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok, dan penempatan hasil tangkapan. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi memakai APD berupa sarung tangan dan membersihkan jalan yang dilalui dari tercecernya hasil tangkapan. Total urutan pada aktivitas penanganan hasil tangkapan (handling) terdapat 3 dengan 11 potensi bahaya. Kategori kecelakaan seluruhnya termasuk ke dalam kategori kecelakaan tidak

22 parah. Rincian dan risiko bahaya pada aktivitas tersebut dapat disampaikan pada Tabel 17. Tabel 17 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas penanganan hasil tangkapan Urutan 1 Mengangkat jaring hingga mempersempit area jaring yang digunakan Potensi bahaya - Tangan terluka Sakit punggung Rusak / robeknya jaring Kemungkinan Kategori kecelakaan 27 Pencegahan/ solusi Dilakukan bertahap tidak tergesa, dan dipaksakan Dilakukan pemeriksaan rutin 2 Pengambilan hasil tangkapan (HT) dari jaring bagan Serok Nelayan Terbentur Tangan terluka Sakit punggung Menggunakan life jacket Memakai serok berbahan ringan 3 Penempatan hasil tangkapan (HT) Keranjang hasil tangkapan (HT) Nelayan terjatuh ke jaring Terbentur Keranjang terjatuh mengenai tubuh Hasil tangkapan (HT) terjatuh Menyediakan life jacket Membersihkan jalan yang di lalui Pemindahan (loading) hasil tangkapan dan barang ke atas kapal angkut Aktivitas dalam pemindahan (loading) hasil tangkapan yang telah didapatkan nelayan serta perlengkapan dan barang dalam pengoperasian bagan angkut ke atas kapal angkut memiliki tingkat risiko bahaya yang tinggi karena minim peralatan keselamatan dan alat bantu. seperti genset, ember cat bekas berisi perbekalan nelayan, serta seluruh hasil tangkapan yang sudah ditempatkan dalam keranjang-keranjang bambu akan dipindahkan dari bagan apung ke atas kapal angkut oleh nelayan dibantu dengan ABK kapal yang lainnya (Gambar 14). Lantai bagan yang licin dapat menyebabkan nelayan dan ABK yang membantu terpeleset atau terjatuh ke, hal ini disebabkan lantai bagan yang licin karena basah atau bekas hasil tangkapan yang tercecer. Begitu juga dengan kapal angkut yang hendak merapat ke bagan apung seringkali menabrak dinding

23 28 bagan apung yang terbuat dari bambu. Hal tersebut dapat mengakibatkan merusak atau mematahkan dinding bagan apung yang berbahan bambu tersebut. (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 14 Pemindahan (loading) perlengkapan dan hasil tangkapan Kategori kecelakaan parah terdapat pada nomor 2 (dua) yaitu saat pemindahan genset dan jirigen berisi perlengkapan dari bagan apung ke atas kapal angkut, dengan potensi bahaya mesin genset atau jirigen terjatuh mengenai anggota tubuh. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi menggunakan alat bantu pengangkutan seperti katrol atau lintasan pemindahan sehingga dapat mempermudah pemindahan barang tersebut. Total urutan pada aktivitas pemindahan (loading) dari bagan apung ke atas kapal angkut terdapat 3 dengan 10 potensi bahaya, dalam kategori kecelakaannya terbagi atas 9 kategori kecelakaan tidak parah dan 1 kategori kecelakaan parah. Rincian dan risiko bahaya pada aktivitas tersebut disampaikan pada Tabel 18. Tabel 18 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas pemindahan (loading) hasil tangkapan dan barang ke atas kapal angkut Urutan 1 Nelayan bagan bersih-bersih & mengganti pakaian yang digunakan Perbekalan masingmasing Potensi bahaya Terbentur Nelayan Pakaian basah Kemungkinan Kategori kecelakaan Pencegahan/ solusi Membersihkan jalan yang di lalui Menyediakan life jacket Mengganti pakaian setelah sampai di pelabuhan

24 29 Urutan 2 Pemindahan mesin genset, jirigen berisi peralatan, serta keranjang hasil tangkapan ke atas kapal angkut yang digunakan Potensi bahaya - Terbentur Mesin genset atau jirigen jatuh mengenai anggota tubuh Kemungkinan Kategori kecelakaan Parah Pencegahan/ solusi Membersihkan jalan yang di lalui Menggunakan katrol atau alat bantu pengangkutan 3 Nelayan bagan pindah ke kapal angkut Perbekalan masingmasing Terbentur Nelayan Memakai life jacket Berlayar menuju pelabuhan asal (fishing base) Operasi penangkapan yang telah dilakukan dan hasil tangkapan yang telah ditempatkan pada keranjang bambu dari nelayan-nelayan bagan langganan akan ditempatkan pada dek kapal angkut. Aktivitas dilanjutkan dengan juru mudi mengarahkan kapal angkut menuju pelabuhan asal atau fishing base, selama perjalanan risiko bahaya yang paling menonjol ialah posisi juru mudi di atas kapal. Potensi bahaya pada posisi ini adalah juru mudi dapat karena posisi kemudi yang berada di sisi kiri kapal dan juru mudi duduk di sisi badan kapal (Gambar 15). Kategori kecelakaan parah terdapat pada nomor 1 dan 3 yaitu saat nahkoda mengarahkan kapal menuju fishing base, dengan potensi bahaya kapal bocor atau tenggelam akibat terbentur badan kapal yang lain dan kapal hilang arah saat pelayaran serta saat penataan genset di dek kapal. Kejadian tersebut dapat dicegah dengan solusi melakukan pengecekan rutin terhadap kelayakan kapal, membawa alat bantu navigasi berupa GPS (Global Positioning System) atau peta lokasi, serta membersihkan dek kapal yang akan dilalui. Total urutan pada aktivitas berlayar menuju pelabuhan asal (fishing base) terdapat 3 dengan 14 potensi bahaya. Kategori kecelakaannya terbagi atas 10 kategori kecelakaan tidak parah dan 4 kategori kecelakaan parah. Kegiatan- dan risiko bahaya yang timbul disampaikan pada Tabel 19.

25 30 (Sumber: Dokumentasi penelitian, 2014) Gambar 15 Posisi juru mudi kapal KM. Setia Jaya 02 Tabel 19 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas berlayar menuju pelabuhan asal (fishing base) Urutan 1 Mengarahkan kapal menuju fishing base oleh juru mudi 2 Masing-masing nelayan memisahkan HT 3 Merapihkan posisi genset, jirigen, dan keranjang HT oleh nelayan bagan dan ABK yang digunakan Mesin kapal Kantong plastik Keranjang HT Potensi bahaya Hilang arah Kapal bocor Kapal terbalik Menabrak break water / kapal lain / dinding kolam pelabuhan Gangguan pernapasan akibat asap mesin Nahkoda Terbentur ABK HT tercecer / terjatuh di kapal atau ke - Terbentur Mesin atau jirigen jatuh mengenai anggota tubuh ABK Kemungkinan Kategori kecelakaan Parah Parah Parah Parah Pencegahan/ solusi Membawa GPS Pengecekan rutin ABK membantu mengarahkan kapal Memakai masker Menyediakan life ring Menyediakan life ring Memisahkan HT menggunakan cool box Membersihkan jalan yang dilalui Memakai life jacket

26 31 Pemindahan (unloading) hasil tangkapan dan barang ke dermaga Pemindahan atau unloading dari atas kapal angkut bagan apung diutamakan keranjang bambu berisi hasil tangkapan yang didahulukan untuk diturunkan, karena di dermaga pelabuhan hasil tangkapan yang baru saja diturunkan dari kapal sudah ditunggu oleh pemilik bagan dan pembeli dari hasil tangkapan bagan. Aktivitas ini menimbulkan bahaya, seperti keranjang hasil tangkapan atau genset jatuh mengenai ABK atau nelayan serta keranjang berisi hasil tangkapan jatuh dan hasil tangkapan dapat berserakan. Rincian dan risiko bahaya pada aktivitas tersebut disampaikan pada Tabel 20. Tabel 20 Identifikasi potensi bahaya dan pencegahannya pada aktivitas unloading hasil tangkapan dan barang ke dermaga Urutan 1 Memasang tali tambat kapal oleh 2 orang juru bantu 2 Pemindahan genset, jirigen peralatan, dan keranjang HT oleh nelayan bagan dan juru bantu yang digunakan Tali PE besar Gerobak Potensi bahaya Tangan terluka Terbentur Tercebur ke kolam pelabuhan Terbentur Mesin genset, jirigen, atau keranjang HT jatuh mengenai anggota tubuh Kemungkinan Kategori kecelakaan Parah Pencegahan/ solusi Membersihkan lantai kapal Membersihkan jalan yang di lalui Menggunakan katrol atau alat bantu pengangkutan 3 ABK / nelayan bagan keluar dari kapal angkut ke dermaga Perbekalan dan HT masing masing nelayan 2 jirigen BBM 1 jirigen air minum Terbentur ABK / perbekalan jatuh ke kolam pelabuhan Membersihkan jalan yang di lalui 4 Mengecek dan merapihkan alat dan sampah di atas kapal oleh 1 orang ABK Kantong plastik Tangan terluka Tersandung Terpeleset ABK kolam pelabuhan Membersihkan lantai kapal

27 32 Persentase risiko kerja pada tahap pasca operasi bagan apung Tahap pasca operasi bagan apung terdiri dari aktivitas penanganan hasil tangkapan, pemindahan (loading) barang dan hasil tangkapan ke atas kapal angkut, berlayar kembali ke pelabuhan dan sesampainya di pelabuhan melakukan bongkar hasil tangkapan serta penurunan peralatan me. Berdasarkan analisis yang dilakukan dari aktivitas pada tahap pasca operasi tersebut memiliki kategori kecelakaan 88% tidak parah, 12% parah, dan 0% sangat parah (Gambar 16). Hal ini menunjukan aktivitas-aktivitas pada tahap pasca operasi bagan apung dirasa masih kurang aman karena memiliki risiko dan potensi kecelakaan yang membahayakan bagi nelayan bagan. Sangat parah Parah 0% 12% 88% Gambar 16 Persentase risiko kerja pada tahap pasca operasi bagan apung dari 13 Total persentase risiko kerja pada aktivitas bagan apung Total persentase risiko kerja pada keseluruhan aktivitas bagan apung memiliki kategori kecelakaan dari 115 tidak parah, 16 parah dan tidak ada yang berkategorikan sangat parah. Gambar 17 menjelaskan, persentase dari risiko kerjanya yaitu 88% tidak parah, 12 % parah dan 0% sangat parah. Sangat parah Parah 0% 12% 88% Gambar 17 Persentase total risiko kerja bagan apung dari 40 Bahaya merupakan segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan, maupun manusia (Budiono 2003). Potensi bahaya yang ada dalam operasi bagan apung mengarah kepada kecelakaan pribadi seperti tangan terluka, tersandung, tergelincir dan yang lainnya merupakan bahaya yang diakibatkan karena properti (barang) atau karena

28 faktor lingkungan kerja. Oleh karena itu dari seluruh potensi risiko bahaya yang ada maka dapat dicegah dan diminimalkan dengan penggunaan APD berupa sarung tangan, warepack, life jacket, dan penggunaan sepatu atau alas kaki. Pembahasan Analisis Keselamatan Keja Bagan Apung Berdasarkan hasil JSA (Job Safety Analisys) yang telah dilakukan maka di dapatkan aktivitas dan yang memiliki potensi kecelakaan kerja pada keseluruhan rangkaian perikanan bagan apung di Palabuhanratu. Hasil perhitungan keseluruhan aktivitas telah dibagi ke dalam 3 (tiga) tahapan proses yaitu pra operasi, operasi, dan pasca operasi. Tahapan yang memiliki potensi kecelakaan kerja paling tinggi ialah pada tahap pra operasi. Tahap pra operasi memiliki 5 aktivitas besar yang diuraikan menjadi 18, dari 18 itu didapatkan 56 potensi kecelakaan kerja yang selanjutnya akan dibagi ke dalam 3 kategori kecelakaan. Kategori kecelakaan yang dimaksud adalah kategori kecelakaan sangat parah, parah, dan tidak parah. Tahap pra operasi memiliki nilai paling tinggi di dalam kategori kecelakaannya, dibandingkan dengan tahap operasi dan pasca operasi. Kategori kecelakaan sangat parah dalam keseluruhan tahapan memang tidak ditemukan atau memiliki nilai 0 (nol) di seluruh tahapan. Dalam hasil pengamatan langsung pada tahapan aktivitas di bagan apung, dari keberangkatan di pelabuhan (fishing base) hingga kembali ke pelabuhan tidak ditemukan adanya potensi kecelakaan yang dapat menimbulkan korban jiwa bahkan sampai meninggal dunia. Kategori kecelakaan parah pada tahap pra operasi memiliki nilai 8, nilai ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan nilai pada tahap operasi dan tahap pasca operasi. Masing-masing tahapan ini memiliki nilai 2 dan 6. Kategori kecelakaan tidak parah pada tahap pra operasi memiliki nilai 48, tahap ini tetap memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan tahap operasi yang memiliki nilai 23 dan tahap pasca operasi yang memiliki nilai 44. Penilaian tersebut menunjukan bahwa - yang terdapat pada tahap pra operasi seharusnya menjadi perhatian khusus bagi nelayan bagan maupun juru kapal agar potensi kecelakaan tersebut dapat diminimalkan. Hal ini dikarenakan keseluruhan dalam tahap ini hanya berisikan tentang di darat pada saat persiapan sebelum berangkat me. Pengetahuan Nelayan Bagan Apung tentang Keselamatan Kerja Nelayan bagan merupakan nelayan tradisional yang dominan mengoperasikan bagan apung. Para nelayan ini berpindah dari bagan tancap yang sebelumnya cukup populer, setelah adanya himbauan dari pemerintah mengenai bagan tancap yang memberikan dampak negatif bagi sistem pelayaran. Selain bagan apung dapat mengurangi dampak negatif tersebut, bagan apung juga dinilai lebih efisien jika digunakan oleh nelayan setempat, dikarenakan alat tangkap bagan apung dapat dipindah-pindahkan lokasinya sesuai dengan daerah penangkapan pada musim tertentu serta keinginan dari nelayan bagan tersebut. Bagan apung dioperasikan di sekitar Teluk Palabuhanratu yang dapat ditempuh dalam 2-3 jam perjalanan atau sekitar ±25 mil dari fishing base (PPN Palabuhanratu). 33

POTENSI KECELAKAAN KERJA PADA PERIKANAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU, JAWA BARAT

POTENSI KECELAKAAN KERJA PADA PERIKANAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU, JAWA BARAT Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 2 November 2017: 221-236 ISSN 2087-4871 POTENSI KECELAKAAN KERJA PADA PERIKANAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU, JAWA BARAT THE POTENTIAL OF WORK ACCIDENT

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KESELAMATAN KERJA NELAYAN PADA AKTIVITAS PAYANG DI PALABUHANRATU, SUKABUMI JAWA BARAT AGUNG SAFRUDDIN

IDENTIFIKASI KESELAMATAN KERJA NELAYAN PADA AKTIVITAS PAYANG DI PALABUHANRATU, SUKABUMI JAWA BARAT AGUNG SAFRUDDIN IDENTIFIKASI KESELAMATAN KERJA NELAYAN PADA AKTIVITAS PAYANG DI PALABUHANRATU, SUKABUMI JAWA BARAT AGUNG SAFRUDDIN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE :.P BUKU PENILAIAN DAFTAR

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR Kapal laut yang berlayar melintasi samudera di berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu yang cukup, bergerak dengan adanya daya dorong pada

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT

BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT BAB II JENIS-JENIS KEADAAN DARURAT Kapal laut sebagai bangunan terapung yang bergerak dengan daya dorong pada kecepatan yang bervariasi melintasi berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu tertentu, akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata orang meninggal, setara

BAB 1 PENDAHULUAN. ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata orang meninggal, setara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia ILO menghasilkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5448 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 156) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan wilayah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KESELAMATAN KERJA KEGIATAN BONGKAR MUAT KAPAL PURSE SEINE DI MUNCAR, BANYUWANGI

IDENTIFIKASI KESELAMATAN KERJA KEGIATAN BONGKAR MUAT KAPAL PURSE SEINE DI MUNCAR, BANYUWANGI Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Saintek Perikanan Vol.13 No.1 : 31-37, Agustus 2017 IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

KEADAAN DARURAT Keadaan darurat: lain dari keadaan normal

KEADAAN DARURAT Keadaan darurat: lain dari keadaan normal KESELAMATAN DI LAUT PENDAHULUAN Keselamatan di laut sudah lama diamanahkan oleh International Convention of SOLAS (Safety of Life at Sea); Bagi dunia perikanan tangkap khususnya di negaranegara berkembang

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI KINERJA PELABUHAN

BAB V EVALUASI KINERJA PELABUHAN 168 BAB V 5.1. Tinjauan Umum. Untuk dapat melaksanakan Perencanaan dan Perancangan Pelabuhan Perikanan Morodemak, Kabupaten Demak dengan baik maka diperlukan evaluasi yang mendalam atas kondisi Pelabuhan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data 21 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli 2010 Juli 2011 bertempat di laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, PSP, IPB ; dan perairan Teluk Palabuhanratu,

Lebih terperinci

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut FINAL KNKT-08-11-05-03 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Laporan Investigasi Kecelakaan Laut Terbaliknya Perahu Motor Koli-Koli Perairan Teluk Kupang NTT 09 Nopember 2008 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Daftar Isi

Kata Pengantar. Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Oiltanking berkomitmen untuk menjalankan semua kegiatan usaha dengan cara yang aman dan efisien. Tujuan kami adalah untuk mencegah semua kecelakaan, cidera dan penyakit akibat

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 23 a aa a 5.1 Analisis Teknis Perikanan Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal gillnet millenium yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah perusahaan dalam melakukan aktivitas kontruksi harus memenuhi unsur keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam kegiatan konstruksi kecelakaan dapat terjadi

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah perairan dan lautan. Banyak aktifitas yang dilakukan dengan mengandalkan perhubungan melalui

Lebih terperinci

KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI

KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT FAHRUL ROZI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BERDASARKAN METODE SWIFT PADA PT KRAKATAU STEEL DIVISI WIRE ROD MILL

USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BERDASARKAN METODE SWIFT PADA PT KRAKATAU STEEL DIVISI WIRE ROD MILL USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BERDASARKAN METODE SWIFT PADA PT KRAKATAU STEEL DIVISI WIRE ROD MILL Retno Fitri Wulandari 36412165 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kepuasan Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang pengetahuan memiliki pengertian yang berlainan tentang kepuasan, adapun berbagai macam pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Usaha Penangkapan Ikan Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Unit Penangkapan Jaring Rajungan dan Pengoperasiannya Jaring rajungan yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat mempunyai kontruksi jaring yang terdiri dari tali ris

Lebih terperinci

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO 59 5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO 5.1 Kondisi Sanitasi Aktual di Dermaga dan Tempat Pelelangan Ikan PPP Lampulo (1) Kondisi dermaga Keberhasilan aktivitas

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA)

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA) 5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran 5.1.1 General arrangement (GA) Pembuatan desain perahu katamaran disesuaikan berdasarkan fungsi yang diinginkan yaitu digunakan sebagai perahu pancing untuk wisata

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Fasilitas Fisik 1) Sekat Pemisah Saat ini belum terdapat sekat pemisah yang berfungsi sebagai pembatas antara 1 komputer dengan komputer yang lainnya pada Warnet

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Proses Pembuatan Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih dahulu harus mengetahui masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, pengoperasian bagan apung, dan pengukuran iluminasi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan Aktivitas pendaratan hasil tangkapan terdiri atas pembongkaran

Lebih terperinci

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah No. Responden : KUESIONER PENELITIAN KEPATUHAN PENGGUNAAN APD, PENGETAHUAN TENTANG RISIKO PEKERJAAN KONSTRUKSI PEKERJA KONSTRUKSI DAN SIKAP TERHADAP PENGGUNAAN APD DI PROYEK PEMBANGUNAN APARTEMEN U-RESIDENCE

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE : -P BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Identifikasi Potensi Bahaya Identifikasi bahaya yang dilakukan mengenai jenis potensi bahaya, risiko bahaya, dan pengendalian yang dilakukan. Setelah identifikasi bahaya dilakukan,

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang

Lebih terperinci

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1 Lift Net & Traps Ledhyane Ika Harlyan Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1 Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa yg mengikuti materi ini

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume 21 No. 1 Edisi April 2013 Hal 11-17

BULETIN PSP ISSN: X Volume 21 No. 1 Edisi April 2013 Hal 11-17 BULETIN PSP ISSN: 025-286X Volume 2 No. Edisi April 203 Hal -7 Keselamatan Kerja pada Operasi Penangkapan Ikan Cantrang Nelayan Tanjung Sari, Kabupaten Rembang (Safety Assessment of cantrang operation

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENDARATAN IKAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN JARING INSANG DI PPI DUMAI. Fitri Novianti 1) Jonny Zain 2) dan Syaifuddin 2)

EFISIENSI WAKTU PENDARATAN IKAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN JARING INSANG DI PPI DUMAI. Fitri Novianti 1) Jonny Zain 2) dan Syaifuddin 2) EFISIENSI WAKTU PENDARATAN IKAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN JARING INSANG DI PPI DUMAI Fitri Novianti 1) Jonny Zain 2) dan Syaifuddin 2) ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 212

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Setelah dilakukannya pengolahan data dan analisis data dalam penelitian Tugas Akhir ini, maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal berikut ini : 1. Gerakan kerja

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENDATAAN KAPAL DAN GALANGAN KAPAL SERTA PENERBITAN SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL DI KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE :.K BUKU KERJA DAFTAR

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PT. BISMA KONINDO DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOB SAFETY ANALYSIS

ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PT. BISMA KONINDO DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOB SAFETY ANALYSIS ANALISIS TINGKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PT. BISMA KONINDO DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOB SAFETY ANALYSIS Disusun Oleh: Okky Oksta Bera (35411444) Pembimbing : Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

Lebih terperinci

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100 34 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 91.881 jiwa. Luas wilayahnya adalah 26,25 km 2 dengan kepadatan penduduknya adalah 3.500,23 jiwa per km 2. PPS Belawan memiliki fasilitas pokok dermaga,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA INSPEKSI K3

LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA INSPEKSI K3 LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA INSPEKSI K3 DISUSUN OLEH : 1. DENA SHOUM MELLIAN (021500426) 2. KHOLISA ROHMATUN NIKMAH (021500438) 3. RAFA RUMAISHA RUBAWAN A (021500450) PRODI JURUSAN

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN DISPENSER DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN DISPENSER DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN DISPENSER DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian ini dengan

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-07-04-06-02 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN KECELAKAAN TUNGGAL MOBIL BUS AKAP JATUH KE DALAM JURANG DAN MASUK SUNGAI

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perusahaan Konstruksi Pemeliharaan Jalan di Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta

Evaluasi Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perusahaan Konstruksi Pemeliharaan Jalan di Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta Evaluasi Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perusahaan Konstruksi Pemeliharaan Jalan di Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta Prisca Andarini 1, Widodo Hariyono 1,2 Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS 99 6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS 6.1 PPI Pangandaran 6.1.1 Aktivitas pendaratan hasil tangkapan Sebagaimana telah dikemukakan

Lebih terperinci

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut Standar Nasional Indonesia Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

BAB I KONSEP PENILAIAN

BAB I KONSEP PENILAIAN BAB I KONSEP PENILAIAN 1.1. Bagaimana Instruktur akan Menilai Dalam sistem berdasarkan Kompetensi, penilai akan mengumpulkan bukti dan membuat pertimbangan mengenai pengetahuan, pemahaman dan unjuk kerja

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur. BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM Lambelu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijadikan sampel dan diukur pada penelitian ini berjumlah 22 unit yang mempunyai wilayah pengoperasian lokal, yaitu di daerah yang tidak jauh dari teluk Palabuhanratu. Konstruksi

Lebih terperinci

PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT

PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT 1. TUJUAN Untuk memastikan semua personil PT XXXXXXX bertindak dalam kapasitas masing-masing selama aspek-aspek kritis dari suatu keadaan darurat. 2. RUANG LINGKUP Prosedur

Lebih terperinci

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana 6508040502 ABSTRAK Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak diinginkan dan bisa terjadi

Lebih terperinci

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 s. bp uk ab. am uj m :// ht tp id go. STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 ISSN : - No. Publikasi : 76044.1502 Katalog BPS : 830.1002.7604 Ukuran Buku : 18 cm x 24 cm Jumlah Halaman : v + 26 Halaman

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Kondisi Fasilitas Fisik Aktual a. Ruang Utama Sofa 1, tinggi sandaran terlalu tinggi dan lebar alas duduk terlalu panjang. Sofa 2, tinggi sandaran terlalu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1089, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelayaran. Sungai. Danau. Alur. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI

Lebih terperinci

Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal. Kecelakaan kapal di laut atau dermaga. bahaya dalam pelayaran

Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal. Kecelakaan kapal di laut atau dermaga. bahaya dalam pelayaran Bagian-bagian Kapal Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal Kecelakaan kapal di laut atau dermaga bahaya dalam pelayaran merugikan harta benda, kapal, nyawa manusia bahkan dirinya sendiri.

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

THE CONDITION OF MAIN FACILITY IN THE VILLAGE OF FISH MARKETING PAKNINGASAL BUKITBATU DISTRICT OF BENGKALIS REGENCY IN RIAU PROVINCE

THE CONDITION OF MAIN FACILITY IN THE VILLAGE OF FISH MARKETING PAKNINGASAL BUKITBATU DISTRICT OF BENGKALIS REGENCY IN RIAU PROVINCE THE CONDITION OF MAIN FACILITY IN THE VILLAGE OF FISH MARKETING PAKNINGASAL BUKITBATU DISTRICT OF BENGKALIS REGENCY IN RIAU PROVINCE Alpin Septiyan Harahap 1) Jonny Zain 2) and Ronald M. Hutauruk 2) E-mail:

Lebih terperinci

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI YANG MELINTASI JEMBATAN DI WILAYAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) terletak pada posisi 06 59 47, 156 LS dan 106 32 61.

Lebih terperinci

Gambar 3 Lampu tabung.

Gambar 3 Lampu tabung. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama penelitian yaitu pengukuran nilai iluminasi pada medium udara yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR UNIT AIR BAKU

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR UNIT AIR BAKU LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 26/PRT/M/2014 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR UNIT AIR BAKU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, menyatakan bahwa Inspeksi Keselamatan Jalan (IKJ) merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen jalan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i BAB I KONSEP PENILAIAN Bagaimana Instruktur Akan Menilai Tipe Penilaian... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i BAB I KONSEP PENILAIAN Bagaimana Instruktur Akan Menilai Tipe Penilaian... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... i BAB I KONSEP PENILAIAN... 1 1.1. Bagaimana Instruktur Akan Menilai... 1 1.2. Tipe Penilaian... 1 BAB II PELAKSANAAN PENILAIAN... 3 2.1. Kunci jawaban Tugas-tugas teori... 3 2.2.

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauaan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.499 pulau dan memiliki garis pantai sekitar 81.000 km. Berdasarkan kondisi geografis Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1. Penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Proyek Penerapan Program K3 di proyek ini di anggap penting karena pada dasarnya keselamatan dan kesehatan kerja

Lebih terperinci