KAJIAN AKADEMIK PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN KUNDUR PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN AKADEMIK PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN KUNDUR PROVINSI KEPULAUAN RIAU"

Transkripsi

1 KAJIAN AKADEMIK PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN KUNDUR PROVINSI KEPULAUAN RIAU Oleh : Oksep Adhayanto, Bismar Arianto, Winata Wira Candra Joe Koenawan, Nanik Rahmawati, Sayed Fauzan, Okparizan Tim Peneliti Pusat Studi Politik Lokal dan Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Abstract Based on Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 78 Year 2007 on Procedures for the Establishment, Abolition, and the incorporation of regional, regional expansion is breaking provincial or district / city into two or more regions. Referring to this Regulation can conclude regional division is forming a new area of autonomous or separate from the parent both provincial and district / city. Normatively a regional effort to break away from the parent to form a new autonomous regions is reasonable and justifiable in principle, to the extent consistent with the mechanism / procedure set out in legislation. Academic study formation Kundur Island Regency is done scientifically, is expected to produce an objective analysis and accountable, so it can be a material consideration in decisions regarding the planned formation of this new candidate. Key word : Kundur Island Regency, Academic study, Procedures for the Establishment A. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Merujuk pada Peraturan Pemerintah ini maka dapat disimpulkan pemekaran daerah adalah membentuk daerah baru yang otonom atau terpisah dari daerah induk baik provinsi maupun kabupaten/kota. Sejarah era pemekaran daerah di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat fase yaitu era perjuangan kemerdekaan ( ), era demokrasi terpimpin dan orde lama ( ), era orde baru ( ) dan era reformasi (1999-sekarang). (Said Saile, 2009 : 24-27) Pasca tumbang rezim otoritarian yang dipimpin oleh Soeharto pada tahun 1998 fenomena pemekaran daerah di Indonesia semakin berkembang. Sejak tahun 1999 sampai tahun 2011, untuk tingkat provinsi telah terbentuk sebanyak 7 provinsi baru dan tingkat kabupaten/kota terbentuk 142 kabupaten/kota. (Bappeda Prov. Riau, 2011) Meskipun adanya moratorium pemekaran daerah hingga tahun 2025, namun hingga kini masih banyak daerah di Indonesia yang berniat membentuk daerah otonom baru. Seperti yang terjadi di Provinsi Kepulauan Riau yang dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1 Wacana Pemekaran Daerah di Wacana/Gerakan No Kab/Kota Induk Pemekaran 1 Bintan Bintan Utara 2 Karimun Kepulauan Kundur 3 Lingga Dabo Singkep 4 Natuna Pulau Tujuh Sumber: Data olahan Tahun 2012 Sebagai perbandingan kondisi yang sama juga terjadi di Provinsi Riau, dimana masih terdapat daerah yang terus berjuang untuk memekarkan diri menjadi daerah otonom baru. Gerakan tersebut terus bergulir ditengah-tengah masyarakat. Berikut akan ditampilkan beberapa gerakan pemekaran daerah di Provinsi Riau.

2 Rekonstruksi Nilai-nilai Masyarakat Lokal dalam Semangat Otonomi Daerah Menuju Penguatan Sistem Hukum Nasion Tabel 2 Gerakan Pemekaran Daerah di Provinsi Riau No Kab/Kota Induk Wacana/Gerakan Pemekaran 1 Kabupaten Bengkalis Kabupaten Mandau 2 Kampar Kampar Kiri dan Tapung 3 Rokan Hulu Rokan Darussalam 4 Indragiri Hilir Indargiri Hilir Selatan dan Kota Tembilahan Sumber : Data Olahan Penjelasan dilatar belakang ini sudah menggambarkan bahwa jumlah pemekaran daerah di Indonesia pasca reformasi terus meningkat. Berbagai daerah di Indonesia terus berupaya untuk menjadi daerah otonom baru. Berbicara lebih dalam tentang pemekaran daerah tentunya terdapat pihak yang pro dan kontra. Sikap pro dan kontra yang ditunjukkan di berbagai kalangan, perdebatan antara manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh pemekaran wilayah. Secara normatif adanya upaya daerah yang ingin memisahkan diri dari daerah induk untuk membentuk daerah otonom baru adalah hal yang wajar dan secara prinsip dibenarkan sepanjang sesuai dengan mekanisme/prosedur yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Kajian akademik pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur ini dilakukan secara ilmiah, diharapkan dapat menghasilkan analisis yang obyektif dan akuntabel, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai rencana pembentukan calon kabupaten baru ini. B. Tujuan Kajian Kajian akademik pembentukan Kabupaten Kepuluan Kundur ini bertujuan ; 1. Menganalisis potensi wilayah calon Kabupaten Kepulauan Kundur. 2. Menganalisis kemungkinan pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur sesuai dengan indikator dalam PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. 3. Menganalisis kelayakan pemekaran pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur dari sisi biaya dan manfaat. C. Tinjauan Teoritis C.1. Otonomi Daerah Secara etimologi istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri) dan nomos (pemerintahan) 275 atau undang-undang. Oleh karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri. Dengan demikian pengertian secara istilah otonomi daerah adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/ daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri. Otonomi Daerah dapat diartikan sebagai pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya menurut prakarsa dan aspirasinya dengan menyelenggarakan seluruh urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. ( Haryo Sasongko, 2001 : 12) Pada dasarnya tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Untuk dapat melaksanakan tujuan tersebut maka kepada daerah perlu diberikan kewenangan-kewenangan untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya. Keberadaan otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di samping itu otonomi daerah diorientasikan untuk menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat agar bisa meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal. (Syaukani, 2000 : 78) Perjalanan otonomi daerah di Indonesia sudah dimulai sejak bangsa ini merdeka tahun 1945, hal ini tertuang dalam Undang-undang No 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah. Di mana dalam Undang-undang ini mengamanat ada pembentukan Komite Nasional Daerah di berbagai daerah di Indonesia. Jika ditelusuri lebih jauh Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1903 telah mempelopori Undang-undang tentang Desentralisasi. (B.N Marbun, 2010) Undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah yang pernah berlaku di Indonesia berikutnya adalah UU Nomor 22 tahun 1948, UU Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, UU Nomor 18 Tahun 1965, UU 5 tahun 1974, UU Nomor 5 Tahun 1979, UU Nomor 22 Tahun 1999, UU Nomor 32 tahun Perjalan otonomi daerah di Indonesia sangat tergantung pada kepada keputusan yang di ambil oleh rezim yang berkuasa. C.2. Konsep dan Pengertian Pemekaran Daerah Sebelum masuk pada defenisi pemekaran daerah

3 276 perlu ditetapkan terlebih dahulu tentang penggunaan istilah pemekaran daerah dan pemekaran wilayah untuk menjelaskan tentang terbentuknya daerah otonom baru di Indonesia. Karena ada yang menyebut istilah pemekaran wilayah dan disebagian referensi lainnya menggunakan istilah pemekaran daerah. Dalam kajian ini menggunakan istilah pemekaran daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Dalam hal pemekaran ini dapat berupa pembentukan daerah yaitu pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota. Penghapusan daerah yaitu pencabutan status sebagai daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota dan penggabungan daerah yang merupakan penyatuan daerah yang dihapus ke dalam daerah lain yang bersandingan. Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur Menurut HR. Makagansa istilah pemekaran lebih cocok untuk mengekspresikan proses terjadinya daerahdaerah baru yang tidak lain adalah proses pemisahan diri dari suatu bagian wilayah tertentu dari sebuah daerah otonom yang sudah ada dengan niat hendak mewujudkan status administrasi baru daerah otonom. (Makagansa, 2008) Pendapat lain dikemukan oleh Arif Roesman Effendy, yang mengatakan pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah. (Roesman Effendy, USAID) Kajian tentang pemaknaan pemekaran daerah pernah dilakukan Syafarudin pada tahun 2009, dalam kajian tersebut dikumpulkan berbagai makna politik tentang pemekaran daerah yang dilakukan oleh berbagai peneliti sebelumnya, makna politik dari berbagai kajian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: (Syafaruddin, 2009) Tabel 3 Makna Politik Pemekaran Daerah No Aneka Makna Politik Uraian Penjelasan 1 Politik memecah belah Pemekaran daerah merupakan upaya pemerint ah pusat (disokong juga konsentrasi oleh elite daerah) untuk memisahkan atau memecah belah konsentrasi, separatis sisa-sisa, dan bibit sparatis yang mungkin ada dan akan muncul. Politik model ini ditengarai para peneliti diterapkan di daerah Aceh dan Papua. 2 Politik percepatan pembangunan Pemekaran daerah merupakan upaya (pusat dan daerah) untuk melakukan percepatan pembangunan yakni meningkatkan kesejahteraan, layanan publik, infrastruktur, dan pertumbuhan perekonomian. Politik model ini mengacu kepada tujuan pemekaran yang diatur dalam PP 129/2000 dan PP 78/ Politik desentralisasi Pemekaran daerah merupakan upaya (pusat dan daerah) untuk melaksanakan dan menduplikasi politik desentralisasi. Politik desentralisasi bermakna penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah dan juga bermakna pembagian kewenangan daerah induk ke daerah pemekaran baru. Politik desentralisasi di sini belum bermakna pelibatan civil society dan economic society untuk ikut mengelola pemerintahan secara seimbang. 4 Politik menjaga integrasi NKRI 5 Politik peningkatan kesejahteraan Pemekaran daerah merupakan instrumen pusat (yang didukung daerah) untuk menjaga agar NKRI tetap utuh. Pemekaran daerah pada intinya menata hubungan ekonomi dan politik antara pusat dan daerah. Pusat setuju asalkan daerah jangan minta merdeka. Politik model ini ditengarai para peneliti diterapkan di daerah kaya sumber daya alam khusunya di daerah Aceh dan Papua. Pemekaran daerah merupakan upaya (pusat dan daerah) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Politik model ini mengacu kepada salah satu tujuan pemekaran daerah yang diatur dalam PP 129/2000 dan PP 78/2007.

4 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur Politik peningkatan layanan Pemekaran daerah merupakan upaya (pusat dan daerah) untuk publik meningkatkan layanan publik bagi masyarakat. Layanan publik ters ebut berwujud barang atau jasa. Politik model ini mengacu kepada salah satu tujuan pemekaran daerah yang diatur dalam PP 129/2000 dan PP 78/ Politik desentralisasi Penjelasannya sama dengan nomor 3. 8 Politik mengatasi rentang kendali Pemekaran dae rah merupakan upaya (pusat dan daerah) untuk mendekatkan jarak pemerintah daerah dengan rakyat. Dengan demikian diharapkan pemerintah lebih respon dan tanggap terhadap persoalan dan kebutuhan rakyat. Politik model ini mengacu kepada salah satu tujuan pemekaran daerah yang diatur dalam PP 129/2000 dan PP 78/ Politik pembangunan wilayah Penjelasannya hampir sama dengan penjelasan nomor 2. Namun, makna ini lebih ditekankan kepada pembangun wilayah di luar pulau Jawa, termasuk pembangunan wilayah di daerah-daerah terpencil di perbatasan. 10 Politik percepatan pembangunan 11 Politik kelembagaan (aspirasi forum desa) Penjelasannya sama dengan nomor 2. Pemekaran daerah merupakan bentuk perwuju dan dari penyerapan dan pelaksanaan aspirasi forum -forum desa yang mengusulkan pemekaran daerah. Hal ini sebenarnya sesuai dengan prosedur pemekaran yang diatur dalam PP 78/2007 yang menjelaskan bahwa usulan pemekaran harus berasal dari level desa yakni keputusan BPD. 12 Politik identitas etnis Maraknya tuntuta n dan pemekaran daerah (pertahun rata -rata terbentuk daerah otonomi baru) merupakan wujud mengentalkan identitas etnis di sebuah wilayah. Etnis tersebut, bisa meliputi etnis asli, etnis pendatang, etnis tua, dan etnis muda. Masin -masing etnis membent uk wilayah administrasi sendiri. 13 Politik identitas agama Pemekaran daerah (pembentukan daerah otonomi baru) merupakan upaya untuk memunculkan kejelasan identitas agama dominan dalam sebuah wilayah administrasi. Politik model ini ditengarai peneliti mar ak dilakukan di daerah Maluku dan Poso. 14 Politik kontestasi elite lokal Pemekaran daerah merupakan dampak kontestasi elite lokal. Elite lokal yang kalah bersaing di pilkada, tidak mendapat kursi di DPRD, dan 15 Politik pengembalian kejayaan sejarah Pemekaran daerah merupakan upaya mengembalikan kejayaan sejarah daerah tersebut. Kasus ini terjadi di Pemekaran Sambas. Elite Sambas

5 278 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur Sumber : dalam Syafarudin, 2009 Berdasarkan tabel di atas, kajian makna politik pemekaran daerah yang dilakukan oleh Syafarudin hasil identifikasi, inventarisasi, pemetaan, dan penjelasannya, maka makna politik yang dominan mengenai pemekaran daerah adalah (a) politik percepatan pembangunan; (b) politik identitas etnis/agama; dan (c) politik kontestasi elite lokal. Sedangkan makna politik yang dorman (minoritas) mengenai pemekaran adalah (a) politik integrasi; (b) politik uang; dan (c) politik partai memenangkan pemilu. Penjelasan ini menunjukkan bahwa secara politik pemekaran daerah ada yang memaknai secara positif tetapi ada juga yang memaknainya secara negatif. Tetapi secara prinsip tujuan daerah dimekarkan itu adalah untuk mempercepat proses pembangunan, memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, melakukan pemberdayaan masyarakat dan lain sebagainya. Makna politik pemekaran daerah cendrung negatif disebabkan oleh perilaku sebagian elit daerah. Kajian yang dilakukan oleh Syafarudin juga memetakan aneka makna politik pemekaran daerah ke dalam tujuh regional. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4 Pemetaaan Regional Aneka Makna Politik Pemekaran Daerah

6 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur 279 Sumber : dalam Syafarudin, 2009 Dari pemetaan tersebut terlihat seluruh Regional/ Wilayah Kepulauan di Indonesia makna politik pemekaran daerah di Indonesia dua teratias semuanya memaknai politik percepatan pembangunan dan politik desentralisasi. Data ini menunjukkan trend yang posistif dari pemekaran daerah di Indonesia. C.3. Tinjauan Kajian Tentang Pemekaran Daerah Banyak hasil kajian yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga/institusi baik pemerintah maupun swasta tentang pelaksanaan pemekaran daerah di Indonesia. Mulai dari pertimbangan atau alasan daerah meminta untuk dimekarkan hinga dampak dari pemekaran daerah itu sendiri. Beberapa faktor penyebab terjadinya pemekaran diantaranya adalah (a) faktor-faktor pendorong seperti (1) faktor kesejarahan, (2) faktor tidak meratanya pembangunan, (3) rentang kendali pelayanan publik yang jauh, dan (4) tidak terakomodasinya representasi politik dan (b) faktor penarik, yaitu kucuran dana (fiskal) dari pusat. Sedangkan faktor yang memfalisilitasi munculnya pemekaran di antaranya adalah: (1) Proses persiapan untuk mekar, (2) Political crafting oleh para elite; (3) Kondisi perpolitikan nasional; dan (4) faktor tuntutan keamanan daerah perbatasan. (Murtir Jeddawi, 2009 : 115) Menurut Muhtar Haboddin, dkk booming desentralisasi di masa reformasi adalah terjadinya proses pemekaran terutama di luar Pulau Jawa dan Madura. Di antara teritorial reform yaitu pemekaran, penggabungan dan penghapusan daerah, pemekaran daerah lebih menarik karena dampak dari pemekaran daerah banyak membuka peluang bagi masuknya pejabatpejabat baru, ataupun jabatan politik. Alasan utama dari pemekaran daerah di antaranya, peningkatan kesejahteraan, peningkatan pelayanan publik yang sering kali mengemuka dan menutupi motif-motif lain, terutama motif politik yang menjadi kunci utama dari pemekaran daerah. (Retnaningsih, 2008) Berbicara tentang pemekaran daerah ada dampak positif dan negatif dari pemekaran. Dampak positif secara normatif adanya pemekaran daerah otonom, dari pendekatan lokal, akses percepatan pelayanan masyarakat akan dapat semakin cepat, karena lebih dekat dengan masyarakat. Dampak positif lainnya, alokasi dana dari daerah induk dan pemerintah pusat senantiasa ada (walaupun dari pandangan daerah induk dan pemerintah pusat dianggap sebagai beban) kalau dikelola dengan baik oleh daerah baru maka akan memberikan implikasi positif bagi masyarakat. Dampak negatif dari pemekaran daerah, banyak pihak menyimpulkan bahwa kebijakan pemekaran

7 280 daerah otonom di era reformasi mengalami kegagalan, antara lain karena pemekaran daerah tidak dapat menjawab kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Menurut Eko Prasojo (2009) persoalan pemekaran bukan hanya dominasi kepentingan politik, akan tetapi akibat inkonsistensi pemerintah pusat dalam penerapan mengenai pemekaran. C.4.Kriteria dan Syarat Pemekaran dan Penggabungan Wilayah Secara terperinci proses pemekaran daerah di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Berkaitan dengan pemekaran kabupaten dalam Pasal 4 ditegaskan bahwa pembentukan daerah kabupaten/kota harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Adapun syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota yang harus dipenuhi meliputi: a) Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; b) Keputusan Bupati/Walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; c) Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; d) Keputusan Gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan rekomendasi Menteri. e) Keputusan DPRD kabupaten/kota diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat. Sedangkan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. Syarat fisik kewilayahan bagi calon daerah pemekaran meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Pembentukan kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan. Adapun tahapan pembentukan daerah baru di Indonesia adalah sebagai berikut: a) Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan; b) Keputusan DPRD kabupaten/kota berdasarkan Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur aspirasi sebagian besar masyarakat setempat; c) Bupati/Walikota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam bentuk keputusan Bupati/ Walikota berdasarkan hasil kajian daerah; d) Keputusan masing-masing Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan kepada Gubernur dengan melampirkan: 1. Dokumen aspirasi masyarakat; dan 2. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan Bupati/Walikota; a) Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan provinsi sebagaimana yang diusulkan oleh Bupati/Walikota dan berdasarkan hasil kajian daerah, usulan pembentukan provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD provinsi; b) Setelah adanya keputusan persetujuan dari DPRD provinsi, Gubernur menyampaikan usulan pembentukan provinsi kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan: 1. Hasil kajian daerah; 2. Peta wilayah calon provinsi; 3. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan Bupati/Walikota; 4. Keputusan DPRD provinsi. Berkaitan dengan penghapusan dan penggabungan daerah di Indonesia secara yuridis ketentuannya adalah sebagai berikut: a) Daerah otonom dapat dihapus, apabila daerah yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah; b) Penghapusan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan evaluasi kemampuan penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan mempertimbangkan aspek kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik dan daya saing daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c) Daerah yang dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digabungkan dengan daerah lain yang bersandingan berdasarkan hasil kajian. Kajian penyusunan naskah akademik Pembentukan Kabupaten Kepuluan Kudur ini berpijak pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Berdasarkan peraturan ini ada penilaian syarat teknis yang terdiri dari 11 faktor dan 35 indikator. Secara terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :

8 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur 281 Tabel 5 Faktor dan Indikator Dalam Rangka Pembentukan Daerah Otonom Baru FAKTOR 1. Kependudukan 1. Jumlah penduduk. 2. Kepadatan penduduk. INDIKATOR 2. Kemampuan Ekonomi 3. PDRB non migas perkapita. 4. Pertumbuhan ekonomi. 5. Kontribusi PDRB non migas. 3. Potensi daerah 6. Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per penduduk. 7. Rasio kelompok pertokoan per penduduk. 8. Rasio pasar per penduduk 9. Rasio sekolah SD per penduduk usia SD. 10. Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP. 11. Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA. 12. Rasio fasilitas kesehatan per penduduk. 13. Rasio tenaga medis per penduduk. 14. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor. 15. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga. 16. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor. 17. Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA te rhadap penduduk usia 18 tahun ke atas. 18. Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas. 19. Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk 4. Kemampuan Keuangan 20. Jumlah PDS. 21. Rasio PDS terhadap jumlah penduduk. 22. Rasio PDS terhadap PDRB non migas. 5. Sosial Budaya 23. Rasio sarana peribadatan per 10,000 penduduk. 24. Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk. 25. Jumlah balai pertemuan. 6. Sosial Politik 26. Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif penduduk yang mempunyai hak pilih. 27. Jumlah organisasi kemasyarakatan. 7. Luas Daerah 28. Luas wilayah keseluruhan. 29. Luas wilayah, efektif yang dapat dimanfaatkan 8. Pertahanan 30. Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah. 31. Karakteristik wilayah, dilihat dari sudut pandang pertahanan. 9. Keamanan 32. Rasio jumlah personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk. 10. Tingkat Kesejahteraan 33. Indeks Pembangunan Manusia. masyarakat 11. Rentang Kendali 34. Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi atau kabupaten/kota) 35. Rata -rata waktu perjalanan dari kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi atau kabupaten / kota). Sumber : Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Setiap faktor dan indikator yang menjadi penilian teknis tersebut di hitung dengan cara yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun Setiap faktor dan indikator mempunyai bobot yang berbeda-beda sesuai dengan perannya dalam pembentukan daerah otonom.

