HASIL DAN PEMBAHASAN. Deskripsi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Deskripsi Umum"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Keadaan Umum penduduk Jawa Barat pada Tahun 2002 mencapai jiwa dengan laju pertambahan penduduk sebesar 2,33 persen. Secara kuantitatif kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Jawa Barat diukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2002 mencapai 67,45. Derajat kesehatan yang tercermin dalam Usia Harapan Hidup (UHH) mencapai 64,93 tahun, derajat pendidikan diukur dari Angka Melek Huruf (AMH) mencapai 93,94 persen, dan rata-rata lama sekolah mencapai 7,04 tahun. Adapun kemampuan ekonomi yang diukur dari konsumsi per kapita mencapai Rp (lima ratus lima puluh satu ribu tiga ratus lima puluh rupiah). penduduk miskin pada tahun 2002 berjumlah jiwa atau sekitar 13,58 persen dari total jumlah penduduk Jawa Barat. Kondisi infrastruktur jalan dilihat dari indikator aksesibilitas (panjang jalan/luas area) ratarata Jawa Barat baru mencapai 20,53. Selanjutnya dilihat dari indeks mobilitas (panjang jalan/1000 penduduk) baru mencapai 0,54. Kondisi infrastruktur air, untuk air bersih cakupan air bersih baru mencapai 67,13 persen. Untuk irigasi Jawa Barat yang memiliki areal sawah seluas Ha, sebesar 76,47 persen beririgasi teknis yang dikelola pemerintah dan 13,39 persen irigasi perdesaan yang dikelola oleh masyarakat, adapun 10,14 persen sawah tadah hujan. Untuk energi listrik sampai dengan Desember 2001 jumlah desa yang sudah menggunakan listrik desa (99,11 persen), namun berdasarkan rasio elektrifikasi tahun 2000, sekitar 49,28 persen, sedangkan di daerah perkotaan sekitar 78,93 persen. Untuk infrastruktur telekomunikasi pembangunan jaringan telepon di propinsi Jawa Barat sampai tahun 2000 yang dilakukan TELKOM dan mitra KSO-nya sebanyak 676,051 SST (setara dengan 2,43 SST per 100 penduduk) jumlah desa yang terjangkau fasilitas telepon di setiap Kabupaten/Kota rata-rata 67,96 persen. Khusus kota Bandung, kota Cirebon, kota Sukabumi dan kota-kota Jabodebek seluruh desa telah terlayani fasilitas telekomunikasi. 56

2 desa dan kelurahan di seluruh wilayah Jawa Barat adalah yang terdiri dari desa dan 543 kelurahan. Kondisi desa di Jawa Barat sampai saat ini masih memprihatinkan, hal tersebut dapat terlihat dari sekitar 35 persen desa di Jawa Barat yang masih rawan kemiskinan dan sekitar desa yang masih rawan infrastruktur perdesaan seperti rawan air bersih, rawan infrastruktur jalan, rawan listrik dan rawan sanitasi perdesaan. Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor Tahun 2003 mendapat alokasi untuk program Raksa Desa di 55 Desa 11 Kecamatan. Dana keseluruhan program Raksa Desa Tahun 2003 untuk Kabupaten Bogor sebesar Rp (tujuh milyar delapan ratus sembilan puluh delapan juta rupiah) dengan rincian; kegiatan fisik sebesar Rp (tiga milyar tiga ratus juta rupiah), ekonomi perguliran sebesar Rp (dua milyar dua ratus juta rupiah), Biaya Operasioan Pelaksanaan (BOP) Satuan Pelaksana (Satlak) Kabupaten Rp (delapan juta dua ratus lima puluh ribu rupiah), BOP Satlak Kecamatan sebesar Rp (tiga belas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), BOP Satla k desa Rp (dua ratus dua puluh juta rupiah), insentif Sarjana Pendamping Rp (dua puluh enam juta empat ratus ribu rupiah), peningkatan kinerja aparat desa/kelurahan sebesar Rp (dua milyar seratus tiga puluh juta rupiah). Program Raksa Desa di Kabupaten Bogor juga didukung oleh APBD Kabupaten sebesar Rp ( seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh puluh sembilan seratus rupiah). Setiap desa mendapat dana tugas pembantuan sebesar Rp yang dipergunakan untuk kegiatan fisik sebesar Rp (empat puluh juta rupiah), dan kegiatan ekonomi modal bergulir Rp (enam pulih juta rupiah). Untuk Tahun 2003 terserap swadaya masyarakat sebesar Rp (satu milyar seratus empat puluh juta tujuh puluh lima ribu rupiah). Keseluruhan kegiatan fisik yang dilaksanakan di 55 desa berjumlah sebanyak 195 kegiatan dengan macam-macam kegiatan seperti pembuatan jalan, jembatan, pipanisasi air bersih dan lain-lain. Sedangkan penerima pinjaman modal sebanyak orang dengan berbagai jenis usaha seperti perdagangan, pertanian, perbengkelan dan lain-lain. 57

3 Hasil-hasil Pelaksanaan Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Sesuai dengan batasan pagu dan alokasi program Raksa Desa bagi desadesa terpilih masing-masing mendapatkan bantuan dana sebesar Rp (seratus sembilan juta rupiah) dengan perencanaan sebagai berikut: a Dana untuk peningkatan kinerja aparatur desa Rp b Biaya Operasional Pela ksanaan Satlak Desa Rp c Dana modal ekonomi bergulir Rp d Dana pembangunan prasarana fisik Rp Total alokasi anggaran bantuan untuk 3 desa (Cibanteng, Bojong Jengkol, dan Cinangka) Rp (tiga ratus dua puluh tujuh juta rupiah). Realisasi anggaran dilakukan melalui dua tahap, tahap pertama bagi desa terpilih mendapatkan dana Rp , dan tahap kedua masing-masing desa menerima Rp Bidang pembangunan sarana fisik Kecamatan Ciampea dapat dilihat pa da Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pembangunan Fisik Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea No Jenis Kegiatan Volume Alokasi Anggaran (Rp) Keterangan 1 Pembuatan jalan baru dan 4,65 km Desa Cinangka pengerasan 2 Betonisasi jalan desa dan Gang m Desa Bojong Jengkol, Cibanteng dan Cinangka 3 Pembuatan jembatan 3 unit Des a Cibanteng dan Cinangka 4 Pembuatan MCK/Bak air bersih 3 unit Desa Cibanteng dan Cinangka 5 Rehabilitasi Saluran air 812 m Desa Bojong Jengkol bersih 6 Pembuatan bendungan air 200 m Desa Cinangka 7 Pembuatan poskamling 2 unit Desa Cibanteng permanen 8 Pembuatan bak sampah 1 unit Desa Cibanteng permanen 9. Pemagaran TPU 500 m Desa Cibanteng Total

4 Tabel 2 memperlihatkan bahwa jenis kegiatan pada ketiga desa adalah pembuatan jalan baru dan pengerasan, betonisasi jalan desa dan gang, pembuatan MCK/Bak air bersih, rehabilitasi saluran air bersih, pembuatan bendungan air, pembangunan poskamling permanen, pembuatan bak sampah permanen, dan pemagaran tempat pemakaman umum. Sesuai Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan program Raksa Desa, maka jenis -jenis kegiatan yang telah diselenggarakan oleh masyarakat di Kecamatan Ciampea sudah meliputi pembangunan untuk kesehatan, dan kelancaran usaha. Namun pembangunan sarana fisik pendidikan belum dilaksanakan di Kecamatan Ciampea. Hasil swadaya masyarakat pada ketiga desa dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 3. Hasil Swadaya Masyarakat Desa Cibanteng dalam Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea No Jenis Kegiatan Volume Lokasi Dana Swadaya Tahap I (Rp) Dana Swadaya Tahap II (Rp) 1 Betonisasi jalan desa 400X2,5 RW /04/05/07 2 Betonisasi jalan setapak 2000X1 RT 01 s/d Pembangunan pos 2 unit RT 05/ kamling 4 Pemagaran TPU 500 m RT 01 s/d Pembangunan Bak I unit RT 01 s/d sampah 6 Pembangunan jembatan 2 unit Pembangunan Bak Air Bersih 6X10 m JUMLAH Tabel 4. Hasil Swadaya Masyarakat Desa Bojong Jengkol dalam Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea No Jenis Kegiatan Volume Lokasi Dana Swadaya Tahap I (Rp) Dana Swadya Tahap II (Rp) 1 Betonisasi jalan Desa 900 m RW Betonisasi jalan Desa 100 m RT Betonisasi Gang 700 m RT 05/ Betonisasi Gang 300 m RT Betonisasi Gang 300 m RT Betonisasi Gang 200 m RW Betonisasi Gang 200 m RW Rehabilitasi Pembangunan Saluran Air bersih 12 m RW JUMLAH

5 Tabel 5. Hasil Swadaya Masyarakat Desa Cinangka dalam Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea No Jenis Kegiatan Volume Lokasi Dana Swadaya Tahap I (Rp) Dana Swadya Tahap II (Rp) 1 Pengerasan jalan desa 1000 m RT 12/ Pembangunan jalan dan 141,75 RT 20/ jembatan m 3 Pembuatan MCK 76 m RT 10/02 dan RT 08/02 4 Pembangunan bendungan 200 m RT 28/ air 5 Pembangunan jembatan 50,7 m RT 26 dan JUMLAH Tabel 3, 4, dan 5 memperlihatkan bahwa swadaya masyarakat pada ketiga desa cenderung berorientasi pada pembangunan jalan dan bendungan. Berarti masyarakat lebih tertarik memberi sumbangan untuk aspek kesehatan dan kelancaran usaha. Kesadaran masyarakat untuk membangunan sarana fisik pendidikan belum muncul, padahal banyak bangunan sekolah yang harus diperbaiki. Untuk melihat jenis usaha dan jumlah dana yang disalurkan untuk ekonomi modal bergulir dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jenis Usaha dan Dana yang Disalurkan bagi Penerima Bantuan Ekonomi Bergulir Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea No Jenis Usaha Penerima (Orang) Dana yang disalurkan (Rp) 1 Perdagangan Kerajinan Peternakan Pertanian Perikanan Perbengkelan Industri batako Angkutan Total Tabel 6 memperlihatkan bahwa jenis usaha perdagangan menempati urutan tertinggi penerima bantuan dana ekonomi bergulir. Dalam program Raksa Desa dijelaskan jenis usaha yang dapat dikembangkan harus memenuhi syaratsyarat: 60

6 a Cepat menghasilkan, yaitu jarak waktu antara penerima bantuan modal bergulir dengan penerimaan hasil kegiatan ekonomi produktif yang menguntungkan tidak terlalu lama. b Tersedianya potensi (sumber daya manusia dan alam) yang siap digunakan. c Produk yang dapat dipasarkan dan sesuai permintaan pasar, sehingga memberikan nila i tambah. d Usaha yang dikembangkan dapat memenuhi kebutuhan dasar yang sifatnya mendesak. e Pengembangan usaha dapat memberikan hasil dan dapat digulirkan kepada calon pemanfaat lain berdasarkan kesepakatan dalam musyawarah kelompok masyarakat. f Mudah dilaksanakan dengan keterampilan yang telah ada, telah dikenal dan dikuasai. g Disesuaikan dengan potensi dan kondisi setempat, sehingga tidak merusak kelestarian lingkungan hidup. h Pengembangan usaha para anggota kelompok masyarakat harus saling mendukung jenis usahanya dan tidak bersaing. i Pengembangan usaha secara sosial dapat diterima masyarakat. Tabel 7 dan 8. Adapun tahap perguliran dana program Raksa Desa dapat dilihat pada Tabel 7. Tahap I Perguliran Dana Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea N o Nama Desa Waktu Pergulir an Jml Klpk Jml Orng Total Dana Bergulir Masa Pinjam an/bln Jasa % /bln Total Angsuran 1 Cibanteng 16/09/ % Bj. Jengkol 12/09/ Gol 1: 12 1% Gol 2: ,25% Cinangka 13/09/ % JUMLAH

7 Tabel 8. Tahap II Perguliran Dana Program Raksa Desa Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea No Nama Desa Waktu Pergulir an Jml Klpk Jml Orng Total Dana Bergulir Masa Pinjam an (bln) Jasa % /bln Total Angsuran 1 Cibanteng 15/12/ % Bj. Jengkol 12/12/ Gol 1: 12 1% Gol 2: ,25% Cinangka 13/12/ % JUMLAH Tabel 7 dan 8 memperlihatkan bahwa besarnya dana pada perguliran pertama dan kedua sama jumlahnya, masa peminjamannya dan angsurannya. Hanya berbeda pada jumlah kelompok dan jumlah penerima bantuan. Hal ini mengindikasikan bahwa perguliran program Raksa Desa sudah sesuai dengan waktu yang direncanakan. 62

8 Karakteristik Anggota Karakteristik anggota yang diamati meliputi: umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan penghasilan. Sebaran anggota berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Distribusi Karakteristik Anggota Penerima Bantuan Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor No Karakteristik Responden Kategori 1 Umur Muda (25-41 Tahun) Dewasa (42-59 Tahun) Tua (60-76 Tahun) 2 Pendidikan Rendah (Tdk sekolah Tamat SD) Sedang (Tdk tamat SMP- Tdk tamat SMA) Tinggi (Tamat SMA ke atas) 3 Pekerjaan Petani Peternak Pedagang Pengrajin Perbengkelan 4 Pengalaman Sedikit (1-12 Tahun) Sedang (13-26 Tahun) Banyak (27-40 Tahun) 5 Penghasilan Rendah (Rp Rp ) per bulan Sedang ( Rp Rp ) Tinggi (Rp Rp ) N % ,9 51,3 6,8 100,0 78,4 10,8 10,8 100,0 5,4 1,4 68,9 4,1 20,2 100,0 83,8 13,5 2,7 100,0 91,9 6,8 1,3 100,0 Pada Tabel 9 terlihat bahwa anggota kelompok penerima bantuan program Raksa Desa tahap I Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea tergolong dalam kategori dewasa, dengan kisaran umur Tahun. Tingkat pendidikan formal anggota umumnya tergolong rendah (78,4%) tidak bersekolah sampai tamat SD 58 orang, tidak tamat SMP sampai tidak tamat SMA 8 orang (10,8%), dan anggota yang tamat SMA 8 orang (10,8%). Latar belakang rendahnya pendidikan anggota berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap mental anggota dalam program Raksa Desa. Anggota yang berpendidikan rendah cenderung bersikap pasif, 63

9 sedangkan anggota yang berpendidikan tinggi mempunyai keberanian dan aktif terlibat dalam program Raksa Desa. Sebagian besar anggota yang bekerja sebagai pedagang (68,9%) lebih diprioritaskan untuk memperoleh bantuan ekonomi modal bergulir, karena jenis pekerjaan ini lebih cepat mengasilkan, sehingga dana dapat digulirkan ke anggota yang lain. Pengalaman anggota dalam berusaha umumnya sedikit (83,8%) dengan kisaran 1 12 tahun. rata-rata pengalaman anggota sangat terkait dengan umur anggota dan jenis perkerjaan. Anggota yang memiliki umur lebih muda memiliki pengalaman usaha sedikit, sedangkan anggota yang berumur dewasa dan tua memiliki pengalaman usaha di atas rata-rata. Anggota yang bekerja sebagai petani memiliki pengalaman usaha tahun. Sedangkan yang bekerja sebagai pedagang pengalaman usahanya cenderung sedikit, karena anggota tersebut cenderung sering beralih profesi. Tingkat pendapatan anggota sebagian besar tergolong rendah (91,9%) dengan kisaran Rp Rp per bula n. Pendapatan anggota tersebut berada di bawah konsumsi per kapita Kabupaten Bogor yakni Rp (lima ratus lima puluh satu ribu tiga ratus lima puluh rupiah). Berarti pendapatan anggota belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi, dengan demikian hal ini berpengaruh pada tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan masyarakat mengutamakan kebutuhan sandang pangan daripada biaya sekolah, dan untuk kesehatan masyarakat seadanya saja. Keadaan demikian menggambarkan bahwa masyarakat masih berada dalam tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kesadaran kesehatan yang rendah, dan pendapatan yang rendah. Berdasarkan keadaan, masyarakat perlu mendapat perhatian pemerintah, karena hal ini menyangkut kebutuhan dasar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anggota penerima bantuan program Raksa Desa tahap pertama, memiliki pendidikan rendah, pengalaman sedikit dalam berusaha, dan berpenghasilan rendah. 64

10 Pola Intervensi Pemerintah Pola intervensi yang diamati meliputi: pendekatan, peran pendamping, dan ketepatan program. Sebaran anggota berdasarkan pola inter vensi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Distribusi Anggota berdasarkan Pola Intervensi Pemerintah dalam Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor No Pola Intervensi Pemerintah Kategori 1 Pendekatan partisipatif Tidak partisipatif (8-11) Kurang partisipatif (12-15) partisipatif (16-20) 2 Peran Pendamping Rendah (5-8) Sedang (9-11) Tinggi (12-15) 3 Ketepatan program Tidak tepat (4-6) Kurang tepat (7-9) Tepat (10-12) N % ,9 63,5 21,6 100,0 79,7 20, ,0 45,9 47,3 6,8 100,0 Pada Tabel 10 terlihat sebagian besar anggota beranggapan bahwa pemerintah belum melakukan pendekatan partisipatif. Hanya sebagian kecil saja yang mengaku bahwa pemerintah telah melakukan pendekatan partisipatif. Sarjana Pendamping yang diharapkan lebih memperhatikan dan mementingkan aspirasi anggota juga lebih berorientasi kepada pemerintah (ke atas). Demikian pula masih terjadi rendahnya ketepatan program dengan kebutuhan masyarakat. Pendekatan mobilisasi dapat mengakibatkan rendahnya partisipasi anggota. Satuan Pelaksana Desa yang menggunakan pendekatan tersebut menganggap bahwa anggota masyarakat adalah pihak yang tidak tahu apa -apa, maka anggota tersebut tidak dilibatkan dalam penentuan kegiatan program. Sebaliknya, anggota beranggapan bahwa urusan rapat dan penentuan kegiatan adalah tanggung jawab pihak desa, karena itu anggota tidak menganggap penting keterlibatannya dalam musyawarah tersebut. Untuk tercapainya pendekatan partisipatif, maka Nugroho (1996) mengatakan terdapat 6 (enam) prinsip pendekatan partisipatif: (a) kesetaraan dan kemitraan (b) transparansi, (c) kesetaraan kewenangan (sharing power/equal powership), (d) kesetaraan tanggung 65

11 jawab (sharing responsibility), (e) pemberdayaan (empowerment), dan (f) kerjasama. Satuan Pelaksana Desa seharusnya menempatkan anggota sebagai partner yang memiliki kewenangan yang sama dan memiliki sikap yang terbuka kepada anggota tentang pelaksanaan program. Sarjana Pendamping sebagai agen pembaharuan dapat meningkatkan partisipasi anggota melalui orientasi kebutuhan anggota. Menurut Nasution (2000) terdapat tujuh tugas utama agen perubahan dalam melaks anakan difusi inovasi (Rogers dan Shoemaker, 1971): (a) menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan, (2) membina suatu hubungan dalam rangka perubahan, (c) mendiagnosa permasalahan yang dihadapi masyarakat, (d) menciptakan keinginan perubahan dikalangan klien, (e) menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan nyata, (f) menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop -out, dan (g) mencapai suatu terminal hubungan. Namun hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa Sarjana Pendamping tidak berorientasi kepada kebutuhan masyarakat, sehingga tidak tercipta suatu hubungan antara anggota dengan Sarjana Pendamping. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Sarjana Pendamping lebih berorientasi ke atas (pemerintah) di banding ke bawah (anggota). Ketidaktepatan program dapat menyebabkan rendahnya partisipasi anggota. Dari hasil pembangunan infrastruktur ketidaktepatan pembangunan fisik seperti pembangunan pos kamling permanen, pembangunan bak sampah permanen, dan pembangunan gang jalan, dianggap oleh anggota tidak tepat. Hal ini disebabkan pembangunan fisik tersebut hanya untuk kepentingan kalangan tertentu dan belum dirasakan oleh semua masyarakat. Di samping itu, perguliran ekonomi juga dirasakah kurang tepat, karena besarnya dana yang dipinjamkan tidak sesuai dengan kebutuhan anggota. Kisaran modal yang diterima anggota Rp Rp , dan masing-masing anggota harus membayar bunga 1-1,25 persen per bulan. Hal ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis program, karena biaya operasioanl pelaksanaan sudah dialokasikan oleh Pemerintah Propinsi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program Raksa Desa belum dilaksanakan secara tepat. 66

12 Proses Komunikasi Proses komunikasi yang diamati meliputi: arah komunikasi, intensitas komunikasi dan konvergensi komunikasi. Sebaran anggota berdasarkan pola intervensi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Distribusi Anggota berdasarkan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor No Proses Komunikasi Kategori 1 Arah komunikasi Linear (2-4) Interaktif (5-6) 2 Intensitas komunikasi 2.1. Frekuensi komunikasi Rendah (10-15) Sedang (16-21) Tinggi (22-28) 2.2. Substansi komunikasi Tidak pernah (2-3) Jarang (4-5) Sering (>6) 3 Konvergensi komunikasi Tidak konvergen (4-6) Kurang konvergen (7-9) Konvergen (10-12) N % 61 82, , , ,2 21,6 16,2 100,0 78,4 16,2 5,4 100,0 68,9 14,9 16,2 100,0 Pada Tabel 11 terlihat sebagian besar anggota beranggapan bahwa komunikasi dari atas ke bawah (linear) masih mendominasi pelaksanaan program Raksa Desa. Satuan Pelaksanaan Desa dan Sarjana Pendamping tidak melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan tentang pembangunan infrastruktur dan ekonomi modal bergulir. Anggota masyarakat juga bersikap demikian, bahwa pengambilan keputusan adalah tanggung jawab Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping. Intensitas komunikasi anggota dalam frekuensi masih rendah, dan substansi tentang program Raksa Desa masih belum memadai. Secara konseptual konvergensi komunikasi sebagai salah satu upaya meningkatkan pemahaman kolektif dan berkesinambungan, ternyata menurut sebagian besar anggota juga tidak terjadi, hanya sebagian kecil saja yang mengaku bahwa telah terjadi diskusi antara anggota dengan Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping. Anggota yang berkedudukan sebagai Ketua RT/RW dan anggota yang berpendidikan tinggi sering datang ke desa untuk berinteraksi dengan 67

13 pegawai desa termasuk Satuan Pelaksana Desa. Sehingga anggota tersebut sering terlibat diskusi dengan Satuan Pelaksana terkait masalah program Raksa Desa. Arah komunikasi yang masih didominasi oleh pola komunikasi top-down dalam program Raksa Desa, dapat dilihat pada penentuan pembangunan infrastruktur dan pelaksanaan ekonomi modal bergulir. Anggota sebagai sasaran program tidak dilibatkan dalam penentuan pembangunan infrastruktur, ini terbukti dari rendahnya keterlibatan anggota dalam perencanaan program dan evaluasi program, namun anggota banyak terlibat pada tahap pelaksanaan program dan pemanfaatan program. Hal ini mengindikasikan anggota hanya ditempatkan sebagai pekerja, bukan sebagai pene ntu program. Demikian pula pengalokasian dana ekonomi modal bergulir, anggota tidak mengetahui tentang besarnya dana bantuan, namun anggota hanya diberi pinjaman yang sudah ditetapkan sebesar Rp Rp dengan bunga per-bulan 1-1,25 persen. Hal ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan, karena pemerintah propinsi telah menetapkan biaya operasional pelaksanaan sebesar Rp dan dana untuk peningkatan kinerja aparatur desa sebesar Rp Penambahan dana pengembalian menyebabkan keberatan dan kecurigaan masyarakat, karena alokasi dana tersebut tidak jelas. Namun Satuan Pelaksana Desa berdalih bahwa dana tersebut digunakan untuk biaya pemungutan dana pinjaman yang dilakukan setiap minggu oleh petugas penagih pin jaman, dan besarnya bunga pinjaman sudah disetujui oleh masyarakat. Masyarakat sebagai orang yang membutuhkan dana bantuan diminta persetujuannya pada saat penyerahan dana pinjaman oleh Satuan Pelaksana pada saat penandatanganan pengambilan uang pinjaman. Menyikapi hal itu, berarti masyarakat dituntut menerima ketetapan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi yang diterapkan masih menggunakan pola komunikasi dari atas ke bawah. Intensitas komunikasi anggota tentang program Raksa Desa dapat dilih at pada frekuensi bertanya, meminta klarifikasi dan kebutuhan informasi. Anggota memiliki frekuensi komunikasi yang rendah, karena anggota jarang melakukan kegiatan bertanya, dan meminta klarifikasi kepada Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping. Rendahnya frekuensi komunikasi anggota disebabkan karena rendahnya pengetahuan anggota tentang program Raksa Desa, begitu pula dengan 68

14 Satuan Pelaksana tidak pernah mengajak atau mengundang anggota untuk membahas tentang program Raksa Desa tersebut. Begitu pula dengan substansi komunikasi anggota. Konvergensi komunikasi sebagai langkah tepat guna meningkatkan pengetahuan anggota dan pengurus tentang program Raksa Desa tidak terjadi. Hanya sebagian kecil saja yang mengaku bahwa telah terjadi komunikasi dua arah antara anggota dengan Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping. Konvergensi komunikasi yang rendah antara anggota dengan Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping, disebabkan karena Satuan Pelaksana tidak menganggap penting untuk melibatkan anggota masyarakat dalam musyawarah perencanaan pembangunan infrastruktur dan perguliran ekonomi. Menurut Satuan Pelaksana Desa, anggota masyarakat tidak perlu dilibatkan dalam musyawarah karena pendidikan anggota yang rendah dan ketidaktahuan anggota tentang program Raksa Desa akan menyebabkan musyawarah tidak efektif. Anggapan yang demikian tentunya tidak sesuai dengan prinsip partisipatif, bagaimanapun melibatkan masyarakat dalam musyawarah akan dapat menggali kebutuhankebutuhan anggota. Prasyarat Partisipasi Prasyarat partisipasi yang diamati meliputi: kesempatan, kemampuan dan kemauan. Sebaran anggota berdasarkan prasyarat partisipasi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi Anggota berdasarkan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor No Prasyarat Partisipasi Kategori Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%) Total (74) 1 Kesempatan 52,7 28,4 18,9 100,0 2 Kemampuan 33,8 32,4 33,8 100,0 3 Kemauan 2,7 44,6 52,7 100,0 Keterangan: (74) adalah total responden Pada Tabel 12 terlihat sebagian besar anggota tidak memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi, hanya sebagian kecil saja yang mengaku memperoleh kesempatan. Kemauan anggota yang tinggi tidak dibarengi oleh kemampuannya dalam perencanaan program. Rendahnya kesempatan yang 69

15 dimiliki anggota disebabkan karena anggota tidak aktif mencari informasi dan tidak menangkap peluang yang ada. Kecenderungan sikap anggota adalah menunggu pihak desa memberi kesempatan kepada mereka. Kemauan anggota untuk terlibat dalam program Raksa Desa masih sebatas sebagai pekerja, anggota belum mampu membuat perencanaan program secara sistematis. Untuk itu anggota perlu didampingi oleh Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping. Partisipasi Anggota Partisipasi anggota yang diamati meliputi keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Sebaran anggota berdasarkan partisipasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Distribusi Anggota berdasarkan Partisipasi dalam Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor No Partisipasi Anggota Kategori Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%) Total (74) 1 Perencanaan 91,9 8, ,0 2 Pelaksanaan 43,2 43,2 13,6 100,0 3 Evaluasi 79,7 16,2 4,1 100,0 4 Pemanfaatan 1,4 55,4 43,2 100,0 Keterangan: (74) adalah total responden Pada Tabel 13 terlihat keterlibatan anggota dalam perencanaan dan evaluasi sebagian besar rendah. Namun keterlibatan anggota dalam pelaksanaan dan pemanfaatan sebagian besar terlibat. Hal ini berarti keterlibatan anggota masih pada tahap sebagai pekerja, bukan sebagai pembuat keputusan. Rendahnya keterlibatan anggota dalam pembuat keputusan disebabkan karena Satuan Pelaksana tidak memberi kesempatan kepada anggota untuk terlibat dalam penentuan kegiatan pembangunan infrastruktur dan ekonomi modal bergulir, sehingga keterlibatan anggota hanya pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan. Hal ini mengindikasikan bahwa intervensi pemerintah dalam program Raksa Desa masih tinggi, sehingga partisipasi masyarakat menjadi rendah. 70

16 Hubungan Karakteristik Anggota dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa Analisis uji Rank Spearman antara karakterisitik anggota dengan proses komunikasi disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Anggota dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa Arah Proses Komunikasi Intensitas Komunikasi Konvergensi No Karakteristik anggota komunikasi Frekuensi Substansi komunikasi komunikasi komunikasi 1 Umur -0,031-0,054 0,043 0,015 2 Pendidikan -0,146-0,010-0,006 0,012 3 Penghasilan 0,203 0,191 0,110 0,049 4 Pengalaman berusaha -0,137-0,137 0,189-0,067 Pada Tabel 14 terlihat karakteristik anggota tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan proses komunikasi. Rendahnya pendidikan, penghasilan, dan pengalaman mengakibatkan rendahnya interaksi anggota dengan Satuan Pelaksana Desa, rendahnya intensitas komunikasi anggota dan rendahnya konvergensi komunikasi anggota dalam program Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa anggota yang berpendidikan rendah cenderung menerima informasi dari Satuan Pelaksana dan tidak memberi tanggapan, intensitas komunikasi anggota rendah, baik dalam bertanya dan meminta klarifikasi, maupun dalam membicarakan tentang program dengan sesama anggota. Di samping itu keterlibatan anggota dalam musyawarah rendah, walaupun sudah diundang untuk menghadiri rapat, anggota cenderung merasa tidak percaya diri dan tidak memiliki pengetahuan tentang program tersebut. Satuan Pelaksana Desa sebagai penanggung jawab program juga bersikap demikian, yakni menganggap keterlibatan anggota tidak berpengaruh besar dalam penentuan kegiatan program. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara karakterisitik anggota dengan proses komunikasi tidak terbukti. 71

17 Hubungan Karakteristik Anggota dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa Analisis uji Rank Spearman antara karakteristik anggota dengan prasyarat partisipasi disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Anggota dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa No Karakteristik Anggota Prasyarat Partisipasi Kesempatan Kemampuan Kemauan 1 Umur -0,009-0,051-0,086 2 Pendidikan -0,059 0,069 0,184 3 Penghasilan 0,054-0,080-0,087 4 Pengalaman berusaha -0,063-0,012-0,178 Pada Tabel 15 terlihat tidak terdapat hubungan nyata antara karakteristik anggota dengan prasyarat partisipasi. Rendahnya pendidikan, penghasilan dan penglaman usaha anggota menyebabkan anggota memiliki kesempatan, kemampuan dan kemauan yang rendah. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan anggota memperoleh kesempatan sebagai penerima bantuan program, namun bantuan yang diberikan sangat sedikit dan tidak bisa mengembangkan usaha anggota. Di samping itu kemampuan anggota untuk berpartisipasi dipengaruhi oleh pendidikan anggota yakni sikap dan pengetahuan anggota. Rendahnya pendidikan anggota berarti pengetahuan dan sikap mental anggota juga rendah, sehingga hal ini mempengaruhi kemampuan anggota. Penghasilan anggota pada umumnya rendah, karena sebagain besar mempunyai skala usaha mikro. Melalui program ini anggota tersebut diberi bantuan modal, namun modal tersebut ternyata tidak dapat mengembangkan usaha anggota. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara karakteristik dengan prasyarat partisipasi tidak terbukti. 72

18 Hubungan Pekerjaan Anggota dengan Proses Komunikasi dan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa Analisis uji Chi Square antara pekerjaan anggota dengan proses komunikasi dan prasyarat partisipasi disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Koefisien Korelasi Chi-square antara Pekerjaan Anggota dengan Proses Komunikasi dan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa No Pekerjaan I Proses Komunikasi 1 Arah komunikasi 6,246 2 Intensitas komunikasi 2.1 Frekuensi komunikasi 12, Substansi komunikasi 3,257 3 Konvergensi komunikasi 2,898 II Prasyarat Partisipasi 1 Kesempatan 7,476 2 Kemampuan 3,921 3 Kemauan 10,593 Pada Tabel 16 terlihat pekerjaan anggota tidak memiliki hubungan yang nyata dengan proses komunikasi dan prasyarat partisipasi. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa anggota penerima bantuan memiliki berbagai macam pekerjaan, yaitu petani, peternak, pedagang, kerajinan dan perbengkelan. Pada umumnya anggota penerima bantuan bekerja sebagai pedagang, namun modal yang sedikit mengakibatkan anggota tidak dapat mengembangkan usahanya. Satuan Pelaksana sebagai pihak yang bertanggung jawab juga tidak melakukan pendekatan partisipatif kepada anggota, sehingga anggota tidak pernah berinterkasi, bertanya dan meminta klarifikasi. Keadaan ini mengakibatkan pengetahuan anggota tentang program Raksa Desa rendah. Di samping itu kesempatan sebagai penerima bantuan tidak dapat dimanfaatkan karena kemampuan sebagian besar anggota rendah. Kemauan anggota yang tinggi sangat diangkan karena tidak dibarengi oleh kemampuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pekerjaan anggota tidak mempengaruhi proses komunikasi dan partisipasi anggota dalam program Raksa Desa. 73

19 Hubungan Pola Intervensi dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa Analisis uji Rank Spearman antara pola intervensi dengan proses komunikasi dalam program Raksa Desa disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Pola Intervensi dengan Proses Komunikasi dalam Program Raksa Desa Arah Proses Komunikasi Intensitas Komunikasi Konvergensi No Pola Intervensi komunikasi Frekuensi Substansi komunikasi komunikasi komunikasi 1 Pendekatan partisipatif 0,371** 0,251* 0,150 0,149 2 Peran Pendamping 0,474** 0,392** 0,386** 0,316** 3 Ketepatan program 0,426** 0,506** 0,397** 0,379** Keterangan: ** signifikan pada taraf 0.01 * signifikan pada taraf 0.05 Pada Tabel 17 terlihat terdapat hubungan yang nyata antara pola intervensi dengan proses komunikasi. Dalam program Raksa Desa masih menggunakan pendekatan yang belum partisipatif (pendekatan mobilisasi) dengan komunikasi searah dan frekuensi rendah. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa Satuan Pelaksana Desa cenderung memberitahu anggota hasil keputusan, pengumuman disampaika n sepihak tanpa memperhatikan tanggapan anggota, dan masyarakat tidak dilibatkan dalam tukar pendapat. Komunikasi searah mengakibatkan frekuensi anggota untuk bertanya dan meminta informasi rendah, karena anggota beranggapan keputusan yang telah ditetapkan oleh Satuan Pelaksana Desa tidak bisa dirubah dan harus diikuti, sehingga tidak terjadi komunikasi yang dua arah antara anggota dengan Satuan Pelaksana. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan yang kurang partisipatif (pendekatan mobilisasi) mengakibatkan terjadinya komunikasi searah dan frekuensi bertanya dan meminta klarifikasi dari anggota kepada Satuan Pelaksana Desa rendah. Peran pendamping relatif masih lemah, dengan menerapkan komunikasi searah, itupun dengan frekuensi rendah dan substans i komunikasi yang kurang memadai, sehingga kurang terjadi konvergensi komunikasi. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan dalam musyawarah pertama dan kedua, Sarjana 74

20 Pendamping hanya menghimbau agar anggota penerima bantuan mengembalikan dana pinjaman sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Padahal, seharusnya sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan Sarjana Pendamping bertanggung jawab memberi pengertian dan informasi tentang konsep program Raksa Desa kepada Desa melalui forum musyawarah desa, membantu Satuan Pelaksana Desa untuk me nampung usulan-usulan kegiatan dari tingkat RW/Dusun. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa Sarjana Pendamping belum berorientasi kepada kebutuhan anggota, komunikasi yang terjadi masih searah, kesempatan anggota bertanya dan meminta klarifikasi masih rendah, sehingga konvergensi komunikasi antara anggota dengan Sarjana Pendamping tidak terjadi. Ketepatan program menunjukkan hubungan yang nyata dengan arah komunikasi, intensitas komunikasi, dan konvergensi komunikasi. Rendahnya ketepatan program dengan kebutuhan masyarakat disebabkan oleh komunikasi yang searah, intensitas komunikasi yang rendah antara anggota dengan Satuan Pelaksana selaku penanggung jawab program, dan masih rendahnya keterlibatan anggota dalam diskusi-diskusi yang diselenggarakan oleh Satuan Pelaksana Desa. Akibatnyapun tampak dalam program tersebut kurang terjadi konvergensi antara Satuan Pelaksana Desa dengan anggota kelompok penerima bantuan. Hasil pengamatan di lapangan menggamba rkan Satuan Pelaksana desa sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan program Raksa Desa cenderung lebih dominan dalam menentukan kegiatan pembangunan fisik di desa, bahkan program pembangunan desa dicampuradukkan dengan program Raksa Desa, seperti perbaikan balai desa, pembangunan pos kamling, membangun tembok sungai, pemagaran tempat pemakaman umum, dan lain-lain. Pembangunanpembangunan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan petunjuk teknis program, karena biaya pembangunan fisik lebih diprioritaskan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang dapat mendongkrak ekonomi desa. Timbulnya ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil pembangunan tersebut merupakan akibat dari penerapan komunikasi searah, tidak dilibatkannya anggota dalam tukar pendapat, dan tidak memberi kesempatan bagi anggota untuk bertanya dan meminta klarifikasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 75

21 rendahnya ketepatan program dengan kebuthan anggota disebabkan oleh penerapan komunikasi searah, intensitas komunikasi yang tidak memadai dan konvergensi komunikasi yang rendah. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata antara pola intervensi dengan proses komunikasi terbukti. Pola intervensi yang menyebabkan terjadinya komunikasi searah, intensitas komunikasi dan konvergensi komunikasi yang rendah disebabkan oleh pendekatan yang kurang partisipatif (pendekatan mobilisasi), peran pendamping yang tidak berorientasi pada kebutuhan masyarakat, dan ketepatan program yang rendah. Hubungan Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa Analisis uji Rank Spearman antara proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Proses Komunikasi dengan Prasyarat Partisipasi dalam Program Raksa Desa No Proses Komunikasi Prasyarat Partisipasi Kesempatan Kemampuan Kemauan 1 Arah komunikasi 0,380** 0,227 0,302** 2 Intensitas komunikasi 2.1. Frek. komunikasi 0,614** 0,405** 0,416** 2.2 Subs komunikasi 0,506** 0,311** 0,260* 3 Konvergensi komunikasi 0,698** 0,416** 0,526** Keterangan: ** signifikan pada taraf 0.01 * signifikan pada taraf 0.05 Pada Tabel 18 terlihat terdapat hubungan yang nyata antara proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi. Dalam program Raksa Desa kesempatan dan kemauan anggota masih rendah, hal ini diakibatkan komunikasi searah (topdown). Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan penerapan komunikasi searah yang dilakukan oleh Satuan Pelaksana Desa mengakibatkan rendahnya kesempatan anggota. Menurut Margono Slamet (2003) kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan bisa berbentuk pemberian modal. Anggota sebagai penerima bantuan modal program Raksa Desa telah diberi kesempatan 76

22 modal pinjaman untuk pengembangan usaha. Namun pemberian modal pinjaman tersebut terlalu sedikit yakni berkisar RP Rp , sehingga modal tersebut tidak dapat mengembangkan usaha anggota. Dalam pembangunan fisik anggota secara bergotong royong membangun jembatan, jalan dan lain-lain. Kemauan anggota untuk berpartisipasi tergambar dari adanya swadaya anggota, berupa uang, bahan bangunan, dan tenaga. Dengan demikian dapat dikatakan komunikasi searah menyebabkan rendahnya kesempatan anggota untuk memanfaatkan modal pinjaman guna pengembangan usaha, namun kemauan anggota tetap tinggi untuk berpartisipasi dalam pembangunan fisik. Intensitas komunikasi menunjukkan hubungan yang nyata dengan kesempatan, kemampuan dan kemauan anggota. Rendahnya kesempatan, kemampuan dan kemauan anggota disebabkan karena rendahnya frekuensi anggota dalam bertanya dan meminta klarifikasi kepada Satuan Pelaksana Desa. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping sebagai pihak yang mengerti tentang program Raksa Desa jarang memberi informasi yang jelas kepada anggota tentang program. Menurut Margono Slamet (2003) kemampuan anggota sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental. Dengan demikian, Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping perlu mensosialisasikan program dengan benar, sehingga kemampuan anggota tentang program Raksa Desa bisa meningkat. Di samping itu, anggota sendiri tidak juga kurang berusaha untuk mencari informasi tentang program Raksa Desa, baik dengan sesama anggota maupun dengan Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rendahnya kesemparan, kemampuan dan kemauan anggota dalam program Raksa Desa disebabkan rendahnya intensitas komunikasi anggota dalam bertanya, meminta klarifikasi kepada Satuan Pelaksana Desa dan Sarjana Pendamping. Konvergensi komunikasi mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan kesempatan, kemampuan dan kemauan anggota. Rendahnya kesempatan, kemampuan dan kemauan anggota dalam program Raksa Desa disebabkan tidak terjadinya konvergensi komunikasi antara anggota dengan Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping. Hasil penelitian di lapangan menggambarkan sebagian besar 77

23 anggota tidak dilibatkan dalam musyawarah penentuan kegiatan pembangunan fisik, sehingga anggota tidak memperoleh kesempatan menyampaikan kebutuhankebutuhannya. Satuan Pelaksana Desa cenderung melibatkan kalangan profesioanl di luar kelompok, seperti Sarjana Pendamping. Dengan demikian dapat dikatakan tidak terjadinya konvergensi komunikasi antara anggota dengan Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping menyebabkan rendahnya kesempatan, kemampuan, dan kemauan anggota. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesa yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara proses komunikasi dengan prasyarat partisipasi terbukti. Proses komunikasi yang menyebabkan rendahnya kesempatan, kemampuan, dan kemauan anggota dalam program Raksa Desa adalah penerapan komunikasi yang searah, intensitas komunikasi yang rendah, dan tidak terjadinya konvergensi komunikasi antara anggota dengan Satuan Pelaksana dan Sarjana Pendamping.. Hubungan Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Anggota dalam Program Raksa Desa Analisis uji Rank Spearman antara prasyarat partisipasi dengan partisipasi anggota dalam program Raksa Desa disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Prasyarat Partisipasi dengan Partisipasi Anggota dalam Program Raksa Desa No Prasyarat Partisipasi Anggota Partisipasi Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Pemanfaatan 1 Kesempatan 0,073 0,611** 0,425** 0,358** 2 Kemampuan 0,075 0,581** 0,223 0,271* 3 Kemauan 0,212 0,528** 0,298** 0,306** Keterangan: ** signifikan pada taraf 0.01 * signifikan pada taraf 0.05 Pada Tabel 19 terlihat terdapat hubungan yang nyata antara prasyarat partisipasi dengan partisipasi anggota dalam program Raksa Desa. Rendahnya keterlibatan anggota dalam pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan diakibatkan rendahnya kesempatan anggota dalam program Raksa Desa tersebut. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan anggota tidak memperoleh kesempatan dalam perencanaan program, sehingga keterlibatan anggota dalam pelaksanaan 78

24 masih kurang, begitu juga dalam evaluasi anggota tidak pernah sama sekali dilibatkan, sedangkan dalam pemanfaatan sebagian anggota saja yang memanfaatkan hasil pembangunan tersebut. Sedangkan yang lain menyatakan pembangunan tersebut banyak tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat umum. Keterlibatan sebagian anggota dalam pelaksanaan pembangunan fisik karena adanya insentif yang diterima, menurut Pretty dalam Swanson et al. (1997) pemberian insentif dalam pembangunan fisik di perdesaan tidaklah baik, karena partisipasi insentif tidak memberi pembelajaran yang baik kepada masyarakat, dan anggota tidak merasa memiliki program tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rendahnya keterlibatan anggota dalam pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan disebabkan rendahnya kesempatan dalam program Raksa Desa. Kemampuan anggota berhubungan nyata dengan pelaksanaan dan pemanfaatan. Keterlibatan anggota dalam pelaksanaan dan pemanfaatan cukup tinggi, hal ini disebabkan kemampuan anggota dalam program Raksa Desa. Hasil pengamatan di lapangan menggambarkan bahwa sebagian anggota yang terlibat dalam pekerjaan pembangunan fisik mempunyai kemampuan sebagai tukang, namun mereka tidak mempunyai kemampuan menyusun program. Rendahnya keterlibatan anggota dalam menyusun program karena sebagain besar anggota berpendidikan rendah, sehingga mereka tidak ditempatkan pada posisi strategis sebagai penentu program. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan anggota hanya digunakan sebatas untuk pekerjaan fisik, bukan sebagai penentu kegiatan pembangunan. Kemauan anggota mempunyai hubungan yang nyata dengan pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Kemauan anggota yang tinggi untuk terlibat dalam pelaksanaan pembangunan fisik, karena ada insentif yang mereka terima dari pekerjaan tersebut. Sedangkan kemauan anggota untuk terlibat dalam penentuan kegiatan pembangunan rendah, karena rendahnya pendidikan anggota. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada pekerjaan pembangunan fisik anggota memiliki kemauan yang tinggi, sedangkan pada level penentuan kegiatan pembangunan keterlibatan anggota rendah.. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa hipotesa yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara prasyarat partisipasi dengan 79

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Desain Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Desain Penelitian Populasi dan Sampel METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian adalah 3 (tiga) desa yang memperoleh bantuan Program Raksa Desa tahap pertama Tahun 2003 di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, yakni: (1) Desa Bojong

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN 2015

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN 2015 SALINAN BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP 7.1. STIMULAN P2KP 7.1.1. Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu

Lebih terperinci

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2015 PEMERINTAHAN. Desa. Penyelenggaraan. Pembangunan. Pembinaan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717). PERATURAN

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai salah

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN DANA BANTUAN KEUANGAN KABUPATEN KEPADA DESA DAN KELURAHAN UNTUK TUNJANGAN KEPALA DESA DAN

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Program pengembangan masyarakat perusahaan sebagai tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), pengkaji nila belum ada program yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) BUPATI CIREBON Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA, RUKUN WARGA, LEMBAGA KEMASYARAKATAN LAINNYA DAN DUSUN

Lebih terperinci

BUPATI LAMPUNG TIMUR PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI LAMPUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI LAMPUNG TIMUR PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI LAMPUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG BUPATI LAMPUNG TIMUR PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI LAMPUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA ( ADD ) KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2017 BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa Desa Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh desa yang termasuk wilayah administratif Kecamatan Dramaga. Desa ini bukan termasuk desa pesisir karena memiliki

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAGIAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA SERTA PENGGUNAAN DANA DESA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

NASKAH RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP DESA ) TAHUN ANGGARAN 2016

NASKAH RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP DESA ) TAHUN ANGGARAN 2016 NASKAH RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP DESA ) TAHUN ANGGARAN 2016 DESA KECAMATAN KABUPATEN PROVINSI : KERTAMUKTI : AIR SUGIHAN : OGAN KOMERING ILIR : SUMATERA SELATAN DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD), RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA

Lebih terperinci

TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2006

TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2006 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124 /PMK.02/2005 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2006 Menimbang : a. bahwa sesuai dengan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan RKP-Des RKP Desa RKP Desa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan RKP-Des RKP Desa RKP Desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan RKP-Des Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Desa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PAGU INDIKATIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008 BERITA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548 /KMK

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548 /KMK KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548 /KMK.07/2003 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS NON DANA REBOISASI TAHUN ANGGARAN 2004 Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 6 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 15

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 15 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 15 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 2 TAHUN 2016 LAMPIRAN : 1 (satu) TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 2 TAHUN 2016 LAMPIRAN : 1 (satu) TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 2 TAHUN 2016 LAMPIRAN : 1 (satu) TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT - 270 - PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA

PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANF PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA

Lebih terperinci

2 PERENCANAAN KINERJA

2 PERENCANAAN KINERJA Laporan Akuntabilitas Kinerja Tualang Kabupaten Siak Tahun 2016 2 PERENCANAAN KINERJA Rencana Kerja Kantor Camat Tualang Kabupaten Siak adalah merupakan penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA 1/2 (satu perdua) ditambah 1 (satu) ~ paling sedikit, pemungutan suara dinyatakan sah pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 15 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indon

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indon No.1289, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. DAU dan Tambahan DAK Fisik. APBNP TA 2017. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/PMK.07/2017 /PMK.07/2017 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang. Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang. Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI KAPUAS HULU NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN BESARAN DANA DESA SETIAP DESA SE-KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN ORGANISASI LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Gambaran Umum Provinsi NTB Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara 115 45-119 10

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI,

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM PROGRAM PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM Latar Belakang Dalam rangka memberikan akses terhadap sumberdaya finansial bagi masyarakat miskin dan sektor informal, pengembangan keswadayaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2016 LAMPIRAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2016 No Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 67 77 Peraturan

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 57 BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP Persepsi responden dalam penelitian ini akan dilihat dari tiga aspek yaitu persepsi terhadap pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG 0 BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR

BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR Dalam pengelolaan sebuah koperasi pegawai seperti KOWAR, sangat dibutuhkan pelaku-pelaku yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab yang besar dalam mengelola koperasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATACARA PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2017

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATACARA PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2017 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATACARA PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: BUPATI BOYOLALI, a. bahwa untuk mendukung produktivitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. b. c. bahwa sesuai Peraturan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Partisipasi Komite Sekolah sebagai Pemberi Pertimbangan di Desa Terpencil di SDN 12 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

B A B 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan

B A B 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan 5 B A B 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Tidak mudah bagi Pemda DKI Jakarta menemukan model pemberdayaan masyarakat yang tepat. Untuk merumuskan inovasi tersebut Pemda DKI

Lebih terperinci

BAB VI TUJUAN DAN SASARAN

BAB VI TUJUAN DAN SASARAN BAB VI TUJUAN DAN SASARAN Penetapan tujuan dan sasaran organisasi di dasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi. Tujuan dan sasaran dirumuskan dalam bentuk

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG TAMBAHAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG TAMBAHAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 50 TAHUN 2010 TENTANG TAMBAHAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.160.2015 KEMENDESA-PDT-TRANS. Desa. Pendampingan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : H.

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN BESARAN DANA DESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN BESARAN DANA DESA BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN BESARAN DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENETAPAN BESARAN ALOKASI DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBINAAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN

STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN Oleh : H. SUJUD PRIBADI Bupati Malang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi merupakan cara pandang ke depan tentang kemana Pemerintah Kabupaten Belitung akan dibawa, diarahkan dan apa yang diinginkan untuk dicapai dalam kurun

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

EVALUASI MANFAAT PROGRAM SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (SLBM) DI KABUPATEN BANGKALAN. Andi Setiawan

EVALUASI MANFAAT PROGRAM SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (SLBM) DI KABUPATEN BANGKALAN. Andi Setiawan EXTRAPOLASI Jurnal Teknik Sipil Untag Surabaya P-ISSN: 1693-8259 Desember 2014, Vol. 7 No. 2, hal. 219-228 EVALUASI MANFAAT PROGRAM SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (SLBM) DI KABUPATEN BANGKALAN

Lebih terperinci

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI PERATURAN DESA CABAK NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP-Desa) DESA CABAK TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BUPATI LABUHANBATU SELATAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI LABUHANBATU SELATAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI LABUHANBATU SELATAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA KABUPATEN LABUHANBATU

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM BERAS UNTUK RUMAH TANGGA MISKIN KOTA DUMAI TAHUN 2014

PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM BERAS UNTUK RUMAH TANGGA MISKIN KOTA DUMAI TAHUN 2014 PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM BERAS UNTUK RUMAH TANGGA MISKIN KOTA DUMAI TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA DUMAI, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH KOTA PASURUAN PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR, TBK., PT. BANK PERKREDITAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MADIUN

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KEPALA DESA LEMPUYANG KABUPATEN SERANG PERATURAN DESA LEMPUYANG

KEPALA DESA LEMPUYANG KABUPATEN SERANG PERATURAN DESA LEMPUYANG KEPALA DESA LEMPUYANG KABUPATEN SERANG PERATURAN DESA LEMPUYANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN SUMBER PENDAPATAN DAN PUNGUTAN DESA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO Menimbang : bahwa

Lebih terperinci