Telaah Hukum Kelayakan Pemekaran Kecamatan (Studi Kasus: Pemekaran Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci) Oleh: Ivan Fauzani Raharja 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Telaah Hukum Kelayakan Pemekaran Kecamatan (Studi Kasus: Pemekaran Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci) Oleh: Ivan Fauzani Raharja 1"

Transkripsi

1 Telaah Hukum Kelayakan Pemekaran Kecamatan (Studi Kasus: Pemekaran Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci) Oleh: Ivan Fauzani Raharja 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan pemekaran calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, yaitu dengan mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan. Metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan metode penelitian yuridis normatif (legal research) yang didukung penelitian empiris dimana data yang berupa kenyataan empiris dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan dan mempertimbangkan ketentuan normatif, yang berhubungan dengan upaya pemekaran kecamatan. Hasil dari kajian ini adalah calon Kecamatan Danau Kerinci Barat telah layak dan memenuhi persyaratan pembentukan kecamatan, yaitu persyaratan administratif, persyaratan fisik kewilayahan dan teknis. Untuk persyaratan teknis Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat memperoleh penilaian (skor) 391, sehingga keduanya berada pada kategori Mampu dan direkomendasikan untuk dibentuk menjadi kecamatan baru. Terkait hal tersebut, berdasarkan pertimbangan pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri, untuk sementara proses pemekaran daerah ditunda pembahasannya, karena saat ini pemerintah sedang menyelesaikan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) tentang Penataan Daerah dan Desartada (Desain Besar Penataan Daerah) sebagai payung hukum dalam pembentukan dan penyesuaian daerah ke depan. Yaitu rancang bangun penataan daerah tingkat nasional yang meliputi strategi penataan daerah dan kondisi daerah otonom yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu Sehingga diharapkan melalui penataan daerah kedepan, pemekaran daerah menjadi lebih rasional, adil, dan sesuai dengan kebutuhan dengan tidak mengabaikan aspirasi lokal. Kata Kunci: Kelayakan, Pemekaran, Administratif, Fisik Kewilayahan, dan Teknis, 1 Dosen Hukum Administrasi Negara Fak. Hukum Universitas Jambi. Hal 1

2 A. PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Sebagai Negara hukum, setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku (wetmatigheid van bestuur). 2 Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV menyebutkan bahwa. membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia juga adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dalam pelaksanaan pemerintahannya dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur undang- undang, untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Hadirnya kebijakan desentralisasi merupakan solusi yang tepat dengan keberadaan wilayah Indonesia yang begitu luas. Pembangunan di seluruh daerah akan semakin berhasil jika pembangunan wilayah dilaksanakan dengan manajemen otonomi sebagai sistem dalam proses pembangunan nasional. 3 Perwujudan otonomi pada daerah akan meningkatkan kreatifitas aparatur pemerintah daerah, terutama karena daerah memiliki kesempatan untuk secara aktif melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan seluruh kegiatan pembangunan di daerah. Kecamatan merupakan salah satu unsur organisasi perangkat daerah yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Sebagai sebuah organisasi 2 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), PT RajaGrafindo Persada: Jakarta. 2011, hal Lukman Santoso Az, Hukum Pemerintahan Daerah (Mengurai Problematika Pemekaran Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia), Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2015, Hal. 99. Hal 2

3 perangkat daerah, kecamatan mempunyai kedudukan yang cukup strategis dan memainkan peran fungsional dalam pelayanan dan administrasi pemerintahan, pembangunan, serta kemasyarakatan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia Organisasi Kecamatan telah mengalami beberapa kali perubahan terutama dari segi pengaturannya yang tentu saja berimbas pada kedudukan, pembentukan, penghapusan, penggabungan maupun sistem penyelenggaraan pemerintahannya. Dalam daerah kecamatan terdapat beberapa desa yang berada dalam suatau kawasan wilayah tertentu. Sejatinya desa adalah negara kecil atau apa yang dimaksud Ter Haar sebagai doorps republiek, 4 karena sebagai masyarakat hukum desa memiliki semua perangkat suatu negara: teritori, warga, aturan atau hukum (rules or laws), dan pemerintahan. Wilayah kecamatan yang terlalu luas secara langsung memberikan dampak yang signifikan dalam menentukan programprogram pembangunan desa. Rentang kendali pemerintahan yang terlalu jauh menjadi salah satu faktor pendorong yang melahirkan aspirasi masyarakat dalam pembentukan suatu desa. Jarak yang terlalu jauh menuju pusat pemerintahan kecamatan untuk mendapatkan jasa dan pelayanan pemerintah serta birokrasi yang terlalu panjang, dipandang sebagai suatu masalah yang menyebabkan lambannya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Solusinya adalah dengan melakukan pembentukan kecamatan baru, sehingga masyarakat sebagai pelanggan lebih dekat dengan pemberi layanan dan berharap mendapat pelayanan prima yang nantinya berdampak positif dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Faktor lainnya yang menjadi alasan pembentukan kecamatan baru adalah kesamaan sosial budaya dan adat-istiadat masyarakat setempat. Pemekaran kecamatan pada dasarnya merupakan suatu proses pembagian wilayah desa menjadi lebih dari satu wilayah, atas dasar prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul dan adat-istiadat maupun sosial budaya masyarakat setempat, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat 4 Ni matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa (Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi), Setara Press: Malang, 2015, hal. 34. Hal 3

4 pembangunan. Oleh sebab itu, dipandang perlu untuk dilakukan sebuah kajian hukum dalam rangka mengetahui kelayakan pembentukan kecamatan tersebut. Kajian hukum yang dimaksud, selain berpedoman pada peraturan perundang-undangan, juga berpedoman pada konsep teoritis pemekaran wilayah. Sehingga diharapkan menjadi dasar yang kuat untuk melakukan pembentukan calon kecamatan yang baru. Pengaturan mengenai persyaratan pemekaran daerah setelah berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya ditulis UU No. 23 Tahun 2014), menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi dilakukan penataan daerah. Penataan daerah sebagaimana dimaksud bertujuan untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan, meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah dan memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya daerah. Untuk mencapai tujuan penataan daerah tersebut, maka dilakukan pembentukan daerah dan penyesuaian daerah. Pembentukan daerah dimaksud dapat berupa pemekaran daerah dan dapat juga berupa penggabungan daerah. Menurut UU No. 23 Tahun 2014 tidak mengatur secara spesifik mengenai persyaratan pembentukan kecamatan, karena peraturan lebih lanjut dan lebih spesifik akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) terkait penataan daerah. Pada masa transisi ini, proses pengajuan pemekaran wilayah terus bergulir di daerah-daerah, salah satunya adalah pemekaran calon kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci. Berdasarkan kaidah hukum, maka penulis dalam penelitian ini mengacu pada regulasi sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan (selanjutnya ditulis PP No. 19 Tahun 2008), untuk mengkaji kelayakan pembentukan/ pemekaran wilayah kecamatan tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membatasi rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Hal 4

5 1. Bagaimana bentuk pengaturan persyaratan pemekaran kecamatan berdasarkan ketentuan PP No. 19 Tahun 2008? 2. Apakah pemekaran calon kecamatan Danau Kerinci Barat telah layak memenuhi persyaratan administratif, fisik kewilayahan, dan teknis? B. METODEPENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan metode penelitian yuridis normatif (legal research) yang didukung penelitian empiris. Menurut F Sugeng Istanto, 5 penelitian hukum adalah penelitian yang diterapkan atau diberlakukan khusus pada Ilmu Hukum. Seterusnya, berdasarkan jenis, sifat dan tujuannya penelitian hukum dibedakan atas penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. 6 Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sebab, penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan data sekunder berupa bahan hukum dan bahan pustaka. Namun demikian, data yang akan juga dijadikan acuan dalam penelitian ini merupakan data empirik yang diperoleh dari berbagai kegiatan penelitian empiris yang dilakukan terhadap kondisi permasalahan kebutuhan Kabupaten Kerinci untuk melakukan penataan kecamatan dengan membentuk Kecamatan Danau Kerinci Barat. Analisis dilakukan secara kualitatif. Analisis kualitatif tersebut lalu diuraikan secara deskriptif dan perspektif. Analisis deskriptif dan perspektif berdasarkan analisis yuridis sistematis dan dikembangkan substansi mengenai perlunya adanya kebijakan Kabupaten Kerinci untuk melakukan pembentukan Kecamatan Danau Kerinci Barat F. Sugeng Istanto, Penelitian Hukum, CV. Ganda, Yogyakarta, 2007, hal Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal. Hal 5

6 C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaturan Persyaratan Pemekaran Daerah Kecamatan Berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku. Merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan menyatakan bahwa Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Berdasarkan hal tersebut, akan dijabarkan syarat-syarat tersebut Persyaratan Administratif Dalam pasal 4 PP No. 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa syarat administratif pembentukan kecamatan meliputi: a) Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima) tahun; b) Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun; c) Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamata baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan; d) Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan; e) Rekomendasi Gubernur 1.2. Persyaratan Fisik Kewilayahan Mengacu pada ketentuan Pasal 5 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, dinyatakan secara tegas bahwa syarat fisik kewilayahan terbentuknya kecamatan adalah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Pasal 6 PP tersebut menegaskan bahwa: a) Cakupan wilayah untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa/ kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan. b) Lokasi calon ibukota memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, Hal 6

7 aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya. c) Sarana dan prasarana pemerintahan meliputi bangunan dan lahan untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat Persyaratan Teknis Dalam Pasal 7 PP No. 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa persyaratan pembentukan kecamatan harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi: a) Jumlah Penduduk; b) Luas Wilayah; c) Rentang Kendali Penyelenggaraan Pelayanan Pemerintahan; d) Aktivitas Perekonomian; e) Ketersediaan Sarana Dan Prasarana. Untuk menentukan kelayakan pemekaran calon kecamatan, dilihat dari aspek persyaratan teknis tersebut, maka diperlukan kajian. Peraturan Pemerintah tersebut telah mengatur secara detail faktor, indikator, proses perhitungan kuantitatif, dan metode penilaian terhadap suatu wilayah kecamatan yang akan dimekarkan. Tabel: Faktor Dan Indikator Pembentukan Kecamatan FAKTOR INDIKATOR 1. Penduduk 1. Jumlah Penduduk 2. Luas Daerah 2. Luas wilayah keseluruhan 3. Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan 3. Rentang Kendali 4. Rata-rata jarak desa ke pusat pemerintahan kecamatan 5. Rata-rata waktu perjalanan ke pusat pemerintahan kecamatan 4. Aktivitas Perekonomian 6. Jumlah bank 7. Lembaga keuangan non bank 8. Kelompok pertokoan 9. Jumlah Pasar Hal 7

