BAB I PENGANTAR. dimasuki oleh Belanda. Salah satu wilayah yang mendapatkan perhatian adalah
|
|
- Adi Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Hati kami tak perlu mengecualikan tempat manapun diatas bumi, atau warna kulit manapun diatas bangsa-bangsa, asalkan ia memiliki keprihatinan istimewa terhadap Insulinde. -Gerard Brom Sumatera Timur dalam sejarah Indonesia merupakan wilayah akhir yang dimasuki oleh Belanda. Salah satu wilayah yang mendapatkan perhatian adalah Tanah Batak. Hal ini ditandai dengan dibukanya perkebunan tembakau sejak tahun Tidak hanya dari segi ekonominya saja, beberapa tahun setelahnya masuk pula pengaruh agama Kristen Protestan ke Sumatera Timur, khususnya di wilayah pedalaman Batak. Bukti masuknya agama Kristen Prostestan ke wilayah Batak ditandai dengan kedatangan misionaris Protestan yang pertama tahun Sumatera Timur mempunyai dua etnis yakni Melayu dan Batak. Etnis Melayu mayoritas beragama Islam dan tinggal di daerah pesisir sedangkan etnis Batak masih memeluk kepercayaan lokal dan tinggal di daerah pedalaman. Letak geografis yang dekat dengan pesisir membuat ekonomi etnis Melayu lebih maju. Masyarakat pesisir lebih banyak beriteraksi dengan pedagang asing yang singgah 1 Hisarma Saragih, Zending di Tanah Batak: Studi Tentang Konvensi di Kalangan Masyarakat Simalungun Tesis S2. (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada), hlm. 2.
2 2 untuk berdagang. Berbeda dengan daerah Batak yang dikelilingi oleh bukit dan gunung yang terjal. Kondisi geografis dan medan yang sulit membuat pedagang asing enggan untuk datang berdagang. Etnis Melayu juga lebih cakap dalam membangun komunikasi dengan pihak-pihak luar terutama dari Aceh dan Malaya. Kecakapan ini digunakan oleh bangsa Melayu untuk menjalin komunikasi dengan bangsa Batak di pedalaman untuk mendapatkan hasil-hasil alam mereka. Gambaran diatas menunjukkan bahwa bangsa Batak jarang berinteraksi dengan orang luar khususnya sampai tahun 1860-an atau sebelum kedatangan bangsa Belanda. 2 Sebelum kedatangan Belanda ke wilayah ini ada suatu kondisi sosial yang sudah lama terbentuk. Istilah Batak mengandung arti budaya, bahasa, dan juga politik yang mencakup Toba, Karo, Simalungun, Dairi, Angkola, dan Mandailing. Bagi orang Karo yang beragama Muslim sangat sedikit yang mau menyebut mereka dengan istilah Batak, mereka mengatakan mereka adalah orang Karo. Begitu juga dengan Angkola dan Mandailing yang umumnya beragama Islam sangat sedikit yang mengakui dirinya Batak. Batak Toba adalah satu- satunya kelompok yang kuat mengakui dirinya sebagai Batak. Bagi orang Batak yang beragama Islam, istilah Batak berarti barbar atau tidak beradab. Batak adalah istilah yang diberikan oleh orang Islam kepada mereka yang memakan babi. Bagi masyarakat di Sumatera Timur, Batak merupakan pembeda antara suku Jawa, Melayu, dan Orang Islam. 2 Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut. (Jakarta: Gramedia, 2010), hlm
3 3 Batak juga sering dihubungkan dengan praktek kanibalisme (pemakan orang). Laporan-laporan pengembara Barat yang menjelajahi Timur pada abad ke-13 sampai abad ke-16 menyebutkan Batak makan orang dan Batak Berekor. Menurut Anderson yang menjelajahi Pantai Timur Sumatera tahun 1823 kanibalisme Batak bukanlah menjadikan manusia sebagai makanannya melainkan lebih untuk menjungjung tinggi rasa marah kepada musuh dalam situasi perang. 3 Sejak dibukanya perkebunan tembakau oleh pihak swasta Belanda di Sumatera Timur sering terjadi kenakalan kerja para kuli kontrak. Pemerintah Belanda menganggap kenakalan ini merupakan suatu ancaman bagi kegiatan kerja di perkebunan. Oleh karena itu, pemerintah Belanda sepakat untuk mendatangkan misionaris Protestan untuk memberikan pelajaran agama bagi para kuli kontrak. Pelajaran agama yang diberikan di perkebunan teryata memberikan dampak lain. Para kuli kontrak yang sudah mempelajari Kristen Protestan turut mengajak sanak-saudaranya yang berada di daerah pedalaman Batak untuk mengenal tentang Kristen Prostestan. Melalui informasi yang diperoleh dari Kuli Kontrak, para misionaris Prostestan mulai menjelajahi pedalaman Batak dan berusaha membangun Protestan di tengah-tengah masyarakat Batak yang masih menganut kepercayaan lokal. 3 Majalah Dalihan Na Tolu nomer 6: Dari Mana Munculnya Istilah Batak oleh Budi Sinulingga. (Brastagi, tanpa tahun).
4 4 Sepuluh tahun setelah misionaris Protestan berkarya, misionaris Katolik datang ke Tanah Batak. Namun kedatangan misionaris Katolik kurang mendapat respon yang positif dari kalangan pengusaha yang terlebih dahulu memeluk agama Protestan. Untuk menghindari terjadinya pengajaran agama yang sama antara Protestan dan Katolik dibuatlah peraturan larangan tentang penyebaran agama ganda. 4 Para misionaris Katolik mulai melihat daerah-daerah lain di Sumatera yang belum banyak dipengaruhi Protestan. Pada saat itu Padang menjadi pilihan yang aman untuk menumbuhkan benih-benih Katolik kepada masyarakat. Pada tahun 1902 misionaris Katolik memulai kembali misi (sebutan dalam penyebaran agama Katolik) yang sempat terhenti karena meninggalnya Pastor Caspar de Hesselle pada 31 Agustus Pastor tersebut merupakan misionaris Katolik pertama yang mengunjungi Sumatera dan tertarik untuk mendirikan Katolik disana. Minimnya pengetahuan Pastor Caspar de Hesselle tentang kebudayaan suku-suku di Sumatera, medan alam yang sulit, perbedaan budaya diantara keduanya membuat Katolik sulit 4 Untuk mengatur Misi maka pemerintahan Belanda mengatur kebijakanya dalam Undang- Undang pasal 123 yakni bentuk pelarangan mengadakan zending berganda. Hal ini untuk menghindari bentrokan antar sesama pemeluk agama. Lihat Bank Jan. Katolik di Masa Revolusi Indonesia. (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm. 35.
5 5 untuk masuk dalam kehidupan sosial masyarakat Sumatera. 5 Oleh sebab itu misi sempat terhenti. Usaha misionaris Katolik membuka kembali misi di Sumatera membuah hasil. Pada tanggal 30 Juni 1911 dibentuklah Prefektur Apostolik Sumatera 6 yang berkedudukan di Padang. Terbentuknya Prefektur Apostolik Sumatera ternyata memudahkan misionaris Katolik dalam menyebarkan agama Katolik sehingga karya misi dilanjutkan ke daerah-daerah Batak, termasuk Tanah Karo. Penyebaran agama Katolik di Tanah Batak tidak semudah mendirikan Katolik di Padang. Selain karena kurangnya dukungan dari pemerintah Hindia Belanda, izin untuk mendirikan misi disana belum juga diperoleh dari pimpinan pusat. Oleh karena itu para misionaris Katolik berusaha meminta bantuan kepada pastor- pastor di Padang, Sawah Lunto, dan Bukit Tinggi untuk memperoleh izin menyebarkan misi di wilayah Karo. 7 5 Karel Steenbrink, Catholics in Indonesia (Leiden: KITLV, 2007), hlm Prefektur Apostolik Sumatera merupakan suatu lembaga yang ada dalam susunan gereja Katolik yang mengurusi segala sesuatu tentang karya misi Katolik di Sumatera.Wawancara dengan Pastor Leo Joosten seorang pastor, penulis, dan peneliti masyarakat Karo tanggal 12 Oktober 2012 pukul WIB di Museum Karo Brastagi. 7 Leo Joosten, Kepentingan Kita Berbeda: Lima Puluh Tahun Misi Kapusin di Sumatera ( ). (Museum Karo Berastagi, tanpa tahun terbit), hlm. 99.
6 6 Tantangan lain yang harus dihadapi misionaris Katolik di Tanah Batak adalah Tanah Batak terlebih dahulu di masuki agama Protestan, sehingga masyarakat tidak bisa membedakan antara Katolik dan Protestan. Misionaris Protestan adalah pelopor dalam menanamkan kekristenan di tengah-tengah masyarakat Sumatera. Para misionaris Rheinische Missionsgesellschaft dari Barmen-Wuppertal Injil sudah memulai zending (penyebaran agama Protestan) sejak tahun 1861 di lembah Silindung dan tahun 1901 penyebaran agama Protestan sudah memasuki Simalungun dan Karo. 8 Para misionaris Protestan menyebarkan agama Protestan dengan cara damai dan dilakukan dari pedalaman sampai pesisir kota. 9 Proses penyebaran penyebaran agama Kristen di Tanah Batak memang termasuk lambat karena wilayah ini dimasuki terakhir oleh para misionaris di Indonesia. Wilayah ini juga dipengaruhi oleh minat pengusaha-pengusaha perkebunan tembakau. Permintaan pengajaran agama Kristen di daerah perkebunan tembakau oleh pemerintahan Belanda bukan untuk mendukung iman Protestan maupun Katolik, melainkan untuk mendukung hubungan perdagangan dan sebagai upaya stabilitas politik. 8 Mawi, Sejarah Gereja Katolik Indonesia Jilid 3. (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm Ibid., hlm. 21, dan lihat Tridah Bangun, Manusia Batak Karo. (Jakarta: Inti Idayu Press, 1986), hlm. 49.
7 7 Daerah-daerah yang masih terikat dengan agama kepercayaan local, termasuk Tanah Karo juga sulit di masuki para misionaris. Misionaris dianggap ancaman bagi masyarakat yang terikat dengan warisan budaya dan ritual-ritual adat. Kebiasaan yang dianggap anismisme oleh misionaris seperti melihat hari baik dengan sistem kalender, alunan gendang dalam ritual adat, penghormatan terhadap roh nenek moyang, kebiasaan adat lainnya merupakan ancaman bagi mereka. 10 Namun, usaha-usaha baik dan komunikasi yang intens terus dilakukan misionaris untuk menarik minat masyarakat Karo mengenal Kristen Prostestan dan Katolik. Dengan masuknya agama dari luar seperti Katolik ada perubahan pemikiran atau penetrasi kebudayaan dari luar terutama bagi pemeluk agama tersebut. 11 Berangsur-angsur, salah satunya berkat usaha agama Kristen menyebarkan ajaranajarannya, animisme perlahan-lahan semakin ditinggalkan. Misionaris berusaha memberantas kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran agama Kristen seperti pemujaan kepada arwah nenek moyang, magis dan lain-lain. Usaha nyata itu salah satunya berhasil menghapuskan benteng animism parbaringin di Tapanuli Utara tahun 1883 oleh Dr. Nomennsen pemimpin R.M.G. di Tanah Batak yang mempengaruhi pemerintahan Belanda untuk mengeluarkan larangan 10 N. Siahaan, op.cit., hlm Tridah Bangun, op.cit., hlm. 49.
8 8 menyelenggarakan sadjian bius dan pembatasan memainkan instrument-instrumen musik Batak. 12 Pada tahun 1925 beberapa keluarga Batak di Medan memberikan diri menjadi Katolik. Jumlah orang Batak yang menjadi Katolik terus meningkat sehingga pada tahun 1927 diangkat seorang pastor khusus bernama P. Marianus Spanjers untuk mengurusi pemeliharaan rohani orang Batak. Sejak bertambahnya permintaan orangorang Batak kepada misi Katolik maka sekarang tugas misi bertambah bukan hanya mengkristenkan orang Batak yang ada di kota dan daerah pantai saja melainkan juga yang ada di daerah asalnya. 13 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian Dari latar belakang diatas, pokok permasalahan yang akan dikaji adalah kristenisasi (misi Katolik) dan pengaruhnya dalam kehidupan sosial. Permasalahan tersebut akan dikaji dan dijawab melalui pertanyaan berikut: 1. Bagaimana proses penyebaran agama Katolik pada masyarakat Karo? 2. Perubahan-perubahan sosial apa saja yang terjadi setelah masuknya Katolik di Tanah Karo. 12 N. Siahaan, op.cit., hlm Mawi, op.cit., hlm. 24.
9 9 Sebagian orang Karo sekarang tidak suka apabila dikaitkan dengan Batak. Mereka mengatakan bahwa mereka bukan orang Batak melainkan Kalak Karo atau Orang Karo. Dalam kamus besar Karo-Indonesia kata batak memiliki arti pencuri. 14 Mungkin hal ini juga yang menyebabkan sebagian orang Karo tidak suka bila mereka dikaitkan dengan Batak. 15 Penyebutan Orang Karo menjadi Batak berasal dari masa kolonial Belanda. Mereka menganggap semua suku yang tinggal di bagian pedalaman Sumatera Timur adalah bangsa Batak baik suku Simalungun, Mandailing, dan Pakpak. 16 Rita Smith Kipp menulis, julukan Batak dibuat oleh kolonial untuk membedakan mereka yang belum beragama dengan suku Melayu yang telah menjadi Muslim. 17 Bagi orang-orang Melayu, julukan Suku Batak memiliki konotasi negatif yakni orang yang masih terbelakang, orang yang makan anjing dan babi. Menurut beberapa sumber, pencitraan buruk yang diberikan suku Melayu terhadap suku Batak menjadi salah satu jalan bagi Belanda untuk memecah belah kedua belah pihak yang memang sudah sejak lama bermusuhan. Beberapa sumber lain mengatakan jalan ini juga digunakan oleh misionaris untuk mempermudah penyebaran agama Kristen di Darwin Prinst, Kamus Karo Indonesia. (Medan: Bina Media, 2002), hlm. 15 Wawancara dengan N. J. Sembiring seorang budayawan Karo dan aktivis Gereja Batak Karo Protestan tanggal 10 Januari 2013 pukul WIB di Bekasi. 16 Martil L. Peranginangin, Orang Karo diantara Orang Batak: Catatancatatan penting Tentang Eksitensi Masyarakat Karo (Jakarta: Sora Mido, 2004), hlm Smith, Rita. Dissociated Identities: Ethnicity, Religion, and Class in an Indonesia Society. (Michigan: 1993), hlm. 189.
10 10 wilayah-wilayah pedalaman khususnya Tanah Batak termasuk Tanah Karo. Sebagian besar wilayah Karo pada saat itu masih memeluk agama si pemena. Penelitian ini dimulai dari tahun Masa ini merupakan masa yang sulit bagi para misionaris untuk menyebarkan misi Katolik. Para Misionaris tetap berusaha menghidupkan misi Katolik yang sudah dibangun dari kamp penahanan. Dalam hal ini peran serta umat sangat besar pengaruhnya. Tahun 1970 merupakan akhir penelitian ini karena pada tahun ini agama Katolik di Tanah Karo sudah berkembang pesat dan sudah menjadi gereja yang mandiri. Wilayah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah Kabanjahe, ibukota Tanah Karo. Pemilihan spasial Kabanjahe sebagai fokus penelitian didasarkan pada posisinya sebagai pusat penyebaran agama Katolik untuk wilayah Karo. 18 Selain itu dalam waktu 68 tahun ( ) melalui catatan Keuskupan Agung Medan untuk wilayah Kabupaten Karo menempatkan Kabanjahe sebagai paroki dengan wilayah yang paling banyak jumlah umat dan stasinya. Tercatat sebanyak orang dengan 67 jumlah stasi Payung Bangun, Pelapisan Sosial di Kabanjahe. (Jakarta: Universitas Indonesia, 1981), hlm Togar Naingolan, Evangelisasi di Tanah Karo. (Medan: Bina Media), hlm.
11 11 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yakni: 1. Ingin menggambarkan proses masuk dan berkembangnya Katolik di Tanah Karo. 2. Ingin menggambarkan dan menjelaskan kehidupan masyarakat Karo setelah proses penyebaran agama Katolik. 3. Ingin menjelaskan bagaimana Katolik dapat bertahan di Tanah Karo dalam periode Selain tiga tujuan diatas, penelitian ini ingin juga ingin memberikan tambahan bagi sejarah lokal bagi perkembangan historiografi nasional. 20 Diharapkan pula penelitian ini bisa menarik minat para peneliti lain untuk mengkaji lebih dalam mengenai Katolik pada masyarakat Karo yang belum banyak dituliskan orang terutama para anak-anak Karo. 20 Salah satu cara untuk memperoleh informasi mengenai keragaman bangsa adalah melalui sejarah lokal, yang dikategorikan dalam dua bagian yaitu, 1) Sejarah Lokal Khusus, berupa dinamika intern yang terjadi di masing-masing daerah, berupa dinamika intern yang terjadi di daerah masing-masing, dan sejarah tingkat lokal (local level history), yakni bagaimana suatu aspek yang bersifat nasional terwujud didalam atau interaksi antara pusat dan daerah. Lihat T. Ibrahim Alfian, Sejarah Lokal dalam Kurikulum Universitas: Sebuah Catatan Ringkas dalam Konseptual Seminar Sejarah Lokal, (Jakarta: Dep. P dan K Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1983), hlm. 29.
12 12 D. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perkembangan gereja sudah banyak ditulis oleh kalangan akademisi maupun non akademisi. Akan tetapi tulisan mengenai Katolik di Karo masih sangat jarang. Untuk memahami pergerakan misi Katolik di Tanah Karo maka harus dipahami dari sejarah lokal masyarakat Karo sampai perkembangan Katolik secara nasional karena gereja Katolik bersifat struktur dan memusat. Buku yang membahas tentang perkembangan Katolik di Tanah Karo sejak awal mula kedatangan misi hingga tahun 2008 adalah buku Mbuah Page Nisuan 21 karya Pastor Leo Joosten. Buku ini berisikan data-data faktual mengenai pendirian gereja Katolik khususnya di Brastagi dan Kabanjahe. Buku ini juga menjelaskan tentang misionaris Katolik dan pendirian sekolah-sekolah Katolik. Buku ini juga menyajikan potret kerja kaum awam yang berperan penting dalam penyebaran agama Katolik sampai pendirian stasi-stasi di beberapa wilayah di Tanah Karo. Kendatipun demikian buku ini bukan kajian akademik sehingga kurang analisis. Selain itu dipublikasikan dalam jumlah yang terbatas dan untuk kalangan sendiri. 2006). 21 Pastor Leo Joosten, Mbuah Page Nisuan. (Brastagi: Museum Karo Brastagi,
13 13 Buku berjudul Tali Pengukur Jatuh ke Tanah Permai: Saudara-Saudara Kapusin Belanda, Swiss, dan India di Sumatera merupakan buku yang menceritakan tentang perjalanan misionaris Katolik selama berkarya di Sumatera Utara khususnya para misionaris Belanda, Swiss, dan India. Buku ini merupakan karangan dari Pastor Leo Joosten, beliau adalah seorang misionaris Belanda yang berkarya di Tanah Karo hampir selama 44 tahun. Beliau banyak menghabiskan hidupnya untuk mempelajari tentang masyarakat Karo sampai masuknya agama Katolik di Karo. Sumber-sumber dalam buku ini diperoleh dari dokumenter pribadi yang didapatkan dari pastor-pastor Belanda yang pernah berkarya di Tanah Karo. Buku Evangelisasi di Tanah Karo 23 merupakan buku yang menjelaskan pewartaan injil melalui kesaksian hidup para misionaris dan umat Katolik. Buku ini merangkum kisah-kisah para misionaris dan kaum awam selama menyebarkan agama Katolik ke tengah-tengah masyarakat Karo. Buku ini berisi curahan hati dan cara-cara yang harus di lakukan agar semua umat dapat merasakan dan menerapkan nilai-nilai Kekatolikan di Tanah Karo. Buku ini juga menjelaskan dengan singkat penyebab dan perubahan kepercayaan masyarakat Karo melalui sudut pandang Katolik. 22 Leo Joosten. Tali Pengukur Jatuh ke Tanah Permai: Saudara-saudara Kapusin Belanda, Swiss, dan India di Sumatera (Medan: Bina Media: 2008). 2010). 23 Togar Nainggolanan, Evangelisasi di Tanah Karo. (Medan: Bina Media,
14 14 Buku Mekar di Buluh Awar: Kisah Masuknya Agama Kristen di Tengah Suku Karo dusun Deli di Buluh Awar 24 adalah gambaran tentang karya Kristen sejak tahun Kendatipun tentang perkembangan Protestan tapi melalui buku ini dapat diketahu tentang pergerakan karya para misionaris di Tanah Karo untuk pertama kalinya. Cara masuk dan peran serta para misionaris dalam membangun kepercayaan Kristen di tengah-tengah masyarakat Karo juga disajikan dalam buku ini. Ada pula sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti asing, Simon Rae. Penelitian ini dilakukan langsung di Tanah Karo dan menjadi bagian dari masyarakat Karo. Buku Roh Menjadi Angin Yang Lama dan yang Baru dalam Agama Karo 25 adalah sebuah buku mengenai Perubahan sosial dan agama masyarakat Karo dalam konteks sejarah. Buku ini membantu memahami bagaimana dan mengapa masyarakat Karo menerima kedatangan para misionaris dan memilih untuk beragama Kristen. Buku ini menjelaskan perubahan-perubahan sosial masyarakat Karo baik dari segi sosial, politik, dan budaya khususnya pada GBKP (Gereja Batak Karo Protestan). 24 Mekar di Buluh Awar: Kisah Masuknya Agama Kristen di Tengah Suku Karo, Dusun Deli di Buluh Awar (Jakarta: Gunung Mulia, 2000). 25 Simon Rae, Roh Menjadi Angin Yang Lama dan yang Baru dalam Agama Karo. (University of Ottago, diterbitkan untuk kalangan sendiri).
15 15 Buku Sejarah Gereja Katolik Indonesia Jilid 3 abad ke adalah buku yang diterbitkan oleh konferensi wali gereja Katolik dalam tiga jilid untuk menjelaskan secara singkat mengenai pergerakan misionaris Katolik di Indonesia. Jilid ke tiga dari buku ini membahas tentang daerah-daerah di luar Jawa seperti Sumatera, Nias, dan pulau-pulau kecil yang berada di Sumatera sejak abad ke-19. Buku ini memberikan gambaran perkembangan Katolik di wilayah-wilayah di Indonesia khususnya di Sumatera secara umum dan singkat khususnya di awal pergerakan misi Katolik disana. Buku Katolik di Masa Revolusi Indonesia 27 membahas tentang kehidupan Katolik di Jepang sampai pemeritahan orde baru di Indonesia. Buku ini juga memberikan kontribusi pengaruh dari perang dunia kedua bagi pergerakan kaum misionaris Katolik Indonesia. Selain itu juga dijelaskan sedikit tentang kehidupan partai politik Katolik khusunya setelah kemerdekaan Indonesia. Skripsi yang menarik adalah karya Romulo Sinuraya. 28 Skripsi ini berusaha memberikan gambaran tentang masuknya misi ke wilayah Karo serta perubahannya 26 Y. Weitjens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia jilid 3a dan 3b: Wilayahwilayah Keuskupan dan Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) Abad ke-20, (Jakarta: Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor Waligereja Indonesia, 1974). 27 Jan Bank, Katolik di Masa Revolusi Indonesia. (Jakarta: Grasindo, 1999). 28 Romulo Sinuraya, Sejarah Perkembangan Agama Katolik dan Pengaruh terhadap Masyarakat di Tanah Karo , Skripsi S1, Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, 1986.
16 16 sejak tahun Penelitian ini menyoroti proses penyebaran agama di setiap wilayah tanah Karo dan menjelaskan juga perubahan masyarakat Karo. Sayang sekali penelitian ini harus berhenti di tahun 1942 karena kesulitan mencari informasi yang lengkap tentang penahanan para misionaris. Tulisan mengenai perkembangan agama Katolik maupun perkembangan gereja Katolik di suatu wilayah memang sudah banyak disajikan, namun tulisan mengenai Katolik di Tanah Karo khususnya di Kabanjahe secara kajian akademik dan sesuai dengan prosedur penelitian sejarah belum ada yang menuliskannya khusunya sejak tahun 1942 sampai 1970an. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi sangat menarik dan penting untuk dikaji karena belum pernah dilakukan. E. Metode dan Sumber Penelitian Dalam melakukan penelitian dibutuhkan sumber yang diolah menjadi data penelitian. Untuk memperoleh sumber tersebut maka diperlukan suatu langkah atau metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah terbagi menjadi lima tahapan yaitu tahap pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi/kritik, interpretasi, dan penulisan Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta: Bentang, 2005), hlm. 90. Lihat juga Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 166.
17 17 Penelitian ini membahas tentang Katolik di Tanah Karo maka sumber-sumber tertulis seperti arsip, dokumen, buku, foto, majalah, data statistik gereja sangat dibutuhkan sebagai data penelitian. Selain sumber tertulis diperlukan juga sumber lisan untuk mendukung penelitian ini. Sumber lisan tersebut bisa diperoleh melalui wawancara. Untuk memahami tentang Katolik dan Kabanjahe maka dibutuhkan bacaanbacaan yang sesuai dengan tema. Bacaan tersebut menjadi acuan untuk mendapatkan fakta dan menjadi petunjuk untuk menemukan sumber-sumber lainnya. Sumbersumber lainnya yang dimaksud adalah arsip. Arsip yang dimaksud disini berasal dari arsip gereja Katolik Kabanjahe dan arsip Museum Karo di Brastagi. Selain arsip ada juga dokumen berupa catatan perjalanan, surat-surat resmi gereja, data statistik dan sebagainya. Tidak hanya dokumen, ada juga foto-foto untuk mendukung penelitian. Untuk mendapatkan semua sumber-sumber diatas maka penulis melakukan observasi, studi lapangan, dan wawancara. Langkah observasi dilakukan untuk merekonstruksi peristiwa dan suasana di masa lampau. Observasi tersebut berguna untuk melihat secara nyata dimana saja lokasi penelitian ini dilakukan dan tempattempat mana saja yang dapat diteliti lebih lanjut yang berkaitan dengan tema penelitian. Studi pustaka dilakukan perpusatakan FIB UGM, perpustakaan Jurusan
18 18 Sejarah UGM, perpustakaan Masri Singarimbun, perpustakaan Ignatius Kolosani, Sora Mido, dan Perpusnas. Studi pustaka juga dilakukan di daerah penelitian yaitu di perpustakaan Museum Karo Brastagi dan bagian arsip Gereja Katolik Santa Perawan Maria Kabanjahe. Untuk sumber lisan dilakukan wawancara dengan orang-orang gereja Katolik Kabanjahe yang ada di tahun Kebanyakan dari mereka adalah petugas gereja dan guru. Untuk mendapatkan orang-orang ini dilakukanlah deangan metode snow bowling yaitu melalui keterangan-keterangan dari para informan yang sudah diwawancarai. Wawancara yang dilakukan menggunakan bahasa Karo dan Indonesia. Kritik dalam penelitian ini sangat penulis butuhkan. Kritik yang dilakukan bersifat ektern dan intern. Kritik ektern adalah kritik yang dilakukan untuk membuktikan keaslian sumber dari bentuk fisik sumber tersebut sedangkan kritik intern adalah kritik yang dilakukan utuk membuktikan bahwa informasi dalam sumber tersebut dapat dipercaya atau credible. Sebelum melakukan penulisan sejarah maka dilakukan juga penganalisaan untuk mendukungnya menjadi fakta sejarah yang akurat. F. Sistematika Penulisan Penelitian akan dibagi kedalam lima bab. Bab pertama berisikan latar belakang diadakan penelitian, sumber-sumber penulisan, tujuan penelitian, dan
19 19 metode yang akan di tempuh selama penelitian. Bab ini merupakan pengantar untuk memberikan gambaran umum Katolik di Tanah Karo dan alasan-alasan penting dilakukan penelitian ini. Sumber-sumber penulisan dan langkah-langkah yang akan di tempuh selama penelitian juga digambarkan supaya mudah untuk dipahami. Untuk memahami penyebaran agama Katolik di Tanah Karo di bab dua akan dijelaskan terlebih dahulu kondisi geografis dan kehidupan sosial masyarakat di Karo. Pada bab ini masyarakat Karo ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta agama si pemena. Untuk lebih mudah memahami bab selanjutnya maka pada bab ini akan dibahas juga mengenai awal masuk Katolik ke Tanah Karo. Setelah awal masuk Katolik di Tanah Karo dibahas, tulisan ini akan dilanjutkan ke bab tiga yang berisi mengenai perkembangan dan usaha-usaha yang dilakukan untuk mendirikan Katolik di Tanah Karo tahun 1942 sampai Selain itu akan dijelaskan juga mengenai pendirian sekolah-sekolah berbasis Katolik yang dipelopori oleh para misionaris dan kaum awam (umat Katolik yang aktif dalam kehidupan gereja). Pada bab ini tahun akan dibagi menjadi tiga masa yang terjadi di gereja, yaitu masa krisis, masa membangun kembali dan masa mandiri gereja. Pembagian ini bertujuan mempermudah pembaca memahami proses penyebaran agama Katolik di Tanah Karo. Setelah mengkaji mengenai proses penyebaran agama Katolik sampai tahun 1970, akan ditampilkan pionir-pionir yang membangun Katolik di Tanah Karo pada
20 20 bab keempat. Bab ini akan menceritakan misionaris Katolik yang pernah berkarya di Tanah Karo dan peranan kaum awam dalam membangun Katolik. Selain itu akan dijelaskan pula mengenai kendala dan tantangan yang dihadapi misionaris dan katekis (kaum awam) dalam menyebarkan agama Katolik. Bab kelima dari penelitian ini kesimpulan yang merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian dan gambaran umum mengenai isi tulisan ini.
BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Pekalongan, merupakan sebuah kota yang terletak di pantai
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pekalongan, merupakan sebuah kota yang terletak di pantai utara provinsi Jawa Tengah. Karesidenan Pekalongan memiliki pelabuhan perikanan terbesar dan sering menjadi tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan bangsa dibina melalui dunia pendidikan. Dunia pendidikan sangat erat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan hal yang dapat membangun bangsa dan menjadikan bangsa besar. Hal itu menekankan pendidikan sebagai prioritas untuk diperhatikan, anak bangsa yang akan meneruskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Palipi merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir, daerah ini dekat dengan Danau Toba, memiliki kekayaan alam yang berpotensi dan yang menjadi
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Masyarakat Karo terkenal dengan sikap persaudaraan dan sikap solidaritas yang sangat tinggi. Namun ironisnya sikap persaudaraan dan kekerabatan yang mewarnai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat Penyebaran agama Kristen Protestan sudah dilakukan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat Penyebaran agama Kristen Protestan sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di tanah batak (Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Karo itu suku bangsa Haru kemudian di sebut Haru dan akhirnya dinamai suku Karo sekarang ini (P. Sinuraya,2000: 1). Setelah hancurnya Kerajaan Haru Wampu, Kerajaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa wilayah di Indonesia. Di pulau Sumatera sendiri khususnya di Sumatera Utara, suku Batak bisa ditemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gereja Methodist adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran
BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Gereja Methodist adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran kristus) dimulai dari kesadaran teologis oleh seorang pendeta Inggris bernama John Wesley,
Lebih terperinciMelayu Dan Batak Dalam Strategi Kolonial. Written by Thursday, 22 July :51
Dr.Perret dari Paris mencatat; orang Melayu di pesisir Sumatera Timur menganggap dirinya berbudaya (civilized), sedang semua non Melayu dipandang sebagai orang yang tidak berpengetahuan, berperilaku kasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ungkapan hubungan manusia dengan yang Ilahi, yang mempengaruhi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agama merupakan kepercayaan yang di anut oleh manusia yang menjadi ungkapan hubungan manusia dengan yang Ilahi, yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hubungannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah Dairi terletak di bagian pegunungan bukit barisan melintang di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah Dairi terletak di bagian pegunungan bukit barisan melintang di sepanjang pulau sumatera dengan posisi yang jauh lebih dekat ke pantai Barat. disebelah utara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiri dari beberapa Suku, Bahasa, dan Agama. Agama bagi mayarakat di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi di Negara Indonesia yang terdiri dari beberapa Suku, Bahasa, dan Agama. Agama bagi mayarakat di Sumatera Utara memegang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebab sejarah berkaitan dengan sebagian dari kebenaran dan pengetahuan masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan sejarah tidak akan pernah sampai pada puncak kebenaran, sebab sejarah berkaitan dengan sebagian dari kebenaran dan pengetahuan masa lalu, dan supaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agama Islam di Desa Sukkean Kecamatan Onanrunggu Kabupaten Samosir.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian masa lampau, baik bidang politik, militer, sosial, agama, dan ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting bagi pemerintah Belanda karena gama Kristen mengajarkan perdamaian. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli dengan adatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah satu penyumbang kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya yang tidak hanya terdiri dari
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan
BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Ada empat hal penulis simpulkan sehubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Kata Methodist berasal dari kata Method yang artinya cara, jadi arti dari kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak monoton).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan suatu daerah dengan daerah lain pada umumnya berbeda, dan kebudayaan tersebut seantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Kebudayaan tersebut berkembang disebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 1
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus
BAB VI KESIMPULAN Berbagai penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan wacana agama Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus tema etika, dan moralitas agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang. diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah untuk mengurus,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah untuk mengurus, mengatur, mengembangkan, dan menyelesaikan urusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep
Lebih terperinciKisah Hidup Jean-Claude Colin Pendiri Perkumpulan Maria (the Society of Mary)
Indonesian Dalam usia tuanya, dia meninggal dengan damai. Hari ini dia diingat dan dicintai oleh keluarga Marist sebagai pendiri dan ayah mereka. Kisah Hidup Jean-Claude Colin Pendiri Perkumpulan Maria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara Antropologi Budaya, etnis Jawa adalah orang-orang yang secara turun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara Antropologi Budaya, etnis Jawa adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa, bertempat tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia, agama Kristen dapat dikatakan sebagai agama yang paling luas tersebar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ada banyak agama di dunia ini, dari semua agama yang dianut oleh manusia, agama Kristen dapat dikatakan sebagai agama yang paling luas tersebar di muka
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Keunikan tersebut menjadi nilai tersendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan penyebaran agama-agama di Indonesia selalu meningkat, baik itu agama Kristen Katholik, Protestan, Islam, dan sebagainya. Tidak hanya menyebarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara merupakan Provinsi yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR. tentang keberadaan Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR Gambaran umum Kecamtan STM Hilir yang merupakan lokasi penilitian ini adalah, letak geografis, komposisi penduduk, dan perkembangan pemerintahan. Hal ini untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dan masih akan terus berkembang dengan pesat. yakni Huta Dame, yang artinya desa-atau-kampung damai.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Perkembangan agama Kristen Protestan setelah Injil masuk ke daerah Tarutung sangat cepat, tepat dan bermanfaat. Proses pertumbuhan agama ini sudah berlangsung lebih dari seratus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dipelopori oleh Wahidin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia, peran pemuda tidak dapat diabaikan begitu saja. Hal ini dapat kita ketahui dari sejak masa lahirnya Budi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk kota terbesar ketiga di Indonesia. Tidak hanya besar dari segi wilayah, namun juga besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan seni dan budayanya. Hal itu telihat dari keberagaman suku yang dimiliki Bangsa Indonesia, mulai dari cara hidup
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Awal dari sebuah kehidupan adalah sebuah penciptaan. Tanpa adanya sebuah penciptaan maka kehidupan di muka bumi tidak akan pernah ada. Adanya Sang Pencipta yang akhirnya berkarya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi umumnya bermatapencarian sebagai petani. Adapun jenis tanaman yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia senantiasa menyesuaikan diri dengan kondisi geografis tempat tinggal mereka. Kondisi inilah yang menyebabkan mengapa sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumatera utamanya di Sumatera Utara, awalnya Gereja Pentakosta Indonesia dibawa orangorang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masuknya Ajaran Kharismatik Gereja Pentakosta Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan gereja pada umumnya dari zaman ke zaman. Demikian juga diwilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman budaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman budaya yang luar biasa. Selain budaya, Indonesia juga merupakan negara yang mempunyai berbagai macam
Lebih terperinciBAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389
BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu ribu pulau, dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya. Keberagaman budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agustono, B., Suprayitno., Dewi, H., dkk, (2012), Sejarah Etnis Simalungun, Penerbit Hutarih Jaya, Pematang Siantar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Batak adalah salah satu kelompok gelombang proto Melayu. Menurut Ichwan Azhari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang memiliki beraneka ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing, Melayu dan Nias.
Lebih terperincimenyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran uang 1 di suatu daerah merupakan hal yang menarik untuk dikaji, terutama di suatu negara yang baru memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Uang
Lebih terperinciWAWASAN BUDAYA NUSANTARA SUKU BATAK
WAWASAN BUDAYA NUSANTARA SUKU BATAK Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn FERI JULLIANTO Disusun oleh : GREGORIAN ANJAR P NIM 14148107
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa 31 Maret na parjolo tardidi sian halak Batak, ima Simon Siregar dohot
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya bebas memeluk Agama dan Kepercayaannya masing-masing. Dimana salah satu agama tersebut adalah Agama Kristen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Toba merupakan salah satu danau vulkanik air tawar terbesar di dunia, dan merupakan yang terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, memiliki luas perairan sepanjang
Lebih terperinciPENYEBARAN AGAMA KATOLIK PADA MASYARAKAT CINA BENTENG:
PENYEBARAN AGAMA KATOLIK PADA MASYARAKAT CINA BENTENG: 1952 1985 Theresia Meirisye Lusiana, Siswantari Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia theresia.meirisye@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara kita ini telah mengalami masa kolonialisasi selama tiga setengah abad yaitu baik oleh kolonial Belanda maupun kolonial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sejak berdiri, wilayah Indonesia dihuni oleh berbagai kelompok etnik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki sekitar 500-an suku bangsa. Sejak berdiri, wilayah Indonesia dihuni oleh berbagai kelompok etnik, agama dan ras yang hidup
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia,
BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG 2.1. Letak Geografis Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia, membentang seperti busur yang ramping sepanjang 3.800 KM. Luas totalnya adalah 377.815
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman etnis, budaya, adat-istiadat serta agama. Diantara banyaknya agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (10/2), mencatat ekonomi Indonesia tumbuh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada karena ada masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud kebudayaan adalah
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan
BAB I Pendahuluan I. 1. Latar belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di dalam perkembangan sebuah masyarakat. Melalui pendidikan kemajuan individu bahkan komunitas masyarakat tertentu dapat
Lebih terperinciBAB II KEHADIRAN SERIKAT YESUIT DI NUSANTARA. perdagangan ke pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan Portugis ke Asia
BAB II KEHADIRAN SERIKAT YESUIT DI NUSANTARA A. Awal Misi di Maluku Misi Katolik di Nusantara dimulai ketika bangsa Portugis melaksanakan perdagangan ke pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan Portugis
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah produk atau hasil yang dilakukan atau diciptakan oleh sekelompok masyarakat dalam berbagai aktifitas kegiatan yang mempunyai tujuan sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada sisi positif yang dihasilkan oleh misi pekabaran Injil yaitu sejalan dengan kata Brunner
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Misi pekabaran Injil yang dilakukan oleh gereja maupun badan misi pada masa lampau, yang berkaitan dengan kolonialisasi, tidak hanya menjadi halangan ataupun
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Bagian ini merupakan bagian yang membahas kesimpulan dari hasil menelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil merupakan intisari jawaban pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembentuknya, antara lain kuningan, logam, kayu, tanduk, bambu, dan lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pengertian musik tiup adalah alat musik yang bunyinya bersumber dari getaran udara atau aerofon dan cara memainkannya adalah dengan cara meniupnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan suatu cara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran memiliki beberapa komponen yaitu: tujuan pengajaran, peserta didik, guru, perencanaan pengajaran, strategi pembelajaran, media pengajaran, dan evaluasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara terperinci mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan dan merupakan tiang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan dan merupakan tiang yang menopang keberadaan masyarakat dalam berbagai upacara adat, seperti upacara keagamaan, perkawinan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kolonial Sumatera Timur merupakan wilayah di Pulau Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama dalam pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa lalu umat manusia. Pengisahan sejarah itu jelas sebagai suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan sejarah merupakan bentuk dan proses pengisahan atas peristiwaperistiwa masa lalu umat manusia. Pengisahan sejarah itu jelas sebagai suatu kenyataan subjektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain dalam satu negara. Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk secara permanen dari pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah berkembang sejak masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki aliran kepercayaan lokal
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. makna koleksi tersebut dalam konteks budaya tempat koleksi berasal. Perbedaan. koleksi epigrafi Jawa Kuno, dan koleksi etnik Aceh.
BAB V PENUTUP Setelah dilakukan penelitian secara cermat dan mendalam dapat diketahui bahwa pemaknaan koleksi di Pameran Asia Tenggara memiliki perbedaan dengan makna koleksi tersebut dalam konteks budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai Apostel Batak yang menjadikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Tarutung merupakan salah satu kota wisata rohani bagi pemeluk agama Kristen. Daerah yang dulunya dikenal dengan nama Silindung ini merupakan sebuah lembah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap masyarakat dalam kelompok masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terbentuknya Prefektur Apostolik Sumatera tahun Prefektur Apostolik
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masuk dan berkembangnya Agama Katolik di Paroki Metro tidak terlepas dari terbentuknya Prefektur Apostolik Sumatera tahun 1911-1923. Prefektur Apostolik adalah
Lebih terperinciLAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN HASIL WAWANCARA Informan I Nama : Manimbul Hutauruk Tanggal Wawancara : 31 Januari 2015 Tempat : Rumah Bapak Manimbul Hutauruk Waktu : Pukul 13.00 WIB 1. Berapa lama anda tinggal di Desa Hutauruk?
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak ternilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang mampu menciptakan makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan suatu cara, model, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat Penyebaran agama Kristen sudah dilakukan secara sistematis di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat Penyebaran agama Kristen sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Sumatera Utara).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Wilayah pedesaan umumnya adalah wilayah yang penduduknya
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Wilayah pedesaan umumnya adalah wilayah yang penduduknya mempunyai kegiatan utama yang bergerak dibidang pertanian, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup luas dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianggas hingga Pulau Rote. Indonesia memiliki tidak kurang dari 400 suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional maupun bahasa daerah. Masyarakatnya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing
BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur
Lebih terperinci