RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon Y.A.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon Y.A."

Transkripsi

1 RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon Y.A. BUDHI JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon Y.A. BUDHI JATMIKO Nrp: C Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar DOKTOR pada Program Studi Teknologi Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul : RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon Merupakan hasil karya sendiri, dengan pembimbingan komisi pembimbing dan belum pernah diserahkan untuk pencapaian prestasi akademik apapun melalui perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang dipergunakan dalam penyusunan disertasi ini, telah dinyatakan secara jelas dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir disertasi ini. Bogor, September 2009 Y.A BUDHI JATMIKO NRP. C

4 ABSTRACT Y.A. BUDHI JATMIKO. DEVELOPMENT PATTERN DESIGN OF FISHERIES INDUSTRIAL PRODUCT, Case study : Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon. Under Supervision: JOHN HALUAN as the chief of the commission, with HARTRISARI HARDJOMIDJOJO and MITA WAHYUNI as the members of the commission. Fish processing unit activities is one of commodity industry which is potential to develop as a great source of national territorial waters. Nevertheless, there are many problems in developing this industry, such as raw material production aspect, sanitation and hygiene. Purpose of the research were to design the development of fish industrial product, the research consisted of 3 main steps: 1. Identifying the production of captured fisheries as a source of raw material used for fish processing unit activities. 2. Determining the main product of captured fisheries. 3. Determining the development pattern design of fish processing unit activities. Based on the analysis, potential commodities of Cilacap regency were multi species fish. Potential commodities of Pelabuhanratu Sukabumi Regency were eaglerays fish. Potential commodities of DKI Jakarta Province were shark fish and potential commodities of Cirebon Regency were eaglerays fish. Prime product of Cilacap Regency is surimi of multi species fish, surimi of eaglerays fish from Pelabuhanratu Sukabumi Regency, surimi of shark fish from DKI Jakarta Province and surimi of eaglerays fish from Cirebon Regency. The financial feasibility of Cilacap Regency s NPV is Rp ,- Net B/C 2,24 and PBP 3,27 years, Pelabuhanratu Sukabumi Regency s NPV is Rp ,- Net B/C 1,62 and PBP 6,61 years, DKI Jakarta Province s NPV is Rp ,- Net B/C 1,97 and PBP 3,76 years and Cirebon Regency s NPV is Rp ,- Net B/C 2,34 and PBP 3,15 years. The development strategy of surimi processing industrial needs efforts from government, stakeholders and financial institution. The government, needs to support the surimi industrialist by giving the financial reinforcement, technical assistance, promotion, guidance for financial institution and lead to partnership with processing industry of fish jelly product and fish captured industries. Keywords: Pattern design, development industry, prime product.

5 RINGKASAN Y.A BUDHI JATMIKO. RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN, Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon, Dibimbing oleh JOHN HALUAN sebagai ketua komisi, dengan anggota HARTRISARI HARDJOMIDJOJO dan MITA WAHYUNI. Usaha pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu jenis industri yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini mengingat potensi sumberdaya ikan dari perairan nasional sangat besar, terlebih sumberdaya ikan yang berasal dari laut juga potensial. Namun demikian masih banyak persoalan dan masalah yang menghambat perkembangannya, antara lain aspek produksi bahan baku untuk industri pengolahan, aspek sanitasi dan higiene di rantai penangkapan, pendaratan dan pada unit pengolahan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan khususnya ikan yang dihasilkan dari tangkapan laut, melalui tahapan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan, (2) menentukan produk unggulan, (3) menentukan rancangan model pengembangan usaha pengolahan produk unggulan. Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan dirancang dalam suatu program komputer dengan nama SPK Perikanan, melalui subsistem kelayakan finansial untuk mengetahui tingkat kelayakan produk unggulan industri pengolahan hasil perikanan yang dirumuskan dengan kriteria Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). Berdasarkan hasil analisis, komoditas potensial Kabupaten Cilacap adalah ikan campuran (multi species). Komoditas potensial Pelabuhanratu adalah ikan pari. Komoditas potensial DKI Jakarta adalah ikan cucut dan komoditas potensial Kabupaten Cirebon adalah ikan pari. Produk unggulan Kabupaten Cilacap surimi ikan campuran (multi species), produk unggulan DKI Jakarta adalah surimi ikan cucut, produk unggulan Pelabuhanratu surimi ikan pari dan produk unggulan Kabupaten Cirebon surimi ikan pari. Dengan berkembangnya olahan produk surimi di suatu daerah akan berdampak positif terhadap meningkatnya penyerapan tenaga kerja, meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya keuntungan finansial para pelaku usaha baik terhadap pengolah itu sendiri maupun terhadap para nelayan sebagai pemasok bahan baku. Analisis kelayakan finansial terhadap industri pengolahan surimi di Kabupaten Cilacap menggunakan bahan baku ikan campuran (multi species) dengan kapasitas produksi sebesar kg/th menghasilkan NPV Rp ,- ; Net B/C 2,24 dan PBP 3,27 tahun. Industri pengolahan surimi di wilayah Pelabuhanratu menggunakan bahan baku ikan pari dengan kapasitas produksi sebesar kg/th menunjukkan NPV Rp ,-

6 ; Net B/C 1,62 dan PBP 6,61 tahun. Industri pengolahan surimi dari ikan cucut untuk wilayah DKI Jakarta pada kapasitas produksi kg/th menunjukkan NPV Rp ,- ; Net B/C 1,97 dan PBP 3,76 tahun. Industri pengolahan surimi di Kabupaten Cirebon menggunakan bahan baku ikan pari dengan kapasitas produksi kg/th menunjukkan NPV Rp ,- ; Net B/C 2,34 dan PBP 3,15 tahun. Keempat daerah penelitian menunjukkan NPV yang tinggi, Net B/C > 1 dan PBP antara 3,15 tahun sampai dengan 6,61 tahun, artinya proyek ini hanya memerlukan waktu pengembalian/menutup biaya investasi awal kurang dari 7 tahun. Dari analisis ini maka pengolahan surimi dari ikan potensial layak untuk dikembangkan di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi dengan kerjasama yang sinergi antara pemerintah, pelaku usaha dan lembaga keuangan. Pihak pemerintah perlu memberikan dukungan penuh kepada pengolah surimi melalui penguatan modal, bimbingan teknis, promosi, pendampingan terhadap lembaga keuangan dan memfasilitasi terjadinya kemitraan dengan industri pengolahan fish jelly product serta industri penangkapan sebagai pemasok bahan baku pengolahan surimi. Kata kunci: Rancangan model, pengembangan usaha pengolahan, produk unggulan.

7 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 Persembahan untuk isteri dan kedua buah hati tercinta yang tiada lelah mendoakan serta penuh keikhlasan mendukung dan berkorban : M.G. Sri Sudarini S.pd V. Adhisurya Rakasiwi S.E.Ak. Monica Dhika Prameswari S.Farm.,Apt

9 RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon Y.A. BUDHI JATMIKO Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

10 Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup Tanggal 5 Februari 2008: 1. Prof. Dr. Ir. Musa Hubies, Dipl.Ing.DEA Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka Tanggal 17 Maret 2009: 1. Dr. Agus Heri Purnomo, M.Sc 2. Prof. Dr. Ir. Mulyono Baskoro, M.Sc

11 Judul Disertasi : RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon N a m a : Y.A. Budhi Jatmiko N R P : C Program Studi : Teknologi Kelautan ( TKL ) Disetujui : Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc Ketua Dr. Ir. Mita Wahyuni M.Sc Anggota Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Anggota Diketahui : Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc Prof. Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

12 PRAKATA Puji Tuhan, atas kuasa dan kehendak Tuhan jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah dalam bentuk disertasi merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar doktor di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari, bahwa tanpa bantuan pihak lain disertasi ini tidak akan dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian disertasi ini. Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dalam penyusunan disertasi ini. Hal yang sama penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr. Ir. Mita Wahyuni M.Sc selaku anggota komisi pembimbing sekaligus dosen sejak penulis mengikuti pendidikan pada program Pascasarjana (S3) pada tahun 2002, yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu selama penulis menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para anggota tim penguji luar komisi, yang telah memberikan kritik sekaligus masukan konstruktif guna penyempurnaan disertasi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Martani Huseini selaku Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Departemen Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan doktor di Institut Pertanian Bogor. 2. Bapak Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS, Bapak Ketua Program Studi Teknologi Kelautan, Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc beserta seluruh staf pengajar dan staf administrasi pada program studi Teknologi Kelautan (TKL) atas semua

13 bantuan dan fasilitas yang disediakan sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan dengan baik dan lancar. 3. Bapak Ir. Santoso M.Phil selaku Kepala Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan program S3 di Institut Pertanian Bogor. 4. Bapak Ir. Nazori Djazuli M.Sc selaku Direktur Standardisasi dan Akreditasi yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan program S3 di Institut Pertanian Bogor ini. 5. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan pada program S3 kelas khusus program studi Teknologi Kelautan angkatan 2002, mereka telah banyak memberikan bantuan, dorongan, kritik dan saran kepada penulis. Sayang, pada akhirnya penulis dan mereka sudah harus mulai berpisah untuk menentukan jalannya masing-masing dalam menjalani proses pengabdian selanjutnya. Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih secara khusus kepada kakakku, Sri Hartiti dan Sugeng Priyadi yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan doa untuk keberhasilan dan kesuksesan penulis. Sesungguhnya, ketika menjalani kehidupan masa kecil dulu di sebuah Desa Gemolong wilayah Solo Jawa Tengah yang penuh dengan kesulitan, penulis tidak pernah membayangkan apalagi bermimpi bahwa salah seorang diantara kami bisa sampai pada jenjang pendidikan Strata tiga (S3). Penghargaan dan terima kasih khusus juga kami tujukan kepada istri, M.G. Sri Sudarini dan putra-putri kami, V. Adhi Surya Rakasiwi S.E. Ak. dan Monica Dhika Prameswari S.Farm. yang selama penulis menjalankan pendidikan program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, selalu memberikan dukungan dan dorongan/motivasi serta menerima dengan penuh pengertian, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

14 Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih ada kekurangannya, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak selalu penulis harapkan. Terima kasih. Bogor, September 2009 Y.A Budhi Jatmiko.

15 RIWAYAT HIDUP Y.A. BUDHI JATMIKO, lahir di Solo Jawa Tengah pada tanggal 8 Pebruari 1956 dari ayah bernama Yososumarto dan ibu bernama Sukasri yang saat ini sudah almarhum. Penulis merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN I Gemolong-Sragen pada tahun 1968, melanjutkan pendidikan di SMPN IV Solo dan tamat pada tahun 1971, pendidikan selanjutnya dijalani di SMAN II Solo hingga tamat pada tahun Pada tahun 1975 penulis melanjutkan belajar di PGSLP Solo dan lulus pada tahun yang sama. Jenjang pendidikan Akademi, penulis selesaikan pada Akademi Usaha Perikanan (AUP) Jakarta dan lulus tahun Pada tahun 1987 penulis menyelesaikan pendidikan pada program Diploma IV di Pendidikan Ahli Usaha Perikanan (AUP) Jakarta, selanjutnya Penulis berkesempatan melanjutkan jenjang pendidikan S2 pada Magister Manajemen (MM) yang diselenggarakan oleh IPWI Jakarta dan lulus pada tahun Penulis mengakhiri pendidikan formal saat ini pada Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) Strata 3 sejak tahun 2002 sampai tahun 2009 ini. Penulis mengawali karir dalam jabatan struktural sebagai Kepala Sub Seksi Sarana Pelabuhan pada Pelabuhan Perikanan Pantai Banjarmasin Kalimantan Selatan dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1983 dan sejak tahun 1984 sampai dengan sekarang (2007) atau sekitar 23 tahun bekerja pada Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) direktorat Jenderal P2HP-Departemen Kelautan dan Perikanan. Saat ini penulis dipercaya mengemban jabatan Struktural pada BBP2HP sebagai Kepala Bidang Monitoring Mutu Hasil Perikanan. Penulis menikah dengan Sri Sudarini pada tanggal 22 Mei 1982 di kota Solo dan sampai saat ini telah dikaruniai dua orang anak, yaitu Victor Adhi Surya Rakasiwi S.E.Ak. (26 tahun) dan Monica Dhika Prameswari S.Farm., Apt (24 tahun).

16 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR ISTILAH.. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii vi viii ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Formulasi Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pikir Penelitian Keluaran yang Diharapkan Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Potensi dan Produksi Perikanan Sistem Keunggulan pendekatan sistem Metode perbandingan eksponensial Proses metode perbandingan eksponensial Prinsip-prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Modern Berbagai Teknologi Pengolahan Tradisional Pengeringan Penggaraman Fermentasi Pengasapan Produk adonan Disposisi olahan produk tradisional hasil perikanan Surimi dan Fish Jelly Product Teknologi pengolahan surimi Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu surimi Teknologi pengolahan fish jelly product Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System) i

17 3 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pemilihan komoditas potensial Pemilihan produk unggulan Pengumpulan Data, Jenis dan Sumber Data Jenis dan Sumber Data Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Pemilihan Komoditas Potensial Pemilihan Produk Unggulan Analisis Kelayakan Finansial Produk Unggulan Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cilacap Asumsi kelayakan finansial di Pelabuhanratu Asumsi kelayakan finansial di DKI Jakarta Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cirebon Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Surimi Rancangan Model Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

18 DAFTAR ISTILAH Definisi-definisi : 1). Pengertian Usaha Menengah, Kecil dan Mikro menurut : (1) ADB Usaha mikro adalah usaha-usaha non-pertanian yang mempekerjakan kurang dari 10 orang termasuk pemilik usaha dan anggota keluarga (ADB Report.op.cit.) (2) Bank Dunia Usaha mikro merupakan usaha gabungan (partnership) atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk didalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak sebagai pemilik (self-employed). Usaha mikro sering merupakan usaha tingkat survival (usaha mempertahankan hidupsurvival level activities) yang kebutuhan keuangannnya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil. ( ). (3) BPS Industri kerajinan rumah tangga yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1 4 orang, sedangkan industri kecil mempekerjakan 5 19 orang. (4) Departemen Kelautan dan Perikanan (Peraturan No. 18/MEN/2006) Perbedaan skala usaha pengolahan hasil perikanan ditetapkan berdasarkan parameter Omset, Asset, Jumlah tenaga kerja, Status hukum dan perijinan, teknis dan manajerial. Usaha pengolahan hasil perikanan skala mikro memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 20-44; Skala kecil memiliki nilai kumulatif iii

19 parameter skala usaha antara 45-69; Skala Menengah memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 70-89; Skala Besar memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara (5) Departemen Keuangan Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan WNI yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp per tahun, sedangkan usaha kecil memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 milyar per tahun (SK Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003) (6) Departemen Perindustrian dan Perdagangan Industri kecil adalah kegiatan industri dengan nilai investasi kurang dari 200 juta rupiah dan industri menengah nilai investasinya kurang dari 10 milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. (7) Farbman dan Lessik (1989) Usaha mikro mempunyai karakteristika antara lain mempekerjakan paling banyak 10 orang pekerja, merupakan usaha keluarga dan menggunakan tenaga kerja keluarga, lokasi kerja biasanya di rumah, menggunakan teknologi tradisional, dan berorientasi pasar lokal. (8) ILO Usaha mikro di negara berkembang mempunyai karakteristik, antara lain usaha dengan maksimal 10 orang pekerja, berskala kecil, menggunakan teknologi sederhana, aset minim, kemampuan manejerial rendah dan tidak membayar pajak. (9) Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Usaha mikro dan usaha kecil adalah suatu badan usaha milik WNI baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp 200 juta dan atau mempunyai omzet/nilai output atau hasil penjualan rata-rata per tahun sebanyak-banyaknya Rp 1 milyar dan usaha tersebut berdiri sendiri. iv

20 (10) Komite Penanggulangan Kemiskinan Nasional Pengusaha mikro adalah pemilik atau pelaku kegiatan usaha skala mikro di semua sektor ekonomi dengan kekayaan diluar tanah dan bangunan maksimum Rp 25 juta. (11) USAID Usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus menjadi pekerja, kepemilikan aset dan pendapatannya terbatas ( 2). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka edisi 3 tahun 2002 yang dimaksud dengan: (1) Komoditas Potensial adalah barang dagangan utama berupa bahan mentah yang telah memenuhi kriteria tertentu dan mempunyai kemampuan untuk dapat dikembangkan. (2) Produk Unggulan adalah barang/jasa yang dibuat dan ditambah nilai/ gunanya melalui proses produksi sehingga menjadi produk akhir yang mempunyai nilai lebih tinggi untuk dikembangkan. 3). Definisi dan pengertian industri menurut Departemen Perindustrian R.I melalui Surat Keputusan Menteri omor 78/M-IND/PER/9/2007 tanggal 28 September 2007, yang dimaksud dengan Industri adalah kegiata ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasan industri. Jenis/macam industri berdasarkan tempat bahan baku, perikanan merupakan industri ekstraktif yaitu industri yang bahan bakunya diambil langsung dari alam sekitar. v

21 DAFTAR TABEL Halaman 1. Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun (dalam ton) Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun (dalam ton) potensi dan produksi (10 3 ton/tahun) Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan daerah perairan pantai di Jawa Tengah Perlakuan produksi perikanan tangkap tahun 2004 menurut cara perlakuan berdasarkan wilayah pendaratan (dalam ton) Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi Jenis dan sumber data Analisis kebutuhan para pelaku dengan kebutuhannya Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan kabupaten/kota di pantai utara dan selatan Provinsi Jawa Tengah ( ) Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai selatan Provinsi Jawa Barat tahun Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai utara Provinsi Jawa Barat Tahun Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten Cilacap ( ) Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cilacap Serapan industri dari produksi perikanan Cilacap Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern Produksi perikanan yang kontinyu didaratkan di Pelabuhanratu ( ) Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Pelabuhanratu Produksi perikanan tangkap Pelabuhanratu dan serapan industri Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern Produksi perikanan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta ( ) Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di DKI Jakarta Produksi perikanan DKI Jakarta dan serapan industri Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) vi

22 23. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten Cirebon ( ) Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cirebon Produksi perikanan Kabupaten Cirebon dan serapan industri Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) Pemilihan produk potensial di Kabupaten Cilacap Mutu surimi ikan campuran (multi species) dalam teknologi pengolahan surimi ikan hasil tangkapan samping (by catch) Pemilihan produk potensial di Pelabuhanratu Pemilihan produk potensial di DKI Jakarta Pemilihan komoditas potensial di Kabupaten Cirebon Pembagian tugas dan tanggung jawab stakeholders pada strategi pengembangan industri Surimi vii

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Alur penelitian Tahapan pendekatan sistem (Eriyatno, 1998) Teknis penanganan dan pengolahan surimi (SNI ) Arsitektur model SPK Perikanan Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan viii

24 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cilacap Analisis finansial industri surimi di Pelabuhanratu Analisis finansial industri surimi di DKI Jakarta Analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cirebon Kapasitas perusahaan pengolahan ikan di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon Petunjuk instalasi model SPK perikanan Identitas pakar/responden dalam penelitian Identifikasi jenis ikan yang tidak diserap industri besar/modern SNI produk surimi beku Uji coba pengolahan surimi dan bakso ikan gindara Rekapitulasi hasil uji coba pengolahan surimi dari beberapa jenis ikan ix

25 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2004 total produksi perikanan sebesar 6,5 juta ton. Dari jumlah tersebut sebanyak 66,2% berasal dari laut. Produksi perikanan tersebut dimanfaatkan sebagai makanan dalam bentuk segar (56,16%), olahan tradisional (26,31%) dan olahan modern sebesar 17,53%. Dari jumlah total olahan tradisional, sebanyak 68,73 % diolah dalam bentuk ikan asin, sedangkan sisanya didistribusikan dalam bentuk produk pindang, fermentasi serta bentuk olahan lainnya. Produk yang dihasilkan tersebut sebagian besar mempunyai nilai dan tingkat mutu yang rendah (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2004). Pada tahun yang sama, ekspor perikanan mencapai ton dan hampir 80% didominasi produk olahan modern, sementara ekspor produk tradisional seperti ikan asin, ikan asap, ikan pindang dan produk fermentasi hanya 5,3% dari total ekspor. Jumlah ekspor produk tradisional tersebut hanya sebesar 3,6% berasal dari kegiatan usaha dengan skala rumah tangga. Berdasarkan hasil pengkajian stock ikan yang dilakukan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2001 sumberdaya ikan di perairan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis dalam bidang perikanan dapat dikategorikan kedalam 5 kelompok yaitu ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan karang, ikan hias dan ikan demersal. Ikan demersal adalah ikan yang hidup pada atau dekat dengan dasar laut antara lain ikan baronang, bawal hitam, bawal putih, beloso, bijinangka, cucut, ekor kuning, pisang-pisang, gulamah, tigawaja, gerot-gerot, ikan lidah, ikan merah, bambangan, jenaha, ikan nomei, ikan peperek, ikan sebelah, kakap putih, kerapu, kurisi, kuro, senangin, layur, lencam, manyung, ikan pari dan swanggi. Berbeda dengan ikan demersal, ikan pelagis hidupnya aktif di dekat permukaan laut seperti misalnya ikan tuna, layaran, hiu, setuhuk, alu-alu, bawal hitam, belanak, japuh, julung-julung, kembung, ikan kuwe, layang,

26 lemuru, parang-parang, selar, sunglir, talang-talang, tembang, teri, terubuk, tetengkek, tongkol, setuhuk, ikan layaran, ikan pedang, cakalang dan tenggiri.. Pengolahan ikan skala kecil menggunakan modal usaha yang relatif terbatas, teknik dan peralatan sederhana. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pengolah ikan skala usaha kecil menengah tersebut telah diupayakan pemerintah (DKP, 2002) antara lain sebagai berikut : 1) Perbaikan/pengadaan sarana penanganan ikan di atas kapal (palka, es, refrigerasi dll) 2) Pengadaan fasilitas para pengolah di sentra kegiatan pengolahan hasil perikanan. 3) Penyediaan sumber air bersih yang memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene. 4) Pengembangan Standard Operating Procedure (SOP) khusus olahan produk perikanan. 5) Penguatan modal usaha ( credit/loan scheme ) dan informasi pasar serta promosi produk perikanan. 6) Peningkatan intensitas pelatihan kepada para pengolah dan para pemasok bahan baku. 7) Penyebar luasan informasi tentang peraturan keamanan pangan (food safety) sekaligus membangun kesadaran para pengolah. 8) Penguatan jaringan pascapanen ASEAN (ASEAN FPHT Network) Dengan adanya pasar bebas ASEAN, Indonesia telah membuka pasar bagi setiap produk perikanan dari luar sebagaimana perkembangan permintaan konsumen. Keadaan tersebut memberikan dampak pada persaingan dengan produk dalam negeri. Salah satu kunci agar suatu produk dapat bersaing dipasaran adalah tingginya daya kompetitif dengan melihat keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif yang diperoleh dari produk perikanan antara lain tersedianya bahan baku yang cukup, tersedianya tenaga kerja lokal yang terampil dan dikuasainya teknologi pascapanen perikanan. Keunggulan komparatif tersebut dapat diubah menjadi daya kompetitif apabila dalam semua 2

27 aspek dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Kedekatan antara kegiatan produksi dengan ketersediaan bahan baku, tenaga kerja dan teknologi ditambah dengan permodalan merupakan dasar dalam menentukan keberhasilan pengembangan produk perikanan. Dahuri (2002) dalam makalah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan, menyatakan bahwa industri perikanan sebagai bagian dari sistem bisnis dan industri perikanan belum besar peranannya di dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan. Industri pengolahan produk perikanan kebanyakan belum mampu memperoleh bahan baku yang dibutuhkan guna mengoperasikan unit usahanya pada tingkat kapasitas terpasang secara kontinyu. Hal ini pada dasarnya karena belum terjalin keterkaitan antara industri pengolahan dengan pemasok bahan baku, sehingga mobilisasi pembangunan industri perikanan seperti industri pengolahan ikan belum dapat memberikan peranan yang lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan. Dalam perspektif ketahanan pangan, ikan dan produk perikanan memegang peranan penting sebagai penyedia bahan pangan sumber protein untuk pemenuhan gizi masyarakat. Selain itu kandungan asam lemak tidak jenuh omega tiga yang tinggi dalam minyak ikan dilaporkan dapat memberikan banyak keuntungan di bidang kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner. Asam lemak omega tiga diketahui dapat menurunkan kolesterol dalam darah (Prameswari, 2006). Kandungan rataan asam lemak omega tiga pada minyak ikan lemuru dan tuna yang banyak ditemukan di Indonesia. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat yang dicirikan oleh rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya protein, telah memberikan kecenderungan permintaan atas produk perikanan yang semakin meningkat. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menggambarkan selama kurun waktu , kisaran proporsi pengeluaran rataan per kapita/bulan untuk kebutuhan konsumsi ikan adalah 5,17 6,3%. Dalam kurun waktu yang sama, persentase ini lebih besar dibanding persentase pengeluaran 3

28 sumber protein hewani lainnya, yaitu 2,29 3,43% serta telur dan susu 2,86 3,72 % (BPS, 2004). Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri dari pulau mempunyai garis pantai sekitar km dan sebagian besar (62%) wilayah kedaulatan Indonesia berupa laut seluas 5,8 juta km 2, terdiri dari 3,1 juta km 2 perairan nusantara ditambah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 km 2. Perairan Indonesia tersebut merupakan sumberdaya hayati perikanan yang potensial untuk memenuhi kepentingan penyediaan sumber pangan karena memiliki potensi lestari sumberdaya perikanan laut 6,5 juta ton pertahun yang terdiri dari 4,2 juta ton pada perairan wilayah nusantara dan sekitar 2,3 juta ton per tahun pada perairan ZEE Indonesia. Kekayaan sumberdaya laut yang relatif besar tersebut diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan pendayagunaan sumberdaya guna menunjang keberhasilan sektor perikanan yang selanjutnya dapat pula menunjang keberhasilan pembangunan perikanan. Potensi pengolahan dan pemasaran hasil perikanan meliputi (1) ketersediaan sumberdaya ikan untuk konsumsi manusia, (2) industri pengolahan hasil perikanan, (3) jumlah penduduk yang besar sebagai sasaran konsumen produk perikanan. Peluang pasar dalam negeri mempunyai prospek yang cukup baik. Tingkat konsumsi ikan perkapita penduduk Indonesia masih rendah yaitu 24,6 kg/kapita/tahun pada tahun 2004 dan tahun 2005 diperkirakan 25 kg/kapita/tahun. Nilai ini masih jauh dibawah tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat dinegara-negara maju seperti Jepang (110 kg), Korea selatan (85 kg), Hongkong (85 kg), AS (80 kg), Malaysia (45 kg) dan Thailand (35 kg). Mengingat masih rendahnya tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia saat ini maka diperlukan upaya nyata untuk memotivasi agar masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi ikan melalui gerakan memasyarakatkan makan ikan. Berbagai jenis ikan air tawar maupun ikan laut memiliki peluang cukup besar untuk mengisi pasar dalam negeri (Ditjen P2HP, 2005). Dalam struktur perekonomian nasional, sektor perikanan memiliki peran strategis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa bagi negara. Lapangan kerja yang terkait langsung dengan industri perikanan adalan usaha produksi/penangkapan, usaha budidaya, usaha penanganan/pengolahan dari 4

