PEMBELAJARAN BERBASIS ASESMEN OTENTIK DALAM RANGKA IMPLEMENTASI SEKOLAH KATEGORI MANDIRI (SKM) 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBELAJARAN BERBASIS ASESMEN OTENTIK DALAM RANGKA IMPLEMENTASI SEKOLAH KATEGORI MANDIRI (SKM) 1"

Transkripsi

1 PEMBELAJARAN BERBASIS ASESMEN OTENTIK DALAM RANGKA IMPLEMENTASI SEKOLAH KATEGORI MANDIRI (SKM) 1 Oleh: AAIN. Marhaeni 2 ======================================================= 1. Pendahuluan Pergeseran paradigma pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi yang dicirikan dengan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan bottom-up telah mengubah praktik pendidikan nasional kita. Hal ini tercermin dalam pengelolaan lembaga maupun pengelolaan pembelajaran. Di tingkat kebijakan, ditetapkannnya delapan Standar Pendidikan Nasional (SNP) menunjukkan adanya upaya untuk memfasilitasi peningkatan mutu pendidikan dari berbagai perspektif yang mungkin dilakukan untuk itu. Penetapan sekolah dengan kualitas tertentu sebagai sekolah kategori mandiri (SKM) merupakan salahsatu upaya untuk itu. PP No 19 tahun 2005, pasal 11 ayat (3) menyatakan bahwa beban belajar untuk SMA dan bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal katagori mandiri dinyatakan dalam SKS. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa SKM harus menerapkan SKS. Penerapan sistem kredit semester didasarkan oleh kenyataan bahwa kecepatan belajar seseorang (siswa) tidak sama disebabkan oleh keunikan masing-masing dilihat dari potensi yang dimiliki dan minat. Dengan begitu, be ban belajar masing-masing siswa perlu disesuaikan dengan potensi yang dimiliki tersebut. Dalam SKM, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah ada pada SI disusun menjadi satuan kredit semester (sks), menjadi 120 sks, yang terdistribusi dalam berbagai mata pelajaran yaitu : (a) mata pelajaran wajib/pokok yang harus diambil oleh seluruh peserta didik; (b) pilihan paket, sebagai dasar untuk mendukung bidang kemampuan yang akan dipilih di Perguruan Tinggi, (c) pilihan 1 Disampaikan dalam Pelatihan Peningkatan Kinerja Guru SMA 1 Kediri Tabanan, dalam Rangka Implementasi SKM; tanggal 30 Desember Dosen Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

2 bebas, sesuai dengan bakat dan minat peserta didik, (d) kelompok MP Pilihan Paket, meliputi berbagai bidang kemampuan yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan lebih lanjut, yang meliputi : Program akademik (teknik, Ilmu Kesehatan, Sains, Ekonomi, Ilmu Sosial, Bahasa, Hukum dan sebagainya, dan program profesional seperti politeknik. Beban belajar peserta didik dinyatakan dengan sks yaitu sks per-semester, dimana kecepatan belajar normal rata-rata 20 sks per-semester. Adanya sistem ini mengisyaratkan pentingnya kinerja pembelajaran yang optimal, sebab sangat penting guru berusaha menggali potensi siswa dengan caracara pembelajaran yang berterima sesuai dengan karakteristik siswa. Sangat mungkin sistem SKS ini tidak berhasil jika pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru tidak bermutu. 2. Student-Centered Learning (SCL) Sebagai Inti Pembelajaran SCL adalah refleksi dari ciri kehidupan global yang penuh dengan kompetisi dalam perubahan yang sangat cepat. Lulusan SMP-BI harus memiliki kemampuan dan strategi problem solving dan kemampuan berfikir kritis. Siswa harus berkembang kompetensinya yang dibangun dari pengetahuan tentang fakta, konsep, prosedur, dan metakognisi (Anderson dan Krathwohl, 2004; bandingkan dengan B. S. Bloom yang membagi kemampuan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor). Sejauh ini, hal yang masih dirasakan kurang dalam proses pendidikan kita adalah kurangnya latihan problem solving. Belajar secara problem solving adalah learning to learn, yaitu kemampuan yang dicapai akan membantu siswa belajar selanjutnya. Untuk itu, yang harus dibangun adalah kompetensi. Pembelajaran yang content-based tidak tepat. Guru menggunakan konten/materi bukan sebagai sasaran pembelajaran, namun sebagai jalan membangun kompetensi. Menurut sejarahnya, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (Student- Centered Learning, disingkat SCL) lahir pada awal abad ke-20, yaitu pada saat orangorang mulai meyakini bahwa pendidikan harus memperhitungkan peserta didik sebagai unsur aktif dalam proses inkuiri, yaitu proses memecahkan masalah yang dihadapinya

3 sendiri. Dibawah pengaruh perspektif pendidikan yang disebut Progressive Education (lahir di Amerika Serikat) yang meyakini bahwa pengalaman langsung adalah inti dari belajar, para pendukung Progressive Education menentang pembelajaran yang menganggap bahwa peserta didik sebagai kantong kosong yang baru berisi bila diisi oleh guru (teori Tabula Rasa). Bagi pendidikan progresif, peran guru adalah sebagai fasilitator dan pemandu dalam proses pemecahan masalah peserta didik. John Dewey adalah pelopor pandangan progresif ini. Dia menegaskan bahwa kelas adalah laboratorium yang memotret kehidupan yang sebenarnya. Dia mengajak guru untuk menggunakan masalah riil sehari-hari untuk dipecahkan oleh siswa, sebagai bahan pembelajaran. Dewey menekankan bahwa pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang memuat masalah-masalah nyata yang sedang dihadapi, tidak tentang hal-hal yang abstrak bagi siswa. Dewey dikenal dengan filosofi pendidikan learning by doing. Ciri-ciri pembelajaran progresif antara lain, ruang kelas yang diatur secara fleksibel, keleluasaan bagi peserta didik untuk bekerja kelompok maupun individual sesuai dengan kebutuhannya, peserta didik ikut berperan dalam menentukan aturan kelas, dan materi pembelajaran yang kaya dan variatif. Selain pengaruh pendidikan progresif, juga ada pengaruh perspektif open classroom yang meyakini bahwa peserta didik memiliki motivasi intrinsik untuk belajar, dan dorongan dari dalam ini hanya bisa dipuaskan melalui kegiatan eksplorasi dan pemecahan masalah (problem solving). Pada akhir tahun 70an, dibawah pengaruh psikologi kognitif, berkembang perspektif konstruktivisme dalam pembelajaran. Konstruktivisme berarti bahwa peserta didik membangun (to construct) pemahamannya tentang dunia. Berbicara mengenai konstruktivisme bukanlah berbicara tentang suatu teknik tertentu dalam pembelajaran, melainkan kita berfikir tentang proses perolehan pengetahuan dan asesmennya. Ada dua kata kunci dalam konstruktivisme, yaitu mahasiswa aktif (active) dan memperoleh makna (meaning) (Elliott, dkk, 2000); dimana pembelajaran konstruktivis tersebut digambarkan sebagai berikut: Peserta didik tidak semata-mata merekam atau mengingat materi yang dipelajari, melainkan mengkonstruksi suatu representasi mental yang unik tentang materi

4 tersebut, tugas yang akan dipentaskan, memilih informasi yang dianggapnya relevan, dan memahami informasi tersebut berdasarkan pengetahuan yang ada padanya, dan kebutuhannya. Siswa menambahkan informasi yang diperlukannya tidak selalu dari materi yang disediakan guru. Ini merupakan suatu proses yang aktif karena siswa harus melakukan berbagai kegiatan kognitif, afektif, dan psikomotorik agar informasi tersebut bermakna bagi dirinya (p. 15, terjemahan oleh penulis makalah). Belakangan, berbagai interpretasi muncul tentang bagaimana konstruksi pengetahuan itu terwujud pada peserta didik; ada yang mengatakan bahwa peserta didik itu sendiri mampu membangunnya, tapi ada pula yang mengatakan bahwa konstruksi pengetahuan terjadi dalam interaksi sosial seperti teman sebaya, dan keluarga. Yang pertama diwakili oleh J. Piaget, yang mengatakan bahwa konstruksi makna terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah akuisisi pengetahuan yang sesuai dengan yang telah ada sebelumnya; dan akomodasi adalah proses akuisisi terhadap hal-hal baru yang belum ada dalam skema (pengetahuan yang tersimpan dibenak) yang bersangkutan. Di lain pihak, Vygotsky mengatakan bahwa konstruksi pengetahuan terjadi melalui proses interaksi sosial dengan orang lain yang lebih mampu (dalam istilah Vygotsky: skilled individuals). Diyakini bahwa konstruksi makna akan terjadi jika proses akuisisi pengetahuan dilakukan dalam lingkungan sosial budaya yang sesuai. Dibawah pengaruh perspektif konstruktivis, pembelajaran yang dianggap dapat menjawab tantangan pendidikan global sekarang ini (pendidikan yang bermakna, bukan pendidikan yang membebani hidup) adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Berdasarkan hakikat SCL tersebut di atas, maka dapat dilihat perbedaan antara SCL dengan pembelajaran yang berpusat pada guru dan berorientasi pencapaian materi (Teacher-centered, content-oriented/tcco), sebagai berikut: Teacher Centered Pengetahuan ditransfer dari guru ke siswa siswa menerima pengetahuan secara pasif Student-Centered Learning siswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya siswa secara aktif terlibat didalam mengelola pengetahuannya

5 Lebih menekankan pada penguasaan materi Biasanya memanfaatkan media tunggal Fungsi guru sebagai pensuplai informasi utama dan evaluator Proses pembelajaran dan asesmen dilakukan secara terpisah Menekankan pada jawaban yang benar saja Cocok untuk pengembangan ilmu dalam satu disiplin saja Iklim belajar lebih individual dan kompetitif Proses pembelajaran hanya terjadi pada siswa Pengajaran mengambil porsi waktu terbanyak Penekanan pada ketuntasan materi Penekanan pada cara pembelajaran yang dilakukan oleh guru Penguasaan materi dan juga mengembangkan karakter siswa (life-long learning) Multimedia Guru sebagai fasilitator, evaluasi dilakukan bersama dengan siswa Terpadu dan berkesinambungan Menekankan pada pengembangan pengetahuan. Kesalahan menunjukkan proses belajar dan dapat digunakan sebagai salahsatu sumber belajar Untuk pengembangan ilmu interdisipliner Iklim yang tercipta lebih bersifat kolaboratif, supaortif, dan kooperatif siswa dan guru belajar bersama dalam mengembangkan konsep dan keterampilan Pengajaran dan berbagai kegiatan lain dalam proses belajar Penekanan pada pencapaian target kompetensi Penekanan pada bagaimana cara siswa belajar. Penekanan pada problem-based learning dan skill competency

6 Dari pembahasan di atas, lalu bagaimana peran guru dan siswa dalam SCL? Peran Guru a. Bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran b. Mengkaji kompetensi mata pelajaran yang harus dikuasai siswa pada akhir pembelajaran c. Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran yang dapat menyediakan beragam pengalaman belajar d. Membantu siswa mengakses informasi, menata, dan memprosesnya untuk dimanfaatkan dalam memecahkan permasalahan hidup sehari-hari e. Mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar siswa yang relevan dengan kompetensi yang akan diukur. Peran siswa a. mengkaji kompetensi yang disampaikan guru b. Mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan oleh guru c. Membuat rencana pembelajaran untuk mata pembelajaran yang diikutinya d. Belajar secara aktif dalam kelompok maupun individual (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, pemecahan masalah; serta terlibat dalam kegiatan berfikir tingkat tinggi seperti analisis, sintesis, dan evaluasi). 3. Pembelajaran Melibatkan Asesmen Telah kita ketahui bersama bahwa dalam pembelajaran terdapat berbagai komponen, baik komponen statik maupun dinamik sebagai instrumental input. Interaksi antara guru dan siswa melibatkan kurikulum, materi, media dan sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Kegiatan pembelajaran inovatif membutuhkan dilakukannya asesmen yang sesuai. Asesmen yang baik adalah asesmen yang tepat untuk mengukur indikator pencapaian dan dengan cara apa pembelajaran dilakukan.

7 Jadi, diperlukan asesmen baik terhadap proses maupun hasil belajar. Sebagai contoh, pembelajaran berbasis masalah memerlukan metode asesmen yang sesuai. Misalnya, cara penyelesaian masalah adalah proses belajar yang sangat penting untuk dipantau. Untuk itu diperlukan teknik asesmen seperti lembar observasi, ceklis kinerja, dan sejenisnya. Jika dipilih tes objektif sebagai metode asesmennya, misalnya teknik pilihan ganda, maka kualitas proses penyelesaian masalah tersebut sulit untuk dipantau secara objektif. Oleh karena itu, asesmen harus dipahami sebagai upaya mengefektifkan proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Dibawah ini digambarkan hubungan antara pembelajaran dengan asesmen. RENCANA PEMBELAJARAN ANALISIS & BALIKAN PROSES PEMBELAJARAN ASESMEN 4. Asesmen dalam SKM dalam Hubungannya dengan Pembentukan Kompetensi Menurut Standar Proses Pendidikan, penilaian dilaksanakan dalam : (a) Bentuk tugas-tugas dan asesmen otentik lainnya (penilaian proses), ujian tengah semester (midsemester), ujian akhir semester, (b) Penilaian menggunakan acuan kriteria/patokan (PAP) dengan katagori A, B, C, dan D (dalam skala 4), (c) lulus minimum mencapai nilai C, dan (d) syarat lulus dari sekolah dengan IP minimum 2,0. Alternatif PAP adalah sbb: Tingkat Nilai Katagori Tingkat Nilai Katagori