8 5. Ketersediaan Sarana dan 10. Rasio Sekolah Dasar per penduduk usia Sekolah Prasarana Dasar 11. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama per penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 12. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Atas per penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 13. Rasio tenaga medis per penduduk 14. Rasio fasilitas kesehatan per pendudut 15. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor 16. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 17. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor 18. Rasio sarana peribadatan per penduduk 19. Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk 20. Jumlah balai pertemuan Sumber : Lampiran PP No. 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan 1.4. Metode Penilaian a) Penilaian yang digunakan adalah sistem skoring, untuk pembentukan kecamatan baru terdiri dari dua macam metode yaitu: (1) Metode Ratarata, dan (2) Metode Kuota. b) Metode rata-rata adalah metode yang membandingkan besaran/nilai tiap calon kecamatan dan kecamatan induk terhadap besaran/nilai rata-rata keseluruhan kecamatan di kabupaten/kota. Dalam hal terdapat kecamatan yang memiliki besaran/nilai indikator yang sangat berbeda (di atas 5 kali dari besaran/nilai terendah), maka besaran/nilai tersebut tidak diperhitungkan. c) Metode Kuota adalah metode yang menggunakan angka tertentu sebagai kuota penentuan skoring baik terhadap calon kecamatan maupun kecamatan induk. d) Setiap indikator mempunyai skor dengan skala 1-5, dimana skor 5 masuk dalam kategori sangat mampu, skor 4 kategori mampu, skor 3 kategori kurang mampu, skor 2 kategori tidak mampu dan skor 1 kategori sangat tidak mampu. e) Pemberian skor 5 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan 80% besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 4 apabila besaran/nilai Hal 8

9 indikator lebih besar atau sama dengan 60% besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 3 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan 40% besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 2. f) apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan 20% besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 1 apabila besaran/nilai indikator kurang dari 20% besaran/nilai rata-rata 1.5. Pembobotan Setiap faktor dan indikator mempunyai bobot yang berbeda-beda sesuai dengan perannya dalam pembentukan kecamatan. a). Bobot untuk masing-masing faktor dan indikator: No. FAKTOR DAN INDIKATOR BOBOT 1. Penduduk Jumlah pendudk Luas daerah Luas wilayah keseluruhan 5 2. Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan 5 3. Rentang Kendali Rata-rata jarak desa ke pusat pemerintahan 10 kecamatan (ibukota kecamatan) 2. Rata-rata waktu perjalanan dari desa ke pusat pemerintahan (ibukota kecamatan) Aktivitas perekonomian Jumlah bank 2 2. Jumlah lembaga keuangan bukan bank 2 3. Jumlah kelompok pertokoan 2 4. Jumlah pasar 4 5. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Rasio Sekolah Dasar per penduduk usia Sekolah 4 2. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama per 4 3. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Atas per 4 4. Rasio fasilitas kesehatan per penduduk 4 5. Rasio tenaga medis per penduduk 4 6. Persentase rumah tangga yang mempunyai 3 7. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah 3 8. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan 3 9. Rasio sarana peribadatan per penduduk Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk Jumlah balai pertemuan 4 Total 100 Sumber : Lampiran PP No. 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan b). Nilai indikator adalah hasil perkalian skor dan bobot masing-masing Hal 9

10 indikator. Kelulusan ditentukan oleh total nilai seluruh indikator dengan kategori: Kategori Total Nilai Seluruh Indikator Keterangan Sangat Mampu 420 s/d 500 Rekomendasi Mampu 340 s/d 419 Rekomendasi Kurang Mampu 260 s/d 339 Ditolak Tidak mampu 180 s/d 259 Ditolak Sangat Tidak Mampu 100 s/d 179 Ditolak Sumber : Lampiran PP No. 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan c). Suatu calon kecamatan direkomendasikan menjadi kecamatan baru apabila calon kecamatan dan kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori sangat mampu ( ) atau mampu ( ). d). Usulan pembentukan kecamatan ditolak apabila calon kecamatan atau kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori kurang mampu ( ), tidak mampu ( ) dan sangat tidak mampu ( ). 2. Kajian Hukum Persyaratan Administratif, Teknis, dan Fisik Kewilayahan Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 58 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 21 Tahun 1957 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat II Dalam Lingkungan Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Tengah sebagai Undang-Undang. Dalam perkembangannya sesuai dengan potensi dan kebutuhan pembangunan daerah dalam mewujudkan tujuan pembentukan negara maka pada tahun 2008 Kabupaten Kerinci dimekarkan melalui pembentukan Kota Sungai Penuh sesuai dengan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh. Dengan Hal 10

11 demikian terdapat Kabupaten Kerinci sebagai Kabupaten induk dan Kota Sungai Penuh sebagai kota pemekaran. Saat ini Kabupaten Kerinci saat ini memiliki 16 kecamatan, dalam perkembangannya ada kebutuhan, potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam serta dengan memperhatikan harapan dan dinamika masyarakat guna koordinasi penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan publik di Kabupaten Kerinci perlu dilakukan penataan berupa pemekaran kecamatan dengan memekarkan Kecamatan Keliling Danau (Kecamatan induk) dan membentuk Kecamatan Danau Kerinci Barat, mengingat dinamika masyarakat serta guna membuka ruang partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Kecamatan Keliling Danau terdiri dari 32 desa, dengan jumlah penduduk jiwa dan luas wilayah Ha. Selanjutnya, data rencana pemekaran kecamatan Keliling Danau (Kecamatan Induk pasca pemekaran), terdiri dari 18 desa dengan luas wilayah Ha, dan rentang kendali ke kecamatan induk adalah Km 2.1. Kajian Persyaratan Administratif Merujuk pada ketentuan Pasal 4 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, dengan memperhatikan ketentuan persyaratan dasar dan persyaratan administrasi dalam hubungannya dengan formulasi kebijakan pemekaran kecamatan di Kabupaten Kerinci untuk membentuk Kecamatan Danau Kerinci Barat. Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dikatakan bahwa telah memenuhi syarat administratif untuk dimekarkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan: a. jumlah penduduk minimal adalah jiwa penduduk b. luas wilayah minimal adalah15.289,14 Ha/152,89 Km2 c. jumlah minimal Desa/kelurahan yang menjadi cakupan adalah 14 desa d. usia minimal Kecamatan yang dimekarkan lebih dari 30 Tahun Hal 11

12 Tabel: Hasil Kajian Persyaratan Administratif Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat: No Indikator (1) Batas Usia Penyelengaraan Pemerintahan Kecamatan Batas Usia Penyelenggaraan Pemerintahan Desa/Kelurahan Keputusan BPD dan/atau Forum Komunikasi Kelurahan (Calon Kecamatan) Keputusan Kepala Desa dan/atau Lurah (Calon Kecamatan) Rekomendasi Gubernur Kesimpulan: Persyaratan Minimal 5 Tahun Minimal 5 Tahun (2) Adanya keputusan BPD dan/atau Forum Komunikasi Kelurahan tentang persetujuan pembentukan kecamatan Adanya Keputusan Kepala Desa dan/atau Lurah tentang pembentukan Kecamatan Adanya rekomendasi Gubernur tentang pembentukan kecamatan Kondisi Calon Kecamatan (3) Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat merupakan Pemekaran dari Kecamatan (Induk) Keliling Danau yang usia penyelenggaraan kecamatannya sudah lebih dari 5 tahun Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Terdiri dari 14 Desa dengan usia penyelenggaraan pemerintahannya diatas 5 Tahun Masing-masing BPD yang desa nya tergabung ke dalam wilayah Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat telah mengeluarkan Surat Keputusan persetujuan Tentang Persetujuan Pembentukan Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Masing-masing Kepala Desa yang desa nya tergabung ke dalam wilayah Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat telah mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Tentang Persetujuan Pembentukan Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Sudah mendapat persetujuan dari Gubernur mengenai Pembentukan Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat. Surat Rekomendasi akan dikeluarkan setelah adanya laporan hasil kajian.. Keterangan (4) Persyaratan Administrasi, Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat. memenuhi ke 5 syarat tersebut. Dengan demikian persyaratan administratif menjadi. Sumber: Data Hasil Olahan Lapangan Tahun Kajian Persyaratan Fisik Kewilayahan Mengacu pada ketentuan Pasal 5 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa syarat fisik kewilayahan terbentuknya Hal 12

13 kecamatan adalah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Berikutnya pada ketentuan Pasal 6 menegaskan bahwa: a) Cakupan wilayah untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa/ kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan. b) Lokasi calon ibukota memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya. c) Sarana dan prasarana pemerintahan meliputi bangunan dan lahan untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan cakupan wilayah sesuai dengan ketentuan di atas, dapat dinyatakan bahwa data rencana pemekaran calon kecamatan Danau Kerinci Barat telah memenuhi syarat untuk dimekarkan karena jumlah desa yang ada di wilayah kecamatan Danau Kerinci Barat berjumlah 14 desa, dengan jumlah penduduk jiwa dan luas wilayah 15, Ha. Peta Persyaratan Fisik Kewilayahan Keterangan: Cakupan wilayah Persiapan Pemekaran Kecamatan Danau Kerinci Barat ditandai dalam Peta (Wilayah berwarna Merah Muda). Batas wilayah calon Kecamatan Danau Kerinci Barat sebagai berikut: a) sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sitinjau Laut dan Danau Kerinci; Hal 13

14 b) sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Muko-muko Provinsi Bengkulu; c) sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kota Sungai Penuh; dan d) sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Keliling Danau. Tabel: Kajian Persyaratan Fisik Kewilayahan Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat No Indikator Persyaratan Kondisi Calon Kecamatan Ket 1 Cakupan Wilayah Minimal 10 Desa dan/atau Kelurahan Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Terdiri dari 14 Desa. 2 Lokasi Calon Ibu Kota 3 Sarana dan Prasarana Pemerintah an Aspek Tata Ruang, Fasilitas, Aksesibilitas, Geograifis, Kependudukan, Sosial Ekonomi, Sosial Politik, dan Sosial Budaya Adanya bangunan dan lahan untuk kantor camat. Telah tersedia lokasi calon Ibu Kota yang memenuhi aspek Aspek Tata Ruang, Fasilitas, Aksesibilitas, Geograifis, Kependudukan, Sosial Ekonomi, Sosial Politik, dan Sosial Budaya yaitu di Desa Serumpun Pauh. Telaah tersedia bangunan untuk Kantor Camat Sementara dan juga sudah tersedia lahan untuk prasana dan sarana kantor camat yaitu di Desa Serumpun Pauh. Kesimpulan: Berdasarkan data yang terkait dengan persyaratan fisik kewilayahan, semuanya. Berdasarkan hasil penelitian dengan jajaran kecamatan Keliling Danau dan jajaran desa di seluruh desa di wilayah kecamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar menyatakan bahwa lokasi Ibu Kota kecamatan yang dimekarkan (kecamatan baru) adalah di Desa Serumpun Pauh, dinilai memiliki aksesibilitas, keterjangkauan, posisi geografis, dan infrastruktur yang relatif memadai. Berkaitan dengan sarana prasarana pemerintahan, ada komitmen yang kuat dari berbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah kabupaten Kerinci, jajaran kecamatan Keliling Danau, dan para kepala desa untuk membangun sarana prasarana pemerintahan kecamatan yang akan dimekarkan secara gotong royong demi kepentingan masyarakat dan pelayanan masyarakat Kajian Persyaratan Teknis Dalam Pasal 7 PP No. 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa persyaratan pembentukan kecamatan harus memenuhi Hal 14

15 persyaratan teknis. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tersebut dinilai berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota sesuai indikator yang telah ditetapkan. Berikut ini beberapa faktor dan indikator pembentukan kecamatan, yang terdiri atas faktor penduduk, faktor luas daerah, rentang kendali, aktivitas perekonomian, serta ketersediaan sarana dan prasarana. Berdasarkan penelitian terkait persyaratan dasar dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) kemampuan keuangan Daerah yang cukup b) sarana dan prasarana pemerintahan pada saat dimekarkan dalam wilayah kecamatan Danau Kerinci Barat meliputi sarana dan prasarana jumlah SD sebanyak 11, SLTP berjumlah 3, sedangkan SLTA berjumlah 1, ibadah mesjid berjumlah 4, mushalla 23, fasilitas kesehatan 4, jumlah pertokoan 173. Selanjutnya, untuk menentukan kelayakan penataan kecamatan di Kabupaten Kerinci dengan membentuk Kecamatan Danau Kerinci Barat dilihat dari aspek persyaratan teknis tersebut, maka diperlukan kajian sebagaimana diatur dalam PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan yang mengatur secara faktor, indikator, proses perhitungan kuantitatif, dan metode penilaian terhadap suatu wilayah kecamatan yang akan dibentuk/dimekarkan yang dijabarkan dalam 20 indikator/bobot penilaian. Berdasarkan proses perhitungan data kuantitatif terhadap potensi wilayah yang akan dibentuk di Kabupaten Kerinci yaitu Kecamatan Danau Kerinci Barat, dipaparkan sebagai pada tabel berikut: Tabel: Penilaian Kecamatan Danau Kerinci Barat No Faktor dan indikator Rasio Skor Bobot Nilai 1 Jumlah penduduk a. total jumlah penduduk Kabupaten Kerinci= jiwa (BPS Kerinci dalam angka 2016) b. rata-rata kecamatan = c. jumlah penduduk Kec. Danau Kerinci Barat= jiwa d. rasio= jumlah penduduk Kec.Danau Kerinci Barat dibagi jumlah penduduk rata-rata yaitu= : 13049= 118% 118% Luas daerah 1. luas wilayah keseluruhan 73% Hal 15

16 a. luas wilayah Kabupaten Kerinci = 3328,14 km2 b. luas rata-rata kecamatam = 208,008 Km2 c. luas kecamatan Danau Kerinci Barat= 152,89 Km2 d. rasio = luas wilayah kecamatan Danau Kerinci Barat: luas rata-rata kecamatan=152,89 Km2: 208,008 Km2= 73% 2. luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan a. luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan = 3328,04 Km2 b. luas rata-rata wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan = 208,0025 Km2 c. luas wilayah efektif Kabupaten Kerinci secara keseluruhan = 3328,04 Km2 d. rasio = luas wilayah efektif secara keseluruhan : luas rata-rata wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan = luas efektif yang dapat dimanfaatkan = 3328,04 Km2 : 208,0025 Km2 = 1600% 3. Rentang Kendali 1. Rata-rata jarak Desa ke pusat pemerintahan kecamatan (ibukota kecamatan) = 170.8: 12 Desa =14,2 Km2, (14,2:12 =1,186 Km2 ) Rasio = 14,2:1,186 =1197% 2. Rata-rata waktu perjalanan dari desa ke pusat pemerintahan (ibukota kecamatan =57,7 menit) Rasio 57,7 : 10,35 = 557% 4 Aktivitas perekonomian 1. Jumlah bank =0 Rasio : 0 : 0,813 (13 bank:16 jumlah kecamatan) = 0 2. Jumlah lembaga keuangan bukan bank = 0 Rasio: 0 : 84 (84:16= 5,25)= 0:5,25= 0 3. Jumlah kelompok pertokoan = 703 Rasio: 703: (44676:16 =2792) = 703:2792 =25% 4. Jumlah pasar = 3 Rasio: 3: (38:16=2,37) 3 : 2,37 =126% 5 Ketersediaan Sarana Prasarana 1. Rasio Sekolah Dasar per Penduduk Usia Sekolah Dasar 4504:9 =1: 500,4 1384: 227: =1: 6,1 Rasio:500,4: 6,1= Rasio sekolah lanjutan pertama per penduduk 2295:3 = 1: :67 : 188 Rasio:765,1 : 188,3 = 406% 2. Rasio sekolah lanjutan tingkat atas per penduduk 1260:1 = 1: : 16: = 1 : 1741 Rasio: 1260:1741 =72% 3. Rasio fasilitas kesehatan per penduduk 44676:4 =1: :71 = 1: % % % % % % % % % % % Hal 16

17 Rasio: : 33749= 33% 4. Rasio tenaga medis per penduduk 44676:54: = 1: :912 = 1:262 Rasio: 827 : 262 =316 % 5. persentase rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor 44676: = 1: 3, : 14870: = 16,11 Rasio= 3,86:16,11 = 23% 6. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 44676:11159: = 1: 4, :18917 = 1: 12,7 Rasio:4, 004: 12, 7 =0,03% 7. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor 170 : 11582= 1: 0, : 1249= 1: 2,29 Rasio: 0,015: 2,29 =0,6% 8. Rasio sarana peribadatan 26 : = 1: 0,58=1,72 465: = 1; 0,00194=0, ,00194 : 1,72 = 11% 9. Rasio fasilitas lapangan olah raga dan balai pertemuan per penduduk 5: 44676= 0, : = 0, ,000119: 0,000065=183% TOTAL Kategori mampu, total nilai 391, usulan direkomendasikan 315% % % ,6% % % Berdasarkan perhitungan sebagaimana indikator tersebut diatas pembentukan Kecamatan Danau Kerinci Barat dapat direkomendasi karena terpenuhi dengan kategori mampu total nilai 391 kategori mampu. D. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, mengenai kajian pembentukan calon Kecamatan Danau Kerinci Barat yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Keliling Danau, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Pengaturan penyelenggaraan kecamatan baik dari sisi pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsinya diatur dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (dapat dilihat dalam ketentuan Pasal Hal 17

18 2; Pasal 221; dan Pasal 222). Terkait pengaturan pembentukan kecamatan didalam undang-undang tersebut tidak diatur secara spesifik dan hingga saat ini Pemerintah Pusat belum mengeluarkan pedoman/ ketentuan lebih lanjut sebagai turunannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Oleh karena itu berdasarkan kaidah hukum, maka kajian hukum ini berpedoman pada peraturan perundang-undangan sebelumnya, yaitu PP No 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan. Yaitu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 3 yang menyatakan Pembentukan Kecamatan harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan, yaitu: No. Persyaratan Kriteria Keterangan Syarat Administratif Syarat Fisik Kewilayahan Memenuhi / Tidak Memenuhi / Tidak Pasal 4 PP No. 19 Tahun 2008 Pasal 5 dan Pasal 6 PP No. 19 Tahun 2008 Memenuhi / Pasal 7 PP No Syarat Teknis Tidak Tahun 2008 b. Berdasarkan kajian persyaratan administratif, baik ditinjau dari batas usia penyelenggaraan pemerintahan kecamatan Keliling Danau dan penyelengggaran desa di seluruh wilayah kecamatan Keliling Danau, yang semuanya di atas 30 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa calon Kecamatan Danau Kerinci Barat telah memenuhi syarat administratif untuk dimekarkan. Sementara itu, berdasarkan kajian persyaratan fisik kewilayahan, yang mempersyaratkan cakupan wilayah kecamatan baru untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa, maka dapat dikatakan bahwa calon Kecamatan Danau Kerinci Barat telah memenuhi syarat untuk dimekarkan. Alasannya, jumlah seluruh desa yang ada di wilayah Kecamatan Keliling Danau (Kecamatan induk) adalah 32 desa dan sesuai rencana pemekaran wilayah kecamatan Danau Kerinci Barat terdapat 14 desa. Selanjutnya, berdasarkan kajian persyaratan teknis, yang mempersyaratkan Hal 18

19 adanya penghitungan data kuantitatif terhadap potensi yang ada di kecamatan Danau Kerinci Barat, maka dapat ditegaskan bahwa calon Kecamatan Danau Kerinci Barat telah memenuhi syarat untuk dimekarkan, karena total seluruh indikator yang mencapai skor 391 atau dalam kategori MAMPU. Agar lebih jelas, terperinci, dan mudah dipahami, maka berikut ini diuraikan dalam bentuk tabel tentang kelayakan pemekaran Kecamatan Danau Kerinci Barat, sebagai berikut: No. Persyaratan Kriteria Keterangan 2 Syarat Pasal 4 PP No Memenuhi Administratif Tahun 2008 Pasal 5 dan Pasal 6 Syarat Fisik 2. Memenuhi PP No. 19 Tahun Kewilayahan 2008 Pasal 7 PP No Syarat Teknis Memenuhi Tahun Saran a. Nilai harapan masyarakat atas pembentukan calon Kecamatan Danau Kerinci Barat yang telah terbangun saat ini harus disadari bahwasanya keiinginan tersebut bersumber dari masyarakat dilevel akar rumput (grassroot), dan tidak atas keingginan kepentingan elit politik lokal. Dengan berlakunnya Undang- Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, syarat dan mekanisme untuk pembentukan daerah otonom yang baru menjadi lebih terperinci dan lebih ketat. Mekanisme pengetatan yang dimaksud adalah dimana Daerah persiapan tersebut ditentukan dengan peraturan pemerintah, lalu daerah persiapan tersebut diberikan jangka waktu 3 (tiga) tahun untuk Hal 19

20 melakukan kegiatan administrasi yang dipimpin oleh kepala daerah persiapan. Jika dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun daerah persiapan bisa memenuhi syarat, maka barulah daerah persiapan dapat ditetapkan menjadi DOB. Sedangkan apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun daerah persiapan tidak bisa memenuhi persyaratan maka daerah persiapan tersebut tidak dapat melakukan pemekaran atau tidak dapat menjadi DOB. Terkait hal tersebut, berdasarkan pertimbangan pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri, untuk sementara proses pemekaran daerah ditunda pembahasannya, karena saat ini pemerintah sedang menyelesaikan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) tentang Penataan Daerah dan Desartada (Desain Besar Penataan Daerah) sebagai payung hukum dalam pembentukan dan penyesuaian daerah ke depan. Yaitu rancang bangun penataan daerah tingkat nasional yang meliputi strategi penataan daerah dan kondisi daerah otonom yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu Sehingga diharapkan melalui penataan daerah kedepan, pemekaran daerah menjadi lebih rasional, adil, dan sesuai dengan kebutuhan dengan tidak mengabaikan aspirasi lokal. b. Penundaaan pembahasan pembentukan daerah pemekaran oleh Pemerintah, menurut penulis, sebaiknya pemerintah kabupaten Kerinci dan masyarakat menunggu ketentuan/ pedoman lebih lanjut yang akan diatur dalam bentuk regulasi Peraturan Pemerintah (PP) yang sedang dibahas saat ini, dan segera menyesuaikan kembali persyaratan pembentukan daerah kecamatan yang baru, sebagaimana diatur dalam ketentuan baru nantinya. Sehingga harapan masyarakat bisa terpenuhi. Hal 20

21 DAFTAR PUSTAKA Ridwan HR Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), PT RajaGrafindo Persada: Jakarta. Santoso, Lukman Hukum Pemerintahan Daerah (Mengurai Problematika Pemekaran Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia), Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Huda, Ni matul Hukum Pemerintahan Desa (Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi), Setara Press: Malang. Sugeng Istanto, F, 2007, Penelitian Hukum, CV. Ganda, Yogyakarta. Waluyo, Bambang Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. D. Juliantara, Gregorius Sahdan, Willy R. Tjandra, 2006, Desentralisasi Kerakyatan Gagasan dan Praktis, Pondok Edukasi, Panggungharjo Sewon Bantul. Nurcholis Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Grasido. Huda, Ni matul Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung. Huda, Ni matul Otonomi Daerah: Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Hal 21

ANALISIS KELAYAKAN PEMEKARAN KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KELAYAKAN PEMEKARAN KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG ANALISIS KELAYAKAN PEMEKARAN KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG Agus Subagyo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Akhmad Yani subagyo@scientist.com dan subagyoeti@yahoo.com.au

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 8/Ags/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 8/Ags/2016 KAJIAN YURIDIS PEMBENTUKAN DAN PEMEKARAN DESA DI KABUPATEN MINAHASA 1 Oleh: Merilin L. I. Thomas 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan prinsip-prinsip hukum pengaturan pembentukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang

Lebih terperinci

Peran Strategis Kecamatan

Peran Strategis Kecamatan Peran Strategis Kecamatan UU No.32/2004: Kedudukan Kecamatan adalah sebagai perangkat daerah. Peran strategis Kecamatan: 1. Layanan umum (KTP, Gakin) 2. Penunjang ekonomi kerakyatan (HO, SITU, adm pertanahan)

Lebih terperinci

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU www. luwukpos.blogspot.co.id I. PENDAHULUAN Otonomi daerah secara resmi telah diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia sejak tahun 2001. Pada hakekatnya

Lebih terperinci

EVALUASI PEMBENTUKAN KECAMATAN SUNGAI BOH KABUPATEN MALINAU

EVALUASI PEMBENTUKAN KECAMATAN SUNGAI BOH KABUPATEN MALINAU ejournal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1 (3): 1036-1046 ISSN 2338-3615, ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id Copyright 2013 EVALUASI PEMBENTUKAN KECAMATAN SUNGAI BOH KABUPATEN MALINAU Marten Fresen 1 Abstrak Artikel

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PENILAIAN SYARAT TEKNIS I. FAKTOR DAN INDIKATOR DALAM RANGKA PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

EVALUASI PEMBENTUKAN KECAMATAN SUNGAI BOH KABUPATEN MALINAU. Marten Fresen

EVALUASI PEMBENTUKAN KECAMATAN SUNGAI BOH KABUPATEN MALINAU. Marten Fresen ejournal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1(3) : 1036-1046 ISSN 2338-3615, ejournal.ip.fisip.unmul.ac.id Copyright 2013 EVALUASI PEMBENTUKAN KECAMATAN SUNGAI BOH KABUPATEN MALINAU Marten Fresen ejournal Ilmu Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada kenyataannya, otonomi daerah tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO

INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO A P R I L 2 0 0 8 KETENTUAN UMUM (Pasal 1) Pembentukan kecamatan adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai kecamatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA DALAM WILAYAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup dalam masyarakat yang berasal dari adat ataupun masyarakat itu sendiri. bagian terkecil dari pemerintahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 7/DPD RI/I/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN TAYAN SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak kebijakan otonomi daerah di Indonesia dicanangkan banyak daerahdaerah yang cenderung untuk melaksanakan pemekaran wilayah. Peluang secara normatif untuk melakukan

Lebih terperinci

KAJIAN STRATEGIS PEMEKARAN KECAMATAN DI DAERAH PERBATASAN (Studi Pemekaran Kecamatan Selat Gelam Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau)

KAJIAN STRATEGIS PEMEKARAN KECAMATAN DI DAERAH PERBATASAN (Studi Pemekaran Kecamatan Selat Gelam Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau) KAJIAN STRATEGIS PEMEKARAN KECAMATAN DI DAERAH PERBATASAN (Studi Pemekaran Kecamatan Selat Gelam Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau) Oksep Adhayanto Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA - 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000 TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000 TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang a. bahwa sebagai salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum daerah

Lebih terperinci

PP 129/2000, PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PP 129/2000, PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN PP 129/2000, PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH *38263 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 129 TAHUN 2000 (129/2000)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR POLEWALI MANDAR SIPAMANDAQ S IPAM AN D AQ PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penggabungan Kecamatan Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa proses penggabungan daerah dengan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 129 TAHUN 2000 (129/2000) TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT - 221 - PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMUJU UTARA, Menimbang : a. bahwa Desa merupakan entitas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DESA HIANG LESTARI, DESA ANGKASA PURA, DESA HIANG SAKTI, DAN DESA BARU SEMERAH,

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa penataan desa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: PP 78-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 233, 2000 OTONOMI.Pemerintahan.Pemerintah Daerah.Pembentukan.Penghapusan. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN/ATAU PENGGABUNGAN DESA/ KELURAHAN SERTA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI GROBOGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA, RUKUN WARGA, LEMBAGA KEMASYARAKATAN LAINNYA DAN DUSUN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 27/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN CIBALIUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA ATAU KELURAHAN, PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DAN PEMEKARAN KELURAHAN MENJADI

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN / PEMEKARAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN KECAMATAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000 TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA, PEMBENTUKAN DESA DARI WILAYAH KELURAHAN DAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DESA BATUSUYA GO O KECAMATAN SINDUE TOMBUSABORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 17, 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DESA RENAH KASAH, DESA PASAR SUNGAI TANDUK, DESA MEKAR SARI, DESA PASAR MINGGU,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DESA KEBUN LIMA DAN DESA MUARO LULO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DESA KEBUN LIMA DAN DESA MUARO LULO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DESA KEBUN LIMA DAN DESA MUARO LULO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 783 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KECAMATAN DAN PEMBENTUKAN ORGANISASI KECAMATAN DI KABUPATEN SERANG DITERBITKAN OLEH BAGIAN

Lebih terperinci

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DUSUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DUSUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU SEKRETARIS DPOD KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH TERKAIT

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU SEKRETARIS DPOD KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH TERKAIT KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU SEKRETARIS DPOD KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH TERKAIT PADA DAERAH OTONOM BARU BERDASARKAN SIDANG DPOD UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR : 01 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa batas desa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN DESA MEKAR SARI KECAMATAN MERBAU KABUPATEN BENGKALIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN DESA MEKAR SARI KECAMATAN MERBAU KABUPATEN BENGKALIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN DESA MEKAR SARI KECAMATAN MERBAU KABUPATEN BENGKALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN PONDOK TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN,PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak lepas dari Konflik yang terjadi di Maluku Utara. Konflik Maluku utara telah mengakibatkan perpecahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN KELURAHAN SERTA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DESA SANGIR TENGAH, DESA TANJUNG BUNGO DAN DESA BENDUNG AIR TIMUR DI KECAMATAN

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM Oleh: Donny Setiawan * Pada era demokratisasi sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 1 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah yang sangat luas dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, etnis,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.244, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari SKRIPSI Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari Di Nagari III Koto Aur Malintang Timur,Kecamatan IV Koto Aur Malintang Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DESA GONTAR BARU DI KECAMATAN ALAS BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DESA GONTAR BARU DI KECAMATAN ALAS BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DESA GONTAR BARU DI KECAMATAN ALAS BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan pengertian desa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DESA SUNGAI BATU GANTIH HILIR DAN DESA BARU SUNGAI BETUNG MUDIK DI KECAMATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci