EVALUASI REHAB MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI REHAB MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN"

Transkripsi

1 57 EVALUASI REHAB MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN Deskripsi Umum Musholla Khoirus Subban berada di RT 03 RW 03 Desa Banjaran. Pada mulanya musholla ini lebih terkesan sebagai musholla keluarga, karena meskipun penggunaannya tidak terbatas pada sebuah keluarga, namun pengelolaan musholla tersebut dilakukan oleh sebuah keluarga. Keluarga tersebut adalah keluarga pendiri musholla tersebut, yaitu keluarga Kyai Bizi. Jamaah Musholla Khoirus Subban berasal dari sekitar musholla berjumlah dua puluh lima rumah tangga dengan jumlah rumah tangga rata-rata memiliki empat anggota rumah tangga. Adapun pekerjaan jamaah musholla adalah 40% sebagai buruh, 32% pedagang kecil, 12% penjahit, dan 16% PNS. Jamaah tersebut memiliki seorang tokoh agama dan tiga orang tokoh masyarakat pada tingkat desa. Pada awalnya dana yang digunakan untuk mengelola musholla berasal dari hasil dari tanah sawah seluas 316 m 2 yang diwakafkan oleh Kyai Bizi. Imam musholla setelah Kyai Bizi adalah Kyai Masduki Bizi, anak dari Kyai Bizi. Adapun pengurus musholla lama yang masih hidup hanya Kyai Masduki Bizi dan Masudi Bizi. Di dalam pengelolaan musholla tersebut, pengurus tidak diperbolehkan meminta sumbangan dari jamaah, hal tersebut sesuai dengan wasiat dari Kyai Bizi. Wasiat tersebut dibuat dengan alasan penarikan sumbangan dari jamaah dikhawatirkan akan memberatkan jamaah, sehingga jamaah menjadi enggan untuk beribadah di musholla tersebut. Model pengelolaan tersebut berlangsung sejak berdirinya musholla Tahun 1970 hingga sebelum rehab musholla ini. Model pengelolaan seperti tersebut di atas menyebabkan dana yang diperoleh untuk pengelolaan musholla sangat terbatas, akibatnya musholla tampak kurang terpelihara. Jamaah sudah lama mengeluhkan keadaan musholla tersebut, namun mereka tidak berani menyampaikan kepada Kyai Masduki karena model pengelolaan tersebut, hingga pada bulan puasa (Oktober) 2005 jamaah berani untuk mengungkapkannya pada Kyai Masduki dan bermaksud untuk merehab musholla. Pada awalnya Kyai Masduki menolak dengan dasar wasiat ayahnya dan tidak ingin membebani jamaah, namun setelah diberi penjelasan bahwa keinginan tersebut benarbenar dari jamaah, maka Kyai Masduki pun mengijinkannya.

2 58 Pada bulan yang sama dibentuklah panitia rehab sekaligus restrukturisasi pengurus musholla oleh jamaah. Sumber dana yang direncanakan panitia untuk kegiatan rehab tersebut berasal dari sumbangan jamaah dan masyarakat Desa Banjaran, klentung (kotak amal) pada pelaksanaan Sholat Hari Raya dan pengajian rutin, hasil dari tanah wakaf, dan pengajuan proposal permohonan bantuan kepada Bupati Pemalang, namun proposal permohonan bantuan kepada Bupati Pemalang hingga pelaksanaan rehab musholla tidak membuahkan hasil, sehingga dana rehab musholla murni berasal dari masyarakat. Sumbangan masyarakat tidak hanya berupa uang, namun juga berupa material seperti semen, dan sumbangan tenaga. Rehab musholla yang sudah terlaksana meliputi pengeramikan lantai, pelapisan dinding dengan keramik setinggi 60 cm, pemasangan kipas angin, penggantian pintu dan jendela, pemasangan lubang angin, serta pengecatan ulang dinding musholla. Pelaksanaan rehab berlangsung selama 20 hari secara gotong royong. Panitia hanya membayar tenaga profesional yaitu bagi tukang kayu dan tukang batu, sedangkan masyarakat yang membantu rehab hanya disediakan makanan kecil, minuman, dan rokok. Panitia berdasarkan aspirasi dari jamaah juga bermaksud untuk merehab tempat wudu, namun karena dana yang ada sudah habis, maka untuk sementara kegiatan hanya sampai pada fisik musholla tersebut. Pada rehab fisik tersebut pun masih belum benar-benar selesai, kayu pada jendela dan pintu baru pada musholla tersebut belum bisa dicat, karena kendala dana tersebut. Namun demikian berdasarkan hasil wawancara, para jamaah merasa bombong (lega), kini mereka merasa nyaman untuk beribadah di Musholla Khoirus Subban tersebut, dan kenyamanan beribadah akan mempengaruhi kekhusuan dalam beribadah. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kegiatan rehab musholla tersebut tidak berkaitan langsung dengan pengembangan ekonomi masyarakat, sebab kegiatan tersebut tidak bernilai ekonomis namun bernilai sosial religi. Rehab musholla dimaksudkan agar para jamaah dapat melaksanakan ibadah dengan nyaman, sehingga ibadah dapat dilaksanakan dengan khusu. Di samping itu, dengan turut serta membantu rehab musholla, masyarakat mempunyai keyakinan dan dorongan religi untuk memperoleh pahala.

3 59 Meskipun kegiatan tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan pengembangan ekonomi masyarakat, namun ada keyakinan religi yang menghubungkan dengan aspek ekonomi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, masyarakat meyakini bahwa dengan ibadah yang khusu maka akan mendekatkan diri mereka dengan Allah SWT, sehingga mereka yakin, dengan dekatnya mereka denga Allah SWT, maka mereka akan hidup berkecukupan. Kehidupan yang berkecukupan dalam hal ini mencakup dua aspek, yaitu cukup dalam arti secara material dicukupi oleh Allah SWT, dan cukup dalam arti apapun yang mereka dapatkan dan miliki terasa cukup. Keyakinan religi telah mendorong masyarakat untuk rela memberikan sumbangan baik uang maupun tenaga, namun disayangkan pemanfaatan hal tersebut baru sebatas untuk fisik bangunan musholla, padahal sumbangan tersebut dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi sebagaimana penjelasan Qardhawi (1995). Islam, sebagai agama yang dipeluk masyarakat tersebut mempunyai ajaranajaran mulia berupa kewajiban dan anjuran untuk menyisihkan harta untuk diberikan kepada pihak yang membutuhkan, yang disebut sebagai zakat, dan shodaqoh. Penggunaan sumbangan tersebut di dalam Islam tidak hanya berfungsi untuk membangun tempat ibadah, namun juga membangun ekonomi masyarakat. Jadi kegiatan rehab tersebut memang tidak secara langsung berhubungan dengan pengembangan ekonomi masyarakat, namun keyakinan, motivasi, dan nilai religi yang ada dapat dipergunakan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat. Keyakinan akan rasa cukup pada harta akan membendung sifat tamak, sehingga penggunaan cara-cara buruk untuk mendapatkan harta dapat dihindarkan. Dengan demikian melalui kegiatan musholla, ekonomi masyarakat agar dapat lebih diperhatikan. Pengembangan Modal Sosial Sumber-sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat merupakan modal. Modal tersebut berupa modal manusia, modal fisik, modal finansial, dan modal yang disetarakan dengan modal-modal tersebut yaitu modal sosial, karena dapat dikelola menjadi suatu aktivitas gerakan sosial yang melibatkan sekelompok orang yang dicirikan oleh adanya kerjasama, tujuan yang tegas, serta kesadaran dan kesengajaan (Daryanto, 2004). Selanjutnya Daryanto menjelaskan bahwa pengelolaan modal sosial dapat menyumbang pada pembangunan ekonomi

4 60 karena adanya jaringan, norma, dan kepercayaan di dalamnya yang menjadi kolaborasi sosial untuk kepentingan bersama. Modal sosial menurut Putnam (1993a) cenderung kepada ciri-ciri organisasi sosial, yaitu jaringan, norma-norma, dan kepercayaan. Struktur masyarakat juga merupakan bentuk modal sosial ( Dasgupta dan Ismail Serageldin, 2000). Fukuyama (2001) juga melihat gotong-royong sebagai modal sosial dengan alasan hal tersebut merupakan wujud kemampuan yang timbul dari rasa percaya masyarakat. Kerjasama dalam aktivitas gotong royong tersebut dilandasi oleh norma-norma informal dalam masyarakat. Masyarakat berpartisipasi aktif dalam kegiatan rehab tersebut. Partisipasi dilakukan secara sukarela oleh masyarakat. Penggalangan partisipasi tersebut dilakukan oleh masyarakat yang diamanahkan kepada panitia rehab. Kegiatan rehab musholla yang dilakukan oleh masyarakat Desa Banjaran merupakan kegiatan gotong royong yang secara otomatis mengandung modal sosial di dalamnya. Kerjasama antar warga terlihat dengan adanya partisipasi dari masyarakat dalam memberikan sumbangan baik uang, material, maupun tenaga, sedangkan secara operasional langsung dilaksanakan oleh panitia rehab yang juga berasal dari masyarakat. Masyarakat melakukan rehab musolla karena merasa prihatin dengan keadaan musholla yang kurang terpelihara, dan adanya keinginan untuk melakukan ibadah dengan tenang dan khusu. Dengan demikian kegiatan rehab tersebut dilandasi oleh modal sosial berupa nilai-nilai solidaritas dan religi. Modal sosial tersebut telah terlembaga ke dalam organisasi sosial berupa jamaah musholla yang dilengkapi dengan pengurus musholla dan panitia rehab. Modal sosial yang ada di masyarakat tersebut menunjukkan kuatnya ikatan intra komunitas dan tingginya modal sosial masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kegiatan rehab musholla tersebut yang digerakkan oleh modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Empat sumber dana yang direncanakan oleh panitia, namun hanya tiga sumber dana dari masyarakat dapat terealisasi, yaitu dari sumbangan jamaah dan masyarakat, klentung, dan hasil tanah wakaf, sedangkan proposal yang diajukan kepada Bupati Pemalang belum terealisasi. Modal sosial masyarakat tinggi sedangkan pemerintah kurang berfungsi, sehingga dalam kuadran dimensi modal sosial kegiatan tersebut berada pada kuadran coping. Dimensi integritas organisasional dan sinergitas antara tokoh agama dan pemerintah tidak berjalan dengan baik. Dimensi modal sosial dalam kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam kuadran berikut :

5 61 Gambar 5. Kuadran Dimensi Modal Sosial Rehab Musholla Khoirus Subban Functioning Goverment Latent Conflict Social-Economic well being Modal Sosial rendah Rendah Conflict Coping Modal Sosial tinggi Tinggi Rehab Musholla Disfunctioning Goverment Selain solidaritas dan nilai religi, modal sosial yang ada di Desa Banjaran tersebut juga berupa kepemimpinan tokoh agama. Meskipun dalam kegiatan rehab tersebut ada semacam ketidak patuhan jamaah pada kyai, namun hal tersebut hanya karena kesalahpahaman. Pada dasarnya masyarakat cukup patuh pada kyai, sehingga untuk mengutarakan maksud merehab musholla secara partisipatif tertunda sekian lama. Gillin (dalam Soemardjan & Soemardi, 1964) menjelaskan bahwa kelembagaan dapat terdiri dari aksi, ide, kebiasaan, dan seperangkat adat. Berdasarkan pendapat Uphoff (1992), norma juga merupakan kelembagaan. Sementara itu berdasarkan Polak (1966) kelembagaan merupakan sebuah sistem peraturan-peraturan yang bertujuan mengatur pola hubungan antar manusia di dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, kegiatan rahab musholla tersebut mempunyai unsur kelembagaan. Kegiatan rehab tersebut merupakan aksi bersama yang mempunyai aturan-aturan dalam pola hubungan antar manusia. Kelembagaan dalam kegiatan rehab tersebut sudah berwujud organisasi sosial, yaitu jamaah musholla yang mempunyai pengurus, dan membentuk kepanitiaan dalam melaksanakan rehab musholla tersebut. Kegiatan tersebut termasuk kategori kelembagaan participatory karena kelembagaan tersebut muncul dan dikelola oleh masyarakat secara partisipatif. Pelayanan dan peran serta dalam kegiatan rehab tersebut berjalan dengan seimbang, masyarakat berperan aktif dalam pelaksanaan

6 62 rehab, dan panitia mengkoordinir dan melaksanakan rehab tersebut guna memberikan kenyamanan bagi jamaah dalam melaksanakan ibadah, sedangkan pengelolaan (governance) dilakukan dengan baik, hal itu terlihat dari berhasilnya kegiatan rehab sejauh ini. Sebuah kelembagaan dengan keseimbangan antara peran serta dan pelayanan, serta dengan pengelolaan yang baik, maka kelembagaan tersebut akan bersifat sustain (berkelanjutan). Dengan demikian kelembagaan tersebut dapat digambarkan dalam kuadran berikut : Gambar 6. Kuadran Tipologi Kelembagaan Rehab Musholla Khoirus Subban Semi Sustain kendala manajemen Good Governance Sustain Rendah Keseimbangan pelayanan dengan peran serta Tinggi Keseimbangan pelayanan dengan peran serta Tidak Sustain Semi Sustain kendala governance Bad Governance Sztompka (2004) memberikan batasan definisi gerakan sosial sebagai berikut : 1. Adanya tindakan bersama (kolektif), 2. Mempunyai tujuan bersama untuk suatu perubahan, 3. Kolektifitas lebih rendah dari organisasi formal, 4. Tindakan spontanitas dan tak terlembaga. Jadi gerakan sosial merupakan tindakan kolektif masyarakat yang bermaksud mengadakan suatu perubahan sesuai dengan tujuan bersama melalui pengorganisasian yang longgar tak terlembaga. Gerakan sosial bukanlah suatu kerumunan, oleh karena itu Giddens (1979) membatasi gerakan sosial dengan adanya tujuan bersama dan tujuan tersebut bukan hanya sementara, namun mempunyai tujuan jangka panjang (Sunarto, 1993). Berdasarkan pendapat Gidden dan Sunarto tersebut, penulis kurang sependapat dengan Sztompka yang membatasi gerakan sosial pada tindakan spontanitas dan tak

7 63 terlembaga. Gidden menjelaskan adanya tujuan bersama, dan Sunarto menambah bahwa tujuan tersebut dapat berupa tujuan jangka panjang, sehingga untuk mencapai tujuan jangka panjang tersebut tidak mungkin melalui tindakan spontanitas, bahkan diperlukan pelembagaan masyarakat dalam upaya mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kegiatan rehab Musholla Khoirus Subban yang merupakan bagian dari kegiatan musholla tersebut secara utuh merupakan sebuah gerakan sosial. Tujuan dari rehab tersebut adalah untuk mendapatkan kenyamanan dalam beribadah. Tujuan tersebut akan terus berlangsung dalam jangka panjang, dan mempunyai tujuan jangka panjang lainnya berupa kekhusukan dalam beribadah yang akan mempengaruhi seluruh hidup jamaah, sedangkan aras perubahan yang diharapkan berada pada perubahan orang perorang. Dengan demikian kegiatan tersebut mempunyai ayunan skala perubahan dari skala sebagian ke skala menyeluruh,sehingga tipe gerakan sosial tersebut berayun dari gerakan sosial tipe alternative ke tipe redemptive. Orientasi perubahan gerakan sosial tersebut adalah orientasi nilai, yaitu mendapat kekhusukan dalam melakukan sholat yang selanjutnya dapat menghasilkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Masyarakat melakukan kegiatan rehab karena adanya solidaritas yang muncul karena adanya nilai-nilai religi yang diyakini dan menjadi faktor internal yang memotivasi individu dan masyarakat untuk memberikan sumbangan dalam kegiatan tersebut. Dengan demikian locus of control yang dominan pada masyarakat ada pada faktor internal. Kegiatan Musholla Khoirus Subban sementara ini baru menekankan pada kegiatan fisik bangunan musholla, meskipun ada program pengajian rutin setiap Kamis malam, namun materi pengajian hanya bersifat spiritual dan kurang menggunakan potensi yang ada untuk pengembangan masyarakat lebih lanjut. Padahal dalam ajaran Islam, kegiatan musholla juga bisa meliputi aspek kesejahteraan lainnya disamping aspek mental spiritual. Secara kelembagaan, musholla bisa mengembangkan programprogram kesejahteraan lainnya, seperti santunan pada fakir miskin, pemberian modal, memberikan pendidikan etos kerja Islam, taktik bisnis Islam, kesehatan, dan sebagainya. Program tersebut dapat dilaksanakan dengan dana operasional dari zakat dan shodaqoh dari masyarakat, serta membuat jaringan dengan pihak-pihak terkait. Gerakan sosial masyarakat Desa Banjaran tersebut dapat diperkuat melalui pengerahan sumber daya secara lebih optimal baik berupa kepemimpinan, organisasi

8 64 dan keterlibatan musholla dalam aspek kehidupan masyarakat yang lain. Dengan demikian advokasi harus dilakukan. Sasaran advokasi dapat ditujukan kepada Pemerintah Desa Banjaran, Pemerintah Kabupaten Pemalang, serta Departemen Agama. Tujuan dari advokasi adalah agar musholla mendapat perhatian yang baik dari pemerintah, dan dapat dilibatkan dalam program kesejahteraan lainnya. Kebijakan dan Perencanaan Sosial Titmus dalam Suharto (2005b) mendefinisikan kata Kebijakan sebagai prinsipprinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu. Adapun Thomas Dye dalam Tjokroamidjojo (1988) mendefinisikan kebijakan sebagai apa yang dipilih oleh oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Conyers (1992) menjelaskan bahwa hak dasar yang dalam kata lain hak azasi manusia seperti hak hidup, menyatakan pendapat secara bebas, juga hak sosial seperti hak dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan, perumahan, atau berpartisipasi dalam pembangunan tersebut terangkum dalam kata Sosial. Berdasarkan pengertian kebijakan dan sosial tersebut, maka kebijakan sosial dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan pemerintah sebagai pihak yang berwenang yang diarahkan kepada penanganan masalah-masalah sosial yang ada pada warga negara. Masalah-masalah sosial yang dimaksud menyangkut kebutuhan-kebutuhan dasar warga negara baik sandang, pangan, papan, terjaminnya kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Di dalam prosesnya, kebijakan sosial melalui tahapan perencanaan, yang berarti serangkaian tindakan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dari kebijakan sosial tersebut. Pengertian kebijakan sosial di atas menekankan pada tanggung jawab pemerintah, namun paradigma baru pembangunan menuntut adanya partisipasi aktif dari masyarakat, sehingga kebijakan sosial menjadi tanggung jawab negara dan masyarakat termasuk swasta. Kesejahteraan yang menjadi tujuan meliputi segenap aspek baik jasmani, rohani, maupun sosial sebagaimana penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun Kegiatan yang dilakukan oleh jamaah Musholla Khoirus Subban tersebut bukan merupakan kebijakan sosial kaena murni dari masyarakat, oleh karena itu pembahasan

9 65 kebijakan sosial dilakukan dalam perspektif masyarakat, artinya masyarakat seolah-olah bertindak sebagai pemerintah yang melakukan pengaturan, yaitu pengaturan untuk diri sendiri. Jadi kebijakan sosial tersebut berada pada aras masyarakat sendiri yang dioperasionalkan oleh pengurus musholla untuk memberikan pelayanan pada jamaah, dengan peranserta aktif dari jamaah dan masyarakat. Proses penyusunan kebijakan dalam kegiatan musholla ini memang tidak sepenuhnya sistematis dan tertulis. Panitia tidak menuliskan perencanaannya secara terpisah melainkan dalam penyusunan proposal. Berdasarkan proposal permohonan bantuan bagi rehab musholla, visi dari kegiatan ini adalah terciptanya keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, sedangkan misinya adalah mendapatkan kenyamanan dalam beribadah. Selanjutnya sasaran kegiatan, dana yang direncanakan, macammacam kegiatan, dan susunan kepanitiaan juga tertulis dalam proposal tersebut. Namun semua hal tersebut tidak ditulis secara rinci. Deskripsi dan pembagian tugas, rincian kegiatan, dilakukan secara lisan dalam rapat-rapat panitia. Bahkan penggantian jendela dan pintu musholla tidak terencana dalam rapat panitia, namun hanya hasil obrolan santai setelah pengeramikan lantai. Proses tersebut menunjukkan perencanaan yang kurang sistematis, akibatnya anggaran yang dibutuhkan membengkak. Untuk memperoleh hasil yang lebih optimal, perencanaan dibuat secara lebih sistematis dan matang. Di dalam kegiatan rehab tersebut, faktor dana masih menjadi kendala, sehingga kegiatan rehab harus disesuaikan pula dengan anggaran yang direncanakan dengan baik. Berdasarkan visi dan misi kegiatan rehab tersebut, maka kesejahteraan yang hendak dicapai adalah kesejahteraan dalam aspek rohani. Aspek lainnya hanya merupakan tujuan lanjut dari aspek rohani tersebut. Kegiatan yang memperkuat pencapaian aspek rohani tersebut adalah pengajian rutin setiap Kamis malam. Guna memperkuat kapasitas jamaah, kegiatan pengajian dapat divariasi dengan materi etika Islam, etos kerja Islam, taktik dagang Islam, ekonomi Islam, dan sebagainya. Programprogram untuk kebutuhan fisik juga perlu direncanakan, karena musholla mempunyai potensi untuk melaksanakan program-program tersebut.

10 66 Evaluasi Umum Kegiatan rehab Musholla Khoirus Subban berjalan dengan partisipasif. Modal sosial telah berkembang dalam bentuk kelembagaan, serta menjadi unsur gerakan sosial. Ketiga aspek tersebut, baik modal sosial, kelembagaan, dan gerakan sosial musholla perlu untuk lebih diperkuat kembali. Penguatan terhadap kelembagaan berarti penguatan terhadap modal sosial, sedangkan untuk memperkuat gerakan sosial, maka kapasitas kelembagaan harus diperkuat terlebih dahulu. Selama ini musholla hanya terkesan sebagai tempat ritual ibadah, baik sholat maupun pengajian. Padahal fungsi musholla yang sebenarnya tidak hanya sebatas ritual ibadah saja. Sosialisasi tentang fungsi musholla yang selengkapnya harus dilaksanakan, sehingga masyarakat dengan modal sosial yang ada dapat terkoordinir lebih baik. Bermodalkan keyakinan dan kepatuhan kepada agama yang tinggi, maka kepercayaan antar warga dapat terbangun lebih tinggi, karena Islam telah mengajarkan pentingnya kejujuran, keadilan, dan etika baik dalam berhubungan antar manusia sehari-hari maupun dalam hubungan yang bersifat ekonomis. Kegiatan rehab musholla tersebut tidak diprogramkan secara rutin, kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan keperluan saja, sehingga pelaksanaan kegiatan kurang optimal. Melalui pemrograman yang terukur kendala yang mungkin muncul akan dapat diantisipasi, kebutuhan-kebutuhan dapat diprioritaskan secara tepat.

KAPASITAS KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN

KAPASITAS KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN 67 KAPASITAS KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN Kepemimpinan Kepemimpinan di dalam kelembagaan musholla yang dimaksud adalah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pengurus Musholla Khoirus Subban. Gaya

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN

RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN 80 RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN Latar Belakang Program Musholla sebagai pusat ibadah bagi jamaah musholla selain berfungsi sebagai tempat menjalankan ibadah juga merupakan

Lebih terperinci

ANALISA KAPASITAS MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN

ANALISA KAPASITAS MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN 73 ANALISA KAPASITAS MUSHOLLA KHOIRUS SUBBAN Kapasitas musholla meliputi faktor kepemimpinan, proses perencanaan program, pelaksanaan program, alokasi sumber daya, dan hubungan dengan pihak luar. Kapasitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemberdayaan masyarakat lokal yang diisyaratkan oleh Undangundang. Nomor 32/2004 telah menuntut pihak praktisi pengembang masyarakat, baik itu aparat pemerintah,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPALA DESA MADU SARI KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DESA MADU SARI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

KEPALA DESA MADU SARI KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DESA MADU SARI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG KEPALA DESA MADU SARI KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DESA MADU SARI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DESA MADU SARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN 2011-2016 A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN 2011-2016 Visi Pembangunan Jangka Menengah secara hirarki adalah suatu kondisi yang akan dicapai dalam rangka merealisir keadaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat

Lebih terperinci

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya, KUSP (KUSP) Gotong Royong

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2015 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Pembangunan Daerah Dalam kampanye yang telah disampaikan, platform bupati terpilih di antaranya sebagai berikut: a. Visi : Terwujudnya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan serta memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 12, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran otentik Kabupaten Rejang Labong dalam 5 (lima) tahun mendatang pada kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati terpilih untuk periode RPJMD

Lebih terperinci

VISI DAN MISI DESA BANJARAN

VISI DAN MISI DESA BANJARAN VISI DAN MISI DESA BANJARAN 2015-2020 Visi Visi adalah suatu pandangan kedepan yang harus dicapai dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh suatu wilayah yang akan menjadi komitmen

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA ADAT DAN/ATAU KEMASYARAKATAN DI DESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA ADAT DAN/ATAU KEMASYARAKATAN DI DESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA ADAT DAN/ATAU KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Pola Asuh Orang Tua Anak Usia Dini Di Kampung Adat Benda Kerep

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Pola Asuh Orang Tua Anak Usia Dini Di Kampung Adat Benda Kerep BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Ada terdapat banyak bentuk pola asuh orang tua dan dalam praktiknya orang tua tidak hanya memberlakukan satu jenis pola asuh secara konsisten sejak anak lahir

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh 11 II.TINJAUAN PUSTAKA Setelah merumuskan latar belakang masalah yang menjadi alasan dalam mengambil masalah penelitian, pada bab ini penulis akan merumuskan konsepkonsep yang akan berkaitan dengan objek

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki hak asal

Lebih terperinci

TATA NILAI, BUDAYA KERJA, DAN KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI BIRO SUMBER DAYA MANUSIA KEMENRISTEKDIKTI JAKARTA 2018

TATA NILAI, BUDAYA KERJA, DAN KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI BIRO SUMBER DAYA MANUSIA KEMENRISTEKDIKTI JAKARTA 2018 TATA NILAI, BUDAYA KERJA, DAN KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI BIRO SUMBER DAYA MANUSIA KEMENRISTEKDIKTI JAKARTA 2018 DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan pengertian nilai dengan nilai social. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Organisasi Kepemudaan Dalam Pembinaan Pribadi Yang Partisipatif Di Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Organisasi Kepemudaan Dalam Pembinaan Pribadi Yang Partisipatif Di Masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terbentuknya kepribadian yang partisipatif dalam kehidupan bermasyarakat sudah menjadi suatu keharusan khususnya di kalangan pemuda belakangan ini. Harapan

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Presiden tentang Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang Undang D

2017, No menetapkan Peraturan Presiden tentang Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang Undang D LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.226, 2017 KESRA. Keluarga. Pemberdayaan dan Kesejahteraan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 72 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN - 107 - BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : bahwa sebagai wujud pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Bukti Instrumen PKKS Kompetensi 1 Kepribadian Dan Sosial

Bukti Instrumen PKKS Kompetensi 1 Kepribadian Dan Sosial Bukti Instrumen PKKS Kompetensi 1 Kepribadian Dan Sosial Apa yang perlu disiapkan Kepala Sekolah untuk bukti PKKS pada Kompetensi Kepribadian dan Sosial? BUKTI ISTRUMEN PKKS Kompetensi : Kepribadian dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

Pembangunan Desa di Era Otonomi Daerah

Pembangunan Desa di Era Otonomi Daerah Seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka Penyelenggaraan pemerintahan di daerah khususnya kabupaten/kota dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Dari keseluruhan proses analisis dan pembahasan untuk merumuskan arahan penataan lingkungan permukiman kumuh di Wilayah Kecamatan Semampir melalui pendekatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERTAURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya. Sumber daya atau penggerak dari suatu organisasi/instansi yang merupakan suatu penegasan kembali

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan visi dan misi jangka menengah daerah yang dituangkan dalam dokumen RPJMD adalah merupakan penjabaran dari visi misi Walikota/Wakil Walikota terpilih Sejalan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN ORGANISASI LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

Berdasarkan UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional (sisdiknas), disebutkan dalam pasal 1 ayat (14), Pendidikan

Berdasarkan UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional (sisdiknas), disebutkan dalam pasal 1 ayat (14), Pendidikan I. PENDAHULUAN Berdasarkan UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas), disebutkan dalam pasal 1 ayat (14), Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada

Lebih terperinci

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan di lapangan dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif menjadi tuntutan di era globalisasi yang sangat erat kaitannya dengan persaingan dan keterbatasan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang

Lebih terperinci

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG Dalam bagian ini akan disampaikan faktor yang mempengaruhi kapasitas kelompok yang dilihat dari faktor intern yakni: (1) motivasi

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 1.1. Latar Belakang Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Instansi Pemerintah (LKJiP) Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I : PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 2. Pokok-pokok Permasalahan

BAB I : PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 2. Pokok-pokok Permasalahan BAB I : PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pada era reformasi ini, pemerintah masih tetap memiliki komitmen dalam penanggulangan kemiskinan, sebagai salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA LEMBAGA MASJID NUR HIDAYAH

ANGGARAN RUMAH TANGGA LEMBAGA MASJID NUR HIDAYAH ANGGARAN RUMAH TANGGA LEMBAGA MASJID NUR HIDAYAH BAB I USAHA Pasal 1 Amal Usaha, Program, dan Kegiatan 1. Lembaga Masjid Nur Hidayah dapat melakukan amal usaha di segala bidang kehidupan dengan cara yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 97

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pemberdayaan Masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pemberdayaan Masyarakat 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah pengembangan diri dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. Pada bab ini, merupakan data yang disajikan dari hasil penelitian di kelurahan Ukui.

BAB III PENYAJIAN DATA. Pada bab ini, merupakan data yang disajikan dari hasil penelitian di kelurahan Ukui. BAB III PENYAJIAN DATA Pada bab ini, merupakan data yang disajikan dari hasil penelitian di kelurahan Ukui. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang kinerja pengelola zakat Masjid Raya Nurul

Lebih terperinci

STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN

STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN Forum Pengurangan Risiko Bencana Jawa Barat adalah sebuah wadah yang menyatukan para pihak pemangku kepentingan (multi-stakeholders) di Jawa

Lebih terperinci

Keluarga kurang mampu tersebut didorong dan. C. Pemberdayaan Bidang Wirausaha bagi Ibu/Wanita. IV. STRATEGI PENGEMBANGAN

Keluarga kurang mampu tersebut didorong dan. C. Pemberdayaan Bidang Wirausaha bagi Ibu/Wanita. IV. STRATEGI PENGEMBANGAN Jika banyak anak usia 6-15 tahun yang belum atau tidak sekolah karena orang tuanya tidak mampu, maka anggota Posdaya perlu mengadakan upaya gotong royong agar anak-anak tersebut bisa sekolah. Misalnya

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN

Lebih terperinci