BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain. Penelitian mengenai kaitan antara The Green Belt Movement dan lingkungan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain. Penelitian mengenai kaitan antara The Green Belt Movement dan lingkungan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa tinjauan pustaka berupa hasil penelitian, jurnal maupun artikel yang pernah ditulis oleh peneliti lain. Penelitian mengenai kaitan antara The Green Belt Movement dan lingkungan hidup di Kenya pernah dilakukan oleh Desi Efrika Devita dan Tri Joko Waluyo tahun 2014 dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Gerakan Sabuk Hijau (The Green Belt Movement) terhadap Kebijakan Pemerintah Kenya dalam Menjaga Keasrian Lingkungan Hidup di Kenya. Dalam penelitian tersebut dibahas pengaruh The Green Belt Movement diawali dengan memaparkan kondisi dan kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di Kenya seperti krisis kayu bakar, deforestasi dan pertanian subsisten. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Devita dan Waluyo ini menggunakan perspektif Green Thought yang menumbuhkan kesadaran mengenai masalah-masalah kelangkaan sumber daya, hujan asam, penipisan ozon dan pemanasan global. Dalam pembahasannya, dibahas kerusakan lingkungan di Kenya dan aspek yang menyebabkan kerusakan lingkungan, permasalahan yang terjadi terhadap perkembangan organisasi The Green Belt Movement di Kenya baik dari kalangan pemerintah dan masyarakat. Walaupun penelitian ini memiliki kesamaan dari segi negara dan isu yang dibahas, namun penelitian ini lebih menekankan peran The Green Belt Movement terhadap perempuan khususnya terkait isu gender dalam penyelamatan lingkungan 8

2 9 di Kenya yang dilihat dari perspektif ekologi dan feminisme. Selain itu dalam penelitian ini hanya mengambil satu masalah lingkungan yang terjadi di Kenya yaitu deforestasi yang salah satunya berpengaruh dalam pemenuhan kayu bakar bagi kaum perempuan Kenya. Penelitian Devita dan Waluyo akan membantu penulis dalam memahami pengaruh The Green Belt Movement dalam menjaga keasrian lingkungan hidup di Kenya yang salah satunya adalah masalah deforestasi di Kenya. Penelitian kedua yang penulis gunakan sebagai kajian pustaka adalah Ekofeminisme dan Peran Perempuan dalam Lingkungan ditulis oleh Tri Marhaeni Pudji Astuti di tahun Penelitian Astuti ini membahas tentang ekofeminisme sebagai sebuah gerakan yang muncul di kalangan perempuan di berbagai profesi sebagai akibat dari adanya ketidakadilan terhadap perempuan yang selalu dimitoskan dengan alam. Penelitian tersebut mengemukakan berbagai contoh peran perempuan dalam lingkungan hidup di berbagai negara. Pembahasan tentang lingkungan juga terkait dengan ekofeminisme sebagai implikasi kesadaran feminis yang tinggi di kalangan ilmuwan perempuan di perguruan tinggi di berbagai belahan dunia. Penelitian Astuti dapat membantu penulis dalam memberikan gambaran terkait kesadaran para perempuan feminis terhadap eksploitasi alam dan berperan dalam penyelamatan lingkungan hidup sehingga tercipta kehidupan yang ecofriendly dan women-friendly. Bagian akhir tulisan Astuti membahas implementasi dan kenyataan peran perempuan dalam lingkungan sekitar pada tataran lokal terdekat misalnya di

3 10 negara Jerman, Bukirna Faso, Korea dan Venezuela. Penelitian tentang Ekofeminisme dan Peran Perempuan dalam Lingkungan ini bisa memberikan gambaran tentang ekofeminisme dan gerakan perempuan dalam lingkungan seperti permasalahan yang akan dibahas di penelitian ini. Penelitian Astuti akan membantu dalam mengkaji permasalahan lingkungan yang dihadapi perempuan dengan studi kasus di Kenya yang ditinjau dengan perspektif Ekofeminisme. Tinjauan pustaka yang terakhir digunakan adalah penelitian yang berjudul Dimensi Politik Gerakan Perempuan: Suatu Survey Kepustakaan yang ditulis Machya Astuti Dewi tahun Dalam penelitiannya Machya Astuti Dewi berupaya mengkaji fenomena gerakan perempuan di beberapa negara dengan melihat isu-isu dan kepentingan apa yang diperjuangkan oleh kaum perempuan yang berkisar di antara masalah-masalah hak politik dan hukum bagi perempuan, kekerasan terhadap perempuan, kesempatan dan diskriminasi kerja, partisipasi politik dan representasi politik perempuan. Machya Astuti Dewi juga menuliskan dalam konteks politik seperti apa gerakan itu muncul dan berkembang. Ada beragam isu yang diperjuangkan perempuan. Perbedaan isu perempuan yang direpresentasikan menjadi penanda adanya perbedaan kepentingan perempuan. Selain itu konteks politik pendorong gerakan perempuan diantaranya adalah rezim otoritarian. Penelitian Machya Astuti Dewi ini akan membantu penulis dalam membahas fenomena gerakan perempuan melalui organisasi The Green Belt Movement dengan mengambil isu lingkungan sebagai gerakan perempuan dan politik di Kenya.

4 Kerangka Konseptual Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep dan satu teori yang akan mengkaji peranan The Green Belt Movement dalam mengatasi permasalahan deforestasi yang dialami Komunitas Perempuan Kenya: Konsep Peranan NGO Menurut Sushant (2010), Non Govermental Organization (NGO) dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan faktor-faktor yang berbeda seperti orientasi atau tingkat kerjasama. Jenis-jenis NGO dapat dikelompokkan menjadi NGO yang berorientasi amal (charitable orientation), berorientasi layanan (service orientation), berorientasi partisipatif (participatory orientation) dan berorientasi pemberdayaan (empowering orientation). Berdasarkan tingkatannya, NGO dapat dikelompokkan menjadi organisasi berbasis komunitas (community-based organization), organisasi berskala kota (city wide organization), NGO nasional (national NGOs) dan NGO internasional (international NGOs) (Sushant, 2010). Pentingnya kesadaran publik dan keterlibatan NGO dalam perlindungan lingkungan sudah diakui secara luas di seluruh dunia. NGO telah mengambil sejumlah langkah untuk mempromosikan debat dan diskusi tentang isu-isu lingkungan, di luar lingkup luas media populer dan sistem pendidikan. Advokasi dan kesadaran penting dalam mempromosikan konsep pembangunan berkelanjutan, konservasi sumber daya alam dan restorasi sumber daya alam. NGO dapat meningkatkan kepekaan para pembuat kebijakan tentang kebutuhan dan prioritas lokal. NGO sering bekerjasama dengan para pembuat kebijakan

5 12 untuk membuat kebijakan tentang kepentingan masyarakat miskin dan lingkungan dalam satu kesatuan. Dalam memberikan fasilitas pelatihan, baik di tingkat masyarakat dan pemerintah, NGO memainkan peran penting. Mereka juga dapat memberikan kontribusi yang signifikan dengan melakukan penelitian dan publikasi tentang isu-isu lingkungan dan pembangunan. Hal ini diperlukan untuk mendorong NGO lokal di berbagai negara yang mampu menyediakan dukungan terkait kebutuhan yang diperlukan masyarakat lokal (Agarwal, 2008, p.933). Environmental Non Govermental Organization (ENGO) adalah NGO yang aktivitasnya berfokus pada isu lingkungan. Jumlah ENGO terutama di negara berkembang semakin meningkat sekitar ENGO diperkirakan tahun 1980an (Samuel & Thanikachalam, 2003, p.433). The Green Belt Movement termasuk dalam NGO yang bergerak di bidang lingkungan. Terdapat enam peran penting NGO menurut UNEP (2003), yaitu development and operation of infrastructure, supporting innovation, demonstration and pilot projects, facilitating communication, technical assistance and training, research monitoring and evaluation dan advocacy for and with the poor. A. Development and Operation of Infrastructure Peran NGO dalam hal ini adalah organisasi yang berbasis masyarakat. Dimana NGO bekerjasama dalam mengembangkan dan membangun perumahan, menyediakan dan memelihara infrastruktur seperti toilet umum dan layanan pengumpulan limbah. Selain itu NGO juga dapat mengembangkan usaha yang berbasis perekonomian masyarakat. Dalam banyak kasus, NGO memerlukan

6 13 bantuan teknis atau saran dari lembaga pemerintah atau NGO tingkat yang lebih tinggi dalam menjalankan peran ini. B. Supporting Innovation, Demonstration and Pilot Projects NGO memiliki keuntungan memilih tempat tertentu untuk proyek-proyek yang inovatif dan menentukan terlebih dahulu lamanya waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan proyek, mengatasi beberapa kekurangan yang dihadapi pemerintah dalam hal ini. NGO juga bisa menjadi pilot untuk proyek-proyek pemerintah yang lebih besar berdasarkan kemampuan mereka untuk bertindak lebih cepat daripada birokrasi pemerintah. C. Facilitating Communication NGO menggunakan metode komunikasi interpersonal untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Dalam peran ini NGO berkomunikasi ke tingkat pembuatan kebijakan oleh pemerintah. NGO dapat memfasilitasi komunikasi dari masyarakat ke pemerintah dan dari pemerintah kepada masyarakat. Komunikasi kepada pemerintah terkait dengan hal menginformasikan tentang apa yang dipikirkan oleh orang lokal. Sedangkan informasi dari pemerintah terkait dengan rencana yang akan dilakukan pemerintah kepada masyarakat. Selain itu NGO juga memiliki peran dalam berbagi informasi secara horizontal yaitu dengan jaringan antara organisasi yang melakukan pekerjaan yang sama. D. Technical Assistance and Training Lembaga pelatihan dan NGO dapat mengembangkan bantuan dan pelatihan teknis dan pelatihan kapasitas yang digunakan untuk membantu pemerintah dan masyarakat.

7 14 E. Research, Monitoring and Evaluation Mendokumentasikan kegiatan dan melakukan monitoring secara partisipatif dengan berbagi hasil dengan masyarakat dan staf yang menjalankan program. F. Advocacy for and with the Poor Dalam beberapa kasus, NGO menjadi juru bicara bagi masyarakat miskin dan berusaha untuk mempengaruhi kebijakan dan program pemerintah atas nama mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara mulai dari demonstrasi dengan cara berpartisipasi dalam forum publik dan perumusan kebijakan pemerintah. Selain itu juga berperan dalam mempublikasikan hasil penelitian dari studi kasus yang dialami orang-orang marjinal. Dengan demikian NGO memainkan peran sebagai pendukung masyarakat dalam melaksanakan program pemerintah, agitator dan mediator (UNEP, 2003, pp. 4-5) Konsep Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan perempuan menjadi agenda penting dalam deklarasi untuk aksi dalam Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk semua tahun 1990, Konferensi PBB tahun 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan, Konferensi Hak Asasi Manusia tahun 1993, Konferensi Internasional tahun 1994 tentang Kependudukan dan Pembangunan, Pertemuan Dunia untuk Pembangunan Sosial dan Konferensi Regional tahun 1995 tentang Perempuan. Hal ini meningkatkan apresiasi dan pemahaman tentang pentingnya perempuan dalam proses pembangunan (United Nations Population Information Network, n.d).

8 15 Menurut Warth dan Koparanova (2012), pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai proses sosial multi dimensi yang membantu orang untuk mendapatkan kontrol atas kehidupan mereka sendiri. Ini adalah proses yang menumbuhkan kekuatan yakni kapasitas untuk melaksanakan pada orang, untuk digunakan dalam kehidupan mereka sendiri, komunitas mereka, dan dalam masyarakat mereka, dengan bertindak pada isu-isu yang penting bagi mereka (seperti dikutip dalam Page dan Czuba, 1999 ). Pemberdayaan dalam konteks ini berarti wanita mendapatkan lebih banyak kekuasaan dan kontrol atas kehidupan mereka sendiri. Dengan demikian, dapat dikonseptualisasikan sebagai proses penting dalam mencapai kesetaraan gender (Warth & Koparanova, 2012, p.5). Menurut United Nations Population Fund, perempuan yang berdaya memiliki rasa harga diri. Perempuan bisa menentukan pilihannya sendiri dan memiliki akses kesempatan atas sumber daya, memiliki kontrol atas hidupnya sendiri baik di dalam maupun di luar rumah. Selain itu perempuan juga memiliki kemampuan mempengaruhi arah perubahan sosial untuk tatanan sosial ekonomi yang lebih baik di skala nasional maupun internasional (Warth & Koparanova, 2012, p.6 seperti dikutip dalam UNDP, 2008). Kontribusi perempuan terhadap pembangunan berkelanjutan, pengetahuan dan keterampilan mereka harus diakui. Perempuan memiliki peran yang kuat dalam mendidik dan mensosialisasikan kepada anak-anak mereka, termasuk mengajar anak-anak mereka untuk peduli dan tanggung jawab dengan

9 16 memperhatikan penggunaan dan perlindungan sumber daya alam (Warth & Koparanova, 2012, p.10). Salah satu model strategi dalam pengarusutamaan isu gender dalam lingkungan adalah pemberdayaan perempuan yang mencakup aspek sebagai berikut (UNEP, n.d) : 1) Menciptakan lingkungan yang memberdayakan perempuan dan melibatkan mereka sebagai partner dalam upaya melestarikan tanah, air dan sumber daya alam. 2) Memberdayakan perempuan sebagai manajer sumber daya melalui peningkatan kapasitas individual dan organisasi, dan peningkatan akses kesempatan pendidikan. 3) Meningkatkan akses perempuan terhadap informasi, proses manajemen, pelatihan dan sistem hukum. 4) Mendukung, memperkuat dan melibatkan organisasi perempuan dan jaringannya pada isu-isu lingkungan. Memfasilitasi dialog dengan para ahli gender. 5) Mempromosikan kepemimpinan dan menjamin partisipasi politik perempuan. Selain itu melibatkan perempuan muda dalam praktik kepemimpinan. 6) Meningkatkan posisi perempuan dalam otoritas dan pembuatan keputusan di semua tingkatan. Pemberdayaan perempuan adalah sebuah proses. Hal yang pertama adalah masalah sudah teridentifikasi. Ini berarti bahwa kesenjangan gender yang terjadi dimana perempuan terus berada di posisi yang kurang menguntungkan

10 17 diidentifikasi dan diakui sebagai penting. Dalam proses ini penting untuk berkonsultasi dengan perempuan itu sendiri untuk lebih memahami kebutuhan dan kekhawatiran mereka. Kedua, berdasarkan analisis berbasis bukti ini, langkahlangkah kunci untuk membuat lingkungan yang aman dan adil, baik melalui kebijakan terkait pengarusutamaan gender. Ketiga, untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, perempuan harus menjadi agen perubahan dan karena itu membangun keterampilan dan kapasitas mereka sangat penting. Akhirnya, perempuan di semua tingkat kegiatan terkait pengambilan keputusan perlu dilibatkan dimana partisipasi secara penuh dan setara oleh para perempuan sangatlah penting (Warth & Koparanova, 2012, pp.10-11). Memberdayakan perempuan adalah sebuah proses yang meliputi baik penciptaan lingkungan yang kondusif bagi perempuan yang bebas dari diskriminasi, dan memperkuat kemampuan perempuan untuk mengambil kendali atas kehidupan mereka sendiri dan sepenuhnya berkontribusi untuk membawa perubahan yang dibutuhkan dalam masyarakat (Warth & Koparanova, 2012, p.23). Konsep pemberdayaan perempuan akan digunakan dalam melihat proses pemberdayaan perempuan yang dilakukan The Green Belt Movement, khususnya bagi perempuan desa dalam upaya konservasi hutan. Pemberdayaan perempuan/women s empowerment memiliki lima komponen yaitu (United Nations Population Information Network, n.d) : 1. Rasa dan harga diri sebagai perempuan (women's sense of self-worth)

11 18 2. Hak perempuan untuk memiliki dan menentukan pilihan (their right to have and to determine choices) 3. Hak untuk memiliki akses terhadap kesempatan dan sumber daya (their right to have access to opportunities and resources) 4. Hak untuk memiliki kekuatan untuk mengendalikan hidup mereka sendiri baik di dalam maupun di luar rumah (their right to have the power to control their own lives both within and outside the home) 5. Kemampuan dalam mempengaruhi arah perubahan sosial untuk menciptakan tatanan sosial ekonomi yang lebih adil secara nasional dan internasional (their ability to influence the direction of social change to create a more just social and economic order, nationally and internationally) Lima komponen pemberdayaan perempuan di atas akan digunakan untuk melihat sejauh mana dampak peran The Green Belt Movement dalam upaya pemberdayaan perempuan Kenya terhadap lingkungan di Kenya Ekofeminisme Dalam beberapa kurun waktu tertentu, kaitan antara gender dan lingkungan dalam pembangunan semakin meningkat. Baik dari segi kebijakan maupun praktiknya. Hubungan antara gender dan lingkungan dilihat sebagai sebuah integrasi dalam organisasi sosial dan ekonomi dimana bisa memediasi hubungan antara masyarakat dan lingkungannya. Gender juga dilihat sebagai dimensi kunci dari perubahan sosial yang ada di masyarakat, terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam (Masika & Joekes, n.d, p 95).

12 19 Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan dikenal memiliki sifat keibuan, lemah lembut, cantik dan emosional. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Terbentuknya perbedaan gender dikarenakan banyak hal diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial dan kultural dan melalui proses yang panjang (Fakih, 2013, pp. 8-9). Perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Secara umum stereotype adalah penandaan atau pelabelan terhadap suatu kelompok tertentu yang menimbulkan ketidakadilan karena perbedaan gender tersebut (Fakih, 2013, pp.7-23). Bias gender mengakibatkan beban kerja seringkali diperkuat dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai jenis pekerjaan perempuan seperti semua pekerjaan domestik dianggap dan bernilai lebih rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dianggap pekerjaan laki-laki serta dikategorikan sebagai bukan produktif sehingga tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara (Fakih, 2013, pp.7-23). Kata gender berkaitan dengan feminisme. Feminisme bukan merupakan suatu gerakan homogen yang bisa secara mudah diidentifikasi ciri-cirinya. Setiap

13 20 gerakan feminisme terdiri atas ideologi, perspektif serta teori yang berbeda-beda (Fakih, 2013, pp.77-78). Feminisme sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut (Fakih, 2013, p.99). Feminisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan di hadapan kaum laki-laki saja karena mereka sadar bahwa laki-laki terutama kelas proletar juga mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi, eksploitasi serta represi dari sistem yang tidak adil. Gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, hakikat feminisme adalah transformasi sosial dalam arti tidak melulu memperjuangkan soal perempuan belaka (Fakih, 2013, pp ). Harding (1986) dan Shiva (1989) membuat kerangka dialektika yang menjelaskan dua prinsip ideologi antara feminitas dan maskulinitas. Menurut Harding dan Shiva feminitas dan maskulinitas adalah dua ideologi yang berbeda dan kontradiktif. Feminitas adalah ideologi yang berciri kedamaian, keselamatan, kasih sayang dan kebersamaan. Sementara maskulinitas memiliki karakter persaingan, dominasi, eksploitasi dan penindasan. Sebagai prinsip, feminitas tidak mesti dimiliki oleh kaum perempuan juga maskulinitas tidak serta merta hanya dimiliki oleh laki-laki (seperti dikutip dalam Fakih, 2013, pp ). Menurut Shiva (1998), justru banyak perempuan dan aktivis feminisme yang menganut ideologi maskulinitas. Maskulinitas dalam proses sejarah menjadi ideologi yang dominan.

14 21 Menurut Shiva (1989) hasil dari merajalelanya prinsip maskulinitas adalah kekerasan terhadap kaum miskin dan perempuan, penghancuran alam dan lingkungan, penghancuran terhadap sistem pengetahuan lainnya yang non rasionalisme. Dalam perjalanannya maskulinitas mendominasi dan hegemonik (seperti dikutip dalam Fakih, 2013, pp ). Seperti halnya dengan teori yang lain, feminisme mengalami perkembangan dari masa ke masa. Para pemikir feminis berpikiran bahwa antara feminisme dan pembangunan dapat dibagi ke dalam 5 bentuk seperti dalam gambar di bawah ini. WID Women in Development Liberal Modernization Theory Restructuring Development Programs Welfare, Equity, Antipoverty, Efficiency, Empowerment WAD Women and Development Socialist Feminism Alternative Developmeny Dependency, Global Capitalism, Patriarchy GAD Gender and Development Radical Feminism Capitalism, Patriarchy and Racism WED Women, Environment and Development Feminist Political Ecology Sustainable Development Gendered Knowledges, Rights, Politics PAD Postmodernism and Development Postmodern Feminism Postdevelopment, Different Development Representation, Discourse, Local Knowledges Sumber : Peet dan Hartwick (2009, p.254) Gambar 2.1 Bentuk-bentuk Perkembangan Teori Feminisme Di awal tahun 1970an para feminis liberal Amerika mulai melihat teori modernisasi. Teori Women in Development (WID) mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi dan melibatkan para perempuan dalam proses pembangunan. Kontribusi dari para perempuan yang produktif merupakan

15 22 sebuah bentuk emansipasi (Hoogvelt, 1997). Namun WID gagal menjawab tantangan teori modernisasi tentang struktur power dan pertanyaan tentang penyebab dari opresi (Visvanathan, et al, 1997) (seperti dikutip dalam Manion, n.d, pp.2-3). Hingga akhir tahun 1970an, para feminis mulai menyadari bahwa kaum perempuan memang sudah menjadi bagian dari ekonomi (Visvanathan, et al, 1997). Konsep Women and Development (WAD) menjadi sebuah teori di tahun 1975 saat Konferensi Women and Development digelar di Meksiko, yang kemudian menjadi awal dari UN Decade of Women (Sturgeon, 1997). Teori ini kemudian menarik dari segi hubungan perempuan dalam proses pembangunan. Namun teori ini belum mampu juga menjelaskan tentang opresi yang terjadi. Baik WID dan WAD dikritisi oleh para feminis selatan dimana kedua teori ini dipandang sebagai produk feminis utara atau feminis barat yang mengarah pada neokolonialisme (Sturgeon, 1997 seperti dikutip dalam Manion, n.d, p.3). Pada tahun 1980an, fokus peran perempuan dalam pembangunan berubah menjadi perspektif sosialis. Teori Gender and Development (GAD) menawarkan sudut pandang yang lebih holistik dan mempertanyakan struktur power yang mengarah pada opresi. Di bawah teori GAD, baik laki-laki maupun perempuan menjadi agen dalam perubahan dan perempuan didorong untuk mengorganisir dirinya sebagai aktivis dan lobi untuk perubahan (seperti dikutip dalam Manion, n.d, p.3). Dalam perjalanannya, WID, WAD dan GAD dilihat terlalu antroposentrik atau terlalu terfokus pada manusia. Kemudian ideologi yang lebih holistik pun

16 23 dibentuk. Sebuah perspektif baru pun dibentuk untuk mengetahui kebutuhan lingkungan dan pertimbangan dalam pengaplikasian dalam model pembangunan. Women, Environment and Development (WED) muncul dan menjelaskan korelasi antara opresi terhadap perempuan dan opresi terhadap lingkungan. WED mengacu pada GED (Gender, Environment and Development) dan menjadi teori di tahun 1980an (seperti dikutip dalam Manion, n.d, p.4). Ekofeminisme muncul di tahun 1970an sebagai bentuk kesadaran hubungan antara perempuan dan alam. Istilah ini dikemukakan oleh penulis Perancis, Francoise d Eaubonne di tahun 1974 dengan mengajak wanita untuk melakukan penyelamatan lingkungan dunia. Ekofeminisme salah satu cabang feminis gelombang ketiga yang mencoba menjelaskan keterkaitan alam dan perempuan terutama yang menjadi titik fokusnya adalah kerusakan alam yang mempunyai keterkaitan langsung dengan penindasan perempuan. Ekofeminisme tidak hanya fokus pada subordinasi perempuan tetapi juga fokus pada subordinasi alam/lingkungan di bawah kepentingan manusia. Teori Ekofeminisme adalah salah satu cabang teori feminis yang mencoba menjelaskan keterkaitan alam dan perempuan. Fokus teori ini adalah kerusakan alam yang mempunyai hubungan langsung dengan penindasan perempuan. Teori Ekofeminisme ini muncul akibat ketidakpuasan akan arah perkembangan ekologi dunia yang semakin buruk. Vandana Shiva merupakan salah satu tokoh Ekofeminisme yang berasal dari India. Dalam buku yang berjudul Staying Alive: Women, Ecology and

17 24 Survival in India (1988), Shiva mengkritisi hubungan manusia dan manusia, lelaki dan perempuan serta hubungan antara manusia dan alam serta menyuarakan ideologi alternatif yang berlandaskan kearifan spiritualitas perempuan selatan. Shiva (1998) menjelaskan bagaimana kaum perempuan merupakan bagian yang erat dengan alam baik dalam imajinasi maupun praktik. Alam disimbolkan sebagai pengejewantahan prinsip feminim dan perempuan dipelihara oleh sifatsifat feminim agar mampu menciptakan kehidupan dan menyediakan makanan. Shiva menggambarkan dalam kosmologi India bahwa alam adalah Prakirti yang memiliki sifat aktif, sangat kuat dan tenaga produktif yang terbentuk dari dialektika antara penciptaan, pembaruan dan pemberian makanan segala bentuk kehidupan. Sedangkan manusia disebut sebagai Purusha yang merupakan prinsip feminim dan maskulin. Hubungan antara manusia dengan alam tidak dapat dipisahkan. Manusia dan alam hidup saling memelihara dan bukan terpisah dimana manusia yang mendominasi alam. Secara ontologis, manusia dan alam tidak terpisah demikian pula antara laki-laki dan perempuan. Ini disebabkan karena kehidupan dalam segala bentuknya tercipta dari prinsip feminim (Shiva, 1998, p.51). Pandangan dunia barat kontemporer tentang alam dipenuhi dengan dualisme antara laki-laki dan perempuan dan antara manusia dan alam. Berlawanan dengan ini, kosmologi India menyatakan manusia dan alam adalah dualime dalam kesatuan. Keduanya merupakan komponen yang tidak terpisahkan di alam ini baik dalam diri laki-laki dan perempuan. Harmoni dialektis antara lakilaki dan perempuan dan antara alam dan manusia ini menjadi dasar pemikiran dan

18 25 tindakan ekologis di India. Karena dari segi ontologis, tidak ada dualisme antara manusia dengan alam (Shiva, 1998, p.52). Ekofeminisme menekankan perlunya mengakhiri permainan kekuatan, dan mulai berbagi serta membangun solidaritas antar penghuni dunia sehingga setiap penghuni dapat tinggal dengan aman dan damai bersama-sama. Sehingga terbentuk kebudayaan dengan gaya hidup yang eco-friendly dan women-friendly (Astuti, 2012, p.52) Wangari Maathai, aktivitis lingkungan Kenya sekaligus pendiri The Green Belt Movement saat berbicara di World Women s Congress for a Healthy Planet di tahun 1991, secara singkat menyatakan posisi aktivis ekofeminisme bahwa sesuatu hal tidak akan terjadi begitu saja dan perempuan harus melakukan sesuatu (Taylor, 2005, pp ). Ekofeminisme akan digunakan untuk melihat gerakan The Green Belt Movement yang berfokus pada lingkungan dan menggerakan perempuan untuk upaya penyelamatan lingkungan hutan salah satunya dengan penanaman pohon. Selain itu karena The Green Belt Movement merupakan organisasi yang diinisiasi oleh kaum perempuan dengan Wangari Maathai sebagai penggerak pertamanya. Dimana perempuan memegang peranan utama dalam kebutuhan rumah tangga dan secara langsung permasalahan degradasi lingkungan mempengaruhi kehidupan perempuan. Melalui The Green Belt Movement akan dilihat bagaimana perempuan meningkatkan kapasitas diri melalui sebuah organisasi yang berdampak bagi kehidupan sosial, politik dan lingkungan di Kenya.

BAB I PENDAHULUAN. Kenya, 2013, p.18). Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization

BAB I PENDAHULUAN. Kenya, 2013, p.18). Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di antara negara-negara di Afrika Timur, Kenya kehilangan hutan secara signifikan mulai tahun 1990an hingga 2010 (Ministry of Forestry and Wildlife of Kenya, 2013,

Lebih terperinci

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

ETIKA LINGKUNGAN (Kuliah V)

ETIKA LINGKUNGAN (Kuliah V) ETIKA LINGKUNGAN (Kuliah V) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 Etika Kebiasaan, cara hidup yang baik Dibakukan menjadi Kaidah, norma, aturan Nilai-nilai & prinsip moral Pedoman hidup: Man-Manusia Man-Masyarakt

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

PERANAN THE GREEN BELT MOVEMENT DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KENYA TERHADAP LINGKUNGAN

PERANAN THE GREEN BELT MOVEMENT DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KENYA TERHADAP LINGKUNGAN PERANAN THE GREEN BELT MOVEMENT DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KENYA TERHADAP LINGKUNGAN 2007-2014 SKRIPSI Disusun oleh : Ni Putu Ary Pratiwi NIM : 1021105004 PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Masyarakat Dalam menanggulangi masalah kemiskinan perlu adanya suatu proses pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam menggali potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan diuraikan teori, pendapat dan hasil penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. 2.1 Konsep Shoushika Definisi shoushika ialah sebagai berikut

Lebih terperinci

PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN

PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN Sri Emiyanti Pusat Studi Wanita-Universitas Sumatera Utara Abstrak Tulisan ini menyajikan perkembangan wacana tentang jender sebagai

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan Bila model pembangunan yang berbasis kapitalisme tidak mampu mensejahterakan masyarakat, apa alternatifnya? Community Development/Community

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) Dr. Wartanto (Sekretaris Ditjen PAUD dan Dikmas) DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TUJUAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional. Definisi Global Profesi Pekerjaan Sosial Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 2 Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Program Pengembangan Masyarakat (Community Development), seharusnya disesuaikan dengan persoalan yang terjadi secara spesifik pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 1 Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Pengembangan Masyarakat (Community Development) merupakan konsep yang berkembang sebagai tandingan (opponent) terhadap konsep negarakesejahteraan

Lebih terperinci

RPKPS (4) KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN(KOMPETENSI) Introduction : 5% Perkenalan, Kontrak perkuliahan, RPKPS

RPKPS (4) KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN(KOMPETENSI) Introduction : 5% Perkenalan, Kontrak perkuliahan, RPKPS RPKPS Mata Kuliah : Politik dan Gender Kode/ Bobot : IPL 4142 / 2-0 Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini mengkaji berbagai isu dalam sistem politik yang dilihat dari sudut pandang teori analisis. Maka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga Karya Tulis PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

3/1/2018. Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals. Pembangunan harus BERKELANJUTAN

3/1/2018. Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals. Pembangunan harus BERKELANJUTAN Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals PEMBANGUNAN adalah usaha yang terus menerus dilakukan untuk menuju perubahan yang lebih baik menuju terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan

BAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan BAB V KESIMPULAN Konstitusi yang berlaku dari era sebelum dan setelah Revolusi 2011 untuk dapat menjamin kesetaraan gender dan penolakan diskriminasi bagi perempuan dan lakilaki tampaknya hanya hitam diatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Oleh; Agoes Moh. Moefad (NPM : 170130087012) Hamzah Turmudi (NPM : 170130087004) Zaenal Mukarom (NPM : 170230087001) Feminisme merupakan suatu gerakan emansipasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

Perbandingan PRA dengan RRA dan PAR

Perbandingan PRA dengan RRA dan PAR Perbandingan PRA dengan RRA dan PAR PRA SEBAGAI METAMORFOSIS DARI RRA 1 Participatory Rural Appraisal (PRA) seringkali dilekatkan dengan nama Robert Chambers, sehingga rasanya perlu dimunculkan pertanyaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian NGO dan Sustainable

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian NGO dan Sustainable 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian selanjutnya berkaitan dengan pengaruh NGO dalam pelestarian lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian NGO dan Sustainable Development:

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 3 Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Pengembangan Masyarakat (Community Development) berkembang sebagai kritik terhadap pendekatan kesejahteraan (welfare approach) atau pendekatan

Lebih terperinci

Sejarah Muncul dan Berkembangnya Konsep dan Teori tentang Gender. Ida Rosyidah

Sejarah Muncul dan Berkembangnya Konsep dan Teori tentang Gender. Ida Rosyidah Sejarah Muncul dan Berkembangnya Konsep dan Teori tentang Gender Ida Rosyidah Konsep Gender Gender sebagai istilah asing Gender sebagai fenomena sosial budaya Gender sebagai sebuah kesadaran sosial Gender

Lebih terperinci

PERANAN THE GREEN BELT MOVEMENT DALAM UPAYA KONSERVASI HUTAN DI KENYA TAHUN

PERANAN THE GREEN BELT MOVEMENT DALAM UPAYA KONSERVASI HUTAN DI KENYA TAHUN PERANAN THE GREEN BELT MOVEMENT DALAM UPAYA KONSERVASI HUTAN DI KENYA TAHUN 2007-2014 Ni Putu Ary Pratiwi 1), Putu Ratih Kumala Dewi 2), A.A Bagus Surya Widya Nugraha 3) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan

Lebih terperinci

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0 Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK Sebagai para pemimpin partai politik, kami memiliki komitmen atas perkembangan demokratik yang bersemangat dan atas partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda

Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Nusa Dua Bali, 25 26 Maret 2013 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah Oleh Kamalia Purbani Sumber: BUKU KRITIK & OTOKRITIK LSM: Membongkar Kejujuran Dan Keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia (Hamid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

Pengertian Paradigma. Paradigma I Normal Sc. Anomalies Crisis Revol Paradigma II

Pengertian Paradigma. Paradigma I Normal Sc. Anomalies Crisis Revol Paradigma II 1 Pengertian Paradigma Diperkenalkan oleh Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolution (1962), yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bukan berkembangan secara kumulatif, sebagaimana banyak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini,

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.I Kesimpulan Hasil penelitian ini menjawab beberapa hal, sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian tesis ini, yaitu: 1. Tahapan dan Bentuk Gerakan Lingkungan di

Lebih terperinci

Health for All NOW! Aditya Wardhana Indonesia AIDS Coalition Alumni IPHU

Health for All NOW! Aditya Wardhana Indonesia AIDS Coalition Alumni IPHU Health for All NOW! Aditya Wardhana Indonesia AIDS Coalition Alumni IPHU People Health Assembly 1 "I am here to show solidarity with fellow activists. There is a need to create a critical mass of people

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21, yang dideklarasikan pada Konferensi PBB tahun 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan, atau KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil; merupakan cetak biru

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu permasalahan mengenai lingkungan merupakan topik yang tidak pernah lepas dari pemberitaan sampai saat ini, mulai dari tingkat lokal, regional, nasional, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut

Lebih terperinci

Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan

Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan Onrizal Oktober 2008 Daftar Isi Pendahuluan Teori Etika Teori Etika Lingkungan Etika Lingkungan dan Politik Lingkungan 1 Pendahuluan Berbagai kasus lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.1 Kesimpulan Krisis ekonomi tahun 1998 memberikan dampak yang positif bagi kegiatan usaha rajutan di Binongjati. Pangsa pasar rajutan yang berorientasi ekspor menjadikan

Lebih terperinci

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk:

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk: PERENCANAAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS YANG INDEPENDEN PADA SEKTOR RELAWAN Pada tahun 1992, Dewan Perencanaan Sosial Halton bekerjasama dengan organisasi perencanaan sosial yang lain menciptakan Jaringan

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Berkendara sepeda motor sudah menjadi budaya pada masyarakat modern saat ini.kesan bahwa berkendara motor lebih identik dengan kaum adam nampaknya begitu kokoh dan membumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Belakangan ini hampir seluruh aktivis mengkampanyekan slogan Stop global

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Belakangan ini hampir seluruh aktivis mengkampanyekan slogan Stop global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belakangan ini hampir seluruh aktivis mengkampanyekan slogan Stop global warming. Spanduk, billboard, pamflet dan aksi penggalangan dana pun dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

Pelaku dan Praktek Pengembangan Masyarakat (Community Development)

Pelaku dan Praktek Pengembangan Masyarakat (Community Development) 4 Pelaku dan Praktek Pengembangan Masyarakat (Community Development) Negara adalah suatu entitas yang terdiri dari komponen Pemerintah, kalangan swasta, dan masyarakat, yang masing-masing punya peran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Saat ini total populasi penduduk Tiongkok tahun 2015 kurang lebih 1,49 milyar jiwa. Jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan gender pada posisi jabatan struktural di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, yang dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mayoritas penduduk dunia saat ini tinggal di kawasan perkotaan. Kecenderungan akan urbanisasi diperkirakan terus meningkat di kota-kota di berbagai belahan dunia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.320, 2017 KEMENPP-PA. Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Partisipasi Masyarakat. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

ALTERNATIF PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI ERA GLOBALISASI. Oleh: S U B I S U D A R T O ARTIKEL 22

ALTERNATIF PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI ERA GLOBALISASI. Oleh: S U B I S U D A R T O ARTIKEL 22 ALTERNATIF PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI ERA GLOBALISASI Oleh: S U B I S U D A R T O ARTIKEL 22 Pembangunan masyarakat industri Barat telah menghasilkan perubahan yang pesat, namun perkembangan sosial, ekonomi

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

Pemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan

Pemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan 6th UNEP TUNZA Southeast Asia Youth Environment Network (SEAYEN) Meeting Youth Statement pertemuan Panel Tingkat Tinggi di Bali pada kemitraan / kerjasama global (25-27 Maret, 2013) 26 Maret 2013 Pemuda

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASYARAKAT (KPM 231)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT (KPM 231) PENGEMBANGAN MASYARAKAT (KPM 231) Koordinator Matakuliah Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Website: http://skpm.fema.ipb.ac.id/

Lebih terperinci

PERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN. Ir. Suyatno, MKes

PERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN. Ir. Suyatno, MKes PERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN Ir. Suyatno, MKes Office : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Jl. Prof Sudarto, SH, Tembalang Semarang Selatan Contact : Hp. 08122815730, pin 2A031535

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK IAN UNY 2012 UTAMI DEWI

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK IAN UNY 2012 UTAMI DEWI ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK IAN UNY 2012 UTAMI DEWI utami.dewi@uny.ac.id STAKEHOLDER ANALYSIS Stakeholder analysis (SA)is a term that refers to the action of analyzing the attitudes of stakeholders towards

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers

Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers KRITIK CHAMBERS TERHADAP ORANG LUAR YANG BEKERJA DI MASYARAKAT 1 Pemikiran Robert Chambers selaku promotor dan pengembang metodologi PRA, tentu perlu dipahami Robert

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadilan dan kesetaraan gender telah menjadi isu global. Perubahan terjadi sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan keamanan dan kestabilan (security)

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beberapa negara di dunia menganut konsep patriaki, menurut Bhasin (Kartika, 2014:2), Jepang juga termasuk sebagi negara kapitalis yang menganut konsep patriaki di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

Pemberdayaan Peran Perempuan dalam Kegiatan Perdamaian

Pemberdayaan Peran Perempuan dalam Kegiatan Perdamaian Pemberdayaan Peran Perempuan dalam Kegiatan Perdamaian Dampak Konflik terhadap Perempuan dan Hubungan Jender. Peran Perempuan Sebagai Agen Konflik dan Perdamaian. Hambatan Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan

Lebih terperinci