PERSPEKTIF EKOREGIONAL KAWASAN TANAMAN REMPAH DI MALUKU UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSPEKTIF EKOREGIONAL KAWASAN TANAMAN REMPAH DI MALUKU UTARA"

Transkripsi

1 PERSPEKTIF EKOREGIONAL KAWASAN TANAMAN REMPAH DI MALUKU UTARA Muhammad Assagaf dan Andriko Noto Susanto PENDAHULUAN Secara umum ekoregional didefenisikan sebagai suatu bentang wilayah yang memiliki karakteristik khusus. Karakteristik khusus dimaksud disini adalah wilayah yang memiliki kesamaan berdasarkan batasan tertentu. Pasal 1 butir 29 UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), menyatakan ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritasi sistem alam dan lingkungan hidup. Dengan demikian pengelolaan yang dilakukan tidak ditentukan oleh batasan politik dan administrasi, tetapi oleh batasan geografi, komunitas manusia serta system ekologi dan selanjutnya pembangunan pertanian dengan pendekatan ekoregional didasarkan pada prioritas ekosistem dan habitat alami setempat. Wilayah provinsi Maluku Utara memiliki luas wilayah sebesar 140,2 ribu km 2, dengan luas wilayah perairan 76,3 persen dan daratan 23,7 persen. Sebagai wilayah kepulauan, Maluku Utara memiliki 805 buah pulau besar dan kecil, dengan 82 pulau di antaranya telah dihuni. Adapun secara umum, karakteristik pulau-pulau sedang dan kecil di Maluku Utara. Dari sejumlah pulau-pulau tersebut, pulau yang tergolong besar adalah Pulau Halmahera, sedangkan pulau yang ukurannya sedang adalah Pulau Obi, Pulau Taliabu, Pulau Bacan, dan Pulau Morotai. Pulau-pulau yang lebih kecil antara lain Pulau Ternate, Tidore, Makian, Kayoa, dan Gebe. Adakalanya satu pulau hanya terdiri dari satu kecamatan, namun dapat juga terdiri dari beberapa kecamatan berdekatan. Sebagian besar wilayah Maluku Utara bergunung-gunung dan berbukit-bukit yang terdiri dan pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran. Pulau Halmahera mempunyai banyak pegunungan yang rapat mulai dan Teluk Kao, Teluk Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe dan Dodinga. Disetiap daerah terdapat punggung gunung yang merapat ke pesisir, sedangkan pada daerah sekitar Teluk Buli (di Timur) sampai Teluk Kao (di Utara), pesisir barat mulai dan Teluk Jailolo ke utara dan Teluk Weda ke selatan dan utara ditemui daerah dataran yang luas. Karakteristik ini mengakibatkan sebagian besar wilayah Maluku Utara memiliki kemiringan lahan yang sangat bervariasi dengan topografi yang dominan adalah cukup curam (Arifin dan Susanto, 2014). Dengan kondisi georafis kepulauan yang dominan dengan gunung dan berbukit memerlukan tanaman tahunan untuk konservasi, tanaman tahunan yang sudah sejak beratus tahun tumbuh di kepulauan Maluku Utara adalah tanaman rempah seperti pala dan cengkih.tanaman rempah terutama tanaman pala dan cengkih adalah tanaman tahunan atau tanaman keras (perenial crops). Sebagian besar produk tanaman rempah berorientasi ekspor dan diperdagangkan dipasar internasional, sebagai sumber devisa. Disamping sebagai sumber devisa, beberapa produk komoditas tanaman rempah merupakan bahan baku sejumlah industri dalam negeri yang juga berorientasi ekspor dan banyak menyerap tenaga kerja. Dengan peranan seperti diatas, maka masalah kualitas dan kontinuitas penyediaan bahan baku menjadi sangat penting. Disamping memberikan benefit ekonomi, tidak bisa diabaikan tuntutan agar usaha tanaman rempah dapat memelihara bahkan meningkatkan kelestarian lingkungan. Produk tanaman rempah Maluku Utara merupakan salah satu produk yang potensial untuk diperdagangkan. Indonesia cukup diperhitungkan di dunia internasional karena merupakan salah satu negara penghasil rempah-rempah. Rempah-rempah yang asli berasal 299

2 dari Indonesia adalah pala dan cengkih. Luas area perkebunan pala milik perkebunan rakyat di Indonesia seluas 117,300 ha (BPS 2012). Luas lahan perkebunan di Maluku Utara pada tahun 2014 yang mencapai 391, ha (BPS, 2014), sedangkan luas lahan untuk tanaman pala adalah seluas 36, ha atau 31,3% dari luas tanaman pala rakyat di Indonesia atau 9,4 % dari luas areal perkebunan yang ada Maluku Utara. Dari produksi pala dalam bentuk biji pala kering, produksi Nasional mencapai sebesar 15,700 ton (BPS, 2012), sedangkan produksi biji pala kering Maluku Utara pada tahun yang sama mencapai 7, ton atau 50,16% dari produksi Nasional. Untuk tanaman cengkih, dari data luas lahan perkebunan rakyat mencapai 85, ha atau 21,8% dari luas lahan perkebunan di Maluku Utara dengan total produksi bunga cengkih kering sebesar 10, ton (BPS, 2014). Sektor Pertanian saat ini menyumbang 35,6% produk domestik regional bruto (PDRB) dengan total tenaga kerja yang bergerak di sektor ini sebesar 244,167 jiwa atau 55% dari total tenaga kerja di Maluku Utara(BPS, 2014). Artinya bahwa banyak rumah tangga yang menggantungkan hidupnya pada pertanian. Meskipun nilai tukar petani saat ini di bawah standar terutama masing masing untuk subsektor tanaman pangan, hortikultuta, dan peternakan yaitu sebesar 93,79; 93,86; dan 93,75. Sedangkan sektor perkebunan merupakan sektor andalan dengan nilai tukar petani tertinggi sebesar 114,75 terutama yang berasal dari tanaman rempah.tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberikan gambaran bahwa system usahatani tanaman rempah di Maluku utara telah menerapkan pendekatan ekoregion. EKOREGIONAL WILAYAH KEPULAUAN MALUKU UTARA Wilayah provinsi Maluku Utara memiliki luas wilayah sebesar 140,2 ribu km 2, dengan luas wilayah perairan 76,3 persen dan daratan 23,7 persen. Sebagai wilayah kepulauan, Maluku Utara memiliki 805 buah pulau besar dan kecil, dengan 82 pulau di antaranya telah dihuni. Adapun secara umum, sebaran pulau-pulau besar dan kecil di Maluku Utara ditampilkan pada Tabel 1. Dari sejumlah pulau-pulau tersebut, pulau yang tergolong besar adalah Pulau Halmahera, sedangkan pulau yang ukurannya sedang adalah Pulau Obi, Pulau Taliabu, Pulau Bacan, dan Pulau Morotai. Pulau-pulau yang lebih kecil antara lain Pulau Ternate, Tidore, Makian, Kayoa, dan Gebe. Adakalanya satu pulau hanya terdiri dari satu kecamatan, namun dapat juga terdiri dari beberapa kecamatan berdekatan. Secara geografis, posisi Maluku Utara berada pada posisi strategis karena terletak di bibir Pasific (pasific reem) yang secara langsung berhadapan dengan negara-negara Asia Timur dan negara-negara Pasific. Wilayah ini juga merupakan lintasan antara dua benua Asia dan Australia dan dua samudra Hindia dan Pasifik. Provinsi Maluku Utara sebagai wilayah pemekaran dari provinsi Maluku merupakan kepulauan dengan agro-ekosistem yang beragam. Secara resmi, provinsi ini terbentuk melalui UU No. 46 tahun 1999 tanggal 4 Oktober 1999 dan hingga saat ini, Maluku Utara terbagi secara administrasi menjadi 8 wilayah kabupaten dan 2 wilayah kota. Sebagian besar wilayah Maluku Utara bergunung-gunung dan berbukit-bukit yang terdiri dan pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran. Pulau Halmahera mempunyai banyak pegunungan yang rapat mulai dan Teluk Kao, Teluk Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe dan Dodinga. Disetiap daerah terdapat punggung gunung yang merapat ke pesisir, sedangkan pada daerah sekitar Teluk Buli (di Timur) sampai Teluk Kao (di Utara), pesisir barat mulai dan Teluk Jailolo ke utara dan Teluk Weda ke selatan dan utara ditemui daerah dataran yang luas. Karakteristik ini mengakibatkan sebagian besar wilayah Maluku Utara memiliki kemiringan lahan yang sangat bervariasi dengan topografi yang dominan adalah cukup curam. Keberadaan pulau-pulau kecil dengan karakteristik yang khas memberikan peluang pengembangan yang sangat besar baik dari aspek ekologi, ekonomi/investasi dan pertahanan keamanan. Sebagian besar dari pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni, merupakan potensi 300

3 untuk pengembangan kegiatan ekonomi dan investasi baik wisata bahari maupun perikanan yang berkelanjutan. Tabel 1. Jumlah Pulau Berpenghuni dan Tidak Berpenghuni di Wilayah Maluku Utara No. Kabupaten/Kota Pulau Pulau Tidak Jumlah Berpenghuni Berpenghuni Pulau 1 Tidore Kepulauan Halmahera Utara Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Barat Halmahera Timur Ternate Halmahera Tengah Pulau Bermasalah Pulau Provinsi Jumlah Total Sumber : Hasil Rapat Verifikasi ke II, Pembinaan dan Pembakuan Nama Pulau di Provinsi Maluku Utara, DKP Prov. Maluku Utara Tahun Renstra DKP Maluku Utara, 2012 Secara topografis wilayah Maluku Utara sebagian besar bergunung dan berbukit-bukit serta banyak memiliki pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran biasa. Pulau Halmahera mempunyai banyak pegunungan yang rapat mulai dari Teluk Kao, Teluk Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe dan Dodinga. Di setiap daerah terdapat punggung gunung yang merapat ke pesisir, sedangkan di daerah sekitar Teluk Buli (di timur) sampai Teluk Kao (di utara), pesisir barat mulai Teluk Jailolo ke utara dan Teluk Weda ke selatan dan utara ditemui daerah daratan yang luas. Pada bagian lainnya terdapat deretan pegunungan yang melandai dengan cepat ke arah pesisir. Pulau-pulau yang relatif sedang (Obi, Morotai, Taliabu, dan Bacan) umumnya memiliki dataran luas yang diselingi pegunungan yang bervariasi. Keadaan topografi Provinsi Maluku Utara secara spasial disajikan pada Gambar 1. Gambar1. Peta Topografi Provinsi Maluku Utara Konsep kebijakan Pembangunan Pertanian Maluku Utara merupakan implementasi pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan pertanian yang lebih spesifik berdasarkan karakterisitik wilyah kepulauan dengan berbagai potensi, permasalahan, peluang 301

4 dan tantangan yang dihadapi, maka pembangunan pertanian di Maluku Utara diarahkan pada keterpaduan system usaha Agribisnis pertanian yang terintegrasi dan berkelanjutan melalui tiga pendekatan pembangunan pertanian yaitu Pendekatan Kawasan, Pendekatan Komoditas dan Pendekatan Multygate System. Menurut Soekardi, 1992, pewilayahan komoditas adalah salah satu usaha untuk mendapatkan produk pertanian yang berdaya saing tinggi, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Di samping itu, dengan pewilayahan komoditas dapat merubah/memperbaiki sistem pertanian tradisonal ke arah pertanian tangguh, dimana sifat saling ketergantungan dan saling mendukung, serta persaingan yang sehat dapat ditumbuh kembangkan. Saat ini pemerintah daerah telah menetapkan beberapa kawasan seperti kawasan Halmahera I sebagai kawasan perkebunan kelapa dengan pusat pertumbuhan Tobelo-Jailolo, kemudian kawasan Halmahera II sebagai kawasan pertanian tanaman pangan terutama komoditas padi sawah dengan pusat pertumbuhan di maba-wasile. Sedangkan kawasan Halmahera III yaitu kawasan perkebunan pala dan jeruk dengan pusat pertumbuhan di Weda- Sofifi. Kawasan Halmahera IV sebagai kawasan integrasi cengkih, ayam, padi dengan pusat pertanian di Sondo-Sondo dan Dodinga. Selanjutnya adalah kawasan pulau Bacan-Obi sebagai kawasan perkebunan Kakao dengan pusat perkebunan di Labuaha. Kawasan pulau Morotai perkebunan Kelapa dengan pusat pertumbuhan di Daruba. Kawasan kepulauan Sula sebagai perkebunan Jambu Mente dengan pusat pertumbuhan di Sanana dan Bobong. Dan yang terakhir adalah kawasan pulau Ternate-Tidore sebagai perkebunan Pala sekaligus pusat perdagangan yang berada di Ternate dan Tidore. Pendekatan Multy Gate system merupakan pintu masuk dan jalur strategis perdagangan dan distribusi pertanian sebagai konsekuensi dari wilayah kepulauan. Beberapa jalurnya adalah Tobelo-Morotai, Jailolo-Sofifi, Labuha-Weda, Mangoli-Sanana, dan Tidore- Ternate. Secara detail ketiga pendekatan disajikan berikut ini. Pendekatan Kawasan Pengembangan usaha pertanian didasarkan pada pendekatan kewilayahan terhadap potensi bididaya dan usaha agribisnis pertanian sehingga ditetapkan beberapa kawasan pengembangan sebagai berikut: 1. Kawasan Halmahera I: merupakan kawasan perkebunan dengan komoditas Kelapa sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Halmahera Utara dan Halmahera Barat atau disebut sebagai kawasan Tobelo-Jailolo. Kawasan ini didukung oleh komoditas kakao dan Pala sebagai komoditas perkebunan pendukung. Gambar 2. Peta Kawasan Halmahera I (Sumber: Renstra Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara,2010) 2. Kawasan Halmahera II: merupakan kawasan pertanian dengan komoditas padi sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Halmahera Timur atau 302

5 disebut sebagai kawasan Maba-Subaim. Kawasan ini didukung oleh komoditas Kelapa sebagai komoditas perkebunan pendukung. Kab. Halmahera Timur Komoditas pendukung : Subsektor Perkebunan (Kelapa) Subsektor Tanaman Pangan Padi Sawah, Padi Ladang, Jagung, Kedele Hortikultura, Jeruk, Mangga, dan Sayuran Komersil Integrasi sub sektor peternakan pada komoditas Sapi Potong, Kambing dan Ayam. Gambar 3. Peta Kawasan Halmahera II (Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara, 2010) 3. Kawasan Halmahera III: merupakan kawasan tanaman perkebunan Pala dan Jeruk sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Halmahera tengah dan Kota Tidore Kepulauan atau disebut sebagai kawasan Weda-Sofifi. Kawasan ini didukung oleh komoditas Kelapa sebagai komoditas perkebunan pendukung Gambar 4. Peta Kawasan Halmahera III (Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara, 2010) 4. Kawasan Halmahera IV: merupakan kawasan integrasi antara tanaman perkebunan Cengkih, ayam dan padi ladang sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Halmahera Timur,Halmahera Barat dan Halmahera Utara atau disebut sebagai kawasan Sondo Sondo-Dodinga. 303

6 Gambar 5. Peta Kawasan Halmahera I V (Sumber: Renstra Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara,2010) 5. Kawasan Pulau Ternate-Tidore: merupakan kawasan tanaman perkebunan Pala sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan. Kawasan ini didukung oleh komoditas Cengkih sebagai komoditas perkebunan pendukung Gambar 6.Peta Kawasan Pulau Ternate-Tidore(Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara,2010) 6. Kawasan Pulau Bacan-Obi: merupakan kawasan tanaman perkebunan Kakao sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Halmahera Selatan atau disebut dengan kawasan Labuha. Kawasan ini didukung oleh komoditas kelapa, Cengkih dan pala sebagai komoditas perkebunan pendukung Gambar 7. Peta Kawasan Pulau Bacan-Ob (Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara,2010) 304

7 7. Kawasan Pulau Morotai: merupakan kawasan tanaman perkebunan Kelapa sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Pulau Morotai atau disebut dengan kawasan Daruba. Kawasan ini didukung oleh komoditas kelapa, Cengkih dan pala sebagai komoditas perkebunan pendukung Gambar 8. Peta KawasanPulau Morotai (Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara, 8. Kawasan Kepulauan Sula: merupakan kawasan tanaman perkebunan Jambu Mete sebagai komoditas utama, dimana pusat pertumbuhannya pada kawasan Kepulauan Sula- Halmahera Selatan atau disebut dengan kawasan Sanana-Bobong. Kawasan ini didukung oleh komoditas kelapa, Cengkih dan pala sebagai komoditas perkebunan pendukung Gambar 8.Peta KawasanKepulauan Sula(Sumber: Renstra Dinas pertanian Provinsi Maluku Utara,2010) Pendekatan Komoditas Pengembangan usaha pertanian didasarkan pada potensi komoditas spesifik wilayah dan komoditas utama pertanian Maluku Utara yaitu: 1) Komoditas Prioritas sub sektor Tanaman Pangan adalah Padi, Jagung, Kedelei, Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubikayu dan Ubijalar 2) Komoditas Prioritas sub sektor Hortikultura adalah Sukun, Pisang Mulu Bebek, Mangga Dodol, Jeruk, Durian, Bawang Merah dan Cabe sementara komoditas yang dirintis pengembangannya adalah Langsat Duku, Rambutan, Nangka, Semangka, Kentang, Terong, Tomat dan Kacang Panjang 3) Komoditas Prioritas sub sektor Perkebunan adalah Pala, Cengkih, Kelapa, Kakao dan Jambu Mete sementara komoditas yang dirintis pengembangannya adalah Jarak Pagar, Nilam, Kelapa Sawit, Aren dan Casiavera. 305

8 4) Komoditas Prioritas sub sektor Peternakan adalah Daging Sapi Potong, Daging Kambing, Daging Ayam Buras, Daging Ayam Ras Petelur dan Ayam Ras Pedaging sementara komoditas yang dirintis pengembangannya adalah Sapi Perah, Daging Kerbau, Daging Itik, Ayam Ras Petelur dan Daging Babi Pendekatan Pintu Masuk Pengembangan usaha pertanian didasarkan pada potensi geografis wilayah Maluku Utara sebagai daerah kepulauan yang satrategis untuk dijadikan sebagai pintu-pintu keluar pemasaran guna memperpendek rentang kendali antar pulau maupun sebagai pintu keluar ekspor hasil komoditi pertanian. Daerah-daerah sebagai pintu keluar adalah: 1) Morotai Tobelo; 2) Jailolo Sofifi; 3)Labuha Weda; 4) Sanana Mangoli dan 5) Ternate Tidore KONDISI BIO-FISIK LINGKUNGAN KAWASANTANAMAN REMPAH Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman rempah adalah faktor alam. Faktor alam yang utama adalah iklim, sifat tanah, dan bahan induk. Parameter iklim adalah salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat kesesuaian lahan. Setiap jenis tanaman memerlukan kisaran iklim tertentu dalam setiap fase pertumbuhannya. Pada keadaan tertentu parameter iklim dapat menjadi factor pembatas yang cukup serius dalam fase tertentu dari tumbuh tanaman dan merupakan factor pembatas yang sulit dikendalikan. Hal tersebut membuktikan bahwa peran parameter iklim semakin penting artinya dalam peningkatan produksi dan mutu hasil tanaman. Disamping itu Iklim merupakan salah satu parameter biofisik lahan yang berperan penting bagi pertumbuhan tanaman dan proses-proses yang berlangsung pada tanah seperti pelapukan dan pencucian unsur hara, proses aliran permukaan, erosi dan sedimentasi. Komponen-komponen iklim yang berperan penting bagi pertumbuhan tanaman dan perkembangan tanah meliputi tipe iklim, curah hujan, temperatur udara, kelembaban udara dan lama penyinaran. Data beberapa komponen iklim yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandar Udara Babulla Ternate selama 10 tahun terakhir ( ) terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Rata-Rata Bulanan Unsur Iklim di Maluku Utara Bulan Curah Hujan Temperatur Udara ( Hari Hujan C) Kelembaban Udara (mm) Max Min Rata-rata (%) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 212,1 184,3 234,3 233,7 298,3 205,1 161,0 107,5 92,8 118,6 226,8 257, ,5 30,6 31,1 31,1 30,9 30,9 30,6 30,9 30,5 28,4 30,7 31,0 24,4 24,1 24,3 24,4 24,2 24,1 23,6 23,9 23,9 23,9 23,9 24,1 27,0 26,7 26,9 27,0 26,9 26,9 26,7 26,8 26,7 27,2 27,0 27,1 84,2 84,0 83,1 84,5 83,7 81,7 81,0 78,1 80,5 79,7 83,4 84,6 Jumlah 2.332, Rerata 194, ,6 24,1 26,9 82,4 Sumber : Rekapan Data iklim Stasiun Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bandar Udara Babulla Ternate, tahun 2014 (BMG. 2014) Kondisi curah hujan (Tabel 2 dan Gambar 9) umumnya tinggi pada bulan November sampai Juni dan rendah pada bulan Juli sampai Oktober. Rata-rata curah hujan bulanan tertinggi sebesar 298,3 mm pada bulan Mei dan terendah 92,8 mm pada bulan September 306

9 dengan curah hujan tahunan sebesar 2.332,4 mm/tahun. Hari hujan terbanyak terdapat pada bulan-bulan yang jumlah hujannya tinggi seperti bulan November, Desember, Januari, April dan Mei, sementara hari hujan terendah pada bulan-bulan yang hujannya rendah seperti bulan Juli, Agustus dan September. Kondisi temperatur udara rata-rata maksimum mencapai 30,6 o C dan minimum mencapai 24,1 o C dengan rata-rata 26,9 o C. Sementara rata-rata kelembaban udara berkisar antara 78,1% sampai 84,6% dengan kelembaban udara tahunan sebesar 82,4%. Grafik Distribusi CH dan TU Curah Hujan (mm) 350,0 300,0 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 27,3 27,2 27,1 27,0 26,9 26,8 26,7 26,6 26,5 26,4 26,3 Hari Hujan (hari) CH Bulan TU Gambar 9. Distribusi curah hujan (CH) dan temperatur udara (TU) di Kota Ternate (BMG, 2014) Tipe iklim berdasarkan sistem klasifikasi iklim Schmidth dan Ferguson (1951) dalam Handoko (1993) tergolong iklim basah (B) dimana rataan bulan kering (Bk < 60 mm) sebanyak 2 bulan dan bulan basah (Bb > 100 mm) sebanyak 9 bulan dengan nilai Q sebesar 16 %. Klasifikasi Oldeman (1975) tergolong zona agroklimat B2 (Bb antara 7-9 dan Bk antara 2-3 bulan). Litologi atau bahan indukan (batuan) merupakan bahan pembentukan tanah yang sangat menentukan sifat fisik maupun kimia tanah. Secara umum litologi di wilayah Maluku Utara dikelompokkan atas batuan sediman dan batuan volkan. Kelompok batuan sedimen terdapat dalam bentuk sedimen muda (recent) meliputi aluvio-kaluvium dan batuan sedimen tua meliputi batukapur dan batupasir tufaan. Sementara batuan volkan terdapat dalam bentuk volkan muda yang berkomposisi andesit dan basalt. Batuan sedimen aluvio-kaluvium merupakan bahan-bahan endapan kasar hingga halus (kerakal, pasir, debu, liat) yang banyak mengandung unsur hara, demikian juga dengan batukapur, bersifat basa yang kaya unsur Ca, Mg dan K. Batupasir tufaan relatif miskin unsur hara, silikat tinggi akan tetapi membentuk fisik tanah yang baik. Batuan volkan di wilayah Maluku Utara bersifat netral sampai basa dan mengandung unsur-unsur ferromagnesium (K, Na, Mg, Ca, Fe) dimana pelapukan dari batuan tersebut menghasilkan tanah-tanah yang subur baik secara fisik maupun kimia. KESESUAIAN LAHAN DALAM PENGEMBANGAN TANAMAN REMPAH Lahan yang terdapat di daerah Maluku Utara menunjukkan sifat-sifat yang berbeda, mulai dari Morotai bagian utara sampai Sulabesi di selatan. Perbedaan ini disebabkan faktor iklim (curah hujan dan suhu) yang tinggi. Selain itu, yang membedakan sifat-sifat tanah adalah tipe batuan/bahan induk dan kemiringan lereng yang berkolerasi dengan kedalaman efektif perakaran serta vegetasi di tanah tempatnya berkembang. Selain iklim dan vegetasi, kompleks geologi Provinsi Maluku Utara sangat erat hubungannya dengan penyebaran sifat-sifat tanah. Keadaan geologi dibarengi pula dengan proses pelapukan dan pencucian pada kondisi suhu dan curah hujan yang bervariasi. Maka tanah di daerah Maluku Utara berada dalam suatu 307

10 perkembangan dan kedalaman yang bervariasi dengan drainase baik, tekstur tanah halus, kesuburan yang relatif rendah. Pada daerah-daerah perbukitan dan pegunungan yang berlereng curam sampai sangat curam dengan penutupan vegetasi yang jarang, secara relatif juga mempengaruhi erosi permukaan. Oleh karena itu sering ditemukan tanah-tanah dengan kedalaman solum dangkal sampai sedang dengan tingkat perkembangan lemah dan sedang. Keadaan Tanah Provinsi Maluku Utara dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Peta tanah Provinsi Maluku Utara (RTRW,2007) Wilayah Maluku Utara bedasarkan keadaan biofisik lingkungannya yang terdiri dari iklim, tanah, dan terrain/topografi, mempunyai potensi untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian seperti tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan berpotensi untuk diusahakan. Pengenalan secara detil, baik komoditas pertanian andalan maupun sentral sentral pengembangan komoditas pertanian, sangat di perlukan dalam rangka mempercepat laju pembangunan provinsi ini. Provinsi Maluku Utara memiliki agro-ekosistem yang relatif berangam, dan dapat digolongkan menjadi agro-ekosistem lahan basah, lahan kering, dan dataran pantai. Sebagai konsekuensinya, keragaan dan peran pengusahaan suatu komoditas akan berbeda antar agroekosistem tersebut. Setiap zone agro ekosistem dengan karakteristik tertentu digolongkan ke dalam empat bentuk, yaitu: Productivity, gambaran antara nilai produksi dengan penggunaan per satuan satuan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, energi dan modal); Stability, mencerminkan tingkat stabilan produktivitas dan fluktuasi variabel lingkungan (iklim atau kondisi pasar) yang tidak terlalu besar; Sustainability, mencerminkan kemampuan suatau agro ekosistem untuk mempertahankan produktivitas; dan Equitability, yang mencerminkan tingkat pemerataan penyebaran prodiktivitas suatu agro ekosistem bagi manusia yang terlibat di dalamnya. Berdasarkan karakteristik sumberdaya lahan dan iklim di Maluku Utara di peroleh 7 zona agro ekologi yang terdiri dari 3 zona sebagai wilayah pengembangan komodotas tanaman pangan dan hortikultura, 4 zona sebagai wilayah kehutanan, perkebunan, perikanan pantai dan pastura (padang penggembalaan). Masing-masing zona dan tipe pemanfaatan lahan tersebut adalah sebagai berikut: Zona I zona lereng >40%, tipe pemanfaatan lahan adalah tanaman non pertanian (kehutana, hutan produksi dan hutan lindung). Zona II zona lereng 15-40%, tipe pemanfatan lahan adalah perkebunan/tanaman tahunan. Zona III zona lereng 8-15%, tipe pemanfaatan lahan untuk tanaman tahunan dan tanaman pangan. 308

11 Zona IV zona lereng <8%, tipe pemanfaatan lahan utuk tanamna pangan Zona V zona lereng <8%, dengan jenis tanah gambut (saprik dan hemik) dengan ketebalan <3 m, tipe pemanfaatan lahan untuk tanaman tahunan/hortikultura, dan ketebalan gambut >3 m dan fibrik pada kedalaman berapapun maka tipe pemanfaatan lahan unutuk non pertanian. Zona VI zona lereng <8%, dengan jenis tanah yng mempunyai kandungan sulfat sangat tinggi (sulfat masam) tipe pemanfaatan lahannya untuk kehutanan (magrove) dan perikanan pantai. Zona VII zona lereng <8%. Jenis tanah yang berkembang dari pasir kuarsa (Spodosols dan Quartzipsamments), tipe pemanfaatan lahan adalah tanaman non pertanian (kehutanan dan padang penggembalaan (pastura). KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA UTARA Keadaan iklim di Kabupaten Halmahera Utara tergolong basah dengan curah hujan tahunan tinggi sebesar mm, dan termasuk zone agroklimat A, B1 dan C1, kecuali sedikit di bagian timur relatif agak kering dengan zone agroklimat D1. Kondisi tanah masih cukup basah/lembab, dan dapat memenuhi kebutuhan air untuk usahatani tanaman pangan maupun tahunan, kecuali pada zone D1 kemungkinan akan mengalami periode musim kemarau cukup nyata beberapa bulan. Tetapi dengan adanya beberapa sumber air, sebagian wilayah kering dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian produktif. Komposisi relief/lereng terdiri atas wilayah datar sampai agak datar seluas ha(21,13%), berombak ha (6,95%) dan bergelombang ha (12,64%). Wilayah datar sampai bergelombang tersebut secara makro merupakan lahan yang potensial untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan maupun tanaman tahunan/perkebunan. Wilayah berbukit mencakup luas ha (39,18%) secara selektif berpotensi untuk pengembangan tanaman tahunan dengan menerapkan teknik konservasi tanah, sedangkan wilayah bergunung ha (19,70%) tidak berpotensi untuk pertanian karena lereng terlalu curam. Sementara untuk komposisi landform yang erat dengan potensi lahan, terdiri atas Aluvial 7,14%, Marin 4,39%, Karst 15,38%, Volkanik 48,22%, dan Tektonik 24,45%, serta Lain-lain 0,42%. Bahan induk tanah terdiri atas endapan marin, endapan sungai, batuan sedimen (batupasir, napal, konglomerat, serpih, batugamping), dan batuan volkan muda (lava, tuf andesit sampai basalt), yang membentuk tanah dari ordo Entisols, Inceptisols, Andisols, Mollisols, Alfisols, Ultisols, dan Oxisols, yang mempunyai variasi sifat-sifat fisika, kimia, dan mineralogi. Inceptisols mempunyai penyebaran paling luas, hampir dijumpai pada semua grup landform. Andisols terbentuk dari tuf volkan muda mempunyai sifat-sifat khas dan merupakan tanah yang cukup subur/ produktif untuk pertanian. Dari sifat-sifat fisik-kimia tanah yang spesifik secara umum adalah tekstur sedang sampai halus, ph tanah agak masam sampai netral, kadar bahan organik rendah, kadar P2O5 dan K2O (ekstr. HCl 25%) bervariasi dari rendah sampai tinggi, P tersedia rendah sampai tinggi, retensi P rendah, KTK tanah dan kejenuhan basa umumnya tinggi. Status kesuburan tanah yang dicerminkan oleh kadar C organik, kadar P2O5 dan K2O (ekstraksi HCl 25%), KTK tanah dan kejenuhan basa, umumnya bervariasi dari rendah sampai tinggi. Rendahnya status kesuburan tanah lebih banyak dipengaruhi oleh rendahnya kadar bahan organik dan kadar P dan K. Hal ini dapat diperbaiki dan ditingkatkan statusnya melalui penerapan teknologi pengelolaan bahan organik dan pemupukan. Pewilayahan komoditas pertanian menghasilkan 6 sistem pertanian, yaitu: Pertanian lahan basah: padi sawah, palawija. Luas ha (4,73%); Pertanian lahan kering: tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Luas ha (41,24%); Pertanian lahan kering: perkebunan dan hortikultura. Luas ha (11,42%); 309

12 Tiga pewilayahan lainnya adalah: (a) Hutan lahan kering (hutan konservasi), luas ha (24,16%), (b) Hutan lahan basah (hutan konservasi), luas ha (0,45%), dan (c) Hutan lindung/konservasi, luas ha (26,56%). Penggunaan lain-lain (grup aneka), yaitu Pemukiman, Tambang, dan Tubuh air total luas ha (0,42%). KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA BARAT Keadaan iklim di Kabupaten Halmahera Barat tergolong cukup basah. Curah hujan tahunan sebesar mm, dengan pola bimodal, yaitu 2 puncak musim hujan (Mei dan Desember), sehingga cukup menguntungkan untuk usaha pertanian tanaman pangan. Zone agroklimatnya termasuk A, B1 dan C1. Musim kemarau kurang begitunyata. Kondisi tanah hampir selalu lembab/basah, dan dapat memenuhi kebutuhan air untuk usahatani tanaman pangan maupun tahunan. Adanya beberapa sumber air sungaidapat dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian. Komposisi relief dan lereng terdiri atas wilayah datar sampai agak datar ha (11,53%), berombak ha (2,59%) dan bergelombang ha (20,19%). Wilayah datar sampai bergelombang tersebut dengan luas total ha (34,41%)merupakan lahan yang potensial untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan maupun tahunan/ perkebunan. Wilayah berbukit mencakup ha (50,32%) secara selektif berpotensi untuk pengembangan tanaman tahunan dengan penerapan teknik konservasi tanah, sedangkan wilayah bergunung ha (14,93%) tidak berpotensi untuk pertanian. Komposisi grup landform, terdiri atas Aluvial 2,37%, Marin 2,13%, Volkanik 76,20%,dan Tektonik 17,06%,serta Lain-lain 0,43%. Bahan induk tanah terdiri atas endapanmarin, endapan sungai, batuan sedimen (batupasir, napal, konglomerat, serpih,batugamping), dan batuan volkan muda (lava, tuf andesit sampai basalt), yang membentuk tanah dari ordo Entisols, Inceptisols, Andisols, Mollisols, Alfisols,Ultisols, dan Oxisols, yang mempunyai variasi sifat-sifat fisika, kimia, dan mineralogi. Inceptisols mempunyai penyebaran paling luas, hampir dijumpai pada semua gruplandform. Andisols terbentuk dari tuf volkan muda mempunyai sifat-sifat khas danmerupakan tanah yang cukup subur/produktif. Sifat-sifat fisik-kimia tanah yang spesifik secara umum adalah tekstur sedang sampai halus, ph tanah masam sampai agak masam, kadar bahan organik umumnya rendah, kadar P2O 5 dan K 2O (ekstr. HCl 25%) bervariasi dari rendah sampai tinggi, P tersedia rendah sampai tinggi, retensi P rendah sampai tinggi, KTK tanah rendah sampai tinggidan kejenuhan basa umumnya tinggi.penilaian status kesuburan tanah yang dicerminkan oleh kadar C organik, kadar P 2O 5 dan K 2O (ekstraksi HCl 25%), KTK tanah dan kejenuhan basa, menunjukkan variasidari rendah sampai tinggi. Rendahnya status kesuburan tanah lebih banyakdipengaruhi oleh rendahnya kadar bahan organik dan kadar P dan K, dan KTK tanah. Hal ini dapat diperbaiki dan ditingkatkan statusnya melalui penerapan teknologipengelolaan bahan organik dan pemupukan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai jenis komoditas pertanian, bervariasi dari sangat sesuai, cukup sesuai, sampai sesuai marginal. Kendala biofisik umumnyaterdiri atas retensi hara (kadar bahan organik), ketersediaan hara (kadar N, P dan K), dan bahaya erosi (lereng curam). Kelas kesesuaian lahan tersebut dapat ditingkatkan melalui penerapan teknologi pemupukan, pengelolaan bahan organik, dan konservasi tanah dan air. Pewilayahan komoditas pertanian menghasilkan 5 sistem pertanian, yaitu: Pertanian lahan basah: padi sawah, palawija. Luas 322 ha (0,13%); Pertanian lahan kering: tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura. Luas 1.225ha (0,48%); 310

13 Pertanian lahan kering: perkebunan, tanaman pangan, dan hortikultura. Luas ha (23,24%); Pertanian lahan kering: perkebunan dan hortikultura. Luas ha (7,27%); Tiga pewilayahan lainnya adalah: (a) Kawasan hutan lahan kering (hutan konservasi), luas ha (24,59%), dan (b) Kawasan hutan lahan basah (hutan konservasi), luas5.418 ha (2,13%), dan (c) Hutan lindung/konservasi, luas ha (41,78%). Penggunaan lain-lain (grup aneka), yaitu Pemukiman, Kawah, dan Tubuh air totalluas 963 ha (0,37%). KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA TIMUR Keadaan iklim di Kabupaten Halmahera Barat tergolong cukup basah. Curah hujan tahunan sebesar mm, dengan zone agroklimat D1. Periode musim kemarau kemungkinan terjadi secara nyata untuk beberapa bulan, sehingga terjadi defisit air dan kondisi tanah akan mengalami kekeringan, sehingga masa tanam perlu memperhitungkan sebaran curah hujan. Adanya beberapa sumber air sungai dapat dimanfaatkan sebagai sumber air pengairan dan domestik. Komposisi relief dan lereng terdiri atas wilayah datar sampai agak datar ha (11,67%), berombak ha (2,69%) dan bergelombang ha (8.81%). Wilayah datar sampai bergelombang tersebut dengan luas total ha (23,17%) merupakan lahan yang potensial untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan maupun tahunan/perkebunan. Wilayah berbukit mencakup luas ha (49,64%) secara selektif berpotensi untuk pengembangan tanaman tahunan dengan penerapan teknik konservasi tanah, sedangkan wilayah bergunung dengan luas ha(26,64%) tidak berpotensi untuk pertanian. Komposisi grup landform, terdiri atas Aluvial 9,72%, Marin 2,59%, Karst 22,0%, Volkanik 39,21%, dan Tektonik 26,47%, serta Lain-lain 0,55%. Bahan induk tanah terdiri atas endapan marin, endapan sungai, batuan sedimen (batupasir, napal, konglomerat, serpih, batugamping), batuan metamorfik, dan ultramafik yang membentuk tanah-tanah dari ordo Entisols, Inceptisols, Mollisols, Alfisols, Ultisols,dan Oxisols, yang mempunyai variasi sifat-sifat fisika, kimia, dan mineralogi. Inceptisols mempunyai penyebaran paling luas, hampir dijumpai pada semua gruplandform. Oxisols terbentuk dari batuan ultramafik mempunyai sifat-sifat khas dan merupakan tanah yang miskin hara, namun masih bisa ditingkatkan produktivitasnya. Sifat-sifat fisik-kimia tanah yang spesifik secara umum adalah tekstur agak halus sampai halus, ph tanah masam sampai agak masam, kadar bahan organik umumnya rendah sampai sedang, kadar P2O 5 dan K 2O (ekstr. HCl 25%) bervariasi dari rendah sampai sedang, P tersedia rendah sampai sedang, retensi P rendah, KTK tanah rendahsampai tinggi dan kejenuhan basa umumnya tinggi. Penilaian status kesuburan tanah yang dicerminkan oleh kadar C organik, kadar P 2O 5 dan K 2O (ekstraksi HCl 25%), KTK tanah dan kejenuhan basa, menunjukkan variasidari rendah sampai sedang. Rendahnya status kesuburan tanah lebih banyakdipengaruhi oleh rendahnya kadar bahan organik dan kadar P dan K, dan KTK tanah. Status kesuburan dapat diperbaiki dan ditingkatkan melalui penerapan teknologipengelolaan bahan organik dan pemupukan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai jenis komoditas pertanian, bervariasi dari sangat sesuai, cukup sesuai, sampai sesuai marginal. Kendala biofisik umumnya terdiri atas retensi hara (kadar bahan organik), ketersediaan hara (kadar N, P dan K), dan bahaya erosi (lereng curam). Kelas kesesuaian lahan tersebut dapat ditingkatkan melalui penerapan teknologi pemupukan, pengelolaan bahan organik, dan konservasi tanah dan air. Pewilayahan komoditas pertanian menghasilkan 8 sistem pertanian, yaitu: Pertanian lahan basah: padi sawah, palawija. Luas ha (4,70%); Pertanian lahan kering: tanaman pangan dan hortikultura. Luas ha (1,01%); 311

14 Pertanian lahan kering: tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura. Luas ha (2,01%); Pertanian lahan kering: perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura. Luas ha (14,51%); Pertanian lahan kering: perkebunan hortikultura. Luas ha (3,61%). Empat pewilayahan lainnya adalah: (a) Hutan lahan kering (hutan konservasi), luas ha (43,90%), (b) Hutan lahan basah (hutan konservasi), luas 593 ha (0,09%),(c) Hutan lindung/konservasi (hutan konservasi), luas ha (12,73%), dan Taman Nasional, luas ha (17,01%). Penggunaan lain-lain (grup aneka), yaitu Pemukiman, Tambang, dan Tubuh air totalluas ha (0,42%). KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA SELATAN Sistem pertanian berbasis tanaman perkebunan adalah budidaya tanaman pertanian yang dilakukan pada lahan-lahan yang sesuai untuk komoditas tanaman tahunan dengan komoditas utama adalah komoditas rempah. Pertanian berbasis tanaman rempahdi Kabupaten HalmaheraSelatandilaksanakan pada tipe lahan kering dengan kondisi drainase tanah baik sampai agak cepat dengan dengan total area ha (18,7%) dan terdistribusi di wilayah Bacan seluas ha, Gane seluas ha, Obi seluas ha dan Makian seluas ha. Sistem pertanian berbasis tanaman rempah terdapat pada zona III dan zona II dengan subzona pengembangan tanaman perkebunan dan hortikultura meliputi III/Deh-1 dan III/Deh-2 dan subzona pengembangan tanaman perkebunan meliputi III/De, II/De-1 dan II/De-2. Subzona system pertanian tanaman rempah dan hortikultura meliputi III/Deh-1 terdapat di wilayah Bacan dan Obi yang dianjurkan untuk pengembangan tanaman perkebunan terutama cengkeh, pala, kelapa dan kakao dan tanaman hortikultura terutama durian dan jeruk/pisang. Sementara subzona III/Deh-2 tersebar baik di wilayah Bacan, Gane, Obi dan Makian yang dianjurkan untuk pengembangan tanaman perkebunan terutama cengkeh, pala, kelapa dan kakao, kemudian tanaman hortikultura meliputi durian, sukun dan jeruk/pisang. Subzona system pertanian tanaman rempah meliputi III/De terdapat di wilayah Bacan, Gane, Obi dan Makianyang dianjurkan untuk pengembangan tanaman perkebunan terutama cengkeh, pala dan kelapa. SubzonaII/De-1 terdapat di wilayah Bacan dan Makian yang dianjurkan untuk pengembangan tanaman perkebunan yaitu cengkeh, pala, kelapa dan tanaman hortikultura terutama durian serta tanaman kenari. Subzona II/De-2 terdapat di wilayah Bacan, Gane, Obi dan Makianyang dianjurkan untuk pengembangan tanaman perkebunan cengkeh dan pala. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pala Kesesuaian lahan untuk tanaman pala hasil evaluasi lahan terdapat tiga kelas yaitu cukup sesuai (S2) seluas ha (1,9%), sesuai marginal (S3) seluas ha (66,1%) dan tidak sesuai (N) seluas ha (32,0%). Secara total lahan yang sesuai (S2 dan S3) untuk tanaman pala seluas ha (68,0%). Sebaran lahan yang sesuai (S2 dan S3) di wilayah Bacan seluas ha (20,4%), Gane (Halmahera) seluas ha (24,1%), Obi seluas ha (21,5%) dan Makian seluas ha (2,0%). Data kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatas masing-masing kelas/subkelas kesesuaian lahan untuk tanaman pala terdapat pada Tabel

15 Tabel 3. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pala No Simbol Fakter Pembatas Bacan Gane Obi Makian Total Ha % I. Lahan Sesuai (S) 1 S2wa,nr,na Ketersediaan air, retensi hara, hara tersedia ,7 2 S2wa,rc, nr,lp Ketersediaan air, media ,2 perakaran, retensi hara, penyiapan lahan 3 S3na Hara tersedia ,0 4 S3na,eh Hara tersedia, bahaya erosi ,4 5 S3nr,na Retensi hara, hara tersedia ,5 6 S3nr,na,lp Retensi hara, hara tersedia, ,1 penyiapan lahan 7 S3nr,na,eh Retensi hara, hara tersedia, ,5 bahaya erosi 8 S3na,eh,lp Hara tersedia, bahaya erosi, ,8 penyiapan lahan 9 S3eh Bahaya erosi ,5 10 S3rc,lp Media perakaran, penyiapan ,5 lahan 11 S3rc,na,eh Media perakaran, hara tersedia, ,2 bahaya erosi 12 S3rc,nr,na Media perakaran, retensi hara, hara tersedia ,8 13 S3rc,na,eh,lp Media perakaran, hara tersedia, ,6 bahaya erosi, penyiapan lahan Sub Jumlah ,0 II. Lahan Tidak Sesuai (N) 14 Noa,rc,fh Ketersediaan oksigen, media ,7 perakaran, bahaya banjir/ genangan 15 Noa,rc,xc, Ketersediaan oksigen, media ,0 xn,fh perakaran, toksisitas, sodisitas, bahaya banjir 16 Nrc,lp Media perakaran, penyiapan ,2 lahan 17 Nrc,eh,lp Media perakaran, bahaya erosi, ,1 penyiapan lahan 18 Nlp Penyiapan Lahan ,3 19 Neh Bahaya erosi ,8 Sub Jumlah Total Jumlah Lahan/Tanah Sumber : BPTP Maluku Utara, 2014b Pengembangan tanaman pala pada lahan kelas cukup sesuai (S2) di pengaruhi faktor pembatas ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), retensi hara (nr), hara tersedia (na) dan penyiapan lahan (lp). Pada lahan kelas sesuai marginal (S3) untuk tanaman paladipengaruhi oleh faktor pembatas media perakaran (rc), retensi hara (nr), hara tersedia (na), bahaya erosi (eh) dan penyiapan lahan (lp). Pembatas lahan yang tidak sesuai (N) untuk tanaman pala pada lahan basah (tergenang air) meliputi ketersediaan oksigen (oa), media perakaran (rc), toksisitas (xc), sodisitas (xn) dan bahaya banjir/genangan (fh), sementara pada lahan kering dipengaruhi pembatasmedia perakaran (rc), bahaya erosi (eh) karena kemiringan lereng >40 %) dan penyiapan lahan (lp) karena penutupan batuan permukaan berjumlah banyak sampai sangat banyak. Kesesuaian Lahan untuk Cengkeh Kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh hasil evaluasi lahan juga terdapat tiga kelas yaitu cukup sesuai (S2) seluas ha (1,9%), sesuai marginal (S3) seluas ha (66,1%) dan tidak sesuai (N) seluas ha (32,0%). Secara total lahan yang sesuai (S2 dan S3) untuk tanaman cengkeh seluas ha (68,0%). Sebaran lahan yang sesuai (S2 313

16 dan S3) di wilayah Bacan seluas ha (20,4%), Gane (Halmahera) seluas ha (24,1%), Obi seluas ha (21,5%) dan Makian seluas ha (2,0%) dari total wilayah studi. Pengembangan tanaman cengkeh pada lahan kelas cukup sesuai (S2) di pengaruhi faktor pembatas ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), retensi hara (nr), hara tersedia (na) dan penyiapan lahan (lp). Pada lahan kelas sesuai marginal (S3) untuk tanaman cengkehdipengaruhi oleh faktor pembatas media perakaran (rc), retensi hara (nr), hara tersedia (na), bahaya erosi (eh) dan penyiapan lahan (lp). Pembatas lahan yang tidak sesuai (N) untuk tanaman cengkeh pada lahan basah (tergenang air) meliputi ketersediaan oksigen (oa), media perakaran (rc), toksisitas (xc), sodisitas (xn) dan bahaya banjir/genangan (fh), sementara pada lahan kering dipengaruhi pembatas media perakaran (rc), bahaya erosi (eh) karena kemiringan lereng >40 %) dan penyiapan lahan (lp) karena penutupan batuan permukaan berjumlah banyak sampai sangat banyak. Data kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatas masing-masing kelas/subkelas kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cengkeh No Simbol Fakter Pembatas Bacan Gane Obi Makian Total Ha % I. Lahan Sesuai (S) 1 S2wa,nr,na Ketersediaan air, retensi hara, hara tersedia ,7 2 S2wa,rc, nr, Ketersediaan air, media perakaran, ,2 lp retensi hara, penyiapan lahan 3 S3na Hara tersedia ,0 4 S3na,eh Hara tersedia, bahaya erosi ,2 5 S3nr,na Retensi hara, hara tersedia ,5 6 S3nr,na,lp Retensi hara, hara tersedia, penyiapan ,1 lahan 7 S3nr,na,eh Retensi hara, hara tersedia, bahaya erosi ,5 8 S3nr,na,eh, Retensi hara, hara tersedia, bahaya eros, ,0 lp penyiapan lahan 9 S3eh Bahaya erosi ,5 10 S3rc,lp Media perakaran, penyiapan lahan ,5 11 S3rc,na,eh Media perakaran, hara tersedia, bahaya ,4 erosi 12 S3rc,nr,na Media perakaran, retensi hara, hara ,8 13 S3rc,na,eh, lp tersedia Media perakaran, hara tersedia, bahaya ,4 erosi, penyiapan lahan Sub Jumlah ,0 II. Lahan Tidak Sesuai (N) 14 Noa,rc,fh Ketersediaan oksigen, media perakaran, bahaya banjir/genangan 15 Noa,rc,xc, xn,fh Ketersediaan oksigen, media perakaran, toksisitas, sodisitas, alkalinitas, bahaya banjir , , ,0 16 Nrc,lp Media perakaran, penyiapan lahan ,2 17 Nrc,eh,lp Media perakaran, bahaya erosi, ,1 penyiapan lahan 18 Nlp Penyiapan Lahan ,3 19 Neh Bahaya erosi ,8 Sub Jumlah ,0 Total Jumlah Lahan/Tanah Sumber : BPTP Maluku Utara, 2014b KESESUAIAN LAHAN UNTUK KABUPATEN HALMAHERA TENGAH Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Cengkeh Salah satu komoditas tanaman rempah yang cukup terkenal adalah cengkeh. Komoditas ini merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Halmahera Tengah. 314

17 Potensi areal yang sesuai untuk pengembangan komoditas ini pada masa yang akan datang masih cukup luas yaitu sekitar ha, dimana seluas ha merupakan lahan sesuai S1, seluas ha merupakan lahan sesuai S2 dan selebihnya, yaitu seluas ha merupakan lahan sesuai S3. Pada kelas kesesuaian S1, potensi kesesuaian terluas berada di Kecamatan Pulau Gebe, yaitu seluas ha, sedangkan kesesuaian S2 berada pada kecamatan Weda Tengah, yaitu seluas ha dan Weda Utara seluas ha. Kecamatan Weda Tengah dan Utara juga memiliki luas lahan dengan kesesuai S3 terluas masing-masing ha dan ha, yang kemudian diikuti Kecamatan Patani Barat seluas ha dan Patani Utara seluas ha (Tabel 5). Tabel 5. Rincian Potensi Kesesuaian Lahan Untuk Perluasan Areal Tanam Cengkeh di Kabupaten Halmahera Tengah Menurut Kecamatan No. Kecamatan Kelas Kesesuian Lahan (Ha) S1 S2 S3 S1+S2+S3 N 1 Weda Weda Selatan , Weda Utara Weda Tengah Pulau Gebe Patani Patani Utara Patani Barat Halmahera Tengah (Sumber: Dinas Pertanian Halmahera Tengah, 2013) Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman pala Pala merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan lokal spesifik Maluku Utara secara umumnya dan Halmahera Tengah khususnya. Tabel 6 menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Halmahera Tengah memiliki potensi kesesuaian lahan untuk pengembangan pala seluas ha, yang terdiri kesesuaian S1 seluas Ha, S2 seluas ha dan S3 seluas ha. Kecamatan yang memiliki tingkat kesesuai S1 terluas adalah Pulau Gebe seluas ha, kemudian diikuti oleh Kecamatan Patani, Weda Selatan, Patani Barat dan Patani Utara masing-masing seluas ha; ha; dan ha. Sementara itu, yang memiliki kesesuaian S2 terluas adalah Patani Utara seluas ha, diikuti Weda Tengah seluas ha, Kecamatan Weda Utara seluas ha, dan Patani Barat seluas ha. Sedangkan pada kesesuaian S3, kecamatan yang memiliki potensi terluas adalah Kecamatan Weda Tengah, seluas ha, kemudian Weda Utara seluas ha, Weda seluas ha, dan Patani Barat seluas ha. 315

18 Tabel.6. Rincian potensi kesesuaian lahan untuk perluasan areal tanam pala di Kabupaten Halmahera Tengah menurut kecamatan No. Kecamatan Kelas Kesesuian Lahan (Ha) S1 S2 S3 S1+S2+S3 N 1 Weda 338 2,588 10,744 13,670 1,274 2 Weda Selatan 1,290 5,037 7,926 14,252 3,385 3 Weda Utara ,660 27,800 38,653 42,623 4 Weda Tengah ,936 33,334 46,165 2,996 5 Pulau Gebe 3,087 1,189 4,276 13,732 6 Patani 2,914 2,363 1,655 6, Patani Utara 1,027 13,034 4,983 19, Patani Barat 1,055 7,067 9,347 17, Halmahera Tengah 10,798 53,874 95, , (Sumber: Dinas Pertanian Halmahera Tengah, 2013) KESESUAIAN LAHAN UNTUK KOTA TERNATE Secara umum istilah penggunaan lahan pada dasarnya berhubungan dengan kegiatan atau aktivitas manusia pada suatu bidang lahan, hasil interpretasi citra dan verifikasi lapangan untuk wilayah Kota Ternate dapat diklasifikasikan ke dalam 8 jenis penggunaan lahan meliputi tubuh air (danau), permukiman, perkebunan/kebun, semak belukar, lahan terbuka (batuan), hutan rawa/sagu, hutan mangrove/bakau dan hutan sekunder. Penggunaan lahan terbanyak hasil pemetaan di dominasi penggunaan lahan perkebunan/kebun campuran seluas 9.435,5 ha (57,9%). Data luasan masing-masing jenis penggunaan lahan di wilayah Kota Ternate disajikan pada Tabel 7 dan Gambar11. Tabel 7. Data luasan jenis penggunaan/penutupan lahan di wilayah Kota Ternate No Penggunaan/ Penutupan Lahan P. Ternate P. Moti P. Hiri Batang Dua Total Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % 1 Tubuh Air 45,1 0, ,1 0,3 2 Pemukiman 1.926,8 18,9 105,8 4,2 94,8 13,9 46,1 1, ,5 13,3 3 Perkebunan/Kebun 5.434,2 53, ,2 72,8 430,3 63, ,8 59, ,5 57,9 4 Semak Belukar 367,8 3,6 136,0 5,5 156,2 22, ,8 39, ,8 11,1 5 Lahan Terbuka/Batuan 496,9 4, ,9 3,0 6 Hutan Rawa/Sagu ,8 1, ,8 0,2 7 Hutan Mangrove 24,3 0,2 34,2 1, ,6 0,2 63,0 0,4 8 Hutan Sekunder 1.873,3 18,4 377,0 15, ,4 13,8 Jumlah ,4 100, ,0 100,0 681,2 100, ,3 100, ,0 100,0 (Sumber: BPTP Maluku Utara, 2014a) Gambar 11. Peta penggunaan lahan di wilayah Kota Ternate (BPTP Maluku Utara, 2014a) 316

19 Kesesuaian lahan Tanaman Rempah di Kota Ternate Faktor Iklim meliputi curah hujan dan temperatur mempunyai peranan penting bagi proses pelapukan batuan dan perkembangan tanah. Kondisi curah hujan kurang lebih mm/tahun di wilayah Kota Ternate telah memberikan sumbangan air bagi pelapukan dan perkembangan tanah sehingga wilayah Kota Ternate di jumpai tanah-tanah yang telah berkembang hingga berkembang lanjut. Kondisi topografi yang umumnya curam ditemukan tanah-tanah yang dangkal sebagai akibat proses infiltrasi lebih kecil dari aliran permukaan dan erosi, sementara wilayah dataran ditemukan tanah-tanah yang berdrainase terhambat. Bahan induk di wilayah Kota Ternate yang kaya akan unsur basa-basa (aluvio-kaluvial, batukapur, andesit dan basal) menghasilkan tanah-tanah yang subur dibandingkan bahan induk yang miskin unsur hara (batupasir tufaan). Bahan induk volkan muda di Pulau Ternate, karena proses letusan yang terjadi berulang kali menghasilkan tanah-tanah yang dalam dan variasi tanah baik secara lateral maupun vertikal. Secara morfologi penampang tanah di Wilayah Kota Ternate dan hasil analisis sifat-sifat tanah, diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010) dan padanannya dengan Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1983) ke dalam tiga Ordo, yaitu: Entisols (Regosol dan Litosol), Inceptisols (Kambisol) dan Alfisols (Mediteran). Ordo tanah di Kota Ternate berdasarkan hasil verfikasi satuan lahan terdapat dalam kelompok assosiasi dimana pada satuan lahan ditemukan 2 atau lebih satuan tanah yang luasnya tidak melebihi dari 25-75%.Hasil klasifikasi di Kota Ternate disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Klasifikasi Tanah di Kota Ternate No Tanah Typic Endoaquepts, Typic Endoaquents Typic Endoaquepts, Aquic Eutrudepts Lithic Udorthents, Typic Udorthents Typic Eutrudepts, Typic Udorthents Lithic Eutrudepts, Typic Eutrudepts Typic Eutrudepts, Arenic Eutrudepts Typic Eutrudepts, Lithic Eutrudepts Typic Eutrudepts, Vitrandepts Eutrudepts Andic Eutrudepts, Typic Eutrudepts Non Tanah P. Ternate P. Moti P. Hiri Batang Dua Total Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % 72,4 0,7 57,3 2, ,8 0, ,6 9, ,6 1,5 728,2 7, ,6 60, ,9 7, ,0 14, ,0 8, ,7 8,9 262,7 1, ,3 68, ,3 12, ,2 25,5 771,0 30,9 264,6 38,8 659,3 22, ,1 26, ,7 20, ,6 56, ,3 21, ,5 22, ,5 13,9 10 Tubuh Air 43,2 0, ,2 0,3 11 Batuan/Lahar 941,2 9,3 21,5 0,9 3,0 0, ,6 5,9 Jumlah Total ,4 100, ,0 100,0 681,2 100, ,3 100, ,0 100,0 (Sumber :BPTP Maluku Utara, 2014a) Tanaman perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat Kota Ternate adalah Kelapa, cengkih dan Pala. Tanaman perkebunan ini ada yang berumur puluhan tahun, karena sejak zaman penjajahan dahulu kala tanaman perkebunan ini memang sudah di usahakan oleh masyarakat kota Ternate. Pada tahun 2011 luas tanaman menghasilkan untuk kelapa adalah Ha, cengkih Ha dan pala sebesar 657 Ha. Pada tahun 2010 produksi kelapa sebanyak ton, produksi cengkih 590 ton dan produksi pala sebanyak 1.042,8 ton. Hasil evaluasi lahan menunjukan luas lahan untuk pengembangan tanaman perkebunan 317

20 di Kota Ternate mencapai ,1 ha (70,9 %) dan tidak sesuai seluas 4.728,7 ha (29,1%). Kesesuaian lahan masing-masing jenis tanaman perkebunan yang dievaluasi sebagai berikut: Kesesuaian Lahan untuktanaman Pala Kesesuaian lahan untuk tanaman pala hasil evaluasi lahan juga terdapat tiga kelas yaitu cukup sesuai (S2) seluas 956,5 ha (5,9 %), sesuai marginal (S3) seluas ,6 ha (65,0%) dan tidak sesuai (N) sesuai seluas 4.728,7 ha (29,1%). Proporsi lahan yang sesuai (S2 dan S3) untuk pengembangan tanaman pala meliputi Pulau Ternate seluas 6.821,2 ha, Pulau Moti seluas 1.644,2 ha, Pulau Hiri seluas 436,1 ha dan Pulau Batang Dua seluas 2.630,6 ha. Rincian kesesuaian lahan untuk tanaman pala terdapat pada Tabel 9. Tabel9. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pala Simbol Faktor Pembatas P. Ternate P. Moti P. Hiri Batang Dua Total Ha % Lahan Sesuai (S) S2wa,rc,na Ketersediaan air, media perakaran, hara tersedia ,3 659,3 4,1 S2wa,rc,na, Ketersediaan air, media perakaran, hara eh tersedia, bahaya erosi ,7-51,7 0,3 Ketersediaan air, media perakaran, S2wa,rc,nr, ketersediaan hara, hara tersedia, bahaya na,fh banjir - 245, ,6 1,5 S3eh Bahaya erosi , , ,5 11,8 S3na Hara tersedia 3.817,3 375,9 34, ,3 26,0 S3na,eh Hara tersedia, bahaya erosi 2.754,4 813, ,8 21,9 S3oa,eh Ketersedian oksigen, bahaya erosi 72, ,4 0,4 S3rc,eh Media perakaran, bahaya erosi - 182, ,4 1,1 S3rc,na Media perakaran, hara tersedia ,7 262,7 1,6 S3rc,na,eh Media perakaran, hara tersedia, bahaya erosi 177,1 26, ,0 1,3 S3oa,rc,eh Ketersedian oksigen, media perakaran, bahaya erosi ,7-90,7 0,6 S3oa,rc,eh,lp Ketersedian oksigen, media perakaran, bahaya erosi, penyiapan lahan ,3-51,3 0,3 S3oa,rc,na,lp Ketersedian oksigen, media perakaran, hara tersedia, penyiapan lahan - - 1,6-1,6 0,0 Sub Jumlah 6.821, ,2 436, , ,1 70,9 Lahan Tidak Sesuai (N) Nrc,eh Media perakaran, bahaya erosi 43, ,2 0,3 Nrc Media perakaran 312, ,5 1,9 Noa,fh Ketersedian oksigen, bahaya banjir 72,4 57, ,8 0,8 Nlp Penyiapan lahan 967,0 21,5 104, ,6 6,7 Neh,lp Bahaya erosi, penyiapan lahan 346, ,8 2,1 Neh Bahaya erosi 1.562,2 771,0 141,0 329, ,9 17,2 Sub Jumlah 3.304,0 849,8 245,1 329, ,7 29,1 Total Jumlah Lahan/Tanah , ,0 681, , ,8 100,0 (Sumber :BPTP Maluku Utara, 2014a) Pengembangan tanaman pala pada lahan kelas cukup sesuai (S2) dipengaruhi pembatas ketersediaan air (wa), media perakaran (rc), ketersediaan hara (nr), hara tersedia (na), bahaya erosi (eh) dan bahaya banjir pada tingkat intensitas pembatas yang rendah. Pada lahan sesuai marginal (S3) dipengaruhi pembatas ketersediaan oksigen (oa), media perakaran, hara tersedia (na), bahaya erosi (eh) dan penyiapan lahan (lp) pada tingkat intensitas pembatas yang sedang. Pembatas lahan tidak sesuai (N) untuk tanaman pala merupakan pembatas lahan yang tergolong intensitas berat meliputi ketersediaan oksigen (oa) dan bahaya banjir (fh) pada wilayah tergenang (lahan bergambut). Sementara pada lahan kering memiliki pembatasmedia perakaran (rc), bahaya erosi tanah (eh) karena kemiringan lereng > 40 %) dan penyiapan lahan yang terkait dengan penutupan batuan dipermukaan dalam jumlah banyak sampai sangat banyak. 318

21 Kesesuaian Lahan untuk Cengkih Gambar Kesesuaian 12. Peta kesesuaian lahan untuk lahan untuk tanaman Tanaman cengkihhasil Pala di Kota evaluasi Ternate (Sumber:BPTP terdapat tiga Maluku kelas Utara, yaitu 2014a) cukup sesuai (S2) seluas 710,9 ha (4,4 %), sesuai marginal (S3) seluas ,2 ha (66,5%) dan tidak sesuai (N) sesuai seluas 4.728,7 ha (29,1%). Proporsi lahan yang sesuai (S2 dan S3) untuk pengembangan tanaman cengkih meliputi Pulau Ternate seluas 6.821,2 ha, Pulau Moti seluas 1.644,2 ha, Pulau Hiri seluas 436,1 ha dan Pulau Batang Dua seluas 2.630,6 ha. Rincian kesesuaian lahan untuk tanaman cengkih terdapat pada Tabel 10. Tabel 10. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cengkih Simbol Faktor Pembatas P. Ternate P. Moti P. Hiri Batang Dua Total Ha % Lahan Sesuai (S) S2rc,na Media perakaran, hara tersedia ,3 659,3 4,1 S2rc,na,eh Media perakaran, hara tersedia, bahaya erosi ,7-51,7 0,3 S3na Hara tersedia 1.512,6 375,9 34, ,5 11,8 S3eh Bahaya erosi ,9 979, ,9 7,3 S3rc Media perakaran - 245, ,6 1,5 S3na,eh Hara tersedia, bahaya erosi 2.754,4 813,4 729, ,4 26,4 S3rc,eh Media perakaran, bahaya erosi - 182, ,4 1,1 S3rc,na Media perakaran, hara tersedia 2.304, , ,4 15,8 S3oa,eh Ketersedian oksigen, bahaya erosi 72, ,4 0,4 S3rc,na,eh Media perakaran, hara tersedia, bahaya erosi 177,1 26, ,0 1,3 S3oa,rc,eh Ketersedian oksigen, media perakaran, bahaya erosi ,7-90,7 0,6 S3oa,rc, Ketersedian oksigen, media perakaran, eh,lp bahaya erosi, penyiapan lahan ,3-51,3 0,3 S3oa,rc, Ketersedian oksigen, media perakaran, hara na,lp tersedia, penyiapan lahan - - 1,6-1,6 0,0 Sub Jumlah 6.821, ,2 436, , ,1 70,9 Lahan Tidak Sesuai (N) Nrc,eh Media perakaran, bahaya erosi 43, ,2 0,3 Nrc Media perakaran 312, ,5 1,9 Noa,fh Ketersedian oksigen, bahaya banjir 72,4 57, ,8 0,8 Nlp Penyiapan lahan 967,0 21,5 104, ,6 6,7 Neh,lp Bahaya erosi, penyiapan lahan 346, ,8 2,1 Neh Bahaya erosi 1.562,2 771,0 141,0 329, ,9 17,2 Sub Jumlah 3.304,0 849,8 245,1 329, ,7 29,1 Total Jumlah Lahan/Tanah , ,0 681, , ,8 100,0 (Sumber :BPTP Maluku Utara, 2014a) Pengembangan tanaman kelapa pada lahan kelas cukup sesuai (S2) dipengaruhi pembatas media perakaran (rc), hara tersedia (na) dan bahaya erosi (eh) pada tingkat 319

22 intensitas pembatas yang rendah. Pada lahan sesuai marginal (S3) dipengaruhi pembatas ketersediaan oksigen (oa), media perakaran (rc), hara tersedia (na), bahaya erosi (eh) dan penyiapan lahan (lp) pada tingkat intensitas pembatas yang sedang. Pembatas lahan tidak sesuai (N) untuk tanaman kelapa merupakan pembatas lahan yang tergolong intensitas berat meliputi ketersediaan oksigen (oa) dan bahaya banjir (fh) pada wilayah tergenang (lahan bergambut). Sementara pada lahan kering memiliki pembatasmedia perakaran (rc), bahaya erosi tanah (eh) karena kemiringan lereng > 40 %) dan penyiapan lahan yang terkait dengan penutupan batuan dipermukaan dalam jumlah banyak sampai sangat banyak. STATUS BUDIDAYA TANAMAN REMPAH DI MALUKU UTARA Subsektor Perkebunan mendominasi usaha pertanian di Maluku Utara. Sensus pertanian 2013 mencatat bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak di Maluku Utara adalah di Subsektor Perkebunan dan Subsektor Tanaman Pangan. Jumlah rumah tangga usaha pertanian dari Subsektor Perkebunan adalah sebanyak rumah tangga dan jumlah rumah tangga usaha pertanian dari Subsektor Tanaman Pangan adalah sebanyak rumah tangga. Dilihat dari kondisi demografi petani menurut jenis kelamin, hasil sensus pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah petani dengan jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kondisi ini terjadi di seluruh subsektor. Subsektor Perkebunan dan Hortikultura merupakan subsektor yang memiliki jumlah petani berjenis kelamin laki-laki tertinggi, yaitu sebanyak petani untuk Subsektor Perkebunan dan sebanyak petani untuk Subsektor Hortikultura. Perkembagan Luas Areal TanamTanaman Rempah di Maluku Utara Perkembangan luas areal komoditas tanaman rempah menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan yang cukup baik dalam kurun waktu Rata-rata setiap tahun komoditas utama tanaman rempah mengalami peningkatan luas areal sebesar 3.39 %. Total luas areal tanaman pala sampai pada tahun 2009 seluas 34,571 Ha dan tanaman cengkih seluas 20,130 ha. Komoditas pala mengalami pertumbuhan yang cukup besar per tahun yaitu 12,79 % dan cengkih sebesar 4% sedangkan bila dilihat dalam kurun waktu lima tahun pertumbuhan luas areal tanaman pala dan cengkih masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 59,31% dan 16,31%. Capaian luas areal komoditas utama rempah dalam kurun waktu lima tahun ( ) disajikan pada Tabel Gambar 13. Peta kesesuaian lahan untuk Tanaman Cengkih di Kota Ternate(Sumber :BPTP Maluku Utara, 2014a)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

OLEH : GUBERNUR MALUKU UTARA

OLEH : GUBERNUR MALUKU UTARA OLEH : GUBERNUR MALUKU UTARA GAMBARAN UMUM PERKEBUNAN MALUKU UTARA Mencermati kondisi geografis Maluku Utara yang merupakan daerah kepulauan dengan berbagai keragaman potensi perkebunan pada setiap daerah,

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa kesesuaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Kepala BB. Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Topik bahasan : KONSEP DASAR EVALUASI LAHAN SYARAT TUMBUH CABAI & BAWANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim relief/topografi,

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.2 (2015) 001-004 http://www... Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal Endang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

Potensi Pengembangan Tanaman Pangan Alternatif Ditinjau dari Aspek Biofisik di Kota Ternate

Potensi Pengembangan Tanaman Pangan Alternatif Ditinjau dari Aspek Biofisik di Kota Ternate Potensi Pengembangan Tanaman Pangan Alternatif Ditinjau dari Aspek Biofisik di Kota Ternate Muhammad Assagaf 1), Tri Setiyowati 1) dan Susanti, M.A. 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika dan Brazil. Di Brazil, tanaman ini tumbuh secara liar di tepi sungai. Klasifikasi dan pengenalan

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Oleh : Idung Risdiyanto 1. Konsep dan Batasan Evaluasi Lahan dan Zonasi Pertanian 1.1. Pengertian Dasar (dikutip dari Evakuasi Lahan Puslitanak) Dalam

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI 4.1. Letak Geografis Posisi geografis Wilayah Pengembangan Kawasan Agropolitan Ciwidey menurut Peta Rupa Bumi Bakorsurtanal adalah antara 107 0 31 30 BB 107 0 31 30 BT dan

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI TOPIC KESESUIAN OF MANUSCRIPT LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2. No.2 (2015) 17-21 http:www... KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI Puspita Handayani

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian Indonesia, sektor pertanian secara tradisional dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber utama pangan dan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS 2018 TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS Sudarto, Aditya Nugraha Putra & Yosi Andika Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (PSISDL) 9/4/2018 TUGAS SURVEI TANAH

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Adeha Suryani1

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Pengembangan Ubi Jalar di Kota Ternate

Kesesuaian Lahan Pengembangan Ubi Jalar di Kota Ternate Kesesuaian Lahan Pengembangan Ubi Jalar di Kota Ternate Tri Setiyowati 1) dan Muhammad Assagaf 1) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Kompleks Pertanian Kusu No. 1, Oba Utara, Kota Tidore

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No. 2 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kopi, Sawit, Jagung, Kayu Manis, Kelapa, Tembakau, Kedelai, Kakao

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan viabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG Andarias Makka Murni Soraya Amrizal Nazar KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat (pedon AM1 s/d AM8), dan Kabupaten Serang Propinsi Banten (pedon AM9 dan AM10)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI

4 GAMBARAN UMUM LOKASI 21 4 GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Keadaan Geografis Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang terletak terletak di bagian selatan dengan jarak kurang lebih 153 kilometer dari

Lebih terperinci

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani KESESUAIAN LAHAN Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani Ahmad Tohir 1, Hasnah Wita 1 1 Mahasiswi semester 3 Prodi. Tata Air Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) LAMPIRAN Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Persyaratan Penggunaan/Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur ratarata ( 0 C) 1618 14 16 Ketersediaan Air (wa)

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA The Evaluation of Land Suitability Onion (Allium ascalonicum L.) in Muara Subdistrict

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

TUGAS TUTORIAL MATA KULIAH : PERTANIAN BERLANJUT

TUGAS TUTORIAL MATA KULIAH : PERTANIAN BERLANJUT TUGAS TUTORIAL MATA KULIAH : PERTANIAN BERLANJUT SEMESTER : GANJIL SKS : 6 (Enam) DOSEN PENGAMPU : KHR, SDT, WDT, DSY, SPJ, ZKS, AMP, SRU, MLR, SIN, BSI, SKN, KSW, SMN, LSN. WAKTU : 10 OKTOBER 2011 1.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG 4.1 Kondisi Geografis dan Administratif Luas wilayah Kabupaten Sampang 1 233.30 km 2. Kabupaten Sampang terdiri 14 kecamatan, 6 kelurahan dan 180 Desa. Batas administrasi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian merupakan wilayah Administrasi Pemerintah Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Solok dibentuk berdasarkan Undang Undang No.12 tahun 1956 tentang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO Kustamar Dosen Teknik Sipil (Teknik Sumber Daya Air) FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan yang

Lebih terperinci

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M)

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Volkan (V) Grup volkan yang menyebar dari dat sampai daerah tinggi dengan tut bahan aktivitas volkanik terdiri kerucut, dataran dan plato, kaki perbukitan dan pegunungan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah 40 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah Data iklim yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data keadaan wilayah penelitian. Kecamatan Imogiri memiliki satu tipe iklim di

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci