BAB I PENDAHULUAN. terhadap total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia, maupun daya serap
|
|
- Yenny Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Industri ritel merupakan sub-sektor yang sangat krusial bagi perekonomian Indonesia. Indikasi dari hal tersebut bisa kita lihat pada kontribusi sektor ritel terhadap total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia, maupun daya serap sektor tersebut terhadap total angkatan kerja di Indonesia. Selain itu, perlu diingat bahwa total GDP Indonesia lebih banyak ditopang oleh aktivitas konsumsi, dimana aktivitas konsumsi tentunya berhubungan erat dengan kinerja industri ritel. Gambar Struktur GDP Rill Indonesia 2012 Menurut Lapangan Usaha (dalam persen)
2 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia 2013, diolah (tahun dasar 2000). Dengan melihat grafik diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang cukup krusial dalam menopang perekonomian Indonesia. Menurut data sementara yang dipublikasikan oleh BPS, pada tahun 2012 sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang 472,6 triliun rupiah dari total GDP rill Indonesia yang mencapai 2.618,14 triliun rupiah. Dengan kata lain, sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki kontribusi sebesar 18,5 persen dari total GDP rill Indonesia. Angka tersebut menempatkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada urutan kedua setelah industri pengolahan sebagai lapangan usaha dengan kontribusi terbesar bagi total GDP Indonesia. Gambar GDP Riil 2012 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (dalam persen) Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia 2013, diolah (tahun dasar 2000).
3 Apabila kita mencoba untuk melakukan disagregasi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, maka kita akan menemukan fakta bahwa subsektor perdagangan besar dan eceran merupakan sub-sektor dengan tingkat kontribusi terbesar terhadap total GDP riil sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pada tahun 2012, kontribusi sub-sektor perdagangan besar dan eceran bahkan mencapai 83,77 persen dari total GDP riil sektor perdagangan, hotel, dan restoran itu sendiri yang sebesar 472,6 triliun rupiah. Kontribusi sub-sektor restoran terhadap total GDP riil sektor perdagangan, hotel, dan restoran berada di peringkat kedua, disusul oleh sub-sektor perhotelan dengan pencapaian masing-masing sebesar 12,16 persen dan 4,08 persen. Apabila kita mencoba membandingkan kontribusi sub-sektor perdagangan besar dan eceran terhadap total GDP riil Indonesia dengan sub-sektor lainnya, maka kita mendapatkan sebuah hasil yang cukup menarik. Pada tahun 2012, kontribusi sub-sektor perdagangan besar dan eceran berada di peringkat kedua dengan pencapaian sebesar 395,89 triliun rupiah. Kontribusi sub-sektor perdagangan besar dan eceran terhadap total GDP riil Indonesia hanya berada di bawah sub-sektor industri non-migas yang memiliki tingkat kontribusi hingga mencapai angka 624,62 triliun rupiah. Adapun empat sub-sektor terbesar dalam konteks sumbangannya terhadap total GDP adalah sub-sektor industri non-migas, perdagangan besar dan eceran, komunikasi dan tanaman bahan makanan.
4 Gambar Pertumbuhan Sektor Ritel (dalam persen) Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, diolah. Data dari BPS juga mengindikasikan pertumbuhan yang cukup signifikan pada sub-sektor perdagangan besar dan eceran. Sub-sektor ini mampu tumbuh sebesar 8,63 persen di tahun Dari empat sub-sektor terbesar dalam konteks sumbangannya terhadap total GDP, sub-sektor perdagangan besar dan eceran secara umum berada di peringkat kedua terkait tingkat pertumbuhan. Sub-sektor komunikasi berada di peringkat pertama, disusul oleh sub-sektor perdagangan besar dan eceran, industri non-migas, dan tanaman bahan makanan pada peringkat kedua hingga terakhir. Tren pertumbuhan sektor ritel juga relatif tidak terlalu terpengaruh oleh krisis keuangan global (KKG) pada tahun Hal ini dibuktikan dengan tingkat pertumbuhan industri ritel yang justru mampu tumbuh dengan pesat pada level 9,69 dan 10 persen pada tahun 2010 dan Hal ini dikarenakan industri ritel bersentuhan langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat. Selain itu, proses
5 perputaran barang dan uang di dalam industri ini juga terjadi dengan relatif lebih cepat dibandingkan dengan apa yang terjadi di industri-industri lainnya (Simanjuntak, 2012). Gambar Penduduk 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Tahun 2013 (dalam persen) Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, diolah. Industri ritel yang termasuk dalam kategori lapangan pekerjaan sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi dapat diklasifikasikan sebagai sektor yang relatif menopang hajat hidup orang banyak. Sekitar 21,75 persen dari total penduduk Indonesia berusia 15 tahun keatas menggantungkan hidupnya pada sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi. Hal tersebut menjadikan sektor ini berada di posisi kedua sebagai sektor yang memiliki tingkat daya serap tenaga kerja tertinggi setelah sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan.
6 Secara umum,kualitas pendidikan masyarakat Indonesia relatif masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara lain. Indikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut laporan United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2011, kualitas SDM Indonesia menempati urutan ke-124 dari 187 negara di Indonesia. Mengingat karakteristik sektor ritel yang relatif tidak membutuhkan banyak tenaga kerja dengan keahlian khusus dan pendidikan tinggi, hal tersebut dianggap dapat menjawab pertanyaan kita seputar alasanmengapa sektor ini menjadi pilihan yang begitupreferable bagi sebagian besar tenaga kerja di Indonesia.
7 I. 2. Deskripsi Umum Industri Ritel Sebelum masuk ke bagian pembahasan masalah, kita akan sedikit membahas tentang sejarah industri ritel di Indonesia. Menurut Soliha (2008), secara historis industri ritel di Indonesia dapat dibagi menjadi lima tahapan evolusi. Tahapan-tahapan tersebut adalah: 1. Era sebelum tahun 1960an: Era perkembangan ritel tradisional yang terdiri dari pedagang-pedagang independen. 2. Tahun 1960an: Era perkenalan ritel modern dengan format department-store. Hal ini ditandai dengan dibukanya gerai ritel modern pertama, yaitu Sarinah di Jl. MH. Thamrin, Jakarta. 3. Tahun an: Era perkembangan ritel modern dengan format supermarket dan department-store, ditandai dengan hadirnya peritel modern seperti Matahari, Hero, dan Ramayana. 4. Tahun 1990an: Era perkembangan conveniece-store, yang ditandai dengan maraknya pertumbuhan minimarket seperti Indomaret. Pertumbuhan highclassdepartement store ditandai dengan masuknya Sogo, Metro, dan lainnya. Pertumbuhan format cash and carry dengan berdirinya Makro, Goro, dan Alfa. 5. Tahun :
8 Era perkembangan hypermarket dan mulai dikenalnya sistem e-retailing. Era ini ditandai dengan hadirnya Carrefour dengan format hypermarket serta hadirnya Lippo-Shop yang memperkenalkan sistem e-retailing berbasis internet di Indonesia. Konsep ini memang masih asing dan sukar diterima oleh kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama mereka yang masih terbiasa melakukan perdagangan secara langsung. Selain format tersebut, terdapat pola pertumbuhan ritel dengan format waralaba. Dalam perkembangan industri ritel sendiri, secara umum kita dapat mengklasifikasikan peritel menjadi dua jenis, yaitu ritel tradisional dan ritel modern. Berikut adalah definisi ritel tradisional menurut pasal satu dan dua dari Perpres No. 112 Tahun 2007: Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerinth, Pemerintah Daerah, Swasta, BUMN, dan BUMD termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa took, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Sedangkan pada pasal satu dan lima dari Perpres No. 112 Tahun 2007, disebutkan bahwa definisi dari ritel modern adalah: Toko Modern adalah toko dengan system pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department-Store, Hypermarket, ataupun grosir yang berbentuk perkulakan." Adapun selain itu, deskripsi umum
9 dari masing-masing format ritel modern tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut:
10 Tabel Klasifikasi Format Ritel Modern Minimarket Supermarket Hypermarket Deskripsi Jumlah Produk Jenis Produk Sistem Penjualan Luas Lantai Usaha Luas Lahan Parkir 1. Menjual berbagai macam produk makanan dan sejumlah kecil produk nonmakanan. 2. Jumlah produk yang dijual relatif tidak terlalu banyak 3. Rata-rata jumlah kasir hanya dua. 1. Menjual berbagai macam produk makanan dan barang kebutuhan sehari-hari 2. Ukuran outlet relatif lebih besar dari minimarket. 1. Menjual jenis produk dalam jumlah yang sangat variatif (lebih dari produk) 2. Melingkupi banyak jenis produk (makanan, pakaian, hardware, alatalat listrik, dll). Maksimal produk s.d produk > produk 1. Makanan kemasan 2. Barang-barang hygienis pokok 1. Dilakukan secara eceran 2. Langsung pada konsumen akhir 3. Swalayan. 1. Makanan 2. Barang kebutuhan rumah tangga 1. Dilakukan secara eceran 2. Langsung pada konsumen akhir 3. Swalayan. Maksimal 400M M 2 s.d M 2 > 5.000M 2 1. Makanan 2. Barang rumah tangga 3. Elektronik 4. Pakaian 5. Alat Olahraga 1. Dilakukan secara eceran 2. Langsung pada konsumen akhir 3. Swalayan. Minim Standar Sangat Luas Sumber : Suryadarma dkk, 2007.
11 Dalam perkembangannya, muncul kekhawatiran terhadap kekuatan pasar dari beberapa pemain ritel modern yang dianggap terlalu dominan. Hal ini dinilai dapat berimplikasi pada berbagai masalah seperti dualisme antara ritel modern dengan ritel tradisional, praktek monopoli dari beberapa pemain terbesar ritel modern, maupun melemahnya daya tawar para pemasok. Penelitian dari SMERU di tahun 2007 tentang Dampak Supermarket Terhadap Pasar Tradisional menyimpulkan bahwa keberadaan ritel modern menyebabkan pendapatan serta keuntungan yang diperoleh peritel tradisional menurun secara drastis. AC Nielsen di tahun 2008 juga menyatakan hal serupa, hasil penelitian mereka mengungkapkan bahwa pertumbuhan ritel tradisional terus menurun dengan persentase 8 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan ritel modern kian meningkat hingga level 31,4 persen per tahun. Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi bahkan telah menyatakan PT Carrefour Indonesia telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Memang pada akhirnya, keputusan KPPU atas perkara tersebut dibatalkan di level Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Meskipun begitu, hingga saat ini masih banyak kita temui artikel media cetak maupun digital yang berisi tentang kekhawatiran pedagang tradisional maupun para supplier seputar dominasi kekuatan pasar dari beberapa pemain ritel modern. Untuk mengantisipasi berbagai potensi masalah tersebut dalam jangka panjang, pemerintah pada akhirnya mengeluarkan Perpres No. 112 tahun Perpres ini pada intinya berisi tentang arahan umum seputar zoning, jam buka,
12 perizinan, dan trading-terms pada industri ritel. Saat ini, poin-poin pada Perpres No. 112 tahun 2007 tersebut juga telah didukung dan dijabarkan secara lebih spesifik melalui terbitnya Permendag No. 53 tahun Tiga tahun sebelum perpres ini diberlakukan, konsep desentralisasi mulai diterapkan dalam proses kepemerintahan di Indonesia. Dengan ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memang telah terbuka peluang bagi pemerintah untuk melakukan perencanaan pembangunan ekonomi yang lebih bersifat bottom-up melalui proses desentralisasi dan otonomi daerah. Secara formal, desentralisasi sendiri dapat diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah otonom. Sementara, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom dalam mengatur urusan pemerintahan dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004). Kembali ke Perpres No. 112 tahun 2007 dan Permendag No. 53 tahun 2008, aturan-aturan terkini terkait penyehatan persaingan pada industri ritel juga dirancang dengan mengedepankan aspek desentralisasi dan otonomi daerah pada proses implementasinya. Implikasinya, peran masing-masing pemerintah daerah menjadi sangat vital terkait penyehatan persaingan usaha industri ritel di Indonesia.
13 I. 3.Perumusan Masalah Sejak tahun 1998, industri ritel mengalami perubahan besar sebagai dampak liberalisasi ekonomi. Hal tersebut merupakan konsekuensi pasti dari penandatangan letter of intent dengan IMF yang salah poinnya adalah pemberian peluang investasi kepada pihak asing untuk masuk dalam industri ritel. Melalui Keputusan Presiden No. 118 tahun 2000, Indonesia akhirnya secara resmi menarik keluar sektor ritel dari daftar negatif Penanaman Modal Asing (PMA). Sejak saat itulah para pemain asing mulai berdatangan dan meramaikan industri ritel di Indonesia. Pada perkembangannya, para pemain asing tersebut sangat aktif dalam melakukan investasi pada industri ritel. Kecendrungan ini menjadi semakin jelas apabila kita mengacu pada data struktur pasar industri ritel modern skala besar atau yang biasa kita sebut dengan istilah supermarket dan hypermarket. Data yang dipublikasikan oleh AC Nielsen pada tahun 2008 menunjukan tingkat pertumbuhan ritel modern yang mencapai angka 10 persen hingga 30 persen tiap tahunnya. Ekspansi ritel modern bahkan telah mencapai wilayah pemukiman dalam bentuk minimarket. Survey 6 kota besar yang dilakukan oleh Research Division of Frontier Consulting Group di Indonesia menyatakan, dari tahun , jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57 persen per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai gerai.
14 Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (APRINDO), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10 persen sampai 15 persen per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih sebesar Rp 49 triliun, dan melesat hingga mencapai Rp 120 triliun pada tahun Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10 persen sampai 15 persen, atau mencapai Rp 138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket. Tentunya semua hal tersebut memiliki dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Konsumen dimanjakan dengan berbagai hal positif terkait kenyamanan, keamanan, dan kemudahan berbelanja. Selain itu, variasi produk yang semakin beragam, kualitas produk yang terus meningkat, dan tentu saja harga produk yang menjadi semakin murah sebagai manfaat dari adanya persaingan. Namun, di sisi lain Pertumbuhan usaha ritel modern yang begitu pesat saat ini mulai menimbulkan berbagai masalah. Kekuatan pasar dari beberapa pelaku ritel modern dikhawatirkan mulai mengancam daya tawar para supplier, pesaing lansung, dan kelansungan usaha peritel tradisional. Hal tersebut tentu menyebabkan probabilitas munculnya masalah dualisme antar peritel modern, antara ritel modern dengan ritel tradisional, maupun antara ritel modern dengan para supplier di masa yang akan datang. Empat karakteristik pokok dari masalah dualisme menurut Arsyad (2010) antara lain adalah:
15 1. Dua keadaan yang berbeda dimana satu keadaan bersifat superior dan keadaan lainnya bersifat inferior, namun hidup berdampingan dalam ruang dan waktu yang sama. 2. Kenyataan hidup berdampingannya dua keadaan tersebut bersifat kronis bukan transisional. 3. Derajat superioritas atau inferioritas tersebut tidak menunjukan kecendrungan menurun, bahkan terus meningkat. 4. Keterkaitan antara unsur superior dan inferior menunjukan bahwa keberadaan unsur superior hanya berpengaruh kecil atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali dalam mengangkat derajat unsur inferior (backwash-effect). Apabila kita berkaca pada teori evolusi fokus pembangunan ekonomi, tujuan dari adanya pembangunan ekonomi di NSB saat ini bukanlah hanya mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi semata, namun juga mengedepankan aspek pemerataan pendapatan dan perbaikan tatanan institusi. Selain itu, perlu diingat bahwa struktur pasar yang mengarah pada monopoli maupun oligopoli juga rentan terhadap berbagai bentuk perilaku persaingan tidak sehat dari para pemainnya. Untuk menjawab kekhawatiran tersebut secara obyektif, dibutuhkan sebuah penelitian yang dapat mengidentifikasi elemen-elemen dari struktur pasar yang dapat mempengaruhi kekuatan pasar dari perusahaan-perusahaan ritel modern. Nantinya, penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan bentuk
16 adaptasi dari metode analisis struktur pasar, perilaku, dan kinerja. Penelitian ini diharapkan untuk mampu secara empiris menganalisis faktor-faktor terkait struktur pasar yang mempengaruhi kinerja profitabilitas perusahaan-perusahaan ritel modern, dimana kinerja profitabilitas itu sendiri dapat dijadikan sebagai sebuah indikator lansung mengenai tingkat kekuatan pasar yang dimiliki oleh suatu perusahaan.
17 I. 4. Batasan Masalah Penelitian ini memiliki batasan masalah terkait obyek observasi. Obyek observasi dalam penelitian ini hanya mencakup perusahaan-perusahaan ritel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini dilakukan atas dasar ketersediaan akses data dan keinginan peneliti untuk memberikan fokus penelitian yang lebih bersifat disagregatif. I. 5. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: Menganalisis faktor-faktor terkait struktur pasar yang mempengaruhi tingkat kekuatan pasar yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan ritel modern. I. 6. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenaifaktor-faktor terkait struktur pasar yang mempengaruhi tingkat kekuatan pasar yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan ritel modern. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi bagi pemerintah, instansi terkait, maupun peneliti selanjutnya dalam melakukan segala aktivitas penelitian maupun pengambilan kebijakan seputar industri ritel.
BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian sangat didukung melalui upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keputusan pembelian menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan karena hal ini tentu akan menjadi suatu pertimbangan bagaimana suatu strategi pemasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain, begitu pula untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Salah satu kegiatan manusia dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Dalam sebuah klaimnya, asosiasi perusahaan ritel Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel tradisional. Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan pasar tradisional menjadi topik yang menyulut perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Liberalisasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami proses modernisasi dalam era globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat berlangsungnya transaksi antara pembeli dan penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan poin saat berbelanja di ritel tersebut. tahun 1990-an. Perkembangan bisnis Hypermarket merek luar negeri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai ritel di Indonesia, industri ini telah dimulai di Indonesia sejak era 1970-an yang masih merupakan era peritel tradisional. Pada era ini masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007, toko modern atau yang sekarang biasa disebut pasar modern adalah pasar dengan sistem pelayanan mandiri,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan mensejahterahkan masyarakat dan mengurangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri ritel Indonesia merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) yang selama ini banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Berkembangnya bisnis ritel modern/besar sebagai perwujudan perubahan gaya hidup masyarakat, khususnya di kota kota besar sudah mulai tampak pertumbuhannya. Kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pergeseran minat belanja dari ritel tradisional ke ritel modern semakin berkembang dari tahun ketahun. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan jumlah konsumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor yang memiliki prospektif peluang besar dimasa sekarang maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dunia bisnis yang terjadi seperti saat ini, para pelaku bisnis dituntut untuk memiliki strategi agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis ritel adalah penjualan barang secara langsung dalam berbagai macam jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasar Tradisional, Ruang untuk Masyarakat yang semakin Terpinggirkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor penting yang harus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar dapat memuaskan konsumennya. Kepuasan konsumen menurut Kotler (2009:138)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Industri ini merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional (Hartati, 2006). Tabel 1 menunjukkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Karakteristik industri ritel yang tidak begitu rumit membuat sebagian besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan industri ritel belakangan ini menunjukkan kemajuan yang begitu berarti ditandai dengan makin banyaknya toko ritel modern di perkotaan. Industri ritel
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha perdagangan dapat dilakukan dengan perseorangan maupun persekutuan. Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil, serta melalui sistem
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan modernisasi peralatan elektronik telah menyebabkan perubahan yang sangat mendasar didalam aktivitas manusia sehari-hari, dimana manusia
Lebih terperinciBUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.
Lebih terperinciSUKSES BISNIS RITEL MODERN
RINGKASAN BUKU: SUKSES BISNIS RITEL MODERN Oleh: IR. R. SERFIANTO D. PURNOMO CITA YUSTISIA SERFIYANI, SH ISWI HARIYANI, SH, MH Penerbit: PT. ELEX MEDIA KOMPUTINDO (GRAMEDIA GROUP) Tahun Terbit : Februari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bisnis ritel atau disebut pula dengan bisnis eceran mengalami perkembangan yang cukup pesat di Indonesia, hal ini dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terhadap pembentukan Gross Domestic Product (GDP) setelah industri pertanian.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan berkembangannya pertumbuhan ekonomi dan kerjasama perdagangan antar negara dengan adanya perdagangan bebas membuat semakin banyaknya produk maupun jasa
Lebih terperincisatu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang
2 Dari beberapa Supermarket besar yang dimiliki oleh pengusaha lokal, salah satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang tersebar di berbagai kota di Indonesia, Hero Supermarket
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya Kabupaten Sleman. Pertumbuhan bisnis ini dapat mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dunia bisnis di Indonesia sudah mulai maju. Hal ini dapat dilihat semakin banyak bisnis-bisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kegiatan perdagangan merupakan salah satu faktor penggerak perekonomian, maka dari itu perdagangan memiliki posisi yang sangat strategis dalam perekonomian
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH
BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN, PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini biasanya didapatkan dari berhutang kepada pihak luar seperti bank.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada pelaksanaan suatu usaha, sumber modal sangat diperlukan agar terciptanya kelancaran suatu usaha. Sumber modal dibagi menjadi dua, yaitu sumber modal dari dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perdagangan pada pasar modern di Indonesia mengalami perkembangan dan persaingan yang sangat ketat. Pada saat ini perkembangannya diperkirakan tiap tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis ritel, terutama bisnis ritel modern, saat ini semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Bisnis ritel memainkan peranan penting dalam perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel moderen di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel moderen di Indonesia cukup pesat, di mana hal ini juga didukung oleh pertumbuhan jumlah ritel yaitu mencapai 18.152
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Arus Globalisasi yang multidimensional telah meliputi hampir seluruh aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dan kemajuan teknologi telah melanda segala penjuru bumi, Arus Globalisasi yang multidimensional telah meliputi hampir seluruh aspek hidup manusia yang
Lebih terperinciTENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : Mengingat :
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,
BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBINAAN PASAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri ritel berkembang sangat pesat di Indonesia terlebih sejak dibukanya peraturan yang memperbolehkan ritel asing memasuki pasar di Indonesia. Menurut hasil survey
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciSalinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014
Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. para peritel asing. Salah satu faktornya karena penduduk Indonesia adalah negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bisnis ritel mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peritel asing yang ingin memasuki pasar Indonesia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1. Pengertian Toko Modern Pembangunan nasional di bidang ekonomi disusun dan dilaksanakan untuk memajukan kesejahteraan umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu entitas bisnis yang memberikan peluang perubahan perkembangan dan pembangunan ekonomi suatu negara atas dampak aktivitas operasional
Lebih terperinciBUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG
BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Industri ritel merupakan industri yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Dalam konteks global, potensi pasar ritel Indonesia tergolong cukup besar. Di Indonesia sejak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis merupakan suatu mega sektor karena mencakup banyak sektor, baik secara vertikal (sektor pertanian, perdagangan, industri, jasa, keuangan, dan sebagainya), maupun
Lebih terperinciPENDAHULUAN LATAR BELAKANG. baik minimarket, supermarket, departmen store, hypermarket, dan mall. Hasil
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ekspansi pasar modern yang semakin giat dilakukan di Kota Yogyakarta direfleksikan oleh kehadiran pasar modern dalam berbagai bentuk baik minimarket, supermarket, departmen store,
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dijelaskan secara singkat tentang jenis penelitian yang akan diteliti, mengapa, dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Secara terinci bab ini berisikan mengenai
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 41 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. triliun, naik dibandingkan akhir 2013 yang mencapai Rp 1.661,05 triliun.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi Perekonomian Indonesia pada tahun 2014 ini masih jauh dari yang kita harapkan. Perekonomian Indonesia belum bisa dikategorikan sebagai perekonomian negara yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bisnis Ritel di Indonesia makin hari dirasakan semakin berkembang dan persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel dari tahun ke tahun cukup pesat. Hal ini dapat dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis ritel dari tahun ke tahun cukup pesat. Hal ini dapat dari banyaknya bisnis ritel tradisional yang memulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era modernisasi saat ini persaingan bisnis baik di pasar domestik maupun pasar internasional sangat ketat. Perusahaan yang ingin berkembang dan bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minimarket Indomaret, Alfamart, dan toko-toko tidak berjejaring lainnya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia yang semakin berkembang dan pertumbuhan ekonomi serta industri telah banyak mengalami kemajuan yang sangat pesat. Seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan baik agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi merupakan suatu era dimana kalangan dunia usaha dituntut untuk lebih efektif dalam menjalankan usahanya. Hal ini dikarenakan tidak ada lagi batasan-batasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang menghidupi banyak orang dan memberi banyak keuntungan bagi sementara orang lainnya. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat, ditandai semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat dalam sebuah pemukiman tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan berbagai fasilitas pendukung yang dibutuhkan warga setempat. Fasilitas umum yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I 2015 menjadi 4,67% pada kuartal II Hal ini disebabkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Tahun ini pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami perlambatan dibandingperiode yang sama di tahun lalu, yaitu melemah dari 5,12% pada kuartal I 2015 menjadi
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring kemajuan perekonomian Indonesia. Kemajuan perekonomian Indonesia ikut mendorong perkembangan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1149, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Usaha Toko Modern. Waralaba. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG WARALABA UNTUK JENIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang menjanjikan. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 yang mencapai 237.641.326 jiwa menjadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mudah, fasilitas, dan pelayanan yang memadai. menjadi ancaman bagi peritel lokal yang sebelumnya sudah menguasai pasar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha bisnis di Indonesia bertambah pesat tiap tahunnya seperti bisnis ritel modern yang kini telah menjamur di berbagai daerah terutama kota metropolitan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. munculnya pasar tradisional maupun pasar modern, yang menjual produk dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berkembangnya bisnis ritel di Indonesia disebabkan oleh semakin luasnya pangsa pasar yang membuat produsen kesulitan untuk menjual produknya langsung ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Sumber : AC Nielsen, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modern adalah tempat penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga (termasuk kebutuhan sehari-hari), dimana penjualan dilakukan secara eceran dan dengan cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan pesat, dilihat dari indikasi pertumbuhan ritel modern yang keberadaannya semakin populer
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di tengah persaingan yang ketat. Indonesia dengan jumlah populasi sebanyak 220 juta jiwa (BPS, 2010) merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangan dinamika perekonomian yang terus mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan bisnis ritel meningkat dengan sangat tinggi. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada masa modern ini, kegiatan berbelanja sudah menjadi kegiatan sehari-hari. Kegiatan berbelanja sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dalam sebuah keluarga.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan. pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir bisnis ritel modern dengan
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PENDIRIAN TOKO MODERN SERTA PERLINDUNGAN USAHA KECIL, WARUNG/TOKO DAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB 2 KONDISI INDUSTRI PERPASARAN DAN PERSAINGAN DI DALAMNYA
11 BAB 2 KONDISI INDUSTRI PERPASARAN DAN PERSAINGAN DI DALAMNYA 2.1. Perkembangan Industri Perpasaran Pasar menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan kebutuhan rumah tangga yang mereka beli di tempat berbelanja yang dikenal dengan nama pasar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut
Lebih terperinciWALIKOTA PANGKALPINANG
WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis ritel dewasa ini semakin meningkat. Peningkatan persaingan bisnis ritel dipicu oleh semakin menjamurnya bisnis ritel modern yang sekarang banyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Industri Ritel di Indonesia saat ini telah berkembang dengan sangat pesat, baik peritel kecil maupun peritel besar memiliki pangsa pasarnya sendiri-sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya meningkatkan pembangunan ekonomi untuk mewujudkan masyarakat demokratis yang berkeadilan dan sejahtera.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak positif juga memberi dampak negatif terutama ditunjukkan oleh
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. Pasar menyediakan berbagai barang kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Pengelolaan pasar mulanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin signifikan dilihat dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri ritel nasional yang semakin signifikan dilihat dari indikasi pertumbuhan ritel modern yang keberadaannya semakin populer sebagai tempat
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2014,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2014, Indonesia menjadi daya tarik yang luar biasa bagi pebisnis ritel, baik lokal maupun asing.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pengambilan objek studi dalam penelitian ini adalah minimarket yang memiliki konsep convenience store di Kota Bandung. Menurut data dari Dinas KUKM
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 831 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN, TOKO MODERN, DAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Tradisional sebagai lokasi perdagangan merupakan salah satu pilar perekonomian. Melalui berbagai fungsi dan peran strategis yang dimiliki, pasar tradisional
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Industri ritel memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara., terutama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Seiring dengan pesatnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun eceran merupakan perwujudan dari adanya kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis ritel, merupakan bisnis yang menjanjikan karena dapat memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia di akhir
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional menurut Kotler (2007) pasar merupakan tempat fisik dimana para pembeli dan penjual berkumpul untuk membeli dan menjual barang. Pasar dinyatakan sebagai
Lebih terperinci