DETERMINAN PRODUKSI, KONSUMSI DAN HARGA UBI KAYU INDONESIA (Studi tahun dengan menggunakan persamaan simultan) Kristian [1]

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DETERMINAN PRODUKSI, KONSUMSI DAN HARGA UBI KAYU INDONESIA (Studi tahun dengan menggunakan persamaan simultan) Kristian [1]"

Transkripsi

1 DETERMINAN PRODUKSI, KONSUMSI DAN HARGA UBI KAYU INDONESIA (Studi tahun dengan menggunakan persamaan simultan) Kristian [1] [1] Staf Bappeda Provinsi Lampung kristian.s@ui.ac.id ABSTRACT With great economic potential of cassava in the world trade and the increasing world demand for cassava as well as the limitations of Indonesia to increase cassava production it needs to be investigated factors that can affect the production, consumption and prices of cassava in Indonesia. Cassava production is significantly influenced by the variable price of cassava, cassava harvested area and price of urea fertilizer. Consumption of cassava in Indonesia is significantly influenced by population of Indonesia. The price of cassava in Indonesia is significantly influenced by cassava harvested area, consumption of cassava and the length of tarred road. Based on projections, cassava production would increase if cassava price, cassava land productivity and harvested area are improved. Indonesian cassava consumption is projected to decline if there are increasing in cassava price, per capita income and population of Indonesia simultaneously. The price of cassava is projected to increase if the consumption of cassava decreased accompanied by a decrease in the total area harvested cassava. Keywords: Cassava, Simultaneous Equations, Supply, Demand Journal of Economic Literature (JEL) Classification : Q110 Agriculture: Aggregate Supply and Demand Analysis; Prices ABSTRAK Dengan potensi ekonomi yang besar dari ubi kayu dalam perdagangan dunia dan meningkatnya kebutuhan dunia akan ubi kayu serta dengan keterbatasan-keterbatasan Indonesia dalam meningkatkan produksi ubi kayu, perlu dikaji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi, konsumsi maupun harga ubi kayu di Indonesia. Produksi ubi kayu dipengaruhi secara signifikan oleh variabel harga ubi kayu, luas areal panen ubi kayu dan harga pupuk urea. Konsumsi ubi kayu di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh variabel jumlah penduduk Indonesia. Harga ubi kayu di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh variabel luas panen ubi kayu, konsumsi ubi kayu dan panjang jalan beraspal. Berdasarkan proyeksi, produksi ubi kayu akan mengalami peningkatan jika harga ubi kayu, produktivitas lahan ubi kayu maupun luas panennya ditingkatkan. Konsumsi ubi kayu Indonesia diproyeksikan akan mengalami penurunan jika secara bersamaan ada peningkatan harga ubi kayu, peningkatan pendapatan perkapita dan adanya peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Harga ubi kayu diproyeksikan akan mengalami peningkatan jika konsumsi ubi kayu mengalami penurunan dibarengi dengan penurunan luas areal panen ubi kayu. Kata kunci : Ubi Kayu, Persamaan Simultan, Penawaran, Permintaan Klasifikasi Journal of Economic Literature (JEL) : Q110 Agriculture: Aggregate Supply and Demand Analysis; Prices 1 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 01

2 PENDAHULUAN Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut didasarkan pada peranannya sebagai penyedia bahan pangan, bahan baku industri, sumber pendapatan bagi jutaan petani yang tersebar di seluruh Indonesia, serta sebagai sumber penghasil devisa negara setelah sektor minyak dan gas. Meski struktur perekonomian Indonesia mulai bergeser dari sektor pertanian ke sektor industri pengolahan, namun seperti pada Tabel di bawah dapat dilihat bahwa sektor pertanian masih memberikan kontribusi yang besar yaitu 14,43 % dan merupakan sektor kedua terbesar penyumbang PDB di tahun 2013 setelah sektor industri pengolahan. Tabel PDB Atas Dasar Harga Berlaku (trilyun rupiah), Kontribusi persektor NO Lapangan Usaha tahun 2013 (%) 1. Pertanian, Peternakan, 1.091, , ,04 14,43 Kehutanan Dan Perikanan 2. Pertambangan Dan 876,98 970, ,77 11,24 Penggalian 3. Industri Pengolahan 1.806, , ,59 23,70 4. Listrik, Gas, Dan Air 55,88 62,23 70,07 0,77 Bersih 5. Bangunan 753,55 844,09 907,27 9,99 6. Perdagangan, Hotel Dan Restoran 1.023, , ,51 14,33 7. Pengangkutan Dan 491,29 549,11 636,89 7,01 Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & 535,15 598,52 683,01 7,52 Jasa Persh. 9. Jasa Jasa 785,01 889, ,82 11,02 Produk Domestik Bruto 7.419, , , Seiring dengan penurunan produksi minyak dan gas dalam negeri, maka kebijakan ekonomi Indonesia diarahkan pada peningkatan ekspor non migas melalui pengembangan Sumber : BPS, Statistik Indonesia komoditi-komoditi unggulan pertanian yang mempunyai prospek dan pangsa pasar dan menyumbang nilai devisa yang cukup besar bagi Negara. Salah satu komoditi yang prospek dan cukup menjanjikan di sektor pertanian adalah ubi kayu. Ubi kayu merupakan tanaman multifungsi yang memiliki peran sebagai bahan baku sumber energi alternatif, pangan maupun pakan (fuel, food, feed). Dengan ketiga peran tersebut, bahkan ubi kayu telah memberi kontribusi terhadap PDB sektor tanaman pangan terbesar ketiga setelah padi dan 2 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 01

3 jagung (Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2011). Dalam perdagangan dunia, antara tahun 2010 sampai dengan 2013, produksi ratarata pertahun ubi kayu dunia adalah sebanyak 245 juta ton. Sedangkan total pengunaan ubi kayu di dunia diproyeksikan mencapai 275 juta ton di tahun 2020 (IFPRI dalam Westby, 2008), bahkan beberapa peneliti memperkirakan bisa mencapai 291 juta ton (Scott et al, 2000 dalam Westby, 2008). Tingginya produksi dan permintaan ubi kayu di dunia selain karena faktor bahan pangan sebagian besar masyarakat di Afrika, Asia dan Amerika Latin juga karena ubi kayu telah menjadi salah satu sumber alternatif bahan pembuat biofuel bersama jagung, sawit dan tebu. Seperti ekspor yang dilakukan oleh Thailand yang mengirim 98% produksi ubi kayunya ke China untuk dijadikan biofuel di tahun Bahkan Uni Eropa bahkan telah menargetkan di tahun 2020 seluruh bahan bakar untuk moda transportasi 10 % nya harus berasal dari energi terbarukan seperti biofuel dan angin. Dari segi produksi Indonesia merupakan produsen ubi kayu keempat terbesar dunia dengan produksi 24 juta ton di tahun 2012, tetapi di tahun 2013 mengalami penurunan produksi. Tabel Produsen Ubi Kayu Dunia (ribu ton) Negara Nigeria Brazil Thailand Indonesia Kongo Ghana Sumber : FAO, Food Outlook 2013 Rumusan Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Salah satu komoditi yang prospek dan cukup menjanjikan di sektor pertanian adalah ubi kayu. Potensi ekonomi dari ubi kayu sangatlah besar dalam perdagangan dunia dengan melihat permintaan ubi kayu dunia yang setiap tahunnya naik. Peningkatan permintaan ubi kayu dunia dikarenakan peran ubi kayu sebagai sumber bahan baku energi alternatif. Selain itu ubi kayu juga berperan sebagai sumber bahan makanan pendukung ketahanan pangan di Indonesia 3 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

4 yang merupakan sumber pangan utama karbohidrat setelah padi dan jagung. Agar sektor pertanian dapat mengambil peran dalam pembangunan maka Indonesia harus meningkatkan produksi ubi kayu dalam mengantisipasi permintaan ubi kayu dunia dan mendukung program ketahanan pangan. Hal tersebut dapatlah terhambat oleh adanya penurunan luas panen ubi kayu yang menyebakan terjadinya penurunan produksi ubi kayu Indonesia, dimana penurunan harga menjadi disinsentif yang menyebabkan terjadinya penurunan areal panen ubi kayu tersebut. Untuk itu perlu dianalisis faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap produksi, konsumsi dan harga ubi kayu di Indonesia serta melakukan proyeksi produksi, konsumsi dan harga ubi kayu pada tahun Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis deteminan produksi, konsumsi dan harga ubi kayu di Indonesia. Ruang Lingkup Dalam penelitian ini akan dianalisa faktorfaktor yang diduga mempengaruhi produksi ubi kayu dari sisi penawaran dan konsumsi ubi kayu dari sisi permintaan serta harga ubi kayu di Indonesia selama periode 1991 sampai dengan Adapun jenis ubi kayu yang akan diteliti adalah ubi kayu segar/kering. KAJIAN TEORI DAN METODELOGI Penawaran Penawaran adalah jumlah suatu barang yang akan dan dapat dijual oleh produsen pada tingkatan harga tertentu di waktu tertentu. Hukum penawaran merupakan hubungan positif antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan, dimana peningkatan harga pasar akan juga meningkatkan jumlah penawaran dan sebaliknya penurunan harga pasar akan menurunkan jumlah penawaran (Case and Fair, 2002). Hukum tersebut dapat dijelaskan dengan mudah pada Gambar kurva penawaran menunjukkan kuantitas barang yang dapat dijual oleh produsen pada tingkatan harga berapapun, dengan faktor lain yang dapat mempengaruhi kuantitas yang ditawarkan adalah tetap seperti yang digambarkan oleh kurva S pada Gambar kurva penawaran. Sumbu vertikal menunjukkan harga per unit dari suatu barang (P). Ini adalah harga yang diterima dari berapapun kuantitas yang ditawarkan. Sumbu horisontal 4 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

5 menunjukkan penawaran total (Q) yang diukur dalam jumlah unit per periode. Jadi dapat dikatakan kurva penawaran merupakan hubungan antara jumlah penawaran dan harga (Pyndick dan Rubinfeld, 2009). Selain harga, faktor lain yang mempengaruhi sisi penawaran adalah harga produksi dan harga dari produk terkait (Case and Fair, 2002). Harga produksi juga bergantung pada beberapa faktor, termasuk ketersediaan teknologi dan harga input produksi yang dibutuhkan oleh produsen (seperti lahan, modal, energi, tenaga kerja dan lainnya). Harga bahan baku yang lebih rendah atau biaya apa saja yang lebih rendah membuat produksi lebih menguntungkan, yang akan mendorong produsen lama untuk memperluas produksi dan memungkinkan produsen baru memasuki pasar. Sehingga pada saat harga pasar tetap di P1 akan terjadi kenaikan jumlah penawaran yang lebih besar dari sebelumnya dimana kurva penawaran (S) akan bergeser ke kanan (S ). Berkaitan dengan harga produk terkait, produsen akan bereaksi terhadap perubahan dari produk terkait, misal jika sebuah lahan pertanian dapat digunakan untuk memproduksi komoditas A ataupun B, jika harga komoditas pertanian A lebih baik maka produsen akan cenderung memilih untuk menanam komoditas A dibanding B. Harga/P S S P1 P2 Q1 Q2 Kuantitas/Q Gambar Kurva Penawaran Permintaan Permintaan menyatakan berapa banyak konsumen bersedia membeli pada waktu 5 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

6 harga per unit barang berubah (Pyndick dan Rubinfeld, 2009). Harga/P D D P2 P1 Q1 Q2 Kuantitas/Q Gambar Kurva Permintaan Hal tersebut dapat digambarkan dengan mudah dengan kurva permintaan, dimana kurva permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang konsumen bersedia membeli dengan harga tersebut. Kurva permintaan dengan kemiringan yang menurun (D) menunjukkan bahwa konsumen bersedia membeli lebih banyak barang selama harga turun, di saat faktor lain adalah konstan. Ini menunjukkan adanya hubungan negatif antara harga dengan jumlah permintaan, dimana harga naik maka jumlah permintaan turun dan disaat harga turun maka jumlah permintaan akan naik. Hal ini disebut dengan hukum permintaan. Tentu saja jumlah barang yang akhirnya konsumen dapat beli tergantung pada jumlah barang aktual yang ada di pasar. Selain itu, hal lain yang dapat mempengaruhi jumlah permintaan adalah pendapatan konsumen yang akan meningkatkan permintaan dari Q1 ke Q2 di saat harga konstan ataupun meningkatkan harga dari P1 ke P2 sehingga membuat kurva permintaan bergeser dari D ke D. Selain harga barang, jumlah barang yang ada di pasaran dan pendapatan konsumen, yang mempengaruhi permintaan adalah harga dari barang/jasa lain, selera dan faktor ekspektasi (Case and Fair, 2002). Konsep Produksi, Konsumsi dan Harga 6 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

7 Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi pertanian (Timmer, 1983), yaitu lahan (dimana pertanian merupakan satu-satunya sektor yang menempatkan lahan sebagai input produksi paling penting), ketersediaan pupuk, benih, kredit, pengairan, sistem transportasi, pestisida dan mesin pertanian. Selain itu kebijakan pemerintah yang efektif dalam pengontrolan harga untuk tanaman pangan maupun input pertanian juga akan mempengaruhi perilaku petani untuk berproduksi. Kebutuhan terhadap bahan pangan merupakan salah satu diantara barangbarang primer. Bagi penduduk Indonesia, beras merupakan bahan makanan yang lebih superior daripada bahan pangan lainnya seperti jagung, ubi, sagu dan lainnya. Sehingga bagi masyarakat yang berpendapatan rendah akan berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan pangan pokoknya, terutama pangan beras. Oleh karena itu, konsumsi pangan sangat terkait erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat (Irawan, 2009). Kesejahteraan dapat dikatakan makin baik apabila kalori dan protein yang dikonsumsi penduduk semakin meningkat, sampai akhirnya melewati standar kecukupan konsumsi per kapita sehari. Kecukupan gizi yang dianjurkan per kapita per hari adalah penyediaan energi kalori dan protein 55 gram. Permintaan akan ubikayu sebagai bahan konsumsi makanan di Indonesia dipengaruhi oleh pendapatan dan harga. Jika pendapatan perkapita naik, maka masyarakat yang mengkonsumsi ubi kayu akan menggantinya dengan beras atau jagung, sehingga dapat dikatakan peningkatan pendapatan masyarakat akan mengurangi konsumsi ubi kayu sebagai bahan makanan langsung. Tetapi bila ubi kayu dikonsumsi secara tak langsung, diolah terlebih dahulu menjadi makanan ringan atau tepung, maka pengaruh peningkatan pendapatan terhadap permintaan ubi kayu bisa positif atau negatif tergantung dari besaran peningkatan pendapatan maupun distribusi peningkatan pendapatan (John A. Dixon, 1982). Kebijakan harga juga dapat mempengaruhi keputusan untuk mengkonsumsi ubi kayu di Indonesia. Jika ubi kayu lebih murah dari beras dan gandum (melalui penurunan harga ubi kayu atau peningkatan harga beras dan gandum) maka permintaan akan ubi kayu akan meningkat. Tetapi hal ini tak mudah untuk diterapkan, karena pola konsumsi ubi kayu maupun beras ditiap daerah sangatlah beragam. Jika harga beras atau gandum dinaikan maka akan memiliki pengaruh yang besar bagi masyarakat perkotaan yang 7 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

8 mengandalkan beras sebagai makanan pokoknya. Lain halnya dengan masyarakat pedesaan, yang lebih memiliki keanekaragaman pangan dibanding masyarakat perkotaan, dimana konsumen akan lebih mudah berganti bahan pangannya seiring dengan perubahan harga. Hal lain yang membuat kebijakan harga sangat sulit diterapkan untuk ubi kayu adalah karena ubi kayu tidak mudah untuk disimpan dan mudah busuk (John A. Dixon, 1982). Peran Ubi Kayu dalam Ketahanan Pangan Ubi kayu dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti beras karena merupakan sumber pangan utama karbohidrat setelah padi dan jagung. Selain itu ubi kayu memiliki kandungan gizi yang cukup baik bagi tubuh. Komposisi kandungan gizi ubi kayu dibandingkan dengan beras nasi dapat dilihat pada Tabel di bawah ini : Tabel Komposisi Gizi Ubi Kayu dan Beras/Nasi (per 100 g) Komposisi Gizi Ubi Kayu Beras/Nasi Energi (kal) 146,00 178,00 Karbohidrat (g) 34,70 40,60 Protein (g) 1,20 2,10 Lemak (g) 0,30 0,10 Besi (mg) 1,00 1,00 Kalsium (mg) 33,00 5,00 Fosfor (mg) 40,00 22,00 Vitamin B1 (mg) 0,06 0,20 Vitamin C (mg) 30,00 0,00 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan dalam Syafani (2014) Dalam Roadmap Diversifikasi Pangan (Badan Ketahanan Pangan, 2012), ubi kayu mempunyai prospek menjadi sumber bahan pangan pilihan dalam diversifikasi pangan. Beberapa keunggulan dari ubi kayu ini adalah: a) tanaman ini sudah dikenal dan dibudidayakan secara luas oleh masyarakat pedesaan sebagai bahan pokok dan sebagai bahan cadangan pangan pada musim paceklik; b) masyarakat Pulau Jawa khususnya di pedesaan telah terbiasa mengolah dan mengonsumsinya dalam bentuk gatot dan tiwul; c) nilai kandungan gizinya cukup tinggi; dan d) mudah beradaptasi dengan lingkungan atau lahan yang marginal dan beriklim kering. Ubi Kayu dan Kebijakan Bahan Bakar Nabati Berdasarkan hasil penelitian, beberapa tanaman, seperti kelapa sawit, jagung, ubi kayu, tebu, tanaman jarak, kemiri sunan dan kotoran ternak dapat diolah menjadi sumber energi. Apabila energi sumber nabati ini dapat dikembangkan masyarakat 8 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

9 terutama di pedesaan maka akan diciptakan masyarakat yang mandiri energi terutama untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga sehari-hari. Harus diakui bahwa sampai saat ini ongkos produksi energi terbarukan masih lebih mahal dibandingkan dengan energi fosil (Kementerian Pertanian, 2010). Sasaran pengembangan BBN sampai dengan tahun 2010 meliputi: Pengembangan tanaman BBN seluas minimal 5,25 juta ha untuk sawit 1,5 juta ha, jarak pagar 1,5 juta ha, ubi kayu 1,5 juta ha dan tebu 750 ribu ha pada lahan yang belum dimanfaatkan. Hal ini sesuai dengan rencana Tim Nasional Bahan Bakar Nabati yang telah mencanangkan untuk mengembangkan komoditas utama penghasil BBN seluas 6,40 juta ha selama periode , yaitu kelapa sawit, jarak pagar, tebu, dan ubi kayu. Kerangka Pemikiran Teoritis Berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dibuat gambaran umum penelitian berupa Kerangka Pemikiran Teoritis sebagai berikut : HARGA UREA JALAN ASPAL PENDA PATAN PRODUKSI UBI KAYU HARGA KONSUMSI UBI KAYU LUAS PANEN HARGA JAGUNG POPULASI KEBIJAKAN BBN KETAHANAN PANGAN Gambar Kerangka Pemikiran Teoritis Peningkatan produksi ubi kayu perlu dicapai dalam rangka memenuhi permintaan dunia, mendukung kebijakan bahan bakar nabati dan mendukung 9 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

10 kebijakan ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan non-beras. Peningkatan produksi ubi kayu dipengaruhi oleh fluktuasi harga ubi kayu dan harga jagung sebagai komoditas subtitusi maupun luas areal panen yang dicapai serta harga pupuk urea sebagai salah satu input produksi dari ubi kayu. Adanya hubungan positif antara harga dan jumlah barang yang diproduksi dapat dijelaskan bahwa dimana peningkatan harga pasar akan meningkatkan jumlah penawaran dan sebaliknya penurunan harga pasar akan menurunkan jumlah penawaran. Berkaitan dengan harga komoditas subtitusi, produsen ubi kayu akan bereaksi terhadap perubahan dari produk terkait, misal jika sebuah lahan ubi kayu dapat digunakan untuk memproduksi komoditas ubi kayu ataupun jagung, jika harga komoditas jagung lebih baik maka produsen akan cenderung memilih untuk menanam komoditas jagung dibanding ubi kayu. Untuk lahan, sektor pertanian merupakan satu-satunya sektor yang menempatkan lahan sebagai input produksi paling penting disamping pupuk. Peran ubi kayu dalam komoditas pangan masih menjadi pangan kelas dua setelah beras dimana ada beberapa hal yang mempengaruhi konsumsinya yaitu harga ubi kayu, harga komoditas subtitusi, pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Harga tidak saja mempengaruhi sisi penawaran tetapi juga sisi permintantaan dimana harga akan menentukan pada tingkatanan berapakah permintaan akan dilakukan. Peran harga ubi kayu selain mempengaruhi konsumsi dan produksi ubi kayu juga dipengaruhi oleh variabel konsumsi ubi kayu, luas areal panen dan variabel panjang jalan beraspal. Pemilihan variabel jalan beraspal dikarenakan ketersediaan infrastruktur yang baik merupakan salah satu faktor penentu dari harga komoditas. Setelah diketahui faktorfaktor apa yang mempengaruhi produksi, konsumsi dan harga ubi kayu maka dapat dilakukan proyeksi di tahun Model Ekonometrik Dengan mengikuti Kerangka Pemikiran Teoritis maka disusun model ekonometrik atau model yang dapat ditaksir dalam penelitian ini. Model didefinisikan sebagai representasi dari dunia nyata (the real world system). Model yang disampaikan adalah model penawaran dan permintaan dimana pada sisi penawaran terdapat fungsi produksi, sedangkan di sisi permintaan terdapat fungsi konsumsi. Sedangkan fungsi harga berada pada sisi penawaran maupun permintaan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

11 modifikasi dari penawaran dan permintaan ubi kayu Indonesia yang didekati dari fungsi produksi dan konsumsi ubi kayu. Model ini dibangun oleh Panggabean (1986) yang terdiri dari dua persamaan : Produksi = f(harga ubi kayu, Harga komoditas subtitusi, Luas areal panen ubi kayu) Konsumsi = f(harga ubi kayu, Harga komoditas subtitusi, Pendapatan perkapita, Jumlah penduduk) Adapun dalam model simultan yang hendak dibangun dalam penelitian ini dimasukan persamaan harga dengan pertimbangan harga merupakan titik kesetimbangan dari penawaran dan permintaan. Persamaan harga ubi kayu diambil dari penelitian Ismono dan kawankawan (2013), yang adalah : Harga ubi kayu = f(luas areal panen ubi kayu, Konsumsi ubi kayu, Suku bunga, Harga urea, Harga ubi kayu tahun sebelumnya) Sehingga akhirnya dirumuskan model simultan sebagai berikut : Prod=C11+C12* Hrg+C13*Hrgjag+C14*Lpanen+C15*Hr gurea+u1 Kons=C21+C22*Hrg+C23*Hrgjag+C24* Pendpatan+C25*Populasi+U2 Hrg=C31+C32*Lpanen+C33*Kons+C34 *Pjalan+U3 Dimana : Prod = Produksi ubi kayu Hrg = Harga ubi kayu Hrgjag = Harga jagung Lpanen = Luas areal panen ubi kayu Kons = Konsumsi ubi kayu Pendpatan = Pendapatan perkapita Populasi = Jumlah penduduk Indonesia Hrgurea = Harga pupuk urea Pjalan = Panjang jalan beraspal U = Peubah penggangu Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan model ekonometrik di atas, maka dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai berikut : Produksi ubi kayu dipengaruhi secara positif oleh variabel luas panen ubi kayu dan harga ubi kayu. Sedangkan harga jagung dan harga pupuk urea akan berpengaruh negatif terhadap produksi ubi kayu Konsumsi ubi kayu dipengaruhi secara positif oleh variabel harga jagung dan jumlah penduduk, sedangkan harga ubi kayu dan pendapatan perkapita berpengaruh negatif terhadap konsumsi ubi kayu. 11 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

12 Harga ubi kayu dipengaruhi secara positif oleh variabel konsumsi ubi kayu, sedangkan variabel luas areal panen ubi kayu dan panjang jalan beraspal berpengaruh negatif terhadap harga. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Model Model yang dibangun merupakan model persamaan simultan. Sebelum melakukan analisis terhadap model, dilakukan spesifikasi model untuk tujuan pemilihan model terbaik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Selanjutnya identifikasi terhadap beberapa persamaan tersebut untuk melihat apakah underidentified, overidentified atau exactlyidentified. Model memiliki tiga persamaan dimana hasil uji keidentifikasian menunjukkan bahwa ketiga persamaan tersebut overidentified dimana : K : Total variabel eksogen dan konstanta dalam model (harga jagung, luas areal panen ubi kayu, pendapatan perkapita, jumlah penduduk Indonesia, harga pupuk urea, panjang jalan beraspal) k : Total variabel eksogen dan konstanta dalam persamaan (persamaan produksi : C, harga jagung, luas areal panen ubi kayu, harga urea; persamaan konsumsi : C, pendapatan perkapita, jumlah penduduk Indonesia, harga jagung; persamaan harga : C, luas panen areal ubi kayu,panjang jalan beraspal) G : Total variabel endogen dalam persamaan (persamaan produksi : harga; persamaan konsumsi : harga; persamaan harga : konsumsi) Persamaan Produksi : K-k (6-4) G-1 (1-1), overidentified Persamaan Konsumsi : K-k (6-4) G-1 (1-1), overidentified Persamaan Harga : K-k (6-3) G-1 (1-1), overidentified Pada tiga persamaan terdapat total sembilan variabel, dengan tiga variabel endogen dan enam variabel eksogen, sehingga memungkinkan penyelesaiannya dengan menggunakan metode TSLS. Dilakukan uji asumsi klasik meliputi uji autokorelasi, ujimultikolinearitas dan uji heteroskedastisitas untuk mendapatkan hasil estimasi yang valid dan memenuhi kriteria BLUE (best linear unbiased estimator). Hasil uji asumsi klasik dalam sistem persamaan simultan pada penelitian ini, adalah sebagai berikut : 12 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

13 Tabel Hasil Uji Asumsi Klasik Persamaan Produksi Autokolinerity (Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test) Multikolinieritas (Correlation Matrix) Heteroskedastisitas (Heteroskedasticity Test: White) Konsumsi signifikan dengan nilai prob 0,8274 Nilai koefisien antar beberapa variabel independen di bawah 0,8 Ada Data Time Series dan signifikan dengan nilai prob 0,1150 Harga signifikan dengan nilai prob 0,4917 Nilai koefisien antar beberapa variabel independen di atas 0,8 Data Time Series dan signifikan dengan nilai prob 0,1240 signifikan dengan nilai prob 0,4944 Dapat disimpulkan ada satu persamaan yang disajikan belum memenuhi kriteria BLUE (best linear unbiased estimator) yaitu persamaan konsumsi dengan memiliki multikolinearitas sehingga variabel yang Nilai koefisien antar beberapa variabel independen di bawah 0,8 Data Time Series dan signifikan dengan nilai prob 0,4510 terkena asumsi perlu dihilangkan. Setelah beberapa kali dilakukan pembersihan variabel yang bermasalah, kemudian dilakukan uji asumsi kembali untuk model tersebut dengan hasil : Persamaan Produksi Tabel Hasil Uji Asumsi Klasik Ulang Autokolinerity Multikolinieritas (Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test) (Correlation Matrix) Heteroskedastisitas (Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey) Konsumsi signifikan dengan nilai prob 0,8274 Nilai koefisien antar beberapa variabel independen di bawah 0,8 Data Time Series dan signifikan dengan nilai prob 0,1150 Harga signifikan dengan nilai prob 0,8747 Nilai koefisien antar beberapa variabel independen di bawah 0,8 Data Time Series dan signifikan dengan nilai prob 0,1271 signifikan dengan nilai prob 0,4944 Nilai koefisien antar beberapa variabel independen di bawah 0,8 Data Time Series dan signifikan dengan nilai prob 0, INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 01

14 Persamaan-persamaan yang disajikan dalam model sekarang telah memenuhi kriteria BLUE (best linear unbiased estimator), dimana persamaan-persamaan tersebut yang kemudian akan diinterpretasi adalah sebagai berikut : Log(Prod)=C(11)+C(12)*Log(Hrg)+C(13 )*Log(Hrgjag)+C(14)*Log(Lpanen)+C(1 5)*Log(Hrgurea) Log(Kons)=C(21)+C(22)*Log(Pendpatan )+C(23)*Log (Populasi) +C(24)*Log (Hrgjag) Log(Hrg)=C(31)+C(32)*Log(Lpanen)+C (33)*Log(Kons)+C(34)*Log(Pjalan) Hasil dugaan model dalam setiap persamaan yang diperoleh relatif cukup baik dengan nilai koefisien determinasi R- square dari masing-masing persamaan berkisar antara 0,88 sampai 0,98. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum variabel-variabel eksogen yang ada dalam persamaan relatif mampu menjelaskan dengan baik masing-masing variabel endogen. Besarnya nilai F yang diperoleh berkisar antara 40 sampai 446 dengan nilai prob (F-statistic) sebesar 0, yang berarti bahwa variabel-variabel bebas dalam setiap persamaan secara bersamasama mampu menjelaskan dengan baik variasi variabel bebas pada taraf nyata α = 1%. Untuk uji normalitas, ketiga persamaan memenuhi kriteria dimana error term terdistribusi normal yang dapat dilihat dari tidak signifikannya nilai probabilitas pada Jarque-Bera. Persamaan produksi memiliki nilai probabilitas Jarque-Bera 0,985. Persamaan konsumsi memiliki nilai probabilitas Jarque-Bera 0,263. Sedangkan persamaan harga memiliki nilai probabilitas Jarque-Bera 0,946. Hasil Model Ekonometrik Setelah melakukan uji asumsi klasik terhadap persamaan-persamaan dalam model maka hasilnya perhitungannya dapat dijabarkan sebagai berikut : Produksi Produksi ubi kayu di Indonesia dipengaruhi oleh harga ubi kayu, harga harga komoditas saingan (jagung), luas areal panen ubi kayu dan harga urea. Variabel luas panen dan harga ubi kayu berpengaruh positif terhadap produksi ubi kayu. Sedangkan harga jagung berpengaruh negatif terhadap produksi ubi kayu. Hasil estimasi parameter produksi ubi kayu Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini: 14 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 01

15 Tabel Estimasi Parameter Produksi Ubi Kayu Indonesia Variabel Koefisien Prob. Ket C 6, ,2671 log(hrg) 0, ,0677 *** log(hrgjag) -0, ,8265 log(lpanen) 1, ,0117 ** log(hrgurea) -0, ,0495 ** Sumber : Diolah Ket : R-squared = 90,16 %, Adjusted R-Squared = 87,98 % dan Prob(F-Statistic) = 0, ** : signifikan pada α = 5% *** : signifikan pada α = 10% Berdasarkan hasil analisis, nilai koefisien determinasi R-squared dari persamaan produksi ubi kayu mengartikan 90,16 % produksi ubi kayu dapat jelaskan oleh keragaman variabel-variabel eksogen dalam persamaan yakni harga ubi kayu, harga jagung, luas panen ubi kayu dan harga pupuk urea. Atau dengan kata lain produksi ubi kayu di Indonesia sangat ditentukan oleh keempat variabel dimaksud, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat di dalam persamaan. Adapun nilai F-statistic sebesar 0, menunjukan bahwa variabel-variabel eksogen dalam persamaan produksi ubi kayu tersebut mampu secara bersama-sama menjelaskan variabel endogen dengan baik. Dari nilai probabilitas yang dimiliki menunjukkan bahwa variabel harga ubi kayu berpengaruh nyata pada taraf 10 %. Sedangkan variabel luas panen ubi kayu dan harga urea berpengaruh nyata pada taraf 5 %. Variabel harga ubi kayu (hrg) menunjukkan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap produksi ubi kayu dengan koefisien regresi sebesar 0, Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan harga ubi kayu pada tingkatan 1 % akan meningkatkan produksi ubi kayu sebesar 0,43 % dan sebaliknya, jika ada penurunan harga ubi kayu sebesar 1 % maka produksi ubi kayu akan menurun sebanyak 0,43 %, ceteris paribus. Harga merupakan insentif bagi petani ubi kayu untuk meningkatkan produksinya, dimana peningkatan harga pasar akan juga meningkatkan jumlah produksi ubi kayu dan sebaliknya jika ada penurunan harga pasar ubi kayu akan menurunkan jumlah produksi ubi kayu. Pada tataran riil berdasarkan data BPS, peningkatan harga ubi kayu dari Rp. 150/kg di tahun 1991 menjadi Rp. 2166/kg di tahun 2013 seiring sejalan dengan peningkatan produksi ubi kayu pada periode waktu yang sama. 15 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

16 Variabel luas panen ubi kayu (lpanen) signifikan mempengaruhi produksi ubi kayu dengan koeifisen regresi sebesar 1, Hal ini mengartikan bahwa setiap kenaikan luas panen sebesar 1 % akan meningkatkan produksi sebesar 1,11 %. Sebaliknya jika ada penurunan luas panen sebesar 1 % maka produksi ubi kayu akan menurun sebesar 1,11 %, ceteris paribus. Hasil ini sesuai dengan ilmu ekonomi dimana ada peningkatan input produksi maka produksi itu sendiri akan meningkat dan begitu sebaliknya. Pada tataran riil, menurut data BPS, terjadi penurunan tingkat luas panen ubi kayu di Indonesia dari ha di tahun 1991 menjadi ha di tahun 2013 dan bersamaan dengan itu produksi ubi kayu di tahun 2013 mengalami penurunan menjadi ton dari ton di tahun Variabel harga urea (hrgurea) signifikan mempengaruhi produksi ubi kayu dengan koefisien regresi sebesar -0, Hal ini mengartikan bahwa setiap kenaikan harga urea sebagai input produksi sebesar 1 % akan menurunkan produksi sebesar 0,15 %. Sebaliknya jika ada penurunan harga urea sebesar 1 % maka produksi ubi kayu akan meningkat sebesar 0,15 %, ceteris paribus. Pupuk urea merupakan salah satu input utama bagi produksi ubi kayu, dimana pada bulan-bulan pertama perkembangan tanaman ubi kayu sangat memerlukan adanya pupuk urea tersebut sebagai nutrisi pertumbuhannya. Jika pasokan pupuk urea tidak mencukupi maka produksi ubi kayu perhektarnya akan berkurang signifikan. Dengan adanya peningkatan harga pupuk urea membuat petani ubi kayu mengurangi asupan pupuk urea pada lahan ubi kayu untuk mengurangi ongkos produksinya sehingga secara otomatis produksi ubi kayu akan berkurang. Variabel harga jagung (hrgjag) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produksi ubi kayu walau memiliki tanda hubungan yang benar, dengan koefisien regresi sebesar -0, Harga komoditas saingan memang menjadi salah satu tolak ukur petani untuk memproduksi, tetapi dalam produksi ubi kayu faktor-faktor yang lebih mempengaruhi adalah faktor input produksi seperti lahan dan pupuk urea serta harga ubi kayu itu sendiri. Hal ini dikarenakan petani ubi kayu tidak akan begitu saja mengganti produk pertaniaannya dengan komoditas lainnya karena petani cenderung untuk bermain aman dan adanya kesulitan dalam pemasaran maupun permodalan untuk mengubah menanam komoditas yang lain. 16 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

17 Konsumsi Konsumsi ubi kayu di Indonesia dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, jumlah penduduk Indonesia dan harga komoditas jagung. Variabel pendapatan perkapita berpengaruh negatif terhadap konsumsi ubi kayu sedangkan jumlah penduduk dan harga jagung berpengaruh positif terhadap konsumsi ubi kayu Indonesia. Hasil estimasi parameter konsumsi ubi kayu Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel Estimasi Parameter Konsumsi Ubi Kayu Indonesia Variabel Koefisien Prob. Ket C -8, ,4561 log(pendpatan) -0, ,1344 log(populasi) 2, ,0148 ** log(hrgjag) 0, ,2750 Sumber : Diolah Ket : R-squared = 88,51 %, Adjusted R-Squared = 86,70 % dan Prob(F-Statistic) = 0, ** : signifikan pada α = 5% Berdasarkan hasil analisis, nilai koefisien determinasi R-squared dari persamaan konsumsi ubi kayu mengartikan 88,51 % konsumsi ubi kayu dapat jelaskan oleh keragaman variabel-variabel eksogen dalam persamaan yakni pendapatan perkapita, jumlah penduduk Indonesia dan harga komoditas jagung. Dengan kata lain konsumsi ubi kayu di Indonesia sangat ditentukan oleh ketiga variabel tersebut, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat di dalam persamaan. Adapun nilai F-statistic sebesar 0, menunjukan bahwa variabelvariabel eksogen dalam persamaan konsumsi ubi kayu tersebut mampu secara bersama-sama menjelaskan variabel endogen dengan baik. Dari nilai probabilitas yang dimiliki menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk Indonesia berpengaruh nyata pada taraf 5 %. Sedangkan untuk variabel pendapatan perkapita dan harga jagung tidak menunjukkan pengaruh yang signfikan pada taraf nyata 10 %. Variabel pendapatan (pendpatan) secara negatif dan tidak signifikan mempengaruhi konsumsi ubi kayu dengan koeifisen regresi sebesar -0, Pada umumnya pendapatan dan konsumsi memiliki hubungan positif, dengan kata lain kuantitas barang yang dikonsumsi akan meningkat seiring dengan pendapatan. Barang tersebut merupakan barang normal dimana konsumen ingin membeli lebih sebagai dampak dari peningkatan pendapatan mereka. Dalam hal ubi kayu yang dikonsumsi secara langsung, 17 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

18 pengaruh peningkatan pendapatan terhadap permintaan ubi kayu bersifat negatif dikarenakan masyarakat Indonesia masih menganggap ubi kayu adalah barang inferior. Adapun hubungan yang tidak signifikan antara pendapatan perkapita dengan konsumsi ubi kayu dapat dijelaskan bahwa karena adanya keterbatasan waktu dan data maka data konsumsi ubi kayu yang dipakai dalam penelitian ini hanya data ubi kayu segar dan tidak mencakup data ubi kayu yang dikonsumi secara tak langsung, diolah terlebih dahulu menjadi makanan ringan atau tepung yang dapat menjadi barang normal bagi masyarakat Indonesia. Variabel jumlah penduduk Indonesia (populasi) secara signifikan dan positif mempengaruhi konsumsi domestik ubi kayu dengan koeifisen regresi sebesar 2, Hal ini mengartikan bahwa setiap adanya kenaikan pada jumlah penduduk sebesar 1 % akan meningkatkan konsumsi ubi kayu sebesar 2,82 %. Sebaliknya jika ada penurunan jumlah penduduk sebesar 1 % maka konsumsi ubi kayu akan menurun sebesar 2,82 %, ceteris paribus. Pada umumnya, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk berarti kebutuhan akan pangan juga akan meningkat, dimana ubi kayu sebagai bahan pangan alternatif akan mengalami peningkatan dalam permintaan akan konsumsi. Berkaitan dengan selera masyarakat, kecenderungan yang terjadi pada pola makanan masyarakat Indonesia, ubi kayu terus mengalami penurunan yang signifikan pada skala rumah tangga. Pada tahun 1999 ubi kayu hanya mengambil porsi 8,83 % dari keseluruhan konsumsi pangan pokok masyarakat Indonesia dan di tahun 2010 terus mengalami penurunan dibarengi dengan peningkatan konsumsi beras dan tepung terigu. Variabel harga jagung tidak signifikan mempengaruhi konsumsi ubi kayu dengan koefisien regresi sebesar 0, Hubungan yang tidak signifikan tersebut dapat dijelaskan dimana jagung merupakan barang subtitusi bagi ubi kayu, tetapi dengan koefisien regresi yang rendah maka jagung dan ubi kayu menjadi barang independen sehingga jika ada penurunan harga jagung tidak serta merta mempengaruhi pola makan/konsumsi masyarakat Indonesia yang telah mengkonsumsi ubi kayu begitu juga sebaliknya. Harga Harga ubi kayu di Indonesia dipengaruhi oleh luas panen ubi kayu, konsumsi ubi kayu dan panjang jalan beraspal. Variabel luas areal panen ubi kayu berpengaruh negatif terhadap harga ubi kayu. Sedangkan 18 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

19 konsumsi ubi kayu, dan panjang jalan beraspal berpengaruh positif terhadap harga ubi kayu. Hasil estimasi parameter harga ubi kayu Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel Estimasi Parameter Harga Ubi Kayu Indonesia Variabel Koefisien Prob. Ket C -23, ,0689 log(lpanen) -2, ,0008 * log(kons) 1, ,0001 * log(pjalan) 2, ,0000 * Sumber : Diolah Ket : R-squared = 98,60 %, Adjusted R-Squared = 98,38 % dan Prob(F-Statistic) = 0, * : signifikan pada α = 1% Berdasarkan hasil analisis, nilai koefisien determinasi R-squared dari persamaan harga ubi kayu mengartikan 98,60 % harga ubi kayu dapat jelaskan oleh keragaman variabel-variabel eksogen dalam persamaan yakni luas panen ubi kayu, konsumsi ubi kayu dan panjang jalan beraspal. Harga ubi kayu di Indonesia sangat ditentukan oleh ketiga variabel tersebut, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat di dalam persamaan. Adapun nilai F-statistic sebesar 0, menunjukan bahwa variabel-variabel eksogen dalam persamaan harga ubi kayu tersebut mampu secara bersama-sama menjelaskan variabel endogen dengan baik. Dari nilai probabilitas yang dimiliki menunjukkan bahwa luas panen ubi kayu, konsumsi ubi kayu dan panjang jalan beraspal berpengaruh nyata pada taraf 1 %. Variabel luas panen ubi kayu (lpanen) secara signifikan dan negatif mempengaruhi harga ubi kayu dengan koefisien regresi sebesar -2, Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan luas panen ubi kayu sebanyak 1 % akan menurunkan harga ubi kayu sebesar 2,34 % dan sebaliknya, jika ada penurunan luas panen ubi kayu sebesar 1 % maka harga ubi kayu akan meningkat sebanyak 2,34 %, ceteris paribus. Hal ini dapat dijelaskan bahwa produksi ubi kayu akan meningkat seiring dengan peningkatan luas panen ubi kayu sehingga jika produksi ubi kayu meningkat maka kecenderungannya harga akan mengalami penurunan. Sebagai gambaran, di tahun 1996 terjadi peningkatan luas lahan panen ubi kayu dari ha menjadi ha sehingga meningkatkan produksi ubi kayu secara signifikan dari ton menjadi ton. Hal tersebut membuat penurunan harga ubi kayu dari Rp. 224/kg menjadi Rp. 218/kg. 19 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

20 Variabel konsumsi ubi kayu (kons) secara signifikan dan positif mempengaruhi harga ubi kayu dengan koeifisen regresi sebesar 1, Hal ini mengartikan bahwa setiap kenaikan konsumsi ubi kayu sebesar 1 % akan menaikan harga ubi kayu sebesar 1,59 %. Sebaliknya jika ada penurunan konsumsi ubi kayu sebesar 1 % maka harga ubi kayu akan turun sebesar 1,59 %, ceteris paribus. Hal tersebut dapat diasumsikan peningkatan kebutuhan konsumsi ubi kayu di saat produksinya tidak bertambah akan membuat kelangkaan komoditas ubi kayu di Indonesia, dimana kelangkaan tersebut dapat memicu kenaikan harga ubi kayu. Variabel panjang jalan beraspal (pjalan) secara signifikan dan positif mempengaruhi harga ubi kayu dengan koefisien regresi sebesar 2, Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa setiap adanyanya peningkatan panjang jalan beraspal sebanyak 1 % akan menaikkan harga ubi kayu sebesar 2,03 % dan sebaliknya, jika ada penurunan panjang jalan beraspal sebesar 1 % maka harga ubi kayu akan menurun sebanyak 0,88 %, ceteris paribus. Meskipun dengan sarana transportasi yang baik dapat mengurangi biaya produksi dan secara tak langsung dapat menekan harga, tetapi dengan mudahnya akses petani ke pasar akan membuat petani lebih mendapat informasi mengenai kondisi riil pasar dimana hal ini juga akan menjadi salah satu faktor penentu dalam penentuan harga. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian ini terlihat bahwa produksi ubi kayu di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh variabel harga ubi kayu, luas areal panen ubi kayu dan harga pupuk urea. Sedangkang variabel harga jagung sebagai komoditas subtitusi tidak berpengaruh signifikan. Dengan adanya peningkatan harga ubi kayu maka petani ubi kayu akan meningkatkan produksinya. Variabel luas areal panen berpengaruh positif terhadap produksi ubi kayu dikarenakan lahan merupakan input produksi paling penting dari ubi kayu. Sedangkan pengaruh pupuk urea terhadap produksi ubi kayu dikarenakan merupakan salah satu input produksi dari ubi kayu. Dalam penelitian ini, konsumsi ubi kayu di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh variabel jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan variabel harga pendapatan perkapita dan harga jagung tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ubi kayu. Pengaruh yang positif dari jumlah penduduk Indonesia terhadap konsumsi ubi kayu menyatakan bahwa peningkatan 20 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

21 jumlah penduduk secara otomatis akan meningkatkan pengguna ubi kayu dan secara otomatis meningkatkan konsumsi ubi kayu Inodnesia. Dalam penelitian ini, harga ubi kayu di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh variabel luas panen ubi kayu, konsumsi ubi kayu dan panjang jalan beraspal. Ketersediaan ubi kayu akan meningkat seiring dengan peningkatan luas panen ubi kayu. Peningkatan kebutuhan konsumsi ubi kayu di saat produksinya tidak bertambah akan membuat kelangkaan komoditas ubi kayu di Indonesia, dimana kelangkaan tersebut dapat memicu kenaikan harga ubi kayu. Saran Terkait bertambahnya peranan ubi kayu menjadi tidak hanya sebagai penyedia pangan alternatif, tetapi juga sumber pakan dan bahan bakar alternatif maka yang diharapkan ke depan adalah adanya peningkatan produksi ubi kayu agar program ketahanan pangan yang dicanangkan dapat berjalan dengan baik. Peningkatan produksi ubi kayu di Indonesia dapat dilakukan dengan peningkatan luas areal ubi kayu yang dilakukan bersamaan dengan peningkatan produktivitas lahan panen ubi kayu melalui peningkatan teknologi pertanian berupa penyediaan benih unggul serta meningkatkan asupan pupuk pertanian. DAFTAR PUSTAKA Allem, AC The origins and taxonomy of cassava. Di dalam Hillocks RJ, Thresh JM, Bellotti AC, editor. Cassava: Biology, Production and Utilization. New York: CABI Publishing. hlm Anonim Materi Bahan Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi Pembangunan. Makassar : Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Bappenas Rencana Kerja Pemerintah Buku III. Jakarta Badan Ketahanan Pangan Roadmap Diversifikasi Pangan Jakarta. Blanchard, Oliver Macroeconomics Fourth Edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall. Canning, David Infrastructure s Contribution to Aggregate Output. World Bank Policy Research Working Paper No Case, Karl E., Ray C. Fair Principles of Economics Sixth Edition. New Jersey : Prentice Hall. Darjanto dan Murjati Khasiat, Racun dan Masakan Ketela Pohon. Bogor: Yayasan Dewi Sri. Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Roadmap Peningkatan Produksi Ubi Kayu Tahun Jakarta. 21 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

22 Dixon, John A Cassava in Indonesia: its Economic Role and Use as Food. Contemporary Southeast Asia, Vol. 3, No. 4 (March 1982), pp ) Doll, J.P and F. Orazem Production Economics. New York : John Wiley and Sons. Gujarati, D Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga. Irawan, Bambang Meningkatkan Efektifitas Kebijakan Konversi Lahan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 26 No. 2, Desember 2008 : Ismono, R. Hanung., Septaria Indah Sari., Indah Nurmayasari Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Kesejahteraan Pelaku Ekonomi Ubi Kayu Di Provinsi Lampung. JIIA Volume 1 No. 1. Januari 2013 Joesran dan Fathorrozi Teori Ekonomi Mikro Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Empat. Koutsoyianis, A Theory of Econometrics. Second Edition. New York : The Macmillan Press. Kementerian Pertanian Renstra Kementan Jakarta Kotler, Phillip dan Gary Amstrong Prinsip-Prinsip Pemasaran, jilid 2, edisi ke-8. Jakarta : Penerbit Erlangga. Leo., Kelmin., Salmiah Analisis Pengaruh Input Produksi Terhadap Produksi Usahatani Ubi Kayu Di Desa Sukasari Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai. Journal on Social Economic of Agriculture and Agribusiness Vol 1 No 1. Medan : Universitas Sumatera Utara. Mvodo, Elise Stephanie Meyo & Dapeng Liang Cassava sector development in Cameroon: Production and marketing factors affecting price. SciRes Agricultural Sciences Vol.3, No.5, (2012) Nainggolan, Kaman Pertanian Indonesia Kini dan Esok. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Panggabean, Martin Partahi Hasoloan Analisa Permintaan dan Penawaran Ubikayu di Indonesia. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian Statistik Pertanian. Jakarta. Putong, I Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro (Edisi 2). Jakarta : Ghalia Indonesia. Pyndick, Robert S., Daniel L. Rubinfeld Mikroekonomi Edisi Keenam (terj). Jakarta : PT Indeks. Salvatore, Dominick Managerial Economics, dalam Perekonomian Global. Edisi Keempat. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga. Sani, Sondah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Ubi kayu untuk Agroindustri. Jakarta : Ditjen Tanaman pangan Kementerian Pertanian. Schnepf, Randy Price Determination in Agricultural Commodity Markets: A Primer. Congressional Research Service. Washington DC : The Library of Congress. Suryadi, Tatang Analisis Penawaran Dan Permintaan Ubi Kayu di Indonesia. Disertasi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. 22 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

23 Syafani, Tyas Sekartiara Analisis Preferensi, Pola Konsumsi, dan Permintaan Tiwul oleh Konsumen Rumah Makan di Provinsi Lampung. Skripsi. Bandar Lampung : Universitas Lampung. Timmer, C. Peter., Walter P. Falcon., Scott R. Pearson Food Policy Analysis. Published for the World Bank. Baltimore and London : The Johns Hopkins University Press. 23 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.03 NO. 02

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, KONSUMSI DAN HARGA UBI KAYU INDONESIA (Studi tahun 1991-2013 dengan menggunakan persamaan simultan)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, KONSUMSI DAN HARGA UBI KAYU INDONESIA (Studi tahun 1991-2013 dengan menggunakan persamaan simultan) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, KONSUMSI DAN HARGA UBI KAYU INDONESIA (Studi tahun 1991-2013 dengan menggunakan persamaan simultan) Kristian 1 Sulastri Surono 2 Magister Perencanaan dan Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah ini dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN 1993-2013 JURNAL PUBLIKASI OLEH : Nama : Futikha Kautsariyatun Rahmi Nomor Mahasiswa : 12313269 Jurusan : Ilmu Ekonomi FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam ruang lingkup sektor pertanian. Waktu penelitian untuk mengumpulkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pembangunan pertanian tidak lagi berorientasi semata - mata

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pembangunan pertanian tidak lagi berorientasi semata - mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini pembangunan pertanian tidak lagi berorientasi semata - mata pada peningkatan produksi tetapi kepada peningkatan produktivitas dan nilai tambah. Untuk itu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beras sebagai komoditas pokok Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen di Indonesia kedelai menempati urutan ketiga sebagai tanaman palawija setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor pertanian sebagai tumpuan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk. Keberadaan pertanian

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA Wenny Mahdalena L.G*), Tavi Supriana**), Satia Negara Lubis**) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro, biasanya dilihat dari pertumbuhan angka

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. INTISARI. ABSTRACT. i iii iv v vii ix xi xii xiii xiv I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pemilihan Lokasi Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara dipilih menjadi lokasi penelitian karena daerah ini merupakan salah satu provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara berkembang. Kekurangan pangan yang terjadi secara meluas di suatu negara akan menyebabkan kerawanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan 2001-2012.Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Dalam Angka, dan Dinas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Dampak Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian dan Industri Terhadap Emisi Gas Rumah Kaca Dalam penelitian ini berusaha untuk menganalisis 6 buah model

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Negara Indonesia dari tahun 1985 sampai tahun 2014. Penentuan judul penelitian didasarkan pada pertumbuhan produksi beras Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam tulisan Anonimous (2012) dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia diperlukan asupan gizi yang baik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau kuatitatif. Data kuantitatif ialah data yang diukur dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BERAS DI KOTA SURAKARTA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BERAS DI KOTA SURAKARTA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BERAS DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi, Libria Widiastuti (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta) Email: triardewi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya, suatu negara akan melakukan pembangunan ekonomi dalam berbagai bidang baik pembangunan nasional

Lebih terperinci

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya. PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk sementara lahan untuk budidaya untuk tanaman bijibijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN JAGUNG DI SUMATERA UTARA Rudi Hartono Purba, HM Mozart B Darus dan Tavi Supriana Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl. Prof.

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (The Impacts of Government s Policies on Cassava Economic Stockhorders Welfare In Lampung Provience) Septaria

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN CABAI MERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN CABAI MERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN CABAI MERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA Chairia*), Dr. Ir Salmiah, MS**), Ir. Luhut Sihombing, MP**) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakutas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI LADA DI INDONESIA FACTORS THAT INFLUENCE THE PRODUCTION OF PEPPER IN INDONESIA Hamdani 1), Ermi Tety 2), Eliza 2) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. demografi, dan sosial terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. demografi, dan sosial terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Statistik Deskriptif Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran umum dari variabel penelitian yang digunakan Analisis diskriptif bersifat pemaparan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari publikasi dinas atau instansi pemerintah, diantaranya adalah publikasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Analisis Deskripsi Data Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode 1993-2013 kurun waktu

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk Indonesia yang cukup pesat menyebabkan pemenuhan akan kebutuhan juga semakin banyak. Perkembangan tersebut terlihat pada semakin meningkatnya jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak bagi sistem perekonomian nasional. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dan memberikan kontribusi nyata terhadap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di Indonesia pada tahun 2007M01 2016M09. Pemilihan pada periode tahun yang digunakan adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALYSIS EFFECT OF INPUT PRODUCTION FOR CASSAVA FARMING IN SUKASARI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian 28 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif kuantitatif. Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk melihat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder 47 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan 2003-2012. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Dalam Angka, Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan

indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah selalu digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sekunder melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci