BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kemunculan kelas menengah di Indonesia makin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kemunculan kelas menengah di Indonesia makin"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena kemunculan kelas menengah di Indonesia makin mendapatkan perhatian masyarakat luas. Bukan tanpa sebab, terutama setelah Bank Dunia menyatakan 237 juta (sensus 2010) penduduk Indonesia, sebesar 56,5 persen sudah tergolong kelas menengah yakni tepatnya 134 juta jiwa dengan indikator pendapatan dan pengeluaran yang berkisar USD perhari. Upaya mendefinisikan kelas menengah terus menerus dilakukan oleh berbagai kalangan lintas disiplin keilmuan, mencakup ekonomi, sosiologi, sejarah, politik, dan sebagainya. Sebagian besar dari akademisi bersepakat, bahwa upaya mendefinisikan kelas menengah harus ditarik dari serangkain rentetan sejarah dan pengelompokan oleh para ahli dalam memaknai kelas. Kelas adalah salah satu istilah sentral dalam leksikon pemikiran sosial di barat, dan merupakan salah satu istilah yang mana makna yang dilekatkan padanya secara historis berhubungan erat dengan sejarah masyarakat. Hal itu dapat kita pahami, mengingat sejarah perkembangan masyarakat selalu ditopang oleh keberadaan kelompok-kelompok sosial yang stratifikatif, seperti antara tuan dan hamba, antara pemilik tanah dan pekerja, antara bos dan buruh, antara pejabat dan rakyat, dan sebagainya (Linklater, 2001:161). Sementara itu, dalam dinamika sosial modern, di mana infrastruktur sosial semakin kompleks, identifikasi kelas sosial tidak dapat lagi diletakkan pada dua oposisi biner, melainkan ada satu kelas sosial yang juga menempati posisi

2 2 kuat, yakni kelas menengah (Kuper, 2004:111). Perkembangan pembagian kelas semakin niscaya, seiring dengan perluasan relasi modal dan kuasa atas alat produksi yang menyaratkan banyaknya posisi diluar buruh dan pemilik alat-alat produksi, seperti kaum-kaum profesional, ahli hukum, dan lain sebagainya. Dengan berkembangnya posisi struktur ekonomi dan diiringi dengan penguasaan politiknya, maka berkembanglah kajian mengenai sturuktur sosial baru, yang kemudian dinamakan sebagai kelas menengah. Kini, kajian tentang kelas menengah telah berkembang secara luas, utamanya meliputi bidang politik, ekonomi, sejarah, dan kebudayaan. Bidang politik, kelas menengah kerap dikaitkan dengan isu agen perubahan sosial. Bidang ekonomi, kelas menengah digunakan untuk menandai status pendapatan dan daya beli masyarakat. Bidang kebudayan, kelas menengah kerap dikaitkan dengan gaya hidup dan proses imitasi. Berkaitan dengan ketiga aspek di atas, kajian kelas menengah di Indonesia pun semakin berkembang seiring dengan meningkatnya daya beli dan perkembangan gaya hidup masyarakat. Kajian kelas menengah tidak dapat dilepaskan dari konteks historis dan dinamika teoritik. Penerapan suatu kerangka konseptual secara lebih atau kurang tidak dapat dilepaskan dari analisa substantif. Terdapat beberapa pemikiran konseptual ilmu-ilmu sosial yang sangat berpengaruh dalam analisa kelas dan stratifikasi sosial (Seda, 2012:3). Dua teori besar yang kemudian mendasari kajian kelas menengah, yakni teori kelas Karl Marx dan teori stratifikasi sosial Max Weber (Seda, 2012:3-7), namun dalam penulisan ini hanya mengkaji teori kelas menurut Karl Marx secara mendalam.

3 3 Karl Marx menggolongkan masyarakat ke dalam dua kelas berdasarkan kuasa atas alat produksi, yakni borjuis dan proletar (Dahrendorf, 1959:11). Posisi kelas, dalam hal ini menyangkut juga keadaan sosial, bagi Marx, juga menentukan kesadaran sosial. Disinilah pembedaan kelas dalam kategorisasi Marx menjadi tegas, sehingga kesadaran sosial selalu berkaitan dengan kesadaran produksi, namun penjelasan dialektika oposisi ini belum cukup memuaskan untuk melihat realitas. Pertanyaannya, di manakah letak kaum profesional yang berada di antara kepentingan buruh dan majikan berada? Karl Marx kemudian menyebut istilah Petty-bourgeois (the petit bourgeoisie), untuk menjelaskan perihal kelas menengah (Gasper, 2005: 75), yang dengan jelas teorinya hanya sebagai pengantar pada sosial, bukan motor penggerak. Max Weber (1920) mengelaborasi kelas sosial secara berbeda. Filsuf berkebangsaan Jerman ini membagi pengelompokan dasar stratifikasi sosial menjadi tiga: kelas, status, dan politik (Stark, 2007). Weber menempatkan kelas sebagai pengolongan orang atau kelompok orang yang berada dalam situasi sosial yang sama. Weber menempatkan kelas (posisi ekonomi) berhadapan dengan status (distribusi kekuasaan) dan politik (kekuasaan legal). Kendati pun ketiganya merupakan sumbu sentral dari kekuasaan dan perselisihan antar-kelompok. Kelas sosial memiliki porsi besar dalam tradisi teoritik Weber, yang pada perkembangan selanjutnya Ia banyak membahas pemikirannya mengenai kelas menengah (Seda, 2012:3). Secara umum, tradisi pemikiran, Karl Marx dan Max Weber kemudian mendasari analisa kelas modern. Kedua dasar pemikiran yang berkontribusi besar

4 4 dalam pemikiran kelas menengah itu berkembang pada tradisinya masing-masing. Keduanya melahirkan tradisi pemikiran yang berbeda. Pemikiran Marx dan Weber berkembang pada periode yang sama. Dengan demikian, meskipun melahirkan tradisi pemikiran yang berbeda, sejak awal perkembangannya, kedua pemikiran ini memiliki banyak persinggungan. Persinggungan teoritik perihal kelas menengah dari kedua pemikiran ini menjadi menarik mengingat keduanya relatif berkembang pada periode pemikiran yang sama, dan saling melempar kritik. Dari kedua latar pemikiran itu, pemikiran Karl Marx menarik karena Marx lahir lebih dulu dari Weber. Marx juga menghubungkan kajiannya tentang kelas dengan sejarah masyarakat, bahkan Marx mengelaborasi pemikiran kelas pada konteks pemahamannya mengenai sejarah perkembangan manusia. Dengan demikian, membaca pemikiran Marx dalam perspektif sejarah ini menjadi menarik, terutama membaca pemikirannya mengenai kelas menegah. Mengingat, seiring dengan berkembangnya dunia modern, posisi kelas kelas menengah menjadi elemen dominan yang patut dipertimbangkan posisinya. Selain karena jumlahnya yang semakin banyak, posisi kelas menengah yang memiliki banyak akses dan kekuasan pada berbagai moda produksi membuatnya menjadi elemen yang berpengaruh. 1. Rumusan Masalah a. Apa pemikiran karl Marx tentang kelas menengah? b. Bagaimana posisi sejarah (secara umum) dalam Filsafat Sejarah? c. Apa peran kelas menengah Karl Marx dalam proses sejarah masyarakat?

5 5 2. Keaslian Penelitian Selama ini telah banyak penelitian dengan topik kelas menengah juga dapat dijumpai dalam berbagai jenis tulisan dan karya ilmiah. Dalam karya tulis ilmiah berupa jurnal, penulis menemukan Peranan Kelas Menengah Pribumi dalam Mengentaskan Kesulitan Ekonomi Tahun 1930-an yang ditulis oleh Miftahudin. Ia menuliskan bahwa kelas menengah berperan besar dalam mengentaskan kesulitan ekonomi tahun 1930-an dengan mendirikan koperasi dari berbagai bidang usaha sehingga banyak menampung lapangan pekerjaan. Karya tulis lainnya yang berhubungan dengan pemikiran Karl Marx di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada adalah skripsi berjudul Masyarakat Indonesia dan Revolusi Indonesia Dalam Pemikiran Pramoedya Ananta Toer (Sebuah Telaah Filsafat Sejarah Marxisme) ditulis oleh Endhiq Anang Pamungkas. Secara umum, penelitiannya menghasilkan pemahaman yang rinci dan mendalam mengenai pemikiran Pramoedya Ananta Toer tentang sejarah masyarakat dan revolusi Indonesia ditinjau dari filsafat sejarah Marxisme dan menemukan corak yang khas tentang konsep filsafat sejarah Pramoedya Ananta Toer dalam melihat perkembangan sejarah masyarakat dan revolusi Indonesia. Pratinjau lain yang penulis gunakan sebagai acuan mengenai keaslian penulisan skripsi ini adalah skripsi berjudul Refleksi Filsafat Sejarah menurut John Dewey yang ditulis oleh Fattah Hanurawan. Penelitiannya berfokus pada pengungkapan kembali pemikiran sejarah John Dewey berdasarkan strukturasi unsur-unsur dalam filsafat sejarah. Tinjauan ketiga yang penulis jadikan acuan adalah Kekerasan dalam Konsep Karl Marx yang ditulis oleh Firdaus Zamany. Penelitiannya bertujuan untuk mewujudkan pendeskripsian pandangan Karl Marx tentang kekerasan.

6 6 Tinjauan terakhir dilihat dari skripsi berjudul Keterasingan manusia Modern Menurut Karl Marx yang ditulis oleh Giyono. Giyono menyimpulkan beberapa kekuatan dan kelemahan pemikiran Karl Marx, yaitu di satu pihak marx secara objektif telah menunjukkan secara jelas permasalahan manusia secara dasar yakniketerasingan yang sebelumnya tidak pernah dipersoalkan. Lain pihak Marx menganalisis permasalahan tersebut terlalu monistik, reduksionalistik, utopis dan deterministik. Dari beberapa kajian di atas, bentuk penelitian yang mengangkat topik kelas menengah, dalam hal ini, melihat pemikiran kelas menengah Karl Marx dari sudut pandang filsafat sejarah, sebatas pengetahuan penulis, memiliki perbedaan yang jelas. Oleh karena fokusnya mengenai kelas menengah Karl Marx dengan tinjauan filsafat sejarah, menurut sepengetahuan penulis, belum pernah dijumpai skripsi dengan topik seperti yang penulis tulis. Dengan demikian penelitian ini layak untuk diteliti dalam rangka pengembangan pengetahuan. 3. Manfaat yang Diharapkan Penelitian kefilsafatan ini diharapkan mampu memberikan manfaat, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain: 1. Bagi perkembangan ilmu. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan pada umumnya, dan Filsafat Sejarah yang secara khusus membahas tentang kelas sosial. 2. Bagi perkembangan kefilsafatan

7 7 Penelitian ini dapat dijadikan sebagai wacana dan perkembangan dalam bidang kefilsafatan, terutama mengenai filsafat sejarah yang menitikberatkan pada perkembangan kelas. 3. Bagi manusia pada umumnya Diharapkan mampu menjadi sebuah pemahanam yang baru dalam pemahaman sejarah struktur kelas, sehingga bisa menjadi salah satu referensi untuk memahami sejarah perkembangan masyarakat. B. Tujuan Penelitian Penelitian kefilsafatan ini mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui pemikiran Karl Marx tentang kelas menengah. 2. Memberikan gambaran dan penjelasan mengenai posisi sejarah dalam filsafat sejarah. 3. Menjelaskan dan memahami peran kelas menengah Karl Marx dan proses sejarah masyarakat. C. Tinjauan Pustaka Pembahasan mengenai kelas menengah, tidak bisa dilepaskan dari kajian mengenai kelas sosial. Pemikiran terkait konseptualisasi kelas, banyak dipengaruhi oleh perdebatan akademis antara Karl Marx dan Max Weber. Prinsip utama untuk menganalisa kelas sosial, menurut Karl Marx, adalah dengan melihat keberadaan mereka dalam perjuangan kelas, yang harus dibedakan dari asal-usul mereka. Dalam konteks ini, kelas-kelas sosial mengacu pada keberadaan mereka dalam ruang ekonomi, yang biasanya ditandai dengan peranan mereka dalam hubungan ekonomi. Penyebutan ruang ekonomi (economic space) ini lebih

8 8 ditentukan oleh proses produksi. Sementara hubungan produksi, lebih ditentukan pada posisi atau tempat pekerja. Proses produksi berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan alam pada umumnya, sedangkan hubungan produksi dalam masyarakat yang mengenal pembagian kelas. Bagi Marx, hubungan produksi menunjuk pada dua hal, yakni pertama, hubungan antara pekerja dengan obyek dan alat kerjanya; dan kedua, hubungan antara sesama manusia yang dikenal dengan hubungan kelas. Pemikiran Marx menggunakan dasar hubungan faktor produksi sebagai pembeda kelas. Marx memiliki asumsi dasar bahwa watak individu sangat bergantung pada kondisi material produksi (Kusumandaru, 2003:31). Dalam hal ini, sebagaimana dijelaskan dengan gambling oleh Engels, bahwa umat manusia pertama-tama harus makan, minum, memiliki tempat berteduh dan berpakaian sebelum ia dapat mengejar politik, sains, seni dan agama (Drapper, 2001:43). Kemampuan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya itulah yang kemudian tergantung pada terlibatnya mereka di dalam hubungan hubungan sosial dengan orang lain untuk mengubah lingkungan materil melalui kegiatan produktifnya. Hubungan-hubungan sosial yang elementer ini kemudian membentuk infrastruktur ekonomi masyarakat. Pemilikan atau kontrol yang berbeda atas alat produksi sangat ditekankan oleh Marx. Pembedaan atas dasar pemilikan dan kontrol ini jauh lebih keras daripada perbedaan biologis. Pemilikan dan control itu pula yang merupakan dasar pokok untuk pembentukan kelas-kelas sosial yang berbeda-beda. Artinya, pemilikan atau kontrol atas alat produksi merupakan dasar utama kelas-kelas sosial dalam semua tipe-tipe masyarakat, dari

9 9 masyarakat yang dibedakan menurut kelas yang paling awal yang muncul dari komunisme suku bangsa primitif sampai ke kapitalisme modern. Dengan dasar berpikir semacam itu, Marx menggolongkan masyarakat ke dalam dua kelas: majikan/borjuis yang menguasai alat produksi, keuangan, lahan, dan teknologi produksi serta buruh/proletar yang menukarkan tenaganya untuk mendapatkan upah. Marx menegaskan bahwa keperluan asas yang dipentingkan dalam memahami ragam pengeluaran kapitalis adalah mewujud dalam materi (Dahrendorf, 1959:11). Penjelasan dialektika oposisi ini belum cukup memuaskan untuk melihat realitas. Jika kelas sosial hanya semata-mata dilihat dari pola produksi, maka akan terdapat dua kelas yang ditentukan oleh aspek politik, ekonomi dan ideologi, yakni kelas pemeras yang secara politis dan ideologis dominan, dan kelas yang diperas, dimana yang disebut kedua juga secara politis dan ideologis didominasi oleh yang pertama: tuan dan hamba dalam pola produksi perhambaan, bangsawan dan pelayan dalam pola produksi feodal, borjuis dan pekerja dalam pola produksi kapitalis. Dalam realitas sosial, formasi sosial yang terjadi tidak hanya terdiri dari suatu hubungan kelas yang tunggal, melainkan merupakan campuran dari beberapa hubungan sosial yang dibentuk oleh pola dan bentuk produksi. Sehingga, dalam membuat analisa kelas, pada titik tertentu, tidak dapat dilakukan pembagian kelas secara simplistis. Pada perkembangan selanjutnya, Karl Marx kemudian menyebut istilah Petty-bourgeois (the petit bourgeoisie), untuk menjelaskan perihal kelas menengah mencakup kaum professional, dan pada borjuis kecil (Gasper, 2005: 75).

10 10 Pada Bagian I Burgeois and Proletarians, Marx dan Engels mengatakan, kelas menengah adalah kelas antara yang bisa turun kelas atau tetap. Menurut Marks, kelas menengah tidak bisa naik kelsa menjadi borjuis yang memiliki kuasa penuh atas alat-alat produksi. Marx dan Engels mengatakan ada kelas menengah yang yang terempas jatuh menjadi proletariat karena kalah bersaing dengan industri modern. Mereka itu adalah anggota dari kelas menengah bawah, yakni pedagang kecil (small tradespeople), pemilik toko kecil (shopkeepers), para rentenir alias tukang riba (retired tradesman generally), para pekerja kerajinan tangan (handicraftsmen), dan petani (peasents) (Gasper, 2005: 50). Marx juga mengatakan bahwa tidak semua anggota dari kelas menengah ini bisa lenyap akibat kalah bersaing dengan borjuasi. Sebagian dari anggota kelas menengah ini kemudian menjadi kelas menengah baru dalam struktur industri modern (Gasper, 2005: 75). Sementara Max Weber menilai Kelas menengah tidak harus diukur melalui cara kepemilikan faktor produksi tapi dengan ukuran hal yang kuantifikasi berupa gabungan pendapatan, pendidikan, dan status sosial. Tiga hal itu menjadi penentu untuk mengukur derajat kelas seseorang (Seda, 2012:3-4). Seseorang bisa saja berpenghasilan besar dan memiliki usaha dengan karyawan banyak. Namun, karena pendidikannya rendah, ia belum tentu masuk ke kelas atas. Sebaliknya, penyair atau sastrawan bisa masuk kelas menengah karena derajat pengetahuannya, meskipun kemampuan ekonomi terbatas dan tidak menguasai alat produksi kapitalistik.

11 11 Pada perkembangannya, pemikiran Weber mempenaruhi teori struktural fungsional, yang dikembangkan oleh Talcott Parsons, Kingsley Davis dan Wilbert Moore. Teori ini berasumsi bahwa kelas menengah merupakan strktur sosial yang terkandung dalam tradisi dan nilai bersama, sehingga menjadi dasar dari integrasi dan stabilitas masyarakat (Seda, 2012:6). Dari kedua pemikiran ini, pandangan Karl Marx berkembang lebih dulu daripada Weber. Pandangannya tentang kelas, hampir menentukan perkembangan kajian berikut-berikutnya mengenai kelas. Kesamaan keduanya, bahwa pandangan mereka tentang kelas, mempengaruhi pandangan masing-masing tokoh ini tentang sejarah perkembangan manusia, terutama di era kapitalisme. Bagi marx, sejarah dari segala bentuk masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah pertikaian antar golongan. D. Landasan Teori Filsafat sejarah adalah cabang dari bidang filsafat berkaitan dengan masalah perenungan, bersifat spekulatif, menjawab beberapa pertanyaan yang terkait dalam proses sejarah. Filsafat sejarah mengkhususkan diri untuk membahas pola apakah yang dapat diamati dalam proses sejarah, siapakah motor penggerak sejarah, dan apakah proses terakhir yang dituju oleh proses sejarah. Istilah filsafat sejarah pada dasarnya sejajar dan diambil dari istilah filsafat alam. Filsafat sejarah bermaksud mempelajari jalanya (proses) peristiwa-peristiwa alamiah yang sebenarnya dengan memandang struktur (susunan) alam semesta (kosmologi) serta riwayat alam semesta sebagai suatu keseluruhan. Analog

12 12 dengan itu pemikiran filsafat sejarah juga ingin memandang proses sejarah sebagai suatu keseluruhan. Filsafat sejarah berusaha untuk memberikan penjelasan (eksplanasi) dan penafsiran (interpretasi) yang luas mengenai proses sejarah. Proses sejarah yang dimaksud adalah proses sejarah sebagai peristiwa (res gestae). Berdasarkan keseluruhan proses sejarah itu, dengan pemikiran dan perenungan, hendak diungkap struktur dasar dengan menelusuri dan memberi kerangka kepada keseluruhan proses arus perjalanan sejarah. Kemudian dipelajari pula tabiat dan sifat-sifatnya, juga faktor-faktor esensial yang menggerakkan proses sejarah, asasasas atau hukum-hukum umum yang menguasai dan mengendalikanya ke arah mana arus proses sejarah menuju dan bermuara demikian pula melalui pemikiran dan perenungan itu ingin dicari makna atau arti proses sejarah. Filsafat sejarah melayani tuntutan akan suatu konsepsi atau teori yang dapat diterima secara intelektual ataupun moral mengenai proses perjalanan sejarah sebagai suatukeseluruhan dengan menunjukkan hasil pengkajianya bahwa sejarah masa lalu membentuk diri dengan dan sesuai asas-asas tertentu yang sah seara universal. Penafsiran dan interpretasinya mengenai proses sejarah juga memungkinkan untuk memenuhi tugas ilmiahnya adalah untuk membuat ramalan (prediksi) mengenai perkembangan masyarakat di masa depan. Dengan demikian, filsafat sejarah akan mengkaji sejarah sebagai suatu proses. Seorang filsuf sejarah memandang arus atau proses sejarah faktual dalam keseluruhannya, dan berusaha untuk menemukan suatu struktur dasar di dalam proses sejarah itu. Filsafat sejarah mencari suatu struktur dalam yang tersembunyi

13 13 tetapi ada di dalam proses historis yang menjelaskan mengapa sejarah berlangsung demikian. Dalam mempelajari filsafat sejarah, tidak hanya membicarakan mengenai kejadian sejarah yang terjadi sampai saat ini, melainkan juga membicarakan mengenai prediksi tentang sejarah yang akan terjadi (prediksi). Filsafat sejarah ini berkembang di dunia barat pada abad pertengahan, dan banyak diilhami oleh orang-orang kristen yang mempelajari filsafat. Karenanya, banyak tokoh filsuf skekulatif pada masa abad pertengahan, seperti misalnya Santo Augustinus ( ) yang membagi sejarah dengan dua periodisasi yang berlandaskan Injil yaitu Civitas Dei (Kerajaan Tuhan) dan Civitas Terrena (Kerajaan Dunia). Pemikiran filsafat sejarah tidak dengan sendirinya menerima masa lalu sebagai satu-satunya gambaran kita tentang definisi sejarah. Dalam, filsafat sejarah, jika sejarah an sich dijadikan sebagai sebuah konsep bangun ilmu, maka linieritas maupun siklisitas sejarah selalu mengandung gerak. Entah itu gerak maju, mundur ataupun tetap. Ada keterpautan lebih jauh menyangkut konsep sejarah jika dilihat dari sudut pandang filsafat. Dimana pemahaman manusia tentang sejarah akan selalu bertaut dengan deterministik maupun yang indeterministik. Sehingga, dalam filsafat sejarah, akan terdapat banyak pertanyaan yang diajukan dan kesemuanya berkorelasi dengan pola-pola perkembangan sejarah. Hal itulah kemudian yang menjadi pokok persoalan ketika sejarah filsafat hadir dengan sejumlah pertanyaan mengenai linieritas. Baik itu liniatirasi siklis maupun yang dialektis.

14 14 Muhammad Hadi Sundoro (2006) membagi ruang lingkup materi Filsafat Sejarah menjadi dua. Pertama, pengetahuan Aposteriori dan Apriori. Pada kategori pertama, Aposteriori, dijelaskan, bahwa secara umum, pengetahuan manusia yang dapat diandalkan memiliki dua sumber. Sumber yang pertama adalah pengetahuan yang berdasarkan pengetahuan (inderawi), dan yang kedua adalah pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman dan pengamatan terhadap kenyataan (pengetahuan Aposteriori). Dari lanskap teoritik di atas, pandangan filsafat ini kiranya cocok untuk digunakan menjadi perspektif untuk melihat pemikiran kelas menengah Karl Marx. E. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, adapun langkahlangkah pembuatan sebagai berikut: 1. Bahan dan Materi Penelitian. Bahan dan materi penelitian akan diperoleh melalui penelusuran pustaka yaitu dari buku Karl Marx yang berhubungan dengan Kelas Menengah. Pustaka terbagi menjadi dua yaitu pustaka primer dan pustaka sekunder. Kepustakaan primer adalah buku-buku karya Karl Marx, dbeberapa di antaranya meliputi: a. Karl Marx The Holy Family tahun 1988, University Press of the Pacific b. Karl Marx The German Ideology tahun c. Karl Marx Grundrisse tahun 1993, Penguin Books, London.

15 15 d. Karl Marx The Poverty of Philosophy tahun 1995, Promotheous Books, New York. e. Karl Marx The Communist Manifesto, and its relevance for to tody tahun Resistance Marxist Library, New South Wales, Australia. f. Sementara kepustakaan sekunder berupa buku dan kamus yang berhubungan dengan tema yang diangkat oleh peneliti. 2. Langkah Penelitian Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk menangkap ide dan memahami objek materi baik secara tekstual maupun kontekstual, kemudian peneliti akan menyusun gagasan yang ada dan mengkomunikasikannya kembali. Adapun langkah yang diambil dalam penelitian ini berjalan berdasarkan tahap demi tahap yaitu dengan cara melakukan analisis yang melingkupi proses pengumpulan data yang berkaitan dengan tema, data itu kemudian direduksi, dicari substansi serta pola-polanya, selanjutnya data diklasifikasikan berdasarkan kategorinya masing-masing, tahap berikutnya adalah mengorganisasikan data tersebut, dan dilakukan penafsiran juga interpretasi yang sesuai dengan konteks teoretis. Penelitian ini menggunakan unsur-unsur metodis yang mengacu pada buku yang ditulis oleh Kaelan (Kaelan, 2005: 68-98). 3. Analisis Hasil Dalam metode analisis ini melingkupi beberapa tahap yaitu; 1) Reduksi data, 2) Klasifikasi data, 3) Display data, dan 4) Melakukan penafsiran dan interpretasi serta pengambilan kesimpulan.

16 16 a. Deskripsi yaitu, memaparkan dan mengungkapkan data yang terkait dengan kejujuran sehingga mendapatkan pemahaman yang jelas. b. Verstehen (pemahaman) Penulis mencoba memahami bagaimana pemikiran Karl Marx, mencoba melihat dan memahami objek penelitian melalui insight serta empati untuk menangkap makna apa yang terkandung didalamnya. c. Interpretasi Peneliti melakukan interpretasi untuk mengungkapkan sekaligus menerangkan objek penelitiannya. d. Hermeneutika Mencari dan menemukan makna yang terkandung dalam objek penelitian melalui pemahaman dan interpretasi. Dan untuk menangkap objective geist, yang terkandung dalam objek penelitian. e. Komparatif Melakukan perbandingan antara pemahaman para filsuf tentang apa itu kelas menengah, dan bagaimana hubungannya antara kelas menengah dengan sejarah, yang kemudian akan menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan pemahaman terhadap pemikiran kelas menengah dari Karl Marx. F. Hasil yang Dicapai Penelitian kefilsafatan ini mencapai hasil yang diinginkan, antara lain sebagai berikut:

17 17 1. Secara mendalam mendapat pengetahuan mengenai pemikiran Karl Marx tentang kelas menengah. 2. Mendapat gambaran gambaran dan penjelasan mengenai posisi sejarah (secara umum) dalam filsafat sejarah. 3. Mendapat penjelasan dan pemahaman peran kelas menengah Karl Marx dan proses sejarah masyarakat. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan naskah yang berjudul Kelas Menengah dalam Kajian Marxisme (Tinjauan Filsafat Sejarah), ini terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut: BAB. I Berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode yang digunakan penelitian, hasil yang ingin dicapai dan sistematika penulisan. BAB. II Pemikiran Karl Marx, yang di dalamnya berisikan: Riwayat hidup Karl Marx, tokoh-tokoh yang mempengaruhi, karya-karya, pemikirannya tentang konsep kelas, dan teori kelas Karl Marx dan teori kelas menengah Karl Marx. BAB. III Filsafat Sejarah, yang di dalamnya mengenai pengertian filsafat sejarah, tokoh-tokoh dan aliran-aliran filsafat sejarah, masyarakat dan proses sejarah

18 18 BAB. IV Sejarah Kelas sebagai sejarah masyarakat, terdiri dari proses sejarah dan sejarah kelas, historisitas teori kelas Karl Marx dan Historisitas Kelas Menengah Karl Marx BAB. V Merupakan bab penutup berupa ringkasan dari bab-bab sebelumnya rangkaian penelitian yang berisikan saran dan simpulan.

CRITICAL THEORIES Bagian II

CRITICAL THEORIES Bagian II CRITICAL THEORIES Bagian II 1 MARXISME Jalur Pengaruh Pemikiran Karl Mark & Teori Kritis Hegel Neo Marxisme Teori Kritis II Marks Muda Karl Mark Marks Tua Engels Kautsky Korsch Lukacs Gramsci Hokheimer

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengatur sebuah negara, tentu tidak terlepas dari sistem ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengatur sebuah negara, tentu tidak terlepas dari sistem ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sosial masyarakat di Indonesia hingga saat ini mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Dengan berkembangnya berbagai hal diberbagai aspek, selalu

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah 174 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah Marx yang mengulas arsitektural pemerintahan sebagai objek material membuahkan hasil yang menunjukkan pemerintahan

Lebih terperinci

TUJUAN NEGARA. Sesuai dengan tujuan bersama yang disepakati Tujuan negara sesuai dengan ideologi yang digunakan dalam negara

TUJUAN NEGARA. Sesuai dengan tujuan bersama yang disepakati Tujuan negara sesuai dengan ideologi yang digunakan dalam negara IDEOLOGI POLITIK TUJUAN NEGARA Sesuai dengan tujuan bersama yang disepakati Tujuan negara sesuai dengan ideologi yang digunakan dalam negara tersebut MINGGU DEPAN 1. Ideologi : Anarkisme dan Komunisme

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economicts and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

Konflik Politik Karl Marx

Konflik Politik Karl Marx Konflik Politik Karl Marx SOSIALISME MARX (MARXISME) Diantara sekian banyak pakar sosialis, pandangan Karl Heindrich Marx (1818-1883) dianggap paling berpengaruh. Teori-teorinya tidak hanya didasarkan

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economists and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai monolog Marsinah Menggugat sudah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu. Penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak terlepas dari konflik-konflik yang dialami masyarakat. Sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak terlepas dari konflik-konflik yang dialami masyarakat. Sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra tidak pernah terlepas dari kehidupan masyarakat. sastra sebagai wadah penggambaran permasalahn hidup manusia yang ada di masyarakat. Terbentuknya karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1 Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1 Sebagai seorang akademisi yang sangat memperhatikan aspek-aspek pengajaran dan pengembangan kebudayaan, E.K.M. Masinambow merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA ABSTRACT Menjelaskan ideologi

Lebih terperinci

Sosialisme Indonesia

Sosialisme Indonesia Sosialisme Indonesia http://sinarharapan.co/news/read/140819049/sosialisme-indonesia 19 Agustus 2014 12:50 Ivan Hadar* OPINI Sosialisme-kerakyatan bisa diterapkan di Indonesia. Terpilihnya Jokowi sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.

Lebih terperinci

Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara. Masih ingatkah Anda, apa yang dimaksud dengan ideologi? Mungkin

Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara. Masih ingatkah Anda, apa yang dimaksud dengan ideologi? Mungkin Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara 1. Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara Masih ingatkah Anda, apa yang dimaksud dengan ideologi? Mungkin Anda pernah membaca atau mendengar

Lebih terperinci

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Seiring dengan perkembangan paradigma interpretivisme dan metodologi penelitian lapangan (f ield

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH Pokok Bahasan : Perkembangan teori sosiologi dan antropologi. Pertemuan ke- : 1 dan 2 Mahasiswa memiliki pemahaman dan wawasan mengenai perkembangan teori sosiologi dan antropologi. 1. Menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesusastraan ditulis karena motivasi manusia mengekspresikan dirinya sendiri dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

Lebih terperinci

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2012/ 2013 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2012/ 2013 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2012/ 2013 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA MATA UJI : METODOLOGI ILMU PEMERINTAHAN JURUSAN/ SEMESTER : ILMU PEMERINTAHAN/ VI HARI/ TANGGAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun

Lebih terperinci

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI. Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 MANUSIA dan AGAMA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI Pertemuan III FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 Agama adalah salah satu bentuk kontruksi sosial. Tuhan, ritual, nilai, hierarki keyakinankeyakinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan yang dikuasai dengan menuliskannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ekspresi yang kreatif dari sebuah ide, pikiran, atau perasaan yang telah dialami oleh seseorang dan diungkapkan melalui bahasa. Sastra adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK KARL MARX DAN DAHRENDORLF. proletar yang memperebutkan sumber-sumber ekonomi (alat-alat produksi).

BAB II TEORI KONFLIK KARL MARX DAN DAHRENDORLF. proletar yang memperebutkan sumber-sumber ekonomi (alat-alat produksi). 37 BAB II TEORI KONFLIK KARL MARX DAN DAHRENDORLF A. Teori Konflik Karl Marx Konflik merupakan pertentangan antara kelas borjuis melawan kelas proletar yang memperebutkan sumber-sumber ekonomi (alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah Analisis Penelitian ini dilakukan pada beberapa wilayah kajian analisis. Kajian utama yang dilakukan adalah mencoba melihat bagaimana respon pesantren terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini berangkat dari sikap afirmasi penulis terhadap kebutuhan akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua model pemikiran

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. relasi antara ideologi dan gerakan sosial keagamaan. Dengan melihat penelitian yang

BAB V KESIMPULAN. relasi antara ideologi dan gerakan sosial keagamaan. Dengan melihat penelitian yang BAB V KESIMPULAN Melalui penelitian yang diajukan penulis pada latar belakang masalah bahwa ada relasi antara ideologi dan gerakan sosial keagamaan. Dengan melihat penelitian yang dilakukan dalam Ideologi

Lebih terperinci

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL 1 2 BAB I Memahami Ekonomi Politik Internasional A. Pendahuluan Negara dan pasar dalam perkembangannya menjadi dua komponen yang tidak terpisahkan.

Lebih terperinci

164 WACANA VOL. 10 NO. 1, APRIL 2008

164 WACANA VOL. 10 NO. 1, APRIL 2008 164 WACANA VOL. 10 NO. 1, APRIL 2008 feminismenya sudah sangat berkembang. Pengaruh gelombang feminisme pertama di Eropa tanpa disadari telah masuk ke Indonesia. Keberanian kaum perempuan Indonesia untuk

Lebih terperinci

EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 )

EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 ) EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 ) Dosen: 1. Dr. Ir. Aceng Hidiayat MT (Koordinator) 2. Dessy Rachmawatie SPt, MSi 3. Prima Gandhi SP, MSi KULIAH 3 : Teori Ekonomi Politik Marxian

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 1. Pengertian Perubahan Sosial Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009 BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta

Lebih terperinci

VII KONFLIK DAN INTEGRASI

VII KONFLIK DAN INTEGRASI VII KONFLIK DAN INTEGRASI Pengertian Konflik Konflik adalah perselisihan atau persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik secara individu atau kelompok yang kedua belah pihak memiliki keinginan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi para saintis dan peneliti di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa pada masa kini telah menjadi salah satu komponen terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Melalui media massa, masyarakat dapat mengetahui segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi disuatu Negara memang sudah menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa ditinggalkan atau dikesampingkan karena pada hakikatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL KARL MARX. menunjuk pada perubahan sosial yang telah terjadi pada masyarakat

BAB II PERUBAHAN SOSIAL KARL MARX. menunjuk pada perubahan sosial yang telah terjadi pada masyarakat 40 A. Teori Perubahan Sosial BAB II PERUBAHAN SOSIAL KARL MARX Kehidupan sosial itu sendiri tidak pernah bisa terlepas dari adanya suatu proses untuk menuju dalam perkembangan. Sebagaimana perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicapai dalam segala aspek hidup, termasuk kehakiman, politik,

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicapai dalam segala aspek hidup, termasuk kehakiman, politik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia berkaitan dengan berbagai macam kebutuhan, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, serta

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

FILSAFAT PENDIDIKAN SOSIAL DALAM PERSPEKTIF MATERIALISME HISTORIS. Aniek Nurhayati Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya

FILSAFAT PENDIDIKAN SOSIAL DALAM PERSPEKTIF MATERIALISME HISTORIS. Aniek Nurhayati Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya FILSAFAT PENDIDIKAN SOSIAL DALAM PERSPEKTIF MATERIALISME HISTORIS ABSTRAK Aniek Nurhayati Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya Penerapan materialisme dialektis oleh Marx untuk menganalisis sejarah masyarakat

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, secara langsung maupun tidak langsung membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang berarti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

Dimensi Subjektif - Objektif

Dimensi Subjektif - Objektif Sociological Paradigms and Organisational Analysis [chapter 1-3] Gibson Burrell & Gareth Morgan Heinemann, London 1979 Empat Asumsi Tentang Sifat Ilmu Sosial (1) Ontology Asumsi yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

2

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hukum adalah pembatasan kebebasan setiap orang demi kebebasan semua orang... Kaidah hukum mengarahkan diri hanya pada perbuatanperbuatan lahiriah. Jadi. saya berbuat sesuai dengan

Lebih terperinci

ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James)

ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James) ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James) Oleh: Muhammad Hasmi Yanuardi Dosen Jurusan Sejarah FIS UNJ Abstrak.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kritik sastra itu sendiri. Berbagai maacam pendapat mengenai manfaat kritik sastra

BAB V PENUTUP. kritik sastra itu sendiri. Berbagai maacam pendapat mengenai manfaat kritik sastra 142 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Kritik sastra dikatakan sebagai ilmu sebab memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Landasan ontologis yang berkaitan dengan apa pada kritik sastra mengacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA Novia Kencana, S.IP, MPA novia.kencana@gmail.com Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN Modul ke: 14Fakultas Dr. PSIKOLOGI SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN BAB XIII Metode Penelitian KUALITATIF Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Program Studi PSIKOLOGI Menurut Banister, dkk (1994) penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ideologi marxisme pada saat ini telah meninggalkan pemahaman-pemahaman pertentangan antar kelas yang dikemukakan oleh Marx, dan menjadi landasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data 92 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

1. Paragraf dalam Bahasa Indonesia a. Macam-macam paragraf 1. Berdasarkan sifat dan tujuan (a) Paragraf pembuka (b) Paragraf penghubung

1. Paragraf dalam Bahasa Indonesia a. Macam-macam paragraf 1. Berdasarkan sifat dan tujuan (a) Paragraf pembuka (b) Paragraf penghubung 1. Paragraf dalam Bahasa Indonesia Paragraf atau sering disebut dengan istilah alenia, dalam satu sisi kedunya memiliki pengertian yang sama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini 1 Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan, kelahirannya di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke 20 bukan hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, akan tetapi dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan yang bermunculan di masa ini menarik perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah I.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Media Televisi merupakan media massa yang sangat akrab dengan masyarakat umum. Oleh sebab itu pula, televisi menjadi media yang memiliki penetrasi yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sastra adalah sebuah media bagi pengarang untuk menuangkan ide kreatif dan imajinasinya. Dalam menciptakan sebuah karya kreatif, seorang pengarang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Persoalan identitas, baik itu yang bersifat kolektif atau personal, telah menjadi isu penting dalam perdebatan yang dimunculkan oleh teori posmodern. Ideologi-ideologi

Lebih terperinci

Facebook :

Facebook : 1 Nama : Dian Silvia Ardasari Tetala : Baso, 4 Desember 1983 Pendidikan : Sarjana Sosial dari Universitas Indonesia Status : Istri dari Chairul Hudaya Ibu dari Naufal Ghazy Chairian (3,5 th) dan Naveena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil perpaduan estetis antara keadaan lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya kreativitas yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut: 284 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut: a. Standar penentuan upah menurut Hizbut Tahrir ditakar berdasarkan jasa atau manfaat tenaganya (manfa at

Lebih terperinci

Penelitian di Bidang Manajemen

Penelitian di Bidang Manajemen Penelitian di Bidang Manajemen Frans Mardi Hartanto Fmhartanto@gmail.com Bandung Manajemen - Ilmu Hibrida yang Multidisipliner 1 Ilmu manajemen adalah hasil perpaduan dari berbagai ilmu yang berbeda namun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing)

Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing) Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing) KARYA TULIS ILMIAH Laporan Hasil Penelitian Buku Ilmiah Buku Ajar (Buku Teks) Kritik

Lebih terperinci