BAB 2 LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Pemasaran Jasa Pemasaran menurut American Marketing Association (Kotler dan Keller, 2009:45) merupakan fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai kepada pelanggan serta mengelola hubungan pelanggan supaya menguntungkan bagi organisasi dan pemangku kepentingan perusahaan (stakeholder). Definisi pemasaran kemudian direvisi kembali oleh American Marketing Association (Kotler dan Keller, 2012:5) yaitu sebagai kegiatan, sekumpulan institusi, dan proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan serta menukarkan penawaran yang mempunyai nilai bagi pelanggan, klien, partner dan masyarakat luas. Dari definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan sekumpulan fungsi dan proses dalam membangun dan mengkomunikasikan penawaran melalui penciptaan nilai bagi pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat luas. Sedangkan Lovelock dan Wirtz (2007:15) mendefinisikan jasa sebagai kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, umumnya menggunakan kinerja berbasis waktu untuk mewujudkan hasil yang diinginkan oleh penerimanya atau berupa benda maupun asset lainnya yang dimiliki oleh pembeli dengan imbalan uang, waktu, dan usaha tertentu. Pelanggan jasa berharap untuk 11

2 12 mendapatkan suatu nilai dari akses terhadap barang, tenaga kerja, keterampilan professional, fasilitas, jaringan dan sistem dengan mengeluarkan suatu pengorbanan tertentu. Heizer dan Render (2009:13) menyatakan bahwa jasa merupakan aktivitas ekonomi yang biasanya menghasilkan produk tidak nyata (misalnya: pendidikan, hiburan, penginapan, pemerintahan, keuangan, dan layanan kesehatan). Oleh karena itu, jasa dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak berwujud yang ditawarkan dari satu pihak ke pihak lainnya yang memberikan manfaat dan kepuasan yang diinginkan oleh penerimanya tanpa adanya suatu kepemilikan tertentu karena diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan yang diperoleh dengan suatu pengorbanan tertentu Karakteristik Jasa Secara garis besar karakteristik jasa menurut Hiezer dan Render (2009:13) adalah sebagai berikut: 1. Jasa biasanya tidak nyata. Contoh: pembelian suatu perjalanan wisata. 2. Jasa biasanya diproduksi dan dikonsumsi secara langsung; tidak ada persediaan. Sebagai contoh, salon kecantikan memberikan pelayanan (memproduksi) potong rambut yang langsung dikonsumsi oleh konsumennya. 3. Jasa bersifat khas. Contohnya adalah potongan rambut seseorang tidak sama persis dengan orang lain, masing-masing memiliki ciri khasnya tersendiri. 4. Dalam jasa, terjadi interaksi yang tinggi dengan pelanggan. Jasa sulit untuk distandardisasi, diotomatisasi, dan dibuat seefisien mungkin sesuai keinginan kita karena interaksi pelanggan membutuhkan kekhasan. 5. Jasa mempunyai definisi produk yang tidak konsisten. Produk tidak dapat didefinisikan secara tepat, sebagaimana polis asuransi mobil, tidak konsisten

3 13 karena jasa bagi tiap pemegang polis asuransi mobil akan bervariasi bagi setiap pelanggaan, dilihat dari jenis mobil dan jangka waktu pertanggungannya. 6. Jasa sering berdasar pada pengetahuan, seperti pendidikan, kesehatan, dan hukum, sehingga sulit diotomatisasi. 7. Jasa sering tersebar. Penyebaran ini terjadi karena jasa biasanya diberikan kepada klien atau pelanggan melalui kantor setempat, toko pengecer, atau bahkan lewat panggilan ke rumah Persepsi Keadilan Pelayanan (Perceived Service Fairness) Namkung dan Jang (2010) mendefinisikan keadilan pelayanan (service fairness) sebagai persepsi pelanggan mengenai tingkat keadilan dalam perilaku perusahaan. Suatu tindakan dianggap adil hanya karena seseorang merasakan atau mempersepsikannya seperti itu, sehingga keadilan ini merupakan penilaian subyektif dari individu. Peter dan Olson menjelaskan bahwa konsumen memahami penilaian keadilan atau ketidakadilan dalam arti mereka memahami mengenai situasi yang berkaitan dengan potensi untuk memaksimalkan keuntungan pribadi atau manfaat dan meminimalkan investasi atau pengorbanan mereka (Namkung dan Jang, 2010) Mengukur Keadilan Pelayanan Namkung dan Jang (2010) telah memodifikasi dimensi keadilan pelayanan (service fairness) dari teori dimensi keadilan pelayanan yang asli (keadilan prosedural, keadilan distributif, dan keadilan interaksional) menjadi dimensi keadilan harga (price fairness), keadilan prosedural (procedural fairness), keadilan hasil (outcome fairness), dan keadilan interaksional (interactional fairness) dalam tujuan untuk dapat memahami dengan lebih baik sifat dari keadilan pelayanan pada semua konteks penyampaian pelayanan dengan mempertimbangkan pengorbanan

4 14 dan manfaat yang dialami pelanggan saat mengkonsumsi jasa yang dijelaskan berikut ini: 1. Keadilan harga (Price fairness) Kahneman et al. dalam Namkung dan Jang (2010) mendefinisikan keadilan harga sebagai penghakiman pembeli mengenai perbedaan antara apa yang mereka harapkan dan apa mereka terima. Artinya, konsumen umumnya memiliki standar internal tersendiri untuk hargayang mungkin atau tidak sesuai dengan harga yang sebenarnya pada saat penilaian perbandingan sedang dibuat. Keadilan harga,dalam penelitian ini, mengacu pada penilaian konsumen secara keseluruhan terhadap harga berdasarkan perbandingan harga sebenarnya dengan harga yang dapat diterima yang ditentukan oleh standar sosial (patokan harga) dan kepentingan (tingkat adaptasi). Keadilan hargadikonseptualisasikan sebagai salah satu komponen penting dari pengorbanan pelanggan dan persepsi harga konsumen telah dianggap sebagai variabel, bersama dengan bentuk-bentuk layanan keadilan lain. 2. Keadilan prosedural (Procedural fairness) Waktu merupakan sumber daya yang terbatas dalam aspek pengorbanan konsumen yang dipengaruhi secara obyektif dan subyektif. Seperti yang dijelaskan oleh Haynes bahwa ketika dua pelanggan menghargai waktu secara berbeda dalam mengalami durasi mengunggu yang sama, mereka sebenarnya membayar harga yang berbeda untuk pertemuan layanan mereka. Konsep keadilan prosedural dalam penelitian ini mengacu pada ketepatan waktu dan efisiensi sistem pelayanan sebagai bagian dari pengorbanan pelanggan, karena waktu tunggu dan keterlambatan pelayanan dianggap sebagai kerugian.

5 15 3. Keadilan hasil (Outcome fairness) Menurut Gronroos dalam Namkung dan Jang (2010), menyediakan jasa atau produk inti yang baik merupakan salah satu kepentingan utama bagi bisnis jasa. Oleh karena itu, keadilan hasil yang dirasakan pelanggan diharapkan dapat menyebabkan reaksi emosi dan perilaku konsumen. Dalam penelitian ini, keadilan hasil mengacu pada penilaian subyektif konsumen mengenai rincian nyata dari layanan yang disampaikan. 4. Keadilan interaksional (Interactional Fairness) Salon melibatkan sejumlah besar interaksi manusia dimana saat terjadi pertemuan layanan berarti terjadi interaksi langsung dengan pelanggan. Tentunya interaksi ini dapat menyebabkan pelanggan merasa puas atau tidak puas hanya dalam hitungan menit. Oleh karena itu, keadilan interaksional dalam penelitian ini mengacu pada rasa hormat dan minat yang diperlihatkan kepada pelanggan oleh penyedia layanan sehingga pelanggan merasa diperlakukan secara adil selama interaksi konsumsi. Tabel berikut ini akan menjelaskan dimensi dan indikator yang digunakan untuk mengukur variabel Persepsi Keadilan Pelayanan: Tabel 2.1 Mengukur Persepsi Keadilan Pelayanan Judul Jurnal Tahun Pengarang Dimensi Indikator Effects of European Keadilan Biaya Sesuai Perceived Journal of Namkung, Harga Harga terjangkau Service Fairness on Emotions, Marketing, 44 (9/10): Y., & Jang, S.C. Keadilan Prosedur al Dilayani sesuai dengan urutan kedatangan Dilayani dengan tepat waktu Pelayanan efisien

6 16 Judul Jurnal Tahun Pengarang Dimensi Indikator and Behavioral Intentions in Restaurants. Sumber: Penulis, 2013 Keadilan Hasil Keadilan Interaksi onal Pelayanan yang lebih baik Kualitas pelayanan Karyawan ramah Memberikan pelayanan yang sama kepada semua pelanggan Tidak terjadi bias/ketidakadilan pada saya Karyawan sopan Lingkungan Pelayanan (Service Environment) Jiun dan Haw (2011) mengadopsi istilah lingkungan pelayanan (service environment) dari servicescape yang digunakan dalam penelitian Bitner dan lingkungan toko (store environment) dalam penelitian Baker et al. untuk memasukkan faktor lingkungan yang lebih komprehensif. Lingkungan pelayanan sendiri menggabungkan keseluruhan faktor lingkungan yang ada dalam situasi pelayanan baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik. Wirtz, Chew, dan Lovelock (2012:297) menyebutkan bahwa tujuan dari lingkungan pelayanan adalah: 1. Membentuk perilaku dan pengalaman pelanggan a. Media penciptaan pesan (Message-creating medium): tanda simbolis untuk mengkomunikasikan sifat khas dan kualitas dari pengalaman pelayanan. b. Media penciptaan perhatian (Attention-creating medium): membuat serviscape menonjol dalam persaingan dan menarik pelanggan dari segmen sasaran.

7 17 Media penciptaan pengaruh (Effect-creating medium): menggunakan warna, tekstur, suara, aroma, dan desain ruangan untuk mendorong pengalaman pelayanan yang diinginkan. 2. Mendukung citra, posisioning, dan diferensiasi 3. Bagian dari proposisi nilai 4. Memfasilitasi pertemuan layanan dan mendorong produktivitas Pengukuran Lingkungan Pelayanan Jiun dan Haw (2011) membagi lingkungan pelayanan menjadi dua dimensi yaitu lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial meliputi emosi yang ditampilkan karyawan dan iklim pelanggan. Sedangkan lingkungan fisik meliputi faktor suasana dan faktor desain. 1. Emosi yang ditampilkan karyawan (Employee displayed emotion) Ekspresi emosi dari karyawan akan menghasilkan keadaan emosional yang sama bagi para pelanggan, hal inilah yang disebut sebagai penularan emosi (emotional contagion). Penularan emosi ini biasanya terjadi diluar kesadaran seseorang. Jiun dan Cheng (2011) menyatakan bahwa ketika karyawan menampilkan emosi yang positif, pelanggan kemungkinan akan meniru perilaku karyawan tanpa sadar selama terjadinya pertemuan layanan. Perilaku meniru ini akan mengubah keadaan emosi pelanggan sendiri. 2. Iklim pelanggan (Customer Climate) Iklim pelanggan mengacu pada persepsi pelanggan mengenai lingkungan sosial, yang dibagikan oleh pelanggan lain yang juga menerima layanan, dimana pelanggan tersebut memainkan peran yang tidak terpisahkan dari pelanggan lainnya (Jiun dan Haw, 2011). Pelanggan lain didefinisikan sebagai pelanggan yang berada dalam fasilitas pelayanan bersamaan dengan pelanggan yang menjadi fokus

8 18 penelitian (focal customer). Penelitian Brocato, Voorhees, dan Baker (2012) menemukan bahwa perilaku pelanggan lain dapat mempengaruhi evaluasi pelayanan, seperti pengalaman berbelanja dimana tindakan orang lain dapat menciptakan suasana yang negatif (anak yang menangis, memaki, kata-kata kasar, dll) atau positif (ramah, loyal, membantu, dll). 3. Faktor suasana (Ambient factors) Faktor suasana merupakan kondisi non-visual, kondisi latar belakang dalam lingkungan, termasuk elemen seperti pencahayaan ruangan dan lantunan musik. Suasana dapat menciptakan perasaan harmoni dengan dekorasi dan membuat pengalaman menjadi lebih menyenangkan, yang mengarah ke emosi yang positif (Jiun dan Haw, 2011). 4. Faktor desain (Design Factors) Faktor desain merupakan elemen lingkungan toko yang lebih bersifat visual, meliputi tataletak ruangan, desain interior dan skema warna. Desain dapat menciptakan pengaruh visual yang positif, membawa perasaan yang nyaman, dan membantu konsumen membentuk keadaan psikis yang mendahului tanggapan emosional (Jiun dan Haw, 2011). Tabel berikut ini akan menjelaskan dimensi dan indikator yang digunakan untuk mengukur variabel Lingkungan Pelayanan: Tabel 2.2 Mengukur Lingkungan Pelayanan Judul Jurnal Tahun Pengarang Dimensi Indikator The Influence of Service Environme Managing Service Quality, 21 (4): 2011 Jiun-Sheng, C.L., & Haw-Yi, L. Lingkun gan Sosial Emosi yang ditampilkan karyawan Iklim Pelanggan

9 19 Judul Jurnal Tahun Pengarang Dimensi Indikator nts on Customer Emotion and Service Outcomes Sumber: Penulis, Emosi Pelanggan (Customer Emotions) Lingkun gan Fisik Faktor Suasana Faktor Desain Emosi didefinisikan sebagai suatu rangkaian yang kompleks dari interaksiinteraksi antara faktor-faktor subjektif dan objektif sehingga menimbulkan suatu pengalaman afektif, dimana emosi lebih intens dari sekedar suasana hati dan cenderung lebih berhubungan langsung dengan ransangan tertentu, serta sering diekspresikan secara fisik, misalnya pada gerakan atau ekspresi wajah (Bigne, Mattila, Andreu, 2008). Sejalan dengan definisi diatas, Koenig-Lewis dan Palmer (2008) mendefinisikan emosi sebagai fenomena multifaset yang terdiri dari reaksi perilaku, reaksi ekspresi, reaksi psikologis, dan perasaan subjektif. De Rivera membedakan tiga konsep utama emosi: pertama, emosi sebagai keadaan psikologis yang berhubungan dengan naluri; kedua, sebagai persepsi nilai dalam menanggapi peristiwa tertentu atau insiden; ketiga, emosi sebagai bentuk transformasi berbasis pengalaman yang berfungsi untuk meningkatkan pemahaman kita mengenai peristiwa atau situasi tertentu (Martin et al., 2008) Mengukur Emosi Pelanggan (Customer Emotions) Skala pengukuran untuk emosi diturunkan dari Skala Emosi Diferensial (Differential Emotions Scale) Izard telah secara luas diaplikasikan dan dilaporkan

10 20 dalam literatur perilaku dan jasa. Model ini telah diuji dan ditemukan sesuai untuk pengukuran dari emosi dalam berbagai situasi jasa dan atau konsumsi (Martin et al., 2008). Bentuk singkat dari skala Izard terdiri dari 10 emosi: ketertarikan (interestexcitement), kebahagiaan (happiness-joy), keterkejutan (surprise-astonishment), kesedihan (sadness-grief), kemarahan (anger-rage), kemuakan (disgust-revulsion), ketakutan (fear-terror), kehinaan (contempt-scorn), keseganan (shame-shyness), perasaan bersalah (guilt-remorse). Smith dan Reynold (2009) mengadopsi teori emosi Izard dan membagi antara kategori emosi positif dan emosi negatif menjadi 9 item emosi. Emosi positif mencakup: 1. Nyaman (good), 2. Aman (save), 3. Percaya diri (Confident), 4. Santai (relaxed), 5. Dihargai (valued). Dan emosi negatif mencakup: 6. Malu (shy), 7. Marah (angry), 8. Terganggu (irritated), 9. Tidak senang (unhappy). Tabel 2.3 Mengukur Emosi Pelanggan Judul Jurnal Tahun Pengarang Dimensi Indikator Affect and Cognition as Internatio nal Marketing 2009 Smith, A., & Reynolds, Emosi Positif Nyaman Aman Percaya Diri

11 21 Judul Jurnal Tahun Pengarang Dimensi Indikator Predictors of Behavioral Review, 26 (6): N. Santai Dihargai Malu Intentions towards Services Sumber: Penulis, 2013 Emosi Negatif Marah Terganggu Tidak senang Niat Perilaku (Behavioral Intentions) Chang dan Polonsky (2012) mendefinisikan niat perilaku sebagai sejauh mana seseorang merumuskan rencana secara sadar untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu di masa depan. Niat perilaku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah niat perilaku pelanggan pasca pembelian. Niat perilaku pasca pembelian dapat didefinisikan sebagai komitmen perilaku masa depan untuk membeli produk atau jasa dari suatu penyedia produk atau jasa disetiap kesempatan, disaat alternatif penyedia layanan yang lain juga tersedia (Jankingthong dan Gonejanart, 2012). Niat perilaku pasca pembelian dapat digunakan untuk memprediksi apakah konsumen menjadi pelanggan jangka panjang dan membawa keuntungan yang stabil bagi perusahaan atau tidak, sehingga niat perilaku dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan strategi pemasaran (Meng, Liang, dan Yang, 2011). Dengan demikian pemahaman terhadap niat perilaku pelanggan akan memudahkan pihak manajemen untuk mengembangkan produk dan jasanya sesuai dengan keinginan pelanggan karena niat perilaku pelanggan seringkali merupakan dasar dari perilaku yang sebenarnya.

12 Mengukur Niat Perilaku (Behavioral Intentions) Bendall-Lyon dan Powers mengelompokkan niat perilaku menjadi dua kategori dimensi yaitu niat perilaku ekonomi dan niat perilaku sosial (Chang dan Polonsky, 2012). Niat perilaku ekonomi merupakan perilaku pelanggan yang mempengaruhi aspek finansial perusahaan. Sedangkan, niat perilaku sosial merupakan perilaku pelanggan yang mempengaruhi tanggapan pelanggan potensial atau pelanggan yang sudah ada di perusahaan. Niat perilaku ekonomi meliputi perilaku pembelian berulang, kebersediaan untuk membayar lebih, dan perilaku beralih pada penyedia layanan lain. Niat perilaku sosial meliputi perilaku mengeluh rekomendasi dan komunikasi word of mouth. Niat perilaku sosial, baik yang positif maupun yang negatif, mempengaruhi pelanggan individu seperti juga mempengaruhi opini dari pelanggan lainnya. Informasi yang disebarkan melalui word of mouth dari pelanggan yang ada kemudian digunakan sebagai masukan bagi ekspektasi pelanggan nantinya (Chang dan Polonsky, 2012). Sejalan dengan hal tersebut, Zeithaml et al. (Vijayadurai, 2008) juga menggunakan item berikut ini untuk mengukur niat perilaku: a. Niat membeli kembali (Repurchase intentions), b. Sensitivitas harga (Price sensitivity), c. Komunikasi Word of mouth(word of mouth communication), d. Perilaku mengeluh (Complaining behavior). Tabel 2.4 Mengukur Niat Perilaku Pelanggan Judul Jurnal Tahun Pengarang Dimensi Indikator The Influence of Internatio Chang, Niat Multiple Types of Service Convenience nal Marketing 2012 Y.W., Polonsky, Perilaku Ekonomi membeli kembali on Behavioral Review, 26 M.J. Sensitivitas

13 23 Judul Jurnal Tahun Pengarang Dimensi Indikator Intentions: The Mediating Role of Consumer Satisfaction in a Taiwanese Leisure Setting Sumber: Penulis, 2013 (6): Perilaku Sosial harga Word of mouth Perilaku mengeluh 2.2 Hubungan antar Variabel dan Hipotesis a. Hubungan Persepsi Keadilan Pelayanan dengan Emosi Pelanggan Individu yang berbeda dalam situasi yang sama, dapat memberikan penilaian yang berbeda yang dapat menimbulkan emosi yang berbeda pula. Sehingga berarti bahwa faktor utama dalam pembentukan emosi adalah berasal dari penilaian kognitif akan situasi (Varela, Vazques, dan Iglesias, 2010). Saat terjadi pertemuan layanan itulah, pelanggan akan masuk dalam kontrak psikologi dengan penyedia layanan untuk dapat dipenuhi kebutuhannya dan diperlakukan secara adil, dimana emosi berperan dalam menjelaskan pengaruh dari keadilan yang akan mempengaruhi berbagai aspek proses kognitif termasuk persepsi, evaluasi, dan penilaian pelayanan (Namkung dan Jang, 2010). Penelitian Varela, Vazques, dan Iglesias (2010) membuktikan bahwa keadilan distributif dan keadilan interaksional dalam perbaikan pelayanan akan mempengaruhi kepuasan pelanggan melalui hubungannya dengan intensitas emosi positif pelanggan tersebut.

14 24 Sejalan dengan penelitian tersebut, Namkung dan Jang (2010) juga membuktikan bahwa persepsi pelanggan mengenai keadilan harga mempunyai pengaruh positif terhadap emosi positif, yang berarti bahwa ketika pelanggan mengevaluasi uang yang mereka bayarkan itu adil/layak, mereka akan cenderung mempunyai emosi yang lebih positif. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa persepsi pelanggan mengenai keadilan prosedural memiliki pengaruh negatif terhadap emosi negatif, yang mengindikasikan bahwa ketika terjadi ketidaktepatan waktu dan ketidakefisienan pelayanan, maka persepsi konsumen terhadap tingkat ketidakadilan akan meningkat dan mereka akan mengalami emosi negatif. Tidak hanya itu, persepsi pelanggan mengenai keadilan hasil juga terbukti memiliki pengaruh positif terhadap emosi positif, yang berarti bahwa pelanggan yang mendapatkan hasil yang dinginkan dari proses penyampaian pelayanan akan mengalami emosi yang lebih positif dibandingkan pelanggan yang mendapatkan hasil yang kurang diinginkan. Begitu juga dengan persepsi pelanggan mengenai keadilan interaksional terbukti memiliki pengaruh positif terhadap emosi positif. Oleh karena itu,pada penelitian ini ditetapkanlah hipotesis yang pertama sebagai berikut: H 1 : Persepsi keadilan pelayanan (perceived service fairness) memiliki kontribusi terhadap emosi pelanggan (customer emotions) pada Jimmy Hair Dressing Salon Purwokerto. b. Hubungan Lingkungan Pelayanan dengan Emosi Pelanggan Seperti yang diungkapkan oleh Jiun dan Cheng (2011), karena jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan dalam satu lingkungan pelayanan perusahaan, maka tidak mengejutkan jika studi empiris telah menunjukan bahwa lingkungan pelayanan mempunyai pengaruh signifikan terhadap emosi pelanggan.

15 25 Hal ini didasari oleh penelitian Baker et al. dimana lingkungan toko yang dirancang buruk dapat mengurangi kenikmatan belanja dan mengarah pada penurunan suasana hati pelanggan, sedangkan lingkungan toko yang dirancang dengan baik dapat menimbulkan emosi positif yang berkaitan dengan pertemuan layanan tersebut (Jiun dan Cheng, 2011). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jang dan Namkung (2009) juga telah membuktikan mengenai rangsangan lingkungan berperan sebagai prediktor dari respon emosional. Liu dan Jang menyatakan bahwa lingkungan makan di rumah makan dapat menciptakan suasana hati dan emosi pelanggan, sehinga faktor suasana dapat menjadi bagian penting dalam pengalaman makan (Ha dan Jang, 2012). Sejalan dengan hal tersebut, Tsai dan Huang dalam Jiun dan Haw (2011) menyatakan bahwa lingkungan pelayanan memainkan peranan penting dalam penyampaian jasa karena lingkungan dapat membantu mengembangkan reaksi emosional yang menyenangkan, dan juga memperkuat persepsi dan retensi pelanggan. Oleh karena itu, pada penelitian ini ditentukanlah hipotesis yang kedua sebagai berikut: H 2 : Lingkungan pelayanan (service environment) memiliki kontribusi terhadap emosi pelanggan (customer emotions) pada Jimmy Hair Dressing Salon Purwokerto. Masih berkaitan dengan H 1 dan H 2, sesuai dengan tujuan penelitian maka pengaruh variabel-variabel penelitian juga akan diuji secara simultan sehingga dibentuklah H 3 sebagai berikut: H 3 : Persepsi keadilan pelayanan (perceived service fairness) dan lingkungan pelayanan (service environment) memiliki kontribusi secara simultan terhadap emosi pelanggan (customer emotions) pada Jimmy Hair Dressing Salon Purwokerto.

16 26 c. Hubungan Persepsi Keadilan Pelayanan dengan Niat Perilaku Pelanggan Penelitian Namkung dan Jang (2010) telah menunjukkan bahwa persepsi pelanggan terhadap keadilan mempunyai pengaruh positif terhadap niat perilaku. Hasil ini menyiratkan bahwa dengan memastikan keadilan pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan maka akan memimpin pada respon niat perilaku pelanggan yang positif di masa depan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh White, Breazeale, dan Collier (2012) yang juga menemukan bahwa semakin besar persepsi pelanggan mengenai keadilan kebijakan teknologi self-service maka semakin besar pula niat pelanggan untuk loyal dengan penyedia layanan, kembali lagi di masa depan, serta semakin kecil niat pelanggan untuk menyebarluaskan word of mouth yang negatif. Oleh karena itu dibentuklah hipotesis keempat pada penelitian ini sebagai berikut: H 4 : Persepsi keadilan pelayanan (perceived service fairness) memiliki kontribusi terhadap niat perilaku (behavioral intentions) pelanggan pada Jimmy Hair Dressing Salon Purwokerto. d. Hubungan Lingkungan Pelayanan dengan Niat Perilaku Pelanggan Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jang dan Namkung telah menemukan bahwa suasana memainkan peran penting dalam perilaku di masa depan, seperti menyebarkan hal-hal positif atau niat untuk membeli kembali, dimana suasana dianggap sebagai variabel bebas untuk menjelaskan perilaku pembelian (Ha dan Jang, 2012). Mendukung penelitian tersebut, penelitian Ha dan Jang (2012) juga menunjukkan bahwa persepsi pelanggan terhadap suasana pelayanan mempengaruhi niat perilaku secara positif, sehingga semakin positif persepsi pelanggan terhadap suasana pelayanan maka akan membawa kepada niat perilaku yang diharapkan.

17 27 Berdasarkan pada penelitian psikologi lingkungan (Mehrabian dan Russel; Russel dan Prat), perilaku manusia berhubungan secara kuat dengan lingkungan fisik yang termasuk dalam lingkungan pelayanan,yang berarti bahwa kondisi suasana dari lingkungan fisik dalam pengaturan layanan mendorong pelanggan untuk mengkonsumsi layanan dan akibatnya mempengaruhi sikap dan perilaku mereka terhadap penyedia layanan (Ariffin, Bibon, dan Abdullah, 2012). Oleh karena itu, tidak heran jika penelitian Ariffin, Bibon, dan Abdullah (2012) juga menunjukan bahwa elemen suasana pelayanan (seperti pencahayaan, gaya, tata letak) berpengaruh secara signifikan terhadap niat perilaku untuk mengunjungi kembali dan melakukan word of mouth. Penelitian sebelumnya juga telah menunjukan bahwa respon pelanggan dipengaruhi oleh parameter individu mengenai limgkungan fisik, seperti warna dan pencahayaan (Areni dan Kim; Crowley), juga termasuk karakteristik toko yang lebih abstrak meliputi desain dan suasana (Baker et al) yang dapat membantu pelanggan mengembangkan keyakinan, perasaan, dan niat perilaku mereka yang positif seperti word of mouth dan loyalitas terhadap penawaran dari toko tersebut (Bruggen, Foubert, dan Gremler, 2011). Sama seperti interaksi sosial yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dimana terjadinya interaksi tersebut, niat perilaku pelanggan juga dipengaruhi oleh lingkungan pelayanan (Jiun & Cheng, 2011). Sehingga disusunlah hipotesis kelima sebagai berikut: H 5 : Lingkungan pelayanan (service environment) memiliki kontribusi terhadap niat perilaku (behavioral intentions) pelanggan pada Jimmy Hair Dressing Salon Purwokerto.

18 28 e. Hubungan Emosi Pelanggan dengan Niat Perilaku Pelanggan Morris et al., menemukan emosi sebagai prediktor yang signifikan dari niat perilaku (White, 2010). Beberapa studi dari Aubert-Gamet, Dawson, Bloch dan Ridgeway, serta Hutto dan Richardson telah membuktikan hubungan antara emosi dengan perilaku mendekat-menjauh (approach-avoidance behavior) (Ariffin, Bibon, dan Abdullah, 2012). Pelanggan yang ada dalam suasana hati yang menyenangkan cenderung untuk melihat sisi terang dari sesuatu dan lebih bersedia untuk kembali lagi ke toko serta akan lebih bersedia untuk melakukan word of mouth yang positif (Jiun & Cheng, 2011).Terbukti dari penelitian Jiun dan Cheng serta Jiun dan Haw (2011) bahwa emosi positif pelanggan berkaitan secara positif dengan niat perilaku pelanggan. Dalam hasil penelitiannya, Namkung dan Jang (2010) juga menjelaskan bahwa pelanggan yang senang cenderung untuk tetap loyal dengan perusahaan dan memberitahu orang lain mengenai pengalaman positif mereka dan bahkan merekomendasikan perusahaan ke teman-teman dan kenalan mereka, namun sebaliknya, emosi yang tidak diinginkan pada akhirnya dapat menyebabkan pelanggan untuk meninggalkan perusahaan dan menyuarakan hal-hal yang tidak diinginkan.oleh karena itu, hipotesis keenam pada penelitian ini adalah sebagai berikut: H 6 : Emosi pelanggan (customer emotions) memiliki kontribusi terhadap niat perilaku (behavioral intentions) pelanggan pada Jimmy Hair Dressing Salon Purwokerto. Masih berdasarkan tujuan penelitian ini, maka dibentuklah hipotesis ketujuh mengenai pengaruh variabel-variabel secara simultan sebagai berikut ini:

19 29 H 7 : Persepsi keadilan pelayanan (perceived service fairness) dan lingkungan pelayanan (service environment) memiliki kontribusi terhadap emosi pelanggan (customer emotions) serta berdampak terhadap niat perilaku (behavioral intentions) pelanggan pada Jimmy Hair Dressing Salon Purwokerto. 2.3 Kerangka Hipotesis Kerangka hipotesis penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Perceived Services Fairness (X 1 ) Customer Emotions (Y) Behavioral Intentions (Z) Service Environment (X 2 ) Gambar 2.1 Kerangka Hipotesis Sumber: Penulis, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penampilan telah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat modern. Selain itu, perubahan cara pandang dan perilaku masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 Landasan Teori

BAB 2 Landasan Teori 1 BAB 2 Landasan Teori 2.1 Pemasaran Jasa Definisi pemasaran kemudian direvisi kembali oleh American Marketing Association (Kotler dan Keller, 2009:5) yaitu sebagai kegiatan, sekumpulan institusi, dan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan antara variabel persepsi keadilan pelayanan (X 1 ), lingkungan pelayanan (X 2 ), emosi pelanggan (Y), dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada jaman ini, banyak restoran-restoran yang bersaing untuk membentuk kualitas layanan yang baik dan segala sesuatunya untuk menarik konsumen sehingga tiap konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar dalam penelitian ini. Teori yang digunakan adalah teori niat berkunjung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar dalam penelitian ini. Teori yang digunakan adalah teori niat berkunjung BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II menjelaskan tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini. Teori yang digunakan adalah teori niat berkunjung ulang, kualitas makanan, atmosfir,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pemasaran Pengertian pemasaran secara konseptual kerap mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Berikut disajikan definisi pemasaran awal versi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang kepercayaan diri. Di Yogyakarta, pertumbuhan industri kecantikan saat

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang kepercayaan diri. Di Yogyakarta, pertumbuhan industri kecantikan saat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Gaya hidup kaum modern di perkotaan saat ini menuntut wanita dan pria untuk lebih memperhatikan penampilan. Tidak hanya dalam berbusana, namun juga penampilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia. Seiring dengan berjalannya waktu kini makanan bukan hanya menjadi kebutuhan pokok tapi juga gaya hidup bagi masyarakat kota.

Lebih terperinci

10 c. Persepsi sikap terhadap penggunaan (attitude) d. Persepsi minat perilaku (behavioral intention to use) Persepsi pengguna terhadap manfaat teknol

10 c. Persepsi sikap terhadap penggunaan (attitude) d. Persepsi minat perilaku (behavioral intention to use) Persepsi pengguna terhadap manfaat teknol BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model Penerimaan Teknologi Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Purba (2008), melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen Toserba Carrefour Plaza

Lebih terperinci

perusahaan-perusahaan jasa. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan jasa. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kondisi persaingan bisnis yang semakin meningkat intensitasnya, kunci keberhasilan suatu perusahaan untuk tetap hidup dan berkembang sangat tergantung pada

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Nilai Hedonis Kata hedonis diambil dari bahasa Yunani hedonismos dari akar kata hedone yang artinya kesenangan. Menurut Hrichman dan Holbook (1982) bahwa nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan yang semakin dinamis, meningkatnya aktivitas yang. berkembang, sejalan dengan makin berkembangnya pasar.

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan yang semakin dinamis, meningkatnya aktivitas yang. berkembang, sejalan dengan makin berkembangnya pasar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia selain kebutuhan sandang dan papan. Pengusaha dapat melihat hal ini sebagai prospek bisnis. Jumlah populasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel dari tahun ke tahun cukup pesat. Hal ini dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel dari tahun ke tahun cukup pesat. Hal ini dapat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis ritel dari tahun ke tahun cukup pesat. Hal ini dapat dari banyaknya bisnis ritel tradisional yang memulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Grand Theory Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi yang terdiri dari beberapa teori yang saling berkaitan dan saling berhubungan. 1.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori Dalam landasan teori ini akan dibahas tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian secara terperinci. Teori yang akan dibahas sebagai berikut: 2.1.1. Electronic

Lebih terperinci

PENGARUH PRODUCT QUALITY, SERVICE QUALITY DAN ATMOPHARE TERHADAP EMOTION DAN BEHAVIORAL INTENTION DI HERO SUPERMARKET

PENGARUH PRODUCT QUALITY, SERVICE QUALITY DAN ATMOPHARE TERHADAP EMOTION DAN BEHAVIORAL INTENTION DI HERO SUPERMARKET PENGARUH PRODUCT QUALITY, SERVICE QUALITY DAN ATMOPHARE TERHADAP EMOTION DAN BEHAVIORAL INTENTION DI HERO SUPERMARKET FRANSISCUS BISMOADI REZA C fransiscus_reza@yahoo.com ABSTRAK Development of the retail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia logistik di Indonesia saat ini cukup pesat. Banyaknya perusahaan logistik yang beberapa tahun lalu masih merupakan perusahaan yang belum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ini, semakin banyak pula pesaing yang dihadapi. Pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ini, semakin banyak pula pesaing yang dihadapi. Pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan manusia telah dan akan semakin kompleks. Kebutuhan manusia yang mendasar atau disebut dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Jasa Keunggulan suatu jasa akan sangat ditentukan oleh kualitas, keunikan dan manfaat yang diberikan oleh jasa tersebut, apakah sesuai dengan yang diharapkan oleh pelanggan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis jasa tempat hiburan dan permainan untuk keluarga di Indonesia cukup menjanjikan, mengingat tingkat kebutuhan hiburan dan tempat rekreasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha jasa salon merupakan bisnis yang dapat dijadikan bisnis jangka panjang, dikarenakan kebutuhan fisik untuk seorang wanita dibutuhkan, bahkan seorang pria pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui. Kotler, 2000) dalam bukunya (Tjiptono, 2007:2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui. Kotler, 2000) dalam bukunya (Tjiptono, 2007:2) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penjualan Pribadi (Personal Selling) Menurut Kotler (2010: 29), pemasaran adalah suatu proses sosial-manajerial yang membuat seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Philip Kotler mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Philip Kotler mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Konsep Pemasaran Dan Jasa 2.1.1 Definisi Pemasaran Philip Kotler mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai berikut: Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Internet saat ini telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Pengguna internet di Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan, yakni mencapai 82 juta orang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS

BAB II KERANGKA TEORETIS BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Perilaku Konsumen Perilaku konsumen menyangkut masalah keputusan yang diambil seseorang dalam persaingannya dan penentuan untuk mendapatkan dan mempergunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menjelaskan konsep e-crm, commitment, trust, perceived value,

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menjelaskan konsep e-crm, commitment, trust, perceived value, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan konsep e-crm, commitment, trust, perceived value, satisfaction, perceived service quality, perceived product quality, dan perceived price fairness.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta semakin meningkat. Sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2016 menyatakan bahwa jumlah penduduk

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler (2005:4) pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial

II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler (2005:4) pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran 2.1.1 Arti Pemasaran Menurut Kotler (2005:4) pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Loyalitas Pelanggan (customer loyalty) Loyalitas atau kesetiaan didefinisikan sebagai komitmen yang dipegang kuat unyuk membeli atau berlangganan lagi produk atau jasa tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan mereka. Hal itu menunjukkan bahwa penting bagi perusahaan. untuk menciptakan dan mempertahankan loyalitas konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan mereka. Hal itu menunjukkan bahwa penting bagi perusahaan. untuk menciptakan dan mempertahankan loyalitas konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Persaingan bisnis yang semakin ketat tidak hanya disebabkan oleh globalisasi saja, tetapi juga disebabkan oleh konsumen yang semakin cerdas, sadar akan harga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini seringkali disebabkan oleh keseragaman target market yang dimiliki bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini seringkali disebabkan oleh keseragaman target market yang dimiliki bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya bisnis kafe dewasa ini, telah menyebabkan semakin tinggi tingkat persaingan dalam memperebutkan dan mempertahankan konsumennya. Hal ini seringkali disebabkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kotler & Amstrong (2012) E-commerce adalah saluran online yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kotler & Amstrong (2012) E-commerce adalah saluran online yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 E-commerce 2.1.1 Pengertian e-commerce Menurut Kotler & Amstrong (2012) E-commerce adalah saluran online yang dapat dijangkau seseorang melalui komputer, yang digunakan oleh pebisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua bisnis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua bisnis yang ada, tetapi kebanyakan perusahaan tidak menyadarinya. Demi tercapainya tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauran Pemasaran ritel (Retail Marketing Mix) Amir (2004) menyatakan bauran pemasaran ritel biasanya terdiri dari pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya kebutuhan manusia modern secara tidak sadar membentuk perusahaan di dunia saat ini semakin emosional artinya perusahaan berusaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Loyalitas pelanggan juga merupakan penentu utama dalam memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. Loyalitas pelanggan juga merupakan penentu utama dalam memprediksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggan setia dalam organisasi bisnis merupakan aset kompetitif. Loyalitas pelanggan juga merupakan penentu utama dalam memprediksi pangsa pasar dan tingkat keuntungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauran Pemasaran Jasa Pemasaran dalam suatu perusahaan akan menghasilkan kepuasan pelanggan serta kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang sebagai kunci untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan suatu atmosfer lingkungan dalam sebuah ruang virtualonline

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan suatu atmosfer lingkungan dalam sebuah ruang virtualonline BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Online servicescape Harris dan Goode(2010) menyatakan bahwa Online servicescape merupakan suatu atmosfer lingkungan dalam sebuah ruang virtualonline yang dirasakan oleh pengunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha bisnis ritel di kota Padang mengalami perkembangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Usaha bisnis ritel di kota Padang mengalami perkembangan yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usaha bisnis ritel di kota Padang mengalami perkembangan yang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir ini dengan berbagai macam bentuk dan jenisnya. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran mengandung arti luas karena membahas mengenai masalah yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan perdagangan barang dan jasa. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis jasa banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis jasa banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bisnis jasa banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, berkembang dengan pesat dalam dunia modern saat ini. Perkembangan sektor bisnis bidang jasa dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Behaviour Impulse buying behaviour merupakan tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini, merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang memiliki keterkaitan dalam membahas variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepuasan konsumen sangat penting bagi sebuah bisnis, karena dapat menciptakan komitmen dan loyalitas terhadap suatu produk. Konsumen akan membeli berulang-ulang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis Merupakan landasan teori yang terkait dengan pokok masalah dalam penelitian. Berikut ini adalah teori-teori yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bisnis ritel sekarang berkembang cukup pesat. Bisa dilihat dengan banyak munculnya bisnis ritel di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bisnis ritel sekarang berkembang cukup pesat. Bisa dilihat dengan banyak munculnya bisnis ritel di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bisnis ritel sekarang berkembang cukup pesat. Bisa dilihat dengan banyak munculnya bisnis ritel di kota-kota besar, salah satunya Surabaya. Surabaya banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah diberlakukan. MEA terbentuk dari keinginan negara-negara ASEAN untuk mewujudkan kawasan perekonomian yang kuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumen saat ini tidak hanya puas dengan mendapatkan produk yang dia butuhkan, tetapi konsumen juga ingin memiliki suatu hal yang menarik yang akan memberikan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. JASA 1. Pengertian Jasa Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran (Kotler,2009:5), dalam bukunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya industri coffee shop yang pesat saat ini membawa dampak baru kedalam gaya hidup konsumen. Makna coffee shop saat ini mengalami pergeseran, dimana mengunjungi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga. Gerakan revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan yang tidak boleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Konsumen di masa sekarang semakin menuntut banyak hal terhadap produk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Konsumen di masa sekarang semakin menuntut banyak hal terhadap produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konsumen di masa sekarang semakin menuntut banyak hal terhadap produk dan faktor-faktor tambahan yang mengikutinya. Agar produk yang ditawarkan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 8 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2. 1 EXPERIENTIAL MARKETING Experiential marketing menurut (Schmitt 1999 dalam Bagus Aji 2011) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pasar dan Pemasaran Sebelum memahami apa yang disebut sebagai manajemen pemasaran, kita harus lebih dahulu mengetahui definisi dari kata pasar terlebih dahulu. Secara tradisional,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Telaah Pustaka dan Pengembangan Hipotesis 2.1.1 Repetitive Buying Dalam memperhatikan posisi dalam suatu industri, minat beli ulang dari pelanggan merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, lingkup penelitian, dan sistematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitianpenelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitianpenelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitianpenelitian sebelumnya akan tetapi dipusatkan pada kasus Pengaruh Kualitas Layanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas, dilihat dari konsumen yang menuntut produk dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas, dilihat dari konsumen yang menuntut produk dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengenal konsumen dengan kebutuhan konsumsi yang cukup tinggi, perlu mempelajari perilaku konsumen sebagai bahan evaluasi perusahaan dalam meningkatkan kualitas,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengetahui hubungan antara variabel Store Atmosphere terhadap Impulse Buying. pada Konsumen Toko Naughty Plaza Andalas Padang.

BAB V PENUTUP. mengetahui hubungan antara variabel Store Atmosphere terhadap Impulse Buying. pada Konsumen Toko Naughty Plaza Andalas Padang. BAB V PENUTUP Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil yang telah disajikan pada bab sebelumnya. Bab ini juga berisikan keterbatasan penelitian dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu alasan utama terciptanya ragam produk, ragam fasilitas dan pelayanan yang disuguhkan para

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pemasaran dan Konsep Pemasaran Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang maksimal. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Teori Tentang Kepuasan Pelanggan 2.1.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa pelanggan adalah seseorang yang beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia atau basic needs.

BAB I PENDAHULUAN. pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia atau basic needs. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kuliner merupakan salah satu bagian dari sektor ekonomi kreatif yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Bisnis kuliner merupakan bentuk usaha ekonomi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani hedone yang diartikan sebagai pleasure atau kenikmatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani hedone yang diartikan sebagai pleasure atau kenikmatan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Nilai hedonis Ide dari nilai hedonis muncul dari sudut pandang bagaimana cara manusia berpikir mengenai nilai, salah satunya adalah hedonism, yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. kesan positif ataukah sebaliknya. Interaksi ini disebut sebagai a moment of truth,

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. kesan positif ataukah sebaliknya. Interaksi ini disebut sebagai a moment of truth, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Quality service encounter Service Encounter menurut Jasfar (2003: 96) merupakan suatu interaksi langsung antara pelanggan dengan karyawan termasuk fasilitas fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loyalitas Pelanggan 2.2.1 Definisi Loyalitas Pelanggan Tujuan seseorang membeli produk adalah untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun rumah tangga. Suatu produk akan memuaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk memberikan keunggulan yang kompetitif. Hal ini terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk memberikan keunggulan yang kompetitif. Hal ini terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas hubungan yang tinggi antara perusahaan dan pelanggan diperlukan untuk memberikan keunggulan yang kompetitif. Hal ini terjadi ketika perusahaan mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern tidak lagi hanya membeli produk dan jasa, sebaliknya konsumen membeli

BAB I PENDAHULUAN. modern tidak lagi hanya membeli produk dan jasa, sebaliknya konsumen membeli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam berbagai industri, cara pemasaran perusahaan telah bergeser dari tradisional fitur dan manfaat menjadi penciptaan pengalaman bagi konsumen (Schmitt, 1999). Literature

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Konsumen 1. Pengertian Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived) sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Amir,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan usaha ritel di Indonesia dipicu oleh semakin pesatnya persaingan dalam pasar konsumen akhir dan faktor sosial. Dengan perkembangan ritel yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala jenis industri, terutama bisnis ritel, sangat berkepentingan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Segala jenis industri, terutama bisnis ritel, sangat berkepentingan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Segala jenis industri, terutama bisnis ritel, sangat berkepentingan untuk mengetahui nilai/value yang diharapkan oleh konsumen atau pelanggannya. Sebab sekarang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. analisa deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan path analysis, antara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. analisa deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan path analysis, antara 131 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan path analysis, antara experiential

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena bisnis yang muncul saat ini salah satunya mengarah pada peningkatan usaha ekonomi produktif yang termasuk kedalam klasifikasi industri kreatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi secara global kini telah meningkatkan persaingan antar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi secara global kini telah meningkatkan persaingan antar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi secara global kini telah meningkatkan persaingan antar perusahaan dan industri di dunia. Menurut Simamora (2008) yang disebut pemenang dalam persaingan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang perilaku berpindah merek telah dilakukan oleh Purwanto Waluyo dan Pamungkas dan Agus Pamungkas (2003) dengan judul Analisis Perilaku Brand

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. semakin banyaknya informasi yang diterima oleh konsumen sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. semakin banyaknya informasi yang diterima oleh konsumen sehingga 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pemasaran Pada saat ini, konsep pemasaran tidak hanya mencakup kebutuhan dan keinginan saja, tetapi juga mencakup pengharapan konsumen, dan hal ini berkaitan dengan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pelanggan Bale Ayu yang puas belum memiliki keinginan untuk menyampaikan berita positif mengenai rumah makan tersebut di internet. Begitu juga pelanggan yang percaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Sebagaimana diketahui bahwa merek merupakan pembeda antar satu produk dengan produk

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Sebagaimana diketahui bahwa merek merupakan pembeda antar satu produk dengan produk 11 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Merek (Brand) Sebagaimana diketahui bahwa merek merupakan pembeda antar satu produk dengan produk lainnya. Kita menyimpan memori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat membuat pola pikir dan kebiasaan masyarakat menjadi berubah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Acuan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kazi Omar Siddiq dengan judul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Acuan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kazi Omar Siddiq dengan judul BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Kazi Omar Siddiq 2011 Acuan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kazi Omar Siddiq dengan judul Interrelations between Service Quality Attributes,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. PENDAHULUAN Saat ini kita sering mendengar persepsi orang-orang di sekitar kita mengenai kualitas jasa atau produk yang diberikan suatu perusahaan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang.

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas konsumen terdiri dari tiga kegiatan, yaitu: berbelanja, melakukan pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, konsumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Penelitian Yongju Jeong dan Yongsung Lee (2010) yang berjudul A study on the customer satisfaction and customer loyalty of furniture

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pemasaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Daryanto (2011:1), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kolompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha retail banyak bermunculan sebagai akibat tuntutan gaya hidup (perilaku) masyarakat yang mulai berubah. Perubahan yang dimaksud yakni konsumen yang semula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemasaran sensorik (sensory marketing) didefinisikan oleh Krishna (2012) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pemasaran sensorik (sensory marketing) didefinisikan oleh Krishna (2012) sebagai BAB I PENDAHULUAN Pemasaran sensorik (sensory marketing) didefinisikan oleh Krishna (2012) sebagai pemasaran yang melibatkan indera konsumen dan mempengaruhi persepsi, penilaian dan perilakunya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu belakang ini, menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Produk

BAB I PENDAHULUAN. waktu belakang ini, menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri jasa salon kecantikan di Indonesia dalam kurun waktu belakang ini, menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Produk Nasional Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini sedang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini sedang berkembang dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam publikasi hasil survei yang dilakukan

Lebih terperinci

Pentingnya Penerapan Teori Marketing 7P dalam Usaha Anda

Pentingnya Penerapan Teori Marketing 7P dalam Usaha Anda Pentingnya Penerapan Teori Marketing 7P dalam Usaha Anda 7P Dalam Bauran Pemasaran, Dalam komunikasi pemasaran diperlukan suatu pendekatan yang mudah dan fleksibel yang terdapat pada bauran pemasaran (marketing

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Konsumsi dan Konsumen Konsumsi berasal dari bahasa Belanda consumptie. Pengertian konsumsi secara tersirat dikemukakan oleh Holbrook

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya di Indonesia. Selain memiliki obyek wisata alam dan obyek wisata belanja, saat ini

BAB I PENDAHULUAN. lainnya di Indonesia. Selain memiliki obyek wisata alam dan obyek wisata belanja, saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki daya tarik tersendiri jika dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Indonesia. Selain memiliki obyek wisata alam dan obyek wisata belanja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah kegiatan yang menghubungkan antara perusahaan dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang lebih baik untuk organisasi atau perusahaan yang bersangkutan tentang berbagai

BAB V PENUTUP. yang lebih baik untuk organisasi atau perusahaan yang bersangkutan tentang berbagai BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Riset ini memberikan informasi mendalam yang sangat berharga serta pemahaman yang lebih baik untuk organisasi atau perusahaan yang bersangkutan tentang berbagai emosi yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Manajemen Pemasaran Definisi pemasaran menurut Kotler di dalam buku Subagyo marketing in business (2010:2) Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Menciptakan pelanggan yang loyal adalah inti dari setiap bisnis. Suatu bisnis disebut sukses jika berhasil mendapatkan, mempertahankan, dan menumbuhkan

Lebih terperinci