STUDI PENGARUH STIMULASI ELEKTRIK (ES) PADA PROSES PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA KULIT MARMUT (Cavia Cobaya)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PENGARUH STIMULASI ELEKTRIK (ES) PADA PROSES PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA KULIT MARMUT (Cavia Cobaya)"

Transkripsi

1 STUDI PENGARUH STIMULASI ELEKTRIK (ES) PADA PROSES PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA KULIT MARMUT (Cavia Cobaya) Fuad Ama 1), Achmad Arifin 2), Djoko Legowo 3) Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111, Abstrak- Pada studi sebelumnya telah dibandingkan proses penyembuhan luka pada hewan marmut sebagai subyek. Masingmasing subyek dengan satu luka dan dengan luas luka awal yang sama. Subyek dibagi atas dua kelompok. Satu kelompok diberi terapi stimulasi elektrik dan kelompok yang lain tidak. Hasil percobaan menunjukkan bahwa terjadi proses percepatan penyembuhan luka untuk kelompok dengan perlakuan terapi stimulasi elektrik. Pada penelitian ini telah dilakukan eksperimen untuk mengetahui pengaruh stimulasi elektrik pada penyembuhan luka. Enam ekor marmut telah digunakan sebagai subyek. Pada setiap subyek dibuat dua luka kiri dan kanan pada punggung belakang. Luka kanan diberi perlakuan stimulasi elektrik dan luka kiri dibiarkan sembuh alami. Luka kiridigunakan sebagai referensi proses penyembuhan dari masing-masing s ubyek. Eksperimen telah dilakukan pada 6 hewan marmut. Stimulasi elektrik berupa pulsa dengan frekuensi 20 Hz, lebar 200 μsec, amplitudo 30 volt. Pemberian stimulasi elektrik dilakukan dengan durasi 30 menit, satu kali sehari, selama 28 hari. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan histopatologi menunjukkan percepatan penyembuhan pada luka dengan perlakuan terapi stimulasi elektrik. Percepatan rata-rata total dari perlakuan stimulasi elektrik sebesar 1.5 dari perlakuan tanpa stimulasi elektrik. Percepatan itu terdiri dari: 1.27 percepatan pembentukan lapisan jaringan epitel, 1.27 percepatan pada densitas kolagen, 1.04 percepatan pembentukan pembuluh darah baru dan 3 kali percepatan keteraturan jaringan kolagen. Dari hasil eksperimen dapat disimpulkan bahwa terapi stimulasi elektrik pada luka dapat memberikan percepatan proses penyembuhan luka. Yang perlu dikaji selanjutnya adalah kuantitas pemberian terapi yang memberikan hasil optimal. Kata kunci: penyembuhan luka, stimulasi elektrik (ES). 1. PENDAHULUAN Tubuh mempunyai sistem bioelektrik yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka, perbaikan sel yang rusak dan mengubah permeabilitas membran sel. Pada kulit yang mengalami luka, diketahui terdapat arus lemah yang terukur antara kulit dan jaringan yang lebih dalam, yang kemudian disebut dengan current of injury (arus luka). Fakta empirik adanya current of injury pada daerah luka inilah yang menjadi landasan pemikiran untuk menerapkan stimulasi elektrik dalam usaha untuk mempercepat proses penyembuhan luka [3]. Luka didefinisikan suatu kerusakan integritas epithel dari kulit [2] atau definisi yang lain terputusnya kesatuan struktur anatomi normal dari suatu jaringan akibat suatu trauma atau rusaknya sebagian jaringan tubuh [6]. Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Pertumbuhan pembuluh darah adalah proses penting awal penyembuhan di tempat luka untuk meningkatkan aliran darah [10]. Fibroblas jaringan ikat fibrous adalah sel yang bertanggung jawab untuk sintesa kolagen [9]. Hasil eksperimen sebelumnya telah menghasilkan penetapan durasi 30 menit dengan amplitudo sekitar (25-30) volt. Pemberian ES sebagai terapi pengobatan tambahan secara konvensional [1]. Dan pemberian stimulasi elektrik dapat

2 mempengaruhi penyembuhan dengan hasil terapi penyembuhan luka dengan prediksi penyembuhan dua kali lebih cepat dari yang tanpa terapi stimulasi elektrik, dan percobaan ini dilakukan pada hewan coba yang berbeda [7]. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan pengaruh stimulasi elektrik (ES) terhadap proses penyembuhan luka pada kulit marmut melalui pemeriksaan histopatologi. STIMULASI ELEKTRIK Stimulasi elektrik adalah merupakan transfer energi ke luka dengan penggunaan arus elektrik dan menempatkan elektroda disekitar luka sehingga arus elektrik mengalir melewati luka untuk percepatan penyembuhan luka. Penggunaan stimulasi elektrik ini adalah sebagai pengobatan tambahan untuk penyembuhan luka yang telah dikemukakan beberapa tahun sejak dikenalkan bahwa kulit mempunyai medan elektrik dan kehadiran luka mengganggu medan elektrik ini [4]. Penyusunan elektroda dapat mempengaruhi distribusi medan elektrik pada luka. Pada penelitian klinis stimulasi elektrik untuk proses percepatan penyembuhan luka, dan ada 2 model penyusunan elektroda yang digunakan yaitu model DC+ dan DC+/-. Kedua model ini menghasilkan distribusi medan elektrik yang berbeda dalam jaringan yang distimulasi. Gambar 1 Model penyusunan elektroda pada luka [8] Proses Penyembuhan Luka Tubuh secara normal akan merespon atas terjadinya cedera dengan serangkaian proses yang disebut dengan respon peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama, yaitu be ngkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhan luka merupakan proses biologis yang dinamis dengan tujuan akhir pemulihan fungsi dan integritas jaringan serta meliputi berbagai mekanisme yang kompleks yaitu, proses pembekuan darah, proses inflamasi, proliferasi sel, koagulasi, fibroplasia, epitelisasi, kontraksi, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), dan rekonstruksi matriks ekstrasel atau repair and remodeling. Interaksi faktor-faktor pertumbuhan dan sel epitel fibroblas dan sel endotel berperan penting dalam proses biologis penyembuhan luka. Penilaian proses penyembuhan luka dapat juga dilakukan dengan pengukuran luas permukaan, kedalaman, volume dan tampilan klinis seperti granulasi dan eksudat luka. Gambar 2. Penyembuhan luka normal [Robert F, 2004] Secara garis besar proses penyembuhan luka dibagi tiga fase: fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi (fase epithelisasi dan remodelling). Umumnya proses penyembuhan luka normal dibagi dalam tiga tahap ditunjukkan pada Gambar 2. Fase biologis penyembuhan luka[robert F, 2004]: 1. Fase inflammasi, yaitu tahap peradangan luka, bengkak dan nyeri berwarna merah. Segera setelah timbulnya luka terjadi vasokonstriksi lokal yang menghentikan pendarahan dan darah dalam luka membeku. Setelah 5-10 menit tahap inflammasi akut mulai terjadi kemudian sesudah itu lekosit

3 dalam waktu 2-3 hari jelas terlihat pada luka dan menunjukkan mulai proses penyembuhan. Pada fase inflamasi terjadi respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat luka pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal phase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi dalam proses hemostasis (pembekuan darah). 2. Fase proliferasi, yaitu tahap pertumbuhan sel-sel jaringan di tempat luka. Pada luka ada krusta sebagai hasil serum yang mengering berwarna kuning-hitam. Setelah 2 hari tahap inflammasi, kolagen dikeluarkan dan dimulai proses ikatan dan proses ke arah penggabungan yang kuat antara tepi luka. Dalam waktu 4-6 hari, jaringan granulasi sehat berwarna merah muda membentuk dasar untuk menyokong dan memberi makan epitelium yang meluas. Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors). 3. Fase epithelisasi dan remodeling (Penyudahan), yaitu tahap pertumbuhan jaringan kulit (epitel) dan perbaikan menuju seperti kulit semula. Krusta lepas dan sudah tumbuh jaringan epitel untuk menjadi seperti kulit semula. Kontraksi luka adalah proses penyempitan luka yang disebabkan oleh miofibroblast yang terdapat di seluruh tubuh terutama terpusat di sekitar luka. Pada luka kulit akan sembuh dengan baik dalam waktu 2 sampai 3 minggu, luka fasia abdomen akan rapat dalam waktu 6 minggu tetapi tetap terus berkembang semakin erat selama 6 bulan, tendo atau ligamentum membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 3 bulan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan 2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya, dimulai bulan April 2010 hingga Februari Selanjutnya bisa lihat diagram blok penelitian (gambar 1). Gambar 3. Diagram Blok Penelitian 1. Subyek Penelitian Subyek penelitian menggunakan hewan coba marmut jantan sebanyak 24 ekor dengan umur 6-7 bulan dan berat badan berkisar antara gram. Terapi menggunakan stimulasi elektrik gelombang kotak, frekuensi 20Hz, dan lebar pulsa 200µs. 2. Alat Stimulasi Elektrik (ES) Salah satu model karakteristik stimulasi elektrik (ES) yang dikembangkan di Laboratorium Sendai di Jepang adalah sebagai berikut: 1. Berbentuk impuls, dengan lebar pulsa sebesar 200 µs. 2. Frekuensi sinyal sebesar 20 Hz. 3. Besar arus yang diijinkan maksimum 60 ma. 4. Amplitudo tegangan DC sebesar (0 100)V bergantung karakteristik subyek. 5. Mode monophasic signal (sinyal tunggal polaritas).

4 Sinyal stimulasi elektrik (Gambar 2) dapat ditarik kesimpulan sinyal ES berupa sinyal impuls. Dengan melihat karakteristik sinyal ES tersebut dapat didesain sebuah rangkaian elektronika. Rangkaian elektronika ini harus dapat mengeluarkan sinyal bentuk impuls dengan ketentuan yang ada, juga dapat menghasilkan tegangan maksimum 100VDC. Gambar 2. Model Sinyal ES. Dua buah elektroda diletakkan 1 cm di sekitar luka sehingga arus listrik mengalir melalui luka. Mode peletakan elektroda adalah DC+/- ditunjukkan pada Gambar 3. Pada hewan coba untuk setiap perlakuan merupakan penelitian awal yang bertujuan untuk melihat kecenderungan perilaku percepatan proses penyembuhan luka terhadap penggunaan stimulasi elektrik. Gambar 3. Peletakan elektroda 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Histopatologi Eksperimen Pengujian eksperimen ini hanya menggunakan satu ekor marmut dengan dua luka. Sedangkan dalam eksperimen ini dilakukan pada hewan coba marmut jantan berumur (6-7) bulan dengan bobot ( ) gr, eksperimen kedua dengan menggunakan 6 ekor marmut untuk melanjutkan eksperimen dengan membandingkan hasil terapi stimulasi elektrik dengan tanpa terapi stimulasi elektrik. Hewan coba diberi luka jenis luka dalam (full thickness) stadium I II, dengan pemberian durasi konsisten 30 menit on perhari. Sebelum dilukai rambut pada kulit dibersihkan terlebih dahulu, dan selanjutnya marmut dilakukan operasi oleh dokter hewan untuk dilukai. Operasi dilakukan pada marmut pada bagian punggung belakang kanan dan pada bagian punggung belakang kiri, operasi luka dimulai kulit sampai ke dermis, dengan ukuran luka operasi yaitu: panjang 1cm kali lebar 1cm dan kedalaman 3 mm. Setelah operasi luka selesai maka kita menunggu hewan marmut sampai sadar kembali dari pembiusan operasi. Pada eksperimen kedua ini dosis pemberian stimulasi elektrik dilakukan pada luka marmut dipunggu belakang sebelah kanan diterapi stimulasi elektrik dengan amplitudo tegangan 30 volt dan selama 30 menit/hari sekali selama 28 hari. Setelah hari yang ke 28 dilakukan pengambilan kulit yang sudah mulai mengering dari masing-masing luka kulit perlakuan maupun luka kulit kontrol, untuk pengujian pada 6 hewan coba marmut (M) secara histopatologi, hasil skor rata-rata bisa dilihat pada tabel 1. Nilai proses kesembuhan luka berdasarkan jaringan epitel (EP), densitas jaringan ikat kolagen (DK), dan jaringan pembuluh darah baru atau angiogenesis (AG), maturasi (MT), dan imflamasi (IM). Tabel 1. Hasil Skoring Penyembuhan Luka Eksperimen Skor M Rata 2 EP DK AG MT IM Skor M1L M1R M2L M2R M3L M3R M4L M4R M5L M5R M6L M6R Keterangan :

5 M1L: Kelompok tanpa stimulasi elektrik M1R: Kelompok yang distimulasi elektrik (Perlakuan) dari marmut dengan dua luka M2L: Kelompok tanpa stimulasi elektrik M2R: Kelompok yang distimulasi elektrik (Perlakuan) dari marmut dengan dua luka M3L: Kelompok tanpa stimulasi elektrik M3R: Kelompok yang distimulasi elektrik (Perlakuan) dari marmut dengan dua luka M4L : Kelompok tanpa stimulasi elektrik M4R: Kelompok yang distimulasi (Perlakuan) dari marmut dengan dua luka M5L: Kelompok tanpa stimulasi elektrik M5R: Kelompok yang distimulasi (Perlakuan) dari marmut dengan dua luka M6L: Kelompok tanpa stimulasi elektrik M6R: Kelompok yang distimulasi (Perlakuan) dari marmut dengan dua luka Setelah operasi luka selesai maka kita menunggu hewan marmut sampai sadar kembali dari pembiusan operasi. Pada eksperimen kedua ini dosis pemberian stimulasi elektrik dilakukan pada luka marmut dipunggu belakang sebelah kanan diterapi stimulasi elektrik dengan amplitudo tegangan 30 volt dan selama 30 menit/hari sekali selama 28 hari. Setelah hari yang ke 28 dilakukan pengambilan kulit yang sudah mulai mengering dari masing-masing luka kulit perlakuan maupun luka kulit kontrol, untuk dilakukan pengujian secara histopatologi dan hasilnya skor rata-rata bisa dilihat pada tabel 4.2. Nilai proses kesembuhan luka berdasarkan jaringan epitel, densitas jaringan ikat kolagen (serabut kolagen), dan jaringan pembuluh darah baru, maturasi, dan imflamasi. Lapisan epidermis merupakan bagian terluar dari kulit yang dibentuk oleh sel-sel keratinosit. Berdasarkan letaknya, lapisan selsel keratinosit dibedakan menjadi lapisan basal (a), spinosum (b), granulosum (c) dan lapisan corneum (d) (Gambar 4.9). Gambar 4.9. Lapisan epidermis kulit normal. Lapisan dermis terletak di bawah lapisan epidermis. Lapisan ini merupakan bagian kulit paling tebal yang dibentuk oleh jaringan ikat padat tidak teratur. Jaringan ikat penyusun lapisan dermis terutama didominasi oleh sabut kolagen, selain sabut elastis dan retikuler. P ada lapisan dermis terdapat banyak pembuluh darah (panah) serta adnexa kulit meliputi folikel rambut (fr), kelenjar keringat, kelenjar lemak dan kelenjar mamae (tiga bagian terakhir tidak tampak pada slide ini. (Gambar 4.10). Gambar Lapisan dermis kulit normal. Sabut- kolagen (panah) pada lapisan dermis nampak berwarnah epsinofilik dengan arah yang tidak teratur (Gambar 4.11).

6 F Gambar 4.11 Sabut kolagen penyusun lapisan dermis. Gambar 4. Perbandingan proses penyembuhan pada marmut 1 1. Gambar Mikroskopis Marmut pertama Proses penyembuhan pada marmut 1 dilakukan pemeriksaan histopatologi pada hari ke 28 dan dari Gambar A dan B masingmasing menunjukkan lapisan epidermis dan dermis pada luka yang tidak distimulasi elektrik dari kelompok (L). Sementara itu, Gambar C dan D masing menunjukkan lapisan epidermis dan dermis pada luka yang mendapat stimulasi elektrik dari kelompok (R). Nampak bahwa proses reepitalisasi dari keduanya berbeda dimana pada kelompok 1R (Gambar C) berjalan baik dengan skor 3, sedangkan kelompok 1L (Gambar A) mempunyai skor 1, namun demikian proses maturisasi jaringan ikat pada lapisan dermis keduanya berbeda, dimana pada ke lompok 1R (Gambar D) jaringan ikat pada lapisan dermisnya didominasi oleh sabut kolagen yang tebal, sedangkan kelompok 1L (Gambar B) disusun oleh sabut elastis yang lebih halus, demikian juga jumlah pembuluh darah baru pada kelompok 1R berjalan baik dengan skor 9, sedangkan kelompok 1L mempunyai jumlah pembuluh darah baru dengan skor 8 (lihat Gambar 4 dan Gambar 5). 2.Gambar Mikroskopis Marmut Kedua Proses penyembuhan pada marmut 2 dilakukan pemeriksaan histopatologi pada hari ke 28 da n perbandingan proses penyembuhan pada perlakuan 2. Gambar E dan F masing-masing menunjukkan lapisan epidermis dan dermis pada luka yang tidak mendapat stimulasi elekterik dari kelompok 2 (2L). Sementara itu, gambar G dan H masing menunjukkan lapisan epidermis dan dermis pada luka yang mendapat stimulasi elekterik dari kelompok 2 ( 2R). Nampak bahwa proses reepitalisasi dari kedua kelompok tersebut berjalan baik dengan skor sama 3, namun demikian proses maturisasi jaringan ikat pada lapisan dermis keduanya berbeda, dimana pada kelompok 2R (gambar H) jaringan ikat pada lapisan dermisnya didominasi oleh sabut kolagen (panah putih) yang tebal, sedangkan kelompok 2L (gambar F) disusun oleh sa but elastis (panah hitam) yang lebih halus (lihat Gambar 4.14 dan Gambar 4.15).

7 kolagen sebesar 1.27 dari luka kulit kontrol, percepatan angeogenesis (pembuluh darah baru) sebesar 1.78 dari luka kulit kontrol, percepatan densitas jaringan ikat kolagen, dan keteraturan struktur jaringan ikat kolagen (maturasi) sebesar 3 kali dari luka kulit kontrol. DAFTAR PUSTAKA Gambar Perbandingan proses penyembuhan pada marmut 2. Pembahasan Hasil Histopatologi Eksperimen Kedua Dari data dan tabel hasil eksperimen kedua dapat dibuat tabel rekap sebagai beikut; Tabel 4.7a. Rekap Perhitungan Hasil Data Histopatologi Densitas Epitelisasi Kolagen Angiogenesis M L R L R L R Rata 2 1,83 2,33 5,00 6,33 8,50 8,83 SD 0,98 1,03 1,10 1,21 0,55 0,41 CV 53,6% 44,3% 21,9% 19,1% 6,4% 4,6% Kesimpulan Dari penelitian terhadap hewan coba marmut (cavia cobaya) tentang pengaruh terapi stimulasi elektrik (ES) pada proses penyembuhan luka kulit marmut dapat ditarik kesimpulan rata-rata skor pada hari ke 28 nilai skor rata-rata marmut luka sebelah kanan yang diterapi stimulasi elektrik menunjukkan percepatan penyembuhan lebih besar dari luka sebelah kiri tanpa stimulasi elektrik sebesar 1.2 dengan rincian tiap unsurnya; percepatan pembentukan jumlah lapisan jaringan epitel sebesar 1.27 dari jumlah lapisan epitel pada luka kulit kontrol, percepatan pembentukan jumlah densitas [1] Aleksandra J, Renata Karba, (1994), "Low Frequency Pulsed Current and Pressure Ulcer Healing",IEEE transactions on Rehabilitation Engineering, Vol.2 No.4, hal [2] Brown DL. Wound. In: In: Brown DL, Borschel GH, editors. Michigan Manual of Plastic Surgery. 1 st ed. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins;2004.p.1-9 [3] Carrie Sussman, (1998), Electrical Stimulation for Wound Healing, Wound Care Collaborative Practice Manual for Therapists and Nurses chapter 16, Place Torrance. [4] Cigna Health Care Coverage Position (2007), Electrical Stimulation for Wound Healing, Coverage Position Number: [5] Enoch S, Price P. Cellular, molecular, and biochemical differences in the pathophysiology of healing between acute wounds, chronic wounds and wounds in the aged. World Web Wound (serial online) 2007 (cited April 8, 2007). Available from URL: HYPERLINK http// [6] Rahmawati, dkk, Pengaruh Stimulasi Listrik Terhadap Pembuluh Darah Dan Jaringan Ikat Fibrous Penyembuhan Luka, Makalah Poltek Malang, [7] Renata Karba, at all, Dc electrical stimulation for chronic wound healing enhancement, Bioelectrochemistry and Bioenergetics, no. 43, 1997, hal [8] Robert F. Diegelmann at all, (2004), Wound healing: an overview of acute, fibrotic and delayed healing, Frontiers in Bioscience, no. 9, hal

8 [9] Robbins, Basic Pathology, Prentice Hall, 2005.

PENGARUH STIMULASI LISTRIK TERHADAP PEMBULUH DARAH DAN JARINGAN IKAT FIBROUS PADA PENYEMBUHAN LUKA

PENGARUH STIMULASI LISTRIK TERHADAP PEMBULUH DARAH DAN JARINGAN IKAT FIBROUS PADA PENYEMBUHAN LUKA PENGARUH STIMULASI LISTRIK TERHADAP PEMBULUH DARAH DAN JARINGAN IKAT FIBROUS PADA PENYEMBUHAN LUKA Rahmawati 1, Achmad Arifin 2, M. Guritno S 3, Duti Sriwati Aziz 4 1,2 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

Sistem Evaluasi Non-invasive Menggunakan Analisa Image Pada Proses Penyembuhan Luka Kulit Marmut Dengan Stimulasi Elektrik

Sistem Evaluasi Non-invasive Menggunakan Analisa Image Pada Proses Penyembuhan Luka Kulit Marmut Dengan Stimulasi Elektrik Sistem Evaluasi Non-invasive Menggunakan Analisa Image Pada Proses Penyembuhan Luka Kulit Marmut Dengan Stimulasi Elektrik Anas Abdul Nasir 1) Achmad Arifin ), Djoko Legowo 3) Jurusan Teknik Elektro ITS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEMBUHAN LUKA DENGAN STIMULASI LISTRIK

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEMBUHAN LUKA DENGAN STIMULASI LISTRIK PENGEMBANGAN SISTEM PENYEMBUHAN LUKA DENGAN STIMULASI LISTRIK Rahmawati 1), Achmad Arifin 2), M. Guritno S 3), Duti Sriwati Aziz 4) 1) Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe, email: rahmawati.gunawan@gmail.com

Lebih terperinci

Luka dan Proses Penyembuhannya

Luka dan Proses Penyembuhannya Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan mencapai 15% dari total berat badan dewasa. Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutaneus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulserasi adalah lesi berbentuk seperti kawah pada kulit atau mukosa mulut. Ulkus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut luka pada jaringan kutaneus atau mukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, puskesmas, dan rumah sakit adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi

BAB I PENDAHULUAN. gigi, puskesmas, dan rumah sakit adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu pelayanan kesehatan yang sering dijumpai pada klinik dokter gigi, puskesmas, dan rumah sakit adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi merupakan prosedur umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh paling luas yang melapisi seluruh bagian tubuh, dan membungkus daging dan organ-organ yang berada di dalamnya. Ratarata luas kulit pada manusia

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi seluruh permukaan bagian tubuh. Fungsi utama kulit sebagai pelindung dari mikroorganisme,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan

Lebih terperinci

b) Luka bakar derajat II

b) Luka bakar derajat II 15 seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis, dan sistematika penelitian yang berjudul Pengembangan Alat Stimulasi dan Sinyal Terapi Elektrik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit atau jaringan akibat adanya kontak dengan listrik, api, pajanan suhu yang tinggi dari matahari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan disebabkan oleh kecelakan pada kendaraan. Kematian tertinggi akibat luka bakar di dunia terdapat di Finldania

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim PERAWATAN LUKA by : Rahmad Gurusinga A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka timbul, beberapa

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. H DENGAN COMBUSTIO DI BANGSAL ANGGREK BRSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. H DENGAN COMBUSTIO DI BANGSAL ANGGREK BRSUD SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. H DENGAN COMBUSTIO DI BANGSAL ANGGREK BRSUD SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan Disusun oleh: DAHRU BUNYANIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut adalah melakukan ekstraksi atau pencabutaan gigi, dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah dilakukan dari dulu, sejak peradaban manusia itu ada. Tumbuhan dapat digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Tumbuhan yang

Lebih terperinci

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. proliferasi, dan remodeling jaringan (Van Beurden et al, 2005). Fase proliferasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. proliferasi, dan remodeling jaringan (Van Beurden et al, 2005). Fase proliferasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan resiko timbulnya luka pada tubuh. Luka atau vulnus adalah putusnya kontinuitas kulit jaringan dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil pengumpulan data dari observasi makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang pengaruh kasa hidrogel paduan kitosan

Lebih terperinci

4.2.3 UJI PROTEKSI TERHADAP ARUS LISTRIK RATA RATA BERLEBIH

4.2.3 UJI PROTEKSI TERHADAP ARUS LISTRIK RATA RATA BERLEBIH maksimum 1,54%. Nilai kesalahan rata-rata kurang dari 1% ini menunjukkan proteksi terhadap muatan listrik berlebih memadai untuk diterapkan pada sistem terapeutik. Tetapi data kesalahan maksimum yang mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

A364. JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

A364. JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A364 Sistem Restorasi Gerak Sendi Siku Menggunakan Functional Electrical Stimulation Erwin Setiawan Widjaja, Achmad Arifin, Fauzan Arrofiqi dan Mohammad Nuh Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri,

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH BUBUK KULIT TELUR AYAM PETERNAK (Gallus gallus domesticus) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA INSISI PADA MENCIT Swiss-Webster JANTAN

ABSTRAK. PENGARUH BUBUK KULIT TELUR AYAM PETERNAK (Gallus gallus domesticus) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA INSISI PADA MENCIT Swiss-Webster JANTAN ABSTRAK PENGARUH BUBUK KULIT TELUR AYAM PETERNAK (Gallus gallus domesticus) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA INSISI PADA MENCIT Swiss-Webster JANTAN Rahman Abdi Nugraha, 2015. Pembimbing 1 : Harijadi Pramono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biopsi adalah pengambilan jaringan dari tubuh makhluk hidup untuk mendapatkan spesimen histopatologi dalam upaya membantu menegakkan diagnosis (Melrose dkk.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al., 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka merupakan suatu keadaan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Luka didefinisikan

Lebih terperinci

Skin Anatomy and Wound Healing Physiology

Skin Anatomy and Wound Healing Physiology Skin Anatomy and Wound Healing Physiology DR. Dr. Latre Buntaran Sp.MK(K) SekJen PERDALIN Ketua Kompartemen Pengendali Infeksi PERSI ANATOMI KULIT Kulit - Bagian Bagian-bagian Kulit Epidermis Korium atau

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Regenerasi jaringan periodontal merupakan tujuan utama terapi periodontal (Uraz dkk., 2013). Salah satu tindakan terapi periodontal ialah bedah periodontal sebagai

Lebih terperinci

KONSEP DASAR LUKA FISIOLOGI PENYEMBUHAN LUKA TIPE PENYEMBUHAN LUKA. FIRDAWSYI NUZULA, S.Kp.,M.Kes AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

KONSEP DASAR LUKA FISIOLOGI PENYEMBUHAN LUKA TIPE PENYEMBUHAN LUKA. FIRDAWSYI NUZULA, S.Kp.,M.Kes AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA KONSEP DASAR LUKA FISIOLOGI PENYEMBUHAN LUKA TIPE PENYEMBUHAN LUKA FIRDAWSYI NUZULA, S.Kp.,M.Kes AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA DEFINISI LUKA Luka adl hilang/rusaknya sebagian jaringan tubuh yg disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva adalah mukosa mulut jaringan periodontal yang mengelilingi aspek koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam praktik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan suatu reaksi inflamasi karena adanya proses yang terhambat, atau proses penyembuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Hasil pengujian skrining fitokimia menunjukan bahwa ekstrak yang dioleskan pada hewan coba mengandung tannin, saponin, dan flavonoid (Tabel 1). Pada

Lebih terperinci

Natrium Cloride 0.9% Bahan untuk Menutup Luka Verband dengan berbagai ukuran. Bahan untuk mempertahankan balutan Adhesive tapes Bandages and binders

Natrium Cloride 0.9% Bahan untuk Menutup Luka Verband dengan berbagai ukuran. Bahan untuk mempertahankan balutan Adhesive tapes Bandages and binders PERAWATAN LUKA DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : 1. Hilangnya

Lebih terperinci

PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS.

PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS. PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS Oleh L.Sofa 1) S.Yusra 2) 1) Alumni Akademi Keperawatan Krida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya digunakan

Lebih terperinci

Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2016 Palembang, Mei 2016

Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2016 Palembang, Mei 2016 URAIAN 1. Bagian akar tumbuhan tertentu memiliki daerah yang dikenal dengan bintil akar. Berikut ini adalah hasil pengamatan mikroskop terhadap sayatan melintang dari bagian akar tumbuhan tersebut. a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar BAB I PENDAHULUAN 3.1 Latar Belakang Luka bakar didefinisikan sebagai suatu trauma pada jaringan kulit atau mukosa yang disebabkan oleh pengalihan termis baik yang berasal dari api, listrik, atau benda-benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi.

BAB I PENDAHULUAN. ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu atau ph, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA. 6.1 Pendahuluan

6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA. 6.1 Pendahuluan 46 6 AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA 6.1 Pendahuluan Kanker merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di dunia

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL BIJI SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DEWASA

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL BIJI SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DEWASA ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL BIJI SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DEWASA Fredrica, 2016. Pembimbing I : Roro Wahyudianingsih, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vulnus (luka) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tubuh dan terganggunya integrasi normal dari kulit serta jaringan di bawahnya yang dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK SALEP EKSTRAK METANOL

ABSTRAK EFEK SALEP EKSTRAK METANOL ABSTRAK EFEK SALEP EKSTRAK METANOL dan SALEP SERBUK DAUN SOSOR BEBEK (Kalanchoe pinnata (Lamk)) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT PADA MENCIT Adi Kurnia Suprapto, 2012. Pembimbing I : Fen Tih, dr.,m.kes.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 2013; Wasitaatmadja, 2011). Terjadinya luka pada kulit dapat mengganggu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 2013; Wasitaatmadja, 2011). Terjadinya luka pada kulit dapat mengganggu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Limabelas persen dari berat badan manusia merupakan kulit (Wasitaatmadja, 2011). Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia yang memiliki fungsi

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktivitas berteknologi tinggi mengakibatkan manusia sering kali berhubungan

I. PENDAHULUAN. aktivitas berteknologi tinggi mengakibatkan manusia sering kali berhubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya kemajuan teknologi memberikan banyak kemudahan bagi manusia. Namun demikian, kemajuan yang sangat pesat dari teknologi tersebut juga memberikan dampak negatif

Lebih terperinci

PENGGUNAAN & EFEK LISTRIK PADA PERMUKAAN TUBUH. Arif Yachya

PENGGUNAAN & EFEK LISTRIK PADA PERMUKAAN TUBUH. Arif Yachya PENGGUNAAN & EFEK LISTRIK PADA PERMUKAAN TUBUH Arif Yachya Efek fisiologis Listrik Efek Arus Listrik pada tubuh kita : 1. Menstimulasi syaraf dan jaringan otot terasa sakit & terjadi kontraksi otot 2.

Lebih terperinci

UJI FUNGSI RANCANGAN ELEKTROTERAPI KOSMETIK ARUS MIKRO ( MICROCURRENT ) DI LABORATORIUM TEKNIK ELEKTROMEDIK

UJI FUNGSI RANCANGAN ELEKTROTERAPI KOSMETIK ARUS MIKRO ( MICROCURRENT ) DI LABORATORIUM TEKNIK ELEKTROMEDIK UJI FUNGSI RANCANGAN ELEKTROTERAPI KOSMETIK ARUS MIKRO ( MICROCURRENT ) DI LABORATORIUM TEKNIK ELEKTROMEDIK Disusun oleh : 1. Dra.Hj.Ma murotun, ST. Msi 2. Suharyati, ST. MSi 3. Indah Nursyamsi ST. DAFTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, atau gigitan

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut

Lebih terperinci

II. METODOLOGY. Kata kunci: Stroke, stimulasi listrik, kontroler, boost converter, pembentuk sinyal dan keypad. I. PENDAHULUHAN

II. METODOLOGY. Kata kunci: Stroke, stimulasi listrik, kontroler, boost converter, pembentuk sinyal dan keypad. I. PENDAHULUHAN PEMBUATA DA PERECAAA STIMULUS OTOT OIVASIF UTUK TERAPI STROKE BERBASIS MIKROPROSESOR Faris ulianto, Ir. Mochamad Rochmad, MT., Madyono, S.ST., Ir. Rika Rokhana, MT. Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. IImu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Maret 2015 sampai

III. METODE PENELITIAN. IImu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Maret 2015 sampai 43 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemodelan Fisika dan Laboratorium Elektronika Dasar Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan IImu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan absorbent dressing sponge dimulai dengan tahap percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai penghilangan air dengan proses lyophilizer.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang

I. PENDAHULUAN. Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis. Luka bakar tersebut mendominasi persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas ini berkepanjangan akan mengakibatkan luka. regangan dan gesekan (Potter dan Perry, 2005; Hidayat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas ini berkepanjangan akan mengakibatkan luka. regangan dan gesekan (Potter dan Perry, 2005; Hidayat, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inaktifitas, dan sensori persepsi, bila aktifitas ini berkepanjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luka adalah salah satu dari kasus cedera yang sering terjadi. Luka didefinisikan sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Penyebab dari luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hingga saat ini luka bakar masih dapat menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health Organization

Lebih terperinci

PENDAHULUAN MEMAR. vaskularisasijaringanyang terkena tumbukan

PENDAHULUAN MEMAR. vaskularisasijaringanyang terkena tumbukan HISTOPATOLOGI MEMAR PENDAHULUAN MEMAR Memar adalahsuatu keadaan dimana terjadipengumpulan darahdalam jaringan yang terjadi dikarenakan pecahnya pembuluh darahkapiler akibat kekerasan benda tumpul yang

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN JARINGAN GRANULASI DAN REEPITELISASI PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA KULIT KELINCI

PEMBENTUKAN JARINGAN GRANULASI DAN REEPITELISASI PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA KULIT KELINCI KHASIAT DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP PEMBENTUKAN JARINGAN GRANULASI DAN REEPITELISASI PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA KULIT KELINCI 1 Suci Ariani 2 Lily Loho 2 Meilany F. Durry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan yang di akibatkan karena trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ terbesar dari tubuh, yang membentuk 16% dari berat badan (Amirlak, 2015). Kulit berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar dan menutupi permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka memiliki prevalensi mencapai jutaan kasus per tahunnya. Penyembuhan luka yang terganggu

Lebih terperinci

Robot Bergerak Penjejak Jalur Bertenaga Sel Surya

Robot Bergerak Penjejak Jalur Bertenaga Sel Surya Robot Bergerak Penjejak Jalur Bertenaga Sel Surya Indar Sugiarto, Dharmawan Anugrah, Hany Ferdinando Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra Email: indi@petra.ac.id,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. obat tersebut. Di India, tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) ini

BAB I PENDAHULUAN UKDW. obat tersebut. Di India, tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Centella asiatica (L.) Urban atau yang biasa disebut dengan tanaman pegagan merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang banyak tumbuh di negara negara Asia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan resiko timbulnya luka pada tubuh. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh atau rusaknya

Lebih terperinci