9 282 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur Tabel 6 Bobot Masing-Masing Faktor Dan Indikator No Faktor Dan Indikator Bobot 1 Kependudukan Jumlah penduduk Kepadatan penduduk. 5 2 Kemampuan Ekonomi PDRB non migas perkapita Pertumbuhan ekonomi Kontribusi PDRB non migas. 5 3 Potensi daerah Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per penduduk Rasio kelompok pertokoan per penduduk Rasio pasar per penduduk 1 4. Rasio sekolah SD per penduduk usia SD Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA Rasio fasilitas kesehatan per penduduk Rasio tenaga medis per penduduk Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor. 10. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas. 13. Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas. 14. Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk. 1 4 Kemampuan Keuangan Jumlah PDS Rasio PDS terhadap jumlah penduduk Rasio PDS terhadap PDRB non migas. 5 5 Sosial Budaya 5 1. Rasio sarana peribadatan per 10,000 penduduk Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk Jumlah balai pertemuan

10 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur 283 Sumber : Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Nilai indikator adalah hasil perkalian skor dan bobot masing-masing indikator. Kelulusan ditentukan oleh total 6 Sosial Politik nilai seluruh indikator dengan kategori: 5 1. Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif penduduk yang Tabel mempunyai 7 hak 3 pilih. Tabel Kelulusan Daerah Otonom Baru 2. Jumlah organisasi kemasyarakatan 2 7 Luas Daerah Total Nilai 5 Kategori Keterangan 1. Luas wilayah keseluruhan Seluruh Indikator 2 2. Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan. 3 Sangat Mampu 420 s/d 500 rekomendasi 8 Pertahanan 5 1. Rasio Mampu jumlah personil aparat pertahanan terhadap 340 luas wilayah s/d rekomendasi 2. Karakteristik Kurang Mampu wilayah, dilihat dari sudut pandang 260 pertahanan. s/d Ditolak 9 Keamanan 5 Tidak Mampu 180 s/d 259 Ditolak 1. Rasio jumlah personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk Tingkat Kesejahteraan Sangat Tidak masyarakat Mampu 100 s/d Ditolak Indeks pembangunan manusia 5 Rentang Sumber Kendali : Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan pusat pemerintahan (provinsi 2 atau Suatu kabupaten/kota) calon daerah otonom direkomendasikan Usulan pembentukan daerah otonom baru ditolak 2. Rata-rata menjadi daerah waktu perjalanan otonom baru dari kabupaten/kota apabila calon atau daerah kecamatan apabila ke pusat calon daerah otonom 3 atau daerah induknya pemerintahan otonom dan daerah (provinsi induknya atau kabupaten (setelah / kota). pemekaran) (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh mempunyai total nilai seluruh TOTAL indikator dengan kategori indikator dengan kategori kurang 100 mampu, tidak mampu sangat mampu ( ) atau mampu ( ) serta dan sangat tidak mampu dalam menyelenggarakan perolehan total nilai indikator faktor kependudukan (80-100), otonomi daerah, atau perolehan total nilai indikator faktor faktor kemampuan ekonomi (60-75), faktor potensi daerah kependudukan kurang dari 80 atau faktor kemampuan (60-75) dan faktor kemampuan keuangan (60-75). ekonomi kurang dari 60, atau faktor potensi daerah

11 284 kurang dari 60, atau faktor kemampuan keuangan kurang dari 60. D. Hasil Penelitian D.1. Rekapitulasi Penghitungan Indikator Rencana Pemekaran Kabupaten Kepulauan Kundur Selanjutnya gambaran calon Kabupaten Kepulauan Kundur dengan merujuk pada variabel-variabel dan indikator-indikator PP No.78 Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8 Gambaran Kondisi Calon Kabupaten Kepulauan Kundur Berdasarkan Data Olahan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 No Faktor Indikator 1. Kependudukan Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk 2. Kemampuan Ekonomi PDRB Non Migas Perkapita Pertumbuhan Ekonomi Kontribusi PDRB Non Migas 3. Potensi Daerah Rasio Bank dan lembaga keuangan non bank per penduduk Rasio Kelompok Pertokoan per penduduk Rasio pasar per penduduk Rasio sekolah SD per penduduk usia SD Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA Rasio fasilitas kesehatan per penduduk Rasio tenaga medis per penduduk Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk 4. Kemampuan Keuangan Jumlah PDS Rasio PDS terhadap jumlah penduduk Rasio PDS terhadap PDRB non migas 5. Sosial Budaya Rasio sarana peribadatan per penduduk Rasio fasilitas lapangan ola hraga per penduduk Jumlah balai pertemuan 6. Sosio Politik Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif penduduk yang mempunyai hak pilih Jumlah organisasi kemasyarakatan 7. Luas Daerah Luas wilayah keseluruhan Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan 8. Pertahanan Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah Karakteristik wilayah, dilihat dari sudut pandang pertahanan 9. Keamanan Rasio jumlah personil keamanan terhadap jumlah penduduk Nilai Calon Kabupaten Kundur Kepulauan ,86/Km² ,82 7,88 % 2,69 % 3,21 134,7024 0, , , , , , ,71 81,28 12,41056 Km 11, , , ,318,726, , ,46 29, , , Buah 5.844,62 Km² 266,5 ha 0, , Tingkat Kesejahteraan Indeks Pembangunan Manusia 73,15 Manusia 11. Rentang Kendali Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi atau kabupaten/kota) Rata-rata waktu perjalanan dari kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi atau kabupaten/kota) 42, menit Sumber Data : Hasil Penelitian 2012 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur

12 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur D.2. Penilaian Kelayakan Rencana Pemekaran Kabupaten Kepulauan Kundur Berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007 disebutkan bahwa penilaian atau proses scoring terhadap indikator dilakukan dengan dua cara yaitu melalui metode kuota dan metode rata-rata, yaitu membandingkan nilai daerah induk dan calon daerah baru terhadap rata-rata daerah Tabel 9 Rekapitulasi Penghitungan Indikator Rencana Pemekaran Kabupaten Kepulauan Kundur 285 selevel di sekitarnya. Untuk menilai calon Kabupaten Kepulauan Kundur data-data tentang indikator-indikator Kabupaten Kepulauan Kundur dan kabupaten induk Kabupaten Karimun dibandingkan dengan rata-rata nilai dari dua kabupaten di. Hasil dari penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.38 dan tabel 4.39 di bawah ini, yang menggambarkan hasil penilaian berdasarkan PP No. 78 Tahun No Faktor Dan Indikator Bobot Skor 1. Kependudukan Bobot X Skor Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Kemampuan Ekonomi Subtotal Skor Faktor Kependudukan 100 PDRB Non Migas Perkapita Pertumbuhan Ekonomi Kontribusi PDRB Non Migas Potensi Daerah Subtotal Skor Faktor Kemampuan Ekonomi 75 Rasio Bank dan lembaga keuangan non bank per penduduk Rasio Kelompok Pertokoan per penduduk Rasio pasar per penduduk Rasio sekolah SD per penduduk usia SD Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA Rasio fasilitas kesehatan per penduduk Rasio tenaga medis per penduduk Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas 1 3 3

13 286 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur

14 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur 287 Sumber : Data Penelitian 2012 Dari tabel di atas kita lihat bahwa skor total calon Kabupaten Kepulauan Kundur sementara berdasarkan data terakhir yang diperoleh adalah sebesar 411 (masuk kategori mampu), dengan perolehan total nilai per indikator sebagai berikut: 1. Faktor kependudukan sebesar Faktor ekonomi sebesar Faktor potensi daerah sebesar Faktor kemampuan keuangan sebesar Faktor sosial budaya sebesar Faktor sosial politik sebesar Faktor luas daerah sebesar Faktor pertahanan sebesar Faktor keamanan sebesar Faktor tingkat kesejahteraan sebesar Faktor rentang kendali sebesar 15 Sebagai bahan perbandingan hasil perhitungan dengan persyaratan dalam PP No. 78 Tahun 2007 untuk kabupaten induk Kabupaten Karimun dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 10 Hasil Penilaian Indikator Untuk Kabupaten Induk Karimun

15 288 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur

16 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur 289 Sumber : Data Penelitian 2012 No Faktor Berdasarkan tabel di atas kita lihat bahwa skor total Kabupaten Karimun sebagai kabupaten induk, sementara berdasarkan data terakhir yang diperoleh adalah sebesar 425 (masuk kategori sangat mampu). Bila merujuk kepada syarat penerimaan atau penolakan pemekaran Persyaratan daerah menurut Hasil PP Perhitungan No.78 tahun 2007 yang menyatakan untuk bahwa usulan Calon pembentukan Kab. daerah otonom baru Dimekarkan ditolak apabila calon Kepuluan daerah Kundur otonom atau daerah induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori kurang Kependudukan mampu (skor total: ), tidak mampu (skor total: ) dan sangat tidak mampu (skor total: ) dalam menyelenggarakan otonomi daerah, atau perolehan total nilai indikator faktor kependudukan kurang dari 80 atau faktor kemampuan ekonomi kurang dari 60, atau faktor potensi daerah kurang dari 60, atau Hasil Perhitungan faktor kemampuan keuangan kurang dari 60. Kab. Hasil Induk penilaian Kab. Karimun terhadap calon Kabupaten Kepulauan Kundur dan Kabupaten Karimun sebagai kabupaten induk dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 11 Perbandingan Hasil Perhitungan dengan Persyaratan dalam PP No. 78 Tahun 2007 untuk Calon Kabupaten dan Kabupaten Induk 2 Kemampuan ekonomi Potensi daerah Kemampuan keuangan Skor total Sumber : data penelitian 2012

17 290 Berdasarkan data di atas skor total calon Kabupaten Kepulauan Kundur berjumlah 411, masuk kategori Mampu. Kemudian empat faktor determinasi untuk menilai kelayakan pemekaran suatu daerah, yakni (1) Indikator Kependudukan, (2) Indikator Kemampuan Ekonomi, (3) Indikator Potensi Daerah, dan (4) Indikator Kemampuan Keuangan juga melawati nilai yang disyaratkan. Kabupaten induk skor totalnya berjumlah 425, masuk kategori Sangat Mampu. Empat faktor determinasi juga melewati nilai yang disyaratkan. E. Kesimpulan Hasil kajian akademik pembentukan calon Kabupaten Kepulauan Kundur Provinsi Kepuluaun Riau berdasarkan penilai teknis menurut PP No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, skor totalnya berjumlah 411 dengan katagori mampu, peroleh faktor penentu untuk total nilai indikator faktor kependudukan sebesar 100, faktor ekonomi 75, faktor potensi daerah 69 dan faktor kemampuan keuangan 45 Penilaian teknis kabupaten induk Kabupaten Karimun berdasarkan data yang diperoleh adalah sebesar 425 dengan katagori mampu, dengan perolehan total nilai indikator faktor kependudukan sebesar 100, faktor ekonomi 75, faktor potensi daerah 63 dan faktor kemampuan keuangan 60. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan penilaian teknis menurut PP No. 78 Tahun 2007 calon Kabupaten Kepulauan Kundur dinyatakan layak untuk dijadikan daerah otonom. Karena pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur total nilai kabupaten induk Kabupaten Kepulauan Karimun juga masuk dalam kategori mampu dengan nilai 411 Kajian akademik pembentukan Kabupaten Kepuluaun Kundur ini menyaran hal-hal berikut : a. Kabupaten Karimun sebagai kabupaten induk diharapkan untuk membentukan kecamatan baru agar tetap terpenuhi syarat sebagai sebuah kabupaten yaitu minimal memiliki 5 (lima) kecamatan sebelum pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur. b. Upaya atau gerakan pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur diharapkan mengikuti mekanisme dan prosedur yang disyaratkan oleh PP No. 78 Tahun c. Perjuangan pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur dimaknai dalam rangka mengaktualisasikan aspirasi dan tututan masyarakat serta dalam rangka Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien dalam melayani kepentingan rakyat. d. Proses perjuangan pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur diharapkan mengedepan keutuhan masyarakat, seluruh pihak yang berkepentingan diharapkan saling bersinergi. Hasil kajian akademik pembentukan calon Kabupaten Kepulauan Kundur Provinsi Kepuluaun Riau berdasarkan penilai teknis menurut PP No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, skor totalnya berjumlah 411 dengan katagori mampu, peroleh faktor penentu untuk total nilai indikator faktor kependudukan sebesar 100, faktor ekonomi 75, faktor potensi daerah 69 dan faktor kemampuan keuangan 45 e. Penilaian teknis kabupaten induk Kabupaten Karimun berdasarkan data yang diperoleh adalah sebesar 406 (mampu), dengan perolehan total nilai indikator faktor kependudukan sebesar 100, faktor ekonomi 75, faktor potensi daerah 63 dan faktor kemampuan keuangan 60. f. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan penilaian teknis menurut PP No. 78 Tahun 2007 calon Kabupaten Kepulauan Kundur dinyatakan layak untuk dijadikan daerah otonom. Karena pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur total nilai kabupaten induk Kabupaten Kepulauan Karimun juga masuk dalam kategori mampu dengan nilai 411. F. Saran Kajian akademik pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur ini menyaran hal-hal berikut : a. Kabupaten Karimun sebagai kabupaten induk diharapkan untuk membentukan kecamatan baru agar tetap terpenuhi syarat sebagai sebuah kabupaten yaitu menimal lima kecamatan sebelum pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur. b. Upaya atau gerakan pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur diharapkan mengikuti mekanisme dan prosedur yang disyaratkan oleh PP No. 78 Tahun c. Perjuangan pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur dimaknai dalam rangka mengaktualisasikan aspirasi dan tututan masyarakat serta dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien dalam melayani kepentingan rakyat. d. Proses perjuangan pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur diharapkan mengedepan keutuhan masyarakat, seluruh pihak yang berkepentingan diharapkan saling bersinergi.

18 Kajian Akademik Pembentukan Kabupaten Kepulauan Kundur G. DAFTAR PUSTAKA 291 Arif Roesman Effendy, dalam Pemekaran Wilayah Kabupaten/Kota, USAID & DRSP B.N. Marbun, 2010, Otonomi Daerah Proses dan realita, Pustaka sinar Harapan, Jakarta Bappeda Provinsi Riau, 2011, Kajian Dampak Daerah Pemekaran Dalam Kaitannya Dengan Kebijakan Pembangunan Di Provinsi Riau Makagansa, HR Tantangan Pemekaran Daerah. Jogjakarta, Penerbit Fuspad Murtir Jeddawi, 2009, Pro Kontra Pemekaran Daerah (Analisis Empiris), Total Media. Muchtar H dalam Retnaningsih, 2008 (editor) Penataan Daerah, Percik Salatiga Said Saile ; 2009 ; Pemekaran Wilayah Sebagai Buah Demokrasi di Indonesia. Sasongko, Haryo, Pengelolaan Pengembangan Kota di Era Otonomi Daerah, Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Syaukani HR, 2000, Menatap Harapan Masa Depan Otonomi Daerah, Gerbang Dayaku, Percetakan Kabupaten Kutai-Kalimantan Timur, Samarinda. Syafarudin, 2009, Pemetaan Makna Politik Pemekaran Daerah Di Indonesia Pasca Orde Baru.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU www. luwukpos.blogspot.co.id I. PENDAHULUAN Otonomi daerah secara resmi telah diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia sejak tahun 2001. Pada hakekatnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PENILAIAN SYARAT TEKNIS I. FAKTOR DAN INDIKATOR DALAM RANGKA PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

Telaah Hukum Kelayakan Pemekaran Kecamatan (Studi Kasus: Pemekaran Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci) Oleh: Ivan Fauzani Raharja 1

Telaah Hukum Kelayakan Pemekaran Kecamatan (Studi Kasus: Pemekaran Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci) Oleh: Ivan Fauzani Raharja 1 Telaah Hukum Kelayakan Pemekaran Kecamatan (Studi Kasus: Pemekaran Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci) Oleh: Ivan Fauzani Raharja 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PEMEKARAN KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KELAYAKAN PEMEKARAN KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG ANALISIS KELAYAKAN PEMEKARAN KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG Agus Subagyo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Akhmad Yani subagyo@scientist.com dan subagyoeti@yahoo.com.au

Lebih terperinci

FENOMENA PEMEKARAN DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Studi Pemekaran Daerah di Kabupaten Bintan)

FENOMENA PEMEKARAN DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Studi Pemekaran Daerah di Kabupaten Bintan) FENOMENA PEMEKARAN DAERAH DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Studi Pemekaran Daerah di Kabupaten Bintan) Oleh : Bismar Arianto, M.Si dan Afrizal, M.Si Abstrak Gejala pemekaran daerah di Indonesia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Otonomi daerah dan desentralisasi memiliki kaitan erat dengan pemekaran wilayah. Kebijakan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun Pemekaran Wilayah Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 7/DPD RI/I/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN TAYAN SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sejak munculnya suatu aturan yang mengatur tentang kebijakan otonomi suatu daerah khususnya Indonesia, cenderung menyebabkan maraknya daerahdaerah melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN/ATAU PENGGABUNGAN DESA/ KELURAHAN SERTA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA ATAU KELURAHAN, PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DAN PEMEKARAN KELURAHAN MENJADI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN BUPATI LINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

PP 129/2000, PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PP 129/2000, PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN PP 129/2000, PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH *38263 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 129 TAHUN 2000 (129/2000)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 27/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN CIBALIUNG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000 TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 129 TAHUN 2000 (129/2000) TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO

INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO A P R I L 2 0 0 8 KETENTUAN UMUM (Pasal 1) Pembentukan kecamatan adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai kecamatan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000 TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: PP 78-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 233, 2000 OTONOMI.Pemerintahan.Pemerintah Daerah.Pembentukan.Penghapusan. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 26/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KOTA SEBATIK SEBAGAI

Lebih terperinci

Peran Strategis Kecamatan

Peran Strategis Kecamatan Peran Strategis Kecamatan UU No.32/2004: Kedudukan Kecamatan adalah sebagai perangkat daerah. Peran strategis Kecamatan: 1. Layanan umum (KTP, Gakin) 2. Penunjang ekonomi kerakyatan (HO, SITU, adm pertanahan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penggabungan Kecamatan Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa proses penggabungan daerah dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA, PEMBENTUKAN DESA DARI WILAYAH KELURAHAN DAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000 TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 2 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemekaran daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Alasan paling mengemuka dalam wacana pemekaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Analisis Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK Mengenai Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan Pada Masa Transisi Pemekaran Daerah

Analisis Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK Mengenai Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan Pada Masa Transisi Pemekaran Daerah Analisis Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK Mengenai Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan Pada Masa Transisi Pemekaran Daerah Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema 1. PENDAHULUAN Jumlah pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak kebijakan otonomi daerah di Indonesia dicanangkan banyak daerahdaerah yang cenderung untuk melaksanakan pemekaran wilayah. Peluang secara normatif untuk melakukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 81 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proses Kebijakan dan Indikator Pemekaran Kabupaten Raja Ampat Dalam pelaksanan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 54 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kelayakan Pembentukan Kabupaten Mamasa 5.1.1 Analisis Kelayakan Pembentukan Kab. Mamasa Berdasarkan Syarat Teknis PP. No. 78 Tahun 2007 Pembentukan daerah otonom

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN,PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

RGS Mitra 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU RGS Mitra 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kebebasan mendirikan partai politik, pemilihan presiden secara

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kebebasan mendirikan partai politik, pemilihan presiden secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak reformasi berjalan di Indonesia, semangat untuk merayakan demokrasi dengan perbaikan sistem pemerintahan pun mengalir dengan derasnya. Mulai dari kebebasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR POLEWALI MANDAR SIPAMANDAQ S IPAM AN D AQ PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi ke-32 yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002 tanggal 24 September 2002. Secara de jure Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan pengertian desa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN KELURAHAN SERTA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

Lebih terperinci

-2- Dengan Persetujuan Bersama

-2- Dengan Persetujuan Bersama PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DUSUN DAN PERUBAHAN STATUS DUSUN MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2006 SERI : E.12

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2006 SERI : E.12 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2006 SERI : E.12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan kesejahteraan telah mengurung masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan kesejahteraan telah mengurung masyarakat 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Fenomena ketimpangan kesejahteraan telah mengurung masyarakat Indonesia selama puluhan tahun. Keadaan ini mendapat tanggapan reaktif dari masyarakat, sehingga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 7 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 02 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi yang lebih dikenal oleh masyarakat umum sebagai kebijakan otonomi daerah telah lama bergulir sejalan dengan bergulirnya kebijakan reformasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA, DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci