PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA OLEH WIDI HARTATI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA OLEH WIDI HARTATI H"

Transkripsi

1 PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA OLEH WIDI HARTATI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN WIDI HARTATI. Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional Ke Modern di Indonesia (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO). Perdagangan, hotel dan restoran merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan serta kontribusinya terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB) dan kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki subsektor yang juga berperan penting dalam perekonomian nasional yaitu perdagangan besar dan eceran yang memiliki kontribusi terhadap PDB yang lebih besar dibandingkan dengan subsektor hotel dan restoran. Perdagangan juga berperan penting sebagai penghubung antara sektor produksi dan konsumsi. Bila dikaitkan dengan konsumsi masyarakat, maka subsektor yang lebih berperan adalah perdagangan eceran karena berhubungan langsung atau melayani langsung kebutuhan konsumen akhir. Transaksi dalam perdagangan eceran umumnya membutuhkan sarana berupa pasar. Sejalan dengan perkembangan ekonomi dewasa ini, pasar dalam arti fisik telah banyak mengalami perubahan sehingga saat ini dikenal dua bentuk pasar yaitu pasar tradisional dan modern. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengkaji pergeseran sarana perdagangan eceran dari tradisional ke modern di Indonesia dengan indikator jumlah pasar dan omzet penjualan serta (2) mengkaji kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam perdagangan eceran tradisional dan modern di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa jumlah pasar tradisional dan modern tahun 1995, 2000 dan 2005 serta data omzet penjualan tahun yang diperoleh dari instansi terkait seperti Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statisitik, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB serta beberapa literatur lain yang relevan dengan penelitian ini. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran perdagangan eceran baik di tingkat nasional maupun propinsi dengan indikator jumlah pasar pada kurun waktu 1995 dan 2000 serta 2000 dan 2005, yang diketahui dari jumlah pasar tradisional yang cenderung mengalami penurunan sedangkan jumlah pasar modern cenderung meningkat. Selain itu laju pertumbuhan jumlah pasar tradisional juga cenderung bernilai negatif sedangkan pasar modern cenderung positif. Pada kurun waktu 2000 dan 2005 laju pertumbuhan pasar modern sudah mulai berkurang. Pergeseran dengan indikator omzet dilihat dari omzet penjualan kedua pasar yang terus mengalami peningkatan dalam periode , namun peningkatan omzet pasar tradisional lebih lambat dan lebih rendah dibandingkan dengan pasar modern. Laju pertumbuhan omzet juga mencerminkan pergeseran yang dilihat dari pertumbuhan omzet pasar tradisional pada periode menurun sementara di pasar modern seperti hypermarket mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen lebih tertarik untuk berbelanja di pasar

3 modern daripada di pasar tradisional. Perkembangan jumlah pasar modern di Indonesia didorong oleh adanya faktor internal berupa keunggulan pasar modern serta faktor eksternal berupa kondisi demografis Indonesia. Persaingan bisnis ritel yang semakin ketat antara pasar tradisional dengan pasar modern, mendorong pemerintah untuk menyiasati keadaan ini dengan mengeluarkan beberapa peraturan seperti Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.145/MPP/Kep/5/97 dan Menteri Dalam Negeri No. 57 tahun 1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan, Surat Keputusan (SK) Menperindag No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan serta SK Menperindag No. 261/MPP/Kep/7/1997 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan. Bila dihubungkan dengan penelitian ini, maka peraturan-peraturan tersebut cukup efektif dalam mengurangi pertumbuhan jumlah pasar modern pada kurun waktu 2000 dan 2005, tetapi kurang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah pasar tradisional karena masih adanya beberapa kendala seperti batasan mengenai perdagangan eceran dan grosir belum jelas serta kendala dari pemerintah daerah. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan pengkajian lebih lanjut mengenai pasar baik tradisional maupun modern. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan pasar modern cukup pesat dibandingkan dengan pasar tradisional, maka program pemerintah berupa kemitraan antara pengusaha di pasar modern dan tradisional harus direalisasikan agar pengusaha di pasar tradisional tetap bertahan. Salah satu bentuk kemitraan yang dapat dijalankan oleh pengusaha di pasar tradisional adalah dengan mulai berperan sebagai supplier ataupun wholeseller. Selain itu program kerjasama dengan pihak swasta juga harus ditingkatkan untuk memperbaiki kondisi fisik pasar tradisional. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menyempurnakan penelitian ini antara lain dengan menambahkan data yang lebih spesifik yang belum didapatkan oleh penulis dalam penelitian ini, seperti data jumlah omzet pasar tradisional dan modern per propinsi serta data tenaga kerja di pasar tradisional dan modern. Penelitian selanjutnya juga dapat mengeksplorasi perdagangan eceran secara lebih mendalam dengan melihat peranan pasar baik tradisional maupun modern terhadap pembangunan daerah baik propinsi, kota maupun kabupaten yang dilihat dari kontribusi pasar tradisional dan modern terhadap Pendapatan Asli Daerah serta dampak sosial ekonomi dari pembangunan pasar modern bagi masyarakat.

4 PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA Oleh WIDI HARTATI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Widi Hartati Nomor Registrasi Pokok : H Departemen : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional ke Modern di Indonesia dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP Tanggal Kelulusan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Agustus 2006 Widi Hartati H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Widi Hartati lahir pada tanggal 12 Januari 1984 di Jakarta. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Suyanto dan Ibu Elies. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah taman kanak-kanak pada TK Tahta Syajar pada tahun 1990, kemudian melanjutkan ke SDN Keranji III dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Tridaya Sakti dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tambun dan lulus pada tahun Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Hipotesa FEM IPB Periode

8 ^tüçt Ç ~â ÑxÜáxÅut{~tÇ âçàâ~ àxüv Çàt çtçz àxät{ ÅxÇwâ~âÇz~â

9 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah SWT dengan Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional Ke Modern di Indonesia. Sarana perdagangan eceran berupa pasar baik pasar tradisional maupun modern dipilih penulis sebagai bahan penelitian karena perkembangan kedua pasar ini di Indonesia cukup menarik untuk dikaji. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 2. Sahara, SP, M.Si selaku dosen penguji utama, terimakasih atas saran dan perbaikannya. 3. Alla Asmara S.Pt, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi, terimakasih atas perbaikan mengenai tata cara penulisan skripsi ini. 4. Staf Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan RI atas masukan yang diberikan kepada penulis. 5. Orang tua serta adik penulis (Wirda dan Witri), terimakasih atas doanya. 6. Seluruh mahasiswa Ilmu Ekonomi angkatan 39, terimakasih atas motivasi dan dukungannya. 7. Keluarga besar GIRMA, terimakasih atas kebersamaannya. Penulis sadar bahwa skripsi ini baru merupakan langkah awal dalam mengkaji subsektor perdagangan eceran. Penulis berharap agar penelitian selanjutnya mampu melengkapi kekurangan yang ada dalam karya penulis ini.

10 Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri serta bagi pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2006 Widi Hartati H

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Konsep Perdagangan Perdagangan Dalam Negeri Beberapa Definisi Pasar Peran Perdagangan Eceran dalam Perekonomian Masyarakat Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran 18 III. GAMBARAN UMUM PASAR TRADISIONAL DAN MODERN IV. METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Definisi Operasional V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pergeseran Perdagangan Eceran di Indonesia Pergeseran dengan Indikator Jumlah Pasar Pergeseran dengan Indikator Omzet Penjualan Pergeseran Tenaga Kerja di Sektor Perdagangan... 39

12 5.3. Faktor Pendorong Perkembangan Pasar Modern di Indonesia Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Perdagangan Eceran Kebijakan Penataan Pasar dan Pertokoan Kemitraan Beberapa Keterbatasan dalam Penelitian Ini VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 66 DAFTAR PUSTAKA... 68

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Kontribusi dan Pertumbuhan Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Jumlah dan Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Indonesia tahun Pangsa Penjualan Barang Kebutuhan Sehari-hari di Pasar Tradisional dan Modern Rasio Keinginan Masyarakat Berbelanja di Pasar Tradisional dan Di Pasar Modern (Studi Kasus: Negara-negara Asia Pasifik) Perkembangan Jumlah Hypermarket di Indonesia.Tahun Perkembangan Omzet Penjualan Pasar Tradisional Di Indonesia Tahun Perkembangan Omzet Penjualan Supermarket dan Minimarket di Indonesia Tahun Perkembangan Omzet Hypermarket di Indonesia. Tahun Perkembangan dan Pertumbuhan Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Propinsi dan Indonesia Periode 1995 dan Perkembangan dan Pertumbuhan Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Propinsi dan Indonesia Periode 2000 dan Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Perdagangan Menurut Status Pekerjaan Utama... 39

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Perkembangan Jumlah Pasar Tradisional di Indonesia Periode Perkembangan Jumlah Pasar Modern di Indonesia Periode Pertumbuhan Omzet Pasar Tradisional dan Modern di Indonesia Tahun Proyeksi Jumlah Omzet di Pasar Tradisional dan Modern Tahun Proyeksi Pertumbuhan Omzet di Pasar Tradisional dan Modern Tahun Persentase Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan di Sektor Perdagangan Tahun Persentase Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Sektor Perdagangan Tahun Perkembangan Jumlah Penduduk di Indonesia Periode Perkembangan Jumlah Rumah Tangga di Indonesia Periode Perkembangan Jumlah Wanita Bekerja (PNS) di Indonesia Tahun Perkembangan Tingkat Pendapatan Perkapita di Indonesia Tahun

15 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari peranannya terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB) dan kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja (Tabel 1.1 dan Tabel 1.2). Tabel 1.1. Kontribusi dan Pertumbuhan Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 15,64 (4,08) 15,47 (3,23) 15,39 (4,34) 15,23 (4,06) Pertambangan dan Penggalian 11,66 (0,33) 11,28 (1,00) 10,66 (-0,89) 9,67 (-4,61) Industri Pengolahan 27,60 (3,30) 27,85 (5,29) 27,97 (5,33) 28,25 (6,19) Listrik, Gas dan Air Bersih 0,63 (7,92) 0,66 (8,94) 0,66 (5,88) 0,67 (5,91) Bangunan 5,55 (4,58) 5,61 (5,48) 5,70 (6,67) 5,87 (8,17) Perdagangan, Hotel dan Restoran 16,24 (4,38) 16,16 (3,90) 16,23 (5,30) 16,33 (5,80) Perdagangan Besar dan Eceran * 13,34 (4,09) 13,26 (3,69) 13,32 (5,42) 13,37 (5,51) Hotel * 0,67 (7,39) 0,67 (4,83) 0,68 (5,53) 0,71 (11,00) Restoran * 2,22 (5,20) 2,23 (4,87) 2,23 (4,50) 2,24 (5,97) Pengangkutan dan Komunikasi 4,87 (8,10) 5,06 (8,39) 5,38 (11,56) 5,77 (12,70) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 8,53 (6,60) 8,69 (6,37) 8,87 (7,02) 9,09 (7,72) Jasa-jasa 9,28 (3,24) 9,23 (3,75) 9,14 (3,87) 9,12 (4,91) PDB (3,83) (4,38) (4,88) (5,13) Sumber : BPS, Keterangan : Angka dalam kurung merupakan pertumbuhan (%). * : Subsektor dari sektor Perdagangan, hotel dan restoran.

16 2 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran cenderung memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap PDB bila dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya pada periode kecuali pada tahun 2002 yang mengalami penurunan. Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran juga cenderung mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2002 mengalami penurunan. Nilai kontribusi maupun pertumbuhan yang menurun pada tahun 2002 diduga dipengaruhi oleh menurunnya daya beli masyarakat dan kondisi politik yang kurang kondusif seperti terjadinya peristiwa bom Bali. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga memiliki pertumbuhan yang senantiasa lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDB dalam periode Tabel 1.2. Jumlah dan Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 39,74 (43,76) 40,63 (44,33) 43,04 (46,37) 40,60 (43,32) Pertambangan dan Penggalian 0 0 0,63 (0,69) 0,73 (0,79) 1,03 (1,10) Industri Pengolahan 12,09 (13,31) 12,11 (13,21) 11,49 (12,38) 11,07 (11,81) Listrik, Gas dan Air Bersih 0 0 0,18 (0,20) 0,15 (0,16) 0,23 (0,25) Bangunan 3,84 (4,23) 4,27 (4,66) 4,05 (4,36) 4,54 (4,84) Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,47 (19,24) 17,80 (19,42) 17,25 (18,59) 19,12 (20,40) Pengangkutan dan Komunikasi 4,45 (4,90) 4,67 (5,10) 4,94 (5,32) 5,48 (5,85) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,13 (1,24) 0,99 (1,08) 1,31 (1,41) 1,12 (1,20) Jasa-jasa 11,00 (12,11) 10,36 (11,30) 9,84 (10,60) 10,52 (11,22) Lain-lain * 1,10 (1,21) Sumber : BPS, Keterangan : Jumlah tenaga kerja dalam Juta Jiwa. Angka dalam kurung menunjukkan persentase penyerapan tenaga kerja. * : Sektor pertambangan, penggalian dan sektor listrik, gas dan air.

17 3 Tabel 1.2 menunjukkan bahwa sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor pertanian dilihat dari nilai persentase penyerapan tenaga kerja yang paling besar. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menempati urutan kedua setelah pertanian. Persentase penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran cenderung meningkat kecuali pada tahun 2003 mengalami penurunan yang diduga akibat berkurangnya aktivitas terutama di subsektor hotel dan restoran sebagai dampak adanya peristiwa bom Bali tahun Salah satu subsektor dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yang juga berperan penting dalam perekonomian adalah subsektor perdagangan besar dan eceran. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi perdagangan besar dan eceran terhadap PDB yang lebih dominan bila dibandingkan dengan subsektor hotel dan restoran (Tabel 1.1). Perdagangan merupakan salah satu sektor dalam sistem perekonomian nasional yang berperan dalam menjembatani sektor produksi dengan konsumsi baik antar sektor maupun secara regional. Dari dua bentuk perdagangan yaitu perdagangan besar dan eceran, perdagangan eceran merupakan bentuk perdagangan yang langsung memenuhi kebutuhan hidup atau konsumsi orang banyak. Perdagangan eceran di Indonesia merupakan kegiatan yang berkembang pesat, terutama karena didukung oleh masih tingginya tingkat konsumsi masyarakat. Selain itu, perdagangan eceran juga melibatkan pelaku usaha yang sangat besar jumlahnya setelah sektor pertanian. Hal tersebut terjadi karena bidang kegiatan perdagangan eceran tidak memerlukan persyaratan teknis yang rumit

18 4 dibandingkan bidang kegiatan ekonomi lainnya seperti di sektor industri, pertanian dan lainnya, sehingga sektor perdagangan eceran berperan dalam menyerap banyak tenaga kerja (Departemen Perdagangan, 2005). Untuk perekonomian negara berkembang, perdagangan eceran merupakan katup pengaman bagi penyediaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, perdagangan eceran menjadi sektor tumpuan untuk mengatasi pengangguran dan pemutusan hubungan kerja, bahkan banyak diantara perusahaan sektor produksi yang stagnan beralih ke sektor jasa distribusi (Departemen Perdagangan, 2005). Kegiatan perdagangan eceran sendiri dilakukan melalui transaksi jual beli di pasar. Seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi dewasa ini, citra pasar dalam arti fisik telah banyak mengalami pembenahan dan peningkatan sehingga menjadi lebih menarik. Pasar dalam kehidupan modern tidak hanya dihubungkan dengan transaksi jual beli barang atau jasa tetapi juga berhubungan dengan gaya hidup masyarakat sehingga berkembanglah pasar modern disamping pasar yang sebelumnya telah ada yaitu pasar tradisional. Melihat peranan sektor perdagangan eceran dan perkembangan pasar yang menjadi sarananya cukup pesat, subsektor perdagangan eceran dipilih sebagai bahan penelitian Perumusan Masalah Peningkatan jumlah penduduk terutama di daerah perkotaan, membaiknya tingkat pendidikan serta kesejahteraan merupakan beberapa faktor yang telah mendorong terjadinya perubahan selera dan pola hidup dalam masyarakat. Sejalan

19 5 dengan hal itu, maka diperlukan peningkatan sarana dan prasarana yang dapat mendukung pola hidup masyarakat tersebut. Peningkatan sarana dan prasarana antara lain dilakukan melalui pembangunan di berbagai sektor salah satunya adalah pembangunan di sektor perdagangan termasuk sektor perdagangan eceran yang pada umumnya ditandai dengan pembangunan sarana perdagangan eceran baik berupa pasar tradisional maupun pasar modern. Perkembangan pasar modern yang semakin pesat telah mempengaruhi struktur perdagangan eceran yang pada awalnya hanya didominasi oleh pasar tradisional. Bila dilihat dalam kenyataan saat ini, pembangunan pasar modern semakin marak dan cenderung telah menggeser peranan pasar tradisional karena sebagian masyarakat terutama masyarakat perkotaan lebih banyak memenuhi kebutuhan rumah tangga dari pasar modern. Masyarakat lebih memilih untuk berbelanja di pasar modern karena pasar modern memiliki keunggulan dibandingkan dengan pasar tradisional antara lain suasana pasar yang bersih, nyaman dan aman serta harga yang seringkali lebih murah dibandingkan dengan pasar tradisional. Pertumbuhan pesat pasar modern belakangan ini, perlu memperhatikan kelangsungan pasar tradisional yang selama ini masih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah baik sebagai tempat berbelanja maupun untuk berusaha. Untuk itu, perlu adanya suatu kebijakan dari pemerintah yang dapat menyelaraskan antara kepentingan pengusaha pasar modern dengan pengusaha pasar tradisional.

20 6 Secara ringkas, permasalahan yang akan dibahas adalah : 1. Bagaimana pergeseran sarana perdagangan eceran dari tradisional ke modern di Indonesia? 2. Kebijakan apa yang diterapkan oleh pemerintah dalam bidang perdagangan eceran tradisional dan modern di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain : 1. Mengkaji pergeseran sarana perdagangan eceran dari tradisional ke modern di Indonesia. 2. Mengkaji kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah dalam sektor perdagangan eceran tradisional dan modern Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis sendiri berguna khususnya untuk melatih kemampuan berfikir kritis dan tanggap terhadap permasalahan yang terjadi di daerah dan di masyarakat. 2. Untuk menambah wawasan bagi para pembaca dalam memberikan gambaran mengenai kondisi perdagangan eceran di Indonesia saat ini sehingga akan muncul kritik yang membangun dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan tulisan ini serta untuk kelangsungan pembangunan sektor perdagangan eceran itu sendiri.

21 Ruang Lingkup Penelitian ini hanya akan melihat pergeseran subsektor perdagangan eceran dari sarana perdagangan berupa pasar, baik pasar tradisional maupun modern. Indikator yang digunakan untuk melihat pergeseran adalah data jumlah pasar tradisional dan modern pada tahun 1995, 2000 dan 2005 serta data omzet penjualan pasar tradisional, supermarket dan hypermarket pada periode

22 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Konsep Perdagangan Kegiatan pembangunan pada dasarnya adalah kegiatan yang dilaksanakan di segala sektor yang ditujukan untuk mencapai sasaran tertentu di masa depan. Salah satu sasaran dari pembangunan adalah peningkatan produksi yang tidak mungkin terjadi tanpa dukungan perdagangan yang merupakan sektor jasa untuk menunjang kegiatan pembangunan, baik ditinjau dari aspek dalam negeri maupun aspek internasional. Perdagangan diartikan sebagai kegiatan jual beli barang dan jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan jasa disertai imbalan atau kompensasi, tanpa mengubah bentuk barang atau jasa dari produsen kepada konsumen yang dilakukan oleh pedagang yaitu perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan atau perdagangan secara terus menerus dengan tujuan memperoleh laba (Departemen Perdagangan, 2005). Kegiatan sektor perdagangan terdiri dari dua subsektor, yaitu sub sektor perdagangan luar negeri yang terdiri dari perdagangan ekspor dan impor serta sub sektor perdagangan dalam negeri yang terdiri dari perdagangan partai besar, perdagangan eceran dan perdagangan informal sedangkan pedagang dapat digolongkan menjadi dua yaitu pedagang yang membeli barang dari produsen (dalam partai besar) disebut pedagang besar/grosir atau whole seller dan pedagang yang membeli barang dagangan dari pedagang besar (dalam partai kecil) yang