29 yang berskala kecil (rumah tangga) sampai industri besar/modern serta usaha pelayanan jasa yang mendukung usaha produksi dan pengolahan. 1.2 Rumusan Masalah Meskipun sektor perikanan secara keseluruhan tumbuh cukup menggembirakan, tetapi masih terdapat permasalahan, baik dari sisi produksi maupun penanganan pasca panen. Dari sisi produksi hambatan yang sering ditemui dalam pengembangan kinerja penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan secara umum adalah sifat ikan sebagai bahan pangan yang mudah rusak/busuk, sehingga tingkat kesegaran ikan yang menjadi prasyarat untuk pengolahan menjadi produk lanjutan sulit dipenuhi. Hasil tangkapan untuk beberapa jenis ikan bersifat musiman, sehingga mempersulit upaya untuk menjaga kontinuitas bahan baku yang diperlukan dalam usaha industri. Kendala yang dihadapi pada kegiatan pengolahan tradisional di antaranya adalah (1) penguasaan dan penerapan teknologi pascapanen masih lemah, termasuk diantaranya kurangnya keterampilan untuk melakukan diversifikasi produk olahan guna memperoleh nilai tambah yang lebih besar, (2) rendahnya mutu bahan baku dan adopsi teknologi menyebabkan mutu produk sangat beragam dan cenderung rendah, (3) kurangnya kemampuan modal dan manajerial yang menyebabkan kegiatan pengolahan masih terbatas pada usaha kecil tradisional yang tersebar dengan target pemasaran lokal (Dahuri, 2004) sehingga usaha pengolahan tradisional ini agak menyulitkan dalam proses pembinaan dan pengembangan. Selain kontinuitas dan kualitas bahan baku, pengolahan perikanan modern juga tidak luput dari berbagai kendala, seperti (1) investasi yang dibutuhkan relatif besar, dan selama ini persepsi bisnis perikanan masih dianggap beresiko tinggi; (2) rendahnya kemampuan penanganan dan pengolahan hasil perikanan sesuai dengan selera konsumen dan standardisasi mutu produk secara internasional; (3) lemahnya kemampuan pemasaran produk perikanan, diantaranya dikarenakan lemahnya market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar dan selera, serta belum memadainya prasarana dan sarana system transportasi dan komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian 5

30 produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu. Kondisi semacam ini terutama sangat dirasakan didaerah terpencil di luar Jawa dan Bali ( Dahuri, 2003; DKP, 2004). Sejak diberlakukannya UU mengenai otonomi daerah No.22/1999 setiap daerah dituntut kemampuannya untuk mengindentifikasi potensi kelautan dan perikanan serta nilai ekonomi yang dimiliki, serta mampu mengolah sumber daya perikanan dan kelautan secara tepat dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Keragaman kondisi tiap daerah dalam hal sosio-kultur tiap masyarakat, kuantitas dan mutu masyarakat, sarana dan prasarana, iklim serta heterogenitas ketersediaan sumberdaya alam menyebabkan pengembangan kelautan dan perikanan tidak dapat dilakukan secara terpusat. Implikasi dari kondisi tersebut adalah bahwa setiap daerah seharusnya mengembangkan komoditas perikanan sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimilikinya. Ikan merupakan kelompok utama biota laut yang memiliki jumlah spesies terbanyak kedua (lebih dari spesies) dan beberapa spesies diketahui mempunyai nilai ekonomis penting, seperti ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Ikan pelagis kecil diperkirakan meliputi lebih dari spesies seperti kembung, layang, lemuru, selar dan teri yang penyebarannya berada diperairan dekat pantai. Ikan pelagis besar yang jumlahnya lebih sedikit seperi tuna, cakalang, hiu dan setuhuk banyak ditemukan di zona permukaan laut atau ZEEI seperti samudera pasifik dan samudera hindia (Gema Mina, DKP, 2006). Ikan-ikan pelagis kecil yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku olahan tradisional ada yang dapat ditingkatkan harga jualnya untuk bahan baku industri seperti ikan kembung, kuwe, layang, parang-parang, selar, sunglir, talang-talang, tembang, terubuk, tetengkek. Dari beberapa jenis ikan demersal yang juga biasa dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional antara lain ikan beloso, cucut, gulamah, tigawaja, ikan lidah, nomei, peperek, manyung, ikan pari dan swangi. 6

31 1.3 Formulasi Masalah Keberhasilan dalam usaha pengolahan hasil perikanan di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon memerlukan perencanaan yang baik, pengalaman, pengetahuan serta intuisi yang tepat dari pengambil keputusan. Sinergi kepentingan antar pelaku dalam sistem diharapkan akan mengoptimalkan pencapaian tujuan pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan, yaitu pemanfaatan secara optimal sumberdaya untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para pelaku, seperti peningkatan daya saing, keuntungan usaha, pendapatan daerah, lapangan kerja dan konsumsi ikan. Permasalahan yang mendasar dalam usaha pengolahan hasil perikanan di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon adalah kontinuitas bahan baku (jenis, volume dan mutu) ikan hasil tangkapan di laut, belum efektifnya penerapan cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices / GMP), masih rendah tingkat efisiensi dan efektivitas produksi serta sistem kontrol dalam penerapan teknik sanitasi dan hygiene masih lemah. Kurangnya kemampuan sumberdaya manusia ditingkat pengolah skala kecil/menengah dalam mengadopsi teknologi pengolahan hasil perikanan akan menyebabkan produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah relatif kecil dengan pangsa pasar relatif terbatas dipasar domestik, kurangnya dukungan yang memadai dalam penyediaan infrastruktur atau industri penunjang lainnya untuk pengembangan industri pengolahan oleh pihak pemerintah. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah membuat rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan studi kasus : Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon melalui tahapan sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi produksi perikanan tangkap yang didaratkan. 2) Menentukan produk unggulan. 3) Membuat rancangan model strategi pengembangan usaha pengolahanproduk unggulan. 7

32 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Sebagaimana tertuang dalam SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986, yang dimaksud dengan industri adalah suatu usaha atau kegiatan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha pengolahan ikan adalah bagian dari industri. Dalam penelitian ini, bahan baku yang dianalisis berasal dari produksi perikanan tangkap di suatu wilayah tertentu untuk diolah menjadi produk pangan. Penelitian ini menggunakan studi kasus di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon. Desain pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan ini juga mempertimbangkan pentingnya peranan pascapanen bukan hanya terbatas pada bagaimana mempertahankan agar produk ikan segar yang dihasilkan tidak menurun mutunya atau seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan melalui penerapan teknologi pascapanen, namun juga merupakan suatu mata rantai penghubung antara kegiatan produksi primer (industri penangkapan) dengan kegiatan pemasaran. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian Industri pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu jenis industri yang potensial untuk dikembangkan, mengingat potensi sumberdaya ikan dari perairan laut nasional relatif besar. Namun demikian terdapat sejumlah persoalan menghambat pengembangan industri pengolahan hasil perikanan pada umumnya, baik dari aspek ketersediaan bahan baku maupun aspek pengolahan produk. Persoalan yang dihadapi pada pemenuhan bahan baku khususnya bahan baku yang dihasilkan oleh aktifitas industri penangkapan di antaranya adalah teknologi penanganan ikan di atas kapal (penerapan rantai dingin) yang belum diterapkan secara benar serta sarana pendaratan ikan yang belum memadai, termasuk sarana sanitasi dan hygiene seperti air bersih, es, wadah penanganan ikan. Permasalahan ini secara langsung akan mempengaruhi industri pengolahan seperti volume, mutu dan harga bahan baku. 8

33 Industri pengolahan hasil perikanan yang berkembang di Indonesia secara umum dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu pengolahan hasil perikanan tradisional dan pengolahan hasil perikanan modern. Ciri umum industri pengolahan hasil perikanan tradisional adalah bersifat padat karya, teknologi yang digunakan bersifat sederhana, skala usaha kecil, target pasar adalah pasar lokal. Kendala umum pengembangan industri pengolahan hasil perikanan tradisional ini adalah permodalan dan kemampuan sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Sebaliknya, untuk industri pengolahan hasil perikanan modern memiliki ciri umum padat modal, menggunakan permesinan berteknologi relatif tinggi, skala usaha menengah atau besar, target pasar adalah regional atau internasional. Dalam pengembangannya kelompok industri modern juga memiliki kendala umum seperti kesinambungan bahan baku (jumlah dan mutu), permodalan, kebijakan pemerintah dan kondisi pasar global. Saat ini industri pengolahan hasil perikanan yang bahan bakunya berasal dari tangkapan di laut masih tetap mampu bertahan di tengah kendala-kendala pada industri penangkapan seperti misalnya isu penangkapan berlebih (overfishing), jarak penangkapan yang semakin jauh (tidak sesuai sarana kapal), kasus pencurian ikan dll, sementara politik perdagangan yang diterapkan oleh negara-negara pesaing (Singapura, Thailand, Vietnam, China dan Korea) semakin menambah sempit akses pasar. Demikian pula semakin ketatnya peraturan jaminan keamanan pangan yang diberlakukan oleh negara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Apabila berbagai persoalan yang dapat menghambat kinerja pengembangan industri pengolahan hasil perikanan tersebut tidak ditangani secara komprehensif, pada akhirnya akan memperlemah daya saing produk yang dihasilkan. Keadaan umum yang dikemukakan di atas akan menjadi pintu masuk dalam pengembangan desain usaha pengolahan hasil perikanan, sehingga dapat dirumuskan prioritas strategi pengembangannya dengan memanfaatkan peluang keunggulan potensi sumberdaya bahari. Desain pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan dimulai dengan melihat potensi sumberdaya perikanan dari masing-masing wilayah. Potensi yang berbeda-beda untuk tiap daerah akan mengakibatkan berbagai ragam pengelolaan terhadap hasil 9

34 perikanan tersebut. Potensi sumberdaya perikanan ini diartikan sebagai jenisjenis ikan yang didaratkan disuatu daerah untuk dimanfaatkan guna memperoleh nilai tambah dalam rangka peningkatan pemenuhan kesejahteraan nelayan/pengolah ikan setempat. Mengingat komoditas ikan dan perlakuan pengolahan hasil hasil perikanan relatif beragam, maka diperlukan suatu rumusan dalam penentuan komoditas potensial dan produk unggulan, sehingga pengembangannya dapat lebih terarah. Sebagai rqncqngqn model, produk unggulan dari masing-masing wilayah dilakukan analisis terhadap kelayakan finansialnya. Prioritas strategi dan elemen kunci dalam pengembangan ditetapkan agar perumusan kebijakan untuk pencapaian tujuan pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan didasarkan pada realita masa sekarang dan probabilitas di masa mendatang. Diharapkan keputusan yang diambil dalam pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan menjadi lebih terarah, terencana, operasional dan berkesinambungan. Skema Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap yang kontinyu didaratkan Identifikasi Produksi Perikanan Tangkap ( ) Menentukan Produk Unggulan Menganalisis kelayakan finansial dari nilai produksi terendah Membuat rancangan model pengembangan Rancangan model Pengembangan Usaha Gambar 1. Alur penelitian 10

35 1.7 Keluaran yang Diharapkan Keluaran hasil penelitian ini berupa sebuah rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan yang dapat digunakan dalam penentuan prioritas pilihan kebijakan pemerintah dalam menentukan produk unggulan yang akan dikembangkan di suatu daerah. 1.8 Manfaat Penelitian Hasil penelitian Rancangan Model Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam rangka penentuan arah dan prioritas kebijakan pengembangan industri pengolahan hasil perikanan serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi : 1) Ilmu pengetahuan - Sebagai bahan referensi dalam pengkajian lebih lanjut terutama dalam bidang pengembangan industri pengolahan hasil perikanan. - Sebagai dasar pertimbangan metode kuantitatif berbasis ilmu pengetahuan dalam menghasilkan alternatif keputusan. 2) Stakeholders - Sebagai pertimbangan dalam menentukan jenis produk yang akan dihasilkan dalam menginvestasikan modalnya disektor perikanan. - Sebagai informasi dan referensi bagi stakeholders dan masyarakat dalam pengelolaan hasil perikanan disuatu daerah. 3) Pemerintah Sebagai acuan pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun perencanaan pengembangan industri pengolahan hasil perikanan didaerah serta penentuan prioritas program aksi yang diperlukan. 11

36 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi dan Produksi Perikanan Dalam periode lima tahun terakhir ( ) produksi perikanan tangkap Indonesia meningkat dengan rataan 1,34% per tahun yaitu dari ton meningkat menjadi ton. Produksi penangkapan ikan di laut pada periode tersebut meningkat dengan rataan 1,39% per tahun, atau meningkat dari ton pada tahun 2000 menjadi ton pada tahun 2005 (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa lebih dari 90% produksi perikanan berasal dari laut. Perkembangan produksi perikanan laut merupakan akibat penambahan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana penangkapan laut, sedangkan produksi perikanan pada perairan umum meningkat rataan 0,88% per tahun yaitu meningkat dari ton tahun 2000 menjadi ton tahun Tabel 1. Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun (dalam ton) Tahun Di laut Di peraian umum Jumlah Rataan Kenaikan 1,39% 0,88% 1,34% Sumber: Buku Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2006 Dalam media informasi perikanan tangkap (DKP, 2006) dikatakan bahwa operasionalisasi pemanfaatan potensi sumber daya perikanan dibagi atas empat kelompok: 1) Sumberdaya demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di dasar atau dekat dasar perairan. Beberapa jenis ikan demersial merupakan jenis ikan bernilai ekonomis tinggi, seperti kakap putih dan kerapu. Jenis ikan lainnya adalah petek, bawal putih, manyung, kakap merah atau bambangan dan beberapa jenis udang seperti udang jerbung, udang windu, udang dogol dan udang krosok.

37 2) Sumberdaya pelagis kecil, yaitu jenis ikan yang berenang dipermukaan atau dekat permukaan air laut. Jenis ikan ini diantaranya ikan kembung, bentrong, layang dan selar. 3) Sumberdaya pelagis besar, yaitu jenis ikan permukaan yang berukuran besar dan mempunyai sifat ruaya (pengembara) yang sangat jauh. Berdasarkan ukurannya, ikan pelagis besar dibagi atas tuna besar dan tuna kecil. kelompok tuna besar diantaranya tuna sirip hitam, sedangkan kelompok tuna kecil diataranya cakalang dan tongkol. 4) Biota laut lainnya seperti kekerangan, rumput laut, cumi cumi dan teripang. Berdasarkan potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia yang disusun oleh komisi nasional pengkajian stok sumberdaya ikan laut tahun 1998 potensi lestari dan pemanfaatan sumberdaya perikanan laut pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa secara keseluruhan selat Malaka dan laut Jawa tingkat pemanfaatannya telah melebihi potensi lestari. Laut Banda lebih dari 80% potensi lestarinya juga telah dimanfaatkan, sedangkan wilayah pengelolaan perikanan lainnya yaitu laut China Selatan, selat Makasar dan laut Flores, laut Arafura, laut Seram dan teluk Tomini, laut Sulawesi dan samudra Pasifik, serta samudra Hindia masih sangat potensial untuk diusaha-kembangkan, karena tingkat pemanfaatannya masih dibawah 80%. Potensi lestari adalah potensi sumberdaya perikanan dimana proses eksploitasi sumberdaya perikanan tersebut tetap dipertahankan di bawah nilai upaya maksimum lestari. 13

38 Tabel 2. Kelompok Sumber Daya Ikan Pelagis Besar -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun (dalam ton) Potensi dan Produksi (10 3 ton/tahun) Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) S. Malka LCS L. Jawa SM & LF L. Bd L. Arfr LS& TT 27,67 22,14 36,27 OE 66,08 52,86 35,16 UE 55,00 44,00 137,82 OE 193,60 154,88 85,10 UE 104,12 83,30 29,10 UE 50,868 40,69 34,56 UE 106,51 85,21 37,46 UE LS& Sp 175,26 140,21 153,43 OE S. Hd 366,26 293,01 188,28 UE Ikan Pelagis Kecil -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Ikan Demersial -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Ikan karang Konsumsi -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Udang Penaeid -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Lobster -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Cumi cumi -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan 147,30 117,84 132,70 FE 82,40 65,92 146,29 OE 5,00 4,00 21,60 OE 11,40 9,12 49,46 OE 0,40 0,32 0,87 OE 1,86 1,49 3,15 OE 621,50 497,20 205,53 UE 334,80 267,84 54,69 UE 21,57 17,26 7,88 UE 10,00 8,00 70,51 OE 0,40 0,32 1,24 OE 2,70 2,16 4,89 OE 340,00 272,00 507,53 OE 375,20 300,16 334,92 FE 9,50 7,60 48,24 OE 11,40 9,12 52,80 OE 0,50 0,40 0,93 OE 5,04 4,03 12,11 OE 605,44 484,35 333,35 UE 87,20 69,76 167,38 OE 34,10 27,28 24,11 FE 4,80 3,84 36,91 OE 0,70 0,56 0,65 OE 3,88 3,10 7,95 OE 132,00 105,60 146,47 OE 9,32 7,46 43,20 OE 32,10 25,68 6,22 UE 0,00 0,00 0,00 0,40 0,32 0,01 UE 0,05 0,04 3,48 OE 468,66 374,93 12,31 UE 202,34 161,87 156,60 UE 3,10 2,48 22,58 OE 43,10 34,48 36,67 FE 0,10 0,08 0,16 OE 3,39 2,71 0,30 UE 379,44 303,55 119,43 UE 88,84 71,07 32,14 UE 12,50 10,00 4,63 UE 0,90 0,72 1,11 OE 0,30 0,24 0,02 UE 7,13 5,70 2,86 UE Sumber : Pengkajian stock ikan di perairan Indonesia, DKP bekerjasama dengan LIPI, ,75 307,80 62,45 UE 54,86 43,89 15,31 UE 14,50 11,60 2,21 UE 2,50 2,00 2,18 OE 0,40 0,32 0,04 UE 0,45 0,36 1,49 OE 526,57 421,26 26,56 UE 135,13 108,10 134,83 OE 12,88 10,30 19,42 OE 10,70 8,56 10,24 OE 1,60 1,28 0,16 UE 3,75 3,00 6,29 OE Keterangan : Keterangan WPP : 1.S.Malka=Selat Malaka, 2.LCS=Laut China Selatan, 3. L. Jawa=Laut Jawa, 4. SM&LF=Selat Makasar dan laut Flores, 5. L.Bd= Laut Banda, 6. L. Arfr=Laut Arafura, 7. LS&TT=Laut Seram dan Teluk Timoni, 8. LS&SP=Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik, 9. S. Hd=Samodra Hindia, JTB=Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan. Kategori Eksploitasi : Pemanfaatan 100% = over exploited ( OE), pemanfatan %=full exploted ( FE), pemanfaatan <80% = under exploited Secara khusus perairan pantai Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat terbagi dalam dua wilayah, yaitu perairan pantai utara pulau Jawa yang menghadap laut Jawa dan perairan pantai selatan pulau Jawa yang 14

39 menghadap Samudera Hindia. Perbedaan wilayah penangkapan ini mempengaruhi volume produksi dan jenis ikan yang dihasilkan. Pada Tabel 3 berikut disajikan produksi perikanan laut (2004) di Provinsi Jawa Tengah. Tabel 3. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan daerah perairan pantai di Jawa Tengah Jenis Ikan Pantai Selatan Jawa Pantai Utara Jawa Total layang selar teri tembang lemuru kembung tengiri layur tuna cakalang tongkol peperek manyung beloso merah tigawaja cucut pari ikan lainnya udang cumi cumi ubur ubur lain lain Total Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jateng Sistem Sistem adalah suatu gugus atau kumpulan dari elemen yang saling berhubungan (berinteraksi) dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan (Hartrisari, 2007). Menurut Eriyatno, Sistem merupakan keseluruhan interaksi unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang 15

40 bekerja mencapai tujuan. Pengertian dari keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan, yaitu terletak pada kekuatan yang dihasilkan oleh keseluruhan jauh lebih besar dari suatu penjumlahan. Pengertian interaksi adalah pengikat atau penghubung antar unsur yang memberi bentuk/struktur kepada obyek, membedakan dengan obyek lain, dan mempengaruhi perilaku dari obyek sistem. Unjuk kerja dari sistem ditentukan oleh fungsi unsur. Gangguan salah satu fungsi unsur mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem sebagai keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian sistem atau sub-sistem. Menurut Eriyatno, 1998, pengertian obyek adalah sistem yang menjadi perhatian dalam suatu batas tertentu sehingga dapat dibedakan antara sistem dengan lingkungan sistem. Artinya semua yang di luar batas sistem adalah lingkungan sistem. Pada umumnya, semakin luas bidang perhatian semakin kabur batas sistem. Demikian juga sebaliknya, semakin spesifik obyek semakin jelas batas sistem. Dengan demikian, jelas batas obyek dengan lingkungan cenderung bersifat mental atau konseptual, terutama obyek nonfisik. Pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup adalah sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus) terhadap pengaruh lingkungan. Sistem tertutup itu hanya ada dalam anggapan, karena pada kenyataannya sistem selalu berinteraksi dengan lingkungan, atau sebagai sebuah sistem terbuka. Pengertian tujuan adalah unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Unjuk kerja yang teramati merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Di pihak lain, unjuk kerja yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Menurut Marimin, pencapaian tujuan akan menyebabkan timbulnya dinamika, perubahan-perubahan yang terus menerus perlu dikembangkan dan dikendalikan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa sistem sebagai gugus dari elemen-elemen yang saling berinteraksi secara teratur dalam rangka mencapai tujuan atau subtujuan. 16

41 Mulai Analisis Kebutuhan Absah Formulasi Absah Identifikasi Sistem - Diagram lingkar sebab akibat - Diagram input-output Absah Permodelan Absah Verifikasi dan validasi Absah Selesai Gambar 2. Tahapan Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1998) Keunggulan pendekatan sistem Menurut Marimin (2004) dikatakan bahwa pendekatan sistem diperlukan karena makin lama maka dirasakan interdependensinya dari berbagai bagian dalam mencapai tujuan sistem. Masalah-masalah yang dihadapi pada waktu ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan peralatan yang menyangkut satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan 17

42 yang komprehensif, yang dapat mengindentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh. Pendekatan sistem sangat penting untuk menonjolkan tujuan yang hendak dicapai dan tidak terikat pada prosedur koordinasi atau pengawasan dan pengendalian itu sendiri. Dalam banyak hal pendekatan manajemen tradisional seringkali mengarahkan pandangan pada cara cara koordinasi dan kontrol yang tepat, seolah inilah yang menjadi tujuan manajemen, padahal tindakan koordinasi dan kontrol ini hanyalah suatu cara untuk mencapai tujuan, dan harus disesuaikan dengan lingkungan yang dihadapi. Konsep sistem terutama berguna sebagai cara berfikir dalam suatu kerangka analisis, yang dapat memberi pengertian yang lebih mendasar mengenai perilaku dari suatu sistem dalam mencapai tujuannya, dengan demikian kaitan antara faktor-faktor teknologi, ekonomi dan politik makin lama makin erat, gerakan disalah satu bidang akan mempunyai pengaruh pada bidang lain. Hal tersebut mencerminkan kompleksitas dari lingkungan. Disinilah diperlukan keterpaduan antara pengolahan data yang makin rumit menjadi informasi yang diperlukan untuk pembuatan keputusan. Pengolahan data ini makin lama makin rumit yang perlu dilaksanakan dengan melalui peralatan yang lebih kompleks dan keahlian yang lebih mengkhususkan diri untuk menanganinya. Spesialisasi ini makin menjadikan pengolahan data menjadi suatu kegiatan tersendiri yang kadang kadang terpisah dari kegiatan menajemen organisasi sebagai keseluruhan, karena itu perlu pengitegrasian pengolahan informasi ini dengan mengambil keputusan sehingga keputusan keputusan yang dibuat akan mempunyai landasan yang kokoh berdasarkan kenyataan Metode perbandingan eksponensial Menurut Marimin (2004) Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu 18

43 bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahap proses Proses metode perbandingan eksponensial Dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu : menyusun alternatif alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing masing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metoda perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut: Tkkj m Total nilai ( TN )I = { RK ij) J=i Dengan: TN i : total nilai elternatil ke-1 RK ij : derajat kepentingan relatif criteria ke-j pada pilihan keputusan I TKK j : derajat kepentingan criteria keputusan ke j; TKK j >0;bulat n : jumlah pilihan keputusan m : jumlah criteria keputusan Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan melalui cara wawancara dengan pakar/responden atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya eksponensial. Metode perbandingan eksponensial mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang 19

44 menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Produk yang potensial untuk diinvestasikan tentunya produk yang mempunyai nilai tinggi untuk setiap kriteria. Penilaian alternatif pada setiap kriteria menggunakan skala nila Prinsip-prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Modern 1). Pendinginan dan Pembekuan Pendinginan dan pembekuan berarti penurunan suhu yang akan berakibat dapat menghambat proses kemunduran mutu (pembusukan) suatu makanan. Hal ini disebabkan karena hampir semua reaksi kimia termasuk reaksi enzimatis akan dihambat dengan rendahnya suhu, demikian pula pada suhu yang rendah maka aktivitas mikroorganisme pembusuk akan dihambat bahkan akan terhenti pada suhu beku yang sangat rendah. Indikator suhu selama proses pengolahan dan distribusi sangat diperlukan dalam pengawasan pada informasi sistem (Selman, 1992) Teknik pembekuan terdiri dari 3 fase yaitu proses penurunan suhu dari suhu kamar kesuhu dingin ( o C), proses pembekuan yaitu perubahan air yang terkandung dalam suatu makanan menjadi es dan proses penurunan suhu dari suhu beku sampai suhu penyimpanan yang dikehendaki. Ketiga proses dalam teknik pembekuan tersebut mempunyai grafik penurunan suhu yang tipenya relatif sama karena pada dasarnya didalam proses pendinginan dan pembekuan akan mengikuti teori dan hukum pemindahan panas (heat transfer). Industri pangan menaruh perhatian terhadap mikroorganisme dengan membagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok bakteri-bakteri patogen (bakteri beracun) yang dapat digunakan sebagai indikator organisme beracun. Bakteri patogen yang tahan terhadap suhu dapat dibagi kedalam 3 kelompok yaitu kelompok sangat berbahaya, cukup berbahaya dengan potensi berkembang biak dan kelompok cukup berbahaya dengan penyebaran terbatas (Waites, 1988). 20

45 2). Teknologi Pengalengan. Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat (hermetis) dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan cara yang paling umum dilakukan karena bebas dari pembusukan serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pengalengan meliputi tahap-tahap persiapan bahan mentah, pengisian bahan baku, pengisian larutan media, penghampaan udara, proses sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan. Penghampaan udara ialah pengeluaran udara yang terdapat didalam kemasan/kaleng untuk mengurangi tekanan didalam kaleng selama proses pemanasan. Proses pemanasan dengan sterilisasi komersial kebanyakan dikemas pada kondisi anaerobik (Winarno, 1994). Proses sterilisasi suatu produk umumnya dilakukan pada suhu 121 o C waktu yang diperlukan selama 60 menit, jadi setelah waktu tersebut dicapai maka waktu sterilisasi baru mulai dihitung. Waktu proses bervariasi tergantung jenis ikan, nilai ph dari bahan pangan dan jenis media yang digunakan. Kecepatan penetrasi panas dalam makanan kaleng ditentukan oleh ukuran kaleng, konsistensi produk, suhu retort dan suhu awal produk, rotasi kaleng, ruang head space, letak kaleng dalam retort dan metoda operasi (Buckle et al, 1987). Sistem kontrol terhadap suhu retort ini sangat penting untuk mengetahui suhu pusat wadah/kaleng makanan dan terhadap keseluruhan proses (Ramesh, 1995). Proses sterilisasi yang terbaik, dipilih dan ditetapkan pada kondisi produk tertentu agar mendapatkan tingkat sterilisasi komersial yang dikendaki. Apabila proses pemanasan kurang sempurna maka dapat meningkatkan resiko ekonomi dan resiko kesehatan, karena masih ada mikroba yang tetap aktif didalam kaleng dan dapat menyebabkan terjadinya pembusukan, yakni Clostridium botulinum. Proses makanan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari bakteri Clostridium botulinum. Penutupan kaleng yang tepat dan benar merupakan salah satu tahapan penting dalam seluruh jalur proses pengalengan. Selain menggunakan proses pemanasan dengan cara sterilisasi, beberapa produk 21

46 perikanan dapat dikalengkan dengan cara pasteurisasi. Dengan suhu pasteurisasi diharapkan konsistensi dan cita rasa produk tidak banyak berubah. Produk pengalengan dengan menerapkan proses pasteurisasi masih dapat mengalami pembusukan yang disebabkan antara lain : suhu penyimpanan dibawah 3,3 0 C, terjadinya kebocoran kaleng, pengolahan/proses pasteurisasi yang tidak sempurna dan mutu bahan baku yang tidak baik. Ward et al, (1991) menyatakan bahwa tahap pendinginan merupakan tahapan terpenting dalam proses pengalengan secara pasteurisasi. Hal ini disebabkan produk kaleng yang diproses secara pasteurisasi tidak akan steril dan selama waktu pendinginan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu dianjurkan pendinginan kaleng dilakukan dalam air es sampai suhu daging mencapai 37,8 0 C selama 50 menit atau 12,7 0 C selama 180 menit dan disimpan pada suhu 1,6 0 C. 2.4 Berbagai Teknologi Pengolahan Tradisional Pengeringan Pada prinsipnya pengawetan ikan dengan metoda pengeringan tidak lain adalah bertujuan untuk mengurangi (menurunkan) kandungan air dari produk, khususnya air bebas sampai pada batas tertentu sehingga perubahan deterioratif yang dialami oleh produk karena kegiatan mikroorganisme, enzim dan reaksi kimia dalam suatu sistem akan dapat dihambat atau sama sekali dihentikan. Kebalikan dari air bebas ini adalah air ikatan, yaitu air yang terikat erat oleh struktur molekuler bahan pangan dan tidak dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme, kerja enzim dan reaksi kimia. Jumlah air bebas yang tersedia dalam suatu bahan pangan biasanya dinyatakan dalam suatu parameter yang disebut dengan nilai a w. Nilai a w ikan segar umumnya diatas 0,95. Bakteri pembusuk yang umum terdapat dalam bahan pangan dapat dihentikan pertumbuhannya pada nilai a w 0,90. Pertumbuhan jamur dihambat pada nilai a w dibawah 0,80 sedangkan bakteri halopilik dihentikan pertumbuhannya pada nilai a w dibawah 0,75. Dengan berpedoman pada nilai a w tersebut maka aktivitas bakteri sebenarnya sudah dapat dihentikan apabila 22

47 kandungan air produk diturunkan hingga di bawah 25%, dan apabila diturunkan lagi hingga dibawah 15 % maka pertumbuhan jamur juga dapat dihentikan. Upaya penurunan nilai a w atau tepatnya pengurangan jumlah air bebas di samping dapat dilakukan dengan cara pengeringan (penguapan ) maka dapat juga dilakukan dengan cara merubah sejumlah air bebas menjadi air ikatan dengan menambahkan sejumlah bahan (garam dapur) yang dapat menarik atau mengikat air dari produk. Mengingat sifat garam yang mampu mengikat air dalam jumlah besar, maka produk ikan asin kering dengan kadar air 35% - 45% (tergantung dari jumlah garam yang ada) sering dianggap sudah cukup kering untuk dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur terutama pada kondisi udara (iklim) biasa (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). Pengeringan pada hakikatnya bertujuan untuk memindahkan jumlah air dari suatu produk bahan pangan dengan cara penguapan melalui penggunaan aliran udara yang dipanaskan (udara kering). Praktek pengeringan yang banyak dilakukan dalam usaha pengolahan ikan di Indonesia adalah dengan cara menjemur di panas matahari. Cara pengeringan ini mudah dan murah, namun faktor pengeringan seperti suhu, RH dan aliran udara sulit dikontrol, membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dan area penjemuran yang luas, kurang higienis karena mudah ditulari kotoran dan lalat, selama musim hujan dan cuaca mendung pengeringan sulit dilakukan, dan ironisnya musim hujan ini biasanya bersamaan dengan musim ikan. Untuk memecahkan masalah ini telah dicoba penggunaan alat pengering surya (solar dryer) namun hasilnya kurang memuaskan, karena kapasitasnya kecil dan juga karena aliran udara yang lambat sehingga kecepatan pengeringannya menjadi rendah. Selain itu untuk memecahkan masalah pengeringan ini telah dicoba pula penggunaan alat pengering mekanik bentuk terowongan dengan bahan bakar minyak tanah serta dilengkapi blower untuk mengalirkan udara kering (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). Pada umumnya jenis ikan yang digarami adalah; ikan teri (Stelophorus spp), ikan layang (Decapterus spp), ikan kembung (Rastrelliger spp), ikan peperek (Luthianus malabaricus ), ikan kepala ular (Ophiocephalus spp) dan 23

48 ikan gabus (Stichopus spp). Proses pengeringan/pengolahan ikan asin dilakukan secara tradisional. Ikan diolah dengan atau tanpa penggaraman selanjutnya ikan dikeringkan dengan cara dijemur hingga kering selama 2-3 hari. 1) Pengolahan Ikan Asin Sebelum ikan digarami, ikan dibelah lalu dicuci. Untuk ukuran ikan kecil, pengolahan dilakukan tanpa melalui perlakuan penyiangan (utuh). Selanjutnya ikan direndam selama 1 hari atau direbus beberapa menit dalam larutan garam dan dibiarkan (12 jam), lalu ikan disusun diatas para-para bambu untuk dijemur selama 2-3 hari. Pengemasan semua ukuran menggunakan karton atau keranjang bambu selama distribusi (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). 2) Pengolahan Kerupuk Kulit Ikan Bahan kerupuk ikan dibagi menjadi dua tahapan, terdiri dari bahan kerupuk ikan berupa kulit ikan pari. Pengolahan kulit ikan ini, merupakan salah satu pemanfaatan kulit ikan pari (Trigonidae) dan cucut (Centrophorus, Squomasus) yang telah kering. Tahapan proses pengolahannya adalah: perebusan kulit selama 1 jam, pengerokan kulit untuk membuang lapisan kulit kasar, pemucatan dengan cara merendam kulit dalam larutan tawas 30 % selama 2 jam, lalu dalam larutan Borax 7,5% selama 6 jam. Kemudian dilakukan pengerokan kulit kasar dan pencucian. Kulit yang telah bersih dan putih dijemur hingga kering. Kulit kering dikemas dalam kantong plastik. Bahan kerupuk ikan ini selanjutnya akan dikonsumsi setelah direndam kembali dalam air tawar hangat selama 1 jam, lalu dalam larutan bumbu (bawang putih, MSG dan garam 10%) selama 1 jam, kemudian dikeringkan. Setelah kering digoreng hingga bentuknya mengembang seperti kerupuk (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003) Penggaraman Secara umum semua jenis ikan sebenarnya dapat saja diolah/ diawetkan dengan cara penggaraman, baik dalam bentuk utuh, disiangi, 24

49 dibelah ataupun dijadikan filet. Sampai saat ini masih banyak pengolah yang beranggapan bahwa penggaraman hanyalah merupakan upaya untuk menyelamatkan produksi ikan yang karena dari sisi kesegarannya sudah tidak layak lagi dijual sebagai ikan basah. Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan teknik penggaraman kering (dry salting), penggaraman dalam larutan garam (wet salting) dan kombinasi dari kedua teknik tersebut (pickle salting). Teknik penggaraman kering hampir tidak ditemui di Indonesia, sedangkan teknik penggaraman dalam larutan kurang mempunyai arti pengawetan dan umumnya dikerjakan sebagai perlakuan pendahuluan terhadap ikan yang akan dikalengkan atau diasap dengan tujuan untuk mendapatkan rasa asin dari produk. Teknik penggaraman yang banyak terdapat di Indonesia adalah pickle salting, dengan teknik penggaraman ini lapisan ikan dan garam disusun secara bergantian dalam wadah kedap air. Permukaan ikan yang paling atas ditutup dengan lapisan garam yang lebih tebal kemudian ditutup papan dan diatasnya diberi pemberat. Larutan garam yang terbentuk selama proses penggaraman kemudian dibiarkan merendam seluruh lapisan ikan. Garam yang digunakan adalah garam rakyat dengan jumlah sekitar 30% dari berat ikan. Lama penggaraman umumnya bervariasi dan tergantung dari jenis dan ukuran ikan serta bentuk preparasinya, mutu kesegaran bahan mentah, spesifikasi produk akhir yang diinginkan dan bahkan kadang-kadang dibiarkan lebih lama dalam bak penggaraman sambil menunggu cuaca baik untuk penjemuran. Produk ikan asin kering yang dihasilkan biasanya dikemas dalam peti kayu, karung goni/plastik, keranjang rotan, dan lain-lain dengan berat antara kg. Perbaikan mutu ikan asin kering di Indonesia dapat dilakukan terlebih dahulu meningkatkan mutu garam yang digunakan. Garam rakyat yang digunakan umumnya kondisinya kotor dan kadar NaCl-nya rendah. Dengan menggunakan garam bermutu rendah maka penetrasi garam NaCl ke dalam daging akan dihambat dan berarti akan meningkatkan laju pembusukan selama proses penggaraman. Impurities utama dalam garam yang diperdagangkan umumnya adalah garam kalsium, magnesium, sulfat dan bahan organik. Garam-garam ini umumnya bersifat menghambat penetrasi garam NaCl ke dalam daging ikan. Dengan adanya garam kalsium dan 25

50 magnisium sebesar 1% dalam garam yang digunakan maka daging ikan akan menjadi putih kaku dan pahit rasanya. Ikan yang digarami dengan garam yang bermutu tinggi (garam murni) tekstur dagingnya akan lebih lembut dan kompak, berwarna kuning muda atau krem dan kalau dimasak rasanya mendekati ikan segar dengan rasa asin. Selain mutu garam, faktor lain yang perlu mendapat perhatian dalam hubungannya dengan masalah penggaraman dan mutu produk antara lain adalah mutu kesegaran bahan mentah, perlunya penyiangan dan pembersihan, kandungan lemak, jumlah garam yang digunakan, suhu penggaraman dan juga kondisi sanitasi dan hygiene selama pengolahan (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). 1) Pengolahan Jambal Roti Produk jambal-roti memiliki ciri khas dalam rasa dan tekstur, dibandingkan dengan produk ikan asin lainnya. Bahan baku jambal-roti adalah ikan manyung (Arius thallasinus). Tahap proses pengolahan diawali dengan pemotongan kepala ikan, penggaraman dalam 20-30% garam dan dibiarkan selama 2 malam. Selanjutnya dilakukan pembelahan ikan menjadi bentuk Butterfly, lalu dijemur selama 2-3 hari hingga kadar air mencapai nilai 20-30%. Pengemasan produk dalam kantong plastik atau karton (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). 2) Pemindangan Di Indonesia pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan tradisional yang mempunyai kedudukan nomor dua terbesar setelah pengolahan ikan asin kering. Umumnya pemindangan banyak dilakukan terhadap jenis-jenis ikan laut, khususnya jenis-jenis ikan pelagis. Dibandingkan dengan produk ikan asin kering, pindang ternyata lebih disukai oleh konsumen karena aroma dan rasanya mendekati aroma dan rasa ikan kaleng. Di samping itu karena rasanya tidak terlalu asin maka dapat 26

51 dikonsumsi dalam jumlah relatif banyak sehingga berpotensi dalam meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat. Satu kelemahan utama dari produk pindang ini adalah daya awetnya yang relatif pendek sehingga distribusi dan pemasarannya terbatas pada daerah tertentu saja. Menurut BPPMHP, prinsip pengawetan dengan cara pemindangan didasarkan pada upaya pemusnahan atau pengurangan bakteri serta pemusnahan enzim melalui pemanasan suhu tinggi sekitar titik didih larutan garam. Di samping itu dengan pembubuhan dan masuknya garam ke dalam daging ikan, serta pengurangan air selama proses pemindangan (koagulasi protein) maka pertumbuhan bakteri yang tersisa pada ikan dapat dihambat atau mungkin juga dapat dimusnahkan. Praktek pengolahan pindang pada prinsipnya dapat dikelompokkan dalam dua cara, yaitu pengolahan pindang garam (pindang badeng atau pindang paso) dan pindang air garam (pindang cue). Pada pengolahan pindang garam, ikan dan garam disusun bergantian dalam wadah perebus (dari metal, kendil atau paso tanah) kemudian ditambah air secukupnya dan selanjutnya direbus selama 4-6 jam. Air perebus yang terbentuk kemudian dibuang dan sisa airnya kemudian diuapkan. Wadah perebus ini kemudian digunakan sekaligus sebagai wadah distribusi. Pada pengolahan pindang air garam, ikan mula-mula disusun dalam sarangan bambu (dalam bahasa Sunda disebut naya) dan kemudian permukaan ikan yang berada pada tumpukan paling atas ditaburi dengan garam. Beberapa sarangan bambu yang sudah terisi ikan kemudian ditumpuk, diikat dan selanjutnya dicelupkan ke dalam larutan garam mendidih selama beberapa menit. Setelah perebusan, produk didinginkan, dikemas dan siap untuk dipasarkan (BPPMHP 2000). Sesuai dengan teknik pengolahannya maka pindang garam dapat mendidih selama beberapa menit dan memiliki daya awet yang lebih lama (sekitar 1 bulan) pada suhu kamar apabila disimpan dengan baik dalam keadaan tertutup rapat dalam wadah. Pindang air garam umumnya memiliki daya awet yang singkat pada suhu kamar, yaitu 2-3 hari. Kerusakan produk pindang umumnya ditandai dengan timbulnya lendir atau bakteri dan pertumbuhan jamur. 27

52 Berbagai permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam hubungannya dengan proses pemindangan dan mutu produknya antara lain adalah mutu kesegaran bahan mentah dan proses preparasi, jumlah dan mutu bahan pembantu (garam dan air) yang digunakan, teknik dan prosedur pemindangan yang dilakukan, serta kondisi sanitasi dan hygiene selama pengolahan mengingat proses pemindangan bukanlah merupakan proses sterilisasi dalam wadah tertutup secara hermetik (pengalengan) (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003) Fermentasi Menurut BPPMHP, produk fermentasi hasil perikanan secara umum diproses dengan cara penambahan garam dan difermentasi sehingga berubah bentuk dari ikan bentuk padatan menjadi bentuk bubur/pasta. Fermentasi ikan/ udang hanya dikenal dan terdapat di beberapa daerah saja. Produk fermentasi yang telah banyak dikenal adalah terasi/belacan, petis dan kecap ikan. Produk ini biasa dikonsumsi sebagai penyedap rasa atau salah satu bumbu dalam masakan atau dapat juga dijadikan sambal. Terasi dan petis ikan/udang pada umumnya berwarna merah atau coklat gelap, dengan bentuk lonjong/ kotak, dan dibungkus dengan kertas, sementara petis berwarna coklat gelap atau hitam dengan bentuk pasta dan dibungkus dalam botol plastik atau kaleng selama distribusi dan pemasaran. Dibandingkan dengan pengolahan tradisional lainnya, maka pengolahan atau pengawetan ikan secara fermentasi di Indonesia ternyata masih relatif kecil jumlahnya, terutama dalam bentuk produk seperti terasi dan kecap ikan. Pengolahan/pengawetan ikan dengan cara fermentasi dalam prakteknya dapat dikerjakan dengan berbagai perlakukan misalnya fermentasi ikan menggunakan garam, fermentasi ikan dengan penambahan karbohidrat dan sayuran, fermentasi ikan dengan penambahan dedak, fermentasi ikan dengan bahan mentah ikan utuh, dibelah, potongan, filet atau bagian-bagian tubuh ikan. 28

53 1) Pengolahan Terasi Ikan/Udang Bahan baku terasi umumnya adalah ikan rucah berukuran kecil atau udang rebon. Proses pengolahan dimulai dengan menghaluskan bahan baku dengan cara digiling berulang-ulang dan menambahkan garam. Hasil gilingan dikeringkan dan digiling kembali hingga padat dan kompak. Pengemasan produk mempergunakan kertas atau kantong plastik (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). 2) Pengolahan Petis Udang Bahan baku yang digunakan untuk pengolahan petis udang adalah rebon atau kepala udang. Proses pengolahan dimulai dengan merebus udang selama ±3-4 jam, lalu digiling sampai halus. Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan kain kasa. Sari yang dihasilkan selanjutnya direbus kembali sampai berbentuk bubur dan ditambah gula dengan konsentrasi 10%, garam dengan konsentrasi 1,5% dan MSG dengan konsentrasi 0,4%. 3) Pengolahan Dendeng Ikan Dendeng ikan adalah satu jenis ikan asin. Pada umumnya bahan baku yang dipergunakan adalah ikan japuh (Dussumieria spp) dan ikan tembang (Sardinella fibriata). Tahapan pengolahan dimulai dengan membelah ikan membuang isi perut dan kepala, pencucian untuk membuang darah dan kotoran, serta direndam dalam larutan garam 30%. Untuk membedakan rasa asin, lama perendaman dibuat dua macam yaitu selama 15 menit untuk rasa asin sedang dan 30 menit untuk rasa asin. Selanjutnya ikan ditaburi bubuk ketumbar dan gula pasir (8-10%) dan selanjutnya dijemur selama 1-2 hari. Pengemasan dilakukan menggunakan karton. Produk ini dikonsumsi sebagai pendamping nasi dengan cara digoreng (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). 29

54 2.4.4 Pengasapan Di Indonesia produk ikan asap yang telah dikenal adalah ikan asap yang menggunakan bahan baku dari ikan bandeng (Chanos chanos) yang banyak terdapat di Pulau Jawa. Ikan asap yang berasal dari daerah Sulawesi, Maluku dan Papua adalah dengan menggunakan bahan baku ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynus spp). Pengasapan ikan bandeng yang dijumpai di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, telah menggunakan peralatan dan teknologi yang memadai, seperti menggunakan lemari asap (smoking cabinet) dengan proses pengasapan dingin selama jam Produk adonan Produk adonan merupakan pengolahan lanjutan dari lumatan daging ikan (minced fish). Produk adonan tradisional yang sudah dikenal di Indonesia adalah kerupuk ikan atau udang yang kualitasnya dapat di bedakan dari warna/aromanya. Pengolahan kerupuk ini banyak terdapat di daerah Sidoarjo Jawa Timur dan Sumatera Selatan. Kerupuk ikan dan udang biasanya dibungkus dengan pembungkus plastik dan selanjutnya dikemas dengan pembungkus jenis karton. Dalam memenuhi permintaan pasar dunia, maka kualitas bahan pembungkus harus memenuhi keamanan pangan seperti kotak karton jenis premia berlipat (Batch, 1992) 30

55 Tabel 4. Perlakuan produksi perikanan tangkap tahun 2004 menurut cara perlakuan berdasarkan wilayah pendaratan (dalam ton) Wilayah Pendaratan Volume Penang kapan Pemin dangan Tasi Pengasapan Fermen- Lainlain Penge ringan/ Pengga raman Produk Segar (61,04 %) Produk Modern (10,3 %) Tepung Ikan (0,15 %) Sumatera Jawa , Bali Nusatenggara Kalimantan Sulawesi Maluku-Papua Jumlah Sumber : Statistik Perikanan Tahun Disposisi olahan produk tradisional hasil perikanan Pemanfaatan ikan hasil tangkapan dapat dikategorikan dalam bentuk segar dan olahan baik olahan tradisional maupun modern. Diversifikasi pemanfaatan ikan hasil laut pada tahun (Ditjen Perikanan Tangkap, 2005) menunjukkan peningkatan pemanfaatan dalam bentuk segar sebesar 2,28%, beku sebesar 13,12%, dan modern (kaleng) sebesar 27,57%, sedangkan olahan tradisional (ikan asin) terjadi penurunan sebesar 15,76%, tepung sebesar 44,91%. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan ikan di atas kapal dan TPI sudah mengalami peningkatan. Industri pengolahan perikanan meliputi industri tradisional dan modern. Pengolahan tradisional umumnya merupakan pengolah skala kecil hingga menengah dengan orientasi pasar domestik, sebaliknya industri modern mempunyai skala produksi yang lebih besar dengan tujuan pasar ekspor. Bedasarkan inventarisasi unit pengolahan ikan (UPI) skala kecil menengah tahun 2004 terdapat unit yang terdiri unit pengeringan/penggaraman, unit pemindangan, unit pengasapan, unit fermentasi, 576 unit kerupuk dan lain-lain 522 unit. Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern (skala besar) pada tahun 2005 tercatat sebesar 783 unit yang terdiri 136 unit produk segar, 474 unit pembekuan, 58 unit pengalengan, 7 unit ikan hidup dan 107 unit pengeringan. 31

56 JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan, 2003, menyatakan bahwa pengolahan tradisional pada umumnya dilakukan dengan cara pengolahan tradisional, penggunaan bahan baku yang bermutu rendah, sarana/prasarana yang sederhana dan penerapan sanitasi dan higienis yang masih dibawah standar mutu. Dengan cara-cara tersebut, produk yang dihasilkan menjadi tidak seragam (rasa, warna dan ukuran), penampilan tidak menarik, rata-rata tanpa kemasan atau kemasan yang tidak memenuhi syarat sanitasi/higiene dan mempunyai daya simpan yang pendek. Oleh karena itu produk yang dihasilkan sebagian besar bernilai rendah sehingga terbatas pada pasar lokal (domestik) dan hanya sebagian kecil (5%) yang sudah memenuhi persayaratan mutu dan kemasan serta menerapkan sistem keamanan pangan sehingga produk dapat memasuki pasar yang lebih baik seperti swalayan dan ekspor. 2.5 Surimi dan Fish Jelly Product Teknologi pengolahan surimi Surimi adalah campuran dari lumatan daging ikan dengan karbohidrat tertentu (sorbitol dan gula) sehingga teksturnya dapat diperbaiki dan dipertahankan pada suhu beku karena ditambahkan zat tambahan makanan berupa poliposphat. Manvell, mengatakan bahwa bahan pengawet/tambahan makanan dapat memperbaiki beberapa makanan alami dan bahan pengawet menjadi penting untuk membuat makanan menjadi lebih aman dan membangkitkan selera. Surimi merupakan produk olahan hasil perikanan setengah jadi. Surimi digunakan sebagai bahan baku produk olahan lanjutan yang dikenal dengan sebutan Fish Jelly yaitu produk yang spesifik mampu membentuk gel seperti misalnya bakso, empek-empek, sosis, fish burger, fish cake dan sejenisnya. Surimi terdiri dari 3 tipe (BBP2HP, 2006) yaitu sebagai berikut : 1) Mu-en Surimi yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan posphat tanpa penambahan garam dan telah mengalami proses pembekuan. 32

57 2) Ka-en Surimi yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam tanpa penambahan posphat dan telah mengalami proses pembekuan. 3) Surimi yaitu surimi yang tidak mengalami proses pembekuan. Jaringan daging ikan berdasarkan warnanya dibedakan atas daging merah dan daging putih, tetapi perbandingan keduanya berbeda antara spesies yang satu dengan lainnya. Daging merah yang terdapat pada ikan pelagis umumnya berjumlah sekitar 20% dari total daging dan pada ikan demersal hanya berjumlah 6%. Perbedaan ini disebabkan adanya kandungan mioglobin pada daging merah. Daging merah terdapat pada sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat hampir di seluruh bagian tubuh ikan. Menurut Suzuki (1981) dikatakan bahwa struktur daging ikan yang merupakan bundel serabut otot (sel otot) mempunyai komposisi bahan utama yang sederhana, sebagian besar terdiri dari protein yang larut dalam larutan garam. Protein digolongkan berdasarkan kelarutannya kedalam 3 jenis, yaitu protein miofibrillar, protein sarkoplasma dan protein stroma. Ketiga jenis protein tersebut mudah mengalami kerusakan, yaitu terjadinya denaturasi, penggumpalan dan kemunduran mutu yang diakibatkan proses pengolahan. Denaturasi protein adalah suatu pengembangan rantai peptide atau sebagai suatu perubahan atau modifikasi struktur sekunder, tersier dan kuatener dari molekul protein tanpa terjadinya pemotongan ikatan kovalen. Denaturasi dapat diartikan sebagai proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofabik dengan ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul. Pencegahan denaturasi protein merupakan hal yang sangat penting dilakukan karena protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Salah satu cara untuk mencegah denaturasi protein adalah dengan melakukan pengolahan selalu dibawah 10 0 C atau dengan menggunakan ikan yang kesegarannya tinggi Teknologi pengolahan surimi meliputi tahap-tahap persiapan, pengambilan daging, pembilasan (leaching), penyaringan, pengepresan, 33

58 pencampuran dan pembekuan. Skema/diagram alir pengolahan surimi yang umum dilakukan disajikan pada Gambar 3. Pencucian Penyiangan Pengambilan daging Pencucian (Leaching) Air:daging=4:1 kadar garam 0,2-0,3% Pengulangan 3-4kali Pengurangan kandungan air Penambahan bahan tambahan makanan (gula 3% dan mono sodium tripoliposphat 0,2%) Pengepakan Pembekuan Gambar 3. Teknis penanganan dan pengolahan surimi (SNI ) Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu surimi 1) Kadar lemak dan protein ikan. Menurut Suzuki (1981) dikatakan bahwa kadar lemak ikan menentukan elastisitas daging ikan karena partikel-partikel lemak terletak diantara molekul-molekul protein sehingga myosin sulit terekstrak keluar dan 34

59 menyebabkan terganggunya pembentukan gel. Ikan yang berlemak tinggi umumnya memiliki elastisitas yang rendah. Kandungan lemak ikan bervariasi tergantung pada jenis, umur, jumlah daging merah dan kondisi makanan. Kandungan lemak erat kaitannya dengan kandungan protein dan air. Ikan yang kandungan lemaknya rendah umumnya mengandung protein dalam jumlah cukup besar. Semakin besar kandungan protein, semakin tinggi kemampuan pembentukan gel. Tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging ikan, mengakibatkan ikan rentan mengalami ketengikan dibanding bahan pangan lainnya. Hasil analisis kandungan protein pada ujicoba pengolahan surimi dari ikan gindara adalah 13,14%, ikan cucut sebesar 16,59%, ikan pari sebesar 16,13% dan ikan campuran (kurisi, kuniran dan pisangpisang) sebesar 15,66%. Sesuai standar yang ditetapkan maka ikan cucut, pari dan campuran (kurisi, kuniran dan pisang-pisang) dapat digunakan sebagai bahan baku surimi dengan pemilihan tingkat kesegaran ikan yang tinggi. Data pada Lampiran 10 menunjukkan jenis ikan gindara kadar lemaknya melebihi standar yang ditetapkan dan kadar proteinnya kurang dari standar yang telah ditetapkan dalam SNI produk surimi (Lampiran 9). Penelitian Fitrial (2000), mengatakan bahwa kandungan lemak pada ikan cucut di bawah 0,5% dan kandungan protein lebih dari 15%, maka ikan cucut dapat digunakan sebagai bahan baku surimi. 2) Tingkat kesegaran ikan. Pembentukan gel dipengaruhi oleh protein ikan. Pada ikan yang kurang segar, proteinnya telah mengalami denaturasi sehingga produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang kurang kenyal dan mutu yang kurang baik. Protein ikan merupakan senyawa kimia utama dan merupakan bagian terbesar dari daging ikan disamping lemak dan air. Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan ikan dan protein ini bersifat larut dalam larutan garam. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki, 1981). 35

60 3) Jenis bahan baku ikan. Jenis ikan berdaging putih dan jenis ikan demersal secara umum baik untuk dibuat surimi. Dalam perkembangannya surimi dapat dibuat dari jenis-jenis ikan non ekonomis atau dari species ikan tropis yang merupakan ikan hasil tangkapan samping (by catch) sehingga memberikan nilai tambah pada ikan tersebut. Adanya perbedaan sifat dari setiap species ikan maka dimungkinkan untuk mencampur beberapa jenis ikan untuk mendapatkan sifat-sifat surimi yang baik. 4) Derajat keasaman (ph). Hidrasi aktomiosin tergantung pada ph. Hidrasi berangsur-angsung akan menguat dengan aktomiosin melarut sepenuhnya pada ph diatas 6,5. Kisaran ph optimum untuk menghasilkan gel yang baik adalah 6,5 7,5. Jika terjadi pemanasan pada ph kurang dari 6 akan dihasilkan gel yang rapuh dan kurang lentur (fragile) sedangkan pada ph 8 maka gel yang terbentuk tidak kompak. 5) Konsentrasi garam. Peran garam dalam proses pembentukan gel adalah sebagai bahan pelarut protein miofibril. Pada konsentrasi yang lebih tinggi maka miofibril akan terdehidrasi, selain itu garam juga berpengaruh terhadap rasa asin (penggunaan melebihi 3%). 6) Bahan tambahan makanan. Penambahan bahan krioprotektif berupa gula atau gula alkohol (sukrosa, glukosa dan sorbitol) bertujuan untuk mengurangi terjadinya denaturasi selama pembekuan dan untuk memperoleh sifat pembentukan gel. Ujicoba BBP2HP (2006) mengatakan bahwa surimi beku yang dibuat dari species ikan tropis dengan penambahan 3-5% gula dapat disimpan pada suhu -18 s/d C selama 3-6 bulan tanpa perubahan mutu yang berarti. Tujuan penambahan poliposphat adalah untuk memperbaiki atau mencegah pengurangan air, menaikkan ph, meningkatkan elastisitas dan daya ikat pada daging ikan. Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi disajikan dalam Tabel 5 berikut. 36

61 Tabel 5. Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi Proses Tujuan Manual Metode Mekanik IKAN BASAH Pencucian Air + Es Mendinginkan ikan Wadah, ember Rotary fish Pembuangan kepala dan isi perut Menghilangkan kepala dan isi perut Pencucian Air + Es Menghilangkan sisa kontaminasi darah Pemisahan daging HANCURAN DAGING Memisahkan daging dari kulit dan tulang Pisau Wadah, ember Pisau, pinset, sendok Heading/Gutting machine Rotary fish washer Meat bone separator Pembilasan 2 3 kali Air + Es + 0,2 % garam (1:4) Menghilangkan protein larut air, darah, lemak dan bau Wadah, ember, Pengaduk Leaching tank Pengurangan air Menuang dan mengalirkan air, menekan keluar Menghilangkan kotoran. Kain kasa bahan nilon Rotary sieve washer LEACHED MEAT Penapisan Pencampuran 3-5% gula 0,2%poliposphat Menghilangkan sisa kulit, tulang, sisik Reduksi denaturasi protein dan meningkatkan daya ikat air Strainer _ Grinder, silent cutter Pengepakan Dlm polietilen Pengemasan Dengan tangan Filling machine Pembekuan 30 o C Suhu pusat 20 o C (4-6 jam) sumber : BBP2HP, Contact plate freezer, air blast freezer Teknologi pengolahan fish jelly product Bahan baku yang digunakan berupa lumatan daging ikan (mince) dari ikan segar atau surimi. Proses dasar pengolahan produk fish jelly adalah penggilingan (grinding), penggaraman, pembentukan, setting dan pemanasan. 37

62 1). Penggilingan Bahan baku digiling dengan grinder atau alat penggiling yang bertujuan untuk memecahkan serabut otot agar dapat meningkatkan ekstraksi protein larut garam. 2). Penggaraman Penambahan garam selama proses penggilingan berfungsi untuk meningkatkan ekstrasi protein larut garam dan memberikan rasa asin pada produk akhir. Biasanya penambahan garam sebanyak 2-3% dari berat daging ikan, namun dapat ditingkatkan sampai 5% tergantung pada selera konsumen. Setelah penambahan garam baru dapat ditambahakan bahanbahan lain untuk memberikan citra rasa. Di samping itu ditambahkan air untuk memberikan tekstur yang lembut/halus. 3). Pembentukan (Setting) Setelah selesai terbentuknya sol dan telah berubah menjadi gel yang elastis, selanjutnya dilakukan proses setting yaitu pemanasan pada suhu 40 C selama 20 menit atau pada suhu ruang selama 2 jam atau pada suhu chilling satu malam. Setting yang dilakukan pada proses pembuatan bakso/fish cake secara tradisional biasa dilakukan dengan cara merendam dalam air, metoda ini digunakan untuk produk-produk yang cenderung berubah bentuknya jika dibiarkan diudara terbuka. 4). Pemanasan Pemanasan berfungsi untuk memasak dan sterilisasi produk. Proses pemanasan dilakukan pada suhu 90 C untuk mendapatkan produk dengan permukaan yang halus/lembut.. Pemanasan dilakukan hingga suhu pusat produk mencapai 80 C, waktu pemanasan sebaiknya cukup lama agar dapat menghancurkan bakteri yang ada. Sebagai contoh bakso dipanaskan pada suhu 90 C selama 20 menit. 38

63 2.6 Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan Beberapa studi terdahulu telah banyak yang membahas permasalahan yang terkait dengan industri perikanan, antara lain Alhadar (1998) memformulasikan strategi industri pengolahan hasil yang membahas permasalahan yang terkait dengan industri perikanan, diantaranya memformulasikan strategi industri pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Maluku Utara, melalui metode analisis Strengths, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT) Hasil kajian menyatakan bahwa sarana prasarana dan potensi sumberdaya alam relatif mendukung, tetapi belum ada teknologi pengolahan yang memadai, serta terdapat keterbatasan modal untuk membangun industri pengolahan hasil perikanan laut dalam rangka memperluas pasar. Adapun strategi yang direkomendasikan adalah diperlukan fokus pada kegiatan-kegiatan utama yang berpengaruh secara langsung pada proses perencanaan produksi. Sarinah (1999) melakukan kajian pengembangan industri pengolahan hasil perikanan laut di Sulawesi Tenggara dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) untuk menentukan produk unggulan di wilayahnya dan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menganalisa strategi pengembangan. Stategi pengembangan yang terpilih dari penelitian tersebut adalah pengembangan sarana dan prasarana untuk menunjang tujuan utama pengembangan industri pengolahan ikan, yaitu pengembangan teknologi agar diperoleh produk berkualitas tinggi. Hasil yang tidak jauh berbeda diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Atmanto (1999) yang melakukan kajian perencanaan pengembangan agroindustri perikanan rakyat di daerah Maluku. Besar potensi bahan baku yang tidak didukung dengan ketersediaan sarana prasarana mengakibatkan bahan baku tersebut tidak dapat dijadikan produk unggulan bagi Provinsi Maluku. Atmanto (1999) juga melakukan pengelompokan kecamatan dengan cluster analysis dimana kriteria yang digunakan meliputi (1) ketersediaan bahan baku, (2) ketersediaan tenaga, (3)jumlah industri kecil pengolahan, (4) aksesibilitas, (5) jumlah lembaga keuangan, dan (6) ketersediaan tenaga listrik. 39

64 Agustedi (1994) membuat model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut orientasi ekspor. Dalam hal ini produk yang menjadi bahan kajian adalah teri asin. Pada penilitian ini dirancang perangkat lunak Sistem Pengambilan Keputusan/SPK dengan model AGROSILA yang terdiri dari submodel pengadaan bahan baku dan perencanaan produksi (DAKUSI), submodel teknologi (TEKNO), sub model pembiayaan, kelayakan dan resiko usaha (PKRESIKU), sub model nelayan (NELAYAN), sub model mutu (MUTU), submodel produktivitas (PRITAS) dan submodel perkiraan harga (HARGA). Kajian lain yang terkait dengan bidang industri pengolahan hasil perikanan diantaranya dilakukan oleh Yuliyanthi (2004) yang membahas tentang pemilihan komoditas unggulan yang potensial untuk dikembangkan, penentuan produk unggulan dan analisis kelayakan produk terpilih serta penyusunan strategi pengembangan dari komoditas terpilih. Komoditas unggulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut adalah bawang merah dengan produk unggulan adalah bawang goreng. Prioritas utama strategi pengembangan agroindustri komoditas unggulan adalah mempercepat agroindustri yang telah ada. Materi yang dibahas dalam penelitian Novenra (2003) adalah kondisi eksternal dan internal yang meliputi aspek bahan baku, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional, aspek hukum, aspek lingkungan dan aspek finansial. Penelitian tersebut dibatasi pada tahap kelayakan pendirian industri penyamakan kulit ikan pari. Untuk menilai kelayakan finansialnya dengan kelayakan investasi pendirian industri penyamakan kulit ikan pari apakah layak atau tidak layak untuk dikembangkan. Dengan kondisi modal sendiri sebesar 40% dan modal pinjaman sebesar 60%. Total investasi yang diperlukan sebesar Rp ,- dan modal kerja selama 3 bulan sebesar Rp ,- Dari hasil perhitungan kriteria investasi, NPV sebesar Rp ,-, discount factor 20%, Net b/c 1,76; IRR sebesar 25,2%; PBP selama 3,9 tahun merupakan waktu yang relatif singkat untuk pengembalian modal investasi. Rangkuman isi dari penelitian Oryzanty (2003) adalah Sistem Penunjang Keputusan untuk menentukan kapasitas bahan baku minyak pala, 40

65 kelayakan finansial usaha tani pala dan agroindustri minyak pala yang berbasis di daerah Bogor. Penelitian hanya difokuskan pada pengembangan industri minyak pala tidak termasuk pengembangan industri antaranya (intermediate industry). Hasil penelitian ini menunjukkan umur proyek 10 tahun usaha tani pala layak untuk dikembangkan dengan NPV sebesar Rp ,-; BEP sebesar Rp ,-; B/C Ratio 2,97; IRR sebesar 18,5% dan PBP selama 7,48 tahun. Demikian pula terhadap agroindustri minyak pala layak untuk dikembangkan dengan NPV sebesar Rp ,-; BEP sebesar Rp ,-; B/C Ratio 1,09; IRR sebesar 33,78% dan PBP selama 5,44 tahun. Analisis kelayakan agroindustri pola bagi hasil dengan menggunakan sisten pembiayaan syari'ah menunjukkan bahwa untuk umur proyek 10 tahun, agroindustri minyak pala layak untuk dikembangkan dengan NPV sebesar Rp ,-; BEP sebesar Rp ,-; B/C Ratio 1,02; IRR sebesar 23,04% dan PBP selama 5,44 tahun. Kurniawan (2006) membahas sistem penunjang keputusan untuk pengembangan agroindustri komoditas perikanan di kabupaten Cirebon. Materi yang dibahas adalah menentukan komoditas perikanan unggulan berdasarkan nilai ekonomi dan permintaan industri, memberikan gambaran alternatif produk unggulan yang berasal dari komoditas perikanan unggulan, merancang model sistem pengambilan keputusan untuk pengembangan agroindustri komoditas perikanan di Kabupaten Cirebon. Penelitian ini menghasilkan rancangan paket program perangkat lunak komputer yang bernama SPK Perikanan yang terdiri dari sistem pengolahan terpusat, sistem manajemen basis data, sistem manajemen dialog dan sistem manajemen basis model. Sub model SPK Perikanan untuk pemilihan komoditas produk unggulan yang paling potensial adalah pengasinan ikan dan prioritas berikutnya adalah pengasapan ikan. Giyatmi (2005), membahas sistem pengembangan agroindustri perikanan laut di propinsi Jawa Tengah. Materi penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengkaji dan merumuskan cara pengelompokan wilayah pada kawasan pengembangan dan pusat pertumbuhan agroindustri perikanan laut, mengidentifikasi dan merumuskan cara pemilihan komoditas 41

66 potensial dan produk unggulan agroindustri perikanan laut serta kelayakan usahanya dimasing-masing kawasan pengembangan, menyusun strategi pengembangan dan cara pemberdayaan kelembagaan agroindustri perikanan laut, mengembangkan alternatif model pengembangan agroindustri perikanan laut berbasis Sistem Penunjang Keputusan. Berdasarkan hasil penelitian maka produk unggulan agroindustri perikanan laut kota Pekalongan adalah ikan layang asin, untuk kabupaten Pati adalah ikan layang pindang dan untuk kabupaten Cilacap adalah ikan tuna kaleng. Berdasarkan analisis sensitivitas kelayakan finansial agroindustri ikan asin masih layak bila terjadi penurunan produksi sampai 55,56%, adanya kenaikan harga bahan baku tidak melebihi 3,63% atau harga produk turun sampai 3,06%. Usaha ikan pindang hanya layak bila penurunan produksi tidak lebih dari 55,34% kenaikan harga bahan baku maksimal 2,68% atau harga produk turun sampai 2,11% 2.7 Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System) Prinsip dasar Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Menurut Turban (1990) konsep Sistem Penunjang Keputusan (SPK) muncul pertama kali pada awal tahun 1970-an oleh Scott-Morton. Mereka mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem interakif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur. Dari definisi tersebut dapat diindikasikan empat karakteristik utama dalam SPK, yaitu : 1). SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian. 2). SPK dirancang untuk membantiu para manajer (pengambil keputusan) dalam proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi struktural (atau tidak terstruktur). 3). SKP lebih cenderung dipandang sebagai penunjang penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya. 4). Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan. 42

67 Definisi lain dari SPK menurut Minch dan Burns (1983) dalam Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik pokok yang melandasi teknik SPK adalah : 1). Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan. 2). Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda. 3). Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen. 4). Mempunyai kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas dari perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan pihak manajerial. Dengan membuat model yang menggunakan beberapa teknik pengambilan keputusan maka SPK dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Secara umum, SPK terdiri dari tiga komponen, yaitu : 1) Manajemen Data, termasuk didalamnya adalah database yang berisi data yang berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem manajemen basis data. 2) Manajemen Model, yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang menyediakan kemampuan sistem analisis. 3) Subsistem Dialog, yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan perintah-perintah dalam SPK. Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak dalam SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini ditujukan untuk membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang umumnya bersifat semi struktural. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup 43

68 identifikasi dari apa yang harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang dipilih relevan dengan tujuan. Penggunaan SPK diperusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban (1990), terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut : 1) Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil. 2) Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi baik di dalam maupun luar negeri. 3) Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi bisnis. 4) Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung dalam peningkatan efisiensi dan keuntungan. SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktifitas bisnis tapi juga pada program pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam aplikasinya dapat mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perikanan, perdagangan, lingkungan hidup dan sebagainya. Dengan pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat diselesaikan dengan komprehensif dan multi disiplin. 44

69 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di beberapa daerah potensial penghasil bahan baku dan kegiatan pengolahan ikan di DKI Jakarta, kabupaten Cirebon, kabupaten Cilacap dan kabupaten Sukabumi- Pelabuhanratu. Pemilihan lokasi memperhitungkan aspek geografis ; pantai utara dan selatan pulau Jawa. Penelitian dilaksanakan selama lebih kurang 6 bulan (April s/d September 2005). Alasan lain pemilihan lokasi ini didasarkan juga pada keberadaan para pengolah produk hasil perikanan dan potensi perikanan serta dilihat dari jenis, volume dan kontinuitas bahan baku relatif dapat mewakili kondisi wilayah pantai utara Jawa dan pantai selatan Jawa. Selain itu jenis ikan yang tertangkap dari laut utara Jawa dan laut selatan Jawa mempunyai jumlah spesies yang berbeda dan cara pengolahan yang berbeda pula. 3.2 Metode Penelitian Dalam rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan, jumlah dan kontinuitas komoditas perikanan sebagai bahan baku bagi kegiatan industri menjadi faktor penting bagi keberlangsungan industri/usaha yang akan dikembangkan. Komoditas perikanan tangkap beragam jenisnya, penanganan pasca panen juga beragam sehingga diperlukan pentahapan dalam proses pemilihan produk unggulan. Penentuan produk unggulan dimulai dengan menentukan jenis ikan yang kontinyu didaratkan di daerah penelitian dan belum dimanfaatkan secara optimal/belum diserap oleh industri pengolahan hasil perikanan skala besar namun mempunyai pangsa pasar yang luas. Untuk menentukan produk unggulan digunakan 7 kriteria yaitu akses pasar, kemampuan diversifikasi, nilai tambah, pemanfaatan limbah, teknologi, sumberdaya manusia dan daya serap pasar. Kriteria pemilihan komoditas, produk, pembobotan dan penilaian ditentukan oleh pakar/responden dalam

70 rentang nilai 1-5 sesuai kriteria yang telah ditetapkan untuk pemilihan komoditas potensial dan pemilihan produk unggulan Pemilihan komoditas potensial Ketersediaan bahan baku merupakan persyaratan mutlak yang diperlukan untuk menjamin keberlanjutan suatu kegiatan industri pengolahan termasuk industri perikanan. Bahan baku tersebut harus memenuhi persyaratan secara kuantitas maupun kualitas. Dalam pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di suatu daerah komoditas potensial yang dimiliki oleh daerah tersebut perlu diperhatikan sehingga diharapkan persoalan bahan baku dapat diatasi. Data potensi/ikan yang didaratkan di suatu daerah juga dapat digunakan untuk perencanaan pengembangan produk di suatu wilayah. Pemilihan komoditas potensial di daerah penelitian ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut (1) volume jenis ikan yang didaratkan, (2) kontinuitas bahan baku, (3) pesaing pembeli terhadap jenis ikan tertentu, (4) kestabilan harga dan (5) mutu. Volume dan kontinuitas bahan baku merupakan faktor yang penting untuk keberlangsungan suatu industri karens jenis komoditas perikanan yang mempunyai kemampuan untuk dilakukan diversifikasi produk akan memperoleh nilai lebih besar jika dibandingkan dengan jenis ikan yang tidak mempunyai kemampuan diversifikasi. Pemilihan komoditas menggunakan metode perbandingan eksponensial dengan rentang skor 1-5. Pemilihan komoditas potensial ini diawali dengan penentuan jenis ikan yang sudah dimanfaatkan secara optimal atau sudah diserap oleh industri modern/eksportir. Jenis-jenis ikan/komoditas yang tersisa atau yang belum dimanfaatkan oleh industri modern selanjutnya menjadi alternatif komoditas unggulan yang berpeluang untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai tambah (added value) tinggi sebagai produk unggulan Pemilihan produk unggulan Proses penentuan produk unggulan dimulai dengan proses penentuan bahan baku potensial di setiap daerah penelitian guna memberikan gambaran awal dari jenis-jenis produk yang memungkinkan untuk dikembangkan. Bila 46

71 suatu daerah memiliki beberapa alternatif produk yang potensial untuk dikembangkan, maka harus dipilih jenis produk yang mampu memberikan nilai tambah yang tinggi berdasarkan berbagai kriteria. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan produk potensial dan produk unggulan industri pengolahan hasil perikanan adalah : (1) berasal dari jenis komoditas potensial, (2) akses pasar, (3) tingkat kemampuan untuk dilakukan diversifikasi, (4) nilai tambah terhadap produk, (5) nilai/manfaat limbah, (6) ketersediaan teknologi, (7) kesiapan sumberdaya manusia, (8) daya serap pasar, (9) penyerapan tenaga kerja. Proses pemilihan produk unggulan diawali dari komoditas potensial yang memiliki skor rataan geometri tertinggi. Langkah berikutnya adalah menetapkan jenis-jenis olahan dari masing-masing produk potensial. Responden di daerah penelitian memberikan skor untuk memilih Produk Potensial dengan kriteria akses pasar, kemampuan diversifikasi, tingkat nilai tambah dan nilai manfaat limbah. Langkah berikutnya adalah melakukan pemilihan produk unggulan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut (1) Teknologi (2) Sumberdaya Manusia (3) Daya serap pasar. Sebagai langkah terakhir untuk proses pemilihan Produk Unggulan adalah melakukan rekapitulasi skor dari produk potensial yang memiliki skor rataan geometri tertinggi. Dari rata-rata nilai yang diperoleh selanjutnya diambil skor tertinggi dari produk potensial dan ditetapkan sebagai Produk Unggulan di daerah/wilayah tertentu. Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui tahapan (1) identifikasi ikan hasil tangkapan yang kontinyu didaratkan di daerah penelitian selama tahun (2) identifikasi jenisjenis ikan yang belum dimanfaatkan/belum diserap oleh Unit Pengolahan Ikan (UPI) skala besar/modern (3) melakukan analisis kelayakan finansial terhadap produk unggulan dengan rancangan Sistem Penunjang Keputusan (SPK) berbasis komputer dan (4) membuat rancangan model pengembangan usaha pengolahan produk unggulan. 47

72 3.3 Pengumpulan Data, Jenis dan Sumber data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, seperti misalnya BPS, beberapa perusahaan/pengolah ikan dan instansi yang berhubungan dengan usaha pengolahan hasil perikanan. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pakar, kuesioner dan pengamatan langsung ke lokasi penelitian serta ujicoba yang dilakukan dalam rangka verifikasi. Kriteria Pemilihan Pakar. Pemanfaatan jenis-jenis ikan laut yang didaratkan didaerah penelitian namun belum dimanfaatkan secara optimal, diserap oleh para pengolah tradisional menjadi produk tradisional (ikan asin, pindang, asap, terasi dll) termasuk dijual segar untuk konsumsi langsung, Salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mencari alternatif produk bernilai tambah (value added product) dari jenis-jenis ikan yang belum dimanfaatkan oleh produsen eksportir. Dari latar belakang pemikiran tersebut, dipilih responden/pakar dengan kriteria sebagai berikut : 1) Pelaku usaha pada daerah penelitian yang mampu melihat potensi ikan yang didaratkan sebagai bahan baku sehingga dapat menghasilkan produk bernilai tambah yang tinggi dan memiliki permintaan yang baik 2) Pejabat dari instansi pemerintah yang berkompeten dalam pemanfaatan hasil perikanan dan pembinaan para nelayan dan pengolah ikan sehingga dalam pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan disuatu daerah selaras dengan arah kebijakan pemerintah pusat dan daerah. 3) Luasnya wawasan dan kemampuan akademis dalam menganalisis potensi, teknologi dan peluang pasar serta mempunyai latar belakang sarjana khususnya sarjana perikanan. Dalam memenuhi kebutuhan data, maka jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 48

73 (1) Data teknis ( kapasitas industri, sarana dan prasarana, sumber bahan baku, teknologi, bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan) (2) Data kebijakan (peraturan-peraturan, rencana strategis) (3) Biaya produksi dan harga jual (4) Pendapat pakar tentang daya serap dan permintaan pasar. (5) Biaya tetap dan biaya tidak tetap. 3.4 Jenis dan Sumber data Untuk mencapai tujuan penelitian, maka jenis data dan sumber data yang diperoleh akan diperlihatkan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 6. Jenis dan sumber data No. Jenis Data Sumber Data 1. Data Primer 1. Identifikasi komponen industri pengolahan hasil perikanan 2. Analisis kebutuhan 3. Formulasi masalah Responden (pakar) Responden (pakar) Responden (pakar) 2. Data Sekunder 1. Pangsa pasar Laboratorium dan UPI 2. Standar mutu produk Badan Standardisasi Nasional ( BSN ) Cara Pemilihan Prioritas Komoditas Potensial dan Produk Unggulan Industri Pengolahan Hasil Perikanan. Penentuan prioritas komoditas potensial merupakan proses yang penting mengingat kontinuitas ketersediaan bahan baku dapat menjadi penentu keberlangsungan sebuah industri pengolahan. Di dalam penentuan jenis komoditas potensial untuk industri pengolahan hasil perikanan tangkap yang dikembangkan di tiap-tiap daerah penelitian didasarkan pada beberapa kriteria. Kriteria yang diperlukan dalam pemilihan komoditas potensial yang akan dikembangkan, berupa volume produksi/ikan yang didaratkan, kontinuitas bahan baku, mutu, nilai ekonomis bahan baku, jenis ikan yang belum diserap oleh industri modern, pesaing pembeli dan stabilitas harga bahan baku. 49

74 Untuk penentuan Produk Unggulan pada industri pengolahan hasil perikanan digunakan kriteria-kriteria antara lain akses pasar, kemampuan diversifikasi produk, tingkat nilai tambah, tingkat pemanfaatan limbah, ketersediaan teknologi, pemenuhan tenaga kerja (SDM) dan permintaan/daya serap pasar. Alternatif produk unggulan merupakan kombinasi antara jenis ikan/komoditas potensial dengan jenis olahan yang memiliki nilai tambah paling tinggi ditiap-tiap daerah penelitian. Pembobotan dan penilaian untuk masingmasing kriteria menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Perumusan Kelayakan Finansial Industri Pengolahan Hasil Perikanan. Pengambilan keputusan untuk pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan tangkap utamanya dilakukan melalui perhitungan kelayakan finansial dengan kriteria-kriteria kelayakan seperti asumsi dan koefisien, investasi, penyusutan dan pemeliharaan alat, biaya tetap, biaya tidak tetap, modal kerja dan pendanaan serta perkiraaan arus uang. Analisis kelayakan finansial menggunakan formulasi Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). NPV, Net B/C dan PBP dihitung dengan rumus sebagai berikut (Kadariah, et al.,1978) Net Present Value (NPV): n (Bt-Ct) NPV = K o t = 1 (1 + i) t Keterangan : BBt = benefit bruto proyek pada tahun ke t C t = biaya bruto proyek pada tahun ke t n = umur ekonomis proyek i = tingkat bunga modal (persen) t = periode/tahun K o = investasi awal (Initial Investment) 50

75 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) : n Bt t = 1 (1 + i) t Net B/C = n Ct t = 1 Keterangan : BBt = K o (1 + i) t benefit bruto proyek pada tahun ke t C t = biaya bruto proyek pada tahun ke t n = umur ekonomis proyek i = tingkat bunga modal (persen) t = periode/tahun K o = investasi awal (Initial Investment) Pay Back Period (PBP) : NPV 2 ( t 2 - t 1 ) PBP = t 2 - NPV 2 NPV 1 Keterangan : NPV 1 = Nilai NPV Komulatif Negatif NPV 2 = Nilai NPV Komulatif Positif t 1 = tahun umur proyek yang memiliki NPV komulatif negatif t 2 = tahun umur proyek yang memiliki NPV komulatif positif 3.5 Analisis Data Pendekatan Sistem Pendekatan sistem dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang melibatkan banyak komponen. Permasalahan yang diselesaikan dengan pendekatan system harus memenuhi kriteria (menurut Eriyatno, 2003) sebagai berikut : 51

76 1) Komplek, dalam arti interaksi antar elemen cukup rumit. 2) Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan kemasa depan. 3) Probabilistik, dalam arti diperlukannya fungsi peluang dalam kesimpulan maupun rekomendasi. Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan sebagai suatu sistem usaha akan melibatkan banyak komponen dan tingkat kompleksitas tinggi sehingga untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek diperlukan pendekatan sistem, dengan tahapan sebagai berikut : Analisis Kebutuhan. Berdasarkan kajian pustaka dan kajian di lapangan sebagai pengamatan awal, maka didapat 6 pelaku yang berperan sebagai stakeholders sebagai berikut : (1) Pelanggan, yaitu konsumen dari olahan produk perikanan baik kelompok maupun perorangan, baik dalam negeri maupun luar negeri. (2) Pemasok, yaitu pihak luar pengolah ikan (produsen) yang menjadi rekanan guna memenuhi kebutuhan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan serta peralatan penunjang. (3) Pemilik, yaitu perorangan atau kelompok usaha atau orang-orang yang memiliki saham (modal) terhadap usaha pengolahan produk perikanan. (4) Masyarakat, yaitu orang-orang yang hidup (bertempat tinggal) disekitar lokasi kegiatan pengolahan produk perikanan yang secara tidak sadar kehidupan mereka sehari-harinya terpengaruh oleh kegiatan pengolahan produk perikanan. (5) Karyawan, yaitu orang-orang yang terlibat bekerja secara langsung dalam kegiatan usaha pengolahan produk perikanan. (6) Pemerintah, yaitu pemerintah pusat maupun daerah (dinas-dinas) yang mempunyai keterkaitan dengan usaha pengolahan produk perikanan baik secara langsung maupun tidak langsung. 52

77 Tabel 7. Analisis kebutuhan para pelaku dengan kebutuhannya No. Pelaku Kebutuhan 1. Pelanggan (konsumen) Harga terjangkau dan stabil. Hasil produksi yang berkualitas. Ketepatan dan kecepatan penyediaan produk. 2. Pemasok Ketepatan waktu pembayaran. Peningkatan kebutuhan bahan baku. Harga bahan baku yang layak dan stabil. Kontinuitas permintaan bahan baku. 3. Pemilik Industri Kebanggaan atau image perusahaan. Kelangsungan usaha. Jaminan ketersediaan bahan baku. Profit usaha meningkat. Peningkatan produktivitas dan efisiensi. Jaminan pasar. Ketersediaan modal usaha. Tingkat suku bunga dan nilai tukar bersaing. 4. Masyarakat Lowongan pekerjaan. Tidak mencemari lingkungan. Kepedulian terhadap lingkungan sekitar. 5. Karyawan Gaji yang layak. Jaminan keamanan & keselamatan kerja. Jaminan hari tua dan asuransi. Jenjang karir yang pasti. Coorporate culture yang kondusip dan kekeluargaan. 6. Pemerintah Daerah Peningkatan pendapatan daerah. Tidak mencemari lingkungan. Dapat menyerap tenaga kerja lokal. Pematuhan terhadap peraturan perundangan di bidang Pengolahan Produk Hasil Perikanan. 7. Pemerintah Pusat Peningkatan penyerapan tenaga kerja secara nasional. Peningkatan konsumsi ikan perkapita. Peningkatan penerimaan negara. Peningkatan ekspor produk perikanan. 53

78 Permodelan Sistem 1. Arsitektur Model SPK Perikanan Arsitektur model merupakan rancangan awal dalam membuat suatu model Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Model sistem penunjang keputusan dalam pengembangan industri pengolahan hasil perikanan dirancang dan dibuat dalam suatu paket program komputer yang diberi nama SPK Perikanan. Model ini terdiri dari tiga sub model, yaitu sub model pemilihan alternatif komoditas unggulan (sub model I), sub model pemilihan produk unggulan (sub model II), dan sub model analisa kelayakan finansial (sub model III). Rancangan model SPK Perikanan dapat dilihat pada Gambar 5. SPK Perikanan Komoditas Perikanan Pemilihan Komoditas potensial Pemilihan Produk Unggulan Analisa Finansial Komoditas potensial Produk Unggulan Kelayakan Finansial Sub Model I Sub Model II Sub Model III Gambar 4. Arsitektur Model SPK Perikanan 2. Diagram Alir Model SPK Perikanan Model SPK Perikanan dirancang menggunakan perangkat Microsoft Visual Basic 6.0, Formula One Workbook Designer dan didukung oleh Adobe Photosop 7.0 untuk desain tampilan. 54

79 SPK Perikanan secara umum dapat digambarkan dengan sebuah diagram alir deskriptif yang terdiri dari bentuk masukan dan keluaran program serta alur program secara keseluruhan. Secara garis besar program SPK Perikanan menggunakan beberapa metoda, diantaranya: metoda pembobotan berdasarkan mutu bahan baku, ketersediaan bahan baku, harga stabil dan pesaing pembeli jenis ikan sebagai bahan baku untuk penyaringan alternatif komoditas perikanan potensial dengan menggunakan teknik MPE untuk penentuan alternatif produk perikanan yang paling potensial, serta metode analisa finansial yang digunakan untuk mengetahui parameter kelayakan industri pengolahan hasil perikanan. Rancangan atau arsitektur model SPK Perikanan terdiri dari tiga sub model. Pada Sub Model Pemilihan Alternatif Komoditas Unggulan terdapat input data komoditas perikanan yang akan dipilih berdasarkan volume produksi, akses pasar, tingkat kemampuan dilakukan diversifikasi produk, nilai tambah dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan untuk mendapatkan komoditas unggulan. Output dari Sub Model Pemilihan Alternatif Komoditas Unggulan adalah komoditas perikanan terpilih yang akan diolah menjadi produk unggulan di suatu daerah. Komoditas perikanan terpilih tersebut menjadi input pada Sub Model Pemilihan Produk Unggulan. Yang dimaksud dengan komoditas perikanan terpilih adalah berasal dari jenis ikan potensial yang belum diserap oleh industri modern. Pada sub model ini data diolah dengan menggunakan teknik MPE. Setelah mendapatkan potensi produk unggulan, maka langkah selanjutnya pada model SPK Perikanan adalah melakukan analisis kelayakan finansial produk unggulan terpilih. 55

80 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 1) Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap mempunyai luas wilayah km 2 dan merupakan daerah terluas di antara 35 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap terbagi dalam 24 Kecamatan, 11 Kecamatan di antaranya memiliki wilayah pantai. Kabupaten Cilacap berpenduduk jiwa pada tahun Potensi industri besar di Cilacap adalah kilang bahan bakar minyak Pertamina, pabrik semen, industri pupuk, biji coklat, bahan karet, tepung terigu, benang tenun, penggergajian kayu dan pasir besi serta sentra industri jamu tradisional, pertanian, perkebunan rakyat dan pariwisata. Potensi kelautan di Kabupaten Cilacap relatif besar, dengan garis pantai ± 201,9 km dan yang berbatasan langsung dengan Samudara Hindia ± 80 km. Potensi perikanan pantai ton, dan pada tahun 2001 baru dimanfaatkan sebesar ton (52,9%). Potensi perikanan lepas pantai ton dan baru dimanfaatkan sebesar ,9 ton (1,6%) ( Diskanlut Kab. Cilacap, 2004). Daerah penangkapan meliputi perairan teluk penyu, teluk panandaran dan selatan Yogyakarta sampai Pacitan. Luas daerah penangkapan ± km 2. Jumlah nelayan di Kabupaten Cilacap ± orang. Sarana dan prasarana penangkapan yang terdapat di Kabupaten Cilacap adalah Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap dengan kapasitas 250 kapal, tempat pelelangan ikan sebanyak 11 unit (6 TPI Provinsi dan 5 TPI Kabupaten), pabrik es dengan kapasitas 236 ton sebanyak 5 unit, cold storage kapasitas 75 ton sebanyak 3 unit, serta kawasan industri dan zona pengembangan seluas 16,81 ha. Armada penangkapan sebanyak buah yang terdiri dari motor tempel unit, perahu tanpa motor 649 unit, kapal motor unit dan kapal longline 115 unit (Diskanlut Kab. Cilacap, 2003). Pengolahan pasca panen produksi hasil perikanan di kabupaten Cilacap dengan menggunakan teknologi modern dan tradisional. Daerah pemasaran produk yang dihasilkan adalah pasar

81 lokal sampai ekspor. Jumlah pengolah yang menggunakan teknologi modern sebanyak 11 perusahaan, sedangkan secara tradisional yang dikelola oleh Kelompok Tani Wanita nelayan dan perorangan sebanyak 28 buah. Hasil pengolahan produksi perikanan secara modern umumnya merupakan produk ekspor, di antaranya produk beku seperti tuna, udang, keong, dan layur; produk kering/asin seperti ubur-ubur, teri,dan ebi; serta produk kaleng dari ikan cakalang dan tuna. Negara tujuan utama ekspor produk perikanan Cilacap adalah Amerika Serikat, Jepang dan China. Jenis ikan dan udang tertentu untuk komoditas ekspor, tidak diolah di Cilacap, tetapi diolah di luar daerah seperti Jakarta, sehingga mengakibatkan berkurangnya peluang lapangan kerja bagi warga Cilacap dan berkurangnya pendapatan asli daerah. Tabel 8. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan kabupaten/kota di pantai utara dan selatan Provinsi Jawa Tengah ( ) No Kabupaten/kota Jumlah (ton) I Pantai Utara Jawa 1 Kabupaten Brebes 3.742, , , , ,40 2 Kabupaten Tegal 845, ,90 554,70 341,10 493,90 3 Kota Tegal , , ,90 23, ,10 4 Kabupaten Pemalang , , , , ,80 5 Kabupaten Pekalongan 2.163, , , , ,70 6 Kota Pekalongan , , , , ,90 7 Kabupaten Batang , , , , ,40 8 Kabupaten Kendal 1.111, , , , ,30 9 Kota Semarang 331,60 174,30 125,50 36,80 67,80 10 Kabupaten Demak 1.181, , , , ,30 11 Kabupaten Jepara 2.206, , , , ,80 12 Kabupaten Pati , , , , ,80 13 Kabupaten Rembang , , , , ,50 II Pantai Selatan Jawa 1 Kabupaten Wonogiri ,60 19,30 20,00 2 Kabupaten Purworejo 63,10 201,60 26,40 19,00 30,60 3 Kabupaten Kebumen 5.349, , ,40 918, ,60 4 Kabupaten Cilacap 8.944, , , , ,10 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah 57

82 2) Pelabuhanratu - Kabupaten Sukabumi Visi dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Sukabumi adalah : mewujudkan dinas Kelautan dan Perikanan sebagai fasilitator yang akomodatif dalam upaya pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang produktif. Misi dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Sukabumi adalah memfasilitasi pemanfaatan dibidang kelautan dan perikanan yang berorientasi pasar yang didukung sarana, prasarana dan teknologi tepat guna melalui pemberdayaan kelompok nelayan dan pembudidaya ikan yang dinamis dan inovatif. Kebijakan umum pembangunan Kelautan dan Perikanan di kabupaten Sukabumi meliputi 1) pengembangan potensi kelautan dan perikanan, 2) peningkatan Infrastruktur/sarana dan prasarana, 3) penanggulangan kemiskinan (peningkatan pendapatan nelayan dan pembudidaya) dan 4) pengembangan sumberdaya manusia Potensi keragaan perikanan kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut : budidaya air tawar meliputi sawah perikanan ha, kolam air tenang ha, kolam air deras 343 ha, keramba 50 ha dan jaring apung 10 unit. Budidaya air payau (tambak) seluas ha. Penangkapan perairan umum terdiri dari perairan rawa 35 ha, sungai 747,5 km, situ 149,6 buah dan waduk seluas ha, sementara jumlah RTP dan RTBP sebanyak orang. Potensi keragaan kelautan kabupaten Sukabumi meliputi panjang pantai 117 km, kewenangan daerah 4 mil laut tersebar di 9 kecamatan pesisir (51 desa pesisir), potensi lestari ton/th, armada tangkap unit, alat tangkap unit, Pelabuhan Perikanan 1 unit, Pangkalan Pendaratan Ikan 1 unit dan Tempat Pelelangan Ikan 6 unit. 58

83 Tabel 9. Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai selatan Provinsi Jawa Barat tahun 2004 No Kab / Kota Pantai Selatan Jawa Areal Produksi Ciamis Tasikmalaya Garut Cianjur Sukabumi 1 Penangkapan di laut Tonase 1, , ,100 Nilai (Rp) 16,707,670 2,424,300 40,473, ,100 44,315,409 2 Budidaya tambak Tonase Nilai (Rp) 3,509,000 86, ,900 1,403,100 4,541,000 3 Budidaya kolam Tonase 10,110 16,400 14,516 10,452 18,028 Nilai (Rp) 93,096, ,577, ,811,601 51,665, ,135,130 4 Budidaya karamba Tonase Nilai (Rp) 596,625 2,600 5 Budidaya Sawah Tonase 34 3,850 7,170 5,106 11,565 Nilai (Rp) 352,500 37,914,000 55,269,450 15,201,375 67,068,930 6 Kolam Air Deras Tonase Nilai (Rp) 958, ,200 1,767,120 3,178,560 7 Jaring Apung Tonase 18 24, Nilai (Rp) 14,300 83,902,725 71,670 8 Perairan Umum Tonase Nilai (Rp) 894, ,744 3,629,390 6,556,595 1,040,000 Jumlah Tonase 12,106 21,168 29,951 40, ,214 Jumlah Nilai (Rp) 114,624, ,507, ,522,505 69,057, ,239,413 3) DKI Jakarta. Propinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat pemerintahan, perekonomian, politik dan pusat berbagai aktifitas lainnya. Pembangunan di bidang perikanan dan kelautan dari waktu kewaktu semakin terdesak oleh pembangunan fisik kota dan isu lingkungan. (1). Keadaan Umum Wilayah Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut terletak pada posisi Lintang Selatan dan ; Bujur Timur. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 luas wilayah DKI Jakarta berupa daratan km 2 dan berupa lautan 6.977,5 km 2, dengan lebih dari 110 buah pulau yang tersebar di kepulauan seribu, sekitar 27 59

84 buah sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Di sebelah Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur sepanjang lebih kurang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal. Sungai-sungai yang melintasi wilayah Jakarta antara lain sungai Ciliwung, Cisadane, kali Pesanggrahan, kali Angke, kali Grogol, kali Sunter, kali Cakung, kali Cipinang dan kali Krukut. Visi Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta adalah terwujudnya masyarakat sejahtera melalui pengelolaan sumber daya peternakan, perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Visi tersebut mengandung arti bahwa dinas peternakan, kelautan dan perikanan propinsi DKI Jakarta tidak hanya menjalankan fungsi peternakan, perikanan dan kelautan yang secara tradisional menyediakan layanan penyediaan produk peternakan, perikanan dan kelautan, tetapi juga dapat mewujudkan Jakarta sebagai kota jasa, sentra pemasaran regional, pengolahan, produksi serta pintu gerbang ekspor dan impor hasil peternakan, perikanan dan kelautan. Selain itu produk perikanan laut dapat mendorong terwujudnya Jakarta sebagai sentra pengolahan, produksi dan pintu gerbang ekspor. Misi dinas meliputi peningkatan ketahanan dan keamanan pangan yang bersumber dari hewan dan ikan serta melakukan penataan dalam pengelolaan sumberdaya peternakan. perikanan dan kelautan. (2). Tujuan Strategis Tujuan strategis meliputi penyediaan bahan pangan hewani yang aman sehat, halal dan cukup bagi masyarakat, peningkatan pendapatan usaha bidang peternakan. perikanan dan kelautan, memberdayakan usaha ekonomi kerakyatan, meningkatkan kualitas lingkungan sumberdaya dan terwujudnya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. (3). Arah Kebijakan Arah kebijakan dinas peternakan, perikanan dan kelautan adalah mendorong tumbuhnya model peternakan kota yang ramah lingkungan serta 60

85 mengembangkan sistem distribusi produk peternakan yang dapat menjamin penyediaan gizi bagi masyarakat Jakarta. Selain itu kebijakan diarahkan untuk mendorong perkembangan usaha perikanan yang lebih efisien, produktif dan bernilai tambah serta mengurangi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi nelayan. 4) Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 986,0 km 2 merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian Timur dan merupakan batas sekaligus sebagai pintu gerbang antara Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Letak geografisnya antara bujur Timur dan lintang Selatan dengan batas administrasif sebelah Utara Kota Cirebon dan Laut Jawa, sebelah Timur Kabupaten Brebes, sebelah Selatan Kabupaten Kuningan dan sebelah Barat Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu. Iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alam yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai terutama bagian Utara, Timur dan Barat, sedangkan di sebelah Selatan adalah daerah perbukitan. Menurut Schmidt dan Ferguson (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2005), Kabupaten Cirebon termasuk kategori tipe C dan D dengan jumlah curah hujan rata-rata per tahun berkisar antara mm. Jumlah curah hujan tertinggi terdapat di bagian Tengah dan Selatan yaitu daerah perbukitan di kaki gunung Ciremai. Kabupaten Cirebon terletak pada ketinggian antara m di atas permukaan laut dan dibedakan menjadi dua bagian yaitu daerah dataran rendah yang terletak di sepanjang pantai Utara Jawa antara lain: Kecamatan Gegesik, Kecamatan Amarangun, Pangeran, Brecon Utara, Brecon Barat, Cemanarang, Sumber, Karangsembung, Babakan Ciledug dan Losari; sedangkan Kecamatan lainnya termasuk pada daerah dataran sedang dan tinggi. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang mempunyai luas wilayah terkecil kedua setelah Kabupaten Purwakarta tetapi mempunyai jumlah penduduk yang relatif besar. Jumlah penduduk tahun

86 sebanyak jiwa. terdiri atas laki-laki jiwa dan perempuan jiwa. Potensi Perikanan dan Kelautan, meliputi sumberdaya manusia terdiri dari petugas perikanan 57 orang, nelayan orang, pembudidaya tambak orang, pembudidaya kolam orang, pembudidaya disawah/ minapadi 120 orang, penangkap ikan perairan Umum 279 orang, pembudidaya ikan kolam air deras 3 orang, pengolah / pedagang ikan 505 orang, kelompok nelayan 50 orang, kelompok pembudidaya tambak 38 orang, kelompok pembudidaya air tawar 61 orang, kelompok pembudidaya kerang hijau 6 orang dan kelompok pengolah 28 orang Potensi Sumberdaya Alam (SDA) meliputi panjang pantai 54 km, areal tambak ha, luas areal kolam 784 ha, luas sawah/minapadi ha, panjang sungai 1.200,5 km, luas sungai ha, luas waduk 244 ha, luas situ 5 ha, luas bekas galian 3 ha, luas embung geongan 4 ha dan luas galian astapada 0,8 ha. Visi Perikanan dan Kelautan yang maju, tangguh, lestari dan memberikan kemakmuran, sedangkan misinya adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan dan kelautan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan dengan teknologi maju, berwawasan lingkungan, berbudaya industri, berorientasi bisnis dan berbasis pedesaan. Meningkatkan pelayanan dan pembinaan yang prima, melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana usaha perikanan dan kelautan yang dibutuhkan. Kebijakan Pembangunan Perikanan dan Kelautan Upaya meningkatkan pembangunan perikanan dan kelautan di Kabupaten Cirebon yaitu dengan jalan peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan dan kelautan. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan dengan sasaran yang ditempuh antara lain : 1) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan dan kelautan dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan serta meningkatkan nilai tambah produksi hasil perikanan dan kelautan. 62

87 2) Meningkatkan penyediaan dan distribusi bahan pangan komoditas perikanan dan kelautan dalam rangka meningkatkan kualitas konsumsi dan gizi masyarakat. 3) Meningkatkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. 4) Mendorong dan meningkatkan pertumbuhan industri di dalam negeri melalui penyediaan bahan baku dan peningkatan penyerapan devisa. 5) Meningkatkan kelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan. Tabel 10. Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai utara Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 Pantai Utara Jawa No Kab / Kota Areal Produksi Bekasi Karawang Subang Indramayu Cirebon Penangkapan di laut Tonase 1,612 10,163 17,968 66,789 44,930 Nilai (Rp) 14,355,700 41,946, ,967, ,455,035 44,930 2 Budidaya tambak Tonase 6,577 29,517 11,018 19,791 3,349 Nilai (Rp) 1,043,792, ,554,566 40,865,900 4,656,506,491 86,069,097 3 Budidaya kolam Tonase 276 1,763 2,547 4,290 1,176 Nilai (Rp) 1,777,327 10,927,700 4,383,000 29,797,400 86,069,097 4 Budidaya karamba Tonase Nilai (Rp) 5 Budidaya Sawah Tonase ,003 4 Nilai (Rp) 101,236 3,707,368 13,215,000 78,000 6 Kolam Air Deras Tonase 177 Nilai (Rp) 1,072,774 7 Jaring Apung Tonase Nilai (Rp) 1,105 8 Perairan Umum Tonase , Nilai (Rp) 37,702 2,409,200 2,203,810 21,010, ,340 Jumlah Tonase 9,275 42,333 35,262 91,976 49,607 Jumlah Nilai (Rp) 1,060,027, ,136, ,505,173 5,213,760, ,261, Pemilihan Komoditas Potensial Pemilihan komoditas potensial dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan jenis-jenis ikan yang kontinyu didaratkan di daerah penelitian, 63

88 selanjutnya memilih jenis ikan yang belum diserap industri modern/eksportir dan volume ikan yang didaratkan secara terus menerus (kontinyu) dari tahun dalam jumlah rata-rata minimal kg/jenis ikan/tahun. Dengan 300 hari kerja/tahun maka diperoleh rata-rata 100 kg/hari kerja untuk mencukupi kebutuhan bahan baku sebuah usaha pengolahan hasil perikanan ditingkat usaha kecil. Jenis ikan yang belum diserap industri modern yang biasa dimanfaatkan oleh pengolah tradisional sebagai bahan baku pengolahan produk tradisional seperti ikan asin, ikan asap, dendeng ikan, pindang ikan. 1) Pemilihan komoditas potensial Kabupaten Cilacap. Berdasarkan hasil penilaian responden, jenis-jenis ikan yang belum diserap oleh industri pengolahan modern dari Kabupaten Cilacap adalah ikan campuran (multi species), cucut, gulamah/tigawaja, pari dan manyung. Berdasarkan 5 jenis ikan/komoditas tersebut selanjutnya ditentukan komoditas potensial dengan rataan geometri. Nilai rataan geometri tertinggi akan menjadi pilihan komoditas potensial. Proses pemilihan komoditas potensial Kabupaten Cilacap dimulai data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di Kabupaten Cilacap selama 5 tahun terakhir ( tahun ) seperti pada Tabel 11. Tabel 11. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten Cilacap ( ) No Jenis Ikan Volume Produksi (kg) bawal hitam bawal putih Cakalang Cucut gulamah/tigawaja ikan campuran Layur Lemuru Manyung Pari Rebon Tengiri Tongkol tuna besar udang dogol udang jerbung

89 Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di kabupaten Cilacap selanjutnya dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi dari perkalian antara volume ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cilacap No Jenis Ikan Volume rata-rata (kg) Harga (Rp/kg) Nilai Ekonomi (Rp) 1 udang jerbung tuna besar cakalang udang dogol ikan campuran rebon tongkol gulamah/tigawaja bawal putih cucut manyung tengiri layur bawal hitam pari lemuru Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat pada Tabel

90 Tabel 13. Serapan industri dari produksi perikanan Cilacap No. Skala Prioritas Komoditas Menurut Nilai Ekonomi Komoditas yang diserap Industri Modern 1 udang jerbung udang jerbung 2 Rebon rebon 3 Cakalang cakalang 4 tuna besar tuna besar 5 bawal putih bawal putih 6 udang dogol udang dogol 7 Lemuru lemuru 8 Tengiri tengiri 9 bawal hitam bawal hitam Komoditas yang Tidak diserap Industri Modern 10 ikan campuran ikan campuran 11 Cucut cucut 12 Layur layur 13 Tongkol tongkol 14 gulamah/tiga waja gulamah/tiga waja 15 Pari pari 16 Manyung manyung Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu, ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat pada Tabel

91 Tabel 14. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern Komoditas Yang Skor Komoditas Potensial 1-5 No. Belum Diserap Rataan UPI P1 P2 P3 P4 Geometri 1 ikan campuran cucut gulamah/tiga waja pari manyung Kriteria Nilai Mutu prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli rendah = 5 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli sedang =4 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =3 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku kurang terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =2 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku tidak terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =1 Komoditas potensial Kabupaten Cilacap yang memiliki rataan geometri tertinggi adalah: ikan campuran (multi species). 2) Pemilihan komoditas Potensial Pelabuhanratu Jenis-jenis ikan yang belum diserap industri pengolahan modern dari wilayah Pelabuhanratu adalah ikan pari, kembung, cucut, layang, selar, manyung, kuwe/putihan, peperek dan ikan tembang. Dari 9 jenis ikan tersebut selanjutnya ditentukan komoditas potensial dengan rataan geometri. Proses pemilihan komoditas potensial di Pelabuhanratu-kabupaten Sukabumi dimulai data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di Pelabuhanratu Sukabumi selama 5 tahun terakhir ( tahun ) seperti pada Tabel

92 Tabel 15. Produksi Perikanan yang kontinyu didaratkan di Pelabuhanratu ( ) No Jenis Ikan Volume Produksi (kg) Cakalang Cucut cumi-cumi kerang lainnya kakap merah Kembung kuwe/putihan Layang Layur Manyung Pari Peperek Selar Tembang Tengiri Teri Tongkol tuna besar udang lainnya Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi selanjutnya dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi dari hasil perkalian antara volume ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel

93 Tabel 16. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Pelabuhanratu No Jenis Ikan Volume rata-rata (kg) Harga (Rp/kg) Nilai Ekonomi (Rp) 1 tuna besar cakalang layur kerang lainnya pari tongkol cucut kembung tembang kakap merah udang lainnya layang tengiri teri kuwe/putihan selar peperek manyung cumi-cumi Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat pada Tabel

94 Tabel 17. Produksi perikanan tangkap Pelabuhanratu dan serapan industri No. Ranking Komoditas Menurut Nilai Ekonomi Komoditas yang diserap Industri Modern 1 Pari pari 2 tuna besar tuna besar 3 Kembung kembung 4 Cakalang cakalang 5 kerang lainnya kerang lainnya 6 Cucut cucut 7 Tongkol tongkol 8 Layang layang layang 9 kakap merah kakap merah 10 Tengiri tengiri 11 Teri teri 12 Selar selar 13 Layur layur 14 Manyung manyung Komoditas yang Tidak diserap Industri Modern 15 kuwe/putihan kuwe/putihan 16 Peperek peperek 17 Tembang tembang 18 udang lainnya udang lainnya 19 cumi-cumi cumi-cumi Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu, ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat pada Tabel

95 Tabel 18. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern No. Skor Komoditas Potensial 1-5 Komoditas Yang Belum Diserap UPI P1 P2 P3 P4 Rataan Geometri 1 pari ,000 2 kembung ,000 3 cucut ,722 4 layang ,710 5 selar ,710 6 manyung ,913 7 kuwe/ putihan ,449 8 peperek ,722 9 tembang ,710 Kriteria Nilai Mutu prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli rendah = 5 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli sedang =4 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =3 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku kurang terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =2 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku tidak terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =1 P1 : Dr. Bustami Mahyudin P2 : Ir. Cecek P3 : Ir. Abdul Kodir P4 : Agus Suryadi S.P Komoditas potensial yang memiliki rataan geometri tertinggi : Ikan pari 3) Pemilihan komoditas Potensial DKI Jakarta Berdasarkan hasil penilaian responden, jenis ikan yang belum diserap industri pengolahan modern untuk wilayah DKI Jakarta adalah ikan pari, selar, cucut, manyung, beloso, peperek, tembang, kuwe/putihan, belanak, golok-golok dan terisi. Berdasarkan 11 jenis ikan/komoditas tersebut selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas potensial dengan rataan geometri dan nilai rataan geometri tertinggi akan menjadi pilihan komoditas potensial. Proses pemilihan komoditas potensial di DKI Jakarta dimulai dengan melihat data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di DKI Jakarta selama 5 tahun terakhir ( tahun ) seperti pada Tabel

96 Tabel 19. Produksi perikanan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta ( ) No Jenis Ikan Volume Produksi (kg) bawal hitam belanak beloso cakalang cucut cumi-cumi ekor kuning golok-golok kakap merah kembung kerapu kuro kuwe/putihan layang layur lemuru manyung pari peperek selar sotong tembang tengiri teri tongkol udang lainnya Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta selanjutnya dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi yang dihasilkan dari perkalian antara volume ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel

97 Tabel 20. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di DKI Jakarta No Jenis Ikan Volume rata-rata (kg) Harga (Rp/kg) Nilai Ekonomi (Rp) 1 udang lainnya tongkol tengiri cumi-cumi kakap merah kembung bawal hitam cucut kerapu ekor kuning layang kuwe/putihan Selar cakalang tembang pari manyung teri beloso sotong belanak layur peperek golok-golok lemuru kuro Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri 73

98 besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat pada Tabel 21. Tabel 21. Produksi perikanan DKI Jakarta dan serapan industri No. Ranking Komoditas Menurut Nilai Ekonomi 1 Tongkol tongkol Komoditas yang diserap Industri Modern 2 cumi-cumi cumi-cumi 3 kakap merah kakap merah 4 Tengiri tengiri 5 Kembung kembung 6 Lemuru lemuru 7 bawal hitam bawal hitam 8 Pari Pari 9 Cakalang cakalang 10 Sotong sotong 11 udang lainnya udang lainnya 12 Selar Selar 13 Layang layang 14 Cucut cucut 15 Manyung manyung 16 Beloso beloso 17 Peperek peperek 18 Tembang tembang Komoditas yang Tidak diserap Industri Modern 19 kuwe/putihan kuwe/putihan 20 Teri teri 21 Kerapu kerapu 22 Belanak belanak 23 golok-golok golok-golok 24 ekor kuning ekor kuning 25 Terisi Terisi 26 Layur layur Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya 74

99 oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu, ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat pada Tabel 22. Tabel 22. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) Komoditas Yang Skor Komoditas Potensial 1-5 No. Belum Diserap Rataan UPI P1 P2 P3 P4 Geometri 1 pari ,722 2 selar ,464 3 cucut ,726 4 manyung ,223 5 beloso ,464 6 peperek ,223 7 tembang ,161 8 kuwe/ putihan ,223 9 belanak , golok-golok , terisi ,449 Kriteria Nilai Mutu prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli rendah = 5 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli sedang =4 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =3 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku kurang terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =2 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku tidak terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =1 P1 : H.Dayat Suntoro S.Pi P2 : Lucky A.Nugroho S.Pi P3 : Yudi Winarsono Basuki S.Pi P4 : Mudasir S.Pi Komoditas potensial yang memiliki rataan geometri tertinggi: Ikan cucut. 4) Pemilihan komoditas Potensial Kabupaten Cirebon Berdasarkan hasil penilaian responden, jenis ikan yang belum diserap industri pengolahan modern dari Kabupaten Cirebon adalah pari, gulamah/tigawaja, tembang, peperek, japuh, cucut, ikan campuran (multi species), selar, julung-julung, kembung, kuro dan ikan talang-talang. Dari 12 jenis ikan/komoditas tersebut selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas potensial 75

100 dengan nilai rataan geometri. Nilai rataan geometri tertinggi akan menjadi pilihan komoditas potensial. Proses pemilihan komoditas potensial di DKI Jakarta dimulai dengan melihat data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di DKI Jakarta selama 5 tahun terakhir ( tahun ) seperti pada Tabel 23. Tabel 23. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten Cirebon ( ) No Jenis Ikan Volume Produksi (kg) bawal hitam bawal putih Belanak Cucut gulamah/tiga waja ikan campuran Japuh julung-julung kakap merah Kembung kerang-kerangan Kuro Manyung Pari Peperek Selar Sotong talang-talang Tembang Tengiri Teri Tongkol udang dogol udang jerbung/putih udang lainnya

101 Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta selanjutnya dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi yang dihasilkan dari perkalian antara volume ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 24. Tabel 24. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cirebon No Jenis Ikan Volume rata-rata (kg) Harga (Rp/kg) Nilai Ekonomi (Rp) 1 udang lainnya udang jerbung/putih kerang-kerangan pari bawal putih ikan campuran gulamah/tiga waja tembang teri peperek kembung cucut bawal hitam sotong tengiri japuh selar udang dogol tongkol manyung belanak talang-talang julung-julung kakap merah kuro Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri 77

102 besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat pada Tabel 25. Tabel 25. Produksi perikanan Kabupaten Cirebon dan serapan industri No. Skala Prioritas Jenis Ikan Menurut Nilai Ekonomi Ikan yang diserap UPI Modern Ikan yang Tidak diserap UPI Modern (Komoditas Potensial) 1 bawal putih bawal putih 2 udang jerbung/putih udang jerbung/putih 3 pari pari 4 kerang-kerangan kerang-kerangan 5 gulamah/tiga waja gulamah/tiga waja 6 tembang tembang 7 peperek peperek 8 teri teri 9 udang lainnya udang lainnya 10 japuh japuh 11 cucut cucut 12 tengiri tengiri 13 ikan campuran ikan campuran 14 tongkol tongkol 15 bawal hitam bawal hitam 16 manyung manyung 17 belanak belanak 18 udang dogol udang dogol 19 selar selar 20 julung-julung julung-julung 21 kembung kembung 22 sotong sotong 23 kakap merah kakap merah 24 kuro kuro 25 talang-talang talang-talang 78

103 Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu, ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat pada Tabel 26. Tabel 26. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) No Skor Komoditas Potensial 1-5 Komoditas Yang Belum Diserap UPI P1 P2 P3 P4 Rataan Geometri 1 pari ,00 2 campuran ,722 3 gulamah/tigawaja ,464 4 tembang ,722 5 peperek ,00 6 kembung ,223 7 cucut ,223 8 japuh ,223 9 selar , manyung , belanak , talang-talang , julung-julung , kuro ,213 Kriteria Nilai Mutu prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli rendah = 5 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli sedang =4 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =3 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku kurang terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =2 Mutu Prima, ketersediaan bahan baku tidak terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =1 P1 : Adang Sumarna MM P2 : Ir. Dedi Supriyadi P3 : Yohanes Dwi Haryanto P4 : Toni Hambali S.Pi Komoditas potensial yang memiliki rataan geometri tertinggi adalah : 1. Ikan peperek 2. Ikan pari 79

104 4.3 Pemilihan Produk Unggulan Proses pemilihan produk unggulan di Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada Tabel 27. Proses pemilihan produk unggulan untuk Kabupaten Sukabumi- Pelabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 29. Proses pemilihan produk unggulan untuk DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 30, sedangkan proses pemilihan produk unggulan untuk Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 31. 1) Pemilihan Produk Unggulan Kabupaten Cilacap Tabel 27. Pemilihan produk potensial di Kabupaten Cilacap Komoditas potensial Rataan Geometri Diolah Menjadi Produk Utama 1. Ikan campuran a. ikan asin b. surimi c. FJP d. dendeng e. abon Skor Jenis Olahan 1-5 P1 P2 P3 P Rataan Geometri 3,223 4,728 4,229 2,913 2,449 Kriteria skor Akses pasar tinggi, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah tinggi, pemanfaatan limbah tinggi = 5 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah tinggi = 4 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi sedang, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah sedang = 3 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 2 Akses pasar rendah, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 1 P1 : Ir. Sartono P2 : Ir. Agus Sunaryanto P3 : Joko Riyanto S.Pi P4 : Dra Anggia Rusmila Produk unggulan Kabupaten Cilacap : surimi dari ikan campuran (multi species) Hasil uji coba pengolahan surimi dari ikan campuran (ikan pisang-pisang, kurisi dan kuniran) menghasilkan rendemen 28,00%. Mutu surimi ikan campuran (multi species) terhadap kandungan abu total 1,08%, kadar lemak 1,10% dan dan protein 15,66% seperti terlihat pada Lampiran 11. Dalam pengembangan 80

105 usaha pengolahan surimi dari ikan campuran (multi species) perlu dilakukan perbaikan teknologi pengolahannya khususnya upaya untuk menekan kandungan lemak dengan cara penambahan food additive tertentu dalam konsentrasi yang optimal dan melakukan fariasi campuran jenis-jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku. Secara teknis dan finansial usaha pengolahan surimi dari ikan campuran ini layak untuk dikembangkan bagi pengolah ikan sebagai alternatif upaya memperoleh nilai tambah yang tinggi. Hasil uji coba yang dilakukan oleh Balai Bimbingan dan Pegujian Mutu Hasil Perikanan (BBPMHP) pada tahun 2004 tentang mutu surimi ikan campuran (multi species) dalam Teknologi pengolahan surimi dari ikan hasil tangkapan samping (by catch), memberi gambaran sebagai berikut: Tabel 28. Mutu surimi ikan campuran (multi species) dalam teknologi pengolahan surimi ikan hasil tangkapan samping (By Catch) Parameter kurisi gulamah beloso campuran (1:1:1) ph 7,01 7,14 6,91 7,02 TVB (mg N/100g) 11,56 9,35 12,5 11,13 Kadar Air (%) 81,16 81,99 81,76 81,63 Kadar Protein (%) 12,15 13,61 11,25 12,33 Gel Strength (gr.cm) 527,88 644,46 245,67 472,67 Uji Lipat 4,78 5,00 1,83 3,87 Uji Gigit 8,39 8,50 2,40 6,43 Rendemen (%) 30,73 25,13 34,47 30,11 81

106 2) Pemilihan Produk Unggulan Kabupaten Sukabumi-Pelabuhanratu Tabel 29. Pemilihan produk potensial di Pelabuhanratu No Komoditas potensial Rataan Geometri Diolah Menjadi Produk Utama 1. Ikan pari a.surimi b.fjp c.asap d.asin e.steak Skor 1-5 P1 P2 P3 P Rataan Geometri 4,00 3,223 3,00 2,449 2,449 Kriteria skor Akses pasar tinggi, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah tinggi, pemanfaatan limbah tinggi = 5 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah tinggi = 4 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi sedang, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah sedang = 3 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 2 Akses pasar rendah, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 1 Produk unggulan Kabupaten Sukabumi-Pelabuhanratu: surimi dari ikan pari Hasil uji coba pengolahan surimi dari ikan pari menghasilkan rendemen 33,07% dan setelah dilakukan uji kimiawi terhadap parameter abu total 0,8%, kandungan lemak 0,95% dan kandungan protein 16,13% seperti terlihat pada Lampiran 11. Mutu surimi ikan pari hasil uji coba sebagai konfirmasi bila dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu kadar lemaknya 0,5%. Kadar lemak yang melebihi standar ini berakibat pada kemampuan pembentukan gel sebagai syarat utama mutu surimi. Untuk meningkatkan kemampuan pembentukan gel produk surimi diperlukan pengembangan teknologi pengolahan surimi lebih lanjut. 82

107 3) Pemilihan Produk Unggulan DKI Jakarta Tabel 30. Pemilihan produk potensial di DKI Jakarta No Komoditas potensial Rataan Geometri 1. Ikan cucut a.asin Diolah Menjadi Produk Utama b.pengasapan c.fjp d.surimi P1 : H.Dayat Suntoro S.Pi P2 : Lucky A.Nugroho S.Pi P3 : Yudi Winarsono Basuki S.Pi P4 : Mudasir S.Pi P Skor 1-5 P P P Rataan Geometri 2,449 2,912 3,722 4,472 Kriteria skor Akses pasar tinggi, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah tinggi, pemanfaatan limbah tinggi = 5 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah tinggi = 4 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi sedang, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah sedang = 3 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 2 Akses pasar rendah, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 1 Produk unggulan DKI Jakarta adalah: surimi ikan cucut Uji coba yang dilakukan menghasilkan rendemen surimi ikan cucut 44,30% dan dilakukan uji kimiawi terhadap mutu surimi ikan cucut terhadap kandungan Abu total 0,73%, kadar lemak 1,14 dan kadar protein 16,59% seperti terlihat pada Lampiran 11. Sebagai bahan baku, ikan cucut mempunyai kadar air 76,71%, kadar abu 1,50%, kadar lemak 0,87%, kadar protein 23,55% dan kadar protein larut garam 15,77%. Surimi dari ikan cucut ini juga mempunyai kadar lemak yang melebihi standar SNI, sehingga dalam pengembangannya perlu 83

108 dilakukan uji coba teknologi untuk mendapatkan formulasi perlakuan terhadap food additive tertentu dalam upaya mereduksi kandungan lemak pada surimi ikan cucut. Teknologi baru tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan elastisitas surimi/kekuatan gel (gel strength). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwandari (1993) bahwa komposisi kimiawi daging ikan cucut sebagai berikut : Hammerhead (cucut martil): Air (75,6), Protein(21,6), Lemak (0,2), Mineral (1,6) Horn shark : Air (79,6), Protein (17,7), Lemak (0,3), Mineral (1,8) Korothokhostaya : Air (75,8), Protein (18,9), Lemak (0,2), Mineral (1,6) Silky shark : Air (73,6), Protein (21,7), Lemak (0), Mineral (1,2) Tiger shark (cucut macan) : Air (79,4), Protein (16,3), Lemak (0,1), Mineral (0,6) White tip shark : Air (76,9), Protein (19,9), Lemak (0,3), Mineral (1,8) Kandungan urea pada daging ikan cucut : Hammerhead (cucut martil) : 2,320 mg/100g Tiger shark (cucut macan) : 1,990 mg/100g Black tip shark (cucut botol) : 1,728 mg/100g Lesser spotted dog fish : 1,775 mg/100g Smooth hound : 2,038 mg/100g Spiny dog fish : 1,570 mg/100g Penelitian yang dilakukan Wahyuni (1992) terhadap daging cucut giling dengan merendam dan mencuci dalam air dingin (5 0 C) sebanyak 3 kali ulangan akan menghasilkan penurunan kadar urea dari rata-rata 5% (berat kering) menjadi rata-rata tidak terdeteksi. Pemanfaatan ikan cucut sebagai bahan baku industri surimi sudah dilakukan di beberapa negara, misalnya Taiwan yang menggunakan ikan cucut sebagai bahan baku utama. Demikian pula Jepang yang memanfaatkan daging ikan cucut untuk pembuatan kamaboko didasarkan pada kemampuannya untuk membentuk gel (Suzuki, 1981). Laporan hasil uji coba yang dilakukan oleh BBPMHP tahun 1988/1989 tentang pengaruh lama penyimpanan surimi ikan cucut macan terhadap elastisitas sosis sebagai produk lanjutan, sebagai berikut : 84

109 Minggu ke 0: uji lipat = 2,3; gel strength = 234,4 g/cm 2 Minggu ke 2: uji lipat = 3,7; gel strength = 354,4 g/cm 2 Minggu ke 4: uji lipat = 2,0; gel strength = 475,7 g/cm 2 Minggu ke 6: uji lipat = 3,4; gel strength = 402,0 g/cm 2 Cara pengolahan surimi ikan cucut dilakukan sebagai berikut : (1) Penyiangan dan pencucian dengan air dingin mengalir. (2) Pengurangan kadar urea dilakukan dengan perendaman kedalam KOH 2%, 4%, 6%, 8% dan asam asetat 1%, 2%, 3% dan 4% selama menit dalm kondisi dingin. (3) Pengambilan daging, dengan melakukan pemfiletan dan pengerokan daging pada tulang. (4) Pembilasan (leaching). Pembilasan dengan menggunakan larutan soda kue 0,5% bersuhu C. Perbandingan air dan ikan adalah 4:1. Pembilasan dikakukan sebanyak 2-4 kali masing-masing selama 15 menit dengan cara pengadukan secara terus menerus. (5) Pengepresan, yang dilakukan untuk menghilangkan sisa air sehingga kadar air mencapai 80-82%. (6) Pembekuan, hasil pengepresan berupa lumatan daging dikemas kedalam plastik selanjutnya dibekukan selama 4 jam. Menurut BBPMHP (1988/1989) melaporkan bahwa gel strength surimi ikan alasca pollack mulai menurun pada penyimpanan selama 1 (satu) bulan. Surimi adalah intermediate product yang salah satu tujuannya adalah untuk menjaga kontinuitas bahan baku yang diakibatkan musim ikan, sehingga surimi akan mengalami penyimpanan beberapa waktu sesuai kebutuhan proses produk lanjutannya berupa produk pasta ikan (fish jelly product). Data yang dilakukan oleh BBPMHP tersebut menunjukkan surimi yang disimpan sampai dengan minggu ke 6 memiliki nilai gel strength diatas 400 gr.cm. Nilai gel strength tertinggi berada pada surimi pada penyimpanan minggu ke 4 atau penyimpanan selama 1 bulan. Nilai gel strength pada angka lebih besar dari 300 gr.cm adalah mutu surimi tingkat ekspor. 85

110 4) Pemilihan Produk Unggulan Kabupaten Cirebon Tabel 31. Pemilihan komoditas potensial di Kabupaten Cirebon No Komoditas potensial Rataan Geometri 1. Ikan peperek a.asin Diolah Skor 1-5 Menjadi Produk Utama P1 P2 P3 P4 b.dendeng c. surimi Rataan Geometri 2,449 2,710 1,414 Kriteria skor Akses pasar tinggi, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah tinggi, pemanfaatan limbah tinggi = 5 2. Ikan pari a.asin b.pengasapan d.surimi ,213 2,710 4,00 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah tinggi = 4 e.fjp ,722 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi sedang, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah sedang = 3 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 2 Akses pasar rendah, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 1 P1 : Adang Sumarna MM P2 : Ir. Dedi Supriyadi P3 : Yohanes Dwi Haryanto P4 : Toni Hambali S.Pi Produk Unggulan Kabupaten Cirebon adalah : surimi yang berasal dari ikan pari. 4.4 Analisis Kelayakan Finansial Produk Unggulan Untuk mengetahui tingkat kelayakan industri pengolahan hasil perikanan dari produk unggulan di masing-masing daerah penelitian, dilakukan analisis finansial. Kriteria yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit 86

111 Cost Ratio (Net B/C Ratio) dan Pay Back Period (PBP). Menurut Kadariah et al penentuan layak atau tidaknya suatu usaha adalah dengan cara membandingkan masing-masing nilai dengan batas-batas kelayakan, yaitu NPV > 0, Net B/C >1 dan PBP < 10 th. Sub model untuk menghitung kelayakan finansial usaha/industri pengolahan hasil perikanan adalah Sub Model Kelayakan. Perhitungan kelayakan finansial disajikan pada Lampiran 1 tentang analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cilacap, Lampiran 2 tentang analisis finansial industri surimi di Pelabuhanratu, Lampiran 3 tentang analisis finansial industri surimi di DKI Jakarta dan Lampiran 4 tentang analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cirebon. Asumsi perhitungan finansial ini didasarkan pada data yang diperoleh melalui wawancara dengan responden. Data tersebut antara lain jumlah karyawan yang dibutuhkan, gaji/upah karyawan, harga bahan baku, harga jual produk, target produksi, sedangkan data lain didasarkan pada kondisi umum yang berlaku (bunga bank, penyusutan dan pajak) Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cilacap Asumsi kelayakan finansial industri pengolahan surimi ikan campuran (multi spesies) di Kabupaten Cilacap dilaksanakan dengan menggunakan modal sendiri (modal kerja/investasi) sebesar 80% dan pinjaman bank/pemerintah sebesar 20%.Total bahan baku ikan campuran yang didaratkan di daerah Cilacap sebesar kg/tahun diambil dari jumlah minimal 5 data kontinuitas untuk dijadikan kapasitas produksi. Dengan mempertimbangkan produksi bahan baku ikan campuran di Kabupaten Cilacap sebesar lebih kurang kg/th, industri ini diasumsikan untuk skala industri menengah. Total anggaran meliputi modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Pajak penghasilan diperkirakan sebesar 15%/tahun dihitung dari besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp ,- PBP 3,27 tahun dan B/C Ratio 2,24 87

112 Berdasarkan data produksi ikan hasil tangkap yang kontinyu didaratkan, hasil analisis menunjukkan produk unggulan Kabupaten Cilacap adalah surimi ikan campuran (multi species). Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300 hari, maka rata-rata ikan campuran (multi species) yang diolah sebanyak kg/hari. Pengolahan surimi dari bahan baku sebanyak kg/hari ini mempekerjakan tenaga administrasi 9 orang dan tenaga produksi sebanyak 11 orang dengan menggunakan peralatan/mesin mekanik Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan modal kerja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta biaya untuk pembelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja sebesar Rp ,- dan investasi sebesar Rp ,- sehingga total kebutuhan dana sebesar Rp ,- yang berasal dari modal sendiri Rp ,- sehingga masih diperlukan modal bantuan/pinjaman sebesar Rp ,-. Perhitungan berbagai kebutuhan permodalan dan pembiayaan untuk kegiatan usaha/industri surimi di Kabupaten Cilacap disajikan pada Lampiran Asumsi kelayakan finansial di Pelabuhanratu Asumsi kelayakan finansial pada industri pengolahan surimi dari bahan baku ikan pari di Pelabuhanratu dilaksanakan dengan menggunakan modal sendiri/patungan usaha bersama sebagai modal kerja/investasi. Total bahan baku ikan pari didaerah Pelabuhanratu sebanyak lebih kurang kg/tahun yang diambil dari jumlah minimal dari 5 data kontinyu untuk dijadikan kapasitas produksi, maka industri ini diasumsikan sebagai industri skala kecil menengah. Total anggaran meliputi modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Pajak penghasilan untuk industri diperkirakan sebesar 15%/th dihitung dari besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp ,- PBP 6,61 tahun dan B/C Ratio 1,62 Produksi ikan yang kontinyu didaratkan, produk unggulan Pelabuhanratu adalah surimi ikan pari. Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah

113 hari, maka rata-rata ikan pari yang dapat diolah sebagai bahan baku produk surimi sebanyak 288 kg/hari. Pengolahan surimi dari bahan baku sebanyak 288 kg/hari ini mempekerjakan tenaga administrasi 6 orang dan tenaga produksi sebanyak 11 orang dengan sistim manual dan bantuan alat pengepres mekanik. Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan modal kerja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta biaya untuk membelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja sebesar Rp ,- dan investasi sebesar Rp ,- sehingga total kebutuhan dana sebesar Rp ,- yang seluruhnya berasal dari modal sendiri/kelompok (KUB). Berbagai kebutuhan permodalan dan pembiayaan untuk kegiatan usaha/ industri surimi ikan pari di Pelabuhanratu- Kabupaten Sukabumi disajikan pada Lampiran Asumsi kelayakan finansial di DKI Jakarta Asumsi kelayakan finansial pada usaha pengolahan surimi dari bahan baku ikan cucut di DKI Jakarta dilaksanakan dengan menggunakan modal yang berasal dari pinjaman perbankan sebanyak 40% dari total anggaran dan dari modal sendiri/patungan usaha bersama sebagai modal kerja/investasi sebesar 60%. Dengan mempertimbangkan produksi bahan baku ikan cucut di DKI Jakarta sebesar lebih kurang kg/tahun yang diambil jumlah minimal dari 5 data kontinyu dan dijadikan kapasitas produksi, industri ini diasumsikan untuk skala industri menengah besar. Total anggaran meliputi modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Bunga bank/pinjaman diasumsikan sebesar 10%/tahun. Jangka waktu pengembalian pinjaman selama 10 tahun. Pajak penghasilan diperkirakan sebesar 15%/tahun dihitung dari besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp ,- PBP 3,76 tahun dan B/C Ratio 1,97. Berdasarkan data produksi ikan hasil tangkap yang kontinyu didaratkan, analisis menunjukkan bahwa produk unggulan DKI Jakarta adalah surimi ikan cucut. Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300 hari, maka rata-rata 89

114 ikan cucut yang dapat diolah sebagai bahan baku produk surimi sebanyak kg/hari dengan mempekerjakan tenaga administrasi 9 orang dan tenaga produksi sebanyak 13 orang, menggunakan sepenuhnya peralatan/mesin mekanik. Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan modal keja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta biaya untuk pembelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja sebesar Rp ,- dan investasi sebesar Rp ,- sehingga total kebutuhan dana sebesar Rp ,- yang berasal dari modal sendiri Rp ,- sehingga masih diperlukan modal bantuan/pinjaman sebesar Rp ,-. Berbagai kebutuhan permodalan dan pembiayaan untuk kegiatan usaha/industri pengolahan surimi di DKI Jakarta isajikan pada Lampiran Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cirebon Asumsi kelayakan finansial pada industri pengolahan surimi dari bahan baku ikan pari di kabupaten Cirebon dilaksanakan dengan menggunakan modal yang berasal dari pinjaman perbankan sebanyak 40% dari total anggaran dan dari modal sendiri/patungan usaha bersama sebagai modal kerja/investasi sebesar 60%. Dengan mempertimbangkan produksi ikan pari di Kabupaten Cirebon sebesar lebih kurang kg/th yang diambil jumlah minimal dari 5 data kontinyu dan dijadikan kapasitas produksi, maka skala industri ini dikategorikan sebagai industri skala menengah besar. Total anggaran meliputi modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Bunga bank/pinjaman diasumsikan sebesar 10%/tahun. Jangka waktu pengembalian pinjaman selama 10 tahun. Pajak penghasilan diperkirakan sebesar 15%/tahun dihitung dari besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp ,- PBP 3,15 dan B/C Ratio 2,34 Data produksi ikan hasil tangkap yang kontinyu didaratkan, produk unggulan kabupaten Cirebon adalah surimi ikan pari. Data produksi ikan pari terendah dari tahun 2002 s/d 2006 terjadi pada tahun 2002 sebesar

115 kg/th. Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300 hari, maka rata-rata ikan pari yang dapat diolah sebagai bahan baku produk surimi sebanyak kg/hari. Pengolahan surimi dari bahan baku sebanyak kg/hari ini mempekerjakan tenaga administrasi 9 orang dan tenaga produksi sebanyak 13 orang, dengan menggunakan peralatan/mesin mekanik. Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan modal keja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta biaya untuk pembelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja sebesar Rp ,- dan investasi sebesar Rp ,- sehingga total kebutuhan dana sebesar Rp ,- yang berasal dari modal sendiri Rp ,- sehingga masih diperlukan modal bantuan/pinjaman sebesar Rp ,-. Berbagai kebutuhan permodalan dan pembiayaan untuk kegiatan usaha/industri pengolahan surimi ikan pari di Kabupaten Cirebon disajikan pada Lampiran Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Surimi 1) Kabupaten Cilacap Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan (Tabel 11) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 14) yang menghasikan ikan campuran (multi spesies). Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan produk surimi ikan campuran. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan finansialnya. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan campuran sebanyak kg/th seperti disajikan pada tabel 1, membutuhkan dana sebesar Rp ,- terdiri dari modal kerja Rp ,- dan investasi sebesar Rp ,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan berasar dari modal sendiri seesar Rp dan modal pinjaman sebesar Rp ,-. Sesuai perhitungan analisis finansial, pengembalian pinjaman dlakukan selama 10 tahun dengan tingkat kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp ,- ; PBP 3,27 dan 91

116 B/C ratio 2,24. Strategi pengembangan usaha dengan melibatkan seluruh stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut : 2) Pelabuhanratu. Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan (Tabel 15 ) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 18) yang menghasikan ikan pari. Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan produk surimi ikan pari. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan finansialnya. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan pari sebanyak kg/th seperti disajikan pada tabel 2, membutuhkan dana sebesar Rp ,- terdiri dari modal kerja Rp ,- dan investasi sebesar Rp ,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan berasar dari modal sendiri seesar Rp ,- dan modal pinjaman Rp. 0,-. Tingkat kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp ,- ; PBP 6,61 dan B/C ratio 1,62. Strategi pengembangan usaha dengan melibatkan seluruh stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut : (1) Pemerintah memberikan bantuan berupa bimbingan teknis, memfasilitasi terjadinya kemitraan dengan industri pengolahan fish jelly product, memberikan bantuan modal dan penyediaan sarana air bersih dan listrik yang memadai, penyediaan es yang cukup, bantuan promosi dan perluasan pasar serta penyediaan tenaga kerja yang terampil. (2) Industri besar/pengusaha mitra (pengolah surimi) perlu memberikan bimbingan kepada kelompok mitra yang berkaitan dengan kualitas bahan baku dan cara pengolahan meanfish sesuai yang diinginkan. (3) Pengusaha mitra wajib memberikan pinjaman/bantuan fasilitas dan sarana pengolahan produk, memberikan bantuan/kredit modal dan membeli seluruh hasil olahan kelompok mitra sesuai perjanjian dalam kontrak beli. 92

117 3) DKI Jakarta Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan (Tabel 19) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 22) yang menghasikan ikan cucut. Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan produk surimi ikan cucut. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan finansialnya. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan cucut sebanyak kg/th seperti disajikan pada tabel 1, membutuhkan dana sebesar Rp ,- terdiri dari modal kerja Rp ,- dan investasi sebesar Rp ,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan berasar dari modal sendiri sebesar Rp ,- dan modal pinjaman sebesar Rp ,-. Sesuai perhitungan analisis finansial, pengembalian pinjaman dlakukan selama 10 tahun dengan tingkat kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp ,- ; PBP 3,76 dan B/C ratio 1,97. Strategi pengembangan usaha surimi ikan cucut di DKI Jakarta ini berskala usaha menengah/besar, sehingga perlu melibatkan seluruh stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut : (1) Pemerintah memberikan bantuan kepada pengusaha mitra berupa: promosi, perluasan akses pasar dan kemudahan perijinan. Pemerintah mendorong pengusaha mitra untuk melakukan perikatan kerjasama dengan kelompok mitra. Pemerintah terhadap kelompok mitra memberikan penguatan berupa bimbingan teknis, memberikan bantuan modal dan penyediaan air bersih yang memadai. Pasokan kelompok mitra kepada pengusaha mitra dapat berupa bahan baku atau berupa mincedfish. (2) Pengusaha mitra wajib memberikan pinjaman/bantuan peralatan pengolahan produk, memberikan bantuan/kredit modal dan membeli seluruh hasil olahan kelompok mitra sesuai perjanjian dalam kontrak beli. 93

118 4) Kabupaten Cirebon Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan (Tabel 23) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 26) yang menghasikan ikan pari. Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan produk surimi ikan pari. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan finansialnya. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan pari sebanyak kg/th seperti disajikan pada tabel 1, membutuhkan dana sebesar Rp ,- terdiri dari modal kerja Rp ,- dan investasi sebesar Rp ,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan berasar dari modal sendiri sebesar Rp ,- dan modal pinjaman sebesar Rp ,-. Sesuai perhitungan analisis finansial, pengembalian pinjaman dlakukan selama 10 tahun dengan tingkat kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp ,- ; PBP 3,15 dan B/C ratio 2,34. Strategi pengembangan usaha surimi ikan cucut di DKI Jakarta ini berskala usaha menengah/besar, sehingga perlu melibatkan seluruh stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut : (1) Pemerintah memberikan dukungan kepada kelompok mitra berupa bimbingan teknis, memfasilitasi terjadinya kemitraan dengan industri pengolahan surimi, memberikan bantuan modal dan penyediaan sarana air bersih dan listrik yang memadai. Pasokan kelompok mitra dapat berupa bahan baku ikan namun dapat pula berupa produk minced fish. (2) Industri besar/pengusaha mitra (pengolah surimi) perlu memberikan bimbingan kepada kelompok mitra yang berkaitan dengan kualitas bahan baku dan cara pengolahan mincedfish sesuai yang diinginkan. Pengusaha mitra wajib memberikan pinjaman/bantuan fasilitas dan sarana pengolahan produk, memberikan bantuan/kredit modal dan membeli seluruh hasil olahan kelompok mitra sesuai perjanjian dalam kontrak beli. 94

119 (3) Pemerintah memberikan dukungan kepada pengusaha mitra berupa bimbingan teknis, kemudahan perijinan, pelatihan, promosi secara internasional, membantu pengembangan pasar dan memberikan pendampingan dalam bermitra dengan kelompok mitra. Pembagian tugas dan tanggung jawab para pihak yang melaksanakan sinergi untuk pengembangan industri surimi ini diuraikan seperti matrik pada Tabel

120 Tabel 32. Pembagian tugas dan tanggung jawab stakeholders pada strategi pengembangan industri Surimi No Faktor 1. Modal Usaha Bantuan modal usaha/pendam pingan thd bank 2. Peralatan Pengolahan Kabupaten Cilacap Pelabuhan Ratu DKI Jakarta Kabupaten Cirebon A B C A B C A B C A B C Efisiensi modal Bantuan Modal Bantuan modal usaha Kepada B bagi B. Bantuan alat produksi 3. Air Bersih Penyediaan air bersih Mengoperasika n alat secara efektif Pemanfaatan air scr efisien Bantuan/pinja man modal kpd B Bantuan peralatan sanitasi higiene Bantuan water treatment kpd B Bantuan Modal Usaha Bantuan Peralatan/Pras arana Penyediaan Air Bersih Pengelolaan Bantuan Modal Untuk Biaya Produksi Pemanfaatan Peralatan Pemanfaatan Air Bersih Secara Efisien Bantuan Modal/Kredit Modal Kepada B Bantuan/Pinja man Peralatan Bantuan Alat Penjernihan Air - Bantuan Modal Kepada B - Pendampinga n dengan Bank Bantuan Kepada Kelompok Mitra Penyediaan air bersih Kepada B Menerima Bantuan Modal Dari C Pemanfaatan Sarana Secara Profesional Pemanfaatan Secara Efisien Bantuan Kepada B Mandiri Bantuan alat produksi kpd B Penyediaan air bersih bagi B Mengelola bantuan modal untuk usaha Mengoperasika n alat produksi scr efektif Mengelola air bersih scr efisien Ikut membantu permodalan bagi B Membantu alat sanitasi dan higiene kpd B Mandiri 4. Akses Pasar Bantuan promosi, perluasan pasar Perbaikan mutu sesuai permintaan Perluasan pasar ekspor Penyediaan Informasi Pasar Pemanfaatan Perluasan Pasar Peningkatan Permintaan Produk Kepada B Penyediaan Informasi dan Promosi Memanfaatkan Promosi dan Perluasan Pasar Perluasan Pasar Secara Internasional Promosi, perluasan pasar Perbaikan mutu produk Perluasan pasar domestik dan ekspor 5. Kemitraan Usaha Fasilitasi terjadinya kemitraan antara B dan C 6. Pelatihan Teknis Melatih teknis pengolahan surimi sesuai persyaratan 7. Pemenuhan SDM bagi pengolah Menyiapkan tenaga profesional pengolah surimi. Menyediakan pasokan ikan/mincedfish kpd C sesuai kesepakatan Meningkatkan ketrampilan teknis untuk menjaga mutu produk. Memanfaatkan tenaga ahli produk surimi Membeli bahan baku ikan /minced fish dari B Transfer technology kepada B sesuai permintaan pasar Bantu kekurangan tenaga pada B Memberikan Pendampingan Kepada B dan C Membimbing dan Melatih Teknis Kepada Pengusaha Mitra Melatih dan Menyediakan SDM Sesuai Kebutuhan B Komitmen Untuk Bermitra Menerapkan Teknologi Sesuai Permintaan Meningkatkan ketrampilan teknis Bermitra dengan C Membimbing Persyaratan Teknis Kepada C Membantu peningkatan ketrampilan kepada B Memfasilitasi terjadinya kemitraan Kepada B dan C Pemberian Pelatihan teknis pengolahan surimi Menyiapkan dan Melatih Ketrampilan Bermitra Dengan Pengusaha Mitra Menerima Pelatihan Menerima dan Menggunakan Ketrampilan Bermitra Dengan Kelompok Mitra Memberikan Teknik Pengolahan Kepada B Sesuai Permintaan Pasar Melatih Ketrampilan Kepada B Mendorong terjadinya kemitraan B dan C Memberikan pelatihan teknis bagi B dan C Membantu kebutuhan tenaga teknis yang terampil Menyiapkan produk yang bermutu sesuai permintaan C Meningkatkan ketrampilan tenaga produksi. Memenuhi kebutuhan jumlah tenaga profesional Bermitra dengan B dan bekerjasama saling menguntungka n Transfer technologi kepada B sesuai permintaan pembeli Membantu tenaga terampil kepada B Keterangan: A : Pemerintah B : Kelompok Mitra C: Pengusaha Mitra 95

121 Secara umum rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan dapat dilihat pada gambar Rancangan Model Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Gambar 5. Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan (gambar 5) akan bermuara sebagai pengembangan usaha. Rancangan model ini sudah sesuai dengan sekuensi proses desain model, namun sebagai catatan bahwa aspek ekonomi yang diperhitungkan dibatasi pada aspek analisis finansial yang mencakup Net Presen Value (NPV), Pay Back Period (PBP) dan B/C ratio. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya perlu juga diperhitungkan aspek ekonomi 96

122 yang lebih lengkap antara lain potensi pasar luar negeri/internasional, faktor ekonomi lainnya dan juga sosial budaya lokal. 97

123 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1) Komoditas potensial yang didaratkan secara kontinyu di Kabupaten Cilacap adalah ikan campuran (multi species), Kabupaten Sukabumi- Pelabuhanratu adalah ikan pari, DKI Jakarta adalah ikan cucut dan Kabupaten Cirebon adalah ikan pari. 2) Produk unggulan di Kabupaten Cilacap adalah surimi ikan campuran (multi species), Pelabuhanratu adalah surimi ikan pari, DKI Jakarta adalah surimi ikan cucut dan Kabupaten Cirebon adalah surimi ikan pari. 3) Hasil analisis finansial produk-produk unggulan adalah sebagai berikut; Kabupaten Cilacap menghasilkan NPV Rp ,- ; Net B/C 2,24 dan PBP 3,27 tahun, Pelabuhanratu menunjukkan NPV Rp ,-; Net B/C 1,62 dan PBP 6,61 tahun, DKI Jakarta menunjukkan NPV Rp ,- ; Net B/C 1,97 dan PBP 3,76 tahun, dan Kabupaten Cirebon menunjukkan NPV Rp ,- ; Net B/C 2,34 dan PBP 3,15 tahun. 4) Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan, diuraikan sebagai berikut : (1) Mengidentifikasi ikan yang didaratkan disuatu wilayah tertentu. (2) Menentukan jenis ikan yang belum diserap industri besar (eksportir). (3) Pemilihan komoditas potensial, dengan melibatkan pakar/responden. (4) Pemilihan produk potensial untuk mendapatkan jenis olahan yang memiliki nilai tambah (added value) paling tinggi dengan melibatkan pakar/responden. (5) Menentukan produk unggulan dari produk potensial terseleksi dengan pertimbangan ketersediaan teknologi, sumberdaya manusia dan permintaan pasar secara internasional.

124 (6) Perhitungan analisis finansial untuk menentukan kemampuan produksi, formulasi biaya produksi dan harga jual produk sesuai tingkat mutu produk yang telah ditetapkan pasar. (7) Menentukan strategi pengembangan usaha dengan pola kemitraan antara kelompok mitra (nelayan/pengolah skala kecil) dengan pengusaha mitra (industri skala menengah/besar). 99

125 5.2 Saran 1) Diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih jelas untuk mendukung pengembangan industri pengolahan hasil perikanan khususnya jenisjenis produk bernilai tambah, mengingat besarnya multiplier effect yang ditimbulkan. Terkait hal tersebut, pemerintah daerah dan pusat perlu terus melakukan pembinaan teknis secara intensif terhadap para pelaku usaha melalui pelatihan, pembuatan kegiatan percontohan, kampanye makan ikan dan memfasilitasi kemitraan dengan pihak industri modern yang sesuai dengan produk yang dihasilkan. 2) Pemerintah pusat/daerah agar secara terus menerus melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan surimi sesuai perkembangan dan permintaan pasar dalam dan luar negeri. 3) Pemerintah Pusat dan Daerah untuk melakukan perluasan akses pasar dan promosi dagang dengan negara luar melalui market intellegency pengembangan industri pengolahan hasil perikanan yang sesuai dengan potensi perikanan di Indonesia. 4) Penelitian dengan judul strategi pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan ini perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pendalaman aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal (Kabupaten Cilacap, Kabupaten Sukabumi-Pelabuhanratu, DKI Jakarta, Kabupaten Cirebon). 100

126 DAFTAR PUSTAKA Agustedi, Sistem Penunjang Keputusan Untuk Pembinaan Agroindustri Perikanan Rakyat. Thesis, IPB, Bogor. 144 hal. Alhadar, M Formulasi Strategi Industri Pengolahan Hasil Perikanan Laut di Kabupaten Maluku Utara. Tesis TIP. PPS, IPB, Bogor. Pp : Atmanto, Sigit B Kajian Wilayah Pengembangan Agroindustri Perikanan Rakyat Di Daerah Maluku. Thesis, IPB, Bogor. 109 hal. Batch, F. F., Peningkatan Packing Makanan Laut. Journal Infofish Vol. 2.No. 4. Malaysia. Pp BBP2HP, Teknologi Pengolahan Surimi dan Produk Fish Jelly. Jakarta. 45 hal. BBP2HP, Keragaan Produk Olahan Hasil Perikanan, Jakarta. 115 hal. BBPMHP, 1988/1989. Laporan Uji Pengaruh Lama Penyimpanan Surimi Ikan Cucut Macan Terhadap Elastisitas Sosis Sebagai Produk Lanjutan, Jakarta. Pp : 4-7. BBPMHP, Teknologi Pengolahan Surimi Dari Ikan Hasil Tangkapan Samping (HTS). Jakarta. Pp : 3-5. BBPMHP, Laporan Perekayasaan Teknologi Pengolahan Fish Jelly Product, Jakarta. Pp : BBPMHP, Petunjuk Teknis Pembuatan Kerupuk Ikan, Jakarta. 20 hal. Beljaars, Jonker K.M., Schout L.J., Liquid Chromatographic Determination of Histamine in Fish. Journal of AOAC International vol.81 no. 5. Netherlands. Pp BPPMHP, Petunjuk Teknis Teknologi Pemanfaatan Ikan Non Ekonomis, Jakarta. 27 hal. BPPMHP, Pengembangan Methode Pengujian Kaleng, Jakarta. 27 hal. BPS, Pedoman Usaha Bersama. Pusat Pengembangan Usaha, Badan Pengembangan Swadaya Masyarakat, Jakarta. 108 hal. BPS, Statistik Indonesia, Jakarta. 646 hal.

127 Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet dan N. Wooton, Ilmu Pangan. Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta. Budiyanto, D, Analisis Tekno-Ekonomi Produk-Produk Olahan Tuna dan Kakap, Jakarta. 22 hal. Clucas, I.J. dan A.R. Ward, Post harvest Fisheries Development : A Guide to Handling, Preservation, Processing and Quality. Natural Recources Institute, Chtham Maritim, United Kingdom. Pp : 229. Craby & Starky, Buletin Pengolahan dan Pemasaran Perikanan. Edisi Juni Jakarta. 23 hal. Dahuri, R, 2001 a. Kebijakan dan Program Sektor Kelautan dan Perikanan Dalam Rangka pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa Indonesia Yang Maju, Makmur dan Berkeadilan, Jakarta. 32 hal. Dahuri, R, 2002 b. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 25 hal. Dahuri, R, DKP Wujud Nyata Kebijakan Pemerintah Dalam Pengelolaan Perikanan Yang Bertanggung Jawab, Makalah Semiloka 10 Mei 2004, Hotel Aryaduta, Jakarta. 32 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan, Pemberdayaan Industri Pengolahan Ikan di Indonesia : Sebuah Perspektif. Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan 2000, Jakarta. 42 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan, Program Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 92 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004 a. Rencana Strategis (Renstra) transisi tahun 2005, Jakarta. 5 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004 b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 tentang Perikanan, Jakarta. 86 hal. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Balai Pustaka, Jakarta.1381 hal. Desrosier, N.W Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 614 hal. Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah, Komoditas Unggulan Perikanan Jawa Tengah , Semarang. Pp : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap, Profil Perikanan dan Kelautan kabupaten Cilacap, Cilacap. Pp :

128 Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, Laporan Tahunan, Cirebon. 101 hal. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi, Laporan Tahunan, Sukabumi. Pp : Dinas Perikanan, Peternakan dan Kelautan DKI Jakarta, Laporan Tahunan, Jakarta. 65 hal. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasarn Hasil Perikanan, Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan , Jakarta. 44 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2003, Pedoman umum Pelaksanaan Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil, Jakarta. 86 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Statistik Perikanan Tangkap, Jakarta. 367 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Master Plan dan Rencana Strategis Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil. Jakarta. 67 hal. Direktorat Jenderal Perikanan, Monitoring Mutu Organoleptik, Fisika dan Mikrobiologi Produk Kaleng, Jakarta. 13 hal. Eriyatno, Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid I edisi kedua, IPB Press, Bogor. Pp: Fauzi, A dan Anna, S., Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Sebagai Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Pembangunan Perikanan. Jakarta. Journal Pesisir dan Lautan Vol II. Pp: Fitrial, Y., Pengaruh Konsentrasi Tepung Tapioka, Suhu dan Lama Perebusan Terhadap Mutu Gel Daging Ikan Cucut Lanyam. Thesis.Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Pp : Gabungan Pengusaha Indonesia, Surimi di Asia Tenggara. Edisi XVIII- Mei Sapta Wigata, Jakarta. 17 hal. Gabungan Pengusaha Indonesia, Pasar Eropa Untuk Surimi. Edisi Akhir Sapta Wigata, Jakarta. 18 hal. Gema Mina, DKP, Keanekaragaman Spesies Ikan Indonesia. Volume IV-No. 7. Jakarta. 19 hal. 103

129 Giyatmi, Sistem pengembangan Agroindustri Perikanan Laut : Suatu Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Provinsi Jawa Tengah, Disertasi IPN. PPS, IPB, Bogor. 215 hal. Haluan, J Pendekatan Sistem Dalam Pengembangan Perikanan Tangkap di Indonesia. (Bahan Kuliah). IPB, Bogor. 10 hal. Harini, L.P.D., Pembuatan Dan Uji Kesukaan Burger Dari Surimi Ikan Cucut Dengan Berbagai Jenis Tepung. Skripsi, Fakultas Perikanan, IPB, Bogor. Pp : Hartrisari, Metode Analisis Prospektif. (Bahan Kuliah). IPB, Bogor. 17 hal. Hartrisari, Sistem Dinamik. Konsep Sistem Permodelan Untuk Industri dan Lingkungan. Seameo Biotrop. IPB, Bogor. 125 hal. Jaczynski J, Park JW Physicochemical change in alaska pollac surimi and surimi gel as affected by electron beam. Journal of Food Science. 69(1):C53-C57. JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, Teknologi Pengolahan Ikan di Indonesia, Jakarta. Pp Kadariah, L., Karlina, C. Gray Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi, UI, Jakarta. Pp : Kohar, K.P., Pengaruh Beberapa Jenis Ikan Rucah Terhadap Kualitas Surimi Mentah. UNDIP, Semarang. 103 hal. Kurniawan, Y., Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Agroindustri Komoditas Perikanan di Kabupaten Cirebon, Bogor. 76 hal. Lanier, T.C and C.M. Lee, Surimi Technology, New York. 528 hal. Laporan Penelitian. Desember Peta Upaya Penguatan Usaha Mikro/Kecil di Tingkat Pusat Tahun Manetsch, TJ and PG. Park System Analisis and Simulation With Application to Economic and Social Science. Michigan State University, East Lausing. Mangunsong, S., Implementation of Safety and Quality Assurance on Traditional Products In Indonesia, Jakarta. Pp: 8-16 hal. Manullang, M., M. Theresia dan H.E. Irianto Pengaruh Konsentrasi Tepung Tapioka dan Sodium Tripoliposphat Terhadap Mutu dan 104

130 Daya Awet Kamaboko Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen). Bul. Teknologi dan Industri Pangan. Vol. VI.(2): Manvell, C Sterilisation of Food Particulates-An Investigation Of The APV Jupiter System. Food Science And Technology Today. Journal Of The Institute Of Food Science And Technology, Vol.1. No. 2. UK. Pp Marhayudi, P., Model Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat, Disertasi PSL, PPS. IPB, Bogor. 196 hal. Marimin, Tehnik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Majemuk. Grasindo, Jakarta. 197 hal. Kriteria MFRD-SEAFDEC, Second Edition, Southeast Asian Fish Products. Singapura. 28 hal. Minch, R.P. and J.R. Burns Conceptual Design Of Decision Support System Utilizing Management Science Models. IEEE Transaction of System, Man and Cybernetic. 131 hal. Ministry Of Marine Affairs And Fisheries, Indonesian Fisheries Book. DKP and JICA, Jakarta. 76 hal. Murdiyanto, B Menumbuhkan Komitmen dan Kerjasama stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut Wilayah Pantai Jawa Tengah. Buletin PSP vol XII nomor 2, Oktober 2003, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB. Bogor. Pp : NCQC, The Inventory of Traditional Fish Products In Indonesia. Jakarta. 14 hal. Nichols PD., Mooney BD., Elliott NG Unusually High Levels Of Nonsaponifiable Lipids In The Fishes escolar And Rudderfish Identification By Gas And Thin-layer Chromatography. J Chromatogr A Nov 30;936(1-2): Links. Nikijuluw, V, Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Pustaka Cidesindo, Jakarta. 254 hal. Novenra, AD Studi Kelayakan Pendirian Industri Penyamaan Kulit Ikan Pari di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. 90 hal. Nugroho, A.E., Studi Pembuatan Surimi Multi-Species Dari Ikan Demersal Non Ekonomis. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. 98 hal. 105

131 Oryzanty, S Sistem Penunjang Keputusan Kelayakan Investasi Agroindustri Minyak Pala di Bogor Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. 102 hal. Prameswari, D Analisa EPA dan DHA dalam limbah kepala ikan tuna secara kromatografi gas (GC). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. 54 hal. Pranira, S., Pemanfaatan Ikan Pelagis Ekonomis Rendah Sebagai Bahan Baku Surimi. IPB, Bogor. Pp : Pratiwiningsih, T.I., Kajian Sifat Fungsional Mikrostruktural dan Pendugaan Umur Simpan Surimi Dari Ikan Marlin. IPB, Bogor. Pp : Purwandari, Y Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Penerimaan Produk Emulsi dari Surimi dan Tahu Ikan (Salted Dried Fish Cakes) Cucut. Skripsi. Fakultas Perikanan, IPB, Bogor. Pp: Ramesh, M. N., Optimum Sterilisation Of Foods By Thermal Processing. Food Science And Technology Today. Journal Of The Institute Of Food Science And Technology, Vol. 9. No. 4. UK. Pp Sarinah Kajian Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Perikanan Laut di Sulawesi Tenggara. Tesis TIP. PPS, IPB, Bogor. 130 hal. Schawrz MD, Lee CM, Comparizon of the thermostability of red hake and alaska pollack surimi during processing. Journal of Food Science. 53 (5) : Selman, J., New Technologies For The Food Industry. Food Science And Technology Today. Journal Of The Institute Of Food Science And Technology, Vol. 6. No. 4. UK. Pp Suzuki, T Fish and Krill Protein in Processing Technology.. Applied Science Publishing. Ltd. London. p: 203 Turban, Decision Support and Expert system. Macmillan Publ. Co., Inc., New York. Wahyuni, M Sifat Kimia dan Fungsi Ikan Hiu Lanyam (Carcharinus limbatus) Serta Penggunaannya Dalam Pembuatan Sosis. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 147 hal. Waites, W Hazardous Microorganisms And The Hazard Analysis Critical Control Point System. Food Science And Technology Today. Journal Of The Institute Of Food Science And Technology, Vol. 6. No. 2. UK. Pp

132 Ward, K., Srikantan, S. and N.Richard Management Acconting For Finance Decision. Oxford : Butterworths-Heinemann. 321 hal. Winarno, Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 152 hal. Yasin, A.W.N, Pengaruh Pengkomposisian dan penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut dan ikan Pari terhadap karakteristik Surimi yang dihasilkan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor. 108 hal. Yuliyanthi, D Studi Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. 98 hal. 107

133 Lampiran 1. Analisis Finansial Industri Surimi di Kabupaten Cilacap Asumsi dan Koefisien Gunakan Nilai Perubahan? Ya No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir 1 Produktifitas dan Harga Kebutuhan Bahan Baku kg/tahun Harga Bahan Baku Rp./kg Rendemen Produksi % Harga Jual Produk Rp./kg Persentase Produksi Persentase Produksi Tahun I % Persentase Produksi Tahun II % Persentase Produksi Tahun Berikutnya % Pendanaan Bunga Pinjaman %/tahun Modal Sendiri % Jangka Waktu Pengembalian Modal Tahun Lain-Lain Depresiasi Nilai Sisa % Biaya Pemeliharaan % Biaya Asuransi % Pajak Bumi dan Bangunan % Pajak Penghasilan %

134 Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan A. Lahan Tanah m B. Bangunan Kantor m Ruang Pencucian m Ruang Processing m Ruang Penganginan m Ruang Penyimpanan Batu Es m Gudang bahan baku m Gudang produk m Ruang Penjemuran m Laboratorium m Toilet m C. Kendaraan Truck buah D. Peralatan Keranjang plastik buah Meat Bone Seperator buah Mesin Pengepres buah Bak Perendam buah Mesin Pelumat Daging buah Timbangan buah Silent Cutter buah Cold Storage buah Pompa angin buah Pompa air buah Freezer unit E. Instalasi Instalasi listrik unit Instalasi penanganan limbah unit Instalasi air unit Instalasi telepon unit F. Perlengkapan Meja tulis serta kursi unit Lemari arsip unit Komputer +printer unit Meja kursi tamu unit G. Pra Investasi Perijinan Total

135 Biaya Tetap No. Uraian Satuan Volume Harga Gaji Tenaga Kerja Direktur orang Sekretaris orang Satpam orang Manajer pemasaran orang Staff administrasi orang staff Penjualan orang Staff Produksi orang Biaya pemeliharaan Pajak Bumi dan Bangunan Biaya pemasaran Biaya Asuransi Biaya operasi kantor dan telepon Total

136 Biaya Tidak Tetap No. Uraian Satuan Volume Harga Biaya Produksi Bahan Baku Kg Garam & Bhn. Penunjang Kg Minyak tanah Liter Kardus Buah Plastik m Biaya Tenaga Kerja Langsung Karyawan Produksi orang Karyawan untuk analisis orang Supervisor orang Biaya Utilitas Biaya transportasi Kg Bahan Bahan Untuk analis Rp./bulan Listrik kwh Total

137 Modal Kerja dan Pendanaan No. Uraian Jumlah 1 Kebutuhan Modal Kerja Biaya tenaga kerja tak langsung Biaya pemasaran Biaya operasi kantor Bahan baku dan pembantu Biaya tenaga kerja langsung Biaya Utilitas Investasi Pendanaan Total Kebutuhan Dana Modal Sendiri Modal Pinjaman Angsuran Tahunan

138 Perkiraan Arus Uang No. Uraian Inflow a. Nilai Sisa Modal b. Penjualan Produk Volume Produk Harga Produk Outflow a. Investasi Lahan Bangunan Kendaraan Peralatan Instalasi Perlengkapan Pra Investasi b. Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel c. Penyusutan d. Pengembalian Modal Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba Bersih

139 Resume Kelayakan No. Uraian Satuan Nilai 1 Net Present Value Rp Payback Periode Tahun 3,27 3 Benefit-Cost Ratio 2,24 Keputusan Layak 114

140 Lampiran 2. Analisis Finansial Industri Surimi di Pelabuhanratu Asumsi dan Koefisien Gunakan Nilai Perubahan? Ya No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir 1 Produktifitas dan Harga Kebutuhan Bahan Baku kg/tahun Harga Bahan Baku Rp./kg Rendemen Produksi % Harga Jual Produk Rp./kg Persentase Produksi Persentase Produksi Tahun I % Persentase Produksi Tahun II % Persentase Produksi Tahun Berikutnya % Pendanaan Bunga Pinjaman %/tahun Modal Sendiri % Jangka Waktu Pengembalian Modal Tahun Lain-Lain Depresiasi Nilai Sisa % Biaya Pemeliharaan % Biaya Asuransi % Pajak Bumi dan Bangunan % Pajak Penghasilan %

141 Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan A. Lahan Tanah m B. Bangunan Kantor m Ruang Pencucian m Ruang Processing m Ruang Penganginan m Ruang Penyimpanan Batu Es m Gudang bahan baku m Gudang produk m Ruang Penjemuran m Laboratorium m Toilet m C. Kendaraan Truck/Pick Up buah D. Peralatan Keranjang plastik buah Meat Bone Seperator buah Mesin Pengepres buah Bak Perendaman buah Mesin Pelumat Daging buah Timbangan buah Silent Cutter buah Cold Storage portable buah Pompa angin buah Pompa air buah Freezer portable unit E. Instalasi Instalasi listrik unit Instalasi penanganan limbah unit Instalasi air unit Instalasi telepon unit F. Perlengkapan Meja tulis serta kursi unit Lemari arsip unit Komputer +printer unit Meja kursi tamu unit G. Pra Investasi Perijinan Total

142 Biaya Tetap No. Uraian Satuan Volume Harga Gaji Tenaga Kerja Direktur orang Sekretaris orang Satpam orang Manajer pemasaran orang Staff administrasi orang staff Penjualan orang Staff Produksi orang Biaya pemeliharaan Pajak Bumi dan Bangunan Biaya pemasaran Biaya Asuransi Biaya operasi kantor dan telepon Total

143 Biaya Tidak Tetap No. Uraian Satuan Volume Harga Biaya Produksi Bahan Baku Kg Bhn. Penunjang Kg Minyak tanah Liter Kardus Buah Plastik m Biaya Tenaga Kerja Langsung Karyawan Produksi orang Karyawan untuk analisis orang Supervisor orang Biaya Utilitas Biaya transportasi Kg Bahan Bahan Untuk analis Rp./bulan Listrik kwh Total

144 Modal Kerja dan Pendanaan No. Uraian Jumlah 1 Kebutuhan Modal Kerja Biaya tenaga kerja tak langsung Biaya pemasaran Biaya operasi kantor Bahan baku dan pembantu Biaya tenaga kerja langsung Biaya Utilitas Investasi Pendanaan Total Kebutuhan Dana Modal Sendiri Modal Pinjaman 0 Angsuran Tahunan #DIV/0! 119

145 Perkiraan Arus Uang No. Uraian Inflow a. Nilai Sisa Modal b. Penjualan Produk Volume Produk Harga Produk Outflow a. Investasi Lahan Bangunan Kendaraan Peralatan Instalasi Perlengkapan Pra Investasi b. Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel c. Penyusutan d. Pengembalian Modal Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba Bersih

146 Resume Kelayakan No. Uraian Satuan Nilai 1 Net Present Value Rp Payback Periode Tahun 6,61 3 Benefit-Cost Ratio 1,62 Keputusan Layak 121

147 Lampiran 3. Analisis Finansial Industri Surimi di DKI Jakarta Asumsi dan Koefisien Gunakan Nilai Perubahan? Ya No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir 1 Produktifitas dan Harga Kebutuhan Bahan Baku kg/tahun Harga Bahan Baku Rp./kg Rendemen Produksi % Harga Jual Produk Rp./kg Persentase Produksi Persentase Produksi Tahun I % Persentase Produksi Tahun II % Persentase Produksi Tahun Berikutnya % Pendanaan Bunga Pinjaman %/tahun Modal Sendiri % Jangka Waktu Pengembalian Modal Tahun Lain-Lain Depresiasi Nilai Sisa % Biaya Pemeliharaan % Biaya Asuransi % Pajak Bumi dan Bangunan % Pajak Penghasilan %

148 Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan A. Lahan Tanah m B. Bangunan Kantor m Ruang Pencucian m Ruang Processing m Ruang Penganginan m Ruang Penyimpanan Batu Es m Gudang bahan baku m Gudang produk m Ruang Penjemuran m Laboratorium m Toilet m C. Kendaraan Truck buah D. Peralatan Keranjang plastik buah Meat Bone Seperator buah Mesin Pengepres buah Bak Perendam buah Mesin Pelumat Daging buah Timbangan buah Silent Cutter buah Cold Storage buah Pompa angin buah Pompa air buah Freezer unit E. Instalasi Instalasi listrik unit Instalasi penanganan limbah unit Instalasi air unit Instalasi telepon unit F. Perlengkapan Meja tulis serta kursi unit Lemari arsip unit Komputer +printer unit Meja kursi tamu unit G. Pra Investasi Perijinan Total

149 Biaya Tetap No. Uraian Satuan Volume Harga Gaji Tenaga Kerja Direktur orang Sekretaris orang Satpam orang Manajer pemasaran orang Staff administrasi orang staff Penjualan orang Staff Produksi orang Biaya pemeliharaan Pajak Bumi dan Bangunan Biaya pemasaran Biaya Asuransi Biaya operasi kantor dan telepon Total

150 Biaya Tidak Tetap No. Uraian Satuan Volume Harga Biaya Produksi Bahan Baku Kg Garam & Bhn. Penunjang Kg Minyak tanah Liter Kardus Buah Plastik m Biaya Tenaga Kerja Langsung Karyawan Produksi orang Karyawan untuk analisis orang Supervisor orang Biaya Utilitas Biaya transportasi Kg Bahan Bahan Untuk analis Rp./bulan Listrik kwh Total

151 Modal Kerja dan Pendanaan No. Uraian Jumlah 1 Kebutuhan Modal Kerja Biaya tenaga kerja tak langsung Biaya pemasaran Biaya operasi kantor Bahan baku dan pembantu Biaya tenaga kerja langsung Biaya Utilitas Investasi Pendanaan Total Kebutuhan Dana Modal Sendiri Modal Pinjaman Angsuran Tahunan

152 Perkiraan Arus Uang No. Uraian Inflow a. Nilai Sisa Modal b. Penjualan Produk Volume Produk Harga Produk Outflow a. Investasi Lahan Bangunan Kendaraan Peralatan Instalasi Perlengkapan Pra Investasi b. Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel c. Penyusutan d. Pengembalian Modal Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba Bersih

153 Resume Kelayakan No. Uraian Satuan Nilai 1 Net Present Value Rp Payback Periode Tahun 3,76 3 Benefit-Cost Ratio 1,97 Keputusan Layak 128

154 Lampiran 4. Analisis Finansial Industri Surimi di Kabupaten Cirebon Asumsi dan Koefisien Gunakan Nilai Perubahan? Ya No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir 1 Produktifitas dan Harga Kebutuhan Bahan Baku kg/tahun Harga Bahan Baku Rp./kg Rendemen Produksi % Harga Jual Produk Rp./kg Persentase Produksi Persentase Produksi Tahun I % Persentase Produksi Tahun II % Persentase Produksi Tahun Berikutnya % Pendanaan Bunga Pinjaman %/tahun Modal Sendiri % Jangka Waktu Pengembalian Modal Tahun Lain-Lain Depresiasi Nilai Sisa % Biaya Pemeliharaan % Biaya Asuransi % Pajak Bumi dan Bangunan % Pajak Penghasilan %

155 Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan A. Lahan Tanah m B. Bangunan Kantor m Ruang Pencucian m Ruang Processing m Ruang Penganginan m Ruang Penyimpanan Batu Es m Gudang bahan baku m Gudang produk m Ruang Penjemuran m Laboratorium m Toilet m C. Kendaraan Truck/Pick Up buah D. Peralatan Keranjang plastik buah Meat Bone Seperator buah Mesin Pengepres buah Bak Perendam buah Mesin Pelumat Daging buah Timbangan buah Silent Cutter buah Cold Storage buah Pompa angin buah Pompa air buah Freezer unit E. Instalasi Instalasi listrik unit Instalasi penanganan limbah unit Instalasi air unit Instalasi telepon unit F. Perlengkapan Meja tulis serta kursi unit Lemari arsip unit Komputer +printer unit Meja kursi tamu unit G. Pra Investasi Perijinan Total

156 Biaya Tetap No. Uraian Satuan Volume Harga Gaji Tenaga Kerja Direktur orang Sekretaris orang Satpam orang Manajer pemasaran orang Staff administrasi orang staff Penjualan orang Staff Produksi orang Biaya pemeliharaan Pajak Bumi dan Bangunan Biaya pemasaran Biaya Asuransi Biaya operasi kantor dan telepon Total

157 Biaya Tidak Tetap No. Uraian Satuan Volume Harga Biaya Produksi Bahan Baku Kg Garam & Bhn. Penunjang Kg Minyak tanah Liter Kardus Buah Plastik m Biaya Tenaga Kerja Langsung Karyawan Produksi orang Karyawan untuk analisis orang Supervisor orang Biaya Utilitas Biaya transportasi Kg Bahan Bahan Untuk analis Rp./bulan Listrik kwh Total

158 Modal Kerja dan Pendanaan No. Uraian Jumlah 1 Kebutuhan Modal Kerja Biaya tenaga kerja tak langsung Biaya pemasaran Biaya operasi kantor Bahan baku dan pembantu Biaya tenaga kerja langsung Biaya Utilitas Investasi Pendanaan Total Kebutuhan Dana Modal Sendiri Modal Pinjaman Angsuran Tahunan

159 Perkiraan Arus Uang No. Uraian Inflow a. Nilai Sisa Modal b. Penjualan Produk Volume Produk Harga Produk Outflow a. Investasi Lahan Bangunan Kendaraan Peralatan Instalasi Perlengkapan Pra Investasi b. Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel c. Penyusutan d. Pengembalian Modal Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba Bersih

160 Resume Kelayakan No. Uraian Satuan Nilai 1 Net Present Value Rp Payback Periode Tahun 3,15 3 Benefit-Cost Ratio 2,34 Keputusan Layak 135

161 Lampiran 5. Kapasitas Perusahaan Pengolahan Ikan di DKI Jakarta, Cirebon, Pelabuhanratu-Sukabumi dan Cilacap No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR I. CIREBON Kapasitas ( Ton ) Prod. CS KD Prod rata 2 Pemasaran 1. PT. Adhi Jaya Guna Satwatama Breaded shrimp Juli / hari / hari Jepang 2. CV. Lautan Kurnia bawal segar Malaysia 3. Oriens Prima Lestari Paha kodok beku Eropa, USA / Canada, Singapura 4. PT. Kudatama Mas udang beku USA dan Singapura 5. PT. Seraton Seafood Product Ikan kurisi beku dan Hongkong dan swangi Cina 6. PT. Tongatiur Putra Crab meat pasteorisasi USA 7. PD. Sambu teri beku Februari Hongkong dan Jepang 8. Pan Putra Samudra crab meat USA 9. PD. Jaya Sakti rajungan, Keong Cina 10. PT. Allied Frozen Food Indonesia udang beku Singapura, America dan Jepang 11. Sumber Laut Benkindo udang, rajungan, fillet Ikan Asia II CILACAP 1. PT. Lautan Murti udang beku dan kerang PT. Kusuma Suisan Jaya ubur ubur asin PT. Juifa International Foods Frozen cooled loin Tuna kaleng Januari Kg Hongkong Jepang 70 %, Cina, Korea Indonesia, USA Thaiwan,Jepang 136

162 No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Kapasitas ( Ton ) Prod. CS KD Prod rata 2 Pemasaran III DKI Jakarta 1. PT. Abicomas Minatama tuna segar PT. Adijaya Guna shrimp beku Alsum Prakarsa Corporation cakalang beku /trip 4. PT. Anugrah Seco Jaya 5. PT. Aquavir Ypsilanti 6. PT. Ariya Jaya Santang tuna segar CV. Arta Inti Samudra tuna segar Asiamaguro Sinarindo Makmur tuna segar PT. Balisumber Hayatiindah tuna segar PT. Berlian Pacific Fish dried shrimp dried PT. Bina Wimatraco tuna segar tuna beku 12. PT. Bonecom Ikan segar tuna segar tuna beku swordfish loin beku 13. PT. Bosco Fish Frozen CV. Budi Utama shrimp dried PT. Bumi Agro Bahari Lestari fish segar Fish beku PT. Bunyamin Brothers PT. Carlina Gemilang sharkfin dried PT. Central Pertiwi Bahari Plant 2 shrimp Beku 19. PT. Central Pertiwi Bahari (Plant II) shrimp beku PT. Central Pertiwi Bahari (Plant III) Cooked Shrimp beku PT. Cherlie Wijaya Tuna tuna segar PT. Citradimensi Arthali froglegs beku CV. Dama Persada 1 137

163 Kapasitas ( Ton ) No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Prod. CS KD rata Danaumatano Persada Raya tuna segar tuna beku PT. Darma Bentala Darma Samudra Fishing Fish Segar Fish Beku PT. Eksindo Jaya Terang Mustika shark Cartilage dried Powder Dried 28. PT. Era Mandiri Cemerlang tuna segar tuna beku Espanyol Indonesia Mina Nusa swordfish beku (KM. Mina Jaya Niaga 03) tuna beku 30. Espanyol Indonesia Mina Nusa swordfish beku (KM. Mina Jaya Niaga 15) tuna beku 31. PT. Fajar Cakrawala Sumbindo tuna segar Fish segar PT.Firma Bagan Harapan (Fa. Bahar) Salted Dried PT. First Marine Seafoods (Ex. Hotan Jaya) shrimp beku 34. PT. Fishindo Makmur Santoso Shrimp beku CV. Freshindo Mutu Utama tuna segar tuna beku PT. Gabungan Era Mandiri Fish Segar Fish beku Gemilang Sekawan Sukses tuna segar tuna beku Pemasaran 38. PT. Halimas Mina Utama tuna Loin Segar Shrimp Beku PT. Halimas Mina Utama II Fish Beku Tuna Beku PT. Hotan Jaya Graha Shrimp Beku

164 No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR 41. PT. Indomaguro Tunas Unggul Tuna Segar Tuna Beku 42. PT. Indraloka Fish Crackers dried 43. CV. Inti Makmur Tuna Segar Fish Beku 44. PT. Intimas Surya Fish Segar Fish Beku 45. PT. Intimas Surya Fish Segar Fish Beku Kapasitas ( Ton ) Prod. CS KD Prod rata PT. Janacotama Persada 47. PT. Kedamaian Shrimp Beku PT. Kencana Jaya Abadi Tuna Segar 49. PT. Karisma Bahari Indonesia Whole Fish Beku PT. Khom Foods Breaded Shrimp Frozen PT. Korina Indah Samudra PT. Kosim Gunung Rezeki Turtle Dried PT. Lautan Bahari Sejahtera Tuna Segar Fish Beku PT. Lautan Niaga Jaya Tuna Loin Segar Steak Segar Fish Beku PT. Lautan Purnama Internusa Fish Segar PT. Lola Mina Shrimp Beku PT. Lucky Samudra Pratama Tuna Segar Tuna Steak Beku CV. Mahera PT. Makasar Mina Usaha (KM. Minajaya Niaga 02) 60. PT. Makmur Jaya Sejahtera Tuna Segar Tuna Beku PT. Mandaga Wiratama Tuna Segar Pemasaran 139

165 Kapasitas ( Ton ) No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Prod. CS KD rata 2 Tuna Steak Beku 62. PT. Maritim Bahana Sejahtera Fish Beku PT. Merto International Shrimp Beku PT. Minajaya Sehati Tuna Segar PT. Minasakti Kichitomindo Tuna Segar Tuna Beku PT. Misamas Indoco Tuna Steak Beku 67. PT. Mulia Utama Bahari (KM. Mulia 01) Fish Beku PT. Mulia Utama Bahari (KM. Mulia 03) Fish Beku 69. PT. Nagamas Sakti Perkasa Shrimp Beku Ocean Mitramas Tuna Beku (KM. Mitramas) Skipjack Beku /trip 71. Ocean Mitramas Tuna Beku (KM. Mitramas) Skipjack Beku /trip 72. Ocean Mitramas 150- Fish Beku (KM. Mitramas 5) 170/trip 73. Ocean Mitramas Tuna Beku (KM. Mitramas) Skipjack Beku PT. Panggung Enterprice Fish Beku PT. Perikanan Perken Utama PT. Pesamasindo 77. PT. Pumar Shrimp Beku CV. Rajawali Sakti Tuna Segar PT. Ramsin Raya Fish Segar Ratu Indah Miura Indonesia Tuna Segar Tuna Beku PT. Red Ribbon Indonesia Shrimp Beku Froglegs Beku Pemasaran 82. PT. Red Ribbon Indonesia Corporation Froglegs Beku

166 Kapasitas ( Ton ) No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Prod. CS KD rata PT. Rejeki Tuna Mandiri Fish Segar PT. S & D Food Indonesia Shrimp Frozen PT. Samudra Mandiri Selatan Segarindo Mina Manunggal Fish Segar Fish Beku CV. Sempurna Abadi Fish Segar PD. Sinar Abadi Salted Fish Dried 89. PT. Sumber Bahari Makmur Jelly Fish Dried Sumber Haslindo PT. Sumbindo Perintis Tuna Beku 92. Timur Jaya Cold Strorage IV Froglegs Beku Shrimp Beku PT. Tridaya Banawa Fish Beku PT. Tridaya Eramina Bahari Fish Beku PT. Tridaya Eramina Bahari Tuna Segar (Unit II) Fish Beku PT. Tri Dewi Persada Shrimp Beku PT. Tri Dewi Persada Breaded Shrimp Beku PT. Tri Kusuma Graha (KM. Aru Pearl) Shrimp Beku 99. PT. Tri Kusuma Graha (KM. Arafura Pearl) Shrimp Beku PT. Tri Kusuma Graha (KM. Banda Pearl) Shrimp Beku PT. Tri Kusuma Graha (KM. Napier Pearl) Shrimp Beku PT. Tri Kusuma Graha (KM. Seram Pearl) Shrimp Beku PT. Tri Kusuma Graha (KM. Khamsin-A) Shrimp Beku PT. Tri Kusuma Graha (KM. Evia Pearl) Shrimp Beku Pemasaran 141

167 Kapasitas ( Ton ) No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Prod. CS KD rata PT. Tri Sejati Tatafood tuna Kaleng PT. Tuna Permata Rejeki Fish Segar Fish Beku PT. Unimina Samudra Shrimp Beku Fish Beku PT. Usaha Perdana Sukses Fish Segar CV. Utama Hasil Laut Fish Segar Shrimp Segar PT. Victorindo Adi Perdana Tuna Segar 111 PT. Wira Aksara Fish Cracker Dried PT. Wirontono Baru Shrimp Beku PT. Yakin Kontrindo Laksana Fish Segar Pemasaran Keterangan : CS KD OPR Prod = Cold Storage = Kamar Dingin (Cilling Room) = Operasional = Kapasitas Terpasang 142

168 Lampiran 6. Petunjuk Instalasi Model SPK Perikanan Pertama sekali pastikan software SPK Perikanan sudah di copy ke computer. Langkah berikutnya adalah: 1. Klik icon setup untuk mulai menginstall model SPK Perikanan 2. Kemudian muncul tampilan Welcome to the SPK Perikanan installation program (seperti pada gambar di bawah). Klik OK. 3. Kemudian muncul tampilan seperti gambar berikut, klik gambar icon pada tampilan tersebut. Klik disini 143

169 4. Langkah berikutnya adalah munculnya gambar seperti berikut, tulis Program Group dan Existing Groups yang diinginkan kemudian klik Continue. 5. Apabila muncul tampilan Version Conflik, klik YES (seperti gambar berikut) 6. Kemudian muncul gambar berikut. Klik OK. 144

170 7. Kemudian muncul gambar berikut, klik ignore. 8. Langkah terakhir akan muncul tampilan berikut, klik OK. Penginstalan SPK Perikanan telah sukses dilakukan. 9. Kemudian pindahkan file-file pada Folder Data ke C:\Program Files\SPK Perikanan. Model SPK Perikanan sudah siap untuk dijalankan. 145

171 Lampiran 7. Identitas Pakar/Responden dalam Penelitian CIREBON : 1. Adang Sumarna S.Pi : Kepala Balai Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan Cirebon. Jln. Sutawinangun No. 2-Cirebon 2. Ir. Dedi Supriadi : Kepala Subdinas Perencanaan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon. Komplek Pemda Sumber Jln Sinar Murya - Cirebon 3. Yohanes Dwi Haryanto: Plant Manager PT. AGS Kabupaten Cirebon. Jln Raya Mundu - Cirebon 4. Toni Hambali S.Pi : Kepala Balai Pengembangan Pengolahan Ikan di Cirebon. Jln Sisingamangaraja No. 27 Cirebon. PELABUHAN RATU-SUKABUMI : 1. DR. Bustami Mahyudin : Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara PelabuhanRatu. Jln. Siliwangi P.O Box 22 Pelabuhan Ratu Sukabumi 2. Ir. Cecek : Kepala Subdinas Pengolahan dan Pemasaran, Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Sukabumi. Jln. Raya Cimaja-Pelabuhan Ratu Sukabumi 3. Ir. Abdul Kodir : Kepala Subdinas Perikanan Tangkap, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi. Jln. Raya Cimaja-Pelabuhan Ratu Sukabumi 4. Agus Suryadi S.Pi : Manager PT. AGB Pelabuhan-Ratu. Komplek Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu, Jln. Siliwangi-Pelabuhan Ratu Sukabumi. 146

172 CILACAP : 1. Ir. Sartono : Kepala LPPMHP Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah di Cilacap. Jln. Dr.Rajiman No. 13 Cilacap 2. Ir. Agus Sumaryanto : Kepala Seksi Penangkapan Ikan pada Balai Pengembangan Pengangkapan Ikan Cilacap. Jln Veteran Cilacaps 3. Joko Rianto S.Pi : Kepala Seksi Pengolahan dan Pemasaran pada Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap. Komplek Pelabuhan Perikanan Samodra Cilacap Jln Lingkar Timur-Cilacap. 4. Dra. Anggia Rosmila : Kepala Quality Control pada PT. Toxindo Prima. Komplek Pelabuhan Perikanan Samodra Cilacap Jln Lingkar Timur-Cilacap. DKI-Jakarta : 1. H Dayat Suntoro S.Pi : Direktur Utama PT.Tridaya Eramina Bahari. Jln Muara Baru Ujung Blok K No. 3 Penjaringan Jakarta Utara 2. Lucky A. Nugraha S.Pi : Quality Control Officer pada PT. Manggalindo Komplek Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta, Jln Muara baru Penjaringan Jakarta Utara 3. Yudi Winarsono Basuki S.Pi : Direktur PT. Sakana Makmur Abadi. Kawasan Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta, Jln Muara baru-penjaringan Jakarta Utara 4. Mudasir S.Pi : Kepala Seksi Pengolahan pada Balai Laboratorium Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan DKI-Jakarta. Jln. Pluit Murni No. 1 Penjaringan-Jakarta Utara 147

173 Lampiran 8. Identifikasi Jenis Ikan yang Tidak Diserap Industri Besar/Modern Nama lokal Nama ilmiah Nama inggris No (Local name) (Scientific name) (English name) 1 alu-alu Sphyraena barracuda Great barracuda 2 belanak Mugil cephalus Mangrove mullets 3 beloso Saurida tumbil Greater lizardfish 4 cendro Tylosurus spp Needle fish 5 cucut botol Squalus spp Dogfish shark 6 etemen/koyo Mene maculata Razor trevally, moonfish 7 gebel Platax pinnatus Batfish 8 golok-golok Chirosentrus dorab Dorab wolf heling 9 gulamah/samge Nibea albiflora Croaker 10 ikan Lidah Cynoglossus spp MTgue soles 11 ikan Setan/gindara Lepidocybium flavobrunneum Escolar 12 jangilus/pedang-pedang Xiphias gladius Swordfish 13 japuh Dussumieria acuta Rainbow sardine 14 julung-julung Hermirhamphus spp Garfish and Halfbeaks 15 kapasan Acanthopagus berda Pikey Bream 16 kembung Rastrelliger brachysoma Short-bodied Mackerel 17 kurau/senangin Eleutheronema tetradactylum Four finger treadfin 18 kuwe/putihan Caranx spp Jack trevallies 19 layaran Tetrapturus audex Indo-pacifik blue marlin 20 lemadang Coryphaena hyppurus Common Dolfinfish 21 lencam Lethrinus lentjam Emperor 22 manyung Netuma thalassina Giant catfish 23 nomei Harpadon nehereus Bombay duck 24 pari burung Myliobatus spp Eaglerays 25 peperek Leiognatus splendens Black tipped ponyfish 26 petek Leiognathus equulus Common ponyfish 27 rebon Mysis and acetes Terasi Prawn 28 selar Selaroides spp Trevallies 29 sunglir Elagatis bipinnulatus Rainbow runner 30 tembang Sardinella fimbriata Fringescale sardinella 31 terisi Nemipterus nematophorus Threadfin bream 32 tetengkek Megalaspis cordyla Torpedo scad 33 tigawaja Johnius dussumieri Bearded croaker 34 tongkol komo Euthynnus affinis Kawa-kawa 35 udang api-api Metapenaeus lysianassa Metapenaeus shrimp 148

174 ( Lampiran 8, lanjutan) gulama/samge Croaker julung-julung Garfish and Halfbeaks alu-alu Great barracuda ikan lidah MTgue soles tigawaja Bearded croaker sunglir Rainbow runner lemadang Common Dolfinfish peperek Black tipped ponyfish japuh Rainbow sardine nomei Bombay duck pari burung Eaglerays cendro Needle fish rebon Terasi Prawn tembang Fringescale sardinella udang api-api Metapenaeus shrimp 149

175 (Lampiran 8, lanjutan) kembung Short-bodied Mackerel tetengkek Torpedo scad selar Trevallies tongkol komo Kawa-kawa belanak Mangrove mullets beloso Greater lizardfish cucut Dogfish shark terisi Threadfin Bream jangilus/pedang-pedang Swordfish kurau/senangin Four finger treadfin kuwe/putihan Jack trevallies layaran Sailfish lencam Emperor llll manyung Marine catfish golok-golok Wolf herring 150

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT 36 IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT Wilayah utara Jawa Barat merupakan penghasil ikan laut tangkapan dengan jumlah terbanyak di Propinsi Jawa Barat. Pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

Ikan Sebelah. Manyung 1 680,00 0,00 232,00 0,00 292,00 385,00 0,00 218,00 0,00 253,00 37,00 0,00 209,00 23,00 314,00 31,00 0,00 32,00 0,00 31,00

Ikan Sebelah. Manyung 1 680,00 0,00 232,00 0,00 292,00 385,00 0,00 218,00 0,00 253,00 37,00 0,00 209,00 23,00 314,00 31,00 0,00 32,00 0,00 31,00 Tabel Table Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan dan di Provinsi (Ton), 2016 Quantity of Marine Fisheries Production by Type and in Province (Ton), 2016 Manyung Ikan Sebelah Ekor Kuning /Pisangpisang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian lndonesia memegang peran yang cukup penting, mengingat potensi sumberdaya ikan tuna di perairan lndonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sektor perikanan Indonesia cukup besar. Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km 2 (perairan nusantara dan teritorial 3,1 juta km 2, perairan ZEE

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: ht tp :// w w w.b p s. go.id Katalog BPS: 5402003 PRODUKSI PERIKANAN LAUT YANG DIJUAL DI TEMPAT PELELANGAN IKAN 2008 ISSN. 0216-6178 No. Publikasi / Publication Number : 05220.0902 Katalog BPS / BPS Catalogue

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG Oleh : FIRMAN SANTOSO C54104054 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) 1 Nurintang dan 2 Yudi ahdiansyah 1 Mahasiswa Manajemen

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konstelasi sistem agribisnis perikanan, pasar merupakan salah satu komponen penting yang menjadi ujung tombak bagi aliran komoditas perikanan setelah dihasilkan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGANTAR ILMU PERIKANAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Bumi Yang Biru begitu Kecilnya dibandingkan Matahari Bumi, Planet Biru di antara Planet lain The Blue Planet 72 % Ocean and 28 % Land Laut Dalam Al Qur

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 TENTANG ESTIMASI POTENSI SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Hasil tangkapan di PPS Belawan idistribusikan dengan dua cara. Cara pertama adalah hasil tangkapan dari jalur laut didaratkan di PPS Belawan didistribusikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya kelautan dan perikanan menyebabkan munculnya suatu aktivitas atau usaha di bidang perikanan sesuai dengan kondisi lokasi dan fisiknya. Banyak penduduk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di lain pihak, Dahuri (2004) menyatakan bahwa potensi perikanan tangkap di laut

I. PENDAHULUAN. Di lain pihak, Dahuri (2004) menyatakan bahwa potensi perikanan tangkap di laut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia sangat memungkinkan. Hal ini didasarkan atas potensi sumberdaya yang cukup besar dan

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT 1 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia, Kamis, 21 November 2007 Oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan dan industri yang bergerak dibidang perikanan memiliki potensi yang tinggi untuk menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut didukung dengan luas laut Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim. Sebagai wilayah dengan dominasi lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di bidang perikanan dan kelautan.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAJIAN FASILITAS DAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DALAM MENUNJANG INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT SUMIATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Proyek Kalimantan Timur merupakan salah satu dari empat provinsi di Kalimantan. Kalimantan Timur ini merupakan profinsi terluas kedua di Indonesia,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan laut Indonesia yang tersebar pada hampir semua bagian perairan laut Indonesia yang ada seperti pada perairan laut teritorial, perairan laut nusantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia. Sektor Perikanan dan Kelautan adalah salah satu sektor andalan yang dijadikan pemerintah sebagai salah

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan, 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan, yang terbentang di katulistiwa di antara dua benua : Asia dan Australia, dan dua samudera : Hindia dan Pasifik,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang termaktub pada pasal 117, yang berbunyi : "Ibukota Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan terutama diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteran nelayan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o 49-107 o 00 Bujur Timur dan mempunyai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP BERORIENTASI BLUE ECONOMY

PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP BERORIENTASI BLUE ECONOMY Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap PEBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP BERRIENTASI BLUE ECNY Disampaikan dalam kegiatan Pencanangan Bulan utu dan Keamanan Hasil Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan Indonesia sangat besar dimana luas perairan Indonesia sebesar 2 per 3 luas daratan. Luas wilayah daratan Indonesia mencakup 1.910.931,32

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Dengan panjang garis pantai sekitar 18.000 km dan jumlah pulau

Lebih terperinci

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN Dionisius Bawole *, Yolanda M T N Apituley Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Iin Solihin 1, Sugeng Hari Wisudo 1, Joko Susanto 2 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan penting bagi pembangunan nasional. Peranan sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional terutama adalah menghasilkan bahan pangan protein hewani,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 187-191 ISSN : 2355-6226 BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Yonvitner Departemen Manajemen

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA

PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA Excellent Commodity-Based Development of Capture Fishery in North Halmahera Daud 1, Budhi H. Iskandar 2, Mulyono

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan yang salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman biota laut (perikanan dan kelautan). Dengan luas wilayah perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CILACAP

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CILACAP ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CILACAP Location Quotient (LQ) Analysis for Primer Fish Determination Fisheries Capture at Cilacap Regency

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang lndonesia adalah negara kepulauan dan maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu sepanjang 81.000 km dan dengan jumlah pulau kurang lebih 17.508 pulau serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah yang termasuk ke dalam pesisir laut di Sumatera Utara adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah 5.625 km 2. Posisinya sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah dalam penelitian, serta pada bagian akhir sub bab juga terdapat sistematika penulisan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci