FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER PADA PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING MENGGUNAKAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES MUHAMMAD ILYAS SIKKI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER PADA PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING MENGGUNAKAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES MUHAMMAD ILYAS SIKKI"

Transkripsi

1 FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER PADA PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING MENGGUNAKAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES MUHAMMAD ILYAS SIKKI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Fingerprint sebagai Otentikasi Voter pada Pengembangan Sistem E-Voting Menggunakan Protokol Two Central Facilities adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Muhammad Ilyas Sikki NIM G

4 RINGKASAN MUHAMMAD ILYAS SIKKI. Fingerprint sebagai Otentikasi Voter pada Pengembangan Sistem E-Voting Menggunakan Protokol Two Central Facilities. Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan HENDRA RAHMAWAN. Electronic voting (e-voting) merupakan pelaksanaan pemungutan suara secara elektronik dan dapat memanfaatkan teknologi informasi berbasis web agar dapat mengimplementasikan sistem pemilihan secara online dalam rangka menggantikan pemilihan yang dilakukan secara konvensional (berbasis kertas) dengan tujuan membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, seperti pemilih ganda, pembelian suara, banyaknya suara tidak sah, dan lain-lain. Sistem e-voting yang dikembangkan menggunakan protokol two central facilities (TCF) terdiri dari tiga komponen yakni mesin voting sebagai client untuk interaksi dengan pemilih, central legitimization agency (CLA) sebagai server untuk otentikasi pemilih, dan central tabulating facility (CTF) sebagai server untuk hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilih. Pada penelitian dalam tesis ini hanya difokuskan pada proses otentikasi pemilih pada mesin voting terhadap database pemilih yang disimpan pada Central Legitimazation Agency (CLA) dengan menggunakan teknologi biometrik sidik jari. Teknologi biometrik sidik jari digunakan untuk proses pendaftaran, proses verifikasi, dan otentikasi pemilih yang akan melakukan pemilihan. Proses pendaftaran untuk memperoleh database citra sidik jari pemilih, proses verifikasi untuk memastikan database pemilih dapat diverifkasi atau tidak, dan proses otentikasi untuk mengotorisasi pemilih yang diperbolehkan dan tidak oleh sistem memberikan suaranya dalam pemilihan. Dalam proses otentikasi pemilih dari sistem ini, pemilih yang diperbolehkan oleh sistem memberikan suaranya akan diarahkan ke halaman surat suara hanya kepada pemilih yang citra sidik jarinya dikenal oleh sistem. Sedangkan pemilih dimana citra sidik jarinya tidak dikenal oleh sistem, maka sistem tidak akan mengarahkan ke halaman surat suara sehingga pemilih tersebut tidak bisa memberikan suaranya dalam pemilihan. Kata kunci: e-voting, two central facilities, central legitimization agency, otentikasi, sidik jari.

5 SUMMARY MUHAMMAD ILYAS SIKKI. Fingerprint as Voter Authentication for Development of E-Voting System Using Two Central Facilities Protocol. Supervised by SUGI GURITMAN and HENDRA RAHMAWAN. Electronic voting (e-voting) is carrying out of balloting in a eletronic manner and can to utilizing information technology web-based in order that be able implementation election system in accordance with online in order to substitute election that be done conventionally (paper based) with a purpose to help problems solve at hand, such as elector of double, vote puschasing, the number of vote is illegal, etc. The e-voting system which developed using two central facilities protocol consist of three component that is voting machine as client for interaction with voter, central legitimization agency (CLA) as server voter authentication, and central tabulating facility (CTF) as server for result recapitulation voter vote count. Research in this thesis just focused to voter authentication process on voting machine toward database of voter that stored in CLA with using fingerprint biometric technology. Fingerprint biometric technology used for voter registration process, voter verification process, and voter authentication process who will doing election. Registration process for acquire voter fingerprint image database, verification process to be sure voter database can be verificated or not, and authentication process for voter authorization who can be permitted or not by system give of vote in election. In the voter authentication from this system, who voter can be permitted by system give of her/his vote will be directed to ballot page only voter who her/his fingerprint image recognizable by system. Whereas voter which her/his fingerprint image cannot recognized by system, so system will not direction to ballot page with the result that voter cannot give of her/his vote in election. Keywords: e-voting, two central facilities, central legitimization agency, authentication, fingerprint.

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER PADA PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING MENGGUNAKAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES MUHAMMAD ILYAS SIKKI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Heru Sukoco, SSi MT

9 Judul Tesis : Fingerprint sebagai Otentikasi Voter pada Pengembangan Sistem E-Voting Menggunakan Protokol Two Central Facilities Nama : Muhammad Ilyas Sikki NIM : G Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Sugi Guritman Ketua Hendra Rahmawan, SKom MT Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Komputer Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Wisnu Ananta Kusuma, ST MT Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 22 Nopember 2013 Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta ala atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah sistem keamanan e-voting, dengan judul Fingerprint sebagai Otentikasi Voter pada Pengembangan Sistem E- Voting Menggunakan Protokol Two Central Facilities. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penyelenggaraan pemilu yang nantinya dapat terus dikembangkan secara luas di masa mendatang. Laporan dari tesis ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada nama-nama yang tercantum di bawah atas bantuan yang diberikan. 1. Bapak Dr Sugi Guritman selaku ketua komisi pembimbing yang memberikan pemikiran awal sebagai topik untuk mengerjakan penelitian sistem e-voting dan membimbing sampai penelitian ini selesai. 2. Bapak Hendra Rahmawan, SKom MT selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan serta saran dalam penyelesaian tesis ini. 3. Bapak Dr Heru Sukoco, SSi MT selaku dosen penguji dan Ibu Dr Yani Nurhadryani, SSi MT selaku moderator yang telah memberikan masukan, arahan, dan saran untuk kesempurnaan dalam penulisan laporan tesis ini. 4. Ibu Dr Ir Sri Nurdiati, MSc selaku dekan FMIPA, Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi MKom selaku ketua Departemen Ilmu Komputer, Bapak Dr Wisnu Ananta Kusuma, ST MT selaku ketua Program Studi Ilmu Komputer yang telah membekali kami pengetahuan komputer dan senantiasa memberikan motivasi, dukungan serta arahan dalam penyelesaian studi. 5. Bapak Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc terima kasih atas ilmu yang telah diberikan, motivasi, spirit, supporting, bimbingan, serta arahan menjadi seorang yang berpengetahuan dengan memiliki moral yang berkarakter Islam. 6. Bapak Sony H Wijaya, SKom MKom, Bapak Toto Haryanto, SKom MSi, Bapak Aziz Kustiyo, SSi MKom, Bapak Dr Yandra Arkeman, Bapak Endang P Giri, SKom MKom, Ibu Ir Sri Wahjuni, MT, Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom, Ibu Shelvie Nidya Neyman, SKom MSi, serta seluruh dosen lainnya yang telah berbagi ilmu, filosofi, dan cerita-cerita menarik sehingga mempelajari ilmu komputer menjadi menyenangkan. Terima kasih pula atas dukungan, arahan, motivasi, dan keramahan dalam mengisi hari-hari penulis di Departemen Ilmu Komputer FMIPA. 7. Bapak Yadi, Ibu Ning serta seluruh staff administrasi, perpustakaan, dan pendukung Departemen Ilmu komputer FMIPA yang telah memberikan bantuan selama ini. 8. Kodarsyah dan Asep Taufik Muharram sebagai rekan satu topik pada penelitian ini yang senantiasa memberikan bantuan, semangat, dan motivasi untuk penyelesaian tesis. 9. Rekan-rekan lainnya seperjuangan angkatan XII S2 Sekolah Pacasarjana Ilmu Komputer IPB: Ami, Ana, Dedi, Dian, Fikri, Gibtha, Husna, Imam, Irwan,

12 Kania, Komar, Mila, Safar, Sari, Vera, Yudhit, Yustin ditambah Mr. Ghani from Thailand. Persaudaraan, kekompakan, dan team work senantiasa terjaling dalam mengisi hari-hari selama di Departemen Ilmu komputer memberikan kesan tersendiri yang akan teringat selalu. 10. Bapak Dr Ir Nandang Najmulmunir, MS sebagai Rektor Unisma Bekasi yang telah memberikan ijin studi lanjut dan Bapak Dindin Abidin, SPd MSi sebagai Wakil Rektor III yang ikut merekomendasaikan serta memberikan dukungan studi lanjut. Seluruh rekan sejawat di Unisma Bekasi, terima kasih atas dukungan dan do a yang diberikan dalam penyelesaian studi. 11. Bapak Agus, Mas Yuggo, dan rekan-rekan di Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, UIKA Bogor yang telah memberikan dukungan dan bantuan agar terselesainya tesis ini. 12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah turut memberikan do a, semangat, dan bantuan selama penyelesian studi baik langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima masukan berupa saran atau kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat. Amien.. Bogor, Februari 2014 Muhammad Ilyas Sikki

13 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ii SUMMARY iii PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 Sistem Pemilu di Indonesia 4 Pemungutan Suara 6 Permasalahan Pemilu 6 Keamanan Komputer 7 Kriptografi 8 Protokol Two Central Facilities 9 Central Legitimization Agency (CLA) 10 Skema E-voting 11 Secure Voting Requirement 12 Sidik Jari (fingerprint) 13 3 METODE PENELITIAN 15 Alur Proses Penelitian 15 Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka 15 Identifikasi Kebutuhan Sistem 16 Disain Sistem 16 Implementasi Sistem 16 Pengujian Sistem 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka 18 Identifikasi Kebutuhan Sistem 19 Disain Sistem 23 Implementasi Sistem 259 Pengujian Sistem 34 5 SIMPULAN DAN SARAN 37 Simpulan 37 Saran 37 DAFTAR PUSTAKA 38 LAMPIRAN 39 RIWAYAT HIDUP 53

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pihak yang terkait pemilu (Shalahuddin, 2009) 5 2 Skema pemilihan two central facilities 10 3 Skema e-voting two central facilities 11 4 Contoh sampel sidik jari 13 5 Mesin fingerprint scanner 14 6 Alur proses penelitian 15 7 Ilustrasi pengujian metode blackbox 17 8 Tipe patern sidik jari 20 9 Minutiae sidik jari Searching minutiae Before match Match minutiae Matched result Diagram alir proses registrasi pemilih Diagram alir proses otentikasi pemilih Menu utama fingerprint Menu registrasi pemilih Menu verifikasi pemilih Proses registrasi sidik jari pemilih Proses verifikasi berhasil Proses verifikasi gagal Login untuk proses otentikasi pemilih Proses otentikasi sidik jari pemilih yang terdaftar di database Proses otentikasi sidik jari pemilih yang tidak terdaftar Proses otentikasi sidik jari pemilih yang sudah memilih 34 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Source code menu registrasi pemilih 39 2 Source code menu utama fingerprint 39 3 Source code menu verifikasi pemilih 42 4 Source code otentikasi pemilih 46 5 Source code koneksi ke database 51 6 Halaman surat suara 52 7 Halaman pertanyaan keyakinan pemilih terhadap kandidat 52 8 Halaman bukti elektronik telah memilih kandidat 52

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemilihan umum (Pemilu) disebut juga dengan Political Market (Dr. Indria Samego), artinya bahwa pemilu adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat), antara peserta pemilu (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, iklan politik melalui media massa cetak, audio (radio) maupun audio visual (televisi) serta media lainnya seperti spanduk, pamflet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face (tatap muka) atau lobi-lobi yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platform, asas, ideologi serta janji-janji politik lainnya, guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilu untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif. Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 10 kali pemilu yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan Sistem pemilu yang digunakan selama ini menggunakan cara penyoblosan atau penyontrengan. Cara konvensional seperti ini ternyata dapat menimbulkan masalah seperti pemilih ganda, penggelembungan suara dan kesalahan lainnya serta lamanya waktu rakapitulasi suara. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah menggunakan electronic voting (e-voting) dengan mengadakan sistem pemilu secara online yang dibangun menggunakan suatu protokol yang aman. Seperti halnya dengan sistem pemilu yang diadakan secara konvensional, pelaksanaan sistem pemilu secara online pun pasti tidak akan terhindar dari berbagai ancaman kecurangan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sistem yang dibuat harus memenuhi standar secure voting requirements menurut paparan Bruce Schneier (1996) untuk dapat mengatasi dan menjamin keamanan setiap ancaman yang akan terjadi. Salah satu protokol yang dapat memenuhi sebagian standar kriteria secure voting requirements dan memiliki tingkat keamanan yang cukup baik adalah Two Central Facilities Protocol, dimana terdiri dari Central Legitimazation Agency (CLA) untuk pengesahan pemilih dan Central Tabulating Facility (CTF) untuk perhitungan suara (Bruce Schneier, 1996). Beberapa penelitian terdahulu tentang pengembangan protokol keamanan untuk online voting diantaranya, DuFeu dan Harris (2001) telah memberikan

16 2 pemaparan tentang sistem pemilu online. Dalam pemaparan tersebut menjelaskan persyaratan untuk desain protokol dan asumsi-asumsi dalam implementasi pemilu secara online, komponen-komponen yang terkait, fungsi dari Central Legitimazation Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) serta mendeskripsikan protokol proses interaksi antara CLA dan CTF. Sireesha dan Chakchai (2005) yang telah mengembangkan protokol keamanan pemilihan untuk secure online voting dengan menggunakan protokol Two Central Facilities yang mengimplementasikan pengembangan Central Legitimization Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) untuk menghasilkan pemilu virtual yang aman. Dengan mengkombinasikan kunci publik/simetrik dan fungsi hashing. Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani, dkk. (2009) yang mengembangkan sistem online voting pada IPB dengan berbasis protokol Two Central Facilities (CTF) yang hanya memanfaatkan jaringan sebatas cakupan satu departemen di IPB, dan penelitian yang dilakukan oleh Fitrah, dkk. (2012) dengan pengembangan desain e-voting pilkada Kota Bogor menggunakan protokol Two Central Facilities, dimana sistem otentikasi pada Voter menggunakan media smart card. Namun, apabila hasil penelitian Fitrah, dkk. ini diimplementasikan masih memiliki kelemahan misalnya pemilih yang datang saat pemungutan suara memungkinkan bukan pemilik kartu yang sah sehingga masih memungkinkan ada masalah dalam proses pemilihan. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang difokuskan pada pengembangan e-voting menggunakan protokol Two Central Facilities penyelenggaraan sistem pemilu online untuk proses otentikasi voter menggunakan fingerprint yang disesuaikan dengan kebijakan dan kebutuhan sistem e-voting di Indonesia. Penggunaan fingerprint ini juga untuk mendukung akan adanya kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan e-ktp untuk segala proses ketatanegaraan termasuk pada pelaksanaan pemungutan suara dalam penyelenggaraan pemilu nantinya. Dengan pemanfaatan sidik jari, sudah dapat dipastikan bahwa yang akan memberikan suaranya adalah pemilih yang sah. Rumusan Masalah Bagaimana mengembangkan protokol keamanan data dan informasi yang dapat digunakan dalam sistem pemilu secara online untuk mengatasi masalahmasalah kecurangan yang mungkin timbul dalam sistem pemilu secara konvensional seperti pemilih ganda, penggelembungan suara, kesalahan perhitungan suara, kesalahan penetapan kandidat terpilih dan lain-lain terkait rekapitulasi suara pemilu. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangankan protokol keamanan sistem otentikasi voter dengan protokol Two Central Facilities dan otentikasi voter pada mesin voting menggunakan fingerprint untuk implementasi sistem pemilu yang diselenggarakan secara online. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Menghasilkan prototipe e-voting untuk penyelenggaraan pemilu secara online pada proses otentikasi pemilih dalam rangka implementasi asas pemilu LUBER dan JURDIL.

17 2. Memberikan pemikiran baru dan solusi dalam layanan penyelenggaraan pemilu legislatif dan pilpres secara langsung yang lebih baik, mudah, cepat, akurat, aman dan akuntabel. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini difokuskan kepada proses identifikasi pemilih (voter) menggunakan fingerprint untuk otentikasi voter pada Central Legitimazation Agency (CLA) dari mesin voting. Dengan penggunaan fingerprint ini, maka hanya pemilih yang sah yang dapat memberikan suaranya pada mesin voting. 3

18 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu di Indonesia Pemilihan umum sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu negara demokrasi, hampir semua negara demokrasi melaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah proses pemilihan wakil rakyat di parlemen dan kepala pemerintahan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, Pemilu merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan bernegara. Peraturan tertinggi mengenai pemilu secara jelas telah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amandemen pada perubahan IV, bab VIIB tentang Pemilihan Umum, pasal 22E. Berikut ini adalah isi dari pasal tersebut. 1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. 4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. 5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undangundang. Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dinyatakan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Pemilu di Indonesia menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pelaksanaan Pemilu diselenggarakan dalam beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelanggaraan pemilu. 2. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. 3. Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu. 4. Penetapan peserta Pemilu. 5. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan. 6. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. 7. Masa kampanye. 8. Masa tenang. 9. Pemungutan dan penghitungan suara. 10. Penetapan hasil Pemilu. 11. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia melibatkan beberapa pihak yang terkait. Gambar 1 menunjukkan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu sesuai dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang

19 Penyelenggara Pemilihan Umum. Berikut ini adalah penjelasan setiap bagian pada Gambar 1 terhadap pihak yang terkait pada pemilu. 5 Gambar 1 Pihak yang terkait pemilu (Shalahuddin, 2009) 1. Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 2. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah penyelenggara Pemilu ditingkat provinsi dan kabupaten/kota. 3. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan. 4. Panitia Pemungutan Suara (PPS) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa/kelurahan. 5. Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri. 6. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. 7. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar negeri. 8. Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh Indonesia. 9. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Banwaslu untuk mengawasi penyelenggaran Pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. 10. Panwaslu Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan. 11. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan.

20 6 12. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah berusia 17 tahun atau telah/sudah pernah menikah dan tidak sedang dicabut hak pilihnya. 13. Peserta Pemilu ada beberapa macam. a. Pada pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota peserta Pemilu adalah partai politik. b. Pada Pemilu anggota DPD, peserta Pemilu adalah perorangan. c. Pada pemilihan presiden/wakil presiden, peserta Pemilu adalah wakil partai politik. d. Sedangkan pada pemilihan kepala daerah /wakil kepala daerah, peserta Pemilu adalah wakil partai politik atau perorangan. Pemungutan Suara Pemungutan suara (voting) adalah salah satu tahap pelaksanaan pemilihan umum. Secara umum, di banyak negara, pemungutan suara dilaksanakan secara rahasia pada tempat yang khusus dipersiapkan untuk pelaksanaan pemungutan suara. Proses pemungutan suara di Indonesia masih menggunakan cara konvensional, yaitu menggunakan kertas suara. Berikut ini adalah urutan proses pada saat pemungutan suara di Indonesia. 1. Calon pemilih datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara). TPS adalah tempat melakukan pemungutan suara yang disediakan oleh panitia pemilihan umum. 2. Calon pemilih memberikan kartu pemilih. Kartu pemilih ini digunakan sebagai tanda bahwa calon pemilih telah terdaftar sebagai calon pemilih. 3. Calon pemilih mengambil kertas suara dan kemudian melakukan pencoblosan di dalam bilik suara. 4. Kertas suara dimasukkan ke dalam kotak suara. 5. Salah satu jari pemilih diberi tanda dengan tinta sebagai penanda bahwa pemilih tersebut telah melakukan pemungutan suara. 6. Setelah waktu untuk memasukkan suara selesai, maka kemudian dilakukan perhitungan suara. 7. Kertas suara dikeluarkan dari kotak suara dan kemudian dihitung bersamasama dengan diawasi oleh saksi dari berbagai pihak antara lain panitia dan perwakilan partai politik. 8. Hasil perhitungan tersebut kemudian dikirimkan ke kantor KPU untuk dilakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara. Permasalahan Pemilu Dalam pelaksanaan pemilu, sering terjadi kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh human error, atau disebabkan karena sistem pendukung pelaksanaan voting yang tidak berjalan dengan baik. Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia selama ini : 1. Banyak terjadi kesalahan dalam proses pendataan dan pendaftaran pemilih. Kesalahan ini terjadi karena sistem kependudukan yang masih belum berjalan dengan baik. Konsep penggunaan banyak kartu identitas menyebabkan banyaknya pemilih yang memiliki kartu suara lebih dari satu buah. Keadaan ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meningkatkan jumlah suara sehingga dapat memenangkan pemilihan tersebut, misalnya suara

21 pemilih diwakili oleh orang lain atau pemilih dapat melakukan pemilihan lebih dari satu kali. 2. Kurang akuratnya hasil perhitungan suara. Oleh karena proses pemungutan suara dilakukan dengan cara pencoblosan atau pencontrengan pada kertas suara, sehingga sering kali muncul perdebatan mengenai sah atau tidaknya sebuah kertas suara. 3. Pemilih salah dalam memberi tanda pada kertas suara. Ketentuan keabsahan pada penandaan kertas suara yang kurang jelas, sehingga banyak kartu suara yang dinyatakan tidak sah. Pada tahapan verifikasi keabsahan dari kartu suara, sering terjadi kontroversi peraturan dan menyebabkan konflik di masyarakat. 4. Proses penghitungan suara yang dilakukan di setiap daerah berjalan lambat karena proses tersebut harus menunggu semua kartu suara terkumpul terlebih dahulu. Keterlambatan yang terjadi pada proses pengumpulan akan berimbas kepada proses penghitungan suara. Lebih jauh lagi, pengumuman hasil perhitungan akan meleset dari perkiraan sebelumnya. 5. Keterlambatan dalam proses tabulasi hasil penghitungan suara dari daerah. Kendala utama dari proses tabulasi ini adalah kurangnya variasi metode pengumpulan hasil penghitungan suara. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya infrastruktur teknologi komunikasi di daerah. Oleh karena itu, seringkali pusat tabulasi harus menunggu data penghitungan yang dikirimkan dari daerah dalam jangka waktu yang lama. Akibat dari hal tersebut, maka pengumuman hasil pemilu akan memakan waktu yang lama. 6. Tidak adanya salinan terhadap kertas suara. Hal ini menyebabkan jika terjadi kerusakan terhadap kertas suara, panitia pemilihan umum sudah tidak mempunyai bukti yang lain sehinnga menyulitkan untuk diadakaan perhitungan kembali jika terjadi ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan suara. 7. Rawan konflik. Pemilihan umum di Indonesia saat ini sering menimbulkan konflik. Hal tersebut dipicu adanya ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan suara. Konflik ini dapat disaksikan sering terjadi pada setiap pelaksanaan penyelengaraan pemilihan umum kepala daerah. 8. Besarnya anggaran yang dilalukan untuk melakukan proses pemungutan suara. Berdasarkan data terakhir KPU (Komisi Pemilihan Umum), yaitu lembaga pemerintah yang bertugas melakukan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia, pemerintah telah menyetujui anggaran pemilu mencapai Rp 10,4 triliun untuk pelaksanaan pemilihan umum tahun 2009 sampai dengan tahun Anggaran yang sangat besar tersebut digunakan untuk proses pencetakan kertas suara, distribusi kertas suara, gaji panitia, pengawas, dan lain-lain. 9. Kurang terjaminnya kerahasiaan dari pilihan yang dibuat oleh seseorang. Banyak pemilih mengalami tekanan dan ancaman dari pihak tertentu untuk memberikan suara mereka kepada pihak tertentu. Lebih buruk lagi, terjadi jual-beli suara di kalangan masyarakat tertentu, sehingga hasil voting tidak mewakili kepentingan seluruh golongan masyarakat. Keamanan Komputer Bishop (2003) mengemukakan bahwa keamanan komputer mencakup tiga aspek utama, yaitu kerahasian (confidentiality), integritas (integrity) dan 7

22 8 ketersediaan (availability). Interpretasi dari setiap aspek pada lingkungan suatu organisasi ditentukan oleh kebutuhan dari individu yang terlibat, kebiasaan dan hukum yang berlaku dalam organisasi tersebut. Kerahasiaan merupakan suatu usaha untuk menjaga kerahasian informasi dan pribadi atau sumber daya. Mekanisme kontrol akses dalam penyediaan informasi dapat memberikan aspek kerahasiaan. Salah satu mekanisme kontrol akses yang menyediakan kerahasiaan adalah kriptografi, dimana mekanisme pengacakan data sehingga sulit dipahami oleh pihak yang tidak berwenang. Mekanisme kontrol akses terkadang lebih mengutamakan kerahasiaan keberadaan data dari pada isi dari data itu sendiri. Aspek integritas menekankan pada tingkat kepercayaan kebenaran dengan penjagaan terhadap perubahan yang dilakukan dengan cara diluar standar atau oleh pihak yang tidak berwenang. Integritas meliputi data integritas (isi informasi) dan originalitas integritas (sumber data, sering disebut otentikasi). Mekanisme integritas terbagi dalam dua kelas, yaitu mekanisme pencegahan (prevention) dan mekanisme deteksi (detection) dengan tujuan integritas yang berbeda. Mekanisme pencegahan menghalangi seorang pemakai berusaha mengubah suatu data, dimana tidak mempunyai wewenang untuk mengubah data tersebut. Mekanisme deteksi menghalangi seorang pemakai yang mempunyai wewenang untuk mengubah data diluar cara standar. Aspek ketersediaan berhubungan dengan ketersediaan informasi atau sumber daya ketika dibutuhkan. Sistem yang diserang keamanannya dapat menghambat atau meniadakan akses ke informasi. Usaha untuk menghalangi ketersediaan informasi disebut denial of service (DoS Attack), contohnya suatu server menerima permintaan (biasanya palsu) yang bertubi-tubi atau diluar perkiraan sehingga tidak dapat melayani permintaan lain atau bahkan server tersebut menjadi down atau crash. NIST (National Institute of Standards and Technology) Komputer Security Handbook dalam Stalling (2011) mendefinisikan keamanan komputer sebagai perlindungan yang diberikan kepada sistem informasi secara otomatis dalam rangka untuk mencapai yang dapat diaplikasikan untuk menjaga integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan dari sumber daya sistem informasi (termasuk hardware, software, firmware, informasi/data, dan telekomunikasi). Kriptografi Kriptografi berasal dari gabungan kata kripto yang berarti rahasia dan grafi yang berarti tulisan. Definisi kriptografi merupakan seni dan ilmu untuk menjaga keamanan pesan (Schneier, 1996). Kriptografi juga dapat didefinisikan sebagai studi matematik yang berkaitan dengan aspek keamanan informasi seperti kerahasiaan, integritas data, autentikasi entitas, dan autentikasi asal data (Guritman, 2003). Terdapat empat tujuan utama dari kriptografi sebagai berikut : 1. Kerahasiaan adalah suatu layanan yang digunakan untuk menjaga isi informasi dari semua pihak yang tidak berwenang memilikinya. Dengan demikian informasi hanya akan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berhak saja. 2. Integritas adalah suatu layanan yang berkaitan pengubahan data atau informasi dari pihak-pihak yang tidak berwenang. Untuk menjamin integritas data, harus mampu mendeteksi manipulasi data dari pihak-pihak yang tidak

23 berwenang. Manipulasi data yang dimaksud disini diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan penghapusan, penyisipan, dan pergantian data. 3. Otentikasi adalah suatu layanan yang berhubungan dengan identifikasi entitas dan informasi itu sendiri. Dua pihak yang terlibat dalam komunikasi seharusnya mengidentikasi dirinya satu sama lain. Informasi yang disampaikan melalui satu saluran (channel) seharusnya dapat diidentifikasikan asalnya, isinya, tanggal dan waktunya. Atas dasar ini otentikasi terbagi menjadi dua kelas besar, yaitu otentikasi entitas dan otentikasi asal data. 4. Non-repudiasi adalah suatu layanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya oleh entitas. Apabila sengketa muncul ketika suatu entitas mengelak telah melakukan komitmen tertentu, maka suatu alat untuk menangai situasi tersebut diperlukan. Misalnya, suatu entitas mendapatkan wewenang dari entitas lainnya untuk melakukan aksi tertantu, kemudian mengingkari wewenang yang diberikan, maka suatu prosedur yang melibatkan pihak ketiga yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa itu. Protokol Two Central Facilities Pemilihan menggunakan protokol Two Central Facilities dilakukan dengan membagi Central Legitimazation Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) menjadi dua bagian yang berbeda. Menurut Sireesha dan Chakchai (2005) pemilihan dengan Two Central Facilities adalah sebagai berikut : 1. Setiap pemilih mengirim pesan kepada Central Legitimazation Agency (CLA) dan meminta nomor validasi. 2. Central Legitimazation Agency (CLA) mengirim nomor validasi acak kepada pemilih dan menyimpan daftar setiap nomor validasi. Central Legitimazation Agency (CLA) juga menyimpan sebuah daftar dari nomor validasi penerima, untuk mengantisipasi seseorang memilih dua kali. 3. Central Legitimazation Agency (CLA) mengirim daftar nomor validasi kepada Central Tabulating Facility (CTF). 4. Setiap pemilih memilih nomor identifikasi secara acak lalu membuat pesan dengan nomor tersebut, yaitu nomor validasi yang diperoleh dari Central Legitimazation Agency (CLA) dan suaranya. Pesan ini kemudian dikirimkan kepada Central Tabulating Facility (CTF). 5. Central Tabulating Facility (CTF) memeriksa dan membandingkan nomor validasi dengan daftar yang diterima dari Central Legitimazation Agency (CLA). Jika nomor validasi terdapat pada daftar maka nomor tersebut akan disilang untuk menghindari pemilih memilih dua kali. Central Tabulating Facility (CTF) menambahkan nomor identifikasi pada daftar pemilih yang telah memberikan suara pada kandidat tertentu dan menambahkan satu suara pada kandidat tersebut. 6. Setelah semua suara diterima, Central Tabulating Facility (CTF) mempublikasikan keluaran seperti daftar nomor identifikasi dan untuk siapa suara tersebut diberikan. Skema pemilihan dengan komunikasi Two Central Facilities dapat dilihat pada Gambar 2. Pada sistem ini setiap pemilih dapat melihat daftar nomor identifikasi dan mencari nomor miliknya untuk membuktikan bahwa pilihannya 9

24 10 telah dihitung. Tentu saja semua pesan yang keluar/masuk telah dienkripsi dan ditandatangani untuk menghindari peniruan terhadap identitas orang lain atau menghindari adanya penangkapan transmisi. Central Tabulating Facility (CTF) tidak dapat memodifikasi suara karena setiap pemilih akan melihat nomor identifikasi yang dimilikinya. Jika seseorang pemilih tidak berhasil menemukan nomor identifikasinya, atau ditemukan nomor identifikasi pada kandidat yang tidak dipilih, pemilih akan menyadari bahwa telah terjadi kecurangan. Central Tabulating Facility (CTF) tidak dapat memanipulasi kotak perhitungan suara karena kegiatan tersebut berada dalam pengawasan Central Legitimazation Agency (CLA). Central Legitimazation Agency (CLA) mengetahui berapa banyak pemilih yang telah terdaftar dan nomor validasinya, dan akan mendeteksi jika terdapat modifikasi. Gambar 2 Skema pemilihan two central facilities Central Legitimazation Agency (CLA) dapat menyatakan pemilih yang tidak memiliki hak pilih. Central Legitimazation Agency (CLA) juga dapat mengawasi pemilih yang melakukan kecurangan seperti memilih lebih dari satu kali. Hal ini dapat diantisipasi dengan cara menerbitkan daftar pemilih yang telah disertifikasi. Jika nomor pemilih dalam daftar tidak sama dengan jumlah suara, maka dicurigai telah terjadi kesalahan atau kecurangan. Sebaliknya jika jumlah peserta yang ada pada daftar lebih banyak dari hasil tabulasi artinya beberapa pemilih tidak menggunakan hak suaranya (Wardhani, dkk. 2009). Central Legitimization Agency (CLA) Central Legitimization Agency (CLA) merupakan bagian yang bertugas untuk melakukan sertifikasi pemilih. Fungsi utama dari Central Legitimazation Agency (CLA) adalah untuk melakukan otentikasi dan otorisasi pemilih. Setiap pemilih akan mengirim sebuah pesan aman kepada Central Legitimazation Agency (CLA) untuk meminta sebuah ValidationID. Central Legitimazation Agency (CLA) akan membangkitkan sebuah ValidationID, mendaftarkannya secara aman kepada Central Tabulating Facility (CTF), dan mengembalikannya secara aman kepada pemilih. ValidationID bernilai sangat kompleks sehingga secara komputasi tidak memungkinkan seorang penyerang untuk memproduksi sebuah ID yang valid. Central Legitimization Agency (CLA) memiliki daftar sejumlah ValidationID yang valid serta daftar identifikasi pemilih dari setiap ValidationID dalam rangka untuk mencegah pemilih menerima lebih dari satu

25 ValidationID dan melakukan pemilihan lebih dari satu kali (DuFeu dan Harris, 2001). Skema E-voting Sistem protokol e-voting Two Central Facilities termasuk protokol yang paling memenuhi sebagian besar persyaratan untuk menjalankan secure election dan memiliki tingkat keamanan yang paling tinggi yang dijelaskan oleh Schneier (1996). Sireesha dan Chakchai pada tahun 2005 telah melakukan penelitian yang mengembangkan sistem e-voting dengan protokol Two Central Facilities tersebut sedemikian rupa sehingga memiliki alur seperti pada Gambar 3 yang telah dimodifikasi pada penelitian Fitrah, dkk. (2012). Berdasarkan skema e-voting pada Gambar 3, alur kerja online voting terbagi menjadi empat tahapan dengan penjelasan sebagai berikut : 11 Gambar 3 Skema e-voting two central facilities Tahap 1 1. Pengiriman kunci publik oleh masing-masing mesin voting kepada Central Legitimization Agency (CLA). 2. Central Legitimization Agency (CLA) mengirimkan kunci simetri yang telah dienkripsi menggunakan kunci publik yang diterima dari masing-masing mesin voting dan diberikan kepada masing-masing mesin voting sesuai alamat IP address masing-masing mesin voting. Tahap 2 1. Pemilih mengirimkan permintaan untuk memilih melalui mesin voting dengan cara menempelkan kartu identitasnya. 2. Mesin voting akan mengirimkan data kartu identitas pemilih yang telah dienkripsi kepada Central Legitimization Agency (CLA). 3. Central Legitimization Agency (CLA) akan melakukan proses dekripsi terhadap data yang diterima. 4. Central Legitimization Agency (CLA) akan melakukan autentikasi pemilih dengan database. 5. Apabila pemilih dinyatakan berhak memilih dengan ketentuan pemilih telah terdaftar di database dan belum memilih sebelumnya, pemilih akan diarahkan kepada halaman pemilihan dan status pemilih akan diubah menjadi status

26 12 telah melakukan autentikasi. Namun, apabila pemilih dinyatakan tidak berhak memilih, pemilih langsung diarahkan ke halaman gagal memilih. 6. Setelah pemilih melakukan pemilihan, pilihan pemilih akan disimpan pada mesin voting dan status pemilih akan diubah menjadi status telah melakukan pemilihan. Mesin akan terus menerus melakukan proses yang sama sampai pada waktu pemilihan selesai. Tahap 3 1. Pengiriman kunci publik oleh masing masing mesin voting kepada Central Tabulating Facility (CTF). 2. Central Tabulating Facility (CTF) mengirimkan kunci simetri yang telah dienkripsi menggunakan kunci publik yang diterima dari tiap-tiap mesin voting dan dikirimkan kepada masing-masing mesin sesuai alamat IP address mesin voting. Tahap 4 1. Mesin voting secara periodik akan melakukan permintaan kepada Central Legitimization Agency (CLA) untuk mengirimkan data ke Central Tabulating Facility (CTF) dengan mengirimkan informasi identitas mesin yang dienkripsi. 2. Central Legitimization Agency (CLA) akan melakukan proses autentikasi dan mengirimkan suatu random key mesin kepada mesin voting dan Central Tabulating Facility (CTF) yang dienkripsi. 3. Mesin voting akan mengirimkan identitas mesin, data hasil pemilihan, dan juga nilai random kepada Central Tabulating Facility (CTF) yang didapatkan dari Central Legitimization Agency (CLA) yang telah dienkripsi. 4. Central Tabulating Facility (CTF) melakukan pencocokan nilai random key yang diberikan mesin dengan random key yang diterima dari Central Legitimization Agency (CLA) untuk mesin tersebut. 5. Jika sah, Central Tabulating Facility (CTF) akan melakukan pengecekan data yang dikirim dari masing-masing mesin voting. 6. Apabila random key yang dikirimkan mesin dan Central Legitimization Agency (CLA) sesuai, jumlah suara yang diberikan mesin kepada Central Tabulating Facility (CTF) akan disimpan ke dalam Central Tabulating Facility (CTF). 7. Mesin akan terus menerus melakukan proses yang sama sampai pada waktu pemilihan selesai. Secure Voting Requirement Kebijakan yang akan diterapkan dalam membangun sistem e-voting mengacu pada buku Schneier (1996). Secure voting requirement yang dibangun secara komputerisasi dapat digunakan jika terdapat protokol yang menjamin dua hal dibawah ini, yaitu : 1. Privasi individu. 2. Pencegahan terhadap kecurangan. Suatu protokol yang ideal harus memiliki 6 persyaratan sebagai berikut : 1. Hanya pemilih yang berhak yang dapat memberikan suara (otentikasi). 2. Tidak boleh memberikan lebih dari satu suara. 3. Tidak boleh menentukan orang lain harus memilih untuk siapa. 4. Tidak ada yang bisa menduplikasi suara orang lain.

27 5. Tidak boleh mengubah pilihan orang lain. 6. Setiap pemilih dapat memastikan bahwa suara mereka sudah dikirimkan dan terhitung dalam penghitungan akhir. Sidik Jari (fingerprint) Sidik jari atau fingerprint adalah hasil reproduksi tapak jari baik yang sengaja diambil maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah tersentuh kulit telapak tangan atau kaki. Sidik jari merupakan karakteristik alami manusia yang digunakan dalam identifikasi personal sejak lama. Sidik jari yang terdiri dari pola alur (ridge) dan lembah (valley), yang unik untuk tiap individu, bahkan bagi mereka yang kembar sekalipun (Iqbal dan Sigit). 13 Gambar 4 Contoh sampel sidik jari Sistem kerja mesin sidik jari terbilang sangat signifikan dan sensitif. Sensor yang digunakan untuk mendeteksi sidik jari menggunakan sistem optikal, dimana pendeteksian dilakukan dengan pembacaan kontur atau tinggi rendahnya permukaan sidik jari dan listrik statis tubuh. Hal ini menghasilkan tingkat keamanan yang tinggi, karena tidak bisa dipalsukan dengan foto copy sidik jari, sidik jari tiruan bahkan dengan cetak lilin yang detail dengan guratan-guratan kontur sidik jari sekalipun. Sistem kerja absensi sidik jari dengan komputer atau yang lebih dikenal absensi sidik jari online ini sangat bergantung dengan komputer. Jadi absensi ini harus bekerja bersama komputer dan tidak dapat berdiri sendiri. Seluruh proses record verifikasi jari dilakukan di komputer, sedang sensor U.are.U atau sensor sidik jari yang digunakan hanya untuk mengambil sidik jari saja. Selanjutnya data akan langsung diinput kedalam database yang sudah terintergrasi dengan sensor. Pada umumnya absensi sidik jari online atau terhubung dengan komputer mempunyai minimal konfigurasi sistem komputer sebagai berikut (sidikjari.com) : a. Minimal Pentium 200Mhz b. 64MB Memory c. Slot USB untuk sensor sidik jari d. Windows ME/XP/Vista

28 14 Gambar 5 Mesin fingerprint scanner Spesifikasi : Type : U are. U4500 Menggunakan sensor digital personal PC Based, memerlukan komputer pada saat operasional Kapasitas User : Tidak Terbatas Kapasitas Transaksi Log : Tidak Terbatas Media Komunikasi ke Komputer : USB Cable Waktu respon : <= 1 detik Jenis Matching : 1:1 dan 1:N Kompatibel dengan semua jenis sistem operasi windows

29 15 3 METODE PENELITIAN Alur Proses Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah model alur proses yang dapat diperlihatkan pada Gambar 6 berikut. Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka Identifikasi Kebutuhan Sistem Disain Sistem Implementasi Sistem Pengujian Sistem Gambar 6 Alur proses penelitian Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka Pada tahapan ini dilakukan identifikasi masalah yang mungkin timbul dalam penyelenggaraan pemilu untuk implementasi evoting menggunakan mifare card reader (smart card) yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya. Identifikasi masalah dilakukan melalui : - Diskusi dan tanya jawab dengan peneliti sebelumnya tentang sistem evoting yang dikembangkannya terkait kelemahan sistem jika diimplementasikan yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. - Diskusi dan wawancara dengan anggota KPUD Kota Bogor untuk memperoleh informasi yang jelas tentang sistem pemilu di Indonesia dan masalah yang timbul selama penyelenggaraan pemilu. Dalam melakukan identifikasi tersebut diperoleh informasi kemungkinan masalah yang akan timbul antara lain : - Pemilih memungkinkan berpura-pura menjadi pemilih yang lain. - Pemilih yang tidak sah memungkinkan memberikan suaranya. - Pemilih yang berhak memilih masih memungkinkan menitipkan kartunya atau mewakilkan kepada orang lain untuk memberikan suaranya. Pada tahapan ini juga dilakukan studi pustaka atau riset jurnal penelitian sebelumnya dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan informasi penelitian di bidang ilmu sistem keamanan komputer khususnya protokol keamanan, serta mempelajari berbagai teori yang mendasari penelitian ini dimana referensi penelitian ini diperoleh dari jurnal ilmiah, tugas akhir berupa skripsi ataupun tesis, dan buku literatur.

30 16 Identifikasi Kebutuhan Sistem Pada tahapan ini dilakukan identifikasi kebutuhan sistem untuk pemecahan masalah yang mungkin timbul pada proses pemungutan suara apabila implementasi sistem evoting menggunakan mifare card reader (smart card) sebagai otentikasi pemilih yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, kebutuhan sistem yang digunakan untuk proses otentikasi pemilih tersebut adalah mesin fingerprint scanner, dimana pemilih yang bersangkutan yang harus memberikan suaranya dan tidak memungkinkan akan diwakilkan orang lain dalam proses pemilihan suara. Hal yang perlu diperhatikan juga disini adalah kebutuhan fungsional dan non fungsional sistem. Disain Sistem Pada penelitian ini, langkah awal dalam disain sistem dengan menentukan protokol kriptografi yang akan digunakan. Protokol kriptografi yang digunakan adalah protokol Two Central Facilities (TCF) yang terdiri dari tiga komponen, yaitu : Mesin Voting Client/GUI untuk interaksi dengan pemilih Central Legitimization Agency (CLA) Server untuk otentikasi dan otorisasi pemilih Central Tabulating Facility (CTF) Server untuk hasil rekapitulasi suara pemilih Pada tahap ini juga, sistem e-voting yang akan dikembangkan dari penelitian sebelumnya hanya terfokus pada proses otentikasi pemilih yaitu komunikasi yang terjadi antara Mesin Voting dengan Central Legitimization Agency (CLA) menggunakan sidik jari melalui pembacaan sensor mesin fingerprint scanner tipe U are. U4500 dengan spesifikasi sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dalam bagian tinjauan pustaka. Adapun tahapan perancangan pada sistem e-voting yang akan dikembangkan adalah terdiri dari : Registrasi dan verifikasi pemilih Pada tahapan ini, setiap pemilih yang sudah memenuhi persyaratan untuk memilih terlebih dahulu didaftar untuk mendapatkan database pemilih. Selanjutnya dilakukan verifikasi untuk menyakinkan pemilih yang bersangkutan dapat melakukan pemilihan. Otentikasi pemilih Tahapan ini digunakan untuk proses pelaksanaan pemungutan suara dimana pemilih sebelum diarahkan ke halaman kotak untuk menggunakan hak pilihnya terlebih harus terotentikasi oleh sistem dengan sidik jari dikenal. Implementasi Sistem Tahapan implementasi menghasilkan aplikasi sistem yang sesuai dengan disain yang diinginkan. Pada tahap ini, disain akan diimplementasikan menjadi sistem dengan lingkungan implementasi sebagai berikut: 1. Sistem Operasi Microsoft Windows Apache Friends XAMPP sebagai server, MySQL sebagai pangkalan data, dan PHP sebagai bahasa pemrograman. 3. Google chrome sebagai browser yang digunakan dalam menjalankan sistem.

31 4. Aplikasi Visual Basic 6.0 (VB6) sebagai bahasa pemrograman yang mendukung mesin fingerprint scanner yang digunakan. 5. Fingerprint scanner U are.u4500 untuk alat registrasi dan otentikasi pemilih. Pengujian Sistem Tahap Pengujian dilakukan untuk melihat apakah sistem yang dibangun memberi hasil keluaran seperti yang diharapkan dan dapat memenuhi standar secure voting requirements serta standar persyaratan pemilu dari KPU. Pengujian pada penelitian ini dilakukan dengan metode Blackbox. Ilustrasi dari metode pengujian blackbox dapat dilihat pada Gambar 9 berikut. Input Data Sistem Output Hasil tes Input yang menyebabkan hasil yang menyimpan Hasil keluaran Gambar 7 Ilustrasi pengujian metode blackbox 17 Pengujian ini merupakan pendekatan yang dilakukan untuk mengecek kesalahan-kesalahan performa sistem, antara lain : - Fungsional sistem yang mengacu pada secure voting requirement oleh Schneier dan persyaratan KPU. - Inisialisasi dan terminasi sistem. - Kemampuan kinerja sistem dalam otentikasi pemilih. - Kemampuan sistem dalam akses basis data pemilih

32 18 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Protokol ini memiliki tiga komponen utama dalam implementasi penyelenggaraan pemilu yakni mesin voting, Central legitimization Agency (CLA), dan Central Tabulating Facilities (CTF). Mesin voting merupakan komponen yang berinteraksi langsung dengan pemilih, dimana pemilih dapat melakukan proses pemberian suara untuk kandidat yang dipilihnya. Central Legitimization Agency (CLA) adalah server pertama yang merupakan badan sertifikasi pemilih yang memiliki tugas utama mengotentikasi dan mengotorisasi pemilih, CLA mempunyai pangkalan data yang menyimpan data. Pangkalan data ini tidak dapat diperlihatkan pada pihak lain sekalipun Central Tabulating Facilities (CTF). Setiap proses yang membutuhkan data pemilih, contohnya login dan verifikasi pilihan, harus melakukan pengecekan langsung dengan Central legitimization Agency (CLA) melalui mesin voting. Central Tabulating Facilities (CTF) adalah server kedua yang merupakan badan tabulasi atau penghitungan suara. Pangkalan data yang terdapat pada Central Tabulating Facilities (CTF) berisi suara atau pilihan pemilih dan perhitungannya untuk masing-masing kandidat. Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka Penelitian yang telah dilakukan oleh Fitrah, dkk. (2012) mencoba mengembangkan sistem e-voting (online voting) untuk memberikan alternatif solusi pemecahan atas permasalahn-permasalan yang mungkin timbul dalam penyelenggaraan pemilu secara konvensional di Indonesia selama ini. Dalam penelitiannya, mengembangkan protokol e-voting Two Central Facilities untuk proses otentikasi pemilih menggunakan mifare card reader (smart card) sebagai media Personal Identity (ID) bagi pemilih yang akan melakukan proses pemberian suara atau pemilihan pada penyelenggaraan pemilu. Berdasarkan data informasi dari pakar pemilu bahwa hasil dari penelitian Fitrah, dkk. (2012) apabila diterapkan dalam proses pemungutan suara, maka masih memungkinkan adanya kecurangan atau memungkinkan timbul permasalahan dilapangan pada saat pelaksanaan pemilihan (pemungutan suara). Permasalan-permasalahan yang mungkin timbul tersebut adalah : o Kurang terjaminnya keabsahan pemilih yang akan memberikan suara. Dengan media kartu : Pemilih yang datang saat pemungutan suara yang akan memberikan suaranya tidak bisa dijamin bahwa pemilih yang sah dan sudah terdaftar sebagai pemilih karena masih menggunakan kartu sebagai media identifikasi. Pemilih yang akan memberikan suaranya apabila kartu yang dimiliki terotentikasi oleh sistem e-voting maka bisa dipastikan dapat memberikan suaranya. Dengan media sidik jari : Hanya pemilih yang sudah terdaftar dalam database yang dapat memberikan suaranya. o Pemilih yang akan memberikan suaranya masih memungkinkan berpura-pura menjadi pemilih yang lain.

33 19 o o Dengan media kartu : Pemegang kartu saat akan melakukan pemilihan memungkinkan bukan pemilik yang sebenarnya, tetapi dapat digunakan orang lain. Dengan media sidik jari : Setiap orang memiliki sidik jari yang unik dan tidak sama untuk semua orang walaupun kembar. Pemilih yang tidak sah dan belum memenuhi persyaratan sebagai warga negara yang memiliki hak untuk memilih masih memungkinkan memberikan suaranya. Dengan media kartu : Persyaratan setiap warga negara untuk berhak memilih telah ditetapkan dalam undang-undang, tetapi warga negara yang belum memenuhi masih memungkinkan memberikan suaranya dalam pemilihan. Dengan media sidik jari : Setiap warga negara yang sah dan memenuhi persyaratan saja yang boleh memilih dalam pemilihan. Warga negara yang sah dan memenuhi persyaratan untuk memilih saja yang disimpan ke dalam database pemilih. Pemilih yang berhak memilih masih memungkinkan menitipkan kartunya atau mewakilkan kepada orang lain untuk memberikan suaranya. Dengan media kartu : Pada saat pemungutan suara, pemilih yang memegang kartu memungkin bukan miliknya tetapi milik orang lain yang digunakan karena pemilik kartu yang sah berhalangan. Pemegang kartu dapat menjual suaranya dengan mewakilkan hak suaranya kepada orang lain. Dengan sidik jari : Sistem hanya memperbolehkan pemilih yang sah untuk memberikan suaranya sesuai dengan sidik jari yang terdaftar. Identifikasi Kebutuhan Sistem Sistem ini terdiri dari tiga entitas yaitu mesin voting, server Central legitimization Agency (CLA), dan server Central Tabulating Facilities (CTF). Pemilihan dilakukan pada mesin voting, pengecekan hak pemilih dilakukan pada server Central legitimization Agency (CLA), dan proses penghitungan suara dilakukan pada server Central Tabulating Facilities (CTF). Sistem hanya dapat bekerja melalui entitas yang telah ditetapkan sebelumnya. Central Tabulating Facilities (CTF) maupun Central legitimization Agency (CLA) harus dapat diakses oleh tiap-tiap mesin voting sehingga pemakaian databasenya dapat dilakukan secara terpusat. Kebutuhan sistem untuk proses otentikasi pemilih menggunakan mesin fingerprint scanner, dimana proses otentikasi ini berlangsung pada komunikasi antara mesin voting dengan server Central legitimization Agency (CLA) sehingga pemilih yang bersangkutan yang harus memberikan suaranya. Cara kerja mesin fingerprint scanner dapat dijelaskan sebagai berikut :

34 20 Pattern Secara umum, sidik jari dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut Henry Classification System, yaitu: Gambar 8 Tipe patern sidik jari Dimana hampir 2/3 manusia memiliki sidik jari dengan Loop Pattern, hampir 1/3 lainnya memiliki sidik jari dengan Whorl Pattern, dan hanya 5-10% yang memiliki sidik jari dengan Arch Pattern. Pola-pola seperti ini digunakan untuk membedakan sidik jari secara umum, namun untuk mesin sidik jari, pembedaan seperti ini tidaklah cukup. Karena itulah mesin sidik jari diperlengkapi dengan metode pengenalan Minutiae. Minutiae Minutiae merupakan rincian sidik jari yang tidak penting bagi manusia, tetapi bagi sebuah mesin sidik jari itu adalah detail yang sangat diperhatikan. Gambar 9 Minutiae sidik jari Minutiae pada sidik jari adalah titik-titik yang mengacu kepada : Crossover : persilangan dua garis. Core : putar-balikan (U turn) sebuah garis.u Bifurcation : percabangan sebuah garis. Ridge ending : berhentinya sebuah garis. Island : sebuah garis yang sangat pendek. Delta : pertemuan dari tiga buah garis yang membentuk sudut. Pore : percabangan sebuah garis yang langsung diikuti dengan menyatunya kembali percabangan tersebut sehingga membentuk sebuah lingkaran kecil. Mesin sidik jari akan mencari titik-titik ini dan membuat pola dengan menghubung-hubungkan titik-titik ini. Pola yang didapat dengan menghubungkan titik-titik inilah yang nantinya akan digunakan untuk melakukan pencocokan bila ada jari yang menempel pada mesin sidik jari. Jadi, sebenarnya mesin sidik jari tidak mencocokkan Gambar, tetapi mencocokkan pola yang di dapat dari minutiae-minutiae ini. Untuk lebih jelasnya, dapat diilustrasikan di bawah ini :

35 21 Gambar 10 Searching minutiae Searching Minutiae Pada Gambar 10 di atas, Gambar di sebelah kiri adalah Gambar sidik jari yang telah tersimpan pada mesin sidik jari, sedangkan Gambar di sebelah kanan adalah hasil scan jari yang akan dicocokkan. Pertama-tama sistem akan mencari titik-titik minutiae pada keduanya. Gambar 11 Before match Before Match Setelah itu, mesin sidik jari akan mengumpulkan titi-titik minutiae tersebut untuk dicocokkan. Gambar 12 Match minutiae Match Minutiae Langkah berikutnya, mesin sidik jari akan mencari kecocokan pola pada minutiaeminutiae yang telah terkumpul tersebut. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa tidak semua minutiae harus digunakan atau memiliki kesamaan baik pada Gambar kiri maupun kanan.

36 22 Gambar 13 Matched result Matched Result Jika mesin sidik jari mendapatkan pola yang sama (dalam contoh Gambar 13 di atas terdapat ada kesamaan), maka proses identifikasi sudah berhasil (dapat dilihat pada Gambar 13 bahwa letak pola tersebut tidak harus sama). Dari ilustrasi di atas, bisa mendapatkan Gambaran yang jelas mengenai bagaimana mesin sidik jari bekerja. Oleh karena tidak semua minutiae harus digunakan dan juga karena letak pola yang ditemukan tidak harus sama, maka dapat disimpulkan bahwa posisi jari pada saat identifikasi pada mesin sidik jari tidak harus persis sama dengan pada saat menyimpan data sidik jari pertama kali pada mesin tersebut. (Ibnu Fajar, 2011). Hal yang perlu juga diperhatikan dalam pengembangan sistem e-voting adalah spesifikasi dari kebutuhan sistem. Secara umum sistem otentikasi voter yang terajadi pada komunikasi antara mesin voting dengan server Central legitimization Agency (CLA) menggunakan media fingerprint scanner yang dibangun dapat memenuhi spesifikasi umum sebagai berikut : 1. Sistem mampu memfasilitasi proses pemilu yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Pemilu di Indonesia dilaksanakan untuk pemilihan anggota legislatif (DPR Pusat, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD) dan pemilihan kepala negara (pasangan Presiden dan wakil Presiden) atau kepala daerah (pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur, pasangan Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota). Sistem yang dikembangkan merupakan prototype untuk pilkada, dimana dalam sistem ini tersedia halaman untuk memilih salah satu kandidat. 2. Sistem mampu melakukan verifikasi data pemilih (voter) dan mencatat status pemilih apakah telah melakukan proses pemungutan suara atau belum. Verifikasi pemilih dapat dilakukan setelah pemilih terdaftar dengan hanya menggunakan sidik jari sehingga dapat meyakinkan bahwa pemilih yang berhak saja yang dapat melakukan proses pemungutan suara. Sistem mampu membuktikan apakah pemilih yang bersangkutan benarbenar telah melakukan proses pemilihan atau belum. Pemilih yang sudah melakukan pemilihan akan diubah statusnya oleh sistem telah melakukan pemilihan. 3. Hanya sidik jari pemilih yang terdaftar pada sistem yang diizinkan melakukan pemilihan. Terdapat Kode yang berisi NIK, Nama sebagai identitas pemilih dengan enkripsi sidik jari pemilih yang bersifat unique

37 Hanya Kode dan Nama yang terdapat pada Central legitimization Agency (CLA) yang dapat melakukan proses pemilihan. 4. Pemilih dapat memasukkan pilihannya ke dalam sistem, dimana seorang pemilih hanya berhak melakukan pemungutan suara sebanyak satu kali. Pemilih dapat melakukan pemilihan sesuai kandidat yang diinginkan, karena terdapat halaman kotak suara pada sistem. Pemilih yang telah melakukan pemilihan, status pemilih berubah menjadi telah melakukan pemilihan sehingga apabila akan melakukan kembali pemilihan maka sistem akan menampilkan pesan dimana pemilih tidak bisa lagi melakukan pemilihan karena sistem tidak mengarahkan lagi ke halaman surat suara 5. Setiap pemilih yang telah melakukan pemilihan tidak dapat melakukan pemilihan lagi. Sidik jari dari pemilih yang terbaca oleh mesin fingerprint scanner yang telah melakukan pemilihan dicatat pada Central legitimization Agency (CLA). Proses otentikasi tidak akan dilakukan oleh CLA untuk sidik jari yang telah berstatus 2 yang berarti sudah melakukan pemilihan sehingga setiap pemilih hanya dapat memberikan satu suara. 6. Tidak boleh memberikan lebih dari satu kali suara. Jika pemilih yang telah melakukan pemilihan akan memberikan suara untuk pemilihan kembali pada periode pemilu yang sama, maka mesin voting akan mengembalikan pesan ke layar bahwa ID voter sudah melakukan pemilihan dan tidak lagi diarahkan ke halaman surat suara oleh sistem. 7. Tidak ada yang bisa mengubah pilihan orang lain. Sebelum memilih, setiap mesin voting akan membaca sidik jari pemilih yang bersifat unique dari mesin fingerprint scanner yang digunakan. Identitas pemilih akan diotentikasi dan dilakukan proses check terhadap status pemilihanya apakah sudah memilih atau belum. Setiap pemilih, mesin voting, dan Central legitimization Agency (CLA) tidak dapat mengetahui dan mengganti pilihan setiap pemilih. 8. Setiap pemilih dapat memastikan bahwa suara mereka sudah dikirimkan dan terhitung dalam penghitungan akhir. Setiap kali pemilih memberikan suara kepada salah seorang kandidat, mesin voting akan mencatat sementara hasil voting dan menampilkan pesan Anda telah memilih kandidat nomor 1, 2 atau 3. Apabila pesan konfirmasi pemilihan telah muncul ke layar, protokol menjamin bahwa hasil pemilihan telah tercatat di database kandidat. Disain Sistem Perancangan yang dikembangkan dari sistem e-voting ini dengan protokol Two Central Facilities menggunakan fingerprint (sidik jari) dimana difokuskan pada komunikasi antara mesin voter dan server Central legitimization Agency (CLA) meliputi proses registrasi database pemilih dan proses otentikasi pemilih. Diagram alir proses registrasi database sidik jari pemilih dapat dilihat pada Gambar 14. Pada proses ini, data masukan sidik jari yang didapat dari hasil akuisisi oleh mesin sensor sidik jari, akan melalui tahapan verifikasi yang 23

38 24 selanjutnya saat data telah dikenali dilanjutkan meregistrasi data tersebut ke database. Mulai Memasukkan Kode dan Nama pemilih Mengambil citra sidik jari pemilih Sidik jari dalam kondisi bagus? Ya Membaca citra sidik jari pemilih Menyimpan sidik jari pemilih ke database Selesai Gambar 14 Diagram alir proses registrasi pemilih Mulai Meletakkan sidik jari pemilih pada sensor fingerprint Menangkap citra sidik jari pemilih Mencocokkan sidik jari masukan dengan sidik jari database CLA Ya Sidik jari cocok? Tidak Proses otentikasi berhasil Proses otentikaasi gagal Diperbolehkan melakukan pemilihan Tidak diperbolehkan melakukan pemilihan Selesai Gambar 15 Diagram alir proses otentikasi pemilih

39 Proses otentikasi pemilih merupakan proses membandingkan sidik jari yang dicocokkan satu-satu dimana setiap sidik jari masukan dibandingkan dengan satu template sidik jari tertentu yang tersimpan dalam database Central legitimization Agency (CLA). Keluaran dari program ini adalah keputusan apakah proses otentikasi pemilih berhasil atau gagal. Jika proses otentikasi berhasil maka sistem memperbolehkan pemilih untuk memilih kandidat yang diinginkan. Jika proses otentikasi gagal maka sistem tidak memperbolehkan pemilih melakukan pemilihan. Diagram alir proses otentikasi pemilih dapat dilihat pada Gambar 15. Adapun daftar tabel database yang berhubungan dengan pengembangan sistem e-voting ini dapat dilihat pada Tabel 1 dengan menggunakan database MySQL. Tabel 1 Daftar tabel database Nama Tabel Jumlah Kolom Tipe Data Keterangan Voterlist Kandidat Waktu Code Name Status Fingerprint No_urut Nama_kandidat Foto Hasil Start_time End_time Varchar Varchar Integer Boolean Integer Varchar Varchar Integer Datetime Datetime 25 Database pemilih yang digunakan untuk proses otentikasi pemilih. Primary key: code Database untuk memilih kandidat yang dinginkan. Pilihan terekam dihasil. Primary key: nama_kandidat Menunjukkan waktu mulai dan akhir dari voting. Masalah keamanan (security) database di MySQL merupakan hal yang juga harus diperhatikan, tidak boleh dianggap sepele apalagi dikesampinkan. MySQL merupakan software database yang bersifat client-server, yang memungkinkan beberapa user dapat mengakses server MySQL dari manapun. Untuk itu, server MySQL harus benar-benar aman dari akses (serangan) orang-orang yang tidak berhak. Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan server MySQL : a. Jangan pernah memberi akses ke semua user kecuali user root untuk dapat mengakses database MySQL. Jika seseorang dapat mengakses database ini, maka maka dapat melihat informasi user (termasuk user, password dan host) MySQL dan dapat menambah atau mengubah informasi tersebut. b. Membatasi mengenai hak akses database di MySQL. Perintah GRANT dan REVOKE digunakan untuk mengatur hak akses di MySQL. c. Jangan pernah menyimpan password dalam bentuk teks biasa di MySQL (gunakan fungsi enkripsi). d. Hati-hati dalam memilih password. Menggunakan password yang mudah diingat tetapi sulit ditebak orang lain, menggunakan kombinasi huruf dan angka. e. Memasang firewall di server untuk mencegah penyusup. MySQL pada dasarnya merupakan sistem database yang aman. Untuk keamanan pada MySQL, harus mengatur hak akses (privilege) dari setiap user

40 26 terhadap data di database karena tidak semua user diperbolehkan mengakses data yang ada. MySQL memungkinkan mengatur hak akses user sampai pada tingkat kolom, artinya dapat mengatur kolom tertentu yang boleh diakses oleh user siapa saja. Semua pengaturan hak akses (privilege) tersimpan di database MySQL yang secara default sudah ada di sistem MySQL. Cara kerja sistem privilege (Ihya, 2011) : 1. Sistem privilege MySQL memastikan bahwa user dapat melakukan hanya hal-hal yang diperbolehkan. Ketika connect ke server MySQL, identitas user ditentukan oleh host tempat melakukan koneksi dan username yang ingin digunakan. Sistem memberikan privilege sesuai dengan identitas user dan apa yang ingin dilakukan. 2. MySQL mempertimbangkan baik hostname dan username dalam mengidentifikasi karena mungkin ada alasan untuk menganggap bahwa username yang diberikan adalah milik orang yang sama dimanapun di internet. Sebagai contoh, user Bill yang connect dari whitehouse.gov tidak harus orang yang sama denga user Bill yang connect dari microsoft.com. MySQL menangani hal ini dengan mengijinkan untuk menentukan user dari host yang berbeda yang mungkin namanya sama. Kendali akses MySQL melibatkan dua tingkat : - Tingkat 1: server mengecek apakah user diijinkan untuk connect ke server. - Tingkat 2: dianggap user dapat connect, server mengecek tiap permintaan yang user jalankan untuk melihat apakah privilege user cukup untuk menjalankannya. Contohnya, jika user mencoba untuk memilih baris dari tabel dalam database atau menghapus sebuah tabel dari database, server memastikan bahwa user memiliki privilege select untuk tabel tersebut atau privilege drop untuk database. Dalam database MySQL terdapat lima buah tabel yang dapat digunakan untuk mengatur user dan izin akses masing-masing user-user privileges yaitu: a. Tabel user Tabel user merupakan tabel grant utama dalam database MySQL. Tabel ini mengontral siapa yang dapat terhubung ke MySQL, dari host mana mereka dapat terhubung, dan hak akses global (global privileges)apa yang mereka punyai. Berisi data user yang mendapatkan izin akses MySQL, asal koneksi dan izin koneksi kepada user. Tingkatan akses : Global. b. Tabel db Tujuan dari tabel db adalah memberikan hak akses database secara spesifik pada user. Hak-hak akses yang diterapkan pada tabel db juga secara spesifik pada database tertentu. Mengatur database apa saja yang dapat diakses oleh seorang user dan jenis izin aksesnya. Tingkatan akses : Database. c. Tabel host Tabel host berkaitan dengan tabel db dan diperiksa hanya ketika seseorang user terdaftar dalam tabel db namun kolom host kosong. Kombinasi dari dua

41 tabel ini mengijinkan untuk menerapkan hak akses ke user yang terkoneksi dari banyak host. Mengatur asal host yang diperkenankan bagi user untuk mengakses MySQL, jika lebih dari satu host. Tingkatan akses : Database. 27 d. Tabel tables_priv Tabel ini lebih spesifik ke hak akses tingkat tabel. Hak-hak akses yang terdapat di tabel ini diterapkan hanya pada tabel yang dispesifikkan pada tables_priv. Mengatur tabel apa saja yang dapat diakses oleh seorang user dan jenis izin aksesnya. Tingkatan akses : Tabel. e. Tabel columns_priv Tabel ini menunjukkan hak-hak akses yang berhubungan dengan kolomkolom secara individu. Mengatur kolom (field) apa saja yang dapat diakses oleh seorang user dan jenis izin aksesnya. Tingkatan akses : kolom. Izin akses bagi user (user privileges) terdiri dari tiga bagian, yaitu : 1. Tingkatan akses user biasa, mencakup izin akses kedalam database atau kolom, yaitu : ALTER CREATE DELETE DROP INDEX INSERT SELECT UPDATE : : : : : : : : Untuk mengubah tabel dan indeks yang sudah ada, misalnya menambah kolom baru atau menghapus kolom (pada tabel). Untuk membuat database atau tabel yang baru. Untuk menghapus record. Untuk menghapus tabel dan database. Untuk membuat indeks baru atau menghapus sebuah indeks Untuk menambah record pada tabel. Untuk menampilkan data dari suatu tabel (beberapa tabel sekaligus). Untuk peremajaan data (updating) pada tabel, 2. Tingkatan akses administrator (Global administrative), hanya digunakan oleh user setingkat root atau administrator dan tidak diberikan kepada user biasa, yaitu : FILE PROCESS SHUTDOWN CREATE TEMPORARY TABLE RELOAD : : : : : Untuk membaca dan menulis file di dalam server MySQL. Untuk menampilkan dan menghentikan suatu proses yang sedang dilakukan user. Untuk mematikan srver MySQL. Untuk membuat tabel temporer. Untuk membaca ulang tabel izin

42 28 akses (grant tables), melakukan EXECUTE LOCK TABLES REPLICATION CLIENT : : : proses flush pada file log, dan sebagainya. Untuk menjalankan perintah. Untuk mengunci tabel. Untuk proses replikasi database pada klien. REPLICATION SLAVE : Untuk proses replikasi database SHOW DATABASES : sebagai database sekunder (slave). Untuk menampilkan seluruh database yang ada di server MySQL. 3. Tingkatan akses khusus (special privileges), dapat diterapkan pada setiap user dengan izin akses sebagai berikut : ALL : USAGE : Untuk memberikan semua izin akses sehingga user tersebut memiliki hak seperti layaknya seorang root. Untuk membuat user saja tetapi tidak memberikan izin akses apapun kepada user tersebut (user bisa masuk ke dalam MySQL server dengan password yang ditentukan, tetapi tidak bisa melakuklan hal lain. Memberikan password untuk root dapat dilakukan dengan menggunakan perintah UPDATE : update user set password : password( xxxxxxxxxxxxx ) where user = root ; Kemudian lanjutkan dengan perintah FLUSH : Flush privileges Fungsi flush : MySQL membaca grant tables hanya satu kali pada saat server pertama kali dijalankan, perintah flush akan memerintahkan kepada sistem untuk membaca ulang kelima grant tables tanpa harus merestart server MySQL. Perintah GRANT merupakan perintah untuk memberikan hak akses bagi user di MySQL agar dapat mengakses database, tabel dan kolom. Selain itu juga dapat menambahkan user baru dengan perintah grant ini. Hal yang perlu diperhatikan apabila melakukan perubahan izin akses pada user MySQL yang masih aktif bekerja tidak langsung bisa menerapkan perubahan meskipun sudah melaukan flush privileges. Konfigurasi ini berlaku ketika user sudah menutup koneksi kemudian melakukan koneksi kembali. Izin akses penuh ini digunakan untuk mengakses seluruh database dalam server. Bentuk umum : GRANT jenis_akses (nama_kolom) ON nama_database TO nama_user IDENTIFIED BY nama_password [WITH GRANT pilihan_akses] Perintah tersebut di atas memberikan hak izin akses setara dengan root. Klausa GRANT menetukan tipe dari hak akses yang harus diberikan pada akun user. Klausa ON menspesifikasikan ke tabel atau database mana yang pernyataan grant diterapkan. Klausa TO menspesifikasikan hak akses kepada user yang diinginkan. Option Identified By nama_password akan menerapkan user tersebut agar tetap memasukkan password saat mengakses darabase. Jika tidak memberikan option

43 password maka user tersebut dapat mengakses dapat mengakses database tanpa password. Penyertaan With Grant Option akan memberikan hak penuh kepada user sehingga user tersebut juga mampu melakukan perintah Grant tertentu pada user lainnya. Untuk menghapus atau mencabut kembali izin akses user MySQL yang sebelumnya diberikan menggunakan perintah REVOKE. Tingkat pilihan yang dapat digunakan juga sama dengan perintah GRANT sehinga semua izin akses dengan grant dapat dicabut kembali. Bentuk umum : REVOKE jenis_akses ON nama_database FROM nama_user Perintah ini membuat salah satu user tidak mempunyai izin akses lagi. Meski sudah sudah dicabut aksesnya, user tersebut masih dapat login ke database MySQL tetapi tidak perlu kuatir karena user tersebut tidak bisa lagi berbuat apaapa lagi terhadap database. Implementasi Sistem Aplikasi yang digunakan dalam implementasi sistem untuk proses registrasi dan proses otentikasi pemilih yang mendukung mesin fingerprint scanner menggunakan bahasa pemograman visual basic 6.0 (VB6) dan diintegrasikan dengan sistem e-voting yang telah dikembangkan oleh Fitrah, dkk (2012) yang berbasis web menggunakan bahasa pemrograman PHP serta MySQL sebagai pangkalan database. 1. Proses Registrasi Pemilih Proses registrasi ini diakukan dengan pengambilan citra sidik jari dari pemilih yang telah memenuhi persyaratan untuk berhak memilih dalam pemilu sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pengambilan citra sidik jari dilakukan dengan menempelkan sidik jari pada sensor mesin fingerprint scanner U are. U4500. Menu utama fingerprint untuk proses awal ke menu registrasi pemilih dan verifikasi data citra sidik jari pemilih yang telah diambil diperlihatkan pada Gambar 17. Sedangkan Gambar 18 dan Gambar 19 memperlihatkan menu registrasi pemilih untuk proses pengambilan citra sidik jari pemilih yang akan disimpan ke database dan menu verifikasi pemilih untuk proses verifikasi pemilih yang telah diambil (direkam) citra sidik jarinya sebagai pengaktifan sidik jari pemilih agar dapat digunakan dalam proses otentikasi saat akan dilakukan pemilihan. 29 Gambar 16 Menu utama fingerprint

44 30 Gambar 17 Menu registrasi pemilih Gambar 18 Menu verifikasi pemilih Pada proses registrasi sidik jari pemilih, sebelum pengambilan citra sidik jari pemilih diawali dengan memasukkan Kode dan Nama pemilih sebagai identitas pemilih. Terdapat 4 tahap proses pengambilan citra sidik jari dimana setiap tahap mesin fingerprint scanner membaca sidik jari pemilih, secara otomatis aplikasi dari mesin akan mengaktifkan sensor pembaca. Setelah data berhasil didapat maka sensor pembaca dari mesin fingerprint scanner U are.u4500 akan tidak aktif lagi, data yang diperoleh pada ke empat tahap pembacaan tersebut akan dicocokkan satu sama lain dan hasil akuisisi data dalam kondisi bagus, tahap selanjutnya akan disimpan kedalam database. Proses pengambilan registrasi citra sidik jari pemilih ditunjukkan pada Gambar 20.

45 31 Gambar 19 Proses registrasi sidik jari pemilih Gambar 21 memperlihatkan proses verifikasi data sidik jari pemilih yang telah diambil (terekam ke dalam database) untuk memastikan apakah sidik jari tersebut dapat diaktifkan dan digunakan dalam proses otentikasi pemilih pada proses pemilihan. Sedangkan Gambar 22 memperlihatkan bahwa proses verifikasi pemilih yang gagal karena data sidik jari pemilih yang bersangkutan tidak terdaftar. Gambar 20 Proses verifikasi berhasil

46 32 Gambar 21 Proses verifikasi gagal 2. Proses Otentikasi Pemilih Proses otentikasi ini dilakukan sebagai langkah awal sebelum pemilih yang memenuhi peryaratan dan berhak melakukan pemilihan suara diperkenankan memberikan pilihannya. Pada proses ini juga dilakukan untuk memastikan bahwa hanya pemilih yang sudah terdaftar pada database sistem yang diperbolehkan memberikan suaranya. Halaman antarmuka untuk login proses otentikasi pemilih dapat ditunjukkan pada Gambar 23. Setiap pemilih agar dapat masuk ke halaman surat suara pada sistem evoting untuk memberikan pilihannya terlebih dahulu harus melakukan login pada menu halaman voting client sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 23. Tahap awal untuk proses otentikasi pemilih dimana pemilih yang akan melakukan pemilihan meletakkan sidik jarinya pada sensor mesin fingerprint yang sudah terkoneksi dengan mesin voting yang digunakan. Gambar 22 Login untuk proses otentikasi pemilih

47 Setelah pemilih menempelkan sidik jarinya pada mesin fingerprint scanner, maka aplikasi dari mesin fingerprint scanner akan mengaktifkan sensor secara otomatis untuk membaca dan menangkap citra sidik jari pemilih yang bersangkutan. Selanjutnya citra sidik jari tersebut sebagai masukan oleh sistem yang akan dicocokkan dengan sidik jari pada database CLA yang telah diambil dan disimpan saat proses registrasi pemilih untuk proses otentikasi pemilih. Proses selanjutnya, sistem melakukan proses otentikasi pemilih dan apabila sidik jari pemilih dikenal oleh sistem maka sistem akan membuka halaman surat suara sehingga pemilih diperbolehkan melakukan pemilihan. Sebaliknya, apabila sistem tidak mengenal sidik jari yang sedang diotentikasi maka sistem tidak membuka halaman surat suara sehingga pemilih tidak bisa melakukan pemilihan. Proses otentikasi terhadap sidik jari pemilih yang dikenal dan tidak dikenal oleh sistem ditunjukkan pada Gambar 24 dan Gambar Gambar 23 Proses otentikasi sidik jari pemilih yang terdaftar di database Gambar 24 Proses otentikasi sidik jari pemilih yang tidak terdaftar di database

48 34 Sedangkan pada Gambar 26 berikut, sistem memperlihatkan proses otentikasi terhadap pemilih yang terdaftar pada database CLA dan telah melakukan proses pemilihan sebelumnya. Namun pemilih yang bersangkutan akan melakukan pemilihan kembali pada periode yang sama, tetapi sistem juga tidak membuka halaman surat suara sehingga tidak dapat melakukan pemilihan lebih dari satu kali. Gambar 25 Proses otentikasi sidik jari pemilih yang akan memilih kembali Pengujian Sistem Pengujian terhadap sistem e-voting ini yang difokuskan pada pemanfaatan sidik jari untuk otentikasi pemilih dalam pemilu dilakukan menggunakan blackbox testing. Pengujian yang dilakukan meliputi tahapan sebagai berikut : 1. Tahap pengujian pada proses registrasi pemilih dengan menggunakan mesin fingerprint scanner yang sebelumnya telah dikonfigurasikan dengan sistem yang dikembangkan oleh Fitrah, dkk (2012) untuk memperoleh citra databese sidik jari dari pemilih yang akan melakukan pemilihan. Pada tahap ini akan dilihat apakah sensor dari mesin fingerprint scanner yang digunakan dapat mengakuisisi sidik jari pemilih yang diregister dengan kondisi bagus melalui empat tahap mengambilan. Pada tahap ini juga akan dilihat apakah sistem dapat menyimpan identitas pemilih yang berupa Kode dan Nama yang dimasukkan saat registrasi pemilih untuk pengambilan data sidik jari. 2. Tahap pengujian pada proses verifikasi pemilih untuk menguji apakah sistem dapat menangkap dan membaca citra sidik jari pemilih yang akan melakukan pemilihan melalui sensor dari mesin fingerprint scanner yang digunakan. Pada tahap ini akan dilihat sistem akan menampilkan Nama dari pemilih yang dapat diverifikasi sesuai dengan Nama yang tersimpan dari database sidik jari pemilih yang bersangkutan. Pada tahap ini juga akan dilihat apakah sistem gagal menverifikasi pemilih yang tidak sesuai dengan database sidik jari pemilih atau sidik jari pemilih yang tidak terdaftar.

2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu di Indonesia Pemilihan umum sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu negara demokrasi, hampir semua negara demokrasi melaksanakan pemilihan umum. Pemilihan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Umum (Pemilu) 2.2 Pemungutan Suara

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Umum (Pemilu) 2.2 Pemungutan Suara 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Umum (Pemilu) Peraturan tertinggi mengenai pemilu diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amandemen. Pemilu secara tegas diatur pada UUD 1945 perubahan III, bab

Lebih terperinci

Muhammad Ilyas Sikki, Sugi Guritman and Hendra Rahmawan

Muhammad Ilyas Sikki, Sugi Guritman and Hendra Rahmawan PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING DENGAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES MENGGUNAKAN FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER Muhammad Ilyas Sikki, Sugi Guritman and Hendra Rahmawan Departemen Ilmu Komputer, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Sistem E-Voting Pilkada Kota Bogor

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Sistem E-Voting Pilkada Kota Bogor 15 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Sistem E-Voting Pilkada Kota Bogor Sistem e-voting pilkada kota Bogor menggunakan protokol Two Central Facilities yang dimodifikasi. Protokol ini dipilih karena menurut

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING DENGAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES MENGGUNAKAN FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER

PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING DENGAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES MENGGUNAKAN FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER PENGEMBANGAN SISTEM E-VOTING DENGAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES MENGGUNAKAN FINGERPRINT SEBAGAI OTENTIKASI VOTER Muhammad Ilyas Sikki, Sugi Guritman, Hendra Rahmawan Program Studi Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada komputer server CLA:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada komputer server CLA: 6 pemilih sehingga badan tabulasi menerima data yang salah. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan aktivitas sniffing, maupun penanaman keyloger pada hardware maupun software yang digunakan dalam sistem

Lebih terperinci

Implementasi ( Implementation Kebijakan (Policy) Pengujian HASIL DAN PEMBAHASAN Spesifikasi ( Specification Perancangan ( Design

Implementasi ( Implementation Kebijakan (Policy) Pengujian HASIL DAN PEMBAHASAN Spesifikasi ( Specification Perancangan ( Design terjadi. Dalam penelitian ini berbagai ancaman yang dapat timbul pada saat pemilihan berlangsung akan dianalisis dalam empat kelas besar yakni: a Disclosure, yakni akses terhadap informasi oleh pihak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab I memuat latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan pada penelitian ini 1.1. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemilihan umum merupakan bagian pada suatu proses demokrasi. Indonesia adalah salah satu negara demokrasi yang melaksanakan pemilihan umum setiap lima tahun sekali.

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITATIF VULNERABILITY SISTEM E-VOTING PILKADA KOTA BOGOR MENGGUNAKAN ATTACK TREES KODARSYAH

ANALISIS KUALITATIF VULNERABILITY SISTEM E-VOTING PILKADA KOTA BOGOR MENGGUNAKAN ATTACK TREES KODARSYAH ANALISIS KUALITATIF VULNERABILITY SISTEM E-VOTING PILKADA KOTA BOGOR MENGGUNAKAN ATTACK TREES KODARSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

IV-1. Gambar IV-1 Model Umum Web-Vote

IV-1. Gambar IV-1 Model Umum Web-Vote BAB IV MODEL WEB-VOTE Bab ini membahas mengenai model sistem e-voting yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil analisis pada bab sebelumnya. Pada bab sebelumnya (bab III.4 tentang Aspek Sistem E-voting)

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS III.1 Analisis Perbandingan terhadap Sistem Lain

BAB III ANALISIS III.1 Analisis Perbandingan terhadap Sistem Lain BAB III ANALISIS Bab ini membahas mengenai analisis kebutuhan terkait e-voting. Analisis tersebut meliputi analisis terhadap sistem lain yang dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan model, analisis

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Protokol ini memiliki tiga komponen utama dalam implementasi penyelenggaraan pemilu yakni mesin voting, Central legitimization Agency (CLA), dan Central Tabulating Facilities

Lebih terperinci

RANCAN BANGUN SISTEM E-VOTING MENGGUNAKAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES

RANCAN BANGUN SISTEM E-VOTING MENGGUNAKAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES RANCAN BANGUN SISTEM E-VOTING MENGGUNAKAN PROTOKOL TWO CENTRAL FACILITIES Asep Taufik Muharram 1, Fitrah Satrya 2 1 Fakultas Sains Dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta JL. Ir. H. Juanda, No.

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

APLIKASI SECURE e-election DENGAN MEMANFAATKAN FUNGSI KRIPTOGRAFI DAN TEKNOLOGI FINGERPRINT UNTUK MENDUKUNG e-democracy

APLIKASI SECURE e-election DENGAN MEMANFAATKAN FUNGSI KRIPTOGRAFI DAN TEKNOLOGI FINGERPRINT UNTUK MENDUKUNG e-democracy APLIKASI SECURE e-election DENGAN MEMANFAATKAN FUNGSI KRIPTOGRAFI DAN TEKNOLOGI FINGERPRINT UNTUK MENDUKUNG e-democracy Panji Yudha Prakasa 1), Ikhsan Budiarso 2), Esti Rahmawati Agustina 3) 1,2,3) Lembaga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan tahapan yang akan dilakukan oleh penulis untuk memberikan gambaran serta kemudahana dalam melakukan penelitian. Berikut tahapan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II-1

TINJAUAN PUSTAKA II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka terkait dengan e-voting. Pertama, akan dijelaskan mengenai keterhubungan antara demokrasi (democracy), pemilihan umum (election), pemungutan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL PENYEMBUNYIAN INFORMASI TEROTENTIKASI SHELVIE NIDYA NEYMAN

PERANCANGAN PROTOKOL PENYEMBUNYIAN INFORMASI TEROTENTIKASI SHELVIE NIDYA NEYMAN PERANCANGAN PROTOKOL PENYEMBUNYIAN INFORMASI TEROTENTIKASI SHELVIE NIDYA NEYMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2015 BAWASLU. Pemilihan Umum. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

MUHAMMAD SYAIFUL FALAH

MUHAMMAD SYAIFUL FALAH 1 PERANCANGAN SISTEM ELECTRONIC VOTING (E-VOTING) BERBASIS WEB DENGAN MENERAPKAN QUICK RESPONSE CODE (QR CODE) SEBAGAI SISTEM KEAMANAN UNTUK PEMILIHAN KEPALA DAERAH Abstrak Pemilihan kepala daerah (pilkada)

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan pergantian pemimpin. Pemilu dalam skala besar dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan pergantian pemimpin. Pemilu dalam skala besar dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu mekanisme demokratis untuk melakukan pergantian pemimpin. Pemilu dalam skala besar dilakukan untuk memilih wakil-wakil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.117, 2012 POLITIK. PEMILU. DPR. DPD. DPRD. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB 1 PENDAHULUAN

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB 1 PENDAHULUAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demokrasi secara harfiah berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos atau kratein yang berarti kekuasaan. Demokrasi dapat diartikan secara sederhana sebagai

Lebih terperinci

Metode Autentikasi melalui Saluran Komunikasi yang Tidak Aman

Metode Autentikasi melalui Saluran Komunikasi yang Tidak Aman Metode Autentikasi melalui Saluran Komunikasi yang Tidak Aman Arie Karhendana NIM 13503092 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10, Bandung arie@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN 28 BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN Dalam bab tiga ini akan menjelaskan analisis sistem yang sedang berjalan dan pemecahan masalah. Analisis dan pemecahan masalah di dapat dari sumber data yang diperoleh

Lebih terperinci

No.851, 2014 BAWASLU. Perhitungan dan Pemungutan. Suara. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

No.851, 2014 BAWASLU. Perhitungan dan Pemungutan. Suara. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. No.851, 2014 BAWASLU. Perhitungan dan Pemungutan. Suara. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BAWASLU. Perlengkapan. Pemungutan Suara. Perencanaan. Pengadaan. Pendistribusian. Pengawasan. Tata Cara.

BERITA NEGARA. BAWASLU. Perlengkapan. Pemungutan Suara. Perencanaan. Pengadaan. Pendistribusian. Pengawasan. Tata Cara. No.396, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Perlengkapan. Pemungutan Suara. Perencanaan. Pengadaan. Pendistribusian. Pengawasan. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDISTRIBUSIAN PERLENGKAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 RANCANGAN KONSULTASI DPR RI PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan

Lebih terperinci

2 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2012

2 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2015 BAWASLU. Penghitungan Suara. Pilkada. Pemungutan Suara. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM I. UMUM Pemilihan Umum merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu), adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu), adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu), adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat,

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang pesat mengubah aktivitas manusia menjadi lebih mudah. Dalam hal berkomunikasi, sekarang masyarakat

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1225, 2017 KPU. Penyelenggaraan PEMILU. Tahapan, Program dan Jadwal. Tahun 2019. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN,

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2017 PEMERINTAHAN. Pemilihan Umum. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG Draf Final Baleg RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM I. UMUM Pemilihan Umum merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN

Lebih terperinci

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN, PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB Latar Belakang.

BAB Latar Belakang. BAB 1 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah bentuk sebuah kedaulatan rakyat yang bebas memilih dengan hati nurani masing-masing individu untuk memilih pemimpin maupun wakil rakyat secara langsung. Pemilihan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM,

KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SOSIALISASI DAN PENYAMPAIAN INFORMASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pemungutan suara menggunakan kertas suara. Sebagai contoh adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pemungutan suara menggunakan kertas suara. Sebagai contoh adalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem pemilihan ketua dari sebuah organisasi baik yang kecil maupun yang besar saat ini cenderung dilakukan dengan pemilihan langsung, dengan cara melakukan pemungutan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA DALAM PEMILIHAN

Lebih terperinci

1 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

1 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 1 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 1.1 Implementasi Implementasi merupakan kelanjutan dari kegiatan perancangan sistem dapat dipang sebagai usaha untuk mewujudkan sistem dirancang. Pada tahapan proses

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA

Lebih terperinci

PROTOTYPE DAN PENGUJIAN

PROTOTYPE DAN PENGUJIAN BAB V PROTOTYPE DAN PENGUJIAN Bab ini membahas mengenai implementasi pembuatan prototype sistem e-voting berbasis web. Pembuatan prototype berisi dua macam hal yaitu perancangan kelas dan perancangan interaksi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGADAAN DAN PENDISTRIBUSIAN PERLENGKAPAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARPESERTA PEMILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR : 03/Kpts-K/KPU-Kab-012.329506/2013 TENTANG PENETAPAN PEDOMAN TEKNIS ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH [LN 2008/51, TLN 4835] BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU PENYELENGGARA

Lebih terperinci

A. Kebutuhan Fungsional (FR= fungsional requirement) dari sistem e-voting yang dikembangkan yaitu :

A. Kebutuhan Fungsional (FR= fungsional requirement) dari sistem e-voting yang dikembangkan yaitu : A. Kebutuhan Fungsional (FR= fungsional requirement) dari sistem e-voting yang dikembangkan yaitu : 1. FR-01. Sistem harus mampu memfasilitasi proses pemilihan umum agar bisa disesuaikan dengan kondisi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2018 TENTANG PENYERAHAN SYARAT DUKUNGAN, PENELITIAN DAN VERIFIKASI PERSEORANGAN CALON PESERTA PEMILIHAN UMUM DAN PENCALONAN ANGGOTA DEWAN

Lebih terperinci

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DIAN KARTIKASARI, KOALISI PEREMPUAN INDONESIA DISKUSI MEDIA PUSKAPOL, PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM KPU DAN BAWASLU, JAKARTA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH DAN PENETAPAN DAFTAR PEMILIH DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PROTOKOL KEAMANAN DATA UNTUK SISTEM UJIAN ONLINE 1

RANCANGAN PROTOKOL KEAMANAN DATA UNTUK SISTEM UJIAN ONLINE 1 RANCANGAN PROTOKOL KEAMANAN DATA UNTUK SISTEM UJIAN ONLINE 1 Wahyu Noviani P. FMIPA, Universitas Terbuka, Tangerang Selatan Email korespondensi : novie@ut.ac.id Ujian merupakan salah satu tahapan evaluasi

Lebih terperinci

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo Pengantar Membaca peraturan perundang undangan bukanlah sesuatu yang mudah. Selain bahasa dan struktur, dalam hal Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tantangan ini bertambah dengan perubahan

Lebih terperinci

1 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

1 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 1 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 1.1 Analisa Sistem Berjalan Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan kegiatan pesta rakyat yang dilakukan setiap akhir masa jabatan seorang Gubernur dan Wakil Gubernur,

Lebih terperinci