PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI PERKAPALAN DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG Sunaryo 1, Laily Rahmawati

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI PERKAPALAN DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG Sunaryo 1, Laily Rahmawati"

Transkripsi

1 1 PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI PERKAPALAN DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG Sunaryo 1, Laily Rahmawati Departemen Teknik Mesin, 2 Mahasiswa Teknik Perkapalan Universitas Indonesia Abstrak : Klaster industri perkapalan merupakan salah satu cara yang dinilai bisa menjadi solusi terhadap permasalahan galangan nasiona, seperti delivery time. Salah satu wilayah yang dinilai potensial untuk dijadikan lokasi pengembangan klaster industri perkapalan adalah kabupaten Tanggamus. Skripsi ini membahas perencanaan pengembangan klaster industri perkapalan di kabupaten Tanggamus berdasarkan peraturan nomor 124/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan pengembangan klaster industri perkapalan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Penelitian ini dibatasi hanya pada perancangan tata letak kawasan industri perkapalan berdasarkan kondisi geografis dan RTRW kabupaten Tanggamus serta target produksi galangan sesuai dengan peta panduan yang telah dibuat oleh Kementrian Perindustrian dan potensi pasar galangan nasional menggunakan program AutoCad Kata kunci: Klaster, industri perkapalan, galangan, tata letak

2 2 1. PENDAHULUAN Semenjak diberlakukannya azas cabotage melalui inpres nomor 5 tahun 2005 kebutuhan armada nasional semakin meningkat. Jumlah armada pelayaran nasional meningkat dengan pesat, yaitu dari 6041 unit atau 5,67 juta GT pada 31 Maret 2005 menjadi unit atau 17,108 juta GT pada 30 Maret 2013 (Incafo, Indonesia, Kedaulatan dan Negara Maritim, 2013). Kemudian pada tahun 2012 diketahui bahwa 30% dari jumlah armada pada saat itu, yakni unit sudah berusia lebih dari 20 tahun (bahan presentasi pada seminar Incafo oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2013) berarti, selang waktu 5 tahun ke depan keberadaan kapal kapal tersebut harus digantikan dengan yang baru. Selain itu, kapal kapal tersebut juga harus menjalani perawatan rutin (docking) untuk menjaga kondisi laik laut. Berdasarkan perkiraan INSA (Indonesia National Ship-owners Association) saat ini kebutuhan nasional akan reparasi kapal sekitar 17 juta GT dan bangunan baru sekitar 700 sampai 1000 unit atau sekitar 1 juta GT (Sunaryo, 2012). Melihat pangsa pasar yang begitu besar, jumlah galangan nasional yang hanya kurang lebih 260 unit dengan kapasitas total GT untuk bangunan baru dan 9,5 juta GT (Sunaryo, 2012) untuk reparasi tentu tidak akan mampu untuk menggarapnya. Ditambah lagi dengan masalah produktivitas galangan karena hambatan modal ataupun pasokan barang mengakibatkan delivery time sering tidak tepat waktu. Dampak dari masalah delivery time ini adalah pembengkakan ongkos produksi bangunan baru maupun reparasi. Guna mengamankan dan mengoptimalkan pemanfaatan pasar dalam negeri sebagai base load untuk pengembangan industri perkapalan, pemerintah membuat berbagai kebijakan guna memajukan industri perkapalan, salah satunya peraturan nomor 124/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan pengembangan klaster industri perkapalan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun Konsep klaster industri perkapalan ialah mengumpulkan industri galangan dan industri penunjangnya dalam satu kesatuan organisasi yang saling berkomitmen untuk mewujudkan visi dan misi klaster dengan lokasi yang terkonsentrasi secara geografis. Lingkup geografis klaster industri dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia) (Bhinukti, 2011). Konsep seperti ini akan meningkatkan efisiensi kinerja galangan sebab adanya kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku, suku cadang, mesin, dan peralatan serta bahan lainnya bahkan financial untuk pembangunan dan reparasi kapal. Sehingga, diharapkan bisa menjadi solusi dari permasalahan delivery time. Konsep klaster industri ini memiliki perbedaan dengan kawasan industri dari segi lingkup wilayahnya. Kawasan industri lebih merupakan pengelompokan aktivitas bisnis yang serupa di suatu lokasi. Suatu atau beberapa kawasan industri bisa merupakan bagian integral dan sebagai titik masuk (entry point) dari upaya pengembangan (perkuatan) klaster industri (Taufik, 2003). Hal tersebut juga senada dengan pemahaman Marshallian bahwa kawasan industri merupakan klaster produksi tertentu yang berdekatan (Becattini, 1990). Salah satu wilayah di Indonesia yang dianggap potensial oleh Kementerian Perindustrian untuk dilakukan pengembangan menjadi klaster industri perkapalan adalah kabupaten Tanggamus provinsi Lampung. Lokasi kabupaten Tanggamus di pesisir teluk Semangka yang lebarnya 5 km dan panjangnya 15 km sangat cocok untuk dijadikan lokasi pembangunan galangan kapal. Teluk ini memiliki kedalaman 12 meter di 500 meter dari pantainya, sehingga tidak diperlukan penggalian untuk pembangunan galangan. Pulau Tabuan yang terletak di pintu masuk teluk dari selat Sunda membuat kondisi

3 3 perairannya tenang, sehingga tidak memerlukan pemecah ombak. Disamping itu, teluk ini diliputi oleh bebatuan cadas yang datar di sepanjang garis pantainya sekitar 100 meter dari garis pantai. Sedimentasi dari tanah sangat kecil sebab sungai yang mengalir ke dalam teluk hanya sedikit. Sehingga, abrasi oleh air laut dan erosi dari tanahnya pun sangat kecil. Kepadatan penduduk di sepanjang teluk ini pun masih sangat jarang, sehingga masih leluasa untuk membangun perindustrian di sini. Selain itu, pemerintah daerah kabupaten Tanggamus telah menetapkan program pembangunan kawasan industri maritim dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kabupaten Tanggamus sebagai salah satu sub kawasan strategis kabupaten Batu Balai. Hal ini menjadi kekuatan bagi pengembangan klaster industri perkapalan di kabupaten Tanggamus dimana klaster industri perkapalan ini merupakan bagian dari kawasan industri maritim tersebut. Agar klaster industri perkapalan yang dikembangkan tepat sasaran, diperlukan perencanaan yang tepat dalam segala hal termasuk perancangan tata letak. Dalam penelitian ini, penulis mencoba merancang tata letak kawasan industri perkapalan di kabupaten Tanggamus yang merupakan kawasan inti dari klaster industri perkapalan berdasarkan kondisi geografis dan RTRW mengenai program pembangunan kawasan industri maritime kabupaten Tanggamus serta target produksi galangan sesuai dengan peraturan nomor 124/M- IND/PER/10/2009 tentang peta panduan pengembangan klaster industri perkapalan dan potensi pasar galangan nasional dengan menggunakan program AutoCad STUDI LITERATUR Istilah klaster sendiri memiliki beberapa definisi. Secara harfiah, klaster (cluster) memiliki definisi sebagai kumpulan, kelompok, himpunan, atau gabungan obyek tertentu yang memiliki keserupaan atas dasar karakteristik tertentu. Porter mendefinisikan klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait karena kebersamaan (commonalities) dan komplementaritas (Porter, 1990). Literatur lain menyebutkan bahwa definisi dari klaster industri adalah kelompok industri dengan focal atau core industri yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership, baik dengan supporting industry maupun related industry (Deperindag 2000). Menurut buku Panduan Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster Industri, dijelaskan bahwa lingkup geografis klaster industri dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia). Lyon Atherton (2000) berpendapat bahwa terdapat tiga hal mendasar yang dicirikan oleh klaster industri terlepas dari perbedaan struktur, ukuran ataupun sektornya, yaitu: 1. Komonalitas/ keserupaan/ kebersamaan/ kesatuan (commonality); yaitu bahwa bisnis bisnis beroperasi dalam bidang bidang serupa atau terkait satu dengan lainnya dengan fokus pasar bersama atau suatu rentang aktivitas bersama. 2. Konsentrasi (concentration); yaitu bahwa terdapat pengelompokan bisnis bisnis yang dapat dan benar benar melakukan interaksi. 3. Konektivitas (connectivity); yaitu bahwa terdapat organisasi yang saling terkait/ bergantung (interconnected/ linked/ interdependent organizations) dengan beragam jenis hubungan yang berbeda. Suatu klaster industri juga harus memiliki komitmen bersama untuk saling mendukung kelancaran rantai produksi yang menjadi spesifik dari klaster industri tersebut (Andri Warsono, 2012). Elemen klaster industri dapat dikelompokkan menjadi enam jenis industri dengan gambaran

4 4 hubungan antar keenam elemen tersebut seperti pada gambar 2. Gambar 2 Hubungan antar elemen klaster industri Pada umumnya, proses pembangunan kapal terdiri dari beberapa fase, yaitu fase desain, produksi, pengetesan, dan pengiriman (Gambar 1). 3. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini, metodologi yang digunakan, yaitu studi analisis terhadap: 1. Kondisi kabupaten Tanggamus dan 2. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kabupaten Tanggamus terkait program pembangunan kawasan industri maritim, untuk merencanakan cakupan wilayah, 3. Peraturan nomor 124/M- IND/PER/10/2009 tentang peta panduan pengembangan klaster industri perkapalan dan 4. Potensi pasar galangan nasional, untuk memperkirakan target klaster sebagai acuan penentuan jenis, jumlah, dan kapasitas galangan yang akan dibangun. Hasil dari analisis tersebut kemudian digunakan untuk merencanakan tata letak kawasan dengan menggunakan program AutoCad. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1. Proses pembangunan kapal Sebuah klaster industri perkapalan terdiri dari enam elemen industri, yaitu: 1. Industri inti : Galangan kapal 2. Industri pemasok : Industri bahan baku kapal (baja, kayu, bahan baku fibre glass), permesinan kapal, peralatan dan perlengkapan kapal, bahan bakar kapal, material pengelasan, cat kapal, katoda, mebel kapal (distributor), bukaan kapal 3. Industri pendukung : Subkontraktor, konsultan, asuransi, bank, industri pengolahan limbah 4. Industri terkait : Karoseri, mebel 5. Industri pengguna/pembeli : Industri transportasi, pertahanan, kepelabuhan, pariwisata, perikanan, lepas pantai 6. Institusi pendukung : Pemerintah, BPPT, INSA, NaSDEC, perguruan tinggi, sekolah teknik Adapun hasil dari studi analisis adalah sebagai berikut: 4.1 Kondisi Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terletak di pesisir teluk Semangka. Kondisi perairan teluk Semangka yang tenang tetapi dalam sangat mendukung industri perkapalan, yaitu sebagai lokasi pendirian galangan yang merupakan industri inti dari klaster industri perkapalan. Kedalaman teluk Semangka, yaitu 12 meter di 500 meter dari pantainya. Dengan kedalaman ini, kapal kapal besar yang memiliki bobot berat dapat bersandar tanpa perlu lagi untuk melakukan penggalian untuk galangan yang akan dibangun. Kondisi arus yang tenang pada perairan teluk Semangka adalah akibat dari adanya pulau Tabuan di pintu masuk teluk dari selat Sunda yang berfungsi sebagai break water (penahan ombak). Lebar teluk Semangka mencapai 5 km, sehingga adanya pembangunan galangan tidak akan mengganggu aktivitas perairan seperti

5 5 aktivitas kapal nelayan yang mencari ikan di sekitar teluk. Pesisir ini juga tidak rentan terhadap abrasi oleh air laut sebab diliputi oleh bebatuan cadas yang datar di sepanjang garis pantainya sekitar 100 meter dari garis pantai. Erosi dari tanahnya pun sangat kecil sebab sungai yang mengalir ke dalam teluk hanya sedikit. Kabupaten Tanggamus terbagi menjadi 20 kecamatan. Beribukota di kecamatan Kota Agung yang berbatasan dengan Kota Agung Barat dan Kota Agung Timur. Persebaran kecamatan tersbut sbagaimana pada gambar 3. Berdasarkan kondisi dari kabupaten Tanggamus dan lokasi yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten tanggamus , maka cakupan wilayah klaster direncanakan meliputi lahan di perbatasan antara kecamatan Kota Agung Timur dengan kecamatan Limau seluas 400 hektar dan kota Cilegon, dalam hal ini hanya beberapa industri di kota Cilegon yang dapat menunjang industri perkapalan. Industri inti (galangan) akan dibangun di sepanjang pesisir teluk Semangka, sedangkan industri penunjang dibangun di samping dan di seberang galangan. Untuk permukiman dan fasilitas umum dan sosial akan tersebar di dekat galangan dan industri penunjang guna mempermudah akses para pekerjanya untuk menuju lokasi. 4.3 Peraturan No.124/M- IND/PER/10/2009 Gambar 3 Peta kabupaten Tanggamus Tanggamus berseberangan dengan kota Cilegon (hanya dipisahkan oleh selat Sunda) yang memiliki banyak kawasan industri. Beberapa industri di sana ada yang bisa ditarik menjadi anggota klaster, misalnya PT. Krakatau Steel sebagai pemasok baja untuk pelat kapal. 4.2 RTRW Tanggamus Dalam RTRW kabupaten Tanggamus terkait program pengembangan kawasan industri maritim ditetapkan lokasi dari kawasan tersebut, yaitu: 1. Di ujung timur kecamatan Kot Agung Timur seluas 400 hektar, dan 2. Di kecamatan Limau dan Cukuh Balak seluas 4600 hektar. Klaster industri perkapalan yang direncanakan merupakan bagian dari kawasan industri maritim tersbut. Dalam peraturan nomor 124/M- IND/PER/10/2009 tentang peta panduan (road map) pengembangan klaster industri perkapalan disebutkan bahwa sasaran dari pengembangan klaster industri perkapalan di Indonesia terkait dengan kapasitas galangan adalah sebagai berikut: 1. Jangka Menengah ( ) Meningkatnya jumlah dan kemampuan industri perkapalan/galangan kapal nasional dalam pembangunan kapal sampai dengan kapasitas DWT. 2. Jangka Panjang ( ) Adanya galangan kapal nasional yang memiliki fasilitas produksi berupa building berth/graving dock yang mampu membangun kapal dan mereparasi kapal/docking repair sampai dengan kapasitas DWT untuk memenuhi kebutuhan di dalam maupun luar negeri (World Class Industry). 4.4 Potensi Pasar Galangan Nasional Jika dilakukan kalkulasi secara kasar, pertumbuhan armada nasional selama 8 tahun terakhir ialah 99,4% atau sebanyak 6006 unit kapal (11,438 GT) dengan beragam ukuran, mulai dari kapal berukuran kurang dari 500

6 6 DWT hingga di atas DWT. Ini berarti, rata rata pertumbuhannya sekitar 12,4% atau sekitar 750 unit kapal per tahun. Jika diasumsikan 25% dari jumlah armada tersebut dibangun secara baru maka akan ada permintaan untuk bangunan baru sekitar 187 unit. Sedangkan kapasitas galangan nasional per 2013 untuk bangunan baru kapal jumlah fasilitas produksinya hanya 160 unit. 1 Waktu yang dibutuhkan untuk membangun 1 unit bangunan baru oleh galangan nasional saat ini rata rata 1 tahun. Artinya, dengan jumlah fasilitas produksi yang dimiliki galangan nasional saat ini per tahunnya baru mampu memproduksi 160 unit kapal. Jika 15% saja dari jumlah unit bangunan baru yang belum mampu digarap oleh galangan nasional dikerjakan oleh galangan di kawasan perkapalan ini, maka setiap tahunnya akan ada 4 unit bangunan baru yang diproduksi. Diasumsikan setiap galangan memproduksi 1 unit bangunan baru setiap tahunnya. Berarti akan ada 4 galangan yang dibangun. Dari jumlah kapal di atas, persebaran ukuran kapal memiliki prosentase terbesar pada kapal ukuran kurang dari 500 DWT. Di samping itu, kapal kapal tersebut juga membutuhkan reparasi rutin. Jumlah armada yang ada saat ini sebanyak unit. Sedangkan kapasitas galangan nasional per 2013 untuk reparasi kapal jumlah fasilitas produksinya hanya 240 unit. Waktu yang dibutuhkan untuk reparasi kapal (lama doking) oleh galangan nasional saat ini rata rata antara 1 pekan hingga 1 bulan tergantung jenis reparasinya. Untuk pengkalkulasian, jika dianggap waktu yang dibutuhkan untuk reparasi per kapal adalah 2 pekan, maka dengan jumlah fasilitas yag dimilikinya saat ini galangan nasional baru mampu melakukan reparasi kapal sebanyak 5760 unit. Jika 5% saja dari jumlah unit kapal yang belum mampu digarap oleh galangan nasional direparasi oleh galangan di kawasan perkapalan ini, maka setiap tahunnya akan ada 315 unit kapal yang direparasi. Kemudian, pada tahun 2012 tercatat jumlah kapal yang berusia 21 sampai 25 tahun adalah 9% dan yang berusia di atas 25 tahun 21% dari jumlah kapal pada tahun itu unit. Sehingga, 5 tahun kedepan sedikitnya ada 3447 unit kapal yang berusia di atas 25 tahun. Jika 1% saja dari jumlah tersebut discrap, maka akan 34 unit kapal yang mengantri untuk discrap. Maka akan ada scrapyard yang dibangun di kawasan industri perkapalan ini. Selain itu, di kabupaten Tanggamus terdapat kampung nelayan dan banyak wisata bahari. Sehingga, boatyard juga potensial dikembangkan di klaster ini. Berdasarkan potensi pasar yang telah dipaparkan di atas, pada kawasan industri perkapalan ini akan dibangun beberapa galangan, yaitu: 1. Satu buah galangan besar, 2. Satu buah galangan menengah, 3. Dua buah galangan kecil, 4. Satu buah boatyard, dan 5. Satu buah scrapyard 4.5 Usulan Karakteristik Galangan Sebelum membahas mengenai karakteristik masing masing galangan, akan dibahas terlebih dahulu perkiraan jumlah dok yang akan dibangun pada tiap galangan. Perkiraan ini dibuat dengan mengacu pada perkiraan jumlah target kapal yang akan direparasi dan dibangun baru tiap tahunnya. Untuk bangunan baru, sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya bahwa diperkirakan masing masing galangan besar, menengah, dan kecil tiap tahunnya dapat memproduksi 1 kapal bangunan baru, sehingga tiap galangan butuh menyediakan 1 dok untuk membangun kapal bangunan baru. Sedangkan untuk memperkirakan jumlah dok reparasi, mengacu juga pada grafik kapasitas industri galangan nasional tahun 2013 untuk perkiraan pembagian jumlah target total untuk galangan besar, menengah, dan kecil. Untuk boatyard tidak akan dibahas, karena galangan jenis tersebut memiliki target khusus tersendiri. Asumsi waktu yang digunakan oleh galangan untuk reparasi kapal adalah 2 pekan. 1 Data Iperindo, disampaikan pada seminar INCAFO 2013

7 7 Gambar 4 Kapasitas industri galangan nasional (reparasi) berdasarkan jumlah fasilitas produksi tahun 2013 Sumber: Iperindo Dari grafik kapasitas industri galangan nasional tahun 2013 dapat dilihat bahwa untuk jumlah unit fasilitas reparasi perbandingan antara unit untuk kapal dengan bobot kurang dari 500 DWT : DWT : lebih dari DWT adalah 121 : 83 : 10. Sehingga, dengan jumlah target total tiap tahunnya sebanyak 315 kapal, maka dapat diperkirakan : - Untuk galangan kecil (<500 DWT) jumlah targetnya sebanyak 178 kapal. Akan dibuat 2 galangan kecil, sehingga tiap galangan akan memperoleh target 89 kapal. Dengan asumsi lama reparasi 2 pekan per kapal, maka dok yang dibutuhkan galangan sebanyak 4 dok. - Untuk galangan menengah ( DWT) jumlah targetnya sebanyak 122 kapal. Dengan asumsi lama reparasi 2 pekan per kapal, maka dok yang dibutuhkan galangan sebanyak 5 dok. - Untuk galangan besar (>10000 DWT) jumlah targetnya sebanyak 15 kapal. Dengan asumsi lama reparasi 2 pekan per kapal, maka dok yang dibutuhkan galangan sebanyak 1 dok. Namun, akan diusulkan membangun 2 dok untuk menangkap pangsa pasar berupa kapal kapal yang akan dikonversi. Lama proses konversi kapal rata rata memakan waktu 1 tahun. Mengenai karakteristik dari masing masing galangan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: Galangan pada klaster ini akan dikavling dengan luas tiap kavling 400 x 100 meter. Penentuan panjang kavling disesuaikan dengan kebutuhan lahan untuk galangan besar yang akan dijelaskan selanjutnya. 1. Galangan besar a. Produk : Ship building and repair b. Ukuran : s.d DWT c. Material : Baja d. Tipe kapal : Barang, penumpang, ferry roro, tanker, peti kemas, curah, tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan, LPG/LNG carier, chemical carrier, FPSO e. Perencanaan ukuran : Luas 16 hektar (4 kavling). Asumsi berdasarkan sasaran jangka panjang klaster ini, yaitu mampu membangun dan mereparasi kapal sampai kapasitas DWT. Kapal berkapasitas DWT rata-rata memiliki panjang 300 meter dan lebar tidak lebih dari 70 meter. Perbandingan lebar dan panjang kapal ukuran > DWT untuk mendapatkan lebar yang lebih besar adalah 1:5, sehingga lebar galangan direncanakan 400 meter dengan asumsi akan dibangun 3 dok. 2. Galangan menengah a. Produk : Ship building and repair b. Ukuran : 500 s.d DWT c. Material : Baja d. Tipe kapal : Barang, penumpang, ferry roro, tanker, peti kemas, curah, tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan, LPG/LNG carier, chemical carrier, FPSO e. Perencanaan ukuran : Luas 12 hektar (3 kavling). Kapal berkapasitas 500 sd DWT panjangnya tidak lebih dari150 meter dan lebar tidak lebih dari 40 meter. Perbandingan lebar dan panjang kapal ukuran tersebut untuk mendapatkan lebar yang lebih besar adalah 1:4, sehingga lebar galangan direncanakan 300 meter dengan asumsi akan dibangun 6 dok. 3. Galangan kecil a. Produk : Ship building and repair b.ukuran : < 500 DWT c. Material : Baja d.tipe kapal : Barang, penumpang, ferry roro, tanker, peti kemas, curah, tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan, LPG/LNG carier, chemical carrier

8 8 e. Perencanaan ukuran : Luas 8 hektar (2 kavling). Kapal berkapasitas <500 DWT panjangnya tidak lebih dari100 meter dan lebar tidak lebih dari 25 meter. Perbandingan lebar dan panjang kapal ukuran tersebut untuk mendapatkan lebar yang lebih besar adalah 1:4, sehingga lebar galangan direncanakan 200 meter dengan asumsi akan dibangun 5 dok. 4. Boat yard a. Produk : Boat building and repair b.ukuran : < 500 DWT c. Material : Fibre glass d.tipe kapal : Penumpang, Rumah sakit, Patroli, Pemadam kebakaran, SAR, Speed boat, ikan e. Perencanaan ukuran : Luas 4 hektar (1 kavling). 5. Scrapyard a. Produk : Scrapping b.ukuran : Semua ukuran c. Material : Kapal dari material apapun d.tipe kapal : Semua jenis kapal e. Perencanaan ukuran : Luas 4 hektar (1 kavling). Lama waktu yang dibutuhkan untuk scrapping kapal rata-rata 1 bulan. Dengan jumlah target 34 kapal dalam 1 tahun maka galangan ini harus mampu melakukan scrapping 3 kapal sekaligus. Kapal di Indonesia lebih banyak yang berukuran < DWT dimana panjangnya tidak lebih dari 150 meter dan lebarnya tidak lebih 40 meter. Pada galangan ini lahan dibutuhkan untuk penempatan besi bekas (lahan terbuka), gudang komponen kapal yang masih bisa dijual, penempatan alat berat, dan kantor (termasuk toilet, kantin, musola). Sehingga, hanya dibutuhkan 1 kavling untuk galangan ini. 4.6 Layout Pada lahan seluas 400 hektar akan dibangun: kavling galangan di sepanjang pesisir teluk Semangka dengan luas tiap kavling 400 m x 100 m kavling untuk industri penunjang dengan luas tiap kavling 100 m x 100 m di seberang kavling galangan dan 18 kavling di samping kavling galangan kavling di depan kavling galangan untuk pergudangan kavling untuk perkantoran dan pertokoan dengan luas tiap kavling 10 m x 10 m. Kavling ini diletakkan di antara kavling industri penunjang dan permukiman untuk kemudahan akses para penggunanya. 5. Permukiman seluas 130 ha yang tersebar di beberapa tempat, sebagian besar di samping industri penunjang dan sebagian kecil di dekat galangan. Dapat dilihat penggambaran layout tersebut pada gambar 4 (terlampir). 5. KESIMPULAN Dalam membuat rancangan tata letak sebuah klaster industri perkapalan di Indonesia perlu mempertimbangkan kondisi wilayah yang akan dijadikan lokasi klaster, kebijakan pemerintah setempat, dan potensi pasar galangan nasional. 6. DAFTAR PUSTAKA Porter, M. E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. New York: The Free Press. Aisyah, E. N. (2011). Klaster Industri Mebel Klender. depok: Universitas Indonesia. Sunaryo. (2012). Study on The Possibility of Establishing Shipbuilding Cluster in Lampung Province Sumatra Indonesia as Pilot Project in Conjunction with Government's Program on MP3EI. journal universitas indonesia. Nugroho, B. P. (2011). Panduan Pengembangan Klaster Industri. Jakarta: BPPT. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2013). Beyond Cabotage untuk Kebangkitan Industri Perkapalan Nasional. Seminar Incafo. Jakarta: Incafo. Warsono, A. (2012). Pola Klaster Industri Perkapalan untuk Mendorong Roesdianto, T. (2013). Akselerasi Pemberdayaan Industri Perkapalan Nasional. Seminar Incafo. Jakarta: Incafo.

9 9

STUDI KELAYAKAN PERENCANAAN KOMPLEKS GALANGAN PADA KAWASAN INDUSTRI MARITIM TANGGAMUS LAMPUNG

STUDI KELAYAKAN PERENCANAAN KOMPLEKS GALANGAN PADA KAWASAN INDUSTRI MARITIM TANGGAMUS LAMPUNG STUDI KELAYAKAN PERENCANAAN KOMPLEKS GALANGAN PADA KAWASAN INDUSTRI MARITIM TANGGAMUS LAMPUNG Teddi Maharsa Adhikara Program Studi Teknik Perkapalan, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Rancangan Klaster Industri Maritim Terintegrasi Sebagai Bagian Dari Konsep Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia

Rancangan Klaster Industri Maritim Terintegrasi Sebagai Bagian Dari Konsep Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia Rancangan Klaster Industri Maritim Terintegrasi Sebagai Bagian Dari Konsep Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia Integrated Maritime Industrial Cluster Design As A Part Of Indosesia As World Maritime Axis

Lebih terperinci

Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan

Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan Materials Supply Chain Analysis In The Maritime Industrial Estate On The Productivity Of Shipbuilding

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK BENGKEL FABRIKASI PENUNJANG GALANGAN

PERANCANGAN TATA LETAK BENGKEL FABRIKASI PENUNJANG GALANGAN PERANCANGAN TATA LETAK BENGKEL FABRIKASI PENUNJANG GALANGAN Sunaryo 1, Muningrum 0906637815 2 1 Departemen Teknik Mesin, 2 Mahasiswa Teknik Perkapalan Universitas Indonesia Abstrak : Pertumbuhan kapasitas

Lebih terperinci

Analisis Manajemen Waktu dan Biaya Rute Penyeberangan Baru

Analisis Manajemen Waktu dan Biaya Rute Penyeberangan Baru Analisis Manajemen Waktu dan Biaya Rute Penyeberangan Baru Dr. Ir. Sunaryo M.Sc 1), Kiki Juniarko 2) 0806 459 236 Email : red.kijun@gmail.com Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM Data & Fakta Jumlah kapal niaga internasional maupun domestik mencapai 11.300 unit, atau naik sekitar 80 persen dibandingkan dengan posisi Maret 2005 Data Indonesia National

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah perairan 6.315.222 km 2, panjang garis pantai 99.093 km 2, serta 13.466 pulau yang bernama dan berkoordinat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Keekonomian Rute Merak-Bakauheni dengan Rute Cigading-Kiluan

Analisis Perbandingan Keekonomian Rute Merak-Bakauheni dengan Rute Cigading-Kiluan Analisis Perbandingan Keekonomian Rute Merak-Bakauheni dengan Rute Cigading-Kiluan Dr. Ir. Sunaryo M.Sc 1), Slamet Kasiyanto 2) 0806 459 305 slamet.kasiyanto@ui.ac.id 1) Dosen Program Studi Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

ANALISA REGULASI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENINGKAT DAYA SAING INDUSTRI PERKAPALAN NASIONAL

ANALISA REGULASI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENINGKAT DAYA SAING INDUSTRI PERKAPALAN NASIONAL ANALISA REGULASI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENINGKAT DAYA SAING INDUSTRI PERKAPALAN NASIONAL Nike Ika Nuzula, Tristiandinda Permata Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari banyak kepulauan sudah selayaknya kita dapat memanfaatkan potensi laut secara optimal untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi, struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan prasarana yang terdapat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI DAN PANGSA PASAR GALANGAN- GALANGAN KAPAL DI PULAU BATAM

ANALISIS POTENSI DAN PANGSA PASAR GALANGAN- GALANGAN KAPAL DI PULAU BATAM Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 11, Nomor 1, Januari - Juni 2013 ANALISIS POTENSI DAN PANGSA PASAR GALANGAN- GALANGAN KAPAL DI PULAU BATAM Abdul Haris Djalante, Wahyuddin & Azis Abdul

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM GALANGAN

4 KEADAAN UMUM GALANGAN 4 KEADAAN UMUM GALANGAN 4.1 Produktivitas Galangan Galangan kapal Koperasi Pegawai Negeri Dinas Perikanan (KPNDP) merupakan galangan kapal yang terletak di komplek Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia, sebagian wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Meika,

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai Timur dan Pantai Barat. Salah satu wilayah pesisir pantai timur Sumatera Utara adalah Kota Medan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada umumnya mempunyai corak atau cirinya sendiri yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dengan luas daratan ± 1.900. 000 km 2 dan lautan ± 3.270.000 km 2.Garis

Lebih terperinci

Peluang Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Saat Ini serta Usulan Perbaikannya. Indra Jaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

Peluang Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Saat Ini serta Usulan Perbaikannya. Indra Jaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Peluang Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Saat Ini serta Usulan Perbaikannya Indra Jaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB RAKORNAS Pemberantasan IUU Fishing - Jakarta, 10-12 Juli 2017

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim atau kepulauan terbesar didunia dengan 70% wilayahnya terdiri atas laut. Sehingga banyak pulau-pulau yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN [TYPE HERE] [TYPE HERE]

BAB I PENDAHULUAN [TYPE HERE] [TYPE HERE] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor andalan dalam memperoleh pendapatan negara dan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi pada setiap daerah di Indonesia. Termasuk bagi

Lebih terperinci

KAPAL NELAYAN PELAT BAJA DATAR PERTAMA HASIL KARYA PUTRA BANGSA

KAPAL NELAYAN PELAT BAJA DATAR PERTAMA HASIL KARYA PUTRA BANGSA SIARAN PERS KAPAL NELAYAN PELAT BAJA DATAR PERTAMA HASIL KARYA PUTRA BANGSA Pulau Untung Jawa, 15 Desember 2015 Untuk pertama kalinya, kelompok nelayan di Pulau Untung Jawa memiliki kapal dari pelat baja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PRODUKSI KAPAL PENAMPUNG IKAN DI DAERAH SULAWESI UTARA Oleh: M. MARTHEN OKTOUFAN N. N.R.P. 4106 100 074 Dosen Pembimbing: Sri Rejeki Wahyu Pribadi, ST, MT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, yang membentang di sepanjang Teluk Lampung dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN M PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LITBANG IPTEK (PROLIPTEK) TAHUN 2012 (KORIDOR-I)

LAPORAN KEMAJUAN M PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LITBANG IPTEK (PROLIPTEK) TAHUN 2012 (KORIDOR-I) LAPORAN KEMAJUAN M PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LITBANG IPTEK (PROLIPTEK) TAHUN 2012 (KORIDOR-I) PEMBERDAYAAN JASA MARITIM BERBASIS PERKAPALAN DI SELAT MALAKA KOORDINATOR PENELITI : KOLONEL INF JEFRI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pelabuhan merupakan salah satu jaringan transportasi yang menghubungkan transportasi laut dengan transportasi darat. Luas lautan meliputi kira-kira 70 persen dari luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan. Dari zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal dan menggunakan transportasi

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

LANGKAH DAN STRATEGI. Paparan Bupati Batu Bara. Pada Tanggal 08 Januari 2015 di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian R.

LANGKAH DAN STRATEGI. Paparan Bupati Batu Bara. Pada Tanggal 08 Januari 2015 di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian R. LANGKAH DAN STRATEGI Percepatan Ketersediaan Lahan dan Infrastruktur Pendukung dalam Kerangka SISLOGNAS Pembangunan Pelabuhan Internasional di Kuala Tanjung Kabupaten Batu Bara Paparan Bupati Batu Bara

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

Yth. Bapak Jusuf Kalla Wakil Presiden RI; Hadirin sekalian peserta Forum Saudagar Bugis Makassar ke XV

Yth. Bapak Jusuf Kalla Wakil Presiden RI; Hadirin sekalian peserta Forum Saudagar Bugis Makassar ke XV POINTER MENTERI PERINDUSTRIAN PADA FORUM PERTEMUAN SAUDAGAR BUGIS MAKASSAR KE XV Makassar, 28 Juli 2015 ------------------------------------------------------------------- Yth. Bapak Jusuf Kalla Wakil

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi/liberalisasi khususnya sektor perdagangan serta pelaksanaan otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan potensi yang dimiliki daerah.

Lebih terperinci

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung Prosiding Ilmu Ekonomi ISSN: 2460-6553 Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung 1 Siti Laila Aprilia, 2 Ria Haryatiningsih, 3 Noviani 1,2,3 ProdiIlmu Ekonomi, Fakultas IlmuEkonomidanBisnis,

Lebih terperinci

Perencanaan Pelabuhan Penyeberangan Desa Buton, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah

Perencanaan Pelabuhan Penyeberangan Desa Buton, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Perencanaan Pelabuhan Penyeberangan Desa Buton, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah AJI SETIAWAN,

Lebih terperinci

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab Bab 1 1 Pendahuluan Penanganan Kerusakan Dermaga Studi Kasus Dermaga A I Pelabuhan Palembang 1.1 Latar Belakang Pekerjaan terkait dengan bidang kepelabuhanan merupakan salah satu bidang kajian dalam Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Kota Tarakan terdiri dari 4 kecamatan dan 18 kelurahan. Keempat kecamatan tersebut adalah Tarakan Timur, Tarakan Tengah, Tarakan Barat dan Tarakan Utara. Luas wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan luas daratan ± 1.900.000 km 2 dan laut 3.270.00 km 2, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan ditinjau dari luasnya terdiri atas lima pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya tuntutan manusia terhadap sarana transportasi. Untuk menunjang kelancaran pergerakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR : 45 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. 1 1.1 Latar Belakang Penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pelabuhan merupakan tempat berlabuh dan atau tempat bertambatnya kapal laut serta kendaraan air lainnya, menaikkan dan menurunkan penumpang, bongkar muat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH Keputusan pemerintah dalam pelaksanaan program Otonomi Daerah memberikan peluang kepada berbagai propinsi di Indonesia

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN RUANG AKTIVITAS DI PELABUHAN TANJUNG TEMBAGA DI PROBOLINGGO TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN RUANG AKTIVITAS DI PELABUHAN TANJUNG TEMBAGA DI PROBOLINGGO TUGAS AKHIR ARAHAN PENATAAN RUANG AKTIVITAS DI PELABUHAN TANJUNG TEMBAGA DI PROBOLINGGO TUGAS AKHIR Oleh : MAHMUDAH L2D 097 456 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam Kodoatie, R., 2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Pariwisata Kabupaten Lampung Selatan. ini memiliki luas wilayah 2.109,74 Km 2

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Pariwisata Kabupaten Lampung Selatan. ini memiliki luas wilayah 2.109,74 Km 2 BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Pariwisata Kabupaten Lampung Selatan 1. Luas Wilayah dan Letak Geografis Kabupaten Lampung Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung Ibukota Kabupaten

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM GALANGAN

4 KEADAAN UMUM GALANGAN 28 4 KEADAAN UMUM GALANGAN Galangan kapal Koperasi Pegawai Negeri Dinas Perikanan (KPNDP) terletak di Jalan Mandala Bahari No.1 Muara Angke, Jakarta Utara. Galangan kapal KPNDP berada satu wilayah komplek

Lebih terperinci

POLA KLASTER INDUSTRI PERKAPALAN UNTUK MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI PERKAPALAN NASIONAL

POLA KLASTER INDUSTRI PERKAPALAN UNTUK MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI PERKAPALAN NASIONAL UNIVERSITAS INDONESIA POLA KLASTER INDUSTRI PERKAPALAN UNTUK MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI PERKAPALAN NASIONAL SKRIPSI ANDRI WARSONO 07 06 27 5252 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN DEPOK

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara. 1 lebih ini, tidak pernah beroperasi sebagai pelabuhan pelelengan ikan, sehingga. 1 Dirjen Perikanan 2000

Universitas Sumatera Utara. 1 lebih ini, tidak pernah beroperasi sebagai pelabuhan pelelengan ikan, sehingga. 1 Dirjen Perikanan 2000 I.1. BAB I PENDAHULUAN Lalar Belakang Indonesia adalah Negara Kepulauan yang besar wilayahnya merupakan lautan yang diperkirakan mengandung sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat potensial. Sampai

Lebih terperinci

VII. TATA LETAK DAN LOKASI PABRIK. dan dapat memberikan keuntungan-keuntungan lain. Beberapa hal yang

VII. TATA LETAK DAN LOKASI PABRIK. dan dapat memberikan keuntungan-keuntungan lain. Beberapa hal yang VII. TATA LETAK DAN LOKASI PABRIK A. Lokasi Pabrik Lokasi pabrik sangat mempengaruhi kemajuan dan kelangsungan dari suatu industri. Penentuan lokasi pabrik yang tepat dapat menekan biaya produksi dan dapat

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT LAMPIRAN 9 i 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kriteria Pelayaran Rakyat 4.3. Daerah

Lebih terperinci

BAB. VII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK

BAB. VII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK BAB. VII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK A. Lokasi Pabrik Penentuan lokasi pabrik adalah salah satu hal yang terpenting dalam mendirikan suatu pabrik. Lokasi pabrik akan berpengaruh secara langsung terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PULO CANGKIR

TINJAUAN PULO CANGKIR BAB II TINJAUAN PULO CANGKIR II.1 GAMBARAN UMUM PROYEK Judul Proyek : Kawasan Rekreasi Kampung Pulo Cangkir dan Sekitarnya. Tema : Arsitektur Tradisional Sunda. Kecamatan : Kronjo. Kelurahan : Pulo Cangkir

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN I. UMUM P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN Angkutan di perairan, sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, memiliki

Lebih terperinci

No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759)

No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraiakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, sistematika pembahasan. Untuk lebih jelasnya

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 24 BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 3.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota dapat dilihat salah satunya dari sektor perekonomiannya. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN. MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG PENILAIAN PEMBERITAHUAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PT PERKASA MELATI OLEH PT UNITED

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi di suatu wilayah.transportasi merupakan suatu sarana yang berkorelasi positif terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat untuk investasi diberbagai sektor.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat untuk investasi diberbagai sektor. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara terkenal akan potensi kekayaan alamnya yang dapat dimanfaatkan dengan baik. Potensi yang dihasilkan mulai dari pariwisata, perikanan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Tegal. Jawa Tengah. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci