PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL"

Transkripsi

1 PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI BUDIYARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Penguatan Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Terhadap Tenaga Kerja Penyandang Cacat Tubuh Melalui Pola Kemitraan Lokal (Studi Kasus Di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini. Bogor, Oktober 2005 Sri Handayani Budiyarti NIM. A

3 ABSTRAK SRI HANDAYANI BUDIYARTI, Penguatan Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Terhadap Tenaga Kerja Penyandang Cacat Tubuh Melalui Pola Kemitraan Lokal (Studi Kasus Di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh IRAWAN SOEHARTONO dan NINUK PURNANINGSIH. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dalam pembangunan, sebagaimana diatur menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Upaya tersebut dapat dilaksanakan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Bagi kelompok tenaga kerja penyandang cacat tubuh, karena faktor kecacatan, mengalami berbagai hambatan dalam kehidupannya, sementara itu dorongan pasar yang semakin kuat untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, seringkali merugikan dan mengabaikan keberadaan tenaga kerja penyandang cacat tubuh. Berdasar hal tersebut, dikomunitas lokal tempat tenaga kerja penyandang cacat tubuh berasal, dengan modal sosialnya yang khas, dimungkinkan memiliki tanggung jawab sosial dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi tenaga kerja penyandang cacat tubuh, melalui suatu pola kemitraan lokal. Kajian ini dilaksanakan dengan tujuan secara partisipatoris dapat membuat suatu strategi penguatan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh melalui suatu pola kemitraan lokal, yang terwujud dalam suatu rancangan kegiatan sebagai upaya pengembangan masyarakat khususnya di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor sebagaimana hasil Pemetaan Sosial dan Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, studi dokumentasi dan studi kepustakaan serta fokus group diskusi. Perencanaan program kegiatan dilaksanakan secara partisipatoris dimulai dari (1) identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan (2) dilanjutkan penyusunan program kerja untuk merumuskan alternatif pemecahan masalah dan pencapaian kebutuhan, (3) perencanaan evaluasi dan pelaporan. Maka, dimulai dari pembentukan Forum Komunikasi Masyarakat, diharapkan memfasilitasi masyarakat dalam penanganan masalah tenaga kerja penyandang cacat tubuh. Disamping itu membentuk jaringan kolaborasi antar stakeholder diperlukan agar kegiatan Forum Komunikasi Masyarakat dapat bekerja efektif serta didukung dengan Evaluasi dan Pembinaan Lanjut agar tujuan penguatan tanggung jawab sosial masyarakat yaitu kemandirian penyandang cacat tubuh dapat terlaksana dan tercipta adanya keberlanjutan program.

4 @ Hak cipta milik Sri Handayani Budiyarti, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopy, mikroflm, dan sebagainya

5 PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI BUDIYARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

6 Judul Tugas Akhir : Penguatan Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Terhadap Tenaga Kerja Penyandang Cacat Tubuh Melalui Pola Kemitraan Lokal (Studi Kasus Di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) Nama : Sri Handayani Budiyarti NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Irawan Soehartono K e t u a Ir. Ninuk Purnaningsih, Msi A n g g o t a Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian : 28 Oktober 2005 Tanggal Lulus :

7 PRAKATA Puji syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis mendapat kesempatan mengikuti Pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pengembangan Masyarakat dengan judul: PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus Di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor), yang dimulai pada bulan Nopember 2004 dan berakhir bulan Desember Penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada : 1. Bapak Dr. Irawan Soehartono dan Ibu Ir. Ninuk Purnaningsih, Msi selaku pembimbing dalam penulisan tugas akhir ini. 2. Seluruh dosen yang telah memberikan pengetahuannya selama kuliah di Program Studi Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. 3. Bapak Drs. Abdul Latief Elly sebagai Kepala Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong-Bogor, yang telah memberikan kesempatan mengikuti pendidikan Pascasarjana. 4. Bapak Dr. Marjuki, MSc selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung, yang telah memberikan kesempatan menempuh pendidikan di Program Studi Pengembangan Masyarakat. 5. Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Sub Bagian Kepegawaian dan rekanrekan sejawat di Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong- Bogor serta rekan -rekan kuliah seangkatan, semuanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, telah banyak mendorong dan membantu menyelesaikan pendidikan tepat pada waktunya. 6. Bapak Drs. Nana Mulyana, selaku Kepala Kelurahan Karadenan beserta jajarannya, yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan selama persiapan dan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan. 7. Suami, Anak -Anakku, Ibuku dan Ibu Mertuaku tercinta, yang senantiasa memberi doa dan restu serta sabar memahami kesibukan selama mengikuti pendidikan Pascasarjana. Akhirnya penulis berharap, semoga kajian ini dapat memberikan manfaat kepada fihak-fihak yang berkepentingan dan dapat bermanfaat untuk ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat. Bogor, Oktober 2005 Sri Handayani Budiyarti

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 28 Agustus 1967 sebagai anak ke tiga dari tiga bersaudara dari Suripto Mangun Soeharto (alm) dan Tumilah. Sejak tahun 1989 bekerja di Departemen Sosial RI dan ditempatkan sebagai staf di Kantor Wilayah Departemen Sosial RI Propinsi Kalimantan Selatan. Tahun 1992 penulis mendapat kesempatan meneruskan pendidikan tingkat Diploma IV Ahli Kesejahteraan Sosial di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung dan lulus tahun Pada tahun 1998, pindah tugas ke Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong-Bogor. Selanjutnya penulis pada tahun 2004 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Strata-2 pada Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor (IPB).

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR MATRIK xii DAFTAR LAMPIRAN xiii PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Permasalahan...6 Tujuan Kajian...9 Kegunaan Kajian...9 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Tanggung Jawab Sosial...11 Konsep Komunitas...14 Konsep Dasar Rehabilitasi Vokasional Penyandang Cacat Tubuh...16 Konsep Pendayagunaan Tenaga Kerja Penyandang Cacat Tubuh...19 Konsep Kemitraan...22 Konsep Pengembangan Masyarakat...24 Konsep Pembangunan Berkelanjutan...28 Kerangka Pemikiran...30 METODOLOGI KAJIAN Lokasi dan Waktu...35 SifatKajian...35 Teknik Pengumpulan Data...37 Teknik Analisis Data...38 Metode Penyusunan Program...40 PETA SOSIAL Lokasi...41 Kependudukan...43 Sistem Ekonomi...46 Struktur Komunitas...49 Organisasi dan Kelembagaan...51 Sumber Daya Lokal...54 Masalah Sosial...56 viii

10 TINJAUAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT Kelompok Usaha Ekonomis Produktif...59 Pengembangan Ekonomi Lokal Kelompok Usaha Ekonomis Produktif...65 Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Kelompok Usaha Ekonomis Produktif...66 Kebijakan dan Perencanaan Sosial Kelompok Usaha Ekonomis Produktif...70 Evaluasi Program Kelompok Usaha Ekonomis Produktif Usaha Peningkatan Kesejahteraan Warga...75 Pengembangan Ekonomi Lokal Usaha Peningkatan Kesejahteraan Warga...80 Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Usaha Peningkatan Kesejahteraan Warga...82 Kebijaksanaan dan Perencanaan Sosial Usaha Peningkatan Kesejahteraan Warga...82 Evaluasi Usaha Peningkatan Kesejahteraan Warga...83 Konflik Sosial Dalam Masyarakat...84 ANALISIS PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT Performa Tanggung Jawab Sosial Masyarakat. 87 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tanggung Jawab Sosial Masyarakat 102 PERENCANAAN PARTISIPATIF Latar Belakang. 117 Tujuan dan Sasaran. 110 Identifikasi Potensi dan Masalah. 110 Program Aksi 112 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan 121 Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA ix

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Penyaluran Tenaga Kerja Penyandang Cacat Tubuh Lulusan Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Cibinong 3 2 Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat 35 3 Rincian Metode Pengumpulan Data 39 4 Luas Lahan Menurut Penggunaannya Penduduk berdasar Umur dan Jenis Kelamin Penduduk berdasar Agama dan Kepercayaan 44 7 Penduduk berdasar Tingkat Pendidikan Penduduk berdasar Mata Pencaharian Organisasi dan Kelembagaan Kelembagaan Pendidikan, Latihan dan Rehabilitasi Sebab -sebab Kegagalan Kelompok Usaha Faktor-Faktor Pendukung Berkembangnya Kelompok Usaha Keterkaitan Modal Sosial, Aktor Kunci dan Kebijakan Pemerintah Pengurus Koperasi Pengemudi Angkutan Lokal Kebutuhan dan Kepentingan Pihak Yang Berkonflik Rancangan Program Aksi 112 x

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Alur Kerja Rehabilitasi Vokasional 20 2 Pola Kemitraan Kerangka Pemikiran Alur Arus Informasi Isu-Isu Sosial di Masyarakat 51 5 Jejaring Sosial Antar Organisasi dan Kelembagaan Alur Masalah Sosial Hubungan Antar Stakeholders dalam Pola Kemitraan Analogi Bawang Bombay. 86 xi

13 DAFTAR MATRIK Halaman 1 Performa Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Melalui Bermitra berdasar Aspek Ekonomi 95 2 Performa Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Melalui Bermitra berdasar Aspek Sosial Performa Tanggung Jawab Sosial Masyarakat dengan Tidak Bermitra Berdasar Aspek Ekonomi 99 4 Performa Tanggung Jawab Sosial Masyarakat dengan Tidak Bermitra berdasar Aspek Sosial Perbandingan Faktor Internal yang Mempengaruhi Tanggung Jawab Sosial Masyarakat yang Bermitra dan Tidak Bermitra Perbandingan Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Tanggung Jawab Sosial Masyarakat yang Bermitra dan Tidak Bermitra Kekuatan dan Kelemahan Faktor yang Mempengaruhi Tanggung Jawab Sosial Masyarakat dengan Bermitra Kekuatan dan Kelemahan Faktor yang Mempengaruhi Tanggung Jawab Sosial Masyarakat dengan Tidak Bermitra xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Wilayah Kelurahan Karadenan Photo Kegiatan Diskusi Kajian Pengembangan Masyarakat Pedoman Wawancara Pedoman Observasi Pedoman Diskusi Undangan Diskusi Daftar Hadir Diskusi Undangan Ujian Kajian Pengembangan Masyarakat.139 xiii

15 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan daerah secara otonom terlihat semakin nyata setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah bekerjasama dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, di segala bidang pembangunan. Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan warga negara lain. Hal tersebut sebagaimana Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997 Pasal 11 dan 13 bahwa penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan mendapat pendidikan dan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajad kecacatannya. Dikarenakan faktor kecacatan, penyandang cacat mengalami berbagai kendala dan hambatan dalam kehidupannya. Sementara itu, dorongan pasar yang semakin kuat untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, seringkali mengabaikan dan merugikan kepentingan masyarakat luas, yang menyebabkan program pembangunan belum secara maksimal dapat diakses seluruh masyarakat. Bagi penyandang cacat tubuh, salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan sosialnya adalah dengan memberikan pelayanan rehabilitasi vokasional dalam panti pada sebuah lembaga rehabilitasi vokasional. Jadi upaya pembangunan bidang kesejahteraan sosial, termasuk upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat tubuh merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Rehabilitasi vokasional, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Pasal 47 dan 48 dimaksud agar penyandang cacat dapat ditingkatkan kualitas sumber daya manusianya dengan memiliki keterampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya. rehabilitasi vokasional dilakukan dengan pemberian pelayanan

16 2 secara utuh dan terpadu melalui kegiatan assesment pelatihan, bimbingan dan penyuluhan jabatan, latihan keterampilan serta pemagangan dan pembinaan lanjut. Dengan demikian esensi dari kegiatan rehabilitasi vokasional yang dilakukan dan diperuntukkan bagi penyandang cacat tubuh adalah perlindungan dan pelayanan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Peran masyarakat berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, adalah mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Peran masyarakat terhadap penyandang cacat tubuh dapat dilakukan melalui : 1. Pemberian saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan dan kebijakan dibidang kesejahteraan sosial penyandang cacat. 2. Pengadaan aksesibilitas bagi penyandang cacat dalam bentuk sarana prasarana umum (fisik) atau pelayanan khusus dan pelayanan informasi (non fisik). Penyediaan aksesibilitas ini dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat. 3. Pendirian fasilitas dan penyelenggaraan rehabilitasi penyandang cacat, artinya lembaga rehablitasi penyandang cacat tidak hanya didirikan oleh pemerintah tetapi dapat pula diupayakan oleh masyarakat. 4. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli atau sosial untuk melaksanakan dan membantu melaksanakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyadang cacat serta bantuan dalam menunjang atau menumbuhkan iklim usaha positif meliputi permodalan, fasilitas usaha, jasa, kemitraan. 5. Pemberian kesempatan dan perlakuan bagi penyandang cacat disegala aspek kehidupan dan penghidupan sesuai kemampuan dan derajat kecacatannya serta tidak diskriminatif. 6. Kegiatan lain dalam rangka upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Disisi lain, penyandang cacat, diharapkan memiliki citra diri yang positif bahwa kecacatan bukan menjadi halangan untuk berkompetisi dan meraih

17 3 prestasi, sebagaimana orang yang tidak cacat. Kemampuan tersebut perlu untuk diupayakan melalui pengembangan sumber daya manusia, sehingga penyandang cacat dapat lebih berkualitas dan mandiri. Untuk mencapai peningkatan kualitas, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui proses pendidikan dan pelatihan. Sebagai ilustrasi, salah satu lembaga rehabilitasi vokasional milik pemerintah yang melaksanakan pelayanan terhadap penyandang cacat tubuh didalam panti adalah Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) di Jalan SKB No. 5 Karadenan Cibinong-Bogor. Berdasar data dari Seksi Resosialisasi dan Pembinaan Lanjut Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Cibinong, setiap tahun angkatan, jumlah tenaga kerja penyandang cacat tubuh yang diterima menjadi siswa dan selanjutnya lulus dari rehabilitasi vokasional adalah seratus (100) orang. Dari sejumlah seratus (100) siswa lulusan tiap tahun angkatan, diterima bekerja di perusahaan, adalah sebagaimana Tabel 1 : Tabel 1. Persentase Tenaga Kerja Penyandang Cacat Tubuh Lulusan Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong Yang Dapat Disalurkan NO TAHUN ANGGARAN PERSEN /1998 (Uji Coba) / / / / / / Keterangan : Dihitung dari 100 orang lulusan Tenaga kerja penyandang cacat tubuh tersebut tersebar sekitar eratus empat puluh enam (146) perusahaan di seluruh Indonesia. Angka-angka tersebut menujukkan belum signifikan, apabila dikaitkan dengan skala makro dari keseluruhan jumlah atau populasi penyandang cacat tubuh sebanyak 35,06 persen dari jiwa penyandang cacat, data tersebut berasal dari (Pusat Data dan Informasi Departemen Sosial, 2004). Demikian pula gambaran jumlah perusahaan yang ada dikawasan Jakarta Bogor Tangerang dan Bekasi (Jabotabek) saja, yang mencapai perusahaan, data Departemen Tenaga Kerja, (1999), dan belum lagi perusahaan-perusahaan lain yang tersebar diseluruh Indonesia.

18 4 Hasil pemetaan sosial dan evaluasi program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan di Kelurahan Karadenan, terdapat beberapa permasalahan sosial yaitu kemiskinan, pengangguran dan rendahnya tingkat pendidikan penduduk, yang dialami masyarakat termasuk didalamnya penyandang cacat tubuh. Berdasar data Potensi Desa (Oktober 2004) Kelurahan Karadenan, jumlah penyandang cacat tubuh sebanyak tujuh belas orang. Dari jumlah penyandang cacat tubuh, lima belas orang diantaranya berusia produktif usia enambelas sampai enam puluh empat tahun dan rata-rata berasal dari keluarga miskin sejahtera 1 dan sejahtera 2 dengan katagori bekerja sebagai pekerja pabrik, sopir ojek, bekerja mandiri, bekerja pada perseorangan serta bekerja swasta lain dengan tingkat pendidikan lulus Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Sepintas situasi dan kondisi tersebut menggembirakan, karena masyarakat Karadenan telah memiliki rasa tanggung jawab sosial untuk mengatasi permasalahan penyandang cacat tubuh di daerahnya. Demikian pula apabila dibanding dengan jumlah penduduk produktif usia enambelas sampai tiga puluh lima tahun sebanyak jiwa, terdapat rata-rata pengangguran dan keluarga miskin dengan kategori pra sejahtera, sejahtera 1 dan sejahtera 2, sebanyak tiga puluh jiwa tiap Rukun Tetangga. Di Karadenan terdapat enam puluh dua Rukun Tetangga, sehingga jumlah rata-rata pengangguran dan keluarga miskin untuk usia produktif mencapai rata-rata jiwa. Dengan demikian, jumlah lima belas orang penyandang cacat tubuh tersebut dapat dikatakan tidak sebanding dengan jumlah penduduk usia produktif tidak cacat dengan memiliki masalah pengangguran dan keluarga miskin secara keseluruhan. Akan tetapi kelompok penyandang cacat tubuh memiliki permasalahan khusus, terutama karena kecacatan yang dimilikinya, disamping permasalahan lain terutama rentan terhadap masalah upaya perlindungan akan hak, kewajiban, serta peranan yang tidak sama dengan warga negara lainnya. Dengan demikian masalah ketenaga kerjaan penyandang cacat tubuh menjadi masalah khusus di Karadenan. Bagi masyarakat Karadenan upaya-upaya pemecahan masalah terhadap penyandang cacat tubuh masih terbatas pada penerimaan sosial, berdasar nilainilai kesetiakawanan serta nilai-niilai keagamaan, sedangkan peranan yang lebih

19 5 dari itu diserahkan sepenuhnya kepada lembaga pemerintah, antara lain berupa pemberian latihan keterampilan, pemberian bantuan stimulan maupun harapan penyaluran pekerjaan.pada sebuah perusahaan. Demikian pula kontribusi dari pengguna tenaga kerja penyandang cacat tubuh oleh dunia usaha di Karadenan lebih kepada upaya karitatif dan terkait pada peran lembaga pemerintah pada penyaluran dan pembinaan lanjut yang dilakukan melalui pendekatan antar lembaga secara individual. Dengan demikian pola kemitraan masih bersifat birokratis, dan akhirnya tanggung jawab sosialnyapun lebih bersifat pencapaian target, tidak sesuai dengan kebutuhan penyandang cacat tubuh serta memungkinkan faktor ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah dan dunia usaha. Pada hakekatnya, di Karadenan terdapat beberapa perusahaan-perusahaan lokal atau industri-industri dalam skala kecil sampai menengah yang diharapkan memiliki kontribusi terhadap masyarakat sekitarnya, termasuk juga terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh yang tidak hanya bersifat karitatif dan hanya terkait adanya biaya sosial dalam perusahaan serta terkait adanya prosedur birokratis suatu lembaga pemerintah melalui bentuk penyaluran tenaga kerja. Pemerintah daerah dengan unsur-unsur aparatnya sampai ditingkat lokal kelurahan atau desa merupakan stakeholder memungkinkan dapat dilakukan polapola kemitraan dengan stakeholder lainnya dan diharapkan mampu memiliki tanggung jawab sosial kuat yang memungkinkan tenaga kerja penyandang cacat tubuh dapat mandiri. Demikian pula program-program kegiatan yang berkaitan dengan upaya tanggung jawab sosial terhadap penyandang cacat tubuh dapat berkelanjutan (suatainable). Program tersebut dimungkinkan seiring dengan adanya percepatan pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat, sebagai pendekatan operasional yang merupakan komitmen Pemerintah Kabupaten Bogor.

20 6 PERMASALAHAN Berdasar latar belakang permasalahan tersebut, maka permasalahan yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh adalah upaya penguatan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh melalui kemitraan lokal antar stakeholder di Kelurahan Karadenan, terutama dalam mengatasi masalah sebagai berikut : Masalah praktis. 1. Semakin kuatnya persaingan dengan pencari kerja lainnya, baik yang cacat maupun yang tidak cacat. Kondisi ini akibat kesenjangan antara kesempatan kerja tidak sebanding dengan besarnya jumlah angkatan kerja yang makin membengkak. Situasi dan kondisi ini memerlukan motivasi kuat bagi masyarakat dan pengguna tenaga kerja, memiliki komitmen yang kuat untuk bersama-sama meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja penyandang cacat tubuh. 2. Di komunitas lokal terdapat perbedaan tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat atau pengguna tenaga kerja, yang akan mempengaruhi pengetahuan, pemahaman, penerimaan dan upaya memfasilitasi tenaga kerja penyandang cacat tubuh ataupun tenaga kerja yang bukan penyandang cacat tubuh. Permasalahan ini diperlukan adanya suatu kejelasan dan ketepatan informasi tentang aksesibilitas tenaga kerja penyandang cacat tubuh, tentang hak, kewajiban, peranan serta permasalahan yang dihadapi dalam hidup dan kehidupannya. Masalah kebijakan 1. Telah dilaksanakan pembicaraan bersama yang menghasilkan suatu kesepakatan dan tertuang dalam suatu keputusan tertulis dalam mengatasi permasalahan penyandang cacat antara : 1.1. Departemen Dalam Negeri, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen Sosial dan Asosiasi Pengusaha Indonesia tentang

21 7 Penyaluran atau Pendayagunaan Tenaga Kerja Penyandang Cacat di Perusahaan atau Masyarakat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Khusus Kaum Tuna Netra dan Penyandang Cacat lainnya. dan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Rehabilitasi Medis serta Keputusan Menteri Pekerjaan Umum tentang Teknis Bangunan Gedung. Pelaksanaan dari kesepakatan tersebut dimungkinkan sekali melalui suatu program dengan melibatkan stakeholder yang ada, terutama ditingkat komunitas lokal. Melihat masih terdapatnya permasalahan ketenaga kerjaan penyandang cacat tubuh, terutama masalah belum maksimalnya pelaksanaan dari aspek sosial dalam kerjasama atau kemitraan yang terjalin dan masih dalam nuansa birokratis. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ternyata masih terdapat masalah yang berkaitan dengan kebijakan kerjasama yang dilaksanakan terutama dalam implikasi dari kebijakan kerjasama tersebut, utamanya dalam aspek sosial kemitraan yang ada belum bersifat partisipatif. 2. Terdapatnya perubahan-perubahan kebutuhan dari pengguna atau dunia usaha atau instansi, diikuti dengan kebijakan tentang kapasitas penerimaan serta penempatan tenaga kerja penyandang cacat tubuh yang akan memasuki dunia kerja. Hal tersebut lebih dikarenakan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pengguna tenaga kerja memberikan persyaratan kompetensi khusus, ketika akan menerima tenaga kerja yang akan dipekerjakannya. Disisi lain sebagai regulator, pemerintah melindungi penyandang cacat melalui kebijakan atau peraturan perundang-undangan maupun peraturan pemerintah. Dengan demikian kedua tujuan tersebut perlu diupayakan dalam suatu bentuk penguatan tanggung jawab sosial. 3. Tanggung jawab sosial masyarakat terutama pengusaha dan dunia usaha yang merupakan salah satu bentuk corporate social responsibility, masih dinikmati oleh beberapa kelompok komunitas tertentu saja sebagai bentuk trickle down effect dari beroperasinya sebuah industri. Sehingga, upaya perlindungan terhadap penyandang cacat oleh pemerintah pusat masih belum direspon sesuai dengan harapan pemerintah. Demikian pula community development

22 8 terhadap penyandang cacat tubuh masih dianggap sebagai program charity, merupakan struktur yang terpisah dan bersifat extern al cost dari perusahaan. Dengan demikian pemerintah lokalpun perlu untuk merespon upaya perlindungan terhadap penyandang cacat tubuh melalui proses regulasi perijinan usaha dan kewajiban community development dari perusahaan yang dilasanakan secara partisipatif. 4. Proses sosialisasi yang dilaksanakan lembaga rehabilitasi vokasional atau keterampilan, masih dalam tataran makro dan belum menjangkau tataran mikro ditingkat cacat tubuh berasal dan pengusaha ditingkat lokal melaksanakan usaha komunitas lokal. Dalam kenyataannya, dikomunitas lokal dimana tenaga kerja penyandang produksinya, pada hakekatnya memiliki nilai-nilai dan norma lokalitas yang dapat didayagunakan bersama-sama mengatasi permasalahan tenaga kerja penyandang cacat tubuh. Masalah praktis dan masalah kebijakan terhadap penyandang cacat tubuh tersebut, senada dengan pendapat Suryadi dalam Sumardjo dan Saharudin, (2004) bahwa masih terdapat empat Kelemahan Program Pengembangan Masyarakat oleh perusahaan atau dunia usaha yaitu : 1. Masih bersifat sektoral dan masih sebatas sebagai keputusan dan memenuhi tanggung jawab atau komitmen politis. 2. Semata-mata diprioritaskan bagi kemudahan dalam akses pelayanan dasar masyarakat yang bersifat karitatif dari pada program yang dibutuhkan masyarakat. 3. Belum maksimal melibatkan masyarakat lokal penerima manfaat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. 4. Program semata-mata diukur dengan komitmen untuk mengalokasikan anggaran dalam jumlah tertentu dan bukan efektivitasnya bagi kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, tanpa menghasilkan ketergantungan pada perusahaan. Untuk itulah masyarakat perlu berperan lebih banyak untuk mempengaruhi pemerintah serta melakukan kontrol terhadap pemerintah. Artinya, pemecahan masalah tenaga kerja penyandang cacat tubuh dengan pelibatan stakeholderstakeholder di komunitas lokal secara partisipatif.

23 9 Dengan demikian permasalahan pokok yang dapat dirumuskan adalah : Bagaimana Penguatan Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Terhadap Tenaga Kerja Penyandang Cacat Tubuh Melalui Kemitraan Lokal? Secara spesifik, beberapa pertanyaan kajian yang hendak dijawab adalah : 1. Bagaimana performa tanggung jawab sosial masyarakat Karadenan terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh? 2. Bagaimana faktor-faktor internal dan eksternal mempengaruhi pelaksanaan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh? 3. Bagaimana strategi penguatan tanggung jawab sosial terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh, yang diharapkan oleh masyarakat? TUJUAN KAJIAN Tujuan utama kajian adalah secara partisipatif menyusun program penguatan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh melalui suatu kemitraan lokal. Untuk merumuskan program tersebut tujuan khusus kajian adalah untuk : 1. Mengetahui bagaimana performa tanggung jawab sosial masyarakat Karadenan terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh. 2. Mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi tanggung jawab sosial masyarakat terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh. 3. Mengetahui bagaimana strategi penguatan tanggung jawab sosial terhadap tenaga kerja penyandang cacat tubuh, yang diharapkan oleh masyarakat. KEGUNAAN KAJIAN Kegunaan kajian ini adalah untuk : 1. Kegunaan praktis, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap lembaga-lembaga rehabilitasi vokasional atau keterampilan dalam mewujudkan penguatan tanggung jawab sosial masyarakat melalui kemitraan lokal dalam penyaluran tenaga kerja penyandang cacat tubuh.

24 10 2. Kegunaan strategis, diharapkan dapat menjadi masukan model kebijakan yang partisipatoris, khususnya bagi Departemen Sosial ataupun Instansi lain dalam upaya memecahkan masalah ketenaga kerjaan penyandang cacat tubuh atau penyandang cacat lainnya. 3. Kegunaan akademis, diharapkan dapat memperkaya referensi tentang praktekpraktek pengembangan masyarakat yang tumbuh secara partisipatif.

25 11 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA Konsep Tanggung Jawab Sosial. Konsep tanggung jawab sosial di dunia usaha, badan atau lembaga bisnis lain, sudah mengalami pergeseran yaitu dari konsep teoritik kepada sesuatu hal yang bersifat praktik, yang ditandai oleh dua faktor : 1. Mulai tumbuhnya kesadaran pada sejumlah pelaku bisnis bahwa tanggung jawab sosial merupakan sesuatu hal yang positif bagi kegiatan bisnis; 2. Dalam proses pertumbuhannya dipengaruhi oleh aktivitas organisasi non pemerintah (NGOs) yang secara aktif melakukan kampanye sosial yang menyuarakan Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya Hak-Hak Pekerja belakangan ini. Sejumlah perusahaan telah meresponnya secara positif dengan ikut ambil bagian melalui pengembangan program-program sebagai tanggungjawab sosial perusahaan antara lain berpartisipasi dalam upaya pemenuhan kebutuhan kemanusiaan termasuk rekruitmen tenaga kerja Penyandang cacat tubuh. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan Corporate Social Responsibility (CSR) menurut World Business For Sustainability Development (2002) adalah : The continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the equality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large (Komitmen perusahaan untuk bersikap etis dan berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi, serta pada saat yang sama meningkatkan kualitas hidup karyawannya dan keluarga mereka serta masyarakat setempat dan rakyat luas Dari rumusan tersebut, tersirat bagaimana agar suatu kegiatan bisnis menguntungkan secara ekonomi dan secara sosial bisa diterima dengan memberikan bentuk kontribusi yang nyata bagi lingkungan masyarakatnya (triple bottom line). Dengan kata lain konsep tanggung jawab sosial memiliki dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Dengan kata lain tanggung jawab sosial perusahaan merupakan konsep multidimensional dan dinamis dimana kebijakan

26 12 bisnis dalam prakteknya secara bertahap melakukan proses adaptasi pada variabel ekonomi, sosial dan keadaan lingkungan (sustainable development). Jadi dunia usaha merupakan entitas bisnis yang memiliki tujuan tidak hanya profit oriented melainkan juga mengemban misi sosial. Maka profit oriented mewakili semangat menggerakkan misi ekonomi secara makro, sedangkan misi sosial merupakan salah satu bentuk corporate social responsibility dan dikenal sebagai program community development. Kedudukan corporate social responsibilit dan good coorporate governance merupakan dua sisi dari satu mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Implikasi dari pelaksanaan kegiatan tersebut adalah dengan adanya program yang melibatkan stakeholder dalam upaya keberlanjutan program. Pelaksanaan konsep ini memberikan manfaat komunitas bisnis antara lain : 1. Memperoleh ijin setempat untuk menjalankan bisnis karena pola hubungan baik dengan masyarakat. 2. Menciptakan keunggulan strategis termasuk reputasi. Konsep ini perlu didukung kolaborasi positif atas dasar kesetaraan, transparansi dan saling menguntungkan antara pemerintah, masyarakat dan NGOs. 3. Mendapatkan benefit mengenai isu-isu spesifik dalam menjalankan bisnis ethical companies do better financially, peningkatan efisiensi, mengurangi limbah, mengurangi litigasi, dan lain-lain. Oleh karena itu pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dan dunia usaha hanya efektif jika : 1. Perusahaan memahami jiwa tanggungjawab sosial perusahaan adalah pemberdayaan dan keberlanjutan. 2. Perusahaan memahami tujuan dan kebutuhan masyarakat atau stakeholder. 3. Perusahaan mengintegrasikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai bagian dari semua proses bisnisnya. Tanggung jawab sosial perlu adanya pendorong dan penggerak yang memiliki kekuatan berbeda agar dapat terwujud, yang bukan hanya dengan suatu peraturan tertentu akan tetapi dapat melalui adanya jalinan kerjasama antar stakeholder di komunitas lokal. Hal ini dikarenakan tanggung jawab sosial bukan hanya sekedar

27 13 sikap yang terdiri dari komponen kognitif, afektif dan tingkah laku akan tetapi lebih dari pada itu tanggungjawab sosial dapat dijadikan salah satu dari nilai-nilai modal sosial yang berada dikomunitas lokal, dimana faktor kepercayaan dan pemanfaatan sumber daya lokal dilaksanakan. Sebagai suatu sikap, komponen kognitif dapat dirancang sehingga orang dapat memahaminya, akan tetapi tidak cukup untuk menimbulkan perubahan masyarakat atau kalangan dunia usaha. Komponen afektif dan tingkahlaku baru akan terjadi apabila orang dapat merasakan dan melakukan. Untuk itu penting kesiapan kedua belah pihak, kelompok yang kurang beruntung dan kurang berkemampuan. Pengalaman dan perasaan baru akan tumbuh bila keduanya melakukan interaksi. Apabila interaksi dapat berlangsung dengan baik maka sikap-sikap menghambat termasuk keraguan akan potensi penyandang cacat akan makin menghilang. Sebagai salah satu dari nilai-nilai modal sosial di komunitas lokal, tanggungjawab sosial akan melembaga dalam kehidupan komunitas lokal sebagai suatu bentuk pedoman-pedoman untuk bertingkahlaku dan bertindak dengan suatu pertimbangan moral tertentu, dan merupakan upaya pembagunan yag berkelanjutan (sustainable development). Jadi tanggung jawab sosial sebagai sesuatu yang bersifat praktis, dalam pelaksanaannya senantiasa terbuka dengan menyesuaikan diri sesuai situasi dan kondisi dimasyarakat dimana pelaksanaan tanggung jawab sosial tersebut dilaksanakan, dengan memanfaatkan sumber-sumber daya manusia, sosial dan ekonomi setempat. Demikian pula upaya keberlanjutan dan kontrol dari bentuk-bentuk pelaksanaan tanggung jawab sosial, dapat dilaksanakan secara kontinyu dengan melibatkan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan tanggung jawab sosial di komunitas lokal tanggung jawab sosial sebagai suatu upaya pengembangan masyarakat yang bertujuan kearah pemberdayaan masyarakat, sehingga secara ideal partisipatif merupakan inti dari pengertian tanggung jawab sosial di masyarakat.

28 14 Konsep Komunitas. Istilah komunitas dalam batas -bats tertentu dapat menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa. Adanya hubungan sosial antar anggota komunitas merupakan salah satu ciri khas bagi adanya suatu komunitas. Demikian pula adanya kriteria yang dapat dikatakan bahwa komunitas menunjuk pada masyarakat yang bertempat tinggal disuatu wilayah dalam arti geografis dengan batas-batas tertentu dan faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara para anggotanya dibandingkan dengan penduduk diluar batas wilayahnya (Soekanto, 1990). Komunitas adalah suatu unit atau kesatuan social yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of common interest) baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial Nasdian (2004 : 22). Menurut Chris tian dan Robinson dalam Nasdian dan Dharmawan, (2004), ada empat komponen utama dalam memahami komunitas, yaitu : (1) people; (2) place or teritory; (3) social interaction dan (4) psychological identification. Dari kedua pendekatana secara lokalitas dan kepentingan diatas, secara umum komunitas dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan besar, yaitu : 1. Communities of locality or community of place, yaitu komunitas yang didefinisikan atau dikenali berdasarkan cirri tempat tinggal atau wilayah. 2. Communities of interest, yaitu kmunitas yang didefinisikan berdasarkan kesamaan minat, perhatian atau keprihatinan bersama. 3. Communities of identity (race religion, ethinicity, culturall background, job), yaitu komunitas yang didefinisikan atau dikenali berdasarkan identitasnya Nasdian (2004). Komunitas (community) dalam perspektif sosiologi adalah warga setempat yang dapat dibedakan dari masyarakat yang lebih luas (society) melalui kedalaman perhatian bersama (a community of interest) atau oleh tingkat interaksi yang tinggi (an attachment community). Para anggota komunitas mempunyai kebutuhan bersama (common needs). Dengan demikian kebutuhan bersama merupakan ciri lain suatu komunitas Ife, dalam (Nasdian, 2004).

29 15 Suatu komunitas pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal atau wilayah tertentu. Komunitas yang mempunyaii tempat tinggal tetap dan permanen, biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya. Secara garis besar, komunitas berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris bawahi hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah tertentu. Istilah komunitas menurut Mayo dalam Nasdian dan Dharmawan, (2004) mempunyai tiga tingkatan, yang menggambarkan cakupan kommunitas yang berbeda dimana intervensi makro dapat diterapkan, yaitu : 1. Grass root atau neighbourhood work, (agen perubahan melakukan intervensi terhadap individu, keluarga dan kelompok masyaakat yang berbeda didaerah tersebut misalnya Desa, Kelurahan, Rukun Warga atau Rukun Tetangga). 2. Local agency dan inter-agency work, (agen perubahan melakukan intervensi terhadap organisasi payung di tingkat lokal,, provinsi ataupun di tingkat yang lebih luas, bersama jajaran pemerintahan yang terkait serta organiisasi non pemerintah yang berminat terhadap hal tersebut). 3. Regional dan community planning work, (agen perubahan melakukan intervensi pada isu yang terkait dengan pembangunan ekonomi, ataupun isu mengenai perencanaan lingkungan yang mempunyai cakupan lebih luas dari bahasan ditingkat lokal. Menurut Unicef dalam Nasdian dan Dharmawan, (2004) terdapat tujuh komponen kapasitas tingkat komunitas yang dapat dikembangkan untuk dapat mendorong aktivitas-aktivitas ekonomi anggotanya, yaitu : 1. Community leader, siapa saja orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat yang dapat mendorong penguatan kelompok usaha ekonomi produktif 2. Community technology, teknologi apa yang diguunakan oleh masyarakat untuk memproduksi sesuatu, apa konsekuensi dari suatu intervensi? 3. Community fund, apakah ada mekanisme perhimpunan dana dalam masyarakat? 4. Community material, sarana apa saja yang ada di masyarakat yang berguna untuk pengembangan kelompok, apa modal usaha keluarga atau kelompok?

30 16 5. Community knowledge, apa persepsi masyarakat berkaitan dengan usaha mereka, apa harapan mereka terhadap pelayanan ekonomi produktif, sejauhmana kepercayaan pada pelaku pelayanan eknomi produktif? 6. Community decision making, apakah masyarakat disertakan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan program secara keseluruhan? 7. Communityy organization, usaha ekonomi mana yang dapat berkembang menjadi organisasi ekonomi produktif? Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara komunitas pedesaan (rural community) dan komunitas perkotaan (urban community). Perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam komunitas modern, betapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh dari kota. Sebaliknya pada masyarakat sederhana pengaruh dari kota secara relatif sangat rendah. Perbedaan antara komunitas pedesaan dengan komunitas perkotaan pada hakekatnya bersifat gradual. Konsep Dasar Rehabilitasi Vokasional Penyandang Cacat Tubuh Penyandang cacat tubuh sebagai bagian dari komunitas, yang hanya karena kondisi kecacatan yang disandangnya memerlukan upaya perlindungan dan penanganan khusus, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk memperoleh kesempatan yang sama di masyarakat. Penanganan khusus dimaksud adalah melalui kegiatan Rehabilitasi sosial dan Rehabilitasi vokasional. Rehabilitasi sosial, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1998, diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman mereka. Rehabilitasi sosial bagi Penyandang cacat tubuh ini akan menjadi sesuatu yang kurang realistis tanpa dilakukannya rehabilitasi vokasional khususnya bagi Penyandang cacat tubuh yang telah memasuki usia produktif dan memiliki kualifikasi serta persyaratan keterampilan yang memadai untuk bekerja dan mandiri. Demikian juga sebaliknya rehabilitasi vokasional tanpa didasari rehabilitasi sosial, akan menjadi lemah dan rapuh.

31 17 Pelatihan vokasional menurut Direktorat Penyandang Cacat Departemen Sosial, (1991) dimaksudkan sebagai suatu rangkaian kegiatan pelatihan yang berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk suatu pekerjaan. Oleh karena itu, pengembangan fungsi Rehabilitasi vokasional pada lembaga rehabilitasi vokasional salah satunya Balai Besar Rerhabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong merupakan cara yang efektif, rasional dan bermanfaat sebagai investasi sosial jangka pendek dan jangka panjang. Metode pelatihan merupakan metoda yang cukup efektif untuk mengembanngkan kualitas sumber daya manusia, juga metode sistematis untuk perubahan keterampilan, pengetahuan, sikap dan perilaku sosial. Lynton dan Pareek dalam Pudjianto, (2002) mengemukakan bahwa pelatihan merupakan upaya sistematis untuk mengembangkan sumber daya manusia baik perorangan, kelompok dan juga kemampuan keorganisasian yang diperlukan untuk mengurus tugas dan keadaan sekarang, juga untuk memasuki masa depan dan menanggulangi masalah serta persoalan yang timbul, karena dalam pelatihan mengandung unsur belajar dan bekerja (learning by doing). Metode pelatihan dalam buku yang sama harus memenuhi prinsip -prinsip sebagai berikut : (1) Memotivasi para peserta pelatihan untuk belajar keterampilan yang baru; (2) Memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang diinginkan untuk dipelajari; (3) Mengajarkan keterampilan-keterampilan inter personal; (4) Memungkinkan partisipasi aktif; (5) Memberikan kesempatan berpraktek dan perluasan keterampilan. Kebutuhan mendesak dalam mengembangkan sistem rehabilitasi vokasional berbasis masyarakat ditemukan pada Unit Pelaksana Teknis yaitu lembaga rehabilitasi vokasional di seluruh Indonesia, demikian pula keberadaan penyandang cacat yang berada di komunitas lokal di seluruh Indonesia. Ini berarti bahwa sistem tersebut memberikan manfaat bagi penyandang cacat dalam cakupan yang lebih luas dengan memfokuskan pada kebutuhan pasar kerja lokal, assessment atau pencandraan dan bimbingan vokasional yang berlaku, pelatihan vokasional yang efektif dan fleksibel termasuk penempatan kerjanya.

32 18 Tujuan rehabilitasi vokasional tersirat dalam salah satu rumusan dari Rekomendasi ILO No. 168 (1983). Rehabilitasi vokasional adalah. upaya yang terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan yang memungkinkan penyandang cacat memperoleh pekerjaan sesuai dengan kematangan vokasional yang dimilikinya Lohnes dan Ceribbon dalam Pudjianto, (2002) mengungkapkan kematangan vokasional bukanlah sekedar kematangan keterampilan individu tehadap suatu aktivitas tertentu dalam memasuki pekerjaan tetapi pengertian kematanga vokasional jadi lebih luas dari sekedar pemilihan pekerjaan, karena akan melibatkan kemampuan individu baik dalam membuat keputusan maupun aktivitas perencanaan. Jadi kematangan vokasional lebih menekankan adanya kesiapan merencanakan pekerjaan yang mengandung beberapa aspek seperti sikap terhadap pekerjaan, pemahaman tentang dunia kerja, aktivitas perencanaan dan kemammpuan memecahkan masalah sehubungan dengan pekerjaan yang dicitacitakan. Artinya kondisi yang menunjukkan keserasian antara kematangan fisik, kematangan mental serta pengalaman belajar sehingga individu mempunyai kemampuan untuk melaksanakan suatu kegiatan atau tingkah laku tertentu dalam hubungannya dengan pekerjaan. Kematangan vokasional tiap individu akan berbeda, dan perbedaan tersebut disebabkan banyak faktor yang mempengaruhinya baik yang bersumber dari dalam diri individu (konsep diri) maupun yang bersumber dari luar (lingkungan). Wiegersina dalam Monk dan kawan-kawan (1991), bahwa kematangan vokasional dipengaruhi oleh potensi psikis, fisik dan pembentukan atau bantuan yang datang dari lingkungan. Fuhrmann dalam Pudjianto, (2002) mengemukakan atribut-atribut fisik yang dimiliki individu dapat memberikan kemudahan untuk mendapatkan pekerjan tertentu karena atribut tersebut membuat satu individu terseleksi dari individu yang lain. Beberapa penelitian dibarat telah pula menunjukkan bahwa perkembangan karier atau pekerjaan dan kematangan vokasional seseorang diantaranya dipengaruhi oleh informasi pekerjaan yang diterima melalui upaya-upaya sosialisasi yang memadai.

33 19 Konsep Pendayagunaan Tenaga Kerja Penyandang Cacat Tubuh. Kecacatan sering diidentikkan dengan orang yang kurang kemampuan dan tidak pernah dilihat sebagai orang yang mandiri. Biasanya mereka diyakini sebagai orang yang patah semangat dan tidak bisa ditolong lagi. Masyarakat berkesan ingin menjadikan obyek belas kasihan. Dari sejumlah pengalaman negara maju, diawali dengan pandangan dari kelompok kurang berkemampuan, bahwa masyarakat harus mengubah cara pandang, bahwa kekurangan yang ada merupakan sesuatu yang tidak bisa diubah. Untuk mengubah paradikma dunia mengenai cacat atau kurang berkemampuan, kiranya Amerika patut menjadi acuan. Negara ini dianggap memiliki peraturan yang paling komprehensip diantara negara maju. Pada tahun 1988 Amerika Serikat mengeluarkan Undang-Undang yang dikenal sebagai Tech- Act (Technology Related Assistance for Individuals with Disability Act of 1988). Tech -Act ini merupakan produk hukum dari perubahan paradikma tentang disability yang intinya adalah bahwa teknologi merubah cara pandang kita terhadap kemanusiaan, lingkungan yang menjadi satu sistem yang sinergis, yang mengubah banyak sekali faktor dalam tatanan kehidupan. Perubahan dimulai dari bentuk bangunan, fasilitas, akomodasi dan peraturan dalam berbagai kehidupan. Melalui proses yang kumulatif adanya gerakan dan perbaikan peraturan, terbentuklah paradikma baru yang biasa dikenal sebagai paradikma teknologi atau paradikma ekologi. Perubahan ini tampak pada masalah semantik dimana istilah cacat (handicap) diganti dengan kurang mampu (disability). Hal yang mendasari paradikma teknologi atau ekologi meliputi : 1. Tidak ada hambatan akses melakukan berbagai kegiatan. 2. Peningkatan mobilitas melalui pemberian sarana prasarana dan alat bantuan. 3. Pemanfaatan pengetahuan dan teknologi agar ketidak mampuan dapat diatasi. Dalam paradikma ini disability diartikan sebagai kekurangsesuaian antara tujuan, kapasitas orang tertentu dengan sember-sumber yang ada di lingkungan dan bagaimana usaha untuk meningkatkannya. Dalam konteks ini Departemen Sosial melalui Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi vokasional mencoba mengadopsi paradikma tersebut berangkat dari kondisi umum penyandang cacat tubuh, dilihat dari jenis dan tingkat kecacatannya

34 20 untuk dapat didayagunakan dalam kesempatan kerja, yang memerlukan proses tersendiri secara bertahan mulai dari rehabilitasi medis, sosial, edukasional sampai pada Rehabilitasi vokasional. Alur kegiatan Rehabilitasi vokasional sebagaimana dikatakan Tanaka Norio, (2001) meliputi : assessment atau pencandraan vokasional, bimbingan vokasional dan latihan keterampilan atau latihan persiapan kerja. Hakekat assesment vokasional adalah menaksir berbagai kemampuan penyandang cacat dari aspek fisik, mental, sosial dan vokasional untuk menentukan apakah yang bersangkutan mampu bekerja atau tidak, apabila mampu bidang pekerjaan apa yang memungkinkan. Bimbingan vokasional adalah informasi pertimbangan yang diberikan tenaga asesor terhadap Penyandang cacat tubuh dalam proses penentuan pilihan mengenai bidang pelatihan vokasional yang sesuai dengan kondisi obyektif yang dimiliki Penyandang cacat tubuh. Sedangkan pelatihan vokasional merupakan proses transfer pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan sesuai dengan kualifikasi dan tuntutan pasaran kerja. Penyandang cacat Asesment dan Bimbingan Vokasional Latihan persiapan kerja Latihan vokasional Bimbingan Vokasional Penyaluran Pekerjaan yang dilindungi Pekerjaan Pembinaan Lanjut Gambar 1. Alur Kerja Rehabilitasi Vokasional Sumber : (Tanaka Norio, 2001).

35 21 Konsep pendayagunaan tenaga kerja penyandang cacat tubuh ini berkaitan pula dengan konsep Kompetensi. Kompetensi bukanlah merupakan temuan baru, akan tetapi istilah kompetensi sudah lahir sejak pendidikan berkembang di lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan. Secara definisi kompetensi adalah kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh para siswa pada tahap pengetahuan, keterampilan dan sikap. Kemampuan dasar ini akan dijadikan sebagai landasan melakukan proses pembelajaran dan penilaian siswa. Kompetensi merupakan target, sasaran dan standart sebagaimana yang telah digariskan oleh Bloom dan Gagne, dalam Yamin, (2005) yang menyatakan bahwa.. dasar pengembangan tujuan instruksional diberbagai kegiatan pendidikan dan latihan, secara singkat meliputi isi kawasan sebagai berikut : (1) kawasan kognitif; (2) kawasan afektif; (3) kawasan psikomotor. Dengan berbasis kompetensi inilah maka peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pendayagunaan tenaga kerja penyandang cacat tubuh dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan baik secara formal, non formal dan informal, demikian pula dilingkungan penerima atau pengguna dari sumber daya menusia yaitu perusahaan dan instansi, standart kompetensi merupakan salah satu persyaratan tenaga kerja yang akan memasuki dunia kerja. Disisi yang lain, konsep diri dari penyandang cacat tubuh yang bersifat positif perlu untuk terus dikembangkan. Hal ini disebabkan penampilan fisik individu mempunyai pengaruh pula secara psikologis. Seperti dikemukakan Hurlock (1973) yang menyatakan bahwa kekurangan fisik yang dimiliki ind ividu dapat menjadi sumber kesulitan dan rendah diri padanya. Hal inilah yang menimbulkan kesulitan baginya untuk membentuk persepsi yang realistis tentang kemampuannya dan keterbatasan-keterbatasannya. Koentjoro dalam Pudjianto (2002) tentang pelatihan kematangan vokasional memasuki dunia kerja bagi penyandang cacat tubuh mengatakan, bahwa komponen yang paling diperlukan dalam diri penyandang cacat adalah adanya pengubahan konsep diri dari yang tidak berharga menjadi tahu ada harganya dan akibatnya timbuln ya percaya diri. Selain itu reaksi lingkungan terhadap kecacatannya mempengaruhi konsep diri mereka, sebagaimana Cruickshank dalam Pudjianto (2002), bahwa sikap keluarga, teman sebaya, teman sekolah dan

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DAERAH RAWAN BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI DESA KIDANGPANANJUNG KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG PROPINSI

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan telah menjadi isu perkembangan utama perusahaan.

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama kurun waktu 20-30 tahun terakhir ini, kesadaran masyarakat akan peran perusahaan dalam lingkungan sosial semakin meningkat. Banyak perusahaan besar

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2005

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj IP) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp. 024-8311729 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji syukur

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU) MOHAMAD ZAINURI SEKOLAH

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. untuk menjawab tantangan yang terus berkembang di industri telekomunikasi dalam

Bab 1. Pendahuluan. untuk menjawab tantangan yang terus berkembang di industri telekomunikasi dalam Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyediakan layanan telekomunikasi dan jaringan terbesar di Indonesia. PT Telekomunikasi Indonesia,

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH 1 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009) ABSTRAK KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan yang mendasar di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan tersebut tentunya tidak hanya berdampak pada sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi adalah sesuatu hal yang pasti. Perkembangan teknologi semakin lama semakin berkembang dengan pesat

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953. Setelah itu,csr

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari hasil tambang batubara. Keberadaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Pada dasarnya penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menemukan model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 6 Tahun 2016 Seri E Nomor 4 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 6 Tahun 2016 Seri E Nomor 4 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR Nomor 6 Tahun 2016 Seri E Nomor 4 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan dunia usaha seyogyanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. A. Simpulan

BAB 6 PENUTUP. A. Simpulan BAB 6 PENUTUP A. Simpulan Kebijakan pengembangan kawasan industri merupakan kewenangan pemerintah daerah Kabupaten Karawang dalam menciptakan pusat-pusat pertumbuah ekonomi daerah yang menyediakan lahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, setiap insan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, setiap insan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan peningkatan kualitas hidup

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN SERTA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRAKTEK PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT/BIAS BY. AGUS SURIDI

PRAKTEK PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT/BIAS BY. AGUS SURIDI PRAKTEK PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT/BIAS BY. AGUS SURIDI (PERTEMUAN XI -XII) - Fondasi teoretik - Model praktek - Nilai dan etika Praktek Makro - Praktisi - Masyarakat - Kebijakan Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha.

BAB I PENDAHULUAN. manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Penelitian Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian dalam dunia usaha hingga saat ini yaitu terkait tentang tanggung jawab sosial perusahaan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Jl. Soekarno-Hatta No. 532 Telp. 7564327,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), juga aspek sosial dan lingkungan yang biasa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan. Logika ekonomi neoklasik adalah bahwa dengan meningkatnya keuntungan dan kemakmuran

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas ridho dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Rencana Kinerja Tahunan Tahun Anggaran ini tanpa kendala

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT

NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2017 KEMENSOS. Standar Rehabilitasi Sosial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Konseptualisasi CSR Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-1 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan sekarang ini, perusahaan tidak lagi berhadapan pada tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai perusahaan yang

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat membawa pengaruh

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan berkomunikasi tidak hanya dilakukan oleh individu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan berkomunikasi tidak hanya dilakukan oleh individu sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berkomunikasi tidak hanya dilakukan oleh individu sebagai makhluk yang mutlak memerlukan aktifitas berkomunikasi demi terselenggaranya kelangsungan

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penyandang

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR OLEH : IRWAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK IRWAN EFENDI. Strategi

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNGJAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012)

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012) 4.1 Sasaran dan Arahan Tahapan Pencapaian. Bab empat (IV) ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman tahun 2012-2016 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pukul 20:09 WIB] 1 [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011,

BAB I PENDAHULUAN. pukul 20:09 WIB] 1  [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan saat ini, menempatkan unsur kelembagaan sebagai salah satu faktor penting untuk menjamin keberhasilan dan kesinambungan pembangunan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang pada dasarnya merupakan jawaban

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA)

RENCANA KERJA (RENJA) RENCANA KERJA (RENJA) KECAMATAN JURAI TAHUN 2018 KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN Salido, 2017 Rencana Kerja Kecamatan IV Jurai Tahun 2018 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1. Pengertian CSR Definisi Corporate Social Responsibility yang biasanya disingkat CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dapat dikatakan sebagai salah satu aktor ekonomi dalam satu wilayah, baik itu wilayah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali) ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali) TESIS Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kerusakan lingkungan dan masyarakat (Prastowo dan Huda, 2011:39).

BAB I PENDAHULUAN. dalam kerusakan lingkungan dan masyarakat (Prastowo dan Huda, 2011:39). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sering dipandang sebagai pedang bermata dua, perusahaan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar, namun di sisi lain perusahaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 22 TAHUN : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Corporate Social Resposibility (CSR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Corporate Social Resposibility (CSR) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Corporate Social Resposibility (CSR) Corporate social responsibility atau tanggung jawab social merupakan sebuah konsep yang sangat populer bagi dunia bisnis saat

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG KESETARAAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 132 13220 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

Lebih terperinci

lingkungan hidup. Atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas.

lingkungan hidup. Atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas. 2 lingkungan hidup. Atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas. Kegiatan CSR dilakukan sejak beberapa tahun belakangan ini, ini

Lebih terperinci