HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bawang Merah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas yang sudah tidak asing lagi manfaatnya, yaitu sebagai bumbu dapur atau penyedap masakan sehari-hari. Bawang merah termasuk kedalam Divisio Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Asparagales (Liliiflorae), Famili Alliacea, Genus Allium, Spesies Allium ascalonicum L (Sumarni dan Sumiati, 1995 dikutip Djali, 2009). Bawang merah merupakan tanaman semusim sejenis rumput-rumputan, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai cm, membentuk rumpun dan berumbi lapis. Sistem perakaran bawang merah berbentuk akar serabut tidak panjang, bentuk daun bulat kecil dan memanjang seperti pipa. Bagian ujung daunnya meruncing, bagian bawahnya melebar dan membengkak serta daunnya berwarna hijau. Bagian pangkal umbi berbentuk cakram dan merupakan batang pokok tidak sempurna (rudimenter). Akar-akar serabut tumbuh dari bagian bawah cakram, sedangkan di bagian atas cakram diantara lapisan daun yang membengkak terdapat tunas yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Tunas ini dinamakan tunas lateral. Tunas apical terdapat di bagian tengah cakram dan kelak akan tumbuh menjadi bunga. Penampang melintang dan membujur umbi bawang merah serta bagian-bagiannya disajikan pada Gambar 1 dibawah ini. FTIP001630/001

2 Keterangan : A. Sosok utuh tanaman bawang merah B. Potongan melintang umbi bawang merah 1. Akar serabut 2. Cakram (batang pokok rudimenter) 3. Umbi lapis Gambar 1. Penampang Melintang dan Membujur Umbi Bawang Merah 4. Tunas lateral (kuncup) (Wibowo, 1999) 5. Daun muda Bawang merah memiliki umbi 6. Calon yang tunas berlapis-lapis dan dibungkus oleh lapisan pembungkus. Lapisan pembungkus siung umbi bawang merah biasanya 2-3 helai dan lapisan dari setiap siung berukuran relatif lebih tebal. Menurut Djali (2009), besar kecilnya siung bawang merah ditentukan oleh banyak dan tebal lapisan pembungkusnya. Kandungan zat gizi dalam umbi bawang merah dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan, waktu panen, penyimpanan, dan pengolahan. Air merupakan salah satu komponen yang cukup tinggi yaitu dapat mencapai 85% (Wibowo, 1999). Bawang merah juga mengandung senyawa kimia dan asam amino yang mudah larut dalam air. Ikatan asam amino ini dikenal sebagai aliin. Senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam minyak atsiri bawang merah diduga dapat bersifat antibakteri dan antijamur tertentu. Kandungan zat gizi umbi bawang merah per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1. Bawang-bawangan memiliki bau khas yang disebabkan oleh senyawa belerang yang timbul bila jaringan tanaman tersebut terluka. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dan letak prekursor flavor dan enzim. Prekursor flavor terletak pada bagian sitoplasma, sedangkan enzim pada bagian vakuola. Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Umbi Bawang Merah per 100 gram FTIP001630/002

3 Komponen Komposisi Air (%) Protein (%) 1,5 Lemak (%) 0,3 Karbohidrat (%) 9,2 β-karoten (IU) 50 Thiamin (mg) 30 Riboflavin (mg) 0,04 Niasin (mg) 20 Asam askorbat (mg) 9 Kalium (mg) 30 Zat besi (mg) 0,8 Fosfor (mg) 40 Sumber : Wibowo, 1999 Dikenal ada beberapa varietas bawang merah yang berasal dari daerah tertentu seperti varietas bawang merah Sumenep, Bima, Lampung, Maja, dan sebagainya, yang satu sama lain nampak perbedaannya yaitu dari bentuk dan warnanya. Varietas Bima misalnya dikenal tinggi hasilnya, bentuk umbinya lonjong, dan berwarna merah muda. Varietas Lampung bentuknya bulat, warnanya merah pucat dengan hasil sedang-sedang saja. Menurut Rismunandar (1986), varietas khusus daerah dapat saja terbentuk karena ulah manusia juga. Bawang merah yang ditanam melalui umbi atau dengan kata lain secara vegetatif, keturunannya tidak akan berubah secara drastis, seperti halnya dengan pengembangan melalui persilangan. Kebutuhan bawang merah di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya namun tidak diiringi oleh jumlah produksi yang terjadi penurunan. Data produksi dan luas panen bawang merah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi dan Luas Panen Bawang Merah Wilayah Produksi (ribu ton) Luas panen (ribu ha) Jawa 665,0 596,3 62,5 67,2 Bali & Nusa Tenggara 129,3 115,9 8,7 9,4 Sumatera 43,3 38,8 5,4 5,8 Kalimantan 0,1 0,1 0,0 0,0 Sulawesi 18,7 16,8 5,2 5,6 Maluku & Papua 4,8 4,3 0,4 0,4 FTIP001630/003

4 Luar Jawa 196,2 175,9 19,7 21,2 Indonesia 861,2 772,1 82,2 88,4 Sumber : Statistik Indonesia, 2002 Berdasarkan Tabel 2 diatas, pulau Jawa memiliki tingkat produksi terbesar dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Tingkat produksi pada tahun 2001 sebesar 665,0 ribu ton, namun menurun pada tahun berikutnya menjadi sebesar 596,3 ribu ton. Hal tersebut tidak sejalan dengan peningkatan luas panen bawang merah di pulau Jawa dari 62,5 ribu ha meningkat menjadi 67,2 ribu ha. Perbedaan produktivitas dari setiap varietas bawang merah tidak hanya bergantung pada sifatnya, namun juga dipengaruhi oleh kondisi daerah. Iklim, pengairan, dan kondisi tanah merupakan faktor penentu dalam produktivitas maupun kualitas umbi bawang merah. Menurut SNI , umbi bawang merah memiliki syarat mutu seperti pada Tabel 3, sedangkan menurut Rismunandar (1986), kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh beberapa faktor misalnya : warna yang merah cerah lebih menarik dan disukai ketatnya umbi alias kepadatannya rasanya pedas, lemah, sedang, atau keras baunya setelah digoreng sedap/wangi bentuknya, umbi yang bulat nampak lebih disukai daripada yang lonjong. Tabel 3. Syarat Mutu Bawang Merah (SNI ) Syarat Karakteristik Mutu Mutu I II Kesamaan sifat varietas Serag Serag am am Ketuaan Tua Cuku p tua Kekerasan Keras Cuku p keras Diameter (cm) min. 1,7 1,3 Cara pengujian Organoleptik Organoleptik Organoleptik SP-SMP FTIP001630/004

5 maks. Kekeringan Kerusakan, % (bobot/bobot) Kerin g simpan Kerin g simpan 5 8 Busuk, % (bobot/bobot) maks. 1 2 Kotoran, % (bobot/bobot) maks. Tidak ada Tidak ada Kadar Air (%) Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 1992 Organoleptik SP-SMP SP-SMP SP-SMP SP-SMP Umur panen bawang merah sangat ditentukan oleh jenis varietas dan ketinggian tempat tumbuhnya. Bawang merah yang ditanam di dataran tinggi (suhu 15 C-21 C) umur panennya lebih panjang karena pembentukan umbi lambat sedangkan yang ditanam di dataran rendah (suhu 25 C-30 C) umumnya umur panen lebih pendek karena umbinya cepat terbentuk (Sunarjono dan Soedomo, 1989). Bawang merah pada umumnya sudah dapat dipanen pada umur hari setelah tanam di dataran rendah dan hari di dataran tinggi. Jika penanaman bawang merah dimaksudkan untuk menghasilkan bibit, pemanenan harus dilakukan setelah bawang merah benar-benar telah cukup tua, sedangkan untuk konsumsi dapat dipanen sedikit lebih muda. Kriteria panen bawang merah dapat ditentukan secara visual yang ditandai dengan daun tanaman sudah berwarna kekuning-kuningan dan sudah rebah, bagian leher mulai menjadi lunak dan ujungnya terpisah serta warnanya berubah menjadi kuning. Pemanenan bawang merah varietas Bima di dataran rendah untuk konsumsi berbeda dengan bawang merah untuk bibit. Ciri tanaman bawang merah untuk konsumsi ditandai dengan perubahan warna daun menjadi kekuningan telah mencapai 60%-70% dengan umur hari setelah tanam; sedangkan untuk bibit perubahan warna daun menjadi kekuningan telah mencapai 90% dengan umur hari setelah tanam (Wills et al.,1981 dikutip Djali, 2009). FTIP001630/005

6 Curing Bawang Merah Istilah curing umumnya hanya digunakan pada penanganan ubi-ubian. Curing adalah proses pengeringan kulit terluar batang semu dan bagian leher umbi bawang sehingga membentuk semacam sisik kering. Tujuannya adalah agar permukaan kulit yang terluka atau tergores dapat tertutup kembali (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Hal ini biasanya dilakukan dengan cara membiarkan umbi bawang untuk beberapa hari pada suhu ruang. Proses penyembuhan ini diperlukan agar luka atau goresan tersebut tidak menjadi lokasi masuknya patogen (Muchtadi, 1992). Curing umbi dilakukan segera setelah panen sebelum disimpan atau dipasarkan. Curing dapat dilakukan secara tradisional yaitu dengan mengandalkan sinar matahari sebagai sumber panas maupun secara artifisial yaitu dengan hembusan udara segar menggunakan alat pembangkit panas untuk memanaskan udara pengering atau dapat pula dengan asap panas pembakaran. Curing umbi bawang merah pada prinsipnya adalah proses pengeringan. Proses curing untuk mendapatkan umbi bawang merah kering lokal umumnya dilaksanakan dengan penjemuran selama 3-4 hari dibawah terik matahari langsung, sedangkan bila diinginkan umbi kering simpan diperlukan waktu sekitar hari (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Apabila cuaca tidak memungkinkan, curing dilaksanakan secara mekanis. Aplikasi pengering mekanis pada proses curing bawang merah perlu mempertimbangkan faktor-faktor suhu, kelembaban udara, dan lama pengeringan. Proses curing secara konvensional berakhir apabila leher umbi tampak telah menyempit dan keras, kulit terluar umbi bawang menjadi kering dan mengeluarkan bunyi gemerisik bila digesek-gesekkan dan umbi menjadi lebih keras (Musaddad dan Sinaga (1995). Pada kondisi tersebut susut bobot dapat mencapai 5% (Sanguansari dkk, 1995 dikutip Djali, 2009). FTIP001630/006

7 Penyimpanan Bawang Merah Kegiatan pascapanen yang mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kualitas umbi bawang merah adalah saat penyimpanan. Penyimpanan bawang merah dapat dilakukan dengan dua metode antara lain penyimpanan tradisional dan penyimpanan modern. Penyimpanan tradisional dilakukan dengan kondisi ruang penyimpanan pada suhu antara 25 C-30 C dengan kelembaban relatif (RH) 65%-70% dan sirkulasi udara yang cukup baik. Penyimpanan modern dilakukan dengan teknologi pendinginan. Kondisi yang ideal untuk cara ini adalah udara dengan suhu 0 C (Hall, 1980). Petani bawang merah dengan jumlah produksi sedikit dapat menyimpannya di ruangan dapur, digantung pada tambang yang direntangkan dari bilik ke bilik. Cara penyimpanan umbi demikian dapat bertahan lama, karena setiap harinya mengalami pengasapan. Udara didalam ruangan dapat tetap relatif kering sehingga tetap terjamin tidak akan terjadi infeksi dari jamur maupun hama. Ikatan umbi bawang merah yang digantung pada tambang maupun pada belahan bambu dalam gudang dapat bertahan hingga 6 bulan dalam suhu udara 26 C-29 C. Udara yang terlalu lembab dapat mengundang infeksi penyakit cendawan tumbuh dalam gantungan (Rismunandar, 1986) Aktivitas Air Aktivitas air (a w ) merupakan salah satu parameter hidratasi yang sering diartikan sebagai air dalam bahan yang digunakan untuk pertumbuhan jasad renik. Scott (1957) dalam Purnomo (1995) pertama kali menggunakan a w sebagai petunjuk adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air ini juga terkait erat dengan adanya air dalam bahan pangan. FTIP001630/007

8 Aktivitas air dinyatakan sebagai potensi kimia yang nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Pada nilai a w sama dengan 0 berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas dalam proses kimia, sedangkan nilai a w sama dengan 1 berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi maksimal. Purnomo (1995) menyatakan bahwa masing-masing mikroorganisme membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. Pada nilai a w tinggi sekitar 0,91 bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak dan khamir dapat tumbuh dan berkembang biak pada nilai a w 0,87-0,91 sedangkan kapang lebih rendah yaitu pada nilai a w 0,80-0,87. Aktivitas air merupakan nilai desimal kelembaban relatif (RH) kesetimbangan udara yang berhubungan langsung dengan bahan pada kadar air setimbang (Toledo, 1980). Dalam fase gas, aktivitas dari salah satu jenis gas adalah sama dengan tekanan parsialnya dibagi dengan tekanan total dari sistem apabila ruangan itu dijenuhi oleh gas yang bersangkutan (Labuza, 1984); lebih lanjut a w dinyatakan dalam bentuk persamaan : Dimana : a w = aktivitas air Pγ = tekanan parsial uap air a w = P 0 = tekanan uap air murni Apabila nilai RH udara diketahui dan air dalam bahan telah mencapai kesetimbangan dengan lingkungannya, maka persamaan a w (Labuza, 1984) adalah : a w = dimana ERH = kelembaban relatif udara pada kadar air setimbang bahan FTIP001630/008

9 Sudarmadji dkk. (1996) dikutip Kusnandar (2003) menyatakan bahwa besarnya a w dipengaruhi oleh jenis bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan a w yang tinggi bila bahannya berbeda. Jika suatu bahan pangan disusun oleh zat-zat yang mudah mengikat air maka air bebas pada bahan pangan tersebut relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan pangan tersebut mempunyai a w yang rendah Kadar Air Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan yang mempengaruhi beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan. Kadar air dapat dinyatakan dalam basis basah atau basis kering. Kadar air basis basah (wb) adalah perbandingan berat air didalam bahan tersebut dengan berat total bahan. Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Henderson dan Perry, 1976) : M = x 100% = x 100% Keterangan : M = kadar air basis basah (%) Wm = berat air dalam bahan (g) Wd = berat bahan kering (g) Wt = berat total bahan (g) Cara lain untuk menyatakan kadar air yaitu dengan menggunakan basis kering (db), yaitu perbandingan berat air dalam bahan terhadap berat bahan keringnya. Kadar air basis kering dapat ditentukan oleh persamaan berikut (Henderson dan Perry, 1976) : FTIP001630/009

10 M = x 100% Keterangan : M = kadar air basis kering (%) Wm = berat air dalam bahan (g) Wd = berat bahan kering (g) Berdasarkan perbandingan terhadap berat kering bahan, kadar air basis kering nilainya akan lebih besar dari kadar air basis basah. Hubungan antara kadar air basis basah dengan kadar air basis kering secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Nurhadi dan Nurhasanah, 2008) : Kadar air basis kering = 2.4. Kadar Air Kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content) Menurut Purwadaria dkk. (1982) kadar air kesetimbangan atau equilibrium moisture content (EMC) suatu bahan pangan didefinisikan sebagai tingkat kadar air bahan tersebut setelah berada pada suatu keadaan lingkungan tertentu untuk jangka waktu tertentu. EMC dipengaruhi oleh kelembaban relatif (RH) dan suhu lingkungan serta jenis dan kematangan bahan pangan. Setiap jenis bahan pangan memiliki karakteristik tekanan parsial uap air pada suhu dan kadar air tertentu. Karakteristik tersebut menentukan apakah bahan tersebut akan melakukan proses penyerapan atau penguapan air, dengan demikian EMC adalah kadar air yang dicapai oleh bahan setelah tekanan uap airnya setimbang dengan tekanan uap air dari udara sekelilingnya. EMC dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat dicapai pada proses pengeringan dengan tingkat suhu dan RH tertentu. Menurut Heldman dan Singh (1981), kadar air kesetimbangan dari bahan pangan adalah kadar air bahan tersebut pada saat tekanan FTIP001630/010

11 uap air dari bahan setimbang dengan lingkungannya; sedangkan RH pada saat terjadinya kadar air kesetimbangan disebut RH kesetimbangan. Penentuan EMC ada dua metode yaitu metode dinamis dan statis. Pada metode dinamis, EMC diperoleh pada keadaan udara yang bergerak. Metode dinamis biasanya digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air disekitar bahan. Pada metode statis, EMC diperoleh pada keadaan udara diam. Metode statis biasanya digunakan untuk keperluan penyimpanan karena umumnya udara disekitar bahan relatif tidak bergerak Sorpsi Isotermis Sorpsi isotermis adalah hubungan antara kadar air dalam bahan dengan a w bahan atau kesetimbangan kelembaban relatif (RH) udara lingkungan (ERH) pada suhu tertentu (Henderson dan Perry, 1976). Labuza (1968) menyatakan bahwa sorpsi isotermis menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau a w pada suhu tertentu. Secara umum kurva sorpsi isotermis bahan pangan berbentuk sigmoid. Ada perbedaan yang nyata antara kadar air kesetimbangan yang dicapai secara desorpsi dan adsorpsi pada kondisi suhu dan RH yang sama yaitu bahwa kadar air desorpsi lebih tinggi dari kadar air adsorpsi. Fenomena ini disebut histeresis (dapat dilihat pada Gambar 2) (Chistensin, 1974 dalam Manalu, 2001). FTIP001630/011

12 Keterangan : I. Daerah adsorpsi monolayer II. Daerah adsorpsi lebih dari satu lapisan air III. Daerah adsorpsi sama dengan penguapan Gambar 2. Bentuk Umum Sorpsi Isotermis Pada Bahan Pangan (Labuza, 1968) Menurut Labuza (1968), berdasarkan keadaan air dalam bahan pangan, sorpsi isotermis dapat dibagi menjadi tiga daerah berikut : Daerah pertama (I) terletak pada selang a w 0,00 sampai 0,20 yang disebut sebagai daerah adsorpsi monolayer, tetapi tidak diartikan sebagai hanya satu lapis molekul saja karena adanya penjenuhan gugus polar oleh molekul air pada perbandingan 1:1. Ikatan air pada gugus ini lebih bersifat ionik sehingga memiliki ikatan yang sangat erat terhadap air. Air pada daerah ini disebut sebagai air terikat (bound water) dan energi sorpsinya sangat tinggi Daerah kedua (II) terletak pada selang a w 0,20 sampai 0,60 adalah daerah adsorpsi lebih dari satu lapisan air dan merupakan lapisan air yang terletak di atas monolayer Daerah ketiga (III) adalah dimana kondensasi air terjadi dalam pori-pori bahan pangan. Pada daerah ini keadaan air telah menjadi air bebas dengan energi adsorpsi sama dengan energi penguapan. FTIP001630/012

13 Batas-batas ketiga daerah sorpsi pada kenyataanya tidak dapat ditentukan oleh suatu nilai a w tertentu, dapat berbeda untuk setiap bahan pangan. Secara teoritis I dan II ditentukan oleh air terikat, sedangkan daerah II dan III dapat ditentukan berdasarkan energi adsorpsi sama dengan energi desorpsi (Ngoddy dan Bakker-Arkema, 1972 dalam Purwadaria dkk, 1982). Sorpsi isotermis dapat digunakan untuk perhitungan pendugaan umur simpan produk pangan dengan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) yaitu penyimpanan produk pangan dalam kondisi lingkungan yang lebih tinggi dari kondisi penyimpanan normal. Sorpsi isotermis dapat digunakan untuk memprediksi waktu proses pengeringan dan menduga energi dari dehidrasi serta dapat memprediksi transfer kadar air pada sistem pangan yang multi komponen termasuk pengemasan kedap udara. Syarief dan Halid (1991) dikutip Supriadi (2004) melaporkan bahwa sorpsi isotermis dapat menunjukkan pada titik kadar air berapa dapat dicapai tingkat a w yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, namun juga menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan penting kandungan air yang dinyatakan dalam a w. Model sorpsi isotermis Brunauer-Emmett-Teller (BET) sangat bermanfaat bagi penentuan kadar air dimana adsorpsi bersifat satu lapis molekul air. Persamaan model BET merupakan model yang paling luas digunakan dan paling tepat untuk diterapkan pada bahan pangan yang mempunyai kisaran a w tertentu yaitu 0,05 sampai 0,45 (Rizvi, 1995 dikutip Supriadi, 2004). Model ini dapat digunakan untuk menduga nilai lapisan air monolayer yang diadsorpsi pada permukaan. Kandungan air pada lapisan monolayer ini sangat penting dalam menentukan stabilitas fisik dan kimia bahan yang dikeringkan. Secara umum model persamaan BET adalah : = FTIP001630/013

14 Dimana : = kadar air kesetimbangan (EMC) = kadar air lapis tunggal C = konstanta yang dipengaruhi oleh energi adsorpsi lapisan pertama = aktivitas air Beberapa hal yang mendasari teori persamaan BET (Rizvi, 1995 dikutip Supriadi, 2004) yaitu kondensasi pada lapisan pertama sebanding dengan laju penguapan dari lapisan kedua; energi ikatan seluruh molekul penyerap (adsorben) pada lapisan pertama sama, energi ikatan pada lapisan lain sebanding dengan energi ikatan adsorben murni. Asumsi lebih jauh tentang permukaan adsorben yang seragam dan tidak adanya interaksi lateral antara molekul adsorben adalah tidak benar, karena interaksi pada permukaan bahan pangan sangat beragam. Persamaan BET sangat cocok digunakan untuk bahan pangan kering dengan kadar air dibawah 20% basis basah (Brooker et al, 1992). Persamaan tersebut dapat digunakan pada berbagai bahan pangan, tetapi hanya dapat memprediksi nilai kadar air kesetimbangan bahan lebih tepat pada RH dibawah 50%. Persamaan lain yang dapat digunakan adalah model persamaan Guggenheim- AndersondeBoer (GAB). Model persamaan GAB sebenarnya merupakan modifikasi dari model persamaan BET dengan asumsi bahwa adsorpsi gas dapat terjadi lebih dari satu lapisan molekul. Persamaan ini dianggap masih memiliki kelemahan karena hanya dapat menggambarkan sorpsi isotermis pada selang a w di bawah 0,05. Van der Berg memperbaiki model persamaan BET dengan memperkenalkan model persamaan GAB yang dapat memprediksi nilai kadar air kesetimbangan bahan pangan pada rentang RH 10%-90% atau a w 0,10-0,90. Model persamaan ini merupakan bentuk model sorpsi FTIP001630/014

15 molekul banyak (multi molekul) semi teoritis yang homogen (Van der Berg, 1981 dalam Kumendong, 1986). Bentuk persamaan GAB secara umum adalah sebagai berikut : = Dimana : = kadar air kesetimbangan (EMC) = kadar air lapis tunggal = konstanta yang dipengaruhi energi adsorpsi lapisan pertama k = konstanta yang dipengaruhi energi adsorpsi lapisan banyak = aktivitas air Model persamaan GAB mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan model persamaan BET yaitu memiliki latar belakang yang bersifat teoritis, dapat digunakan pada hampir semua bahan pangan dengan kisaran a w 0,1 < a w < 0,9 dan mempunyai bentuk persamaan matematika yang sederhana dengan tiga parameter, yaitu nilai konstanta C dan k yang berhubungan dengan energi interaksi antara air dan bahan, serta nilai yang menunjukkan kadar air saat terjadi satu lapis molekul air (Rizvi, 1995 dikutip Supriadi, 2004). FTIP001630/015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 011 di Laboratorium Pasca Panen D3 Agribisnis, Fakultas Pertanian, dan Laboratorium Keteknikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; subdivisio : angiospermae; kelas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu sekitar India, Pakistan sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi:

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Dalam sistematika tumbuhan, kedudukan tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae; Ordo:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang secara ekonomis menguntungkan dan mempunyai prospek pasar yang luas. Bawang merah digemari oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Bawang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Bawang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang merah termasuk dalam faimili Liliaceae yang termasuk tanaman herba, tanaman semusim yang tidak berbatang, hanya mempunyai batang semu yang merupakan kumpulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

hingga dapat mencapai cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut berbentuk silinder berongga yang

hingga dapat mencapai cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut berbentuk silinder berongga yang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales, famili liliaceae, genus Allium,

Lebih terperinci

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L. B. Pembahasan Pencandraan adalah teknik penggambaran sifat-sifat tanaman dalam tulisan verbal yang dapat dilengkapi dengan gambar, data penyebaran, habitat, asal-usul, dan manfaat dari golongan tanaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

PASCA PANEN BAWANG MERAH

PASCA PANEN BAWANG MERAH PASCA PANEN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali pelayuan dan pengeringan bawang merah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Klasifikasi bawang merah menurut Pitojo ( 2003 ) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio Angiospermae, Klas Monocotyledoneae, Ordo Liliaceae Family:

TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio Angiospermae, Klas Monocotyledoneae, Ordo Liliaceae Family: 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut Subdivisio Angiospermae, Klas Monocotyledoneae, Ordo Liliaceae Family: Liliales, Genus Allium,SpeciesAllium

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Waluh Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), pumpkin (Inggris) merupakan jenis buah sayur-sayuran yang berwarna kuning dan berbentuk lonjong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penjajahan Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintah untuk membudidayakan tanaman jarak pagar. Hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

Kemampuan yang ingin dicapai:

Kemampuan yang ingin dicapai: Kemampuan yang ingin dicapai: Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik hidratasi pada bahan pangan serta hubungannya dengan pengolahan dan mutu pangan. A. PENGERTIAN Karakteristik hidratasi : karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia banyak sekali ditumbuhi oleh tanaman rimpang karena Indonesia merupakan negara tropis. Rimpang-rimpang tersebut dapat digunakan sebagai pemberi cita

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Gladiol 2.1.1 Taksonomi Tanaman Gladiol Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Pteropsida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu tanaman sayuran yang umbinya menjadi menu pokok pada hampir semua jenis masakan dengan fungsi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membengkak membentuk umbi lapis. Bagian yang membengkak berisi cadangan

BAB I PENDAHULUAN. membengkak membentuk umbi lapis. Bagian yang membengkak berisi cadangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan tanaman semusim yang memiliki umbi berlapis, berakar serabut, dengan daun berbentuk selindris, pangkal daun saling membungkus dan membengkak membentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak digunakan pada industri pangan dan proses pembudidayaannya yang relatif mudah. Hampir sebagian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH

PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH Hatmiyarni Tri Handayani 1, Purnama Darmadji 2 1 Email: hatmiyarnitri@gmail.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar Nasional Indonesia nomor 01-3141-1998 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

Jahe untuk bahan baku obat

Jahe untuk bahan baku obat Standar Nasional Indonesia Jahe untuk bahan baku obat ICS 11.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember 2016, tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di lahan pertanian Universitas Muhamadiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun PENGARUH UMUR SIMPAN BIBIT BAWANG MERAH VARIETAS SUPER PHILIP DAN RUBARU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN Yuti Giamerti dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci