UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA"

Transkripsi

1 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER) DITINJAU DARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMKITAL ( RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT ) DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT SKRIPSI SHELLY ZALLINA SUSTIAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015 i

2 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER) DITINJAU DARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMKITAL ( RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT ) DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi SHELLY ZALLINA SUSTIAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA 2015 ii

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk Telah saya nyatakan dengan benar Nama : Shelly ZallinaSustiawati NIM : Tanda Tangan : Tanggal : iii

4

5

6 ABSTRAK Shelly Zallina Sustiawati Farmasi Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antibiotik pada Pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk AedesAegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, sehingga pemberian antibiotic dalam pengobatan DHF tidak diperlukan kecuali jika terdapat komplikasi infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pemberian antibiotik pada penatalaksanaan pasien DHF. Penelitian ini dilakukan di RUMKITAL DR Mintohardjo Jakarta Pusat. Responden yang diambil adalah pasien dengan diagnose akhir DHF di RUMKITAL DR Mintohardjo Jakarta Pusat periode Data penelitian merupakan data sekunder yaitu dari catatan medik pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian antibiotik pada penderita DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL DR Mintohardjo masih cukup besar dilihat dari catatan medik pasien tersebut. Kata Kunci: Antibiotik, DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) vi

7 ABSTRACT Shelly Zallina Sustiawati Pharmacy Evaluation rationality of Antibiotics usage for Dengue Hemorrhagic Fever s Patient on RUMKITAL (Navy Hospital) Dr.Mintohardjo Central Jakarta. Dengue Hemorrhagic Fever is an infectious disease due to the dengue virus and transmitted through bites of Aedes Aegypti mosquitos. This disease could attack every single person and caused a death. In this case, antibiotics usage for Dengue Hemorrhagic Fever medicine treatment is not necessary, except if there s some secondary infection complication that cause of bacteria. The research done to know the illustrate of Antibiotics usage for the DHF Patients management. The Research held in RUMKITAL Dr.Mintohardjo Central Jakarta. And take a Dengue Hemorrhagic Fever Patient diagnostics in 2013 at RUMKITAL Dr.Mintohardjo as a Respondent. Research Data is a secondary data from Patient Medical Record. The Result shows that using antibiotics to Dengue Hemorrhagic Fever patient in RUMKITAL Dr.Mintohardjo still much enough from the patient medical records. Keywords : Antibiotics, DHF vii

8 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) Ditinjau dari Penggunaan Antibiotik di RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam mejalani kehidupan. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Instalasi Rekam Medik pada pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo, serta teori yang didapat dari berbagai literatur. Dalam menyelesaikan masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini tentu banyak berbagai kesulitan dan halangan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih penulis haturkan kepada: 1. BapakYardi, Ph.D., Apt sebagai Pembimbing I dan bapak Letkol Laut (K) Drs. R. E. Aritonang, M.Si., Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran da Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Ofa Suzanthi Betha, M.Si., Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan. 5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. viii

9 6. Segenap pegawai RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang telah memberikan bimbingan da bantuan selama penelitian di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta. 7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Adhan S.H dan Ibunda Niswatin yang selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang, dukungan moral, material, nasehat nasehat, serta lantunan doa di setiap waktu. 8. Masku Alvian Meydiananda, sahabatku Kurnia Anisah, S. Farm, adekku Nasrul Ja far dan Visa yang selalu memberikan arahan, semangat dan dukungan. 9. Teman teman di Program Studi Farmasi: Aina, Khulfa serta teman teman farmasi 2010 atas semangat dan kebersamaan kita selama perkuliahan berlangsung. 10. Teman teman seperjuangan selama penelitian di RUMKITAL Dr. Mintohardjo: LukLuk, Halida, Isti dan Rendy atas bantuan yang telah diberikan. 11. Teman teman White House: Nia, Shulcha, Alung, Hilma dan Reka atas semangat dan kebersamaan kita selama ini. Semoga tetap terjalin persaudaraan kita dan akan terus berlanjut. 12. Keluarga IKPI Jakarta 2010 (Nurfa, Arik, Tsalis, Ahep), keluarga besar IKPI Jakarta dan keluarga FORMALA serta saudara sekosan Elvin atas dukungan dan hiburan yang telah diberikan. 13. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Ciputat, 6 Juli 2015 Penulis ix

10 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Shelly Zallina Sustiawati NIM : Program Studi : Strata-1 Farmasi Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul: Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat pada Pasien DHF ( Dengue Hemorrhagic Fever) Ditinjau dari Penggunaan Antibiotik di RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang undang Hak Cipta. Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : Yang menyatakan, (Shelly Zallina Sustiawati) x

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PENGESAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIYAH... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Demam DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) Definisi Demam DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) Etiologi Patogenesis Rasionalitas Obat Antibiotik Definisi antibiotik Penggolongan antibiotik Penggunaan antibiotik BAB III METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Konsep xi

12 3.2 Desain Operasional Variabel Bebas VariabelTerikat Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Sampel Kriteria Sampel Sumber Data Analisa Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Data demografi Jenis kelamin Umur Data Hasil Analisis Tepat Diagnosis Penyakit Data Hasil Analisis Tepat Indikasi Data Hasil Analisis Tepat Obat Data Hasil Analisis Tepat Dosis Data Hasil Analisis Tepat Cara pemberian Data Hasil Analisis Tepat Lama Pemberian Data Hasil Analaisis Waspada Efek Samping Data Hasil Analisis Tepat Pasien Data Hasil Analisis Lama Perawatan Data laboratorium Kadar trombosit Kadar hematokrit Pembahasan Keterbatasan penelitian Pembahasan hasil penelitian Pasien DHF berdasarkan data demografi xii

13 Pasien DHF berdasarkan jenis kelamin Pasien DHF berdasarkan umur Analisis Pasien DHF Berdasarkan Hasil Diagnosis Analisa Tepat Indikasi Analisa Tepat Obat Analisis Tepat Dosis Analisis Tepat Cara Pemberian Analisis Tepat Lama Pemberian Analisa waspada efek samping Analisa Tepat Pasien Pasien DHF Berdasarkan Lama Perawatan Pasien DHF berdasarkan data laboratorium Pasien DHF berdasarkan kadar trombosit Pasien DHF berdasarkan kadar hematokrit BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 4.1 Kriteria pasien Data demografi pasien DHF berdasarkan jenis kelamin Data demografi pasien DHF berdasarkan umur Distribusi frekuensi pasien berdasarkan hasil diagnosis DHF Distribusi pemberian antibiotik pasien berdasarkan indikasi Distribusi antibiotik yang diberikan kepada pasien DHF Distribusi dosis obat yang diberikan kepada pasien DHF Distribusi antibiotik berdasarkan cara pemberian Distribusi lama pemberian antibiotik pasien DHF Distribusi frekuensi data klinis pasien Distribusi antibiotik berdasarkan kondisi pasien Distribusi frekuensi lama perawatan pasien Parameter laboratorium pasien berdasarkan kadar trombosit Distribusi frekuensi kadar hematokrit pasien xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Definisi kelompok umur Lampiran 2. Alur penelitian Lampiran 3. Surat izin melakukan penelitian di RUMKITAL Lampiran 4. Mintohardjo Surat permohonan izin pengambilan data Kabag Minmed RSMTH Lampiran 5. Surat permohonan izin pengambilan data Kasubbag Rawat Inap RSMTH xv

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthopod borne viruses (arboviruses) (Chen dkk, 2009). Pasien yang terinfeksi virus dengue akan terjadi respon berupa sekresi mediator vasoaktif yang berakibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan perembesan cairan ke ekstravaskuler (plasma kebocoran), sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Supriatna, 2010). Sampai saat ini belum ada terapi yang spesifik untuk DHF. Karena disebabkan oleh virus, maka pemberian antibiotik dalam pengobatan DHF tidak diperlukan kecuali jika terdapat infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri dan apabila terjadi DSS (Dengue Syok Syndrome), mengingat kemungkinan infeksi sekunder dapat terjadi dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Namun dalam beberapa kasus penanganan pasien DHF masih ditemukan pemberian antibiotik. Prinsip pengobatan demam berdarah adalah penggantian volume cairan akibat pembocoran plasma dan mempertahankan oksigenasi jaringan akibat syok hipovolemik (Hapsari, 2010). Pada penelitian yang dilakukaan oleh staff Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang, Afiana Rohmani dan Mery Tiyas Anggraini di rumah sakit Roemani Semarang tahun 2010, menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik yang tidak sesuai pada pasien DHF anak masih luas. Dengan hasil penderita DHF tanpa komplikasi sebesar 88%, sementara yang tidak mendapatkan antibiotik hanya 5%. Di samping itu, informasi yang didapat dari Departemen Farmasi RUMKITAL (Rumah Sakit Angkatan Laut) Dr. Mintohardjo bahwa dari catatan rekam medis pasien DHF ditemukan penggunaan antibiotik secara luas. Antibiotik merupakan obat untuk menghentikan atau menekan pertumbuhan kuman atau bakteri. Penggunaan antibiotik yang berlebihan (tidak rasional) pada beberapa kasus yang tidak tepat, dapat menyebabkan peningkatan 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17 2 biaya pengobatan dan efek samping dari pemberian antibiotik seperti terjadinya resistensi (Hooton dan Levy, 2001). Rasionalitas antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang didasarkan asas tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, serta waspada terhadap efek samping yang mungkin timbul dari pemberian antibiotik secara rasional. Penggunaan obat yang rasional lebih diarahkan pada pasien agar didapatkan hasil yang aman, efektif dan efisien (DepKes RI, 1997). Penggunaan Obat secara Rasional (POR) merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif (Swestika, 2013). Beberapa tahun terakhir, kasus DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) seringkali muncul di musim pancaroba, khususnya bulan januari di awal tahun. Karena itu, masyarakat perlu mengetahui penyebab penyakit DHF, mengenali tanda dan gejalanya, sehingga mampu mencegah dan menanggulangi dengan baik. Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DHF di 34 provinsi di Indonesia sebanyak orang dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita (Kemenkes, 2015) Berdasarkan data dari penelitian sebelumnya dan angka kejadian DHF di Indonesia serta informasi yang didapat dari Departemen Farmasi di RUMKITAL Dr. Mintohardjo, maka diperlukan kajian lebih lanjut mengenai rasionalitas penggunaan antibiotik. Oleh karena itu, peneliti hendak melakukan penelitian pada pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo mengenai evaluasi penggunaan obat antibiotik terhadap pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. 2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

18 3 1.2 Perumusan Masalah Apakah penggunaan antibiotik terhadap pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintoharjo sudah memenuhi konsep rasional. 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui gambaran pemberian antibiotik terhadap pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintoharjo Jakarta Pusat. Untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data data ilmiah yang memberikan informasi tentang penggunaan antibiotik terhadap pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan landasan bagi tenaga medis agar penggunaan antibiotik dapat mengikuti kaidah rasionalitas. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan obat pada pasien DHF ditinjau dari penggunaan antibiotik. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan analisis tepat interval waktu pemberian, obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, tepat informasi, tipat tindak lanjut (follow-up), tepat penyerahan obat (dispensing) dan kepatuhan pasien terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat. Karena data yang dikumpulkan merupakan data retrospektif sehingga tidak semua informasi dapat diperoleh dengan lengkap. 3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

19 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) Definisi DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut terutama menyerang pada anak anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian (Depkes, 2006). Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue di jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan. Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas (Depkes, 2006). Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue adalah penyakitr menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak (Nursalam, 2005) Etiologi Penyebab demam berdarah adalah virus dengue sejenis arbovirus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Virus dengue penyebab demam berdarah termasuk group B Arthopod borne virus (arbovirusess) dan sekarang dikenal sebagai genus flavirus, family flaviridae dan mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Ternyata DEN 2 dan DEN 3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. Dalam hal ini penularan melibatkan tiga faktor yaitu manusia, virus dan virus perantara. Nyamuk nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue kepada manusia baik secara langsung, yaitu setelah menggigit orang yang 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

20 5 sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8 10 hari. Pada manusia diperlukan waktu 4 6 hari atau hari sebelum menjadi sakit setelah virus masuk dalam tubuh (Nursalam, 2005). Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi pertama kali dapat memberi gejala sebagai demam dengue. Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DHF dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya (Mansjoer, 2000) Patogenesis a. Proses perjalanan penyakit Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dimana virus tersebut akan masuk ke aliran darah, maka terjadilah viremia (virus dalam aliran darah). Kemudian aliran darah beredar ke seluruh tubuh maka virus tersebut dapat dengan mudah menyerang organ tubuh manusia. Paling banyak organ yang terserang adalah system gastrointestinal, hepar, pembuluh darah dan pada reaksi imunologi. Jika virus masuk ke dalam system gastrointestinal maka tidak jarang pasien mengeluh mual, muntah dan anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue tersebut mengganggu system kerja hepar, dimana salah satunya adalah tempat sintesis dan oksidasi lemak, namun karena hati terserang virus dengue maka hati tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut menjadi benda benda keton, sehingga akan menyebabkan pembesaran hepar atau hepatomegali, dimana pembesaran hepar ini akan menekan abdomen dan menyebabkan distensi abdomen. Virus dengue juga masuk ke pembuluh darah dan menyebabkan peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang mana akan menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia) dan 5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

21 6 faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat. Dapat terjadi kebocoran plasma yang akan menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian. Bila virus bereaksi dengan antibody maka mengaktivasi system komplemen untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah atau terjadi demam, dimana dapat terjadi DHF dengan derajat I, II, II, IV (Mansjoer, 2000). b. Manifestasi klinik Standar DHF menurut WHO (1997) yang telah ditetapkan tanda klinis, yaitu: a) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 7 hari (tanpa sebab yang jelas) b) Manifestasi perdarahan, termasuk paling tidak setelah di uji dengan tourniquet positif dan tampak bentuk lain perdarahan spontan (petechia, purpura, echimosis, epistaksis, perdarahan gusi dan hematemesis melena) c) Pembesaran hati d) Syok, yang ditandai nadi cepat dan lemah (130 x/menit), disertai oleh tekanan darah menurun (tekanan systole manurun sampai 80 mmhg atau kurang) dan kulit yang teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung hidung, jari dan kaki. Penderita mengalami gelisah serta timbul sianosis di sekitar mulut. c. Klasifikasi Berdasarkan derajat beratnya DHF secara klinis dibagi sebagai berikut (Mansjoer, 2005): a) Derajat I (ringan) Terdapat demam mendadak selama 2 7 hari disertai gejala klinis lain dengan manifestasi perdarahan teringan yaitu uji tourniquet positif. 6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

22 7 b) Derajat II (sedang) Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan yang lebih hebat seperti: ptikie, purpura, ekimosis dan perdarahan konjugtiva. c) Derajat III Didapatkan perdarahan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah tekanan menurun (20 mmhg) hipotens, sianosis disekira mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah. d) Derajat IV Terdapat dengue syok syndrome (DSS) dengan nadi dan tekanan darah yang tidak terukur. d. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah (Hidayat, 2004) diantaranya: a) Perdarahan gastrointestinal karena trombositopenia serta terganggunya fungsi trombosit di samping difisiensi yang ringan atau sedang. b) Syok hipovolumik karena kekurangan plasma sampai 20% atau lebih, menghilangnya plasma melalui endhotelium ditandai dengan peningkatan hematokrit yang menyebabkan asidosis metabolik, bahkan menimbulkan kematian. c) Efusi pleura terjadi karena kerusakan dinding pembuluh darah bersifat sementara, dengan pemberian cairan yang cukup syok dapat di atasi dari efusi pleura biasanya menghilang setelah beberapa kali perawatan. d) Kegagalan sirkulasi darah terjadi karena pembuluh darah terhadap protein plasma dan efusi pada ruang serosa di bawah peritoneal pleura. 7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

23 8 2.2 Rasionalitas Obat Penggunaan Obat secara Rasional (POR) merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif. WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat. Tujuan dari penggunaan obat rasional yaitu untuk menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau. Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: a. Tepat Diagnosis Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. b. Tepat Indikasi Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri. 8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

24 9 c. Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit. d. Tepat Dosis Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan. e. Tepat Cara Pemberian Obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivitasnya. f. Tepat Interval Waktu Pemberian Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam. g. Tepat Lama Pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing masing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan. h. Waspada Terhadap Efek Samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian dengan dosis terapi, karena itu 9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

25 10 muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah d wajah. i. Tepat Penilaian Kondisi Pasien Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna. j. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB. k. Tepat Informasi Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. l. Tepat Tindak Lanjut (follow-up) Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tidak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. m. Tepat Penyerahan Obat (dispensing) Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Dalam menyerahkan obat juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien. n. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut: Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak 10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

26 11 Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering Jenis sediaan obat terlalu beragam Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara minum/menggunakan obat Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan (urin menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu (KemenKes RI, 2011). 2.3 Antibiotik Definisi Antibiotik Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri ( Mitrea, 2008 ). Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang menghambat pertumbuhan atau membunuh organisme yang lain ( Michael, 2006 ) Penggolongan Antibiotik Penggolongan antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik Berdasarkan strukturnya kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: a) Golongan Aminoglikosida, antara lain amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin. b) Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan karbapenem (ertapenem, iipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen 11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

27 12 antibacterial yang dihasilkan dari jamur jenis Penicillium chrysognum. c) Golongan Glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin. d) Golongan Poliketida, antara lain golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klariromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin). e) Golongan Polimiksin, antara polimiksin dan kolistin. f) Golongan Kinolon (fluorokinolon), antara lain asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin dan trovafloksasin. g) Golongan Streptogramin, antara lain pristinamycin, virginiamycin, mikamycin dan kinupristin-dalfopristin. h) Golongan Oksazolidinon, antara lain linezaolid. i) Golongan Sulfonamida, antara lain kotrimoksazol dan trimetoprim. j) Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat. 2. Berdasarkan toksisitas selektif Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid ( Farmakologi dan terapi edisi 5, 2008 ). Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan agen bakterisida membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi akhir patogen bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien immunocompromised dimana menggunakan agen agen bakterisida (Michael, 2006). Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing masing 12 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

28 13 dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Famakologi dan terapi edisi 5, 2008). 3. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: a) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri Memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel. Contohnya antara lain golongan beta-laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, basitrasin, fosfomycin dan daptomycin. b) Inhibitor sintesis protein bakteri Memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara mengganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel sel normal dan menghambat tahap tahap sintesis protein. Obat obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol. c) Menghambat sintesa folat Mekanisme kerja ini terdapat pada obat obat seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam paraaminobenzoat), pteridin dan glutamate. Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa senyawa antimikroba. d) Mengubah permeabilitas membran sel 13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

29 14 Memiliki efek bakteriostatik dan bakterisidal dengan menhilangkan permeabilitas membran dan oleh karena hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat obat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, kolistin. e) Mengganggu sintesis DNA Mekanisme kerja ini terdapat pada obat obat seperti metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat obat ini menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga menghambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA. f) Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin (Janet, 2006 dan Hayes, 1996). 4. Berdasarkan aktivitas antibiotik Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: a) Antibiotik spektrum luas (broad spectrum) Contohnya seperti tetrsiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas. b) Antibiotik spekrtum sempit (narrow spectrum) Golongan ini terutama efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal daripada antibiotik berspektrum luas (Hayes, 1996). 14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30 15 5. Berdasarkan daya hambat antibiotik Terdapat 2 daya hambat antibiotik terhadap kuman yaitu ( Farmakologi dan terapi edisi 5, 2008): a) Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya hambat maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid dan eritromisin. b) Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya hambat maksimal jika kadarnya relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama. Contohnya pada antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon dan ketolid Penggunaan Antibiotik Pemakaian obat secara rasional berarti hanya menggunakan obat obatan yang telah terbukti keamanan dan efektifitasnya dengan uji klinik. Suatu pengobatan dikatakan rasional bila memenuhi beberapa kriteria tertentu. Kriteria pemakaian obat secara rasional meliputi (DepKes RI, 1997) : tepat indikasi, tepat obat, tepat penderita, tepat dosis dan cara pemakaian serta waspada efek samping. Peresepan dan penggunaan antibiotik yang terlalu berlebihan dapat memicu terjadinya resistensi antibiotik. Atas indikasinya penggunaan antibiotik dapat digolongkan menjadi antibiotik untuk terapi definitif, terapi empiris dan terapi profilaksis. Terapi secara definitif hanya digunakan untuk mengobati infeksi karena bakteri, untuk mengetahui bahwa infeksi tersebut disebabkan karena bakteri, dokter dapat memastikannya dengan kultur bakteri, uji sensitivitas, tes serologi dan tes lainnya. Pada terapi empiris, pemberian antibiotik diberikan pada kasus 15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

31 16 infeksi yang belum diketahui jenis kumannya seperti pada kasus gawat karena sepsis, pasien imunokompromise dan sebagainya. Terapi antibiotik pada kasus ini diberikan berdasarkan data epidemiologi kuman yang ada. Sedangkan terapi profilaksis adalah terapi antibiotik yang diberikan untuk pencegahan pada pasien yang rentan terkena infeksi. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik yang berspektrum sempit dan spesifik ( Vindi, 2009 ). 16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

32 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Variabel Luar Penggunaan antibiotik Penggunaan rasional Tepat diagnosis Tepat indikasi Tepat obat Tepat dosis Tepat cara pemberian Tepat lama pemberian Waspada efek samping Tepat pasien Penggunaan tidak rasional Ketersediaan sarana diagnostik Promosi obat Ketersediaan obat Permintaan pasien 3.2 Desain Operasional Variabel Bebas Penggunaan Obat Antibiotik Pada Pasien DHF Definisi: obat antibiotik yang digunakan pada pengobatan DHF. Skala : Nominal Kategori : a. Golongan Aminoglikosida b. Golongan Beta-Laktam c. Golongan Glikopeptida d. Golongan Poliketida e. Golongan Polimiksin f. Golongan Kinolon 17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

33 18 g. Golongan Streptogramin h. Golongan Oksazolidinon i. Golongan Sulfonamida j. Kloramfenikol k. Klindamisin l. Asam Fusidat Variabel Terikat Tepat Diagnosis Definisi: penggunaan obat sesuai dengan diagnosis pasien Skala : Nominal Kategori : i. Tepat ii. Tidak tepat Tepat Indikasi Definisi: penggunaan obat sesuai indikasi berdasarkan diagnosis pasien. Skala : Nominal Kategori : i. Tepat ii. Tidak tepat Tepat Obat Definisi: pemilihan obat antibiotik pada pasien DHF berdasarkan pengobatan. Skala : Nominal Kategori : i. Tepat ii. Tidak tepat Tepat Dosis Definisi: ketepatan pemberian dosis antibiotik pada pasien DHF. 18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

34 19 Skala : Nominal Kategori : i. Tepat ii. Tidak tepat Tepat Cara Pemberian Definisi: ketepatan cara pemberian obat berdasarkan kondisi dan keadaan pasien. Skala : Nominal Kategori : i. Tepat ii. Tidak tepat Tepat Lama Pemberian Definisi: lama pemberian obat sesuai dengan penyakit pasien. Skala : Nominal Kategori : i. Tepat ii. Tidak tepat Efek Samping Definisi: efek samping yang ditimbulkan akibat pemberian obat antibiotik pada pasien DHF. Skala : Nominal Kategori : i. Ada ii. Tidak ada Tepat Pasien Definisi: obat yang digunakan pasien mempertimbang kondisi individu pasien yang bersangkutan. Skala : Nominal 19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

35 20 Kategori : i. Tepat ii. Tidak tepat 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret Mei Sedangkan lokasi penelitian dilakukan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jl. Bendungan Hilir No. 17, Jakarta Pusat Telp. (021) (021) Fax. (021) Indonesia. 3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu pengambilan data dilakukan dari catatan medis pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) yang ada di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. 3.5 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Populasi penelitian adalah semua catatan medis pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat pada periode tahun Sampel Sampel adalah semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dari pasien DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada periode tahun 2013 sebanyak 26 pasien. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian. 20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

36 Kriteria sampel a) Kriteria inklusi Pasien dengan diagnosa penyakit DHF dengan atau tanpa disertai infeksi sekunder. Pasien dengan catatan medis yang lengkap. b) Kriteria eksklusi Pasien yang pindah ke Rumah Sakit lain sebelum terapi selesai dilaksanakan. 3.7 Sumber Data Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang didapatkan dari catatan medis antara lain: a. Nama antibiotik b. Indikasi c. Dosis d. Lama pemberian e. Cara pemberian f. Jenis penggunaan g. Data demografi (umur, jenis kelamin) h. Data klinis i. Data laboratorium 3.8 Analisa Data Analisis data dilakukan secara analisa deskriptif. Analisa deskriptif dilakukan dengan menguraikan data data yang didapatkan dari catatan medis antara lain nama antibiotik, indikasi, dosis, lama pemberian, cara pemberian, jenis pemberian, data demografi (umur, jenis kelamin), data klinis dan data laboratorium pasien. 21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

37 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari jumlah 52 sampel pasien Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dengan jumlah 26 pasien diberikan antibiotik dan jumlah 26 pasien tidak diberikan antibiotik yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Angkatan Laut (RUMKITAL) Dr. Mintohardjo. Data tersebut diambil dari bagian Instalasi Rekam Medik, untuk melihat gambaran dari setiap pemberian obat antibiotik terhadap pasien DHF di RUMKITAL Dr. Mintohardjo yang diteliti sesuai dengan kriteria inklusi. Sedangkan dari jumlah 24 data dengan kriteria eksklusi, sehingga total sampel yang didapat sebesar 76 sampel. Tabel 4.1 Kriteria pasien DHF Kriteria Jumlah pasien N % Diberikan antibiotik Tidak diberikan antibiotik Total *N: jumlah pasien 4.2. Data demografi Jenis kelamin Tabel 4.2 Data demografi pasien DHF berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Jumlah pasien DHF N % Laki laki 24 46,6 Perempuan 28 53,8 Total *N: jumlah pasien Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 52 pasien DHF yang diambil datanya secara retrospektif terlihat jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan (53,8%) dan selebihnya adalah laki laki (46,6%). 22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

38 Umur Tabel 4.3 Data demografi pasien DHF berdasarkan umur (ICD-10 WHO,1992) Umur (tahun) Jumlah pasien DHF N % < 1 tahun tahun 29 55, tahun 21 40, tahun 1 2 >65 tahun 0 0 Total *N: jumlah pasien Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 52 pasien DHF yang diambil datanya terlihat umur yang paling banyak adalah 1 14 tahun sebesar 29 pasien (55,7%), diikuti oleh umur tahun sebesar 21 pasien (40,4%), umur dibawah 1 tahun sebesar 1 pasien (2%), umur sebanyak 1 pasien (2%) dan tidak ada pasien yang berumur diatas 45 tahun. Pengelompokkan umur diatas menurut ICD-10 WHO, Data Hasil Analisis Tepat Diagnosis Penyakit Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pasien berdasarkan Hasil Diagnosis DHF Diagnosis Tanpa infeksi sekunder Dengan infeksi sekunder *Trombosit <100. Diagnosis Diagnosis >150. Diagnosis 000* Tpt Tdk * Tpt Tdk 000* Tpt Tdk Berdasarkan data tabel di atas dapat diketahui bahwa pasien DHF berdasarkan diagnosis adalah DHF tanpa infeksi sekunder dengan trombosit < sebesar 29 pasien (55,7%) dari 52 pasien merupakan tepat diagnosis, dengan trombosit pasien (38 %) dari 52 pasien merupakan tepat diagnosis dan dengan trombosit > tidak ada. Semetara pasien DHF yang disertai infeksi sekunder dengan trombosit < terdapat 2 pasien 23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

39 24 merupakan tepat diagnosis, dengan trombosit ada 7 pasien termasuk tepat diagnosis dan dengan trombosit > terdapat 3 pasien (5,7 %) dari 52 pasien yang merupakan tepat diagnosis Data Hasil Analisis Tepat Indikasi Tabel 4.5 Distribusi pemberian antibiotik pasien berdasarkan indikasi Tanpa Indikasi Indikasi Indikasi Obat disertai Tpt Tdk Tpt Tdk Tpt Tdk Tifoid ISPA infeksi sekunder Antibiotik Tanpa AB Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pemberian antibiotik pada pasien DHF dengan indikasi tanpa disertai infeksi sekunder adalah cukup tinggi yaitu 19 pasien (36,53 %) dari 52 pasien merupakan tidak tepat indikasi. Sedangkan pasien DHF dengan indikasi disertai infeksi tifoid ada 2 pasien dan ISPA ada 5 pasien termasuk tepat indikasi. Sementara pasien DHF tanpa disertai infeksi sekunder yang tidak diberikan antibiotik sebanyak 21 pasien (40,38 %) dari 52 pasien merupakan tepat indikasi. Sedangkan pasien DHF yang disertai infeksi tifoid ada 1 pasien dan ISPA ada 4 pasien termasuk tidak tepat indikasi Data Hasil Analisis Tepat Obat Tabel 4.6 Distribusi Antibiotik yang diberikan kepada pasien DHF Tanpa Obat Obat Obat Antibiotik disertai Tpt Tdk Tifoid Tpt Tdk ISPA Tpt Tdk infeksi Seftriakson Sefiksim Sefadroksil Siprofloksasin Sefotaksim Amoksisilin Tanpa AB Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pemberian antibiotik pada pasien DHF dengan diagnosis tanpa disertai infeksi adalah cukup tinggi yaitu 13 pasien 24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

40 25 (25 %) dari 52 pasien. Antibiotik yang paling banyak diberikan adalah seftriakson sebanyak 19 pasien, merupakan tidak tepat obat. Sedangkan pasien DHF dengan diagnosis disertai infeksi tifoid 1 pasien dan ISPA 3 pasien yang diberikan seftriakson dapat dikatakan tepat obat. Sementara pasien DHF dengan diagnosis tanpa disertai infeksi yang tidak diberikan antibiotik sebanyak 21 pasien (40,38 %) dari 52 pasien merupakan tepat obat. Sedangkan pasien DHF dengan diagnosis disertai infeksi tifoid yang tidak diberikan antibiotik 1 pasien dan ISPA 4 pasien termasuk tidak tepat obat Data Hasil Analisis Tepat Dosis Tabel 4.7 Distribusi dosis obat yang diberikan kepada pasien DHF Umur (tahun) Jumlah Berat Dosis Dosis Dosis pasien DHF badan pemakaian literatur* N % Tpt Tdk o < 1 tahun 1 3,8 Seftriakson Sefikisim Siprofloksasin Sefadroksil Sefotaksim 6,5 kg 1 3,8 2x300 mg mg /kg/hr Amoksisilin o 1 14 tahun 16 61,5 Seftriakson 5 19,2 2x1 g Anak > 3 11,5 1x1 g 12 th ,8 2x400 mg mg/hr 1 3,8 1x1 ½ dan anak < 12 th 125 mg/hr Sefikisim 25 kg 1 3,8 1x1 kapsul 8 36 kg 1 3,8 3x1 kapsul mg/kg/hr. Maks. 400 mg/hr Siprofloksasin 45 kg 1 3,8 2x500 mg 250 mg 2x/hr Sefadroksil 22 kg 1 3,8 3x300 mg kg 1 3,8 3x400 mg mg/kg/hr 23 kg 1 3,8 2x250 mg maks. 2 g/hr 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

41 26 Sefotaksim Amoksisilin o tahun 9 34,6 Seftriakson 7 26,9 2x1 g 1-2 g tiap jam Sefikisim 1 3,8 2x1 kapsul 400 mg/hr Siprofloksasin Sefadroksil Sefotaksim Amoksisilin 1 3,8 2x500 mg mg tiap 8 jam maks. 2-3 g/hr o tahun 0 0 Seftriakson Sefikisim Siprofloksasin Sefadroksil Sefotaksim Amoksisilin o >65 tahun 0 0 Seftriakson Sefikisim Siprofloksasin Sefadroksil Sefotaksim Amoksisilin Total *Pediatric Dosage Handbook Tabel di atas menunjukkan antibiotik yang tidak tepat dosis antara lain seftriakson untuk pasien umur 1 14 tahun, sefiksim untuk pasien 1 14 tahun dengan dosis yang kurang yaitu 1x 1 kapsul dan siprofloksasin untuk pasien umur 1 14 tahun. Sedangkan antibiotik yang termasuk tepat dosis antara lain sefotaksim untuk pasien denganumur < 1 tahun, sefiksim untuk pasien umur 1 14 tahun dengan dosis 3x1 kapsul, sefadroksil untuk pasien umur 1 14 tahun, seftriakson untuk pasien umur tahun, sefiksim untuk pasien umur tahun dan amoksisilin untuk pasien umur tahun. 26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

42 Data Hasil Analisis tepat Cara Pemberian Tabel. 4.8 Distribusi antibiotik berdasarkan cara pemberian Nama antibiotik Cara pemberian Ketepatan Oral Injeksi Tepat Tidak Seftriakson Sefiksim Siprofloksasin Sefadroksil Sefotaksim Amoksisilin Dari tabel di atas menunjukkan bahwa semua cara pemberian antibiotik dapat dikatakan tepat cara pemberian Data Hasil Analisis Tepat Lama Pemberian Tabel 4.9 Distribusi lama pemberian antibiotik pasien DHF Nama 1-3 Ktepatn 4-6 Ktepatn 7-9 Ktepatn >9 Ktepatn antibiotik hr* Tpt Tdk hr* Tpt Tdk hr* Tpt Tdk hr* Tpt Tdk Seftriakson Sefiksim 1 2 Sefadroksil 1 2 Siprofloksasin 1 Sefotaksim 1 Amoksisilin 1 *Lama Pemberian Dari tabel diatas dapat diketahui lama pemberian antibiotik yang paling banyak adalah selama 4 6 hari merupakan tepat lama pemberian. Terdapat pula lama pemberian selama 1 3 hari, 7 9 hari dan > 9 hari merupakan tidak tepat lama pemberian. 27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

43 Data Hasil Analisis Waspada Efek Samping Tabel 4.10 Distribusi frekuensi data klinis pasien Keluhan Jumlah pasien DHF N dg antibiotik N tanpa antibiotik Demam/panas Mual/muntah Pusing/sakit kepala Lemas 9 3 Batuk/pilek 7 5 Mimisan 2 1 Nyeri ulu hati 2 2 Nyeri sendi/nyeri otot 2 7 Bintik bintik merah 1 2 Diare 0 2 *N: jumlah pasien Dari data tabel di atas menunjukkan bahwa pasien DHF yang diberikan antibiotik maupun tidak diberikan tanpa antibiotik, paling banyak mengalami keluhan demam atau panas yaitu sebesar 23 pasien untuk pasien DHF yang diberikan antibiotik dan 24 pasien untuk pasien DHF yang tidak diberikan antibiotik. Kemudian masing masing 17 pasien mengalami keluhan mual dan muntah untuk pasien DHF dengan antibiotik dan tanpa antibitik. Diare adalah keluhan paling sedikit yang dialami pasien DHF yaitu sebanyak 2 pasien yang tidak diberikan antibiotik Data Hasil Analisis Tepat Pasien Tabel 4.11 Distribusi Antibiotik berdasarkan kondisi pasien Pasien Kelainan Kerusakan Keterangan Alergi Umur ginjal hati Tepat Tidak A < 1 tahun B tahun C tahun 28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

44 29 Tabel diatas menunjukkan bahwa tidak ada pasien yang mempunyai kelainan ginjal, kerusakan hati atau riwayat alergi. Data yang ada untuk menentukan ketepatan pasien hanya data umur pasien. Dilihat dari data umur yang ada, menunjukkan semua tepat pasien Data Hasil Analisis Lama perawatan Tabel 4.12 Distribusi frekuensi lama perawatan pasien Lama perawatan Jumlah pasien DHF N % 1 3 hari 15 28,8 4 6 hari hari 3 5,7 >9 hari 1 2 Total *N: jumlah pasien Dari data tabel diatas dapat diketahui bahwa lama perawatan pasien DHF terbanyak adalah 4 6 hari yaitu 33 pasien (63%), diikuti terbanyak kedua adalah 1 3 hari yaitu sebanyak 15 pasien (28,8%). Selanjutnya 7 9 hari sebanyak 3 pasien (5,7%) dan paling sedikit pasien DHF dengan lama perawatan selama lebih dari 9 hari yaitu 1 pasien (2%) Data laboratorium Parameter laboratorium yang dijadikan acuan adalah kadar trombosit dan hematokrit. Distribusi frekuensi kadar trombosit dan hemtokrit pada sampel pasien DHF pada saat dating ke RS adalah sebagai berikut: Kadar trombosit Tabel 4.13 Parameter laboratorium pasien berdasarkan kadar trombosit Kadar trombosit Jumlah pasien DHF N % < (trombositopenia) 29 55, (trombositopenia ringan) > ,7 Total *N: jumlah pasien 29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pelayanan Informasi Obat a. Definisi PIO (pelayanan informasi obat) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE ANAK DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG TAHUN 2010

PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE ANAK DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG TAHUN 2010 Seminar Hasil-Hasil Penelitian LPPM UNIMUS 2012 ISBN : 978-602-18809-0-6 PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE ANAK DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG TAHUN 2010 Afiana Rohmani* dan Merry

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Infeksi Nosokomial (INOS) Infeksi nosokomial (INOS) adalah infeksi yang tidak timbul atau mengalami inkubasi sebelum dirawat di rumah sakit, tetapi terjadi

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 ) BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.

Lebih terperinci

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan masyarakat utama bagi negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini merupakan penyebab utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Author : Hirawati, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk Definisi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN 13 BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Teori Virus Dengue Lingkungan Vektor (Nyamuk) Host (Manusia) Faktor Demografis Jenis Kelamin Umur Demam Berdarah Dengue (DBD) Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam dengue / DD dan Demam Berdarah Dengue / DBD (Dengue Haemorrhagic Fever / DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR KEASLIAN KARYA TULIS

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR KEASLIAN KARYA TULIS ABSTRAK PERBEDAAN RERATA JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN MANIFESTASI PERDARAHAN NEGATIF-RINGAN DAN SEDANG-BERAT DI RSUP SANGLAH TAHUN 2015 Trombositopenia adalah salah satu dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti yang banyak ditemukan di

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI Oleh Siska Yuni Fitria NIM 042010101027 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Dengue telah menjadi masalah kesehatan masyarakat tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia internasional. Infeksi Dengue terutama Dengue Haemorrhagic

Lebih terperinci

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik Yori Yuliandra, S.Farm, Apt Infeksi kontaminasi tubuh/ bagian tubuh oleh agen penginfeksi Agen penginfeksi jamur, bakteri, virus, protozoa Antiinfeksi obat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh: REVTY AMELIA K100070004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

Hasil Uji Statistik Trombosit Range dengan. Perdarahan Kulit dan Perdarahan Mukosa 64

Hasil Uji Statistik Trombosit Range dengan. Perdarahan Kulit dan Perdarahan Mukosa 64 14 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Frekuensi Karakteristik Trombosit, Perdarahan Kulit, Petechiae, Perdarahan Mukosa, Epistaxis, Perdarahan Gusi, Melena 60 Hasil Uji Statistik Trombosit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil RSUP H. Adam Malik Medan RSUP H. Adam Malik Medan adalah unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA Rizki Khairunnisa*, Hajrah, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009)

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) SKRIPSI Oleh : Raden Yudho Pramono NIM. 042210101033 BAGIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan FKUI, 2002:Hal

Lebih terperinci

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG ABSTRAK GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG Listiyani Halim, 2010, Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes Pembimbing II : Indahwaty,

Lebih terperinci

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotik Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh bakteri, terdapat banyak jenis antibiotik yang bekerja secara berbeda terhadap bakteri, biasanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

ABSTRAK INSIDENSI TIPE PENYAKIT INFEKSI DENGUE PADA ANAK USIA 0 15 TAHUN DI RS. IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2005

ABSTRAK INSIDENSI TIPE PENYAKIT INFEKSI DENGUE PADA ANAK USIA 0 15 TAHUN DI RS. IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2005 ABSTRAK INSIDENSI TIPE PENYAKIT INFEKSI DENGUE PADA ANAK USIA 0 15 TAHUN DI RS. IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2005 Yosef Parulian Situmorang, 2007; Pembimbing I: Fanny Rahardja, dr., M.Si. Pembimbing II: Endah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

PADA ANAK YANG SKRIPSI

PADA ANAK YANG SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANALGETIK PADA ANAK YANG MENDERITA DEMAM BERDARAH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO PERIODE TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : HERMANINGRUM TRISNOWATI K 100 060

Lebih terperinci

Divisi Infeksi Tropis Bagian IKA FK USU Medan

Divisi Infeksi Tropis Bagian IKA FK USU Medan DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ( D H F ( Divisi Infeksi Tropis Bagian IKA FK USU Medan DHF adalah suatu demam akut yang disebabkan oleh 4 serotipe dari virus Dengue PENYEBAB : Group : B. Arbovirus Sub group

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh virus dengue dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegeypti. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT PEMBERIAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN DHF DI SMF PENYAKIT DALAM RSUD DR. SOEBANDI JEMBER SKRIPSI

ANALISIS MANFAAT PEMBERIAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN DHF DI SMF PENYAKIT DALAM RSUD DR. SOEBANDI JEMBER SKRIPSI //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //d //d //d ANALISIS

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI. Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt

FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI. Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt Disusun oleh kelompok 2 1.Afifah ( 1648201110103 ) 2. Annisa Husna (1648201110107) 3. Debi Karlina Indriani (1648201110111 )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi sampai saat ini masih termasuk jenis penyakit yang hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

Kata Kunci: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), Dengue Shock Syndrome (DSS), morbiditas, mortalitas. Universitas Kristen Maranatha

Kata Kunci: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), Dengue Shock Syndrome (DSS), morbiditas, mortalitas. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PREVALENSI DAN MORTALITAS PADA ANAK-ANAK AKIBAT DENGUE HEMORRHAGIC FEVER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JANUARI 2006 SAMPAI DENGAN DESEMBER 2006 Dharma Indraprasta, 2007; Pembimbing: H. Tisna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia karena prevalensinya yang cenderung meningkat serta penyebarannya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak dengan mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting bagi masyarakat, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Obat yang sering diresepkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF. oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropodborne

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF. oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropodborne BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. diseluruh penjuru dunia dengan kejadian tertinggi dibeberapa daerah tropis seperti

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. diseluruh penjuru dunia dengan kejadian tertinggi dibeberapa daerah tropis seperti BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi virus dengue yang dikenal sebagai penyakit arbovirus telah tersebar diseluruh penjuru dunia dengan kejadian tertinggi dibeberapa daerah tropis seperti

Lebih terperinci

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan antara jumlah trombosit dengan kejadian pada pasien DBD (DSS) anak ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Bantul pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori. digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi telah didapatkan data-data penelitian yang disajikan dalam tabel pada Bab IV. Pada penelitian ini didapatkan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Oleh NOVIA TUNGGAL DEWI K 100 100 027 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TYPHOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010 SKRIPSI

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TYPHOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010 SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TYPHOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh : HIDAYATUL FITRIYAH K 100 070 038 Oleh : HIDAYATUL

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MENGENAL PEI\IYAKIT DEMAM BERDARAH PENDAHULUAN penderita dan keluarganya, karena kurangnya pengertian dan pemahaman tentang

bio.unsoed.ac.id MENGENAL PEI\IYAKIT DEMAM BERDARAH PENDAHULUAN penderita dan keluarganya, karena kurangnya pengertian dan pemahaman tentang MENGENAL PEI\IYAKIT DEMAM BERDARAH Oleh. DTa. HEXA APRILIANA HIDAYAH' MS. PENDAHULUAN Dalam masa peralihan menuju kemajuan, masyarakat akan berhadapan juga dengan timbulnya penyakit-penyakit, baik itu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANALGETIK PADA ANAK YANG MENDERITA DEMAM BERDARAH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO PERIODE TAHUN 2009

EVALUASI PENGGUNAAN ANALGETIK PADA ANAK YANG MENDERITA DEMAM BERDARAH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO PERIODE TAHUN 2009 EVALUASI PENGGUNAAN ANALGETIK PADA ANAK YANG MENDERITA DEMAM BERDARAH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO PERIODE TAHUN 2009 NASKAH PUBLIKASI Oleh : HERMANINGRUM TRISNOWATI K 100060139

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama hampir dua abad penyakit Demam Berdarah (DB) disejajarkan

BAB I PENDAHULUAN. Selama hampir dua abad penyakit Demam Berdarah (DB) disejajarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad penyakit Demam Berdarah (DB) disejajarkan dengan pilek atau diare yaitu sebagai penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Namun sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan

BAB I PENDAHULUAN. (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhage Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia

Lebih terperinci

Untuk mendiagnosia klinik DBD pedoman yang dipakai adalah yang disusun WHO :

Untuk mendiagnosia klinik DBD pedoman yang dipakai adalah yang disusun WHO : Musim hujan, akan merupakan yangdiharaplkan nyamuk untuk berkembang biak dan siap mencari mangsa, terutama nyamuk Aedes Aegity penyebab DBD. Hati- hati... Dewasa ini penyakit DBD masih merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,

Lebih terperinci

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009 PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009 Oleh : Hairil Azhar Bin Mohamad Nordin 070100444 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan.demam tifoid dapat dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA

POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA 1211013016 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017 ii iii KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

GAMBARAN SEROLOGIS IgG-IgM PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DI RSUP SANGLAH PERIODE JULI-AGUSTUS 2014 ABSTRAK

GAMBARAN SEROLOGIS IgG-IgM PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DI RSUP SANGLAH PERIODE JULI-AGUSTUS 2014 ABSTRAK GAMBARAN SEROLOGIS IgG-IgM PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DI RSUP SANGLAH PERIODE JULI-AGUSTUS 204 Putu Gde Hari Wangsa, A.A. Wiradewi Lestari 2 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh : RIRIN DYAH AYU APRILIA K 100080057 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 1) EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013-JUNI 2014 2) 1) Abraham Sanni 1), Fatimawali 1),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori A.1. Definisi Demam Berdarah Dengue Demam Dengue adalah penyakit febris virus akut yang seringkali disertai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori A.1. Definisi Demam Berdarah Dengue Demam Dengue adalah penyakit febris virus akut yang seringkali disertai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori A.1. Definisi Demam Berdarah Dengue Demam Dengue adalah penyakit febris virus akut yang seringkali disertai dengan gejala sakit kepala, nyeri tulang atau sendi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 90 % dan biasanya menyerang anak di bawah 15 tahun. 2. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 90 % dan biasanya menyerang anak di bawah 15 tahun. 2. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditransmisikan oleh nyamuk Ae. Aegypti. 1 Menyebabkan banyak kematian pada anakanak sekitar 90 % dan biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

B A B PENDAHULUAN. terutama di daerah tropik dan subtropik. Insiden infeksi VD yang meliputi

B A B PENDAHULUAN. terutama di daerah tropik dan subtropik. Insiden infeksi VD yang meliputi B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Infeksi Virus Dengeu (VD) hingga kini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah tropik dan subtropik. Insiden infeksi VD yang meliputi Demam Dengue

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Defenisi Antibiotik Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1.1 Definisi Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. R. GOETENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. R. GOETENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. R. GOETENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagai syarat mencapai derajat ahli madya

Lebih terperinci