Kata kunci: Beras premium, usahatani, panen, pasca panen, RMU, Sawah irigasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata kunci: Beras premium, usahatani, panen, pasca panen, RMU, Sawah irigasi"

Transkripsi

1 KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH UNTUK MENGHASILKAN BERAS KUALITAS PREMIUM DAN PRODUKTIVITAS DI ATAS 7 T/HA GKG DI SULAWESI SELATAN. Suriany, dkk ABSTRAK Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu padi sawah untuk menghasilkan beras premium merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah pendapatan petani. Beras premium adalah beras dengan kualitas setara kelas II dan III dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Tujuan pengkajian ini adalah (1) mendapatkan teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada usahatani padi untuk produksi beras berkualitas premium dengan produktivitas >7 t/ha GKG di Sulawesi Selatan, (2) mendapatkan jenis mesin penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan, (3) meningkatkan nilai tambah komoditas dengan menerapkan teknologi pengelolaan tanaman terpadu pada usahatani padi dan (4) sebagai acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam menetapkan kebijaksanaan pengembangan usahatani padi untuk produksi beras premium. Dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2011 di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan pada lahan sawah irigasi dan meliputi dua tahap kegiatan yaitu budidaya dan pasca panen. Kegiatan budidaya paket teknologi yang dikaji adalah varietas sebanyak 3 jenis yaitu Inpari 4 (A1), inpari 7 (A2), dan Inpari 13 (A3) dan pemupukan sebanyak 3 perlakuan yaitu bahan organic kg/ha Urea (B1), pupuk anorganik berdasarkan uji PUTS (B2) dan pemupukan berdasarkan kebiasaan petani (B3). Kegiatan pasca panen, hasil kegiatan budidaya digiling menjadi beras dengan menggunakan jenis mesin penggilingan yaitu single pass (C1) dan double pass (C2). Luas lahan seluruhnya yang digunakan sekitar 1,7 ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas inpari 13 dengan dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organik kg urea menghasilkan gabah kering giling sebesar 7,5ton ha GKG dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Baik penggilingan single pass maupun double pass untuk semua varietas dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organik kg Urea (B1) dan 150 kg urea kg phonska + 50 kg SP kg ZA (B2) dapat menghasilkan beras dalam kelas mutu III. Rata-rata perlakuan mempunyai R/C rasio berkisar 3,08 5,66 untuk gabah dan 3,26 3,78 untuk produk beras > 1 sehingga layak untuk dikembangkan. Kata kunci: Beras premium, usahatani, panen, pasca panen, RMU, Sawah irigasi 1

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintah Sulawesi Selatan sedang berupaya mengembangkan usahatani padi untuk menghasilkan beras berkualitas premium terutama tujuan ekspor. Hal ini dimotivasi oleh banyaknya permintaan dari luar negeri yang berminat membeli beras premium dari daerah ini. Salah satu Negara yang berminat dan telah menjajaki kerjasama untuk membeli beras premium dari Sulawesi Selatan adalah Malaysia sebanyak 400 ton per bulan. Beras berkualitas premium adalah beras berkualitas tinggi setara dengan mutu kelas II dan III dalam BSN-Standar Nasional Indonesia ( SNI) No. 6128:2008 dengan kriteria : (1) derajat sosoh minimal %, (2) kadar air maksimum 14 %, (3) butir kepala minimum %, (4) butir patah maksimum %, (5) butir menir maksimum 1-2 %, (6) butir merah maksimum 1-2 %, (7) butir kuning atau rusak maksimum 1-2%, (8) butir mengapur maksimum 1-2 %, (9) benda asing maksimum 0,02 %, (10) dan butir gabah maksimum 1%/100 g beras, (BSN, 2008 dan Bulog, 2006). Untuk menghasilkan beras berkualitas premium untuk tujuan ekspor, selain peningkatan produksi perbaikan mutu beras giling juga mutlak diperlukan agar memberi nilai tambah bagi petani. Sulawesi Selatan mempunyai lahan sawah seluas ha dengan produktivitas gabah 4,6 t/ha gabah kering giling (GKG) atau rata-rata 4,8 t/ha GKG (Distan Sulawesi Selatan, 2009). Tingkat produktivitas usahatani padi tersebut masih rendah dibanding potensi yang ada. Rendahnya tingkat produktivitas disebabkan teknik budidaya belum diterapkan dengan tepat seperti penggunaan varietas unggul baru padi secara spesifik, penggunaan pupuk yang belum mengacu pada tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman, serta pengendalian hama dan penyakit. Penggunaan dosis pupuk yang tidak tepat seperti dosis pupuk KCl yang terlalu tinggi, akan menghasilkan beras yang mudah patah sehingga berasnya bermutu rendah. Pengendalian hama dan penyakit yang kurang baik juga akan menghasilkan beras bermutu rendah. Untuk mendapatkan beras bermutu baik maka harus dilaksanakan perbaikan dari hulu sampai hilir Artinya harus dilakukan perbaikan (1) aspek budidaya, (2) aspek penanganan 2

3 panen dan pasca panen, (3) aspek teknik penggilngan, (4) aspek mesin penggilngan dan (5) aspek sumber daya manusia. Penggunaan pupuk organic dalam budidaya padi untuk produksi beras premium sangat tepat karena mempunyai multifungsi dalam memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Tetapi penggunaan pupuk anorganik tetap diperlukan dalam rangka menghasilkan tingkat produktvitas yang tinggi diatas 7 t/ha GKG. Kadar unsure hara dalam pupuk organic umumnya jauh lebih rendah dibanding dengan pupuk anorganik seperti Urea. Varietas unggul baru (VUB) padi umumnya mempunyai potensi hasil tinggi dan sangat respon terhadap pemupukan dosis tinggi dibanding varietas local. Oleh karena itu untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi sesuai potensi hasil dalam pengembangan VUB harus didukung dengan ketersediaan unsure hara yang tinggi dalam tanah dan hal tersebut hanya dapat dilakukan pemberian pupuk anorganik seperti urea dan pupuk anorganik lainnya. Untuk mendapatkan kualitas pertumbuhan tanaman dan hasil gabah / beras yang tinggi sangat dipengaruhi oleh pemupukan yang tepat dosis, tepat jenis, tepat waktu dan tepat cara. Setyono (2006) mengemukakan bahwa bahan baku untuk menghasilkan beras adalah gabah. Untuk mendapatkan beras berkualitas tinggi harus berasal dari gabah berkualitas tinggi, yaitu (1) berkadar air maksimum 14%, (2) gabah hampa maksimum 1-3%, (3) butir rusak/butir kuning maksimum 2-7%, (4) butir mengapur/gabah muda maksimum 1-10%, (5) butir merah maksimum 1 4 %, (6) benda asing maksimum 0,5-1%, (7) gabah varietas lain maksimum 2-10% (SNI, 1993). Gabah berkualitas tinggi diperoleh dari tanaman padi yang sehat dengan teknik budidaya yang baik dengan memperhatikan pengelolaan LATO yaitu (1) kesehatan lahan, (2) pengelolaan air irigasi, (3) penggunaan varietas unggul dengan benih bersertifikat, dan (4) pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengelolaan LATO tersebut dapat dilaksanakan secara efektif melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi Oleh karena itu perlu dikaji pengelolaan tanaman terpadu padi sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium (SNI) dengan produktivitas diatas 7 t/ha serta disukai konsumen Perumusan Masalah Dalam usahatani padi produk akhir yang diharapkan adalah produktivitas tinggi dengan mutu gabah dan beras yang berkualitas agar pendapatan dan kesejahteraan petani dapat meningkat. Sampai sekarang usahatani padi di Sulawesi Selatan belum memberikan pendapatan dan kesejahteraan yang memadai bagi petani. Tingkat produktivitas yang 3

4 dihasilkan baru berkisar 4,6 t/ha dengan kualitas gabah dan beras yang dihasilkan masih rendah bila dibandingkan dengan potensi yang ada. Rendahnya tingkat produktivitas dan mutu gabah dan beras yang dihasilkan ini disebabkan teknologi budidaya belum diterapkan dengan tepat seperti penggunaan varietas unggul baru padi secara spesifik, penggunaan pupuk yang belum mengacu pada tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman, penanganan panen dan pasca panen serta tingkat keterampilan petani yang masih perlu ditingkatkan seperti teknik penjemuran gabah secara benar belum dikuasai petani pada umumnya. Penanganan panen dan pasca panen sangat berpengaruh terhadap tingkat kualitas beras yang akan dihasilkan seperti ketepatan waktu panen berdasarkan kematangan dan kadar air gabah selama dalam pertanaman, penjemuran gabah untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu, dan kualitas mesin penggilingan gabah yang digunakan. Dimotivasi oleh banyaknya permintaan luar negeri untuk mau membeli berkualitas tinggi (premium) di Sulawesi Selatan maka sejak tahun 2009 Pemerintah daerah ini melakukan pengembangan usahatani padi spesifik lokasi untuk produksi beras premium. Untuk itu diperlukan teknologi inovasi yang efektif untuk mendukung dihasilkannya beras premium sehingga harapan untuk mengekspor beras premium minimal 400 ton per bulan dapat terwujud didaerah ini Tujuan Mendapatkan teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada usahatani padi untuk produksi beras berkualitas premium dengan produktivitas >7 t/ha GKG di Sulawesi Selatan. Mendapatkan jenis mesin penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan Meningkatkan nilai tambah komoditas dengan menerapkan teknologi pengelolaan tanaman terpadu pada usahatani padi. Sebagai acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam menetapkan kebijaksanaan pengembangan usahatani padi untuk prdoduksi beras premium Keluaran Dihasilkannya/didapatkannya teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada usahatani padi sawah untuk produksi beras berkualitas premium dengan produktivitas >7 t/ha GKG Diketahuinya jenis mesin penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan 4

5 Diperolehnya nilai tambah optimal komoditi melalui penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu usahatani padi Diperolehnya acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam kebijaksanaan pengembangan usahatani padi untuk produksi beras premium. Perkiraan Outcome Teradopsinya teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada usahatani padi sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan luasan penerapan minimal 0,5 ha dan 3 petani adaptor. Teradopsinya jenis mesin penggilingan padi yang menghasilkan beras berkualitas premium. Perkiraan Manfaat Meningkatnya produksi beras berkualitas premium dan pendapatan petani akibat mengadopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu dan menggunakan mesin penggilingan yang berkualitas. Perkiraan Dampak Meningkatnya produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan. Berkembangnya kegiatan ekspor beras berkualitas premium ke Negara tetangga 5

6 TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan tanaman terpadu padi dapat dijadikan model pengembangan usahatani padi sawah untuk meningkatkan produktivitas padi (Endrizal dan Jumakir, 2007). Penerapan teknologi dalam pola PTT padi mampu meningkatkan hasil gabah dan pendapatan petani. Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 8,2 t/ha GKG dengan memakai varietas Fatmawati dan 7,6 t/ha GKG dengan memakai varietas Way Apo Buru. Jumlah anakan berkorelasi positif dengan anakan produktif dan jumlah gabah per malai berkorelasi dengan gabah isi. Karakter tersebut sangat penting untuk mendapatkan tanaman dengan hasil tinggi (Lestari, A.P., dan Y. Nugraha, 2007). Tiap galur/varietas mempunyai tanggap yang berbeda terhadap lingkungan (Siregar, dkk., 1993). Beberapa varietas unggul baru telah menghasilkan produktivitas diatas 7 t/ha GKG seperti Inpari 4 dan 7 dengan kualitas beras yang bagus setara kelas II SNI dan rendemen 68 % (Imran, 2009). Varietas inpari 9 dilepas tahun 2009, dengan potensi hasil 9,3 t/ha GKG, bentuk gabah panjang dan ramping yang umumnya disukai konsumen di Asia Tenggara, tekstur nasi pulen, kadar amilosa 20,46 g, bobot 1000 butir 22,8 g, tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri, tungro dan kurang disukai oleh hama penggerek batang. ( BBLITPA, 2009). Pengembangan usahatani padi organic SRI mempunyai produktivitas dan keuntungan pendapatan yang lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan cara usahatani padi konvensional (Fitriadi dan Nurmalina, 2008). Pengunaan pupuk kandang dikombinasi Urea 300 kg/ha dengan bibit muda 15 hari memberikan produktivitas lebih tinggi dibanding tanpa pupuk kandang (Sirappa, dkk., 2006). Produktivitas usahatani padi yang tinggi sebanyak 8,2 t/ha GKG dapat dicapai dengan menerapkan teknologi spesifik lokasi seperti prinsip pemupukan 6 tepat, disertai pemeliharaan intensif, dan penggunaan varietas yang benar dan tepat sesuai kondisi agroekosistem (Imran, dkk., 2006). Produktivitas dan keuntungan usahatani padi tanpa penggunaan pupuk KCl dapat memberikan hasil gabah yang tinggi asalkan jerami hasil panen dikembalikan kedalam tanah dalam bentuk pupuk kompos. Kelayakan pendapatan yang dicapai sebanyak B/C ratio 3,37 (Wahid, dkk., 2000). Penanganan pasca panen sangat berpengaruh terhadap tingkat kualitas beras yang akan dihasilkan. Adapun komponen-komponen pasca penen yang perlu diperhatikan adalah 6

7 ketepatan waktu panen berdasarkan kematangan dan kadar air gabah selama dalam pertanaman, penjemuran gabah untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu, dan kualitas mesin penggilingan gabah yang digunakan. Pengalaman dilapangan menunjukkan salah satu cara untuk mendapatkan beras berkualitas tinggi pada tahap pasca panen adalah menghindari penggilingan gabah segera setelah penjemuran. Umumnya diperlukan proses pendinginan gabah setelah dijemur selama 2 x 24 jam untuk mengurangi tingkat kepatahan beras Setyono (2009), mengemukakan bahwa secara biologis gabah yang baru dipanen masih hidup dan masih berlangsung proses respirasi yang menghasilkan CO2, uap air dan panas, sehingga proses biokimia berjalan cepat Jika tidak segera dikendalikan, maka gabah menjadi rusak dan beras bermutu rendah. Salah satu cara perawatan gabah adalah melalui proses pengeringan dengan cara dijemur atau menggunakan mesin pengering. Ditingkat petani, gabah umumnya dijemur diatas anyaman bambu atau terpal plsrtik, sedangkan di unit penggilinghan padi pada lantai beton, lantai semen atau menggunakan mesin pengering Pada tahun 1990 telah dicoba perawatan gabah hasil panen dengan menggunakan mesin pengering vortexe. Cara ini menghasilkan gabah berkualitas baik, tetapi waktu pengeringan lebih dari 10 hari (Rahmat, dkk., 1990 dalam Setyono 2009). Perbaikan pengeringan gabah juga dapat dilakukan dengan cara mengatur ketebalan gabah pada saat penjemuran (Thahir dkk., 1995). Penggunaan box dryer menghasilkan beras bermutu baik dan kehilangan hasil kurang dari 1 % lebih rendah dibandingkan dengan penjemuran. Kehilangan hasil pada tahapan penjemuran relative tinggi, 1,5 2.2 %. Hal ini disebabkan oleh sebagian gabah tercecer, dimakan ayam atau burung, sedangkan dengan mesin pengering kehilangan hasil kurang dari 1 % (Dinas Pertanian Lampung, 2006., Dinas Pertanian Jawa Tengah, 2006 ; Dinas Pertanian Bali, 2006 : Dinas Pertanian Kalimantan Selatan, 2006 dalam Setyono, 2009). Teknik pengeringan yang tidak benar akan menghasilkan beras dengan butir patah tinggi. Penjemuran gabah yang terlalu tipis pada lantai penjemuran dari lantai semen menyebabkan gabah sangat cepat kuning. Akibatnya terjadi banyak butir retak, dan jika digiling berasnya menjadi patah (Setyono, 2006). Indrasari, dkk., (2007) mengemukakan bahwa kadar air 14% pada gabah merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan mutu gabah terbaik untuk semua kelas mutu gabah. Kadar air yang tinggi dari 14% memicu kerusakan gabah yang cepat. Rendemen beras dipengaruhi densitas gabah yaitu ukuran yang menggambarkan bobot gabah persatuan volume dalam 7

8 g/liter. Densitas rata-rata varietas padi di Indonesia 454,4-577 g/l. Tingkat prosentase yang tinggi beras kepala disukai konsumen. Kriteria warna beras secara fisik diukur secara relative, dibandingkan dengan warna kristal putih BaSO4 yang mempunyai derajat putih 87%. Dalam usahatani padi produk akhir yang diharapkan adalah beras yang bermutu baik. Beras dikatakan bermutu baik, jika beras tersebut telah memenuhi standar mutu beras yang telah ditetapkan sesuai dengan kelas mutu beras. Artinya setiap komponen mutu beras harus memenuhi standar beras yang telah ditetapkan termasuk persyaratan umum (Setyono, 2006). BSN (2008) menetapkan klasifikasi mutu beras dalam 5 kelas mutu yaitu I, II, III, IV, dan V. Syarat mutu beras terdiri atas: syarat umum yaitu (1) bebas hama dan penyakit; (2) bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya; (3) bebas dari campuran dedak dan bekatul; (4) bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen. Sedangkan syarat khusus mutu beras terdiri atas 10 komponen fisik. Mutu kelas II dan III itulah yang disetarakan dengan beras kualitas premium. Tabel 1. Komponen beberapa mutu kelas beras. No. Komponen Mutu Satuan Mutu kelas I II III IV V 1. Derajat Sosoh (min) (%) Kadar Air (maks) (%) Beras Kepala (Min) (%) Butir patah (maks) (%) Butir menir (maks) (%) Butir merah (maks) (%) Butir Kuning / rusak (maks) (%) Butir mengapur (maks) (%) Benda asing (maks) (%) 0 0,02 0,02 0,05 0,2 8

9 10. Butir gabah (maks) (butir/100 g) METODOLOGI Ruang Lingkup Pengkajian Pelaksanaan pengkajian meliputi ruang lingkup lapangan dan laboratorium. Pelaksanaannya terdiri atas beberapa tahap yaitu survey lokasi, penentuan petani kooperator, apresiasi kepada pemda dan kelompok tani, kegiatan budidaya, temu lapang, panen dan pasca panen, pelaporan dan seminar hasil penelitian. Survey dilakukan pada beberapa daerah sentra pengembangan padi sebagai tahap awal kegiatan dilapangan dengan tujuan untuk menentukan lokasi yang memenuhi syarat untuk penelitian. Petani kooperator adalah petani yang aktif berusahatani setiap musim tanam, mempunyai semangat yang tinggi dalam berusahatani, aktif mencari dan mudah menerima inovasi teknologi baru, secara partisipatif bersedia melaksanakan seluruh petunjuk-petunjuk teknis yang dianjurkan, dan bersifat kooperatif mendukung seluruh tahapan pelaksanaan penelitian. Apresiasi dilakukan untuk tujuan sosialisasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat mengenai tujuan dan manfaat kegiatan penelitian. Dalam pertemuan tersebut diharapkan ada umpan balik pemda dan masyarakat yang bersifat saran untuk kelancaran pelaksanaan penelitian. Kegiatan budidaya terdiri atas pengolahan tanah, pesemaian, plotting, penanaman, pemupukan, dan pengendalian OPT. Temu lapang dilakukan dalam bentuk pertemuan yang dihadiri oleh peneliti, penyuluh, kelompok tani, tokoh masyarakat, dan pemda. Dalam temu lapang tersebut dilakukan diskusi mengenai pelaksanaan penelitian, dan kunjungan lapangan untuk melihat dan menilai langsung pertanaman dilapangan. Panen dan pasca panen meliputi kegiatan panen, perontokan gabah, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah menjadi beras. Pelaporan terdiri atas tabulasi dan analisis data, penyusunan laporan hasil pengkajian dan seminar hasil. 9

10 Waktu dan Lokasi Pengkajian Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah irigasi di sentra pengembangan usahatani padi Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan dengan dukungan akses jalan yang bagus, dan lahan berdrainase baik. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember Rancangan pengkajian Pengkajian dilaksanakan di lahan petani dengan kriteria memiliki motivasi untuk maju dan bersedia menggunakan inovasi teknologi, bersemangat, aktif, terampil dan tekun dalam berusaha tani padi, mempunyai komitmen yang tinggi dalam memajukan usahatani padi, serta mau mengikuti petunjuk yang ditetapkan peneliti. Pelaksanaan penelitian akan dibagi menjadi 2 unit kegiatan. Kegiatan Pertama: Penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) untuk menghasilkan beras premium. Tiga varietas padi sawah yang dikaji dan tiga dosis pemupukan yang disusun dalam rancangan factorial dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan varietas (A) dan faktor kedua adalah perlakuan pemupukan (B). Adapun perlakuan pada masing-masing faktor adalah sebagai berikut: Faktor Pertama : A1 : Varietas Inpari 4 A2 : Varietas Inpari 7 A3 : Varietas Inpari 13 Faktor kedua : B1 : Dosis Bahan Organik (pupuk kandang) + Urea 300 kg/ha B2 : Dosis Pupuk anorganik berdasarkan Uji PUTS B3 : Dosis Kebiasaan petani Sehingga kombinasi perlakuannya ada 9 perlakuan adalah A1B1; A1B2; A1B3;; A2B1; A2B2; A2B3;; A3B1; A3B2; dan A3B3. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Dengan demikian ada 36 plot. Ukuran plot perlakuan seluas ± 10 x 10 m. Adapun tahap kegiatan tersebut antara lain pengolahan tanah sempurna, semai benih, tanam pindah, jarak tanam 20 cm x 20 cm. Aplikasi pupuk organik dilakukan setelah lahan diolah dan siap tanam. Pupuk anorganik diaplikasi 3 kali yaitu umur 10 hari setelah tanam (HST) aplikasi 30% urea + 50% SP % ZA. Umur

11 HST aplikasi Urea 40%+50% SP18+50% Za+50% Phonska Umur 45 HST aplikasi Urea 30% + 50% Phonska Aplikasi pestisida sintetik untuk perlakuan yang menggunakan pestisida dilakukan jika terjadi serangan hama/penyakit. Untuk pengendalian gulma, semua perlakuan diberikan herbisida purna tumbuh. Kegiatan Kedua. Penerapan teknologi pascapanen padi menuju kualitas premium. Penelitian ini untuk menghasilkan beras premium dari perlakuan pada kegiatan pertama digiling menjadi beras dengan menggunakan mesin penggilingan sebagai perlakuan. Adapun perlakuannya sebagai berikut : C1 : Mesin penggilingan single pass C2 : Mesin penggilingan double pass Kombinasi perlakuannya adalah A1B1C1; A1B2C1; A1B3C1;; A2B1C1; A2B2C1; A2B3C1; A3B1C1; A3B2C1; A3B3C1;; A1B1C2; A1B2C2; A1B3C2; A2B1C2; A2B2C2; A2B3C2; A2B4C2; A3B1C2; A3B2C2; A3B3C2; dan A3B4C2. Tahapan kedua panen dan pasca panen terdiri atas panen pada saat malai matang dan menguning dengan kadar air 22-36% atau % gabah pada malai menguning, perontokan gabah bertujuan untuk melepas gabah dari malainya setelah panen dengan menggunakan alat dan mesin perontok, penjemuran gabah hasil panen dan penggilingan gabah menjadi beras. Penggilingan gabah menjadi beras (RMU) yang digunakan adalah yang mempunyai kualitas yang baik dan terbukti dapat menghasilkan beras yang berkualitas tinggi sesuai tujuan penelitian. Penetapan penggilingan (RMU) terpilih dilakukan berdasarkan survey untuk beberapa penggilingan di Sulawesi Selatan. Pengumpulan data dikelompokkan menjadi tiga, yaitu; a) pengamatan pertumbuhan tanaman, b) pengamatan produksi dan c) pengamatan pascapanen. Pengamatan / pengolahan dan analisis data Data yang dikumpulkan dalam kegiatan ini meliputi data pertumbuhan tanaman, produksi, penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi, dan pengamatan kualitas fisik beras. Pengamatan kualitas fisik beras mengikuti kualitas beras kelas II dan III SNI No meliputi (1) derajat sosoh, (2) kadar air, (3) beras kepala/butir utuh, (4) butir patah, (5) menir, (6) butir merah, (7) butir kuning/butir rusak, (8) butir kapur/butir hijau, (9) benda asing, (10) butir gabah, (11) campuran varietas lain. 11

12 Data tersebut ditabulasi dan selanjutnya dianalisis statistik dengan menggunakan program irristat dengan uji Duncan untuk menetahui perbedaan antar perlakuan. Untuk mengukur tingkat kemampuan pengembalian atas biaya usahatani padi dengan penerapan teknologi PTT digunakan tolok ukur nisbah penerimaan atas biaya produksi (Gross R/C). Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh teknologi introduksi mampu meningkatkan keuntungan petani digunakan tolok ukur nisbah peningkatan keuntungan bersih. Contoh beras adalah sejumlah beras yang mewakili atau menggambarkan sifat dan ciriciri populasi beras dari partai yang diperiksa kualitasnya. Besarnya contoh kerja minimal 1000 gram beras. Contoh analisis adalah contoh terkecil yang diambil dari contoh kerja dengan mengunakan sample devider atau dengan system quartering untuk keperluan analisis komponen kualitas beras, dengan berat minimum 100 g. 12

13 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wilayah Kabupaten Pinrang merupakan salah satu daerah sentra produksi beras di Sulawesi Selatan. Luas lahan sawah ha, yang terdiri atas lahan sawah irigasi seluas ha, dan sawah tadah hujan ha. Berdasarkan peta agroklimat Kabupaten Pinrang menurut Oldeman et al (1980) termasuk tipe iklim B dan C. Periode musim hujan terjadi pada bulan Nopember sampai Juni dengan puncak curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember Desember dan musim kemarau terjadi pada bulan Agustus sampai dengan September. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Secara umum pertumbuhan tanaman untuk semua perlakuan sampai panen cukup bagus. Meskipun pada umur 40 hst terjadi serangan hama penggerek batang, tapi masih dapat dikendalikan dan pada saat panen keadaan cuaca tidak mendukung karena curah hujn yang cukup tinggi. Tinggi Tanaman Dari 3 (tiga) jenis varietas yang dikaji, varietas Inpari 4 menampilkan tanaman yang lebih tinggi rata-rata (110 cm) dan berbeda nyata dengan varietas inpari 7 rata-rata (105 cm) yang menampilkan tanaman terendah. Untuk perlakuan pemupukan (B1) dengan dosis 5 ton /ha pupuk organic kg/ha Urea tinggi tanaman rata-rata 109 cm berbeda nyata dengan perlakuan (B2) pemupukan dengan dosis 150 kg Urea kg Phonska + 50 kg SP kg ZA per ha tinggi tanaman rata-rata 105 cm. Berdasarkan hasil analisis statistic (Tabel 2) ada pengaruh varietas, pemupukan dan kombinasi antara varietas dan pemupukan terhadap tinggi tanaman. Kombinasi perlakuan varietas Inpari 4 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha menampilkan tanaman tertinggi rata-rata 114 cm dan terendah inpari 7 dengan pemupukan dosis 150 kg Urea kg Phonska + 50 kg SP kg ZA per ha rata-rata 101 cm. Pertumbuhan tanaman terhadap tinggi tanaman pada semua perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan potensi varietas. Ini diduga karena kemampuan beradaptasi masingmasing varietas dengan lingkungan tempat tumbuh dan pengaruh perlakuan pemupukan. 13

14 Tabel 2 : Tinggi Tanaman (cm) Pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Varietas Tinggi Tanaman (cm) B1 B2 B3 Rata-rata 1. Inpari 4 (A1) A 2. Inpari 7 (A2) B 3. Inpari 13 (A3) Ab Rata-rata 109 A 105 b 108 ab 107 Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea kg Phonska + 50 kg SP kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha Jumlah Malai per rumpun Jumlah malai (anakan produktif) per rumpun tanaman dihitung pada umur 45 hst juga cukup bervariasi antar varietas dan pemupukan. Rata-rata jumlah malai terbanyak diperoleh pada varietas Inpari 7 (17,8 batang) dan berbeda nyata dengan varietas Inpari 13 (16,6 batang). Untuk 3 (tiga) dosis pemupukan, perlakuan pemupukan (B3) 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha memberikan rata-rata jumlah malai / anakan produktif per rumpun terbanyak yaitu 18, 2 batang dan berbeda nyata dengan pemupukan 5 ton /ha pupuk organic kg/ha Urea yaitu 15,6 batang (terendah). Berdasarkan hasil analisis statistic ada pengaruh pemupukan, dan kombinasi antara varietas dan pemupukan terhadap jumlah malai/anakan produktif. Namun yang sangat berpengaruh terhadap jumlah malai / anakan produktif per rumpun adalah pemupukan. Kombinasi perlakuan varietas Inpari 7 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha memberikan rata-rata jumlah malai / anakan produktif terbanyak yaitu 19,6 batang dan terendah (14,7 batang) Inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic kg/ha Urea. 14

15 Tabel 3 : Jumlah Malai / Anakan Produktif per rumpun (batang) Pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Varietas Jumlah Malai /Anakan Produktif (batang) B1 B2 B3 Rata-rata 1. Inpari 4 (A1) Ab 2. Inpari 7 (A2) A 3. Inpari 13 (A3) B Rata-rata 15.5 b 17.6 a 18.2 a 17.1 Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea kg Phonska + 50 kg SP kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha Pembentukan anakan produktif terutama dipengaruhi oleh keberadaan unsur hara N (Vergara, 1995) dan ketersediaan air. Tisdale dan Nelsone (1975), mengatakan pemberian N yang cukup akan mempercepat sintesa karbohidrat yang diubah menjadi protein, memperbesar volume dan jumlah protoplasma yang terbentuk sehingga memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik. Selama penelitian berlangsung ketersediaan air cukup menunjang pertumbuhan tanaman, dan mendekati masa panen curah hujan cukup tinggi. Persentase Gabah Hampa Dari 3 varietas yang dikaji, varietas Inpari 4 memiliki persentase gabah hampa terbesar yaitu 10,15 % tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Persentase gabah hampa terkecil (8,99 %) diperoleh pada dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic kg/ha Urea dan berbeda nyata dengan dosis pemupukan 150 kg Urea kg Phonska + 50 kg SP kg ZA per ha (10,34 %) dan 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha (10,20 %). 15

16 Berdasarkan hasil analisis statistic ada pengaruh perlakuan pemupukan terhadap persentase gabah hampa. Persentase gabah hampa tertinggi (10,81 %) diperoleh pada inpari 4 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha dan terendah (8,53 %) inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic kg/ha Urea. Secara umum persentase gabah hampa pada semua perlakuan relative rendah, ini didukung ketersediaan air yang cukup mendukung pertumbuhan tanaman pada fase vegetative dan generative sehingga pengisian bulir gabah dapat optimal. Selain itu, tingkat kehampaan yang rendah pada semua perlakuan juga dapat disebabkan dosis pemupukan memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas tanaman. yang diuji dapat Menurut Vergara (1995), tingkat kehampan gabah suatu varietas dipengaruhi oleh factor genetic dan system budidaya seperti pemupukan yang tepat, pengairan yang cukup dan pengendalian hama/penyakit yang terpadu Tabel 4 : Persentase gabah hampa pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Varietas Gabah Hampa (%) B1 B2 B3 Rata-rata 1. Inpari 4 (A1) A 2. Inpari 7 (A2) A 3. Inpari 13 (A3) A Rata-rata 8.99 b a a 9.85 Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea kg Phonska + 50 kg SP kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha Bobot 1000 butir gabah Varietas inpari 7 dan 13 memiliki rata-rata berat 1000 butir gabah sebesar 25,11 gr dan tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Demikian pula halnya dengan perlakuan terhadap dosis pemupukan. Hasil analisis statistic tidak ada pengaruh perlakuan varietas, pemupukn, kombinasi antara varietas dan pemupukan terhadap bobot 1000 butir gabah. 16

17 Tabel 5 : Bobot 1000 butir gabah KA 14 % pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Varietas Gabah Hampa (%) B1 B2 B3 Rata-rata 4. Inpari 4 (A1) A 5. Inpari 7 (A2) A 6. Inpari 13 (A3) A Rata-rata a a a Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea kg Phonska + 50 kg SP kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha Hasil Gabah Data hasil produksi diperoleh berdasarkan hasil ubinan yaitu 10 x 10 m. Varietas inpari 13 memberikan rata-rata hasil ubinan tertinggi ( 82 kg/100 m) berbeda nyata dengan varietas lainnya yaitu terendah inpari 4 (72 kg) dan inpari 7 (77 kg). Perlakuan dengan menggunakan 5 ton /ha pupuk organic kg/ha Urea memberikan hasil gabah tertinggi rata-rata (86 kg) berbeda nyata dengan perlakuan pemupukan 150 kg Urea kg Phonska + 50 kg SP kg ZA per ha ( 78 kg) dan 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha terendah (67 kg). Berdasarkan hasil analisis statistic ada pengaruh varietas, dan perlakuan pemupukan terhadap produksi. Varietas Inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic kg/ha Urea memberikan hasil tertinggi (94 kg) dan terendah yaitu pada perlakuan varietas Inpari 4 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha (62 kg). Hasil kajian menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul dengan pemberian pupuk yang tepat takarannya ternyata dapat memberikan hasil gabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh petani selama ini. Varietas mempunyai peranan cukup penting dalam meningkatkan hasil tanaman. Menurut hasil kajian FAO yang dilaporkan Las (2003), secara partial, varietas memberikan 17

18 kontribusi sebesar 16 %, tetapi jika diintegrasikan dengan pupuk dan irigasi peningkatan produksi dapat mencapai 75%. Pemupukan juga mempunyai peran penting dalam meningkatkan hasil gabah. Penggunaan pupuk yang berimbang sangat penting dalam upaya meningkatkan hasil gabah. Penggunaan pupuk organic yang dikombinasikan dengan pupuk urea memberikan hasil gabah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemupukan lainnya. Penambahan bahan organic pada lahan sawah mempunyai fungsi, diantaranya adalah membentuk dan menyebabkan stabilitas agregat tanah menjadi mantap, meningkatkan kapasitas menahan air, meningkatkan porositas tanah, serta mempengaruhi permeabilitas dan laju infiltrasi tanah. Tabel 6 : Hasil Gabah (t/ha) GKG pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011 Varietas Gabah Hampa (%) B1 B2 B3 Rata-rata 7. Inpari 4 (A1) A 8. Inpari 7 (A2) B 9. Inpari 13 (A3) C Rata-rata 8.6 a 7.8 b 6.7 c 7.7 Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 % B1 = 5 ton pupuk organic kg Urea per ha B2 = 150 kg Urea kg Phonska + 50 kg SP kg ZA per ha B3 = 200 kg Urea kg Phonska kg SP 18 per ha Kualitas Fisik Beras Kualitas beras merupakan salah satu factor yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu varietas. Karakter kualitas beras sangat dipengaruhi oleh factor genetik dan interaksi faktor genetiknya dengan factor lingkungan. Selain itu juga ditentukan oleh penanganan pasca panen. 18

19 Inpari 4 Kadar air beras yang dihasilkan baik penggilingan single pass (C1) maupun double pass (C2) untuk semua perlakuan pemupukan yaitu 14 % termasuk beras kualitas baik. Sedangkan derajat sosoh untuk mesin penggilingan single pass (satu kali penyosohan) 95 % dan untuk mesin penggilingan double pass (dua kali penyosohan) 100 %. Persentase beras kapala yang dihasilkan berkisar 73,47 88,21 % dan persentase beras pecah berkisar 11,33 25,71%. Sedangkan persentase menir dan butir kapur sangat rendah kurang dari 1 % (berkisar ,57 %). Penentuan kelas mutu beras sangat ditentukan oleh persentase beras kepala dan persentase menir, sehingga beras yang dihasilkan hanya termasuk dalam kelas mutu III berdasarkan BSN Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk perlakuan pemupukan 5 ton pupuk organic kg pupuk urea (B1) dan pemupukan 150 kg Urea kg phonska + 50 kg SP kg ZA pr ha (B2) dengan menggunakan mesin penggilingan single pass (C1) maupun double pass (C2). Sedangkan untuk perlakuan pemupukan 200 kg urea kg phonska kg SP 18 per ha (B3) dengan menggunakan mesin penggilingan single maupun double pass beras yang dihasilkan hanya masuk dalam kelas mutu IV. Tabel 7. Pengaruh perlakuan pemupukan dan penggunaan mesin penggilingan terhadap kualitas beras varietas Inpari 4 pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun No. Komponen Hasil Dosis Pemupukan/ mesin penggilingan B1 B2 B3 C1 C2 C1 C2 C1 C2 1. Kadar air (%) Derajat sosoh (%) Beras Kepala (%) Beras Pecah (%) Menir (%) Butir kapur (%) Kelas Mutu III III III III IV IV 19

20 Inpari 7 Kadar air beras yang dihasilkan untuk semua perlakuan pemupukan yaitu 14 % dan termasuk dalam kualitas baik. Demikan pula halnya dengan derajat sosoh yang dihasilkan untuk semua perlakuan berkisar % berdasarkan BSN Standar Nasional Indonesi termasuk dalam kualitas baik. Persentase beras kapala yang dihasilkan berkisar 73, % dan persentase beras pecah berkisar %. Sedangkan persentase menir dan butir kapur sangat rendah kurang dari 1 % (berkisar ,57 %). Beras yang dihasilkan hanya termasuk dalam kelas mutu III dan IV berdasarkan BSN Standar Nasional Indonesia (SNI). Tabel 8. No. Pengaruh perlakuan pemupukan dan penggunaan mesin penggilingan terhadap kualitas beras varietas Inpari 7 pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun Komponen Hasil Dosis Pemupukan/ mesin penggilingan B1 B2 B3 C1 C2 C1 C2 C1 C2 1. Kadar air (%) Derajat sosoh (%) Beras Kepala (%) Beras Pecah (%) Menir (%) Butir kapur (%) Kelas mutu III IV III IV IV IV Inpari 13 Kadar air beras yang dihasilkan untuk semua perlakuan pemupukan dan mesin penggilingan yang digunakan yaitu 14 % dengan derajat sosoh berkisar % berdasarkan BSN Standar Nasional Indonesi termasuk dalam kualitas baik. Persentase beras 20

21 kepala yang dihasilkan berkisar 73, % dan persentase beras pecah berkisar %. Sedangkan persentase menir dan butir kapur juga sangat rendah kurang dari 1 % (berkisar ,47 %). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap beberapa komponen kualitas beras, maka beras yang dihasilkan hanya termasuk dalam kelas mutu III dan IV berdasarkan BSN Standar Nasional Indonesia (SNI). Tabel 9. No. Pengaruh perlakuan pemupukan dan penggunaan mesin penggilingan terhadap kualitas beras varietas Inpari 13 pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun Komponen Hasil Dosis Pemupukan/ mesin penggilingan B1 B2 B3 C1 C2 C1 C2 C1 C2 1. Kadar air (%) Derajat sosoh (%) Beras Kepala (%) Beras Pecah (%) Menir (%) Butir kapur (%) Kelas Mutu III III III III IV IV Rendah persentase beras kepala yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh banyak factor mulai dari factor budidaya, perlakuan pasca panen seperti cara dan alat perontokan, cara dan alat pengeringan maupun factor pengolahan baik alat maupun cara penggilingan. Keterlambatan proses pengeringan atau penjemuran dapat menyebabkan butir gabah retak atau craking, sehingga butir beras akan lebih mudah pecah pada saat proses penggilingan. Pada saat panen curah hujan dilokasi penelitian cukup tinggi, sehingga proses perontokan dan penjemuran gabah tidak segera dilakukan. Analisis Usahatani Analisis kelayakan financial dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani padi. Tabel 10 dan 11, menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis usahatani padi baik dalam bentuk gabah maupun setelah digiling menjadi beras semua perlakuan layak untuk 21

22 direkomendasikan karena R/C >1. Keuntungan terbesar Rp ,- dengan R/C 3,68 dalam bentuk gabah dan kentungan Rp ,- dengan R/C 3,70 dalam bentuk beras, diperoleh pada perlakuan varietas inpari 13 dengan perlakuan pemupukan 5 ton pupuk organic kg Urea per ha. Tabel 10. Analisis usahatani Gabah Kering Giling pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun Upah tenaga kerja Uraian B1 B2 B3 Pengolahan tanah (Rp.) , , ,- Tanam (Rp.) , , ,- Pemupukan (Rp.) , , ,- Panen ( Rp.) , , ,- Sarana Produksi Benih (Rp.) , , ,- Pupuk (Rp.) , , ,- Herbisida (Rp.) , , ,- Pestisida (Rp.) , , ,- Total Pengeluaran (Rp.) , , ,- Penerimaan (Rp.) Inpari , , ,- Inpari , , ,- Inpari , , ,- Keutungan R/C Inpari , , ,- Inpari , , ,- Inpari , , ,- Inpari Inpari Inpari

23 Tabel 11. Analisis usahatani Beras pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun Uraian B1 B2 B3 Upah tenaga kerja (Pengolahan tanah, tanam, pemeliharaan, panen, pengilingan gabah jadi beras) Inpari , , ,- Inpari , , ,- Inpari , , ,- Sarana Produksi , , ,- Total Pengeluaran (Rp.) Inpari , , ,- Inpari , , ,- Inpari , , ,- Penerimaan (Rp.) Inpari , , ,- Inpari , , ,- Inpari , , ,- Keutungan R/C Inpari , , ,- Inpari , , ,- Inpari , , ,- Inpari 4 3,26 4,43 3,27 Inpari 7 3,36 4,45 3,54 Inpari 13 3,70 4,69 3,

24 KESIMPULAN Varietas inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organic kg Urea per ha yang menghasilkan gabah kering giling diatas 7,5 ton per ha di Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Semua mesin penggilingan yang digunakan baik single pass maupun double pass pada varietas inpari 4, inpari 7 dan inpari 13 dapat menghasilkan beras berkualitas premium dalam kelas mutu III berdasarkan BSN Standar Nsional Indonesia (SNI) dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organic kg urea dan 150 kg urea kg phonska + 50 kg SP kg ZA per ha di Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Semua perlakuan mempunyai R/C rasio > 1 baik dalam bentuk gabah maupun beras, sehingga layak untuk dikembangkan. DAFTAR PUSTAKA Badan Urusan Logistik (Bulog), Pedoman Umum Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun 2006 di Lingkungan Perum Bulog Badan Standarisasi Nasional (BSN), Beras. Standar Nasional Indonesia. SNI 6128 : ICS Badan Standarisasi Nasional (BSN), Beras Giling. Standar Nasional Indonesia No Departemen Pertanian (Deptan), Tanaman Terpadu Padi. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distan) Sulawesi Selatan, Statistik Pertanian Tahun Laporan Tahunan. Endrizal dan Jumakir, Keragaan Beberapa Varietas Padi Unggul Baru dan Kelayakan Usahatani Padi Pada Lahan Sawah Irigasi di Propinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 10 (3) : Fitriadi, F., dan R. Nurmalina., Analisis Pendapatan Pemasaran Padi Organik Metode System of Rice Intensification (SRI) (Kasus di Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya). Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian 24

25 dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 11 (1) : Imran, A., Suriani dan Sahardi, Kajian Tanam Padi Hambur Benih Langsung di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 9 (2) : Imran, A., dan Suriany, Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru Padi Sawah Irigasi untuk Produktivitas diatas 7 t/ha GKG di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (Laporan internal, belum dipublikasikan). Indrasari, S.D., A, Daradjat, I. Hanarida, dan Komari, Evaluasi Karakteristik Nutu Giling, Tanak, dan Kandungan Protein Besi Kompleks Pada Beberapa Genotipe Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26 (1) : Lestari, A.P., dan Y. Nugraha, Keragaman Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Padi Hasil Kultur Anter. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26 (1) : 8-13 Sarwono, A.B., Surono, dan Z. Harahap, Hubungan Antara Kadar Amilosa Beras dengan Rasa Nasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Badan Penelitian dan Pengemangan Pertanian. Jurnal Penelitian Pertanian. 2 (1) : Setyono, A, Perbaikan Mutu Beras di Tingkat Rice Milling Unit (RMU) dan Metode Penilaiannya. Makalah disampaikan pada Training Karakteristik dan Daerah Adaptasi Padi Hibrida Maro bagi Agronomis PT. DuPont Indonesia pada tanggal 23 Maret Setyono, A., Suismono, Jumali dan Sutrisno, 2006b. Studi Penerapan Teknik Penggilingan Mutu untuk Produksi Beras Bersertifikat. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelsnjutsan. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Setyono, A., Perbaikan Teknologi Pasca Panen Dalam Upaya Menekan Kehilangan Hasil Panen. Orasi Pengukuhan Propesor Riset Bidang Pengolahan Hasil (Teknologi dan Mekanisasi Pertanian) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertnian. Departemen Pertanian. Bogor, 26 Nopember Kerjasama Deptan LIPI. 25

26 Sirappa, M. P., Andriko, N.S., dan Yakob, T., Kajian Usahatani Padi Varietas Unggul Tipe Baru dengan Pendekatan PTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 9 (10) : Siregar, H., E. Suparman, dan B. Siregar, Daya Hasil Galur-galur Harapan Padi Sawah dan Interaksinya dengan Lingkungan. Penelitian Pertanian. Agricultural Research. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 13 (1) : Standar Nasional Indonesia (SNI), Standar Mutu Gabah. Pusat Standarisasi dan Akreditasi. Badan Agribisnis Departemen Pertanian. SNI /SPI- TAN/01/01/1993 Thahir, R. Sueharmadi dan A. Setyono, Usaha Perbaikan Pengeringan Padi di Tingkat Petani. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku 3. Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jakarta/Bogor, Agustus Wahid, S., L. Wiradjaswadi, S. Piay, dan M. Rahayu, Kajian Efisiensi Pemupukan Kalium Padi Sawah di Nusa Tenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 2 (2) :

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Asmarhansyah 1) dan N. Yuliani 2)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI Endjang Sujitno, Kurnia, dan Taemi Fahmi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat Jalan Kayuambon No. 80 Lembang,

Lebih terperinci

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA Tota Suhendrata dan Setyo Budiyanto Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17 PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17 Khairatun Napisah dan Rina D. Ningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru,

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak Peningkatan Produktivitas dan Finansial Petani Padi Sawah dengan Penerapan Komponen Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Studi Kasus di Desa Kandai I Kec. Dompu Kab. Dompu) Yuliana Susanti, Hiryana

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang meliputi kurang lebih 25 spesies dan tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti di Asia, Afrika,

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber

Lebih terperinci

Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan

Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan Suparman dan Vidya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya E-mail : arman.litbang@gmail.com

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR Amir dan St. Najmah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara I. PENDEKATAN PETAK OMISI Kemampuan tanah menyediakan

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Seminar Nasional Serealia, 2013 PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Muhammad Thamrin dan Ruchjaniningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU Malina Rohmaya, SP* Dewasa ini pertanian menjadi perhatian penting semua pihak karena pertanian memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang keberlangsungan kehidupan

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Seminar Nasional Serealia, 2013 KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Syuryawati, Roy Efendi, dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Untuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GALUR PADI TAHAN TUNGRO DI KABUPATEN BANJAR

PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GALUR PADI TAHAN TUNGRO DI KABUPATEN BANJAR PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA GALUR PADI TAHAN TUNGRO DI KABUPATEN BANJAR Khairatun Napisah dan Muhammad Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat 4

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI Julistia Bobihoe dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN KALIMANTAN SELATAN THE PERFORMANCE OF SOME NEW RICE AT RAINFED LOWLAND SOUTH KALIMANTAN Khairuddin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR Oleh : Yudhi Mahmud Fakultas Pertanian Universitas Wiralodra, Jawa Barat

Lebih terperinci

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PTT menerapkan komponen teknologi dasar dan pilihan. Bergantung kondisi daerah setempat, komponen teknologi pilihan dapat digunakan sebagai komponen teknologi : Varietas

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN Bunyamin Z. dan N.N. Andayani Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Jagung sebagian besar dihasilkan pada lahan kering dan lahan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH Andi Ishak, Bunaiyah Honorita, dan Yesmawati Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Ahmad Damiri dan Yartiwi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak. Morphological Characterization and Content of Sugar Some Sweet Potato Germplasm Local Lampung

Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak. Morphological Characterization and Content of Sugar Some Sweet Potato Germplasm Local Lampung Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 125-130 Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak Morphological Characterization

Lebih terperinci

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO Yati Haryati dan Agus Nurawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung Email : dotyhry@yahoo.com

Lebih terperinci

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Ali Imran dan Suriany Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRACT Study of SL-8-SHS hybrid rice

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali 151 152 Lampiran 2. Hasil uji CFA peubah penelitian Chi Square = 112.49, df=98 P-value=0.15028, RMSEA=0.038, CFI=0.932 153 Lampiran 3. Data deskriptif

Lebih terperinci

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG 8 Highlight Balitsereal 2008 INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG PTT Jagung pada Lahan Sawah Sub Optimal Untuk peningkatan produksi jagung, komponen-komponen teknologi yang telah dihasilkan dari penelitian

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

PENAMPILAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI RAWA PADA LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MERAUKE PAPUA

PENAMPILAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI RAWA PADA LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MERAUKE PAPUA Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 PENAMPILAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI RAWA PADA LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MERAUKE PAPUA Fadjry Djufry Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah 1, Suparman 1, W.A. Nugroho 1, Harmini 1 dan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM TANAM JAGUNG UMUR GENJAH MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI

KAJIAN SISTEM TANAM JAGUNG UMUR GENJAH MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI KAJIAN SISTEM TANAM JAGUNG UMUR GENJAH MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI Amir dan Baso Aliem Lologau Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Sulawesi Selatan salah satu sentra pengembangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 105 13 45,5 105 13 48,0 BT dan 05 21 19,6 05 21 19,7 LS, dengan

Lebih terperinci

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, email: indratmo@lapi.itb.ac.id, Tlp

Lebih terperinci

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP: PROSES DISEMINASI TEKNOLOGI EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG Moh. Saeri dan Suwono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Sampang merupakan salah satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS UNGGUL BARU MENUNJANG PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS UNGGUL BARU MENUNJANG PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS UNGGUL BARU MENUNJANG PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN Khairatun N dan Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MELALUI PENERAPAN KOMPONEN TEKNOLOGI PTT DI SULAWESI TENGGARA

PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MELALUI PENERAPAN KOMPONEN TEKNOLOGI PTT DI SULAWESI TENGGARA PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MELALUI PENERAPAN KOMPONEN TEKNOLOGI PTT DI SULAWESI TENGGARA Sri Bananiek 1, Agussalim 1 dan Retna Qomariah 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI AANB. Kamandalu dan S.A.N. Aryawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Uji daya hasil beberapa galur harapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

Jurnal online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU Vol.1, No.1. Juni 2013

Jurnal online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU Vol.1, No.1. Juni 2013 47 KAJIAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH BERBASIS PENDEKATAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU DI DATARAN TINGGI TAPANULI UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA Novia Chairuman 1*) 1) Balai Pengkajian

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG Rr. Ernawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jl. Z.A. Pagar Alam No. 1ª Bandar lampung E-mail: ernawati

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN Rosita Galib dan Sumanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Abstrak.

Lebih terperinci

Efisiensi Penggunaan Pupuk dan Lahan dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Padi Sawah

Efisiensi Penggunaan Pupuk dan Lahan dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Padi Sawah Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9 180 Efisiensi Penggunaan Pupuk dan Lahan dalam Upaya

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail korlinae@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN Astiani Asady, SP., MP. BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE 2014 OUT LINE: PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan hal penting dalam pembangunan pertanian. Salah satu keberhasilan dalam pembangunan pertanian adalah terpenuhinya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG Resmayeti Purba dan Zuraida Yursak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG PENDAHULUAN

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG PENDAHULUAN KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG Ahmad Damiri, Eddy Makruf dan Yartiwi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Gatot Kustiono 1), Jajuk Herawati 2), dan Indarwati

Lebih terperinci