23 9 disebut pedagang kecil atau retailer. Pedagang yang terakhirlah yang langsung berhadapan dengan konsumen (Hidayat dalam Sukaesih, 1994). Dalam ekonomi makro maupun ekonomi pembangunan, istilah ekspor atau impor adalah perdagangan yang dilakukan dengan luar negeri atau antar negara, sedangkan dalam ekonomi regional perdagangan ekspor dan impor berarti perdagangan yang dilakukan dengan luar wilayah atau daerah termasuk perdagangan dengan luar negeri (Tarigan, 2005) Perdagangan Dalam Negeri Kegiatan perdagangan dalam negeri dapat dilaksanakan oleh perusahaan penanaman modal yang seluruhya dimiliki oleh Warga Negara Asing atau badan hukum asing atau oleh perusahaan patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Lembaga usaha perdagangan dalam negeri umumnya terdiri dari pedagang besar, pedagang pengecer dan pedagang informal (BKPM, 1997). 1. Pedagang Besar (Wholesaler) Pedagagang besar (Wholesaler) adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri atau atas nama pihak lain yang menunjuknya untuk menjalankan kegiatan dengan cara membeli, menyimpan, menjual barang dalam partai besar secara tidak langsung kepada konsumen akhir. Untuk melakukan penjualan kepada konsumen akhir harus menunjuk perusahaan nasional sebagai agen. Termasuk pedagang besar adalah distributor utama, perkulakan (grosir), sub distributor, pemasok besar, dealer besar, agen tunggal pemegang merek, eksportir dan importir.

24 10 2. Pedagang Pengecer (Retailer) Pedagang pengecer (retailer) adalah perorangan atau badan usaha yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai kecil. Kegiatan perdagangan eceran umumnya dilakukan di suatu tempat yang dikenal dengan pasar yaitu tempat bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk melakanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk. 3. Pedagang Informal Pedagang informal adalah perorangan yang tidak memiliki badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan barang dan atau jasa dalam skala kecil yang dijalankan oleh pengusahanya sendiri berdasarkan azas kekeluargaan Beberapa Definisi Pasar Pasar dalam pengertian sederhana dan sempit diartikan sebagai tempat terjadinya transaksi jual beli (penjualan dan pembelian) yang dilakukan oleh penjual dan pembeli yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu. Pasar dalam pengertian ekonomi adalah pertemuan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand), yaitu ada yang menawarkan barang dan ada yang menginginkannya dengan harga yang disepakati kedua belah pihak. Pasar dalam pengertian fisik adalah tempat bertemunya pedagang (penjual) dan pembeli (konsumen). Oleh karena itu pasar mempunyai kedudukan dan peran penting bagi masyarakat luas dan bagi sektor perdagangan. Bagi sektor perdagangan, pasar merupakan tempat pedagang berusaha, sebagai sarana distribusi barang bagi produsen dan petani, tempat memonitor perkembangan harga dan stok barang beserta lapangan kerja bagi masyarakat luas (Sukaesih, 1994).

25 11 Definisi lain menyebutkan bahwa pasar dapat dibedakan antara pasar langsung dan pasar tidak langsung. Pasar langsung diartikan sebagai pertemuan antara penjual dan pembeli di satu tempat yang bernegosiasi sehingga mencapai kesepakatan dalam bentuk jual beli atau tukar menukar. Dari definisi ini, ada empat poin penting yang menonjol dan menandakan terbentuknya pasar: pertama, ada penjual dan pembeli; kedua, mereka bertemu di sebuah tempat tertentu; ketiga, terjadi kesepakatan diantara penjual dan pembeli sehingga terjadi jual beli atau tukar menukar; dan keempat, antara penjual dan pembeli kedudukannya sederajat. Dalam sejarah ekonomi, pasar seperti ini disebut sebagai pasar tradisional. Tetapi, ada juga pasar di mana pembeli dan penjual bertemu tapi tidak terjadi transaksi yang didasarkan pada proses tawar menawar seperti di supermarket atau hypermarket. Dalam kasus lainnya, ada pasar di mana pembeli dan penjual tidak harus bertemu di satu tempat, juga tidak harus terjadi tawar menawar. Contohnya adalah pasar e-commerce (jual beli melalui internet). Pasar seperti inilah yang disebut sebagai pasar tidak langsung. Selain melalui internet, pasar tidak langsung juga dapat dilihat pada perdagangan di bursa saham, pasar uang maupun pasar valuta asing (Pontoh, 2005). Pasar tidak selalu diartikan sebagai suatu tempat terjadinya jual beli antara penjual dan pembeli. Pasar dalam konsep pemasaran diartikan sebagai kumpulan orang yang memiliki demand terhadap suatu barang ataupun jasa. Demand merupakan pengembangan lebih lanjut dari needs dan wants. Needs adalah kebutuhan manusia yaitu segala sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia karena kodratnya sebagai makhluk hidup. Contohnya adalah manusia membutuhkan

26 12 makan karena adanya rasa lapar, inilah dasar utamanya. Kemudian needs tersebut akan berubah menjadi wants atau keinginan jika needs tersebut dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat, budaya dan selera pribadi. Dari satu needs bisa muncul berbagai macam wants. Sebagai contoh dari needs akan makanan maka tersedia berbagai macam pilihan tempat makan untuk memenuhi needs tersebut. Perubahan dari needs menjadi wants belumlah cukup, karena wants harus dilanjutkan kepada tahap demand atau permintaan. Untuk merubah wants menjadi demands prasyarat utamanya adalah daya beli atau purchasing power. Secara mendasar pasar dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar yaitu pasar konsumen dan pasar bisnis. Beda secara mendasar dari kedua pasar ini adalah bahwa para pembeli pada pasar konsumen adalah para pengguna langsung atau end user sedangkan pada pasar bisnis pembelinya merupakan non end user dan merupakan intermediary artinya pembeli tersebut membeli barang untuk dijual kembali (Sutikno, 2001). Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPP/Kep/1/1998 Tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan, pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk, yang menurut kelas mutu pelayanan, dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern (Departemen Perdagangan, 2006). 1. Pasar Modern Pasar modern merupakan pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta, atau koperasi dalam bentuk berupa mall, supermarket, department store dan

27 13 shopping centre dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relatif kuat dan dilengkapi dengan label harga yang pasti. Pasar modern biasanya dilengkapi dengan sarana hiburan serperti bioskop, mainan anak-anak dan restoran yang merupakan daya tarik tersendiri untuk menarik minat pengunjung. Pasar modern bermula dari toko serba ada (toserba) yang kemudian berkembang menjadi supermarket dengan aset dan omzet lebih besar. Supermarket kemudian berkembang menjadi hypermarket yaitu sebuah toko serba ada dengan skala lebih besar dan ada unsur modal asing didalamnya. Supermarket atau hypermarket memiliki keunggulan dibandingkan dengan pasar tradisional karena harga barang murah, kemasan rapi, jenis barang lengkap, situasi bersih dan nyaman menjadikan hypermarket sebagai one stop shopping. Konsumen pergi ke hypermarket untuk membeli semua kebutuhan dengan gengsi tersendiri. Banyak barang yang tidak dikenal dan bukan menjadi kebutuhan, akhirnya menimbulkan selera konsumen. Supermarket dan hypermarket tidak saja memenuhi kebutuhan konsumen, tetapi juga menciptakan kebutuhan. 2. Pasar Tradisional Pasar tradisional merupakan pasar yang bentuk bangunannya relatif sederhana, dengan suasana yang relatif kurang menyenangkan (ruang usaha sempit, sarana parkir kurang memadai, kurang menjaga kebersihan pasar dan penerangan yang kurang baik). Barang yang diperdagangkan adalah kebutuhan sehari-hari, harga barang relatif murah dengan mutu yang kurang diperhatikan dan

28 14 cara pembeliannya dilakukan dengan tawar menawar. Contoh pasar tradisional adalah pasar Inpres dan pasar lingkungan. Keadaan pasar tradisional kurang berkembang dan cenderung tetap tanpa banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Kesan kotor, kumuh, becek masih melekat pada pasar tradisional, harga tidak pasti, adu tawar, barang tidak lengkap menyebabkan pasar tradisional kehilangan pembelinya. Namun pasar tradisional tetap memiliki keunggulan, yaitu dari segi interaksi dan komunikasi sosial di mana terjadi keakraban antara penjual dengan pembeli. Penjual mengenal konsumen dengan baik. Menurut sifat pendistribusinya pasar dapat digolongkan menjadi pasar eceran yaitu pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan dalam partai kecil dan pasar perkulakan/grosir yaitu pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan partai besar (Departemen Perdagangan, 2006) Peran Perdagangan Eceran dalam Perekonomian Masyarakat Perdagangan eceran merupakan bentuk perdagangan yang melayani konsumen akhir secara langsung. Bidang usaha dari perdagangan eceran antara lain mencakup kegiatan perdagangan di supermarket, departement store, pertokoan besar, pertokoan biasa, perdagangan eceran di kios, perdagangan keliling, perdagangan pesanan, perdagangan jasa, dan dalam hal perdagangan pengumpulan berhubungan langsung dengan produsen kecil. Salah satu bidang usaha perdagangan eceran yang banyak diminati oleh masyarakat adalah perdagangan di kios, yang umumnya dilakukan di pasar tradisional.

29 15 Pasar tradisional merupakan pranata ekonomi yang relatif tua dengan fungsi menyalurkan barang-barang kebutuhan sehari-hari khususnya dan kebutuhan hidup lainnya. Peranan ekonomi maupun sosialnya yang telah melembaga merupakan bagian dari dinamika perkembangan suatu masyarakat. Meskipun saat ini tumbuh berbagai pranata baru dan modern tetapi peranan strategis pasar tradisional belum tergantikan karena membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengubah budaya belanja masyarakat Indonesia. Pasar tradisional berperan sebagai penyangga sistem ekonomi nasional, khususnya sektor perdagangan yang langsung menyediakan kebutuhan konsumen. Pasar tradisional turut berperan dalam penyerapan tenaga kerja, hal ini terlihat dari jumlah pedagang yang terserap dalam pasar tradisional. Sebagai contoh, di Jakarta ada kurang lebih 66 ribu pedagang tertampung di kios-kios resmi pasar tradisional. Sementara itu yang tidak tertampung jumlahnya hampir dua kali lipat (sekitar 100 ribu pedagang) sedangkan di Surabaya dan Bandung jumlah pedagang yang tertampung tidak kurang dari 25 ribu orang dan 13 ribu orang. Pedagang di pasar tradisional termasuk ke dalam kategori pengusaha kecil, di mana usaha kecil itu sendiri merupakan kegiatan ekonomi rakyat sebagai bagian integral dunia usaha yang mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi. Dengan demikian usaha kecil perlu diberdayakan dan diberikan peluang berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peran sertanya dalam pembangunan.

30 16 Kehadiran pasar modern dapat menimbulkan dampak negatif terhadap eksistensi pasar tradisional yang digerakkan oleh para pengusaha kecil, menengah dan koperasi seperti pengurangan pola jam kerja dan pengurangan volume penjualan serta persaingan dalam bentuk lain, sehingga diperlukan bentuk tatanan perekonomian yang memungkinkan berkembangnya potensi ekonomi masyarakat dan terjadinya interaksi yang saling menguntungkan diantara para pelaku ekonomi. Tatanan itu dapat terwujud melalui pola kemitraan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil dan koperasi (Departemen Perdagangan, 2005) Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pergeseran pasar dari tradisional ke modern telah dilakukan, antara lain hasil survei AC Nielsen, pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa jumlah pasar tradisional di Indonesia telah mencapai 1,7 juta atau sebesar 73 persen dari keseluruhan pasar yang ada. Sedang sisanya sebanyak 27 persen berupa pasar modern. Namun ternyata laju pertumbuhan pasar modern jauh lebih tinggi dibandingkan pasar tradisional. Pertumbuhan pasar tradisional sebesar 5 persen per tahun sedang pasar modern mencapai 16 persen. Dilihat dari organik pasar modern, minimarket mempunyai pasar sebesar 5 persen dengan laju pertumbuhan sebesar 15 persen sedangkan untuk supermarket pangsa pasarnya mencapai 17 persen dengan tingkat pertumbuhan 7 persen. Sementara hypermarket besar pasarnya 5 persen dengan laju pertumbuhan 25 persen per tahun. Bila dirataratakan tingkat pertumbuhan pasar modern sebesar 16 persen setiap tahunnya. Dengan besar pasar dan tingkat pertumbuhan kedua pasar yang berbeda jauh,

31 17 maka lambat laun pasar-pasar tradisional akan tergantikan. Besarnya eliminasi dari pasar tradisional menurut perhitungan AC Nielsen setiap tahunnya mencapai 1,5 persen (Nafi, 2004). AC Nielsen Indonesia juga menemukan fakta mengenai penurunan pangsa penjualan barang kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional seperti yang terlihat pada Tabel 2.1. Pada tahun 2001 pasar tradisional masih menguasai pangsa sebesar 75,2 persen dari total penjualan barang-barang konsumsi di dalam negeri. Namun sumbangan penjualan pedagang di pasar tradisional mengalami penurunan menjadi hanya sebesar 67,6 persen pada tahun Tabel 2.1. Pangsa Penjualan Barang Kebutuhan Sehari-hari di Pasar Tradisional dan Modern Tahun Tahun Pasar Modern (%) Pasar Tradisional (%) ,8 75, ,1 74, ,3 73, ,4 69, ,4 67,6 Sumber : Silitonga, AC Nielsen Indonesia menaksir nilai belanja produk kebutuhan sehari-hari pada tahun 2004 sebesar 57,24 triliun rupiah dengan rincian pasar modern 18,55 triliun dan pasar tradisional 38,70 triliun. Penelitian lain yang dilakukan oleh AC Nielsen pada tahun 2005 menyebutkan bahwa di negara-negara Asia Pasifik (kecuali Jepang), pada tahun rasio keinginan masyarakat berbelanja di pasar tradisional cenderung menurun sedangkan di pasar modern meningkat.

32 18 Tabel 2.2. Rasio Keinginan Masyarakat Berbelanja di Pasar Tradisional dan di Pasar Modern Tahun (Studi Kasus : Negara-negara Asia Pasifik) Tahun Pasar Modern (%) Pasar Tradisional (%) Sumber : Departemen Perdagangan, Kerangka Pemikiran Kehidupan masyarakat akan senantiasa mengalami perubahan dan akan selalu menuju ke tahap yang lebih maju dan lebih modern. Sejalan dengan kehidupan yang semakin maju dan modern, maka akan muncul kebutuhankebutuhan yang lebih kompleks dan lebih banyak jumlahnya sehingga diperlukan pula fasilitas pendukung yang lebih baik dan lebih banyak daripada yang tersedia saat ini. Peningkatan fasilitas ini hanya mungkin terjadi melalui suatu pembangunan yang dilakukan baik oleh pihak pemerintah maupun swasta. Pembangunan di berbagai sektor akan memberikan kontribusi dalam PDB sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Pembangunan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks ini dilaksanakan di berbagai sektor. Salah satunya adalah di sektor perdagangan berupa pembangunan pasar yang merupakan fasilitas bagi perdagangan eceran yang berkaitan langsung dengan konsumsi masyarakat seperti pembangunan pasar modern yang saat ini marak dilakukan.

33 19 Perubahan pola hidup masyarakat yang menjadi lebih modern kemudian mempengaruhi pola belanja di mana masyarakat lebih suka berbelanja di pasar modern yang memiliki berbagai keunggulan daripada di pasar tradisional. Perubahan pola belanja dan orientasi pembangunan sarana perdagangan eceran yang lebih mengarah pada pasar modern telah menyebabkan perkembangan pasar modern yang pesat sedangkan pasar tradisional perkembangannya relatif stagnan. Berkembangnya pasar modern di seluruh daerah di Indonesia termasuk di kotakota besar telah mempengaruhi struktur perdagangan eceran antara modern dengan tradisional. Melihat laju pertumbuhan pasar modern yang cukup pesat, maka pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan kebijakan yang bertujuan melindungi pedagang kecil di pasar tradisional agar mampu menghadapi persaingan bisnis ritel saat ini. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Sektor Perdagangan Pertumbuhan Subsektor Perdagangan Eceran Tradisional Modern Perubahan Pola Hidup Masyarakat Stagnan Berkembang Pesat Kebijakan KETERKAITAN Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

34 20 III. GAMBARAN UMUM PASAR TRADISIONAL DAN MODERN Perdagangan eceran merupakan subsektor dari sektor perdagangan yang memerlukan pasar dalam menjembatani transaksi yang berlangsung di dalamnya baik dalam bentuk pasar tradisional maupun pasar modern. Pasar tradisional dalam beberapa dekade yang lalu sekitar tahun 1970 masih memegang peranan penting dalam menyediakan kebutuhan masyarakat karena pasar modern belum berkembang. Pemerintah pada saat itu juga masih berperan aktif dalam memelihara keberadaan pasar tradisional. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya beberapa Instruksi Presiden mengenai pasar tradisional seperti Instruksi Presiden RI No.7 Tahun 1976 tentang Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar atau yang lebih dikenal sebagai Program Inpres Pasar serta Inpres No. 8 tahun 1979 tentang Program Bantuan Kredit Konstruksi Pembangunan dan Pemugaran Pusat Pertokoan, Perbelanjaan dan Perdagangan. Kedua Inpres Pasar tersebut diharapkan dapat mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya atau dengan kata lain distribusi pendapatan dari kegiatan usaha perdagangan dapat menjadi lebih merata secara proporsional terutama dalam pemerataan kesempatan berusaha. Namun pada tahun-tahun berikutnya, program Inpres Pasar tersebut berjalan lambat sehingga perkembangan jumlah pasar tradisional turut melambat. Bahkan dalam satu dekade terakhir yaitu periode jumlah pasar tradisional cenderung mengalami penurunan. Kondisi ini terlihat dalam Gambar 3.1.

35 JUMLAH PASAR TRADISIONAL TAHUN Sumber : Departemen Perdagangan, Gambar 3.1. Perkembangan Jumlah Pasar Tradisional di Indonesia Periode Berbeda dengan kondisi jumlah pasar tradisional yang cenderung menurun, jumlah pasar modern dalam periode justru mengalami peningkatan. Seperti yang terlihat dalam Gambar JUMLAH PASAR MODERN TAHUN Sumber : Departemen Perdagangan, Gambar 3.2. Perkembangan Jumlah Pasar Modern di Indonesia Periode Bisnis retail modern mulai bangkit pada tahun 1999 setelah hadirnya hypermarkert Carrefour dan Continent. Selain dalam bentuk hypermarket, pasar modern juga mengalami perkembangan pesat dalam bentuk lain seperti supermarket, perkulakan dan department store.

36 22 1. Supermarket dan Minimarket Merupakan sebuah toko yang umumnya menyediakan bahan makanan, tetapi kegiatannya terus meningkat hingga penyediaan pakaian dan beberapa homewares tertentu. Membaiknya iklim bisnis retail membuat sejumlah pengusaha supermarket mulai menambah jumlah outletnya pada tahun 2000 sampai Supermarket yang berhasil menambah jumlah outlet dan melakukan ekspansi usaha antara lain adalah Hero dan Indomaret. Pada tahun 1999 jumlah outlet Hero di seluruh Indonesia baru 70 outlet, kemudian pada 2003 total jumlah outletnya menjadi 89. Bukan hanya jumlah outlet yang bertambah tetapi juga penjualan bersih yang mengalami peningkatan dari sebesar Rp. 1,69 triliun menjadi Rp. 2,40 triliun di tahun Indomaret berhasil melakukan ekspansi dengan mengandalkan konsep mini market dan waralaba (franchise) yang penempatan lokasi usahanya lebih mendekat ke kawasan perumahan sehingga pada tahun 2003 Indomaret telah memiliki outlet sebanyak 740 unit di seluruh Indonesia. 2. Hypermarket Hypermarket merupakan sebuah toko distribusi self service dengan area penjualan seluas 5000 m 2 atau lebih, menjual variasi barang konsumsi yang lebih luas berisikan gabungan produk makanan dan non makanan dalam berbagai ukuran transaksi atau kuantitas dan dalam berbagai bentuk kemasan. Konsep yang dikembangkan oleh hypermarket adalah one stop shopping. Keunggulan yang menjadi diferensiasinya adalah permodalan, luas ruang outlet, kelengkapan barang, teknologi maupun manajemen sehingga mendapatkan harga

37 23 yang lebih murah dibanding supermarket lain. Hypermarket yang telah meramaikan bisnis retail di Indonesia antara lain Carrefour dan Giant. Jumlah hypermarket mengalami peningkatan yang cukup pesat sejak kemunculannya pertama kali sekitar tahun seperti yang terlihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perkembangan Jumlah Hypermarket Tahun di Indonesia Tahun Jumlah Hypermarket (unit) Pertumbuhan (%) , , , , ,00 Sumber : Departemen Perdagangan, Kehadiran hypermarket dalam tatanan bisnis retail modern merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan. Terutama karena hypermarket umumnya dimiliki oleh investor asing, sehingga peran pemerintah sangat diharapkan guna memfasilitasi terjadinya iklim persaingan yang sehat antara pengusaha lokal dan asing dalam bisnis ini. 3. Perkulakan Perkembangan bisnis supermarket berimbas positif pada bisnis perkulakan. Hingga saat ini di Indonesia beroperasi lima pusat perkulakan, yaitu PT. Alfa Retailindo, PT. Makro Indonesia, PT. Goro Batara Sakti, PT. Indo Grosir dan The Club Store. Prinsip dari bisnis perkulakan adalah menjual harga secara grosir yang relatif lebih murah, meskipun dapat juga menjual secara eceran. Meskipun keuntungan perkulakan tidak terlalu besar untuk tiap satuan produk, namun karena kuantitas yang dijualnya dalam partai besar maka secara keseluruhan bisnis perkulakan masih mendapatkan keuntungan yang cukup besar.

38 24 4. Department Store Merupakan sebuah toko distribusi dengan luas area yang bervariasi, biasanya berhubungan dengan proses retailing, penyortiran barang konsumsi yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia atau gaya hidup, self service atau pelayanan penjualan biasanya di bawah satu manajemen umum. Sebuah department store boleh meliputi sebuah supermarket yang luasnya tidak lebih dari 2000 m 2. Bisnis department store di Indonesia dijalani oleh sejumlah perusahaan seperti Matahari, Ramayana, atau Rimo Department Store sedangkan peritel asing yang memasuki bisnis departement store dalam skala besar antara lain Sogo Department Store, Yaohan dan Seibu. Kehadiran department store asing tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja department store lokal karena segmen pasar antara department store asing dan lokal sudah jelas, di mana department store lokal lebih berkonsentrasi untuk pasar menengah ke bawah sedangkan department store asing lebih memfokuskan pada pasar kelas atas. Persaingan department store ini umumnya terjadi di pusat-pusat perbelanjaan mewah yang dibangun dengan konsep mall, yaitu memadukan aspek berbelanja dengan unsur rekreasi. Selain mengalami perkembangan jumlah pasar yang cenderung menurun, pasar tradisional juga mengalami pertumbuhan yang lambat dan cenderung menurun dalam jumlah omzet penjualan sedangkan pasar modern memiliki pertumbuhan omzet yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasar tradisional. Berikut ini akan disajikan data mengenai omzet penjualan di pasar tradisional dan

39 25 di pasar modern dalam bentuk supermarket, minimarket dan hypermarket pada Tabel 3.2, 3.3 dan 3.4. Tabel 3.2. Perkembangan Omzet Penjualan Pasar Tradisional Di Indonesia Tahun Tahun Omzet penjualan (Miliar Rupiah) Perubahan Omzet (Miliar Rupiah) Pertumbuhan (%) , ,74 24,86 19, ,50 31,76 21, ,94 42,44 23, ,08 48,14 21, ,80 30,72 11,29 Rata-rata pertumbuhan per tahun 17,11 Sumber : Departemen Perdagangan, Jumlah omzet penjualan di pasar tradisional terus mengalami peningkatan selama periode namun perubahan peningkatan omzet pada tahun mengalami penurunan dan menjadi lebih kecil daripada tahun Pertumbuhan omzet juga menunjukkan peningkatan sampai tahun 2001 dan setelah itu menurun terus sampai tahun Tabel 3.3. Perkembangan Omzet Penjualan Supermarket dan Minimarket di Indonesia Tahun Tahun Omzet Penjualan Perubahan Pertumbuhan (Miliar Rupiah) Total Omzet (%) Supermarket Minimarket (Miliar Rp) , ,28 0,68 12, ,18 1,13 7,32 1,03 16, ,93 2,03 9,96 2,64 36, ,07 1,54 13,62 3,66 36, ,53 2,19 17,72 4,10 30, ,99 2,83 21,81 4,10 23,14 Rata-rata pertumbuhan per tahun 25,75 Sumber : Departemen Perdagangan, Tabel 3.3. menunjukkan bahwa omzet di supermarket dan minimarket terus mengalami peningkatan begitupula dengan perubahan peningkatannya terus

40 26 bertambah dalam kurun waktu Pertumbuhan omzet penjualan rata-rata per tahun supermarket dan minimarket sebesar 25,75 persen. Pertumbuhan omzet per tahun yang cukup besar, merupakan salah satu alasan bagi para pengusaha untuk melakukan ekspansi usaha di bidang ini. Tabel 3.4. Perkembangan Omzet Hypermarket di Indonesia Tahun Tahun Omzet hypermarket (Miliar Rupiah) Perubahan Omzet (Miliar Rupiah) Pertumbuhan (%) , ,35 0,54 19, ,68 1,33 39, ,16 1,48 31, ,42 2,26 36, ,95 2,53 30,11 Rata-rata pertumbuhan per tahun 31,46 Sumber : Departemen Perdagangan, Pertumbuhan omzet hypermarket cenderung mengalami peningkatan sejak kemunculannya pada tahun 1998 hingga tahun Pertumbuhan omzet pertahun dari hypermarket juga cukup tinggi yaitu sebesar 31 persen. Hal ini merupakan salah satu penyebab perkembangan jumlah hypermarket yang cukup pesat di Indonesia. Dilihat dari segi tenaga kerja, saat ini terdapat sekitar 12,6 juta pedagang yang tersebar di unit pasar (Kompas online, 2006). Jumlah pedagang ini tergolong cukup besar sehingga bila terjadi pergeseran dari pasar tradisional menjadi modern dikhawatirkan para pedagang di pasar tradisional tidak mampu bersaing sehingga usaha mereka terpaksa akan tutup. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Namun survei AC Nielsen menyebutkan bahwa bila terjadi pergeseran dari pasar tradisional menjadi modern hal tersebut tidak terlalu merisaukan. Bila dibangun pasar modern tetap ada

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional (Hartati, 2006). Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan pasar tradisional menjadi topik yang menyulut perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Liberalisasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,

BAB I PENDAHULUAN. menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007, toko modern atau yang sekarang biasa disebut pasar modern adalah pasar dengan sistem pelayanan mandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat dalam sebuah pemukiman tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan berbagai fasilitas pendukung yang dibutuhkan warga setempat. Fasilitas umum yang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H14052628 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya. pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen.

I. PENDAHULUAN. Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya. pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen. Pasar ini terdiri dari sekelompok lokasi usaha ritel dan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat berlangsungnya transaksi antara pembeli dan penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami proses modernisasi dalam era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala

BAB I PENDAHULUAN. eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat khususnya di kota-kota besar, telah terjadi perubahan di berbagai sektor, termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis merupakan suatu mega sektor karena mencakup banyak sektor, baik secara vertikal (sektor pertanian, perdagangan, industri, jasa, keuangan, dan sebagainya), maupun

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pergeseran minat belanja dari ritel tradisional ke ritel modern semakin berkembang dari tahun ketahun. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan jumlah konsumen

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERDAGANGAN. SEMINAR RETAIL NASIONAL 2006 (RETAILER DAY & AWARD 2006) JAKARTA, 25 Januari 2007 =========================

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERDAGANGAN. SEMINAR RETAIL NASIONAL 2006 (RETAILER DAY & AWARD 2006) JAKARTA, 25 Januari 2007 ========================= KEYNOTE SPEECH MENTERI PERDAGANGAN SEMINAR RETAIL NASIONAL 2006 (RETAILER DAY & AWARD 2006) JAKARTA, 25 Januari 2007 ========================= Yth. Ketua Umum APRINDO dan jajarannya, Yth. Ketua Komisi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H14052628 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan industri ritel belakangan ini menunjukkan kemajuan yang begitu berarti ditandai dengan makin banyaknya toko ritel modern di perkotaan. Industri ritel

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi perlahan-lahan telah mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era modernisasi saat ini persaingan bisnis baik di pasar domestik maupun pasar internasional sangat ketat. Perusahaan yang ingin berkembang dan bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya meningkatkan pembangunan ekonomi untuk mewujudkan masyarakat demokratis yang berkeadilan dan sejahtera.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah kegiatan menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri,

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah kegiatan menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel atau bisnis ritel adalah kegiatan menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah

I. PENDAHULUAN. negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah memasuki perdagangan bebas lebih awal dibandingkan negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah menandatangani Letter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia, maupun daya serap

BAB I PENDAHULUAN. terhadap total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia, maupun daya serap BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Industri ritel merupakan sub-sektor yang sangat krusial bagi perekonomian Indonesia. Indikasi dari hal tersebut bisa kita lihat pada kontribusi sektor ritel terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Bisnis ritel merupakan salah satu bisnis di Indonesia yang mulai mengalami perkembangan cukup pesat. Perkembangan ini dapat dilihat dengan adanya perubahan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Industri ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel tradisional. Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan bisnis ritel meningkat dengan sangat tinggi. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perdagangan pada pasar modern di Indonesia mengalami perkembangan dan persaingan yang sangat ketat. Pada saat ini perkembangannya diperkirakan tiap tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis ritel, terutama bisnis ritel modern, saat ini semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Bisnis ritel memainkan peranan penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR.. xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis ritel adalah penjualan barang secara langsung dalam berbagai macam jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Konsep Perdagangan Badan Pusat Statistik (2006) mendefinisikan perdagangan sebagai kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang baru maupun

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini persaingan bisnis antar industri ritel sangat ketat, baik di pasar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini persaingan bisnis antar industri ritel sangat ketat, baik di pasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini persaingan bisnis antar industri ritel sangat ketat, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Industri ritel yang

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia banyak tertolong oleh sektor perdagangan ritel. Industri ritel

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia banyak tertolong oleh sektor perdagangan ritel. Industri ritel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bisnis ritel merupakan suatu bisnis yang dapat menghidupi banyak orang. Pada saat krisis moneter melanda Indonesia pada akhir tahun 1997, yang kemudian berkembang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tjokroaminoto dan Mustopadidjaya, 1986:1). Pembangunan ekonomi dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Tjokroaminoto dan Mustopadidjaya, 1986:1). Pembangunan ekonomi dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial budaya. Pembangunan agar menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining process)

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H14103069 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM :

Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM : Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM : 1215151034 ABSTRAK Akibat dari munculnya minimarket yang kian lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH MIMI MARYADI H14103117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Dalam sebuah klaimnya, asosiasi perusahaan ritel Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bisnis Ritel di Indonesia makin hari dirasakan semakin berkembang dan persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari profit orientied kepada satisfied oriented agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari profit orientied kepada satisfied oriented agar mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan di bidang perekonomian selama ini telah banyak membawa dampak positif dalam bidang usaha dimana perusahaan-perusahaan mengalami perkembangan pesat

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN OLEH HASNI H14102023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain, begitu pula untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Salah satu kegiatan manusia dalam

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang

satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang 2 Dari beberapa Supermarket besar yang dimiliki oleh pengusaha lokal, salah satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang tersebar di berbagai kota di Indonesia, Hero Supermarket

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia pemasaran dewasa ini sangat pesat, yang ditunjukkan dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada konsumen. Kemudahan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H14102066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian kota Binjai dilihat dari struktur PDRB riil kota Binjai yang menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 2

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian kota Binjai dilihat dari struktur PDRB riil kota Binjai yang menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang semakin maju di Indonesia. Di provinsi Sumatera Utara terdapat beberapa kota

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Profil Perusahaan PT Trans Retail Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Profil Perusahaan PT Trans Retail Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian 1.1.1 Profil Perusahaan PT Trans Retail Indonesia PT Trans Retail Indonesia atau Carrefour adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa retail/bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Tradisional, Ruang untuk Masyarakat yang semakin Terpinggirkan.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Tradisional, Ruang untuk Masyarakat yang semakin Terpinggirkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Industri ritel memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara., terutama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Seiring dengan pesatnya

Lebih terperinci

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR Oleh : AULIA LATIF L2D 002 389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 23/05/61/Th. XIII, 10 Mei 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I TAHUN 2010 Kinerja perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan I-2010 dibandingkan triwulan IV-2009,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di tengah persaingan yang ketat. Indonesia dengan jumlah populasi sebanyak 220 juta jiwa (BPS, 2010) merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE 1993-2004 OLEH MUHAMAD ROYAN H14102112 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MUHAMAD

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar dalam perkembangan pasar di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya

I. PENDAHULUAN. besar dalam perkembangan pasar di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan menguatnya pengaruh era globalisasi telah terjadi perubahan besar dalam perkembangan pasar di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya perubahan yang mendasar

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri ritel Indonesia merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) yang selama ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis ritel dewasa ini semakin meningkat. Peningkatan persaingan bisnis ritel dipicu oleh semakin menjamurnya bisnis ritel modern yang sekarang banyak

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: RONY RUDIYANTO L2D 306 022 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan semakin tampak jelas dengan banyak berdiri pusat. perbelanjaan dalam konsep supermarket dan hypermart.

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan semakin tampak jelas dengan banyak berdiri pusat. perbelanjaan dalam konsep supermarket dan hypermart. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia dilanda krisis global, untuk bangkit dari krisis tersebut banyak pelaku ekonomi diberbagai daerah mulai berbenah dan mengembangkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan pesat, dilihat dari indikasi pertumbuhan ritel modern yang keberadaannya semakin populer

Lebih terperinci

PENGARUH GENDER DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN MENGENAI PELAYANAN HYPERMART SOLO GRAND MALL SKRIPSI. Disusun oleh: HAIKAL HABIB HUSAIN

PENGARUH GENDER DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN MENGENAI PELAYANAN HYPERMART SOLO GRAND MALL SKRIPSI. Disusun oleh: HAIKAL HABIB HUSAIN PENGARUH GENDER DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN MENGENAI PELAYANAN HYPERMART SOLO GRAND MALL SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. (Perpres hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf. Diakses Tanggal 25 November 2015

Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. (Perpres hukum.unsrat.ac.id/pres/perpres_112_2007.pdf. Diakses Tanggal 25 November 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang terjadi dari waktu ke waktu, membuat pemikiran manusia pun menjadi semakin modern dan kritis, utamanya dalam hal berbelanja.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci