OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA"

Transkripsi

1 OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Optimasi Penyediaan Bahan Bakar Solar Untuk Unit Penangkapan Ikan di PPP Sungailiat, Bangka adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2008 Dody Sihono C

3 ABSTRAK DODY SIHONO. Optimasi Penyediaan Bahan Bakar Solar Untuk Unit Penangkapan Ikan di PPP Sungailiat, Bangka. Dibimbing oleh Sugeng Hari Wisudo. Pengelolaan persediaan bahan bakar solar dalam kegiatan perikanan sangat diperlukan. Selain untuk mengantisipasi permintaan konsumen yang selalu berfluktuatif, tujuan dari pengelolaan persediaan juga dapat mengefisienkan biaya persediaan dan sekaligus akan memaksimumkan keuntungan usaha. Kebijakan sediaan pada dasarnya dilakukan dengan menambah kuantitas pemesanan sehingga mengurangi frekuensi pemesanan untuk meminimumkan total biaya yang dikeluarkan, namun dengan mengurangi kuantitas pemesanan, dapat juga meminimumkan total biaya yang dikeluarkan. Pemesanan yang selama ini dilakukan oleh APMS dan SPDN ke Pertamina adalah sebesar liter/pesanan. Hasil perhitungan pengendalian sediaan menghasilkan pemesanan solar APMS tahun 2006 sebesar liter memiliki pemesanan optimum berkisar antara liter/pesanan hingga liter/pesanan. Pemesanan optimum APMS pada tahun 2007 berkisar antara liter/pesanan hingga liter/pesanan. Pemesanan optimum SPDN pada tahun 2007 berkisar antara liter/pesanan hingga liter/pesanan. SPDN yang mulai beroperasi pada Maret 2007, ternyata memberikan pengaruh besar bagi APMS karena menurunkan volume pemesanan dan penjualan solar APMS.

4 OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 SKRIPSI Judul skripsi : Optimasi Penyediaan Bahan Bakar Solar Untuk Unit Penangkapan Ikan di PPP Sungailiat, Bangka Nama mahasiswa : Dody Sihono NRP : C Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Disetujui, Pembimbing, Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si NIP : Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc NIP : Tanggal lulus : 25 Maret 2008

6 KATA PENGANTAR Skripsi ini berjudul Optimasi Penyediaan Bahan Bakar Solar Untuk Unit Penangkapan Ikan di PPP Sungailiat, Bangka. Isi skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada Pembaca mengenai tingkat penyediaan bahan bakar solar yang optimum di APMS Hendri Thamrin dan SPDN PPP Sungailiat serta pengaruh beroperasinya SPDN terhadap volume pemesanan dan penjualan bahan bakar solar di APMS. Penelitian berlangsung selama 21 hari (antara 11 Juli - 31 Juli 2007). Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya; 2. Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M.Si; Iin Solihin S.Pi, M.Si; dan Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si atas masukan dan saran yang diberikan; 3. Pengelola Agen Premium Minyak Solar (APMS) Hendri Thamrin dan Koperasi Himpunan Pengusaha Ikan dan Nelayan Sungailiat (HPNSI) PPP Sungailiat ; 4. Kepala dan Karyawan Kantor Pelabuhan Perikanan Pantai Sungailiat yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini; 5. Alm Ayah, ibu, kakak dan abang tercinta atas semua dorongan dan do anya ; 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Maret 2008 Penulis

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Februari 1987 di Muntok, Bangka dari orang tua bernama Sihono Nugroho dan Sumarni. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2004, penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Muntok. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, penulis telah melakukan penelitian dengan judul Optimasi Penyediaan Bahan Bakar Solar Untuk Unit Penangkapan Ikan di PPP Sungailiat, Bangka.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pantai Pengendalian Sediaan Pengertian sediaan Fungsi pengendalian sediaan Komponen biaya sediaan Model economic order quantity (EOQ) Penyediaan Bahan Bakar Konsumsi Bahan Bakar Kapal Ikan METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Metode pengumpulan data Metode analisis data Perumusan Masalah dan Asumsi Model Pengendalian Sediaan Mekanisme dan permasalahan penyediaan solar Asumsi model pengendalian sediaan bahan bakar KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Sungailiat Keadaan geografis dan topografis Daerah dan musim penangkapan Keadaan Umum PPP Sungailiat Unit Penangkapan Ikan... 18

9 4.3.1 Kapal atau perahu Alat penangkapan ikan Nelayan Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Dimensi, Mesin dan Tingkat Konsumsi Solar Kapal di PPP Sungailiat Dimensi, kekuatan mesin dan kebutuhan solar kapal di PPP Sungailiat Tingkat konsumsi dan proyeksi kebutuhan solar unit penangkapan ikan Hasil Analisis Model pengendalian sediaan bahan bakar Komponen biaya sediaan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian sediaan bahan bakar Pengendalian sediaan yang dilakukan oleh Agen Premium Minyak Solar (APMS) dan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) Analisis sediaan solar dengan model economic order quantity (EOQ) Analisis Perbandingan Volume Pemesanan dan Penjualan Solar APMS dan SPDN Tahun Pembahasan Perbandingan Pengendalian Sediaan pada Kondisi Aktual APMS dan SPDN dengan Hasil Perhitungan Model Economic Order Quantity (EOQ) Pengaruh beroperasinya SPDN terhadap APMS pada tahun Perbandingan proyeksi kebutuhan solar nelayan tahun 2006 dengan penjualan solar tahun Kebijakan sediaan dan penetapan keputusan KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 48

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Data pengendalian sediaan solar APMS Hendri Thamrin Sungailiat Januari 2006 Mei Data pengendalian sediaan solar SPDN Sungailiat Maret 2007 Juni Hasil perhitungan pengendalian sediaan solar di APMS Hendri Thamrin Sungailiat dengan model EOQ Hasil perhitungan pengendalian sediaan solar di SPDN Sungailiat dengan model EOQ Perbandingan pengendalian sediaan solar APMS berdasarkan EOQ dengan kondisi aktualnya Perbandingan pengendalian sediaan solar SPDN berdasarkan EOQ dengan kondisi aktualnya Perbandingan volume pemesanan dan penjualan bahan bakar solar APMS dan SPDN Januari - Juni

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Komponen-komponen biaya pengendalian sediaan (Handoko, 1985) Grafik model pengendalian sediaan (Handoko, 1985) Perkembangan jumlah kapal atau perahu di PPP Sungailiat periode Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Sungailiat periode Perkembangan jumlah nelayan di PPP Sungailiat periode Perkembangan produksi hasil tangkapan di PPP Sungailiat periode Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPP Sungailiat periode Tingkat konsumsi solar unit penangkapan ikan di PPP Sungailiat (kuesioner) Tingkat konsumsi solar unit penangkapan ikan di PPP Sungailiat (perhitungan) Kekuatan mesin kapal Saluran distribusi solar di PPP Sungailiat Proses penyediaan solar APMS dan SPDN di PPP Sungailiat Volume pemesanan dan penjualan solar di APMS periode Januari Mei Nilai pemesanan dan penjualan solar di APMS periode Januari Mei Volume pemesanan dan penjualan solar di SPDN periode Maret Juni Nilai pemesanan dan penjualan solar di SPDN periode Maret Juni Perbandingan volume pemesanan bahan bakar solar APMS dan SPDN Januari - Juni Perbandingan volume penjualan bahan bakar solar APMS dan SPDN Januari - Juni

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lokasi penelitian Perkembangan jumlah kapal atau perahu di PPP Sungailiat periode Perkembangan alat tangkap di PPP Sungailiat periode Perkembangan jumlah nelayan di PPP Sungailiat periode Produksi hasil tangkapan di PPP Sungailiat periode Tabulasi kuesioner hasil wawancara nelayan PPP Sungailiat Perincian biaya pemesanan bahan bakar solar di APMS Hendri Thamrin PPP Sungailiat Januari 2006-Mei Perincian biaya pemesanan bahan bakar solar di SPDN Sungailiat Maret Juni Perincian biaya penyimpanan bahan bakar solar di APMS Hendri Thamrin PPP Sungailiat Januari 2006-Mei Perincian biaya penyimpanan bahan bakar solar di SPDN Sungailiat Maret Juni Volume serta nilai pemesanan dan penjualan solar di APMS Hendri Thamrin Sungailiat Januari 2006-Mei Volume serta nilai pemesanan dan penjualan solar di SPDN Sungailiat Maret Juni Contoh perhitungan pengendalian sediaan berdasarkan model deterministik Jumlah alat tangkap yang mendaratkan dan kebutuhan solar tahun Foto hasil penelitian... 56

13 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan khususnya perikanan laut sangat dominan di Kabupaten Bangka mengingat Pulau Bangka dikelilingi oleh lautan dan berbatasan dengan Laut Cina Selatan yang memiliki sumberdaya laut yang relatif besar untuk dikembangkan. Komoditi yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi seperti ikan Kerapu, Kakap Merah, Udang, Cumi-cumi, Sirip Ikan dan lain-lain. Produksi ikan di PPP Sungailiat pada tahun 2006 adalah sebesar 3.926,06 ton. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan dengan produksi ikan di PPP Sungailiat pada tahun 2005 yang sebesar 3.629,75 ton (Laporan Tahunan PPP Sungailiat 2007). Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu komponen yang mempunyai peran strategis dalam kegiatan perikanan tangkap karena merupakan perbekalan yang paling utama dalam operasi penangkapan ikan. Pada perikanan tangkap, biaya operasional terbesar dalam operasi penangkapan ikan adalah biaya BBM yang dapat menghabiskan sekitar 30 % - 45 % dari total biaya operasional (Fauziyah, 2003). Pola konsumsi BBM pada suatu wilayah pelabuhan dapat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis armada penangkapan yang aktif beroperasi di pelabuhan tersebut. Kebutuhan BBM setiap kapal ikan dipengaruhi oleh waktu trip dan jarak daerah operasi. Permintaan bahan bakar yang cenderung mengalami peningkatan, memerlukan persediaan BBM untuk mengantisipasi permintaan yang fluktuatif. Permasalahan yang sering terjadi di PPP Sungailiat adalah permintaan konsumen yang berfluktuatif menyebabkan persediaan solar yang dimiliki tidak mampu mencukupi kebutuhan konsumen sehingga terjadi pemesanan solar kepada Pertamina secara mendadak yang menyebabkan pihak penyedia solar harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan pasokan solar dengan cepat. Untuk mengatasi permasalahan mengenai persediaan BBM, diperlukan strategi pengelolaan sehingga dapat mengoptimumkan persediaan serta menekan biaya total persediaan dan memenuhi kebutuhan konsumen.

14 Sampai saat ini penelitian mengenai model sediaan bahan bakar solar di PPP Sungailiat belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai model sediaan yang pernah dilakukan antara lain : model sediaan stokastik solar packed dealer nelayan di PPP Eretan Wetan, Indramayu (Mailany, 2005), sistem pengendalian sediaan produk udang beku (Yusnita, 2003), analisis pengendalian sediaan produk cakalang beku (Fahzuri, 1999), dan model pengendalian sediaan bahan baku untuk produk fillet kakap merah (Risfianthi, 1997). 1.2 Tujuan Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam kegiatan penyediaan bahan bakar di PPP Sungailiat 2) Menduga jumlah sediaan BBM yang optimum di APMS dan SPDN 3) Mengidentifikasi pengaruh beroperasinya SPDN terhadap volume pemesanan dan penjualan bahan bakar solar APMS. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi pihakpihak yang memerlukannya, diantaranya bagi pemerintah daerah terutama instansi yang terkait yang memiliki wewenang dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pembuatan kebijakan yang tepat mengenai pengembangan dan pemanfaatan PPP Sungailiat, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh masyarakat nelayan dalam pengelolaan bahan bakar agar dapat mengoptimalkan biaya operasi.

15 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pantai Pelabuhan Perikanan Pantai sebagaimana dimaksud dalam PERMEN 16 tahun 2006 ditetapkan berdasarkan kriteria teknis: a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 10 GT; c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurangkurangnya minus 2 m; d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus. Peranan pelabuhan perikanan pada hakikatnya adalah sebagai basis utama kegiatan industri perikanan tangkap, selain itu harus dapat menjamin suksesnya aktifitas usaha perikanan tangkap di laut. Pelabuhan perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna tinggi. Pelabuhan perikanan merupakan pusat kegiatan yang melibatkan berbagai komponen, seperti nelayan, pengusaha sarana produksi perikanan, penjual macam-macam jasa dan masyarakat umum. Pengelola pelabuhan perikanan sebagai instansi pemerintah dapat diandalkan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan statistik perikanan tangkap (Murdiyanto, 2002). 2.2 Pengendalian Sediaan Pengertian sediaan Istilah persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang tersimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Ini meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan-bahan pembantu atau pelengkap, dan

16 komponen-komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan (Handoko, 1985). Menurut Pardede (2006), teori pengendalian sediaan (Inventory Control Theory) merupakan salah satu alat riset operasi sebagai penerapan proses kemungkinan dan statistik yang bersifat objektif dan subjektif. Dijelaskan pula, sistem persediaan merupakan serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu yang tepat. Atau dengan kata lain, sistem dan model persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa dan kapan pesanan dilakukan secara optimal. Menurut Taha (1982), model pengendalian sediaan dibedakan atas dua jenis yaitu model pengendalian sediaan deterministik dan model pengendalian sediaan stokastik. Pada model pengendalian sediaan deterministik permintaan pasar telah tertentu dan diketahui dengan pasti, sedangkan pada model pengendalian sediaan stokastik, permintaan pasar tidak tertentu dengan pasti akan tetapi menyebar menurut fungsi peluang. Persediaan ada beberapa jenis, setiap jenisnya mempunyai karakteristik khusus dan cara pengolahannya yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan (Handoko, 1985) : 1) Persediaan bahan mentah (raw materials) yaitu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. 2) Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts atau components) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3) Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) yaitu persediaan barangbarang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

17 4) Persediaan barang dalam proses (work in process) yaitu persediaan barangbarang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5) Persediaan barang jadi (finished goods) yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langganan Fungsi pengendalian sediaan Fungsi dasar persediaan (inventory) meliputi beberapa kegiatan secara berurutan seperti pembelian, pengolahan dan penyaluran, dimana kegiatan-kegiatan bisa independent atau bebas satu sama lain berupa bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi (Supranto, 1988). Pardede (2006), menyatakan bahwa fungsi utama pengendalian persediaan adalah menyimpan untuk melayani kebutuhan perusahaan akan bahan mentah atau barang jadi dari waktu ke waktu. Fungsi tersebut ditentukan oleh berbagai kondisi antara lain : 1) Jangka waktu pengiriman yang relatif lama ; 2) Jumlah yang dibeli lebih besar daripada yang dibutuhkan ; 3) Permintaan barang bersifat musiman, sedangkan tingkat produksi setiap saat adalah konstan ; 4) Biaya untuk mencari barang pengganti atau biaya kehabisan barang (stockout cost) relatif besar. Efisiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan. Harus diingat bahwa persediaan adalah sekumpulan produk fisikal pada berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses, dan kemudian barang jadi. Fungsi pengendalian sediaan dapat didefinisikan sebagai berikut (Handoko, 1985) :

18 1) Fungsi decoupling Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal kebebasan (independence). Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier. 2) Fungsi economic lot sizing Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, resiko, dan sebagainya). 3) Fungsi antisipasi Perusahaan sering menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasonal inventories). Di samping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode persamaan kembali, sehingga memerlukan kuantitas ekstra yang sering disebut persediaan pengaman (safety inventories). Persediaan antisipasi ini penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu Komponen biaya sediaan Eriyatno (1998) menyatakan bahwa secara garis besar kontrol terhadap inventory adalah untuk meminimumkan biaya persediaan. Beberapa biaya dalam sistem sediaan yaitu : 1) Biaya barang 2) Biaya pemesanan 3) Biaya pengiriman atau penyimpanan 4) Biaya keamanan barang 5) Biaya pengeluaran barang

19 Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan masalah tingkat pengendalian persediaan, salah satunya adalah faktor biaya (Yusnita, 2003). Komponen-komponen biaya pengendalian secara garis besar dibedakan atas tiga bagian menurut Supranto (1988) yaitu : 1) Biaya pemesanan (ordering cost) Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menanggung biaya pemesanan, yang meliputi antara lain : gaji pegawai, biaya telepon, biaya pengepakan dan penimbangan. 2) Biaya penyimpanan (holding cost) Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan antara lain : biaya menyimpan, biaya kerusakan, biaya asuransi, pajak, dan sebagainya. 3) Biaya kekurangan (shortage costs) Biaya yang disebabkan karena keterlambatan di dalam memenuhi permintaan atau ketidakmampuan untuk memenuhinya sama sekali, misalnya karena kehabisan stok. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya kekurangan antara lain : biaya pemesanan khusus, terganggunya operasi dan tambahan pengeluaran kegiatan manajerial. Gambar 1 Komponen-komponen biaya pengendalian sediaan (Handoko, 1985)

20 Gambar 1 menunjukkan komponen dari biaya pengendalian sediaan (Handoko, 1985) adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya total diperoleh dari penjumlahan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Titik potong antara biaya peyimpanan dan pemesanan menunjukkan jumlah pemesanan yang optimum dan penjumlahan dari biaya pemesanan dan penyimpanan ini akan menghasilkan biaya total persediaan yang optimum Model economic order quantity (EOQ) Menurut Handoko (1985), tujuan model ini adalah menentukan besarnya persediaan pengaman (safety stock) untuk meminimumkan biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortages cost) dan biaya penyimpanan persediaan pengaman (holding cost). Gambar 2 Grafik model pengendalian sediaan (Handoko, 1985) Gambar 2 menunjukkan grafik tingkat persediaan teoritik dan persediaan nyata dari waktu ke waktu. Seperti ditunjukkan dalam gambar tersebut, ada tingkat persediaan tertentu sebagai pengaman yang disebut safety atau buffer stock. Safety stock ini menyediakan sejumlah persediaan selama lead time. Dalam kenyataan, sering terjadi parameter-parameter model sediaan stokastik merupakan nilai-nilai

21 yang tidak pasti, satu atau lebih. Parameter-parameter yang merupakan variabel acak adalah permintaan tahunan (D), permintaan harian (d), lead time (L), biaya penyimpanan per unit (H), biaya pemesanan per pesanan (S), biaya kekurangan persediaan atau shortages (stock-out) cost (B), dan harga (C) 2.3 Penyediaan Bahan Bakar Bahan bakar minyak (BBM) terutama solar untuk nelayan saat ini harganya masih disubsidi oleh Pemerintah. Satu-satunya perusahaan milik negara yang mengelola penyaluran BBM di dalam negeri adalah Pertamina, dengan tujuan menyalurkan BBM kepada masyarakat guna memutar roda perekonomian nasional. Penyaluran BBM kepada nelayan di PP atau PPI melibatkan beberapa instansi, (Pertamina, 2003 diacu dalam Razak, 2004) yaitu : 1) Pertamina ; 2) Departemen Kelautan dan Perikanan ; 3) Tim Pelaksana Penanggulangan Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (TP3 BBM) ; 4) Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPP HNSI) ; dan 5) Departemen Koperasi. Instansi-instansi tersebut bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu : 1) Mendekatkan lokasi penyaluran BBM ke sentra-sentra nelayan ; 2) Menyediakan pasokan BBM bagi nelayan dalam jumlah yang cukup ; dan 3) Menjamin harga BBM yang dibeli nelayan sama dengan harga seperti di SPBU. Jatah BBM yang diberikan Pertamina kepada PP atau PPI ditentukan berdasarkan besarnya konsumsi BBM di PP atau PPI sendiri dengan melihat jumlah kapal, jenis kapal dan tonase kapal. Jatah BBM juga ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari TP3 BBM dan juga harus disesuaikan dengan kapasitas mobil tangki (8 Kilo Liter). Lembaga-lembaga penyalur BBM pertamina saat ini sudah turut melayani kebutuhan nelayan, namun jumlah dan lokasinya terbatas (tidak menyebar). Oleh karena itu, untuk membantu mengatasi kesulitan nelayan, pemerintah membangun

22 Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar khusus Nelayan (SPBN). Program hasil kerjasama antara Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Pertamina ini bertujuan memberikan kemudahan bagi nelayan agar bisa mendapatkan BBM solar untuk kebutuhan operasi kapal penangkap ikan sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah (Direktorat Sarana Perikanan Tangkap DKP, 2003 diacu dalam Razak, 2004). Lembaga penyalur khusus nelayan beserta kriterianya : 1) Solar Packed Dealer (SPD) Nelayan a. SPD Nelayan darurat (embrio SPD Nelayan) - Lokasi adalah Pelabuhan Perikanan, PPI, Desa Nelayan ; - Menempati areal tanah minimum 200 m 2 ; - Berada di pantai yang memungkinkan kapal merapat ; - Lokasi dapat dicapai dengan mobil tangki dari Depot Pertamina ; dan - Memiliki fasilitas penimbunan darurat. b. SPD Nelayan (embrio SPBN) - Lokasi adalah Pelabuhan Perikanan, PPI, Desa Nelayan ; - Menempati areal tanah minimum 300 m 2 ; - Berada di pantai yang memungkinkan kapal merapat ; - Lokasi dapat dicapai dengan mobil tangki dari Depot Pertamina ; dan - Memiliki fasilitas dispensing unit dan tangki timbun fixed. 2) Stasiun Pengisian Bahan Bakar khusus Nelayan (SPBN) - Lokasi adalah Pelabuhan Perikanan, PPI, Desa Nelayan ; - Menempati areal tanah minimum 300 m 2 ; - Berada di pantai yang memungkinkan kapal merapat ; - Lokasi dapat dicapai dengan mobil tangki dari Depot Pertamina ; dan - Memiliki fasilitas sebagaimana SPBU pada umumnya. 2.4 Konsumsi Bahan Bakar Kapal Ikan Menurut Samsumar (2002) diacu dalam Dewi (2004) yang dimaksud dengan konsumsi bahan bakar kapal ikan adalah banyaknya jumlah bahan bakar yang dipakai

23 tiap satuan waktu ketika mesin beroperasi. Prosedur Tetap Pertamina (2005) mengemukakan rumusan konsumsi bahan bakar solar, yaitu hasil perkalian dari fuel consumption rate (besarnya 0,16) dengan kekuatan mesin (Horse Power /HP) serta waktu operasi mesin dalam satuan ton. Jika dikonversikan ke dalam satuan liter adalah dengan rumusan ; Konsumsi Bahan Bakar (liter) = 0,16 x HP x waktu mesin beroperasi Volume (liter) = massa (ton) / berat jenis (0,85 ton/m 3 ) dimana kekuatan mesin atau Horse Power (HP) merupakan unit satuan kekuatan mesin atau unit daya yang besarnya sama dengan 75 m/second atau 4500 kg m/minute (Mangunsukarto dkk, 1979 diacu dalam Dewi, 2004 ). Perhitungan matematis diatas mendefinisikan bahwa konsumsi bahan bakar kapal penangkap ikan dipengaruhi oleh kekuatan mesin dan lama kerja mesin kapal penangkap ikan tersebut. Semakin besar kekuatan mesin kapal, maka semakin besar jumlah bahan bakar yang dikonsumsi oleh kapal tersebut. Demikian halnya dengan lamanya mesin kapal beroperasi, semakin lama mesin kapal bekerja atau beroperasi, maka semakin besar pula jumlah bahan bakar yang dibutuhkan. Hal lain yang mempengaruhi jumlah konsumsi bahan bakar adalah jenis mesin.

24 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sungailiat pada Februari 2007 untuk survey awal dan dilanjutkan penelitian pada Juli Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam pengendalian sediaan bahan bakar Agen Premium Minyak Solar (APMS) dan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) di Sungailiat adalah survei menggunakan studi kasus dengan mempelajari mengenai pengendalian sediaan bahan bakar di APMS dan SPDN. Hal ini dimulai dari pengamatan langsung, pendefinisian masalah dengan jelas, pengidentifikasian faktor yang berpengaruh dalam kegiatan penyediaan bahan bakar, pengembangan alternatif penyelesaian dan pemilihan penyelesaian optimal melalui perhitungan matematis Metode pengumpulan data Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung dengan mengambil 40 orang responden nelayan dengan alat tangkap yang mayoritas dioperasikan yaitu mini purse seine, gillnet, payang dan pancing serta wawancara dengan manager koperasi. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik kapal yaitu dimensi kapal, mesin kapal, kebutuhan solar/hari dan jumlah trip, dan halhal yang berhubungan dengan pengendalian sediaan bahan bakar di APMS dan SPDN meliputi lokasi, fasilitas, dan sistem pengelolaan persediaan yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari APMS, SPDN, Koperasi, dan Kantor Pelabuhan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi statistik perikanan, keadaan umum daerah penelitian dan data-data tentang pengendalian sediaan. Data-data tentang pengendalian sediaan yang dikumpulkan meliputi : 1) Biaya pemesanan (ordering cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh APMS dan SPDN dalam pengadaan bahan bakar untuk persediaan. Biaya ini meliputi biaya pemesanan lewat telepon, upah pegawai, dan biaya ongkos angkut ;

25 2) Biaya penyimpanan (holding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pihak APMS dan SPDN untuk menangani dan menyimpan bahan bakar. Biaya ini meliputi biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan, biaya listrik untuk keperluan pengisian bahan bakar, dan biaya penanganan persediaan ; 3) Harga beli dari Pertamina (Rp/liter) ; 4) Harga jual ke konsumen (Rp/liter) ; 5) Frekuensi pemesanan, yaitu frekuensi pemesanan bahan bakar yang dilakukan oleh APMS dan SPDN ke Pertamina perbulan (kali/bulan); 6) Volume pemesanan, yaitu besarnya jumlah bahan bakar yang dipesan APMS dan SPDN perbulan (liter/bulan); 7) Volume penjualan, yaitu besarnya jumlah bahan bakar yang dijual oleh APMS dan SPDN perhari (kali/hari); 8) Frekuensi penjualan, yaitu frekuensi penjualan bahan bakar yang dilakukan oleh APMS dan SPDN perhari (kali/hari) Metode analisis data Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kegiatan penyediaan bahan bakar solar diidentifikasi dengan melihat jumlah permintaan konsumen akan solar, kemampuan APMS dan SPDN dalam memenuhi permintaan konsumen dilihat dari stok solar yang dimiliki dan kehadiran agen solar lain diluar pelabuhan yang menjual solar kepada nelayan dengan harga yang berbeda. Model yang digunakan untuk menghitung jumlah sediaan solar yang optimum adalah model sediaan deterministik. Untuk meminimumkan total biaya (TC) sebagai fungsi tujuan ditempuh dengan cara menurunkan biaya total (TC) terhadap tingkat persediaan (Q). Penyelesaian optimal dari fungsi tujuan TC akan diperoleh pada saat TC minimum. Secara matematis tingkat persediaan (Q) dihitung sebagai berikut (Handoko, 1985) : Q = 2 SD H (1) Untuk menghitung jumlah pesanan per tahun digunakan rumus sebagai berikut :

26 Jumlah pesanan = Q D (2) Sedangkan untuk menghitung permintaan rata-rata per hari : D d =. (3) Jumlah hari kerja Apabila diperlukan masa tenggang antara pemesanan sampai tersedianya barang di tempat, maka untuk menjaga supaya jangan terjadi kehabisan stok, harus diadakan persediaan pengaman (safety stock). Rumus yang digunakan untuk menentukan kuantitas reorder (R) selama lead time adalah sebagai berikut : R = dl..... (4) dimana : R = kuantitas reorder d = permintaan per hari L = lead time Persamaan biaya total model sediaan deterministik yang diperkirakan minimum adalah : E(TC) = biaya penyimpanan + biaya pemesanan Q D = H + S (5) 2 Q Pengaruh beroperasinya SPDN terhadap APMS diidentifikasi dengan membandingkan volume pemesanan dan penjualan solar SPDN dan APMS sejak mulai beroperasinya SPDN pada Maret 2007, kondisi fasilitas yang dimiliki, lokasi penjualan dan pelayanan dari kedua pihak. 3.3 Perumusan Masalah dan Asumsi Model Pengendalian Sediaan Mekanisme dan permasalahan penyediaan solar Kegiatan pengisian perbekalan biasanya dilakukan di zona tambat labuh. Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang merupakan fasilitas yang ada di zona tambat labuh. Dengan adanya SPDN ini dapat memudahkan nelayan untuk mengisi bahan bakar. Mekanisme penyediaan BBM di SPDN yang ada di PPP Sungailiat diserahkan

27 urusannya pada Koperasi HPINS (Himpunan Pengusaha Ikan dan Nelayan Sungailiat). Permasalahan yang sering terjadi adalah permintaan solar dari konsumen yang berfluktuasi menyebabkan persediaan yang dimiliki sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga memaksa pihak SPDN melakukan pemesanan mendadak kepada Pertamina dan mengeluarkan biaya lebih besar untuk mendapatkan pasokan lebih cepat. Untuk Agen Premium Minyak Solar (APMS) nelayan melakukan pembelian menggunakan jirigen, mengingat lokasi APMS yang cukup jauh dari zona tambat labuh. Selain itu, permasalahan yang sering terjadi sebelum beroperasinya SPDN adalah permintaan solar dari konsumen berfluktuasi menyebabkan persediaan yang dimiliki tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga pihak APMS harus melakukan pemesanan mendadak kepada Pertamina dan mengeluarkan biaya lebih besar untuk mendapatkan pasokan lebih cepat. Setelah beroperasinya SPDN, masalah yang muncul adalah fasilitas yang dimiliki dan pelayanan SPDN lebih baik dari APMS dan membuat sebagian besar nelayan pindah membeli ke SPDN Asumsi model pengendalian sediaan bahan bakar Asumsi-asumsi yang ditentukan terlebih dahulu sebelum membuat model sediaan deterministik kebutuhan bahan bakar adalah : 1) Harga bahan bakar minyak konstan ; 2) Biaya penyimpanan per liter per tahun (H) relatif konstan ; 3) Biaya pemesanan per pesanan (S) relatif konstan ; dan 4) Dimungkinkan untuk melakukan pemesanan kembali (back orders). Dalam tulisan ini yang diteliti adalah pengendalian sediaan bahan bakar di APMS dan SPDN. Kapasitas tangki yang tersedia di APMS dapat menampung liter solar yang terbagi dalam 3 tangki dan di SPDN memiliki 2 tangki yang dapat menampung liter solar. Apabila sebuah kapal membutuhkan pengisian bahan bakar, maka pihak pengelola SPDN/APMS dapat langsung menyediakannya saat itu. Di dalam tangki penyimpanan tersedia sejumlah stok pengaman (safety stock). Untuk perhitungan selanjutnya digunakan rumus baku yang diturunkan dari pengendalian sediaan deterministik seperti tertera pada rumus (1) sampai dengan (5).

28 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Sungailiat Keadaan geografis dan topografis Sungailiat merupakan ibukota Kabupaten Bangka yang memiliki luas wilayah ± 2.950,68 ha. Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka yang berada disebelah pesisir timur Sumatera Bagian Selatan yaitu pada Lintang Selatan dan Bujur Timur memanjang dari Barat Laut ke Tenggara sepanjang ± 180 km. Batas wilayah Kabupaten Bangka adalah : 1) Sebelah utara dibatasi oleh Laut Natuna; 2) Sebelah selatan dibatasi oleh Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka Tengah; 3) Sebelah barat dibatasi oleh Kabupaten Bangka Barat, Selat Bangka dan Teluk Kelabat; dan 4) Sebelah timur dibatasi oleh Laut Natuna dan Selat Karimata. Batas wilayah Sungailiat adalah : 1) Sebelah utara dibatasi oleh Kecamatan Riau Silip; 2) Sebelah selatan dibatasi oleh Kecamatan Pemali; 3) Sebelah barat dibatasi oleh Kecamatan Bakam; dan 4) Sebelah timur dibatasi oleh Selat Karimata. Pada umumnya tanah Pulau Bangka berpasir, sedangkan PH tanahnya rata-rata di bawah 5. Tanah umumnya berat, berwarna abu-abu, berpasir kuarsa. Tanah bagian atas terdiri dari gromula 8,9 %, 27,7 % hitam dan 64,4 % pasir. Dilihat dari segi morfologi dan topografi, struktur tanah di Kabupaten Bangka beraneka ragam dan dapat dikelompokkan menjadi empat bentuk dan keadaan tanah yaitu (Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2006/2007) : 1) Tanah berbukit sampai bergunung 5 % 2) Tanah berombak dan bergelombang 51 % 3) Tanah lembah / datar 20 % 4) Tanah rawa dan bencah / datar 25 %

29 Menurut data stasiun Meteorologi Pangkalpinang, iklim di Kabupaten Bangka adalah iklim tropis tipe A dengan curah hujan 107,6 hingga 343,7 mm per bulan. Dengan musim hujan rata-rata terjadi pada bulan Oktober sampai April. Musim penghujan dan kemarau di Kabupaten Bangka juga dipengaruhi oleh dua musim angin, yaitu muson barat dan muson tenggara. Angin muson barat yang basah pada bulan November, Desember dan Januari banyak mempengaruhi bagian utara Pulau Bangka. Sedangkan, angin muson tenggara yang datang dari laut jawa mempengaruhi cuaca di bagian selatan Pulau Bangka (Bangka Dalam Angka 1999). Suhu rata-rata di Kabupaten Bangka menunjukkan variasi antara 25,9 hingga 27,3 Celcius. Menurut stasiun Meteorologi Pangkalpinang, suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Agustus, dan suhu terendah terjadi pada bulan Desember dan Januari. Sementara, besarnya intensitas penyinaran rata-rata bervariasi antara 18,5 % hingga 70 %, dengan kelembaban udara yang cukup tinggi, yaitu antara 77 % pada bulan Agustus hingga 89 % pada bulan Januari. Sedangkan tekanan udara memiliki pola yang cukup stabil dengan kisaran variasi yang sempit antara 1006,3 MBS hingga 10111,1 MBS. Tekanan udara tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah terjadi pada bulan Desember (Bangka Dalam Angka 1999) Daerah dan musim penangkapan Secara umum iklim di selat karimata ditentukan oleh angin muson yang diakibatkan oleh perbedaan temperatur di dua benua dan Samudera. Musim umumnya dibedakan atas musim timur, musim barat dan musim peralihan. Musim penangkapan di PPP Sungailiat terjadi pada bulan April Juni dan musim paceklik terjadi pada bulan September - Desember. Daerah penangkapan kapal-kapal yang berasal dari PPP Sungailiat adalah di WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) Laut Cina Selatan dan belum ada ke WPP Lain. Untuk kapal-kapal kecil daerah penangkapannya sekitar perairan Sungailiat yang dapat ditempuh 1-3 jam dari fishing base.

30 4.2 Keadaan Umum PPP Sungailiat Pelabuhan Perikanan Pantai Sungailiat terletak di tepi barat sungai Air Kantung yang merupakan bekas galian timah yang berada di bagian timur kota Sungailiat, kabupaten Bangka dan berjarak ± 32 Km dari Pangkalpinang yang merupakan ibukota Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Secara geografis, PPP Sungailiat terletak pada LS dan BT. Batas wilayah administratif PPP Sungailiat adalah sebagai berikut : 1) Sebelah utara dibatasi oleh sungai Air Kantung ; 2) Sebelah selatan dibatasi oleh kantor Administrator Pelabuhan Pangkal Balam lokasi kerja Sungailiat dan pemukiman penduduk; 3) Sebelah barat dibatasi oleh Jalan Yos Sudarso ; dan 4) Sebelah timur dibatasi oleh sungai Air Kantung. Semua fasilitas yang ada di PPP Sungailiat disesuaikan dengan kegiatan operasional dari pelabuhan itu sendiri. Dalam pengadaan kelancaran kegiatan operasional di laut, salah satu fasilitas yang disediakan adalah fasilitas perbekalan yaitu Agen Premium Minyak dan Solar Hendri Thamrin dan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang diresmikan Februari 2007 dan mekanisme penyediaan BBM yang ada SPDN diserahkan urusannya pada Koperasi HPINS (Himpunan Pengusaha Ikan dan Nelayan Sungailiat). 4.3 Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam melakukan suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari : kapal atau perahu, alat tangkap dan nelayan. Keadaan unit penangkapan ikan di PPP Sungailiat dapat dijelaskan sebagai berikut : Kapal atau perahu Banyaknya produksi perikanan terutama perikanan laut yang di daratkan sangat tergantung pada armada dan alat tangkap yang digunakan. Tabel data jumlah kapal yang memanfaatkan PPP Sungailiat disajikan pada Lampiran 2 dan perkembangan jumlah kapal masuk ke PPP Sungailiat periode disajikan pada Gambar 3.

31 Gambar 3 Perkembangan jumlah kapal atau perahu di PPP Sungailiat periode Kapal yang masuk PPP Sungailiat dibedakan menjadi kapal yang mendaratkan, berkunjung dan berdomisili. Selama periode jumlah kapal yang masuk ke PPP Sungailiat untuk mendaratkan hasil tangkapannya mengalami fluktuasi. Kapal yang mendaratkan pada tahun 2002 sebanyak unit dan mengalami penurunan pada tahun 2003 menjadi unit namun naik kembali menjadi unit pada tahun Tahun 2005 sempat mengalami penurunan menjadi unit, namun tahun 2006 jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya kembali naik menjadi unit. Selama periode jumlah kapal yang hanya berkunjung ke PPP Sungailiat cenderung menurun. Pada tahun 2002 sebanyak unit dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2005 yang secara berurutan menjadi unit pada tahun 2003, unit pada tahun 2004 dan 858 unit pada tahun Tahun 2006, jumlah kapal yang berkunjung naik menjadi unit. Jumlah kapal yang berdomisili di PPP Sungailiat selama periode cenderung meningkat. Jumlah kapal pada tahun 2003 sama dengan tahun 2002 yaitu sebanyak 253 unit dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2006 yang secara berurutan menjadi 279 unit pada tahun 2004, 284 unit pada tahun 2005 dan 292 unit pada tahun Alat penangkapan ikan Jenis alat tangkap yang dipergunakan di Sungailiat antara lain : gillnet, pancing, purse seine, payang. Tabel jumlah alat tangkap yang ada di Sungailiat disajikan pada Lampiran 3.

32 Gambar 4 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Sungailiat periode Gambar 4 menunjukkan selama periode pertumbuhan alat tangkap gillnet cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2002 sebanyak 67 unit, tahun 2003 sebanyak 78 unit, tahun 2004 dan 2005 masing-masing sebanyak 90 unit dan tahun 2006 sebanyak 104 unit. Selama periode pertumbuhan alat tangkap pancing mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 2002 sebanyak 92 unit, tahun 2003 sebanyak 110 unit, tahun 2004 sebanyak 147 unit, tahun 2005 sebanyak 152 unit dan tahun 2006 sebanyak 195 unit. Selama periode pertumbuhan alat tangkap purse seine cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2002 sebanyak 7 unit, tahun 2003 sebanyak 8 unit, tahun 2004, 2005 dan 2006 masing-masing sebanyak 12 unit. Pertumbuhan alat tangkap payang selama periode cenderung mengalami penurunan. Tahun 2002 hingga 2004 masing-masing 60 unit dan pada tahun 2005 dan 2006 masing-masing sebanyak 55 unit Nelayan Nelayan di kawasan Sungailiat dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah orang yang memiliki kapal dan alat tangkap. Nelayan pemilik bertanggungjawab dalam pengadaan perbekalan operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan buruh adalah orang yang bersentuhan langsung dengan kegiatan perikanan di laut. Tabel jumlah nelayan di Sungailiat disajikan pada Lampiran 4.

33 Gambar 5 Perkembangan jumlah nelayan di PPP Sungailiat periode Gambar 5 menunjukkan perkembangan jumlah nelayan periode cenderung meningkat. Tahun 2002 hingga 2004 dan pada tahun 2006 mengalami peningkatan. Tahun 2002 sebanyak 1100 orang, pada tahun 2003 naik menjadi 1186 orang, tahun 2004 menjadi 1350 orang dan pada tahun 2006 menjadi 1469 orang. Tahun 2005 jumlah nelayan tetap sebanyak 1350 orang. 4.4 Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan Ikan hasil tangkapan yang dominan didaratkan dan dilelang di PPP Sungailiat antara lain : tembang, pari burung, selar bentong, lemuru, tenggiri papan, kerapu karang, bawal hitam dan tetengkek. Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPP Sungailiat periode dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 6 Perkembangan produksi hasil tangkapan di PPP Sungailiat periode Gambar 6 menunjukkan produksi ikan di PPP Sungailiat, selama periode mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi. Tahun 2003 terjadi penurunan

34 produksi dari 3.388,92 ton pada tahun 2002 menjadi 3.229,66 ton. Tahun 2004 meningkat menjadi 4.290,36 ton namun pada tahun 2005 kembali menurun menjadi 3.629,75 ton. Tahun 2006 produksi kembali meningkat menjadi 3.926,06 ton. Gambar 7 Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPP Sungailiat periode Gambar 7 menunjukkan nilai produksi di PPP Sungailiat selama periode cenderung mengalami peningkatan dan hanya mengalami pertumbuhan negatif 1 kali, yaitu pada tahun 2003 yang mengalami penurunan nilai produksi dari Rp ,00 pada tahun 2002 menjadi Rp ,00 pada tahun Tahun 2004, 2005 dan 2006, nilai produksi di PPP Sungailiat terus mengalami peningkatan masing-masing sebesar Rp ,00 pada tahun 2004, Rp ,00 pada tahun 2005 dan Rp ,00 pada tahun 2006.

35 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Dimensi, Mesin dan Tingkat Konsumsi Solar Kapal di PPP Sungailiat Dimensi, kekuatan mesin dan kebutuhan solar kapal di PPP Sungailiat Unit penangkapan ikan yang banyak beroperasi di daerah PPP Sungailiat yaitu mini purse seine, gillnet, payang dan pancing. Kapal mini purse seine memiliki ukuran panjang berkisar 9-13,5 m dengan lebar 1,9 2,9 m dan dept 0,7 1 m. Mesin kapal yang digunakan adalah mesin tempel dengan merk yang bermacammacam antara lain Yanmar, Jian Dong, Mitsubishi, Isuzu, Thung Fung dan Colt Diesel. Kekuatan mesin kapal antara HP (Horse Power). Pengoperasian mini purse seine adalah one day fishing (ODF) dengan kebutuhan solar liter/hari. Kapal gillnet memiliki ukuran panjang berkisar 7,25-15 m dengan lebar 1,5 2,5 m dan dept 0,5 1 m. Mesin kapal yang digunakan adalah mesin tempel dengan merk antara lain Isuzu, Jian Dong, Dong Feng, Yanmar dan Shang Hai. Kekuatan mesin kapal antara HP. Nelayan hanya melakukan ODF dengan kebutuhan solar liter/hari. Kapal payang memiliki ukuran panjang berkisar 7,5-13 m dengan lebar 1,8 2,8 m dan dept 0,7 1 m. Mesin kapal yang digunakan adalah mesin tempel dengan merk antara lain Jian Dong, Mitsubishi, Wujin, Kubota, Dong Feng dan Shang Hai. Kekuatan mesin kapal antara HP. Pengoperasian payang adalah ODF dengan kebutuhan solar liter/hari. Kapal pancing memiliki ukuran panjang berkisar 9-13 m dengan lebar 2 2,3 m dan dept 0,75 1,5 m. Mesin kapal yang digunakan adalah mesin tempel dengan merk antara lain Jian Dong, Shang Hai, Chan Dong, Wujin, Dong Feng, Yanmar dan Isuzu. Kekuatan mesin kapal antara HP. Nelayan hanya melakukan ODF dengan kebutuhan solar liter/hari. Tabulasi kuesioner hasil wawancara selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tingkat konsumsi dan proyeksi kebutuhan solar unit penangkapan ikan Pengoperasian unit penangkapan ikan mini purse seine adalah one day fishing dengan operasi mesin jam berkekuatan 36 HP berbahan bakar solar. Tingkat

36 konsumsi solarnya dapat dihitung melalui hasil perkalian dari fuel consumption rate (besarnya 0,16) dengan kekuatan kapal (HP) dan waktu operasi mesin (satuan jam) (Pertamina, 2005). Maka diperoleh konsumsi solarnya untuk 12 jam yaitu 0,16 x 36 HP x 12 jam = 69,12 liter dan untuk 15 jam yaitu 0,16 x 36 HP x 15 jam = 86,4 liter. Gillnet juga termasuk ODF, operasi mesin 6 8 jam, kekuatan mesin kapal 23 HP berbahan bakar solar. Konsumsi bahan bakarnya untuk 6 jam yaitu 0,16 x 23 HP x 6 jam = 22,08 liter dan untuk 8 jam yaitu 0,16 x 23 HP x 8 jam = 29,44 liter. Payang, juga ODF dengan operasi mesin selama jam, berkekuatan 26 HP berbahan bakar solar. Konsumsi bahan bakarnya untuk 12 jam, yaitu 0,16 x 26 HP x 12 jam = 49,92 liter dan untuk 15 jam yaitu 0,16 x 26 HP x 15 jam = 62,4 liter. Unit penangkapan ikan pancing beroperasi 5-8 jam dengan mesin berkekuatan 20 HP. Konsumsi bahan bakarnya untuk 5 jam, yaitu 0,16 x 20 HP x 5 jam = 16 liter dan untuk 8 jam yaitu 0,16 x 20 HP x 8 jam = 25,6 liter. Gambar 8 Tingkat konsumsi solar unit penangkapan ikan di PPP Sungailiat (kuesioner) Gambar 8 menunjukkan konsumsi bahan bakar solar masing-masing unit penangkapan ikan berbeda. Mini purse seine menduduki peringkat teratas dengan 90 liter/trip/unit, diikuti payang sebagai kedua tertinggi dengan 60 liter/trip/unit, pancing ketiga tertinggi dengan 40 liter/trip/unit dan yang terakhir adalah gillnet dengan konsumsi solar terkecil yaitu 30 liter/trip/unit.

37 Gambar 9 Tingkat konsumsi solar unit penangkapan ikan di PPP Sungailiat (perhitungan) Gambar 9 merupakan hasil perhitungan konsumsi bahan bakar solar, yang menunjukkan unit penangkapan ikan mini purse seine menduduki peringkat teratas dengan 86,4 liter/trip/unit, diikuti payang sebagai kedua tertinggi dengan 62,4 liter/trip/unit, pancing ketiga tertinggi dengan 25,6 liter/trip/unit dan yang terakhir adalah gillnet dengan konsumsi solar terkecil yaitu 22,08 liter/trip/unit. Gambar 10 Kekuatan mesin kapal Gambar 10 memperlihatkan, kapal mini purse seine mempunyai kekuatan mesin kapal yang terbesar dengan 36 HP sehingga membutuhkan solar yang lebih banyak, diikuti mesin kapal payang dengan kekuatan 26 HP, mesin kapal gillnet dengan kekuatan 23 HP dan yang terakhir mesin kapal pancing dengan kekuatan 20 HP.

38 Selama tahun 2006, tercatat jumlah kapal/perahu yang masuk ke PPP Sungailiat untuk mendaratkan sebesar unit dan berkunjung sebesar unit. Kapal yang masuk PPP Sungailiat untuk mendaratkan hasil tangkapan, akan melakukan pembelian bahan bakar solar kembali untuk operasi penangkapan selanjutnya. Hal serupa juga terjadi pada kapal yang berkunjung ke PPP Sungailiat. Kapal yang berkunjung ke PPP Sungailiat sebagian besar datang dari pelabuhan lain yang datang hanya untuk melakukan pembelian perbekalan melaut terutama solar, kemudian melakukan operasi penangkapan dan hasil tangkapannya didaratkan di tempat lain. Ada pula kapal yang datang hanya untuk mengikuti lelang dan membeli ikan hasil pendaratan dan sebelum kembali ke tempat asalnya juga melakukan pembelian solar. Proyeksi tingkat konsumsi solar kebutuhan nelayan tahun 2006 yang murni digunakan untuk melaut dihitung dari jumlah kapal yang mendaratkan berdasarkan data dari TPI Sungailiat pada Lampiran 14. Proyeksi jumlah solar kebutuhan nelayan gillnet tahun 2006 yaitu unit x 22,08 liter/trip/unit = ,24 liter, untuk pancing yaitu unit x 25,6 liter/trip/unit = ,20 liter, untuk mini purse seine yaitu unit x 86,4 liter/trip/unit = ,80 liter dan untuk payang yaitu unit x 62,4 liter/trip/unit = ,60 liter. Proyeksi total kebutuhan solar kapal di PPP Sungailiat pada tahun 2006 adalah ,84 liter. 5.2 Hasil Analisis Model pengendalian sediaan bahan bakar Komponen biaya sediaan Biaya persediaan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam kegiatan pengendalian sediaan bahan bakar. Biaya persediaan akan menentukan jumlah persediaan bahan bakar yang disimpan secara optimal, sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan oleh Agen Premium Minyak Solar (APMS) Hendri Thamrin dan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) Sungailiat dalam pengelolaan sediaan bahan bakar dapat ditekan. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu meminimumkan biaya total persediaan. Komponen biaya persediaan yang mempengaruhi persediaan bahan bakar di APMS dan SPDN terdiri dari :

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi setiap saat dibidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ II.1 Pengertian Persediaan Persediaaan adalah semua sediaan barang- barang untuk keperluan menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode tertentu, atau persediaan

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 1.8 Persediaan 2.1.1 Definisi dan Fungsi Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi tiap saat di bidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier Hand Out Manajemen Keuangan I Disusun oleh Nila Firdausi Nuzula Digunakan untuk melengkapi buku wajib Inventory Management Persediaan berguna untuk : a. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya bahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Fungsi Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Pengertian persediaan menurut Handoko (1996) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Persediaan Manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan (Heizer dan

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Uji Kenormalan Lilliefors Perumusan ilmu statistik juga berguna dalam pengendalian persediaan untuk menentukan pola distribusi.pola distribusi tersebut dapat diketahui dengan melakukan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai pendukung teori adanya penelitian ini. Teori-teori yang menjadi bahan rujukan berkaitan tentang manajemen

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN MANAJEMEN PERSEDIAAN PERSEDIAAN: BAHAN / BARANG YG DISIMPAN & AKAN DIGUNAKAN UTK MEMENUHI TUJUAN TERTENTU MISAL UTK PROSES PRODUKSI / PERAKITAN, UNTUK DIJUAL KEMBALI & UTK SUKU CADANG DR SUATU PERALATAN

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR. : Manajemen Operasional Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR. : Manajemen Operasional Agribisnis Mata Kuliah Semester PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis : IV Pertemuan Ke : 12 Pokok Bahasan : Perencanaan Persediaan Dosen :

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi 1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi roti dan bermacam jenis kue basah. Bahan baku utama yang

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) KONSEP DASAR Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory control), karena kebijakan persediaan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap usaha yang dijalankan perusahaan bertujuan mencari laba atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap usaha yang dijalankan perusahaan bertujuan mencari laba atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap usaha yang dijalankan perusahaan bertujuan mencari laba atau profit, seperti usaha dagang, usaha jasa maupun manufaktur berupaya mencapai tujuan yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Pengendalian Persediaan Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pentingnya Persediaan Bagi Perusahaan Suatu perusahaan akan selalu mempunyai persediaan, baik persediaan berupa persediaan bahan baku, persediaan barang setengah jadi ataupun persediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Georafis dan Topografi Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, Kabupaten Sukabumi terletak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEOI 2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS SUMATERA BARAT RULLI KURNIAWAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT) Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT) Objektif: 12. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan jenis-jenis persediaan. 13. Mahasiswa dapat menghitung biaya-biaya dalam persediaan. 14.

Lebih terperinci

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan 23 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi dan Topografi Kecamatan Brondong merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Timur. Brondong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lamongan,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 21-7 10 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Pada setiap perusahaan, baik perusahaan kecil, perusahaan menengah maupun perusahaan besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA 1 TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA Oleh : SAMSU RIZAL HAMIDI PANGGABEAN C54104008 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN Perusahaan memiliki persediaan dengan tujuan untuk menjaga kelancaran usahanya. Bagi perusahaan dagang persediaan barang dagang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Persediaan Persediaan merupakan komponen penting dalam suatu kegiatan produksi maupun distribusi suatu perusahaan. Persediaan digunakan sebagai cadangan atau simpanan pengaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Persediaan Bahan Baku 2.1.1.1. Pengertian Persediaan Persediaan bahan baku merupakan aktiva perusahaan yang digunakan untuk proses produksi didalam suatu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengendalian Persediaan Setiap perusahaan, apakah itu perusahaan dagang, pabrik, serta jasa selalu mengadakan persediaan, karena itu persediaan sangat penting. Tanpa adanya

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis MANAJEMEN KEUANGAN Modul ke: 12 Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Keuangan www.mercubuana.ac.id Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D.,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen Manajemen Keuangan Modul ke: Pengelolaan Persediaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Basharat Ahmad, SE, MM Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pengelolaan Persediaan Materi Pembelajaran Persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory), karena hal

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory), karena hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya setiap perusahaan baik jasa maupun perusahaan produksi selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengendalaian persediaan merupakan salah satu aspek penting dari beberapa aspek yang diuraikan diatas. Kebutuhan akan sistem pengendalian persediaan, pada dasarnya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ Hanna Lestari, M.Eng 1 Masalah produksi merupakan hal penting bagi perusahaan karena berkaitan dengan pencapaian laba perusahaan. Jika proses

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) PADA WAROENG JEANS CABANG P. ANTASARI SAMARINDA

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) PADA WAROENG JEANS CABANG P. ANTASARI SAMARINDA ejournal Administrasi Bisnis, 2018, 6 (1): 15-27 ISSN 2355-5408, ejournal.adbisnis.fisip-unmul.ac.id Copyright 2018 ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan Semua jenis perusahaan baik itu perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan perusahaan dagang memiliki persediaan sebagai aktiva lancar. Persediaan bagi perusahaan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Penelitian ini bersifat literatur dan disusun berdasarkan rujukan pustaka, dengan pendekatan sebagai berikut: a. Menjelaskan sistem produksi dan hubungan antara pemasok-pembeli. b. Menentukan ukuran lot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi Manajemen produksi terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan produksi maka dari itu sebelum mengetahui mengenai manajemen produksi

Lebih terperinci

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN 1 MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN 2 PENDAHULUAN Pengendalian persediaan (inventory) merupakan pengumpulan atau penyimpanan komoditas yang akan digunakan untuk memenuhi permintaan dari waktu ke waktu. Bentuk

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

Manajemen Persediaan (Inventory Management) Manajemen Persediaan (Inventory Management) 1 A. PERSEDIAAN (INVENTORY) Persediaan adalah bahan/barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu misalnya untuk proses produksi atau

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY

BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY II. 1. Persediaan II. 1. 1. Pengertian Persediaan Setiap perusahaan baik perusahaan jasa, perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur selalu berusaha untuk mengadakan persediaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan Penilaian atas persediaan akan memberikan akibat langsung terhadap penentuan income dan penyajian arus kas. Persediaan merupakan salah satu aktiva yang sangat penting

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara Muara Angke berada di wilayah Jakarta Utara. Wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL Fahmi Sulaiman 1 * & Nanda 1 1 Program Studi Teknik Industri, Politeknik LP3I Medan Tel: 061-7322634 Fax: 061-7322649

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Provinsi Jawa Barat dan terletak pada 107 0

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kegiatan inilah dinamakan proses produksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kegiatan inilah dinamakan proses produksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, kegiatan

Lebih terperinci

VII PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA

VII PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA VII PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA Perencanaan pengadaan persediaan tuna tahun 2010 didasarkan kepada proyeksi permintaan hasil ramalan metode peramalan time series terbaik yaitu dekomposisi aditif.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Perusahaan Kecamatan Cibinong yang termasuk dalam Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 42,49 km 2 mencakup 12 desa dan termasuk klasifikasi desa swasembada dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan 78 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan 1. Keadaan Geografis Kecamatan Teluk Betung Selatan merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang terdapat di Kota Bandar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laju perekonomian yang semakin meningkat dan tingkat persaingan yang semakin tajam, suatu perusahaan harus lebih giat dalam mencapai tujuan. Tujuan perusahaan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU 109 6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU Penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut, khususnya untuk nelayan pancing rumpon

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data yang didapat dari bulan Mei 2007 sampai bulan Juli 2007 yaitu berupa data-data yang berkaitan dengan perencanaan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Data aktual konsumsi bahan bakar minyak solar oleh alat-alat berat dan produksi yang dipergunakan PT. Pamapersada Nusantara adalah data konsumsi bahan bakar

Lebih terperinci

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN 2.1 Profil Daerah Penelitian Sub bab ini akan membahas beberapa subjek yang berkaitan dengan karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan Menurut Pardede (2005), persediaan (inventory) adalah sejumlah barang atau bahan yang tersedia untuk digunakan sewaktu-waktu di masa yang akan datang. Sediaan

Lebih terperinci

Pengelolaan Persediaan

Pengelolaan Persediaan Modul ke: Pengelolaan Persediaan Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya persediaan. Biaya-biaya yang berhubungan dengan persediaan. Pengolahan persediaan dengan teknik ABC dan EOQ Fakultas EKONOMI Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya perusahaan-perusahaan di berbagai bidang. Hal ini mendorong banyak pengusaha untuk lebih

Lebih terperinci

INVENTORY. Bambang Shofari

INVENTORY. Bambang Shofari INVENTORY Bambang Shofari 1 Inventory atau persediaan istilah yang menunjukkan sumberdaya sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan sumber daya internal dan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) KONSEP DASAR Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory controll), karena kebijakan persediaan

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI AREA

BAB III DESKRIPSI AREA 32 BAB III DESKRIPSI AREA 3.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka untuk lebih meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan keindahan serta menjaga kelestarian wilayah pesisir, sejak tahun 1999 Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengendalian Persediaan 2.1.1 Uji Kenormalan Liliefors Perumusan ilmu statistika juga berguna dalam pengendalian persediaan dan biasanya digunakan untuk mengetahui pola distribusi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata inventory yang merupakan jenis

BAB II LANDASAN TEORI. jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata inventory yang merupakan jenis BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan Persediaan didefinisikan sebagai barang jadi yang disimpan atau digunakan untuk dijual pada periode mendatang, yang dapat berbentuk bahan baku

Lebih terperinci

ANALISlS KEBUTUllAN SOLAR UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) BAJOMULYO KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

ANALISlS KEBUTUllAN SOLAR UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) BAJOMULYO KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH ANALISlS KEBUTUllAN SOLAR UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) BAJOMULYO KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Ragil Utomo C54102006 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di UD. Pilar Jaya yang berlokasi di Desa Banjarejo, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang memproduksi

Lebih terperinci