BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan masyarakat utama bagi negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak. Infeksi terbanyak terutama pada anak-anak di bawah lima tahun (balita) adalah infeksi saluran nafas akut (ISPA) (Kaur dkk., 2011). Berdasarkan hasil observasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, peringkat pertama penyakit infeksi di seluruh Puskesmas Kota pada tahun 2014 adalah ISPA. Terdapat 2 Puskesmas dengan persentase ISPA tertinggi yaitu Puskesmas Umbul Harjo II (13,08%) dan Puskesmas Wirobrajan (13,06%) (Dinkes DIY, 2014). Tingginya penyakit infeksi tidak terhindarkannya penggunaan antibiotik sebagai salah satu penanganan penyakit infeksi. Khusus untuk kawasan Asia Tenggara, penggunaan antibiotik sangat tinggi bahkan lebih dari 80% di banyak provinsi di Indonesia (Depkes RI, 2011). Berbagai studi menemukan, sekitar 40%-62% antibiotik digunakan untuk penyakit-penyakit yang tidak memerlukannya (Kepmenkes RI, 2011). Ketidakrasionalan penggunaan antibiotik mendorong terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Dengan kemajuan teknologi, jumlah dan jenis antibiotik yang bermanfaat secara klinis semakin meningkat, sehingga diperlukan ketepatan yang tinggi dalam memilih antibiotik. Pemilihan antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif yaitu timbulnya resistensi bakteri dan efektifitas 1

2 2 antibiotik yang rendah terhadap bakteri tertentu. Resistensi bakteri terhadap antibiotik mempunyai arti klinis yang amat penting. Suatu bakteri yang awalnya peka terhadap suatu antibiotik, setelah beberapa tahun kemudian dapat resisten, dan berakibat pada sulitnya proses pengobatan karena sulitnya memperoleh antibiotik yang dapat membasmi bakteri tersebut (Jawetz dkk., 2005). Studi yang telah dilakukan di Indonesia selama mengenai resistensi antibiotik, resistensi terjadi hampir pada semua bakteri bakteri patogen penting. Hal tersebut merupakan dampak negatif dari pemakaian antibiotik yang irasional, penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat, serta pemakaian antibiotik secara berlebihan. Dampak lainnya dari pemakaian antibiotik secara irasional dapat berakibat meningkatkan toksisitas, dan efek samping antibiotik tersebut (WHO, 2011). Hal ini harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif, antara lain dengan melakukan monitoring serta evaluasi penggunaan antibiotik di pusat pelayanan kesehatan, salah satunya dengan melakukan kajian ketepatan penggunaan antibiotik yang merupakan salah satu bentuk tanggung jawab farmasis dalam rangka mempromosikan penggunaan antibiotik yang rasional. Kajian ketepatan penggunaan antibiotik dilakukan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik. Penilaian ketepatan ini meliputi: tepat indikasi, pemilihan jenis antibiotik, dosis, interval, dan lama pemberian. Penelitian mengenai kajian ketepatan penggunaan antibiotik belum pernah dilaksanakan di Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta sehingga penelitian ini diharapkan dapat

3 3 meningkatkan kualitas pelayanan pengobatan terutama dalam pemilihan dan penggunaan antibiotik yang tepat untuk terapi infeksi tertentu. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pola peresepan antibiotik di Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta pada tahun 2014? 2. Bagaimana ketepatan penggunaan antibiotik berdasarkan pedoman pengobatan dasar puskesmas tahun 2007, guideline WHO tahun 2001, dan Drug Information Handbook tahun 2006? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pola peresepan antibiotik di Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta. 2. Memperoleh gambaran ketepatan penggunaan antibiotik berdasarkan pedoman pengobatan dasar puskesmas tahun 2007, guideline WHO tahun 2001, dan Drug Information Handbook tahun D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai informasi tambahan bagi tenaga kesehatan dalam penggunaan antibiotik di Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta. 2. Bermanfaat dalam menambah wawasan tentang kesehatan, terutama tentang penggunaan antibiotik yang rasional.

4 4 E. Tinjauan Pustaka 1. Definisi dan Klasifikasi Antibiotik Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikrobayang berfungsi untuk membunuh atau menekan pertumbuhan bakteri. Prinsip umum terapi dengan menggunakan antibiotik yaitu memiliki efek samping yang rendah bagi tubuh manusia dan mempunyai toksisitas selektif terhadap bakteri patogen (Nugroho, 2011). Penggolongan antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Siswandono dan Soekardjo, 2000): a. Berdasarkan struktur kimia antibiotik Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: 1) Golongan Aminoglikosida, antara lain amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin. 2) Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). 3) Golongan Glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin. 4) Golongan Makrolida, antara lain eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin.

5 5 5) Golongan Tetrasiklin, antara lain doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin. 6) Golongan Polipeptida, antara lain polimiksin dan kolistin. 7) Golongan Kuinolon, antara lain asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin. 8) Golongan Oksazolidinon, anatara lain linezolid. 9) Golongan Sulfonamida dan turunannya, antara lain sulfadiazin, sulfametoksazol, dapson, dan asam paraaminosalisilat. 10) Golongan Diaminopirimidin, antara lain trimetoprim dan pirimetamin. 11) Golongan Turunan Nitrobenzen, antara lain kloramfenikol. 12) Golongan Linkosamida, antara lain klindamisin dan linkomisin. 13) Golongan Nitroimidazol, antara lain metronidazol dan tinidazol. 14) Golongan Turunan Asam Nikotinat, antara lain isoniazid, pirazinamid, dan etionamid. 15) Golongan Antibiotik Polien, antara lain nistatin dan amfoterisin B. 16) Golongan Turunan Azol, antara lain mikonazol, ketokonazol, dan flukonazol. 17) Golongan Nitrofuran,antara lain nitrofurantoin dan furazolidin. 18) Antibiotik lain yang penting, seperti rifampisin, etambutol, spektinomisin, griseofulvin, tiasetazon, clofazimin.

6 6 b. Berdasarkan toksisitas selektif Berdasarkan sifat toksisitas selektif, terdapat antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan bakterisid. Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri sedangkan agen bakterisida membunuh bakteri. Kedua istilah tersebut berkaitan dengan istilah kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Kadar hambat minimum merupakan kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan KBM merupakan kadar minimal yang diperlukan untuk membunuh mikroba (Nugroho, 2011). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid apabila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Anonim, 2008). c. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut (Kepmenkes RI, 2011): 1) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri Memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel. Contohnya antara lain golongan β-laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vancomisin, basitrasin, fosfomisin, dan daptomisin.

7 7 2) Inhibitor sintesis protein bakteri Memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat-obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol. 3) Menghambat sintesa folat Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam paraaminobenzoat), pteridin, dan glutamat. Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawasenyawa antimikroba. 4) Mengubah permeabilitas membran sel Memiliki efek bakteriostatik dan bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat-obat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, kolistin.

8 8 5) Mengganggu sintesis DNA Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya danterbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA. 6) Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin. d. Berdasarkan aktivitas antibiotik Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut (Kee dan Hayes, 1996): 1) Antibiotik spektrum luas (broad spectrum) Golongan ini efektif untuk melawan beberapa jenis organisme, contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas. 2) Antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum) Golongan ini efektif untuk melawan satu jenis organisme, contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik

9 9 berspektrum luas. e. Berdasarkan pola bunuh antibiotik Terdapat 2 pola bunuh antibiotik terhadap kuman yaitu (Anonim, 2008): 1) Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas kadar hambat minimal (KHM) kuman, sebagai contoh adalah pada antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid, dan eritromisin. 2) Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi atau dalam dosis besar, tetapi tidak memerlukan mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama, misalnya pada antibiotik golongan aminoglikosida dan fluorokuinolon. f. Berdasarkan indikasi penggunaan antibiotik, maka terapi antibiotik dapat dibagi tiga, yakni terapi empiris, terapi definitif, dan terapi profilaksis (Kepmenkes RI, 2011). 1) Terapi empiris, antibiotik diberikan pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi atau penghambatan

10 10 pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi. Pemilihan jenis dan dosis antibiotik berdasarkan data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia di komunitas atau di rumah sakit setempat. Rute pemberian antibiotik pada terapi empirik secara per oral seharusnya namun bila pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan pemberian secara parenteral. Pemberian antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu jam selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya. 2) Terapi definitif, antibiotik diberikan pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya. Pemberian antibiotik untuk terapi definitif bertujuan untuk eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Rute pemberian antibiotik secara per oral namun pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral dan jika kondisi pasien memungkinkan, pemberian antibiotik parenteral harus segera diganti dengan antibiotik per oral. Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data

11 11 mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya. 3) Terapi profilaksis, antibiotik yang diberikan untuk pencegahan pada pasien yang rentan terkena infeksi. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik yang berspektrum sempit dan spesifik. Untuk menentukan penggunaan antibiotik dalam menangani penyakit infeksi, secara garis besar dapat dipakai prinsip-prinsip umum dibawah ini (Leekha dkk., 2011): a. Penegakan diagnosis infeksi. Hal ini dapat dilakukan secara klinis berdasarkan kriteria diagnosa ataupun pemeriksaan-pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan. Gejala panas sama sekali bukan kriteria untuk diagnosis adanya infeksi. b. Kemungkinan kuman penyebabnya, dipertimbangkan dengan perkiraan ilmiah berdasarkan pengalaman atau epidemiologi di daerah setempat atau dari informasi-informasi ilmiah lain. c. Sebagian infeksi mungkin tidak memerlukan terapi antibiotik misalnya infeksi virus saluran pernafasan atas, keracunan makanan karena kontaminasi kuman-kuman enterik. d. Jika diperlukan antibiotik, pemilihan antibiotik yang sesuai berdasarkan spektrum antikuman, sifat farmakokinetika, ada tidaknya kontra indikasi pada pasien, ada tidaknya interaksi yang merugikan, bukti akan adanya manfaat klinik dari masing-masing antibiotik untuk infeksi yang bersangkutan berdasarkan informasi ilmiah yang layak dipercaya. Dari

12 12 sisi bakteri, pertimbangkan site of infection and most likely colonizing, berdasar pengalaman atau evidence based sebelumnya bakteri apa yang paling sering, pola kepekaan antibiotik yg beredar. e. Penentuan dosis, cara pemberian, lama pemberian berdasarkan sifat-sifat kinetika masing-masing antibiotik dan fungsi fisiologis sistem tubuh (misalnya fungsi ginjal, fungsi hepar dan lain-lain). Perlu dipertimbangkan dengan cermat pemberian antibiotik, misalnya pada ibu hamil dan menyusui, anak-anak, dan orang tua. f. Evaluasi efek obat, meliputi apakah obat bermanfaat, kapan dinilai, kapan harus diganti atau dihentikan serta adakah efek samping yang terjadi. 2. Faktor Kegagalan Terapi Antibiotik Keberhasilan terapi dengan antibiotik pada kasus infeksi dapat dilihat secara klinik dan mikrobiologi dimana secara klinik dapat digambarkan dengan kondisi pasien yang membaik, sedangkan secara mikrobiologi dapat dilihat dari eradikasi mikroorganisme yang menginfeksi. Berikut ini adalah faktor faktor yang dapat menyebabkan kegagalan terapi antibiotik (Tripathi, 2008). a. Pemilihan jenis antibiotik, dosis, rute pemberian, durasi pengobatan yang tidak sesuai dengan kasus infeksi. b. Penatalaksaan terapi dengan antibiotik yang terlambat diberikan. c. Pertahanan tubuh pasien yang menerima antibiotik sangat buruk, seperti pada pasien leukimia, neutropenia dan kasus infeksi lainnya.

13 13 d. Kesalahan atau kegagalan dalam mengatasi hal-hal mekanik seperti drainase abses, empisema, pengeluaran batu ginjal, pencucian luka, teknik debrimen. e. Terapi penyakit yang tidak tepat penyebabnya dengan antibiotik misalnya penyakit yang disebabkan oleh virus, malignansi, parasit. f. Munculnya organisme resisten atau organisme yang menginfeksi berubah sehingga dapat menyebabkan kekambuhan. 3. Resistensi Bakteri Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya (Tripathi, 2003). Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat dalam mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat menghentikan perkembangan bakteri (Bari dkk.,2008). Suatu bakteri dapat menjadi resisten terhadap antibiotik karena sebagai berikut (Nugroho, 2011): a. Bakteri mensintesis suatu enzim yang dapat menginaktivasi antibiotik, misalnya Staphylococci merupakan bakteri memproduksi enzim β lactamase yang dapat memecah cincin β-lactam dari penisilin (antibiotik golongan β-lactam).

14 14 b. Bakteri mengubah sisi ikatan obat (drug-binding site), misalnya perubahan protein sisi ikatan pada subunit 50S yang diperatarai plasmid mengakibatkan resistensi terhadap eritromisin. c. Bakteri mengembangkan jalur lainuntuk menghindari reaksi yang dihambat oleh antibiotik, misalnyapada kasus resistensi bakteri terhadap trimetropim. Produksi dihidrofolat reduktase oleh plasmid yang tidak mempunyai afinitas terhadap trimetropim mengakibatkan resistensi terhadap antibiotik tersebut. Resistensi sulfonamid juga diperantarai plasmid, menghasilkan bentuk dihidropteroat sintetase oleh plasmid tersebut dengan afinitas rendah terhadap sulfonamid, namun berafinitas tinggi terhadap p-amino benzoic acid (PABA). d. Bakteri menurunkan pengambilan obat kembali (drug uptake), misalnya gen resisten dalam plasmid yang mengkode protein yang dapat terinduksi dalam membran bakteri, mengakibatkan proses efluks yang tergantung energi (energy-dependent efflux) terhadap tetrasiklin. Penyebab utama resistensi antibiotik adalah penggunaannya yang meluas dan irasional. Sekitar 80% konsumsi antibiotik dipakai untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40% berdasar indikasi yang kurang tepat, misalnya infeksi virus. Terdapat beberapa faktor yang mendukung terjadinya resistensi, antara lain (Depkes RI, 2011): a. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional) dimana pemakaiannya terlalu singkat, dalam dosis yang terlalu rendah, diagnosa awal yang salah, dalam potensi yang tidak adekuat.

15 15 b. Faktor yang berhubungan dengan pasien yaitu pada pasien dengan pengetahuan yang salah akan cenderung menganggap wajib diberikan antibiotik dalam penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus, misalnya flu, batuk-pilek, demam yang banyak dijumpai di masyarakat. Pasien dengan kemampuan finansial yang baik akan meminta diberikan terapi antibiotik yang paling baru dan mahal meskipun tidak diperlukan. Bahkan pasien membeli antibiotik sendiri tanpa peresepan dari dokter (self medication). Sedangkan pasien dengan kemampuan finansial yang rendah seringkali tidak mampu untuk menuntaskan regimen terapi. c. Peresepan dalam jumlah besar, meningkatkan unnecessary health care expenditure dan seleksi resistensi terhadap obat-obatan baru. Peresepan meningkat ketika diagnosa awal belum pasti. Klinisi sering kesulitan dalam menentukan antibiotik yang tepat karena kurangnya pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotiknya. d. Penggunaan monoterapi dibandingkan dengan penggunaan terapi kombinasi, penggunaan monoterapi lebih mudah menimbulkan resistensi. e. Perilaku hidup tidak sehat terutama bagi tenaga kesehatan, misalnya tidak mencuci tangan setelah memeriksa pasien atau desinfeksi alat-alat yang akan dipakai untuk memeriksa pasien. f. Penggunaannya untuk hewan dan binatang ternak dimana antibiotik juga dipakai untuk mencegah dan mengobati penyakit infeksi pada hewan ternak. Dalam jumlah besar antibiotik digunakan sebagai suplemen rutin untuk profilaksis atau merangsang pertumbuhan hewan ternak. Bila

16 16 dipakai dengan dosis subterapeutik, akan meningkatkan terjadinya resistensi. g. Promosi komersial dan penjualan besar-besaran oleh perusahaan farmasi serta didukung pengaruh globalisasi, memudahkan terjadinya pertukaran barang sehingga jumlah antibiotik yang beredar semakin luas. Hal ini memudahkan akses masyarakat luas terhadap antibiotik. h. Kurangnya penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan antibiotik baru i. Lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam distribusi dan pemakaian antibiotik, misalnya, pasien dapat dengan mudah mendapatkan antibiotik meskipun tanpa peresepan dari dokter. Selain itu juga kurangnya komitmen dari instansi terkait baik untuk meningkatkan mutu obat maupun mengendalikan penyebaran infeksi 4. Penggunaan Antibiotik yang Rasional WHO menyatakan bahwa lebih dari setengah peresepan obat diberikan secara tidak rasional. Kriteria pemakaian obat yang rasional, antara lain (Depkes RI, 2008): a. Sesuai dengan indikasi penyakit Pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik yang akurat. b. Diberikan dengan dosis yang tepat Pemberian obat memperhitungkan umur, berat badan dan kronologis penyakit.

17 17 c. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat Jarak minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan. d. Lama pemberian yang tepat Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu. e. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin f. Hindari pemberian obat yang kedaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan penyakit. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Jenis obat mudah didapatkan dengan harganya relatif murah. g. Meminimalkan efek samping dan alergi obat Prinsip umum peresepan antibiotik berdasarkan WHO tahun 2001, yaitu: a. Aktivitas spektrum Informasi antibiotik yang digunakan dalam terapi sebaiknya telah diketahui aktivitasnya terhadap bakteri penyebab infeksi, selain itu pemilihan jenis antibiotik memperhatikan keefektivan dan keamanan untuk kasus infeksi yang dituju. b. Farmakokinetik dan farmakodinamik Farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik ditentukan oleh 3 faktor, yakni waktu paruh dalam serum, distribusi antibiotik dalam cairan dan jaringan tubuh serta akumulasi antibiotik dalam sel fagositik. Dosis antibiotik yang diberikan harus konsisten dengan waktu paruh dalam tubuh. Infeksi patogen intraseluler membutuhkan antibiotik dengan level

18 18 yang lebih tinggi. Selain itu, jumlah ikatan obat dengan protein menentukan kadar obat antibiotik dalam darah. c. Rute administrasi antibiotik Rute administrasi antibiotik berkaitan dengan ketersediaan antibiotik dalam tubuh. Antibiotik diberikan melalui rute yang paling sesuai dengan kondisi pasien dan dosis optimum untuk infeksi yang terjadi. Umumnya antobiotik diberikan melalui oral namun pada beberapa kondisi pasien membutuhkan injeksi antibiotik seperti infeksi berat, kolaps, gangguan usus, dan lainnya. d. Dampak antibiotik terhadap kondisi tubuh Jika ada pilihan antibiotik yang memiliki rata-rata penyembuhan, biaya dan toleransi yang sama maka antibiotik yang dipilih dalam mengatasi infeksi hendaknya memiliki efek merugikan sekecil mungkinj pada flora normal host. Sehingga adverse drug reaction dapat dihindari seperti beberapa kasus diare terkait antibiotik. e. Biaya Harga antibiotik yang cost effective mejadi hal yang perlu diperhatikan. Antibiotik yang memiliki efikasi, toleransi dan keefektifan yang sesuai dengan harga murah adalah pertimbangan dalam pengobatan. f. Kombinasi antibiotik Pada beberapa pertimbangan klinis kombinasi antibiotik diperlukan untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Indikasi umum terapi kombinasi antibiotik antara lain untuk memperoleh efek sinergis antibiotik, mencegah

19 19 terjadinya resistensi, dan untuk memperluas spektrum aktivitas antibiotik dari penyebab yang belum diketahui atau infeksi oleh berbagai macam bakteri. g. Pedoman Pengobatan Literatur dan pustaka seperti formularium sebaiknya mencantumkan pilihan antibiotik yang sesuai untuk berbagai macam indikasi infeksi berdasarkan Evidence Based Medicine (EBM) yang telah disetujuia para ahli. Formularium ini perlu dievaluasi pada selang waktu tertentu. Kasus penggunaan antibiotik yang tidak rasional perlu dikendalikan, beberapa guideline kini memiliki kebijakan dalam peresepan antibiotik diantaranya adalah (Ritter dkk, 2008): a. Tidak meresepkan antibiotik pada penyakit ringan seperti batuk dan demam atau penyakit saluran pernafasan karena virus seperti sakit tenggorokan atau faringitis. b. Membatasi peresepan antibiotik pada penyakit sistitis akut hanya sampai 3 hari pada wanita sehat. c. Membatasi peresepan antibiotik melalui telepon kecuali pada kasus kasus tertentu.

20 20 Prinsip penggunaan antibiotik yang bijak menurut Kepmenkes tahun 2011, yaitu: a. Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat. b. Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama. c. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu (reserved antibiotics). d. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited). e. Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada: 1) Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik. 2) Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi. 3) Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.

21 21 4) Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat. 5) Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut (Kepmenkes RI, 2011): a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotik secara bijak. b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidanginfeksi. d. Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim (teamwork). e. Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik secara bijak yang bersifat multi disiplin. f. Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan berkesinambungan. g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih rincidi tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan masyarakat. 5. Profil Puskesmas Wirobrajan Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 74 Tahun 2008 Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta merupakan unit pelaksana teknis untuk menunjang operasional dinas dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Puskesmas Wirobrajan beralamatkan di Jalan Bugisan WB II/437 Gang Dorodasih Kecamatan

22 22 Wirobrajan Kota Yogyakarta. Kegiatan pelayanan kesehatan di puskesmas ini meliputi Balai Pengobatan Umum (BPU), Balai Pengobatan Gigi (BPG), BKIA/KB, unit farmasi, unit puskesmas keliling, konseling gizi, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, poli lansia. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, fungsi puskesmas adalah sebagai berikut: a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. b. Pusat pemberdayaan masyarakat Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan,

23 23 menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. c. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi: 1) Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. 2) Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,

24 24 perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis habis kakai dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan bahan bedis habis pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi atau kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan, sedangkan kegiatan pelayanan farmasi klinik berhubungan langsung dengan pasien terkait obat dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Depkes RI, 2006). F. Keterangan Empiris Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh keterangan mengenai ketepatan penggunaan antibiotik melalui distribusi peresepan antibiotik berdasarkan jenis antibiotik yang paling banyak diresepkan, bentuk sediaan yang paling banyak diresepkan, serta kesesuaian indikasi, jenis antibiotik, dosis, frekuensi, dan durasi antibiotik yang digunakan berdasarkan pedoman yang diacu di Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta pada tahun 2014.

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pelayanan Informasi Obat a. Definisi PIO (pelayanan informasi obat) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Infeksi Nosokomial (INOS) Infeksi nosokomial (INOS) adalah infeksi yang tidak timbul atau mengalami inkubasi sebelum dirawat di rumah sakit, tetapi terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil RSUP H. Adam Malik Medan RSUP H. Adam Malik Medan adalah unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi sampai saat ini masih termasuk jenis penyakit yang hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting bagi masyarakat, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Obat yang sering diresepkan oleh

Lebih terperinci

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik Yori Yuliandra, S.Farm, Apt Infeksi kontaminasi tubuh/ bagian tubuh oleh agen penginfeksi Agen penginfeksi jamur, bakteri, virus, protozoa Antiinfeksi obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh :

GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh : GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh : 20.08.06.02 Sejak penemuan antibiotik penggunaan antibiotik meluas pada kesehatan medis manusia, hewan dan tumbuhan. Antibiotika, yang pertama kali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis saat ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan, baik di negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI H M Bakhriansyah, dr., M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi FK UNLAM BANJARBARU Pendahuluan Terminologi Antibiotik Antiparasit Antijamur Antiprotozoa

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI. Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt

FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI. Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt Disusun oleh kelompok 2 1.Afifah ( 1648201110103 ) 2. Annisa Husna (1648201110107) 3. Debi Karlina Indriani (1648201110111 )

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejadian HAIs 2.1.1 Definisi Menurut definisi dari WHO (World Health Organization) HAIs (Healthcare Associated Infections) atau HAIs merupakan infeksi pada pasien di rumah sakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotika 2.1.1. Definisi Antimikroba adalah istilah umum yang ditujukan untuk senyawa mencakup antibiotika, agen antimikroba pada makanan, sanitizer, desinfektan, dan senyawa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Infeksi mikroba terjadi apabila mikroba mampu melewati barrier mukosa atau kulit lalu menembus jaringan tubuh. Pada dasarnya, tubuh akan melawan mikroba dengan respon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotik Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh bakteri, terdapat banyak jenis antibiotik yang bekerja secara berbeda terhadap bakteri, biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antibiotik merupakan obat yang sering diresepkan untuk pasien namun sering terjadi penggunaan yang tidak tepat dan berakibat terjadinya resistensi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rasionalitas obat (ketepatan pengobatan) adalah pemakaian obat yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis (Saraswati,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk menentukan angka prevalensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare Diare adalah buang air besar yang sering dan cair, biasanya paling tidak tiga kali dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi tinja dari pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt 1. ANTIBAKTERIA Alexander Flemming (1881-1955) Penicillin ANTIBAKTERIA Bakteri memasuki tubuh penetrasi ke jaringan tubuh terjadi infeksi Sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penggunaan obat yang rasional Menurut WHO penggunaan obat yang rasional diartikan sebagai penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA Rizki Khairunnisa*, Hajrah, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resistensi terhadap antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami yang dipercepat oleh penggunaan obat-obatan antibiotik (WHO, 2014). Spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan

Lebih terperinci

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan usus besar. Gastroenteritis ditandai

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA

POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA 1211013016 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017 ii iii KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/ tanpa darah dan dengan/ tanpa lendir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/ tanpa darah dan dengan/ tanpa lendir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1 Definisi Diare Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya ( 3 kali/ hari) disertai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Defenisi Antibiotik Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya

Lebih terperinci

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan penggunaannya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan pada pasien dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANTIBIOTIKA 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat yang digunakan

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR Sulitnya penanggulangan infeksi pneumonia nosokomial oleh Acinetobacter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. untuk mengetahui cara-cara pengukuran dalam penentuan potensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia, terutama broiler saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa pemeliharaan broiler untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Pengertian Antibiotik Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan ataumenghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare terutama diare pada anak sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya untuk mewujudkan keadaan sehat dari sakit adalah dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya untuk mewujudkan keadaan sehat dari sakit adalah dengan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sempurna secara fisik, mental, spiritual maupun sosial (Anonim, 1946). Seseorang yang berada dalam kondisi sehat memungkinkan untuk hidup

Lebih terperinci

Tujuan. Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba

Tujuan. Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba ANTIMIKROBA Tujuan Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba VIRUS PROTOZOA MIKROBA JAMUR BAKTERI ANTIMIKROBA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Antibiotik merupakan obat yang penting digunakan dalam pengobatan infeksi akibat bakteri (NHS, 2012). Antibiotik dan obat-obat sejenisnya yang disebut agen antimikrobial,

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.2 Pengertian pengetahuan BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Pengetahuan adalah hasil tahu yang didapatkan setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotik 2.1.1. Definisi Dalam arti sebenarnya, antibiotik merupakan zat anti bakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme (bakteri, jamur, dan actinomycota)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Servisitis adalah sindrom peradangan serviks dan merupakan manifestasi umum dari Infeksi Menular Seksual (IMS) seperti Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia penyakit infeksi menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, sebab penyakit ini mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi menyerang masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

LARASITA RAKHMI UTARI K

LARASITA RAKHMI UTARI K EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : LARASITA RAKHMI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya terjadi penderitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia. Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Antibiotik merupakan obat yang banyak diresepkan pada pasien, namun penggunannya sering kali tidak tepat. Akibatnya terjadinya peningkatan resistensi kuman terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Pada dasarnya, antibiotik diresepkan berdasarkan pengalaman dengan kata lain dokter gigi tidak mengetahui mikroorganisme apa yang menyebabkan terjadinya peradangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Antibiotik merupakan salah satu pilihan terapi yang banyak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Antibiotik merupakan salah satu pilihan terapi yang banyak digunakan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotik merupakan salah satu pilihan terapi yang banyak digunakan di Indonesia. Hasil survei di Indonesia menunjukkan bahwa dari total 2996 populasi yang diteliti,

Lebih terperinci