8 Penguasaan (%) Penguasaan (%) A A B B C C 54 1 D 64 1 D Selanjutnya, Permen No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyebutkan bahwa hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: a. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. b. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. c. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. d. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. e. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan. f. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. g. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

9 h. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. i. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Dari poin a kutipan Standar Proses di atas, jelas bahwa dalam proses pembelajaran, asesmen dilakukan dengan menggunakan tugas-tugas dan asesmen otentik lainnya. Penggunaan tes-tes objektif dalam proses dianggap tidak mampu menjawab tantangan pembelajaran yang mensyaratkan pembentukan kompetensi. Jenis tes objektif seperti tes pilihan ganda bila dikonstruksi secara baik, hanya mampu mengukur kemampuan kognitif siswa, sementara untuk pencapaian kompetensi, siswa harus membangun kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif yang terwujudkan dalam suatu unjuk kerja. Oleh karena itu, penggunaan asesmen otentik merupakan keharusan. Asesmen otentik adalah Asesmen adalah suatu proses pengumpulan data siswa baik yang dilakukan selama proses pembelajaran, maupun terhadap hasil belajar. Datadata yang dikumpulkan tersebut selanjutnya dianalisis dan hasil analisis tersebut berfungsi sebagai balikan terhadap pembelajaran, maupun sebagai bahan pengambilan keputusan terhadap status siswa (formtif dan sumatif). Otentik berarti nyata, riil seperti yang terjadi dalam kehidupan. Dengan demikian, asesmen otentik adalah asesmen yang meminta siswa untuk melakukan tugas-tugas nyata yang mewakili atau menunjukkan aplikasi secara bermakna atas pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Wiggins (1993) mengatakan bahwa asesmen otentik merupakan: Engaging and worthy problems or questions of importance, in which students must use knowledge to fashion performances effectively and creatively. The tasks are either replicas of or analogous to the kinds of problems faced by adult citizens and consumers or professionals in the field. Masalah atau pertanyaan yang bermakna dan melibatkan siswa menggunnakan pengetahuannya untuk melakukan unjuk kerja secara efektif dan kreatif. Tugas yang diberikan dapat berupa replica atau analogi dari jenis permasalahan yang dihadapi orang dewasa dan mereka yang dapat terlibat pada bidang tersebut (terjemahan oleh penulis makalah).

10 Dengan pengertian di atas, sangat jelas bahwa asesmen otentik sangat terkait dengan upaya pencapaian kompetensi. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terunjukkerjakan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam suatu persoalan yang dihadapi. Ciri utama kompetensi adalkah able to do, yaitu siswa dapat melakukan sesuatu berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya. Melalui asesmen otentik, hal tersebut sangat mungkin untuk diterjadikan. Oleh karena itu, KTSP dengan jelas menyarankan guru untuk mengurangi menggunakan tes-tes objektif, utamanya untuk asesmen yang bersifat formatif. Asesmen otentik adalah asesmen yang gayut dengan ciri peserta didik aktif membangun pengetahuan, hingga terbentuk kompetensi seperti yang ditetapkan dalam SKL, SK, KD, dan indikator. Tes-tes objektif bukan asesmen otentik karena jenis tes tersebut merupakan imposed target by the tester with only one single answer. Tes objektif tidak memberi kesempatan peserta didik menemukan jawaban atas persoalan yang dihadapi dengan caranya sendiri, tetapi dipaksa dengan hanya sedikit pilihan tanpa boleh mengambil pilihan diluar pilihan yang diberikan. Secara garis besar, asesmen otentik memiliki sifat-sifat (1) berbasis kompetensi yaitu asesmen yang mampu memantau kompetensi seseorang. Asesmen otentik pada dasarnya adalah asesmen kinerja, yaitu suatu unjuk kerja yang ditunjukkan sebagai akibat dari suatu proses belajar yang komprehensif. Kompetensi adalah atribut individu peserta didik, oleh karena itu asesmen berbasis kompetensi bersifat (2) individual. Kompetensi tidak dapat disamaratakan pada semua orang, tetapi bersifat personal. Karena itu, asesmen harus dapat mengungkapkan seoptimal mungkin kelebihan setiap individu, dan juga kekurangannya (untuk bisa dilakukan perbaikan); (3) berpusat pada peserta didik karena direncanakan, dilakukan, dan dinilai oleh guru dengan melibatkan secara optimal peserta didik sendiri; Asesmen otentik bersifat tak terstruktur dan open-ended, dalam arti, percepatan penyelesaian tugas-tugas otentik tidak bersifat uniformed dan klasikal, juga kinerja yang dihasilkan tidak harus sama antar individu di suatu kelompok. Untuk memastikan bahwa yang diases tersebut benar-benar adalah kompetensi riil individu (peserta didik) tersebut, maka asesmen harus dilakukan secara (4) otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari) dan sesuai dengan proses

11 pembelajaran yang dilakukan, sehingga asesmen otentik berlangsung secara (5) terintegrasi dengan proses pembelajaran. Asesmen otentik bersifat (6) on-going atau berkelanjutan, oleh karena itu asesmen harus dilakukan secara langsung pada saat proses belajar mengajar berlangsung, dimana dapat terpantau roses dan produk belajar. Dengan demikian, asesmen otentik memiliki sifat berpusat pada peserta didik, terintegrasi dengan pembelajaran, otentik, berkelanjutan, dan individual. Sifat asesmen otentik yang komprehensif juga dapat membentuk unsur-unsur metakognisi dalam diri siswa seperti risk-taking, kreatif, mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi dan divergen, tanggungjawab terhadap tugas dan karya, dan rasa kepemilikan (ownership). Ada beberapa alasan mendasar kenapa guru seyogyanya menggunakan asesmen otentik. Pertama, asesmen otentik adalah pengukuran langsung terhadap atribut siswa. Sesungguhnya, tujuan akhir pembelajaran bukan sekadar siswa menguasai konten materi yang diajarkan, namun, mereka harus bias menggunakan pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi persoalan kehidupan seharihari. Oleh karena itu, sangatlah penting dilakukan asesmen secara langsung terhadap bagaimana siswa dapat melakukan tuntutan dunia nyata tersebut dalam situasi yang otentik. Dalam tes non otentik seperti pilihan ganda, hasil baik yang dicapai anak hanya dapat diasumsikan mewakili kompetensinya, namun ini hanya asumsi, alias bukti (evidence) tidak langsung. Maka, jika seorang guru mengajarkan tentang cara membuat pisang goring, tidaklah mewakili jika siswa dites pemahamannya hanya dengan tes tulis tentang cara membuat pisang goreng. Siswa harus diases kemampuannya dalam membuat pisang goring untuk memastikan bahwa kemampuan tersebut telah terakuisisi. Kedua, asesmen otentik sesuai dengan perspektif belajar konstruktivis. Untuk membangun pengetahuannya, siswa tidak dapat hanya dengan mengulang informasi yang diperolehnya. Dengan menugaskan siswa melakukan kegiatan-kegiatan otentik seperti membuat pisang goreng berarti siswa menunjukkan atau mendemonstrasikan kemampuan yang telah dikuasainya. Siswa juga terlibat (engage) secara langsung dalam kegiatan asesmen. Dan hal ini merupakan proses belajar yang konstruktif.

12 Ketiga, asesmen otentik memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan kemampuannya dengan cara-cara yang bervariasi, bukan dengan satu cara saja. Sangat penting bagi guru untuk member kesempatan ini karena sebagaimana kita tahu, setiap orang (siswa) memiliki kelebihan dan kekurangan, demikian pula setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menunjukkan kemampuannya. Pada asesmen tradisional seperti tes pilihan ganda, samasekali tidak ada ruang variabilitas tersebut. Memang, tes-tes objektif dapat membandingkan siswa secara mudah karena apa yang diharapkan dilakukan siswa persis sama, namun, jika asesmen otentik seperti asesmen kinerja direncakan dan dilaksanakan secara baik, maka tetap saja antara siswa dapat dibandingkan karena unjuk kerja yang diharapkan sama, meskipun caranya mungkin berbeda. Dan yang juga penting diingat, dalam membangun kompetensi, siswa tidak dibandingkan dengan temannya, melainkan dibanding dengan suatu criteria ketuntasan kompetensi atau KKM. 5. Menggunakan Asesmen Otentik Dalam Pembelajaran a. Asesmen Kinerja Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut. Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian program tersebut. Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu

13 rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi. Contoh unjuk kerja siswa yang dapat diases dengan asesmen kinerja antara lain penyajian lisan (seperti keterampilan berbicara, berpidato, baca puisi, membaca nyaring, bercerita, pemecahan masalah dalam kelompok. partisipasi dalam diskusi. Menari, memainkan alat musik, olah raga, menggunakan alat lab, dan bermain. Asesmen kinerja (Performance) otentik karena dalam asesmen kinerja siswa dituntut untuk mendemontrasikan inkuiri ilmiah mereka, melakukan penalaran dan keterampilan dalam menyelesaikan beberapa tugas menarik dan menantang dalam konteks kehidupan nyata (NSTA, 2002). Agar mendapatkan alat evaluasi yang valid tugas-tugas kinerja harus memiliki criteria berikut (Nur, 2001) (1) memusatkan pada elemen-elemen pengajaran yang penting. (2) sesuai dengan isi kurikulum yang diacu, (3) mengintegrasikan informasi, konsep, ketermpilan, dan kebiasaan kerja, (4) melibatkan siswa, (5) mengaktifkan kemauan siswa untuk bekerja, (6) layak dan pantas untuk seluruh siswa, (7) ada keseimbangan antara kerj akelompok dan kerja individu (8) tersetruktur dengan baik untuk memudahkan pemahaman, (9) memiliki proses dan produk yang otentik, (10) memasukan penilaian diri, (11) memungkinkan umpan balik dari orang lain. Langkah-langkah Implementasi Asesmen Kinerja Berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk membuat penilaian kinerja yang baik antara lain : a. Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir yang terbaik

14 b. Tuliskan perilaku kemampuan-kemapuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir yang terbaik; c. Usahakan untuk membuat criteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak sehingga semua criteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakan tugas; d. Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemapuan siswa yang harus diamati (observable) atau karakteristik produk yang dihasilkan; e. Urutkan criteria kemampuan yang akan diukur berdarkan urutan yang dapat diamati; f. Kalau ada, periksa kembali dan bandingkan dengan criteria kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain dilapangan. Metode Asesmen Kinerja Kriteria performansi merupakan indikator unjuk kerja. Dalam sebuah tugas tentukan dahulu proses, produk atau keduanya karena ini menentukan kriteria yang dibuat. Berikut contoh kriteria yang menunjukkan keterampilan siswa mwngukur volume air menggunakan gelas ukur. 1. Cara meletakkan gelas ukur 2. Cara menuangkan air 3. Cara menambahkan volume air 4. Cara mebaca ukuran/volume air 5. Cara mencatat hasil pengukuran Setelah menentukan kriteria seperti di atas, selanjunya dibuat penskoran dengan menggunakan rubrik. Rubrik adalah suatu pedoman penskoran yang digunakan untuk menentukan tingkat kemahiran (proficiency) siswa dalam mengerjakan tugas. Rubrik juga digunakan untuk menilai pekerjaan siswa. Apabila dua orang guru atau lebih sedang menilai jenis pekerjaan yang sama, maka penggunaan rubrik yang sama membantu mereka memandang produk itu dengan cara yang sama.

15 Penilaian dapat dilakukan dengan ceklis dan rating (peringkat). Penilaian dengan rating scale dikenal ada tiga jenis, yaitu : (1) numerical rating scale; (2) graphic rating scale; dan (3) descriptive scale. Contoh ceklis dan ketiga rating scale di atas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan ceklis Nama :. Kelas :. Petunjuk : Berilah tanda centang ( ) pada kolom yang disediakan mengenai aspek-aspek kinerja siswa yang diamati pada saat berpidato Komponen Kinerja Centang (cek) I. Ekspresi Fisik (Physical Expression) 1. Berdiri tegak melihat pada penonton 2. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan yang disajikan 3. Mata melihat pada penonton II Ekspresi Suara (Vocal Expression) 1. Berbicara dengan kata-kata yang jelas Nada suaranya berubah-ubah sesuai pernyataan yang ditekankan Berbicara cukup keras untuk didengar oleh penonton...

16 III Ekspresi Verbal (Verbal Expression) 1. Memilih kata-kata yang tepat untuk menegaskan arti Tidak mengulang-ulang pernyataan Menggunakan kalimat yang lengkap untuk mengutarakan satu pikiran Menyimpulkan pokok-pokok pikiran yang penting... Skor Total Tabel 2. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan numerical Rating Scale Nama :. Kelas : Petunjuk: Berilah lingkaran pada setiap aspek kinerja yang sesuai dengan ketentuan sebagai berikut 1 bila siswa selalu melakukan 2 bila kadang-kadang 3 bila jarang, dan 4 bila tidak pernah I Ekspresi Fisik (Physical Expression) A. Berdiri tegak melihat pada penonton

17 B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan yang disajikan C. dst. Tabel 3. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan Menggunakan Graphic Rating Scale Nama :... Kelas :... Petunjuk Berikanlah tanda silang (X) pada garis dimana aspek kinerja siswa teramati pada waktu berpidato 1. Ekspresi Fisik (Physical Expression) A. Berdiri tegak melihat pada penonton Selalu Kadang- Jarang Tidak Pernah kadang B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan

18 yang disajikan Selalu Kadang- Jarang Tidak kadang Pernah C. dst. Tabel 4. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan Descriptive rating Scale Nama :... Kelas :... Petunjuk Berikanlah tanda silang (X) pada garis dimana aspek kinerja siswa teramati pada waktu berpidato 1. Ekspresi Fisik (Physical Expression) A. Berdiri tegak melihat pada penonton Bridiri tegak, selalu melihat pada penonton Kadang-kadang berdiri tegak, melihat ke langit-langit kadang-kadang Tidak pernah berdiri tegak, maka tidak pernah kontak dengan penonton

19 melihat penonton B. dst. b. Asesmen Diri Menurut Rolheiser dan Ross (2005) asesmen diri adalah suatu cara untuk melihat kedalam diri sendiri. Melalui asesmen diri peserta didik dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian, peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian tujuan belajarnya. Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan asesmen diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya. Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan kontribusi asesmen diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa, ketika mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (selfjudgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, Apakah tujuanku telah tercapai? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti Apa yang aku rasakan dari prestasi ini? Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction dapat terpadu untuk membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya, asesmen diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment dan self-reaction dalam model tersebut.

20 Asesmen diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross menyarankan agar peserta didik dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti mengajukan empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta didik tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya, (3) berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya. Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Pengajar mengajak peserta didik bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis asesmen diri dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya. Daftar cek pada asesmen kinerja di atas, bila digunakan siswa pada saat proses belajarnya, akan menjadi alat asesmen diri yang memberinya informasi tentang kemajuan belajarnya. Ada juga cara lain untuk melakukan asesmen diri, misalnya dengan mengajukan pertanyaan sendiri dan menjawabnya, menyatakan hal-hal yang disukai dari aktivitas yang dilakukannya, dan lain sebagainya. Ada kecenderungan peserta didik akan menilai diri terlalu tinggi dan subyektif. Karena itu, penilaian diri dilakukan berdasarkan criteria yang jelas dan objektif. Untuk itu penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut. a. Menjelaskan kepada peserta didik tujuan penilaian diri b. Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai c. Menentikan criteria penilaian yang akan digunakan d. Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda cek atau skala penilaian.

21 e. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri f. Guru mengkaji hasil penilaian, untuk mendorong peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif g. Lakukan tindakan lanjutanm antara lain guru memberikan balikan tertulis, guru dan siswa membahas bersama proses dan hasil penilaian. Asesmen diri merupakan suatu model yang menghubungkan antara hakikat penilaian diri dengan hasil belajar siswa. Apabila siswa merancang sendiri tujuan kemampuannya, maka ia memiliki kesempatan untuk mendemonstrasikan kemampuannya. Keuntungan lainnya adalah member kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam proses asesmen. Bila asesmen dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran, maka fokus berpindah dari member tes menjadi memebantu siswa memehami tujuan pengalaman belajar dan kriteria keberhasilan. Selain itu hasil studi mengatakan bahwa melalui penilaian diri memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi social dengan teman sejawat mulai dari siswa berkemampuan rendah sampai tinggi. Ada hubungan positif antara kebutuhan dan prestasi siswa dan hal ini sangat tampak apabila guru menggunakan teknik belajar kooperatif. Karena dalam pembelajaran kooperatif menuntut siswa dapat berinteraksi bersama teman sejawat. Oleh karena itu dalam penilaian diri terdapat tiga proses regulasi diri yaitu : a. Siswa melakukan observasi sendiri yang berfokus pada aspek kinerja yang relevan denga tujuan dan standar keberhasilan b. Siswa mempertimbangkan sendiri dan menentukan tujuan khusus dan umum yang akan dicapai c. Siswa melakukan reaksi diri, menafsirkan tingkat pencapaian tujuan, dan menghayati keberhasilan/kemajuan sebagau bahan refleksi diri. Contoh Lembar Evaluasi Diri Siswa Inventori Minat Membaca Nama Pebelajar: No. Deskripsi Ya/

22 Tidak 1. Saya suka membaca cerita apapun, terutama kisah-kisah orang terkenal 2. Saya lebih banyak membaca cerita untuk waktu luang saya 3. Saya tidak sabar untuk mengetahui akhir dari kisah yang saya baca 4. Banyak hal yang menarik dalam cerita-cerita yang saya baca 5. Saya sering melihat kehidupan dalam cerita-cerita 6. Saya lebih asyik membaca dibandingkan dengan melakukan halhal yang lain 7. Dst.. e. Projek Projek, atau seringkali disebut pendekatan projek (project approach) adalah investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Dalam projek, siswa mendapat kesempatan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya. Pelaksanaan projek dapat dianalogikan dengan sebuah cerita, yaitu memiliki fase awal, pertengahan, dan akhir projek. Kegiatan projek adalah cara yang amat baik untuk melibatkan siswa dalam pemecahan masalah karena bersifat sangat ilmiah apalagi ditunjang dengan kegiatan yang berhubungan dengan dunia nyata. Projek dapat melibatkan siswa secara aktif dan menemukan situasi baru yang mendorong siswa menemukan suatu masalah sehingga dapat menuntut mereka merumuskan hipotesis yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Untuk sekolah tingkat dasar melalui projek juga menyediakan peluang bagi siswa untuk mengekplorasi ide-ide ilmiah dengan menggunakan materi fisik atau teknologi baru. Siswa dapat diarahkan untuk melakukan investigasi permasalahan yang ada di sekitar kehidupan siswa baik lingkungan sekolah maupun tempat tinggal siswa. Projek yang diberikan dalam konten(isi) pemecahan masalah, dapat digunakan siswa untuk

23 melakukan ekplorasi belajar dan berfikir tantangan ide yang mengembangkan pemahaman mereka dalam berbagai area isi kurikulum. Asesmen projek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kamampuan mengaplikasikan, kamampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan dari siswa pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Dalam penilaian projek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu : a. Kemampuan pengelolaan, kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan. b. Relevansi, kesesuaian dengan mata pelajaran dengan memepertimbangkan tahap pengetahuan, pamahaman dan keterampilan dalam pembelajaran c. Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik Teknik asesmen projek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir projek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data dan menyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian. Beberapa contoh kegiatan siswa dalam penilaian projek, misalnya penelitian sederhana tentang dampak limbah terhadap kesehatan, pementasan drama, dan sebagainya. Berikut ini diberikan contoh suatu asesmen projek dengan tugas projek berupa pertunjukan drama. Fase awal: Guru memberikan tugas projek pada siswa, sebagai berikut. Tugas Projek : Pertunjukan Drama

24 Petunjuk : - Pilihlah salahsatu drama karya Putu Wijaya - Setiap kelompok terdiri dari 5 10 orang siswa - Pertunjukan akan dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2007 di auditorium sekolah - Lama waktu pertunjukan adalah satu jam untuk setiap kelompok, karena itu naskah dapat dimodifikasi tanpa meninggalkan pesan aslinya. Fase Pengembangan; Siswa mencari bahan, memodifikasi naskah, berdiskusi dengan ahli, berlatih secara terbimbing maupun mandiri. Fase Akhir: siswa menampilkan hasil kerja mereka, yaitu berupa petunjukan drama. Untuk tugas projek tersebut di atas, guru mengembangkan rubric penilaian seperti dibawah ini. No. Aspek Deskripsi Skor (1-5) Bobot 1. Persiapan Pemilihan naskah Pemilihan pemain Jadwal kegiatan Pelaksanaan Kerjasama Intensitas dan kualitas latihan.....

25 3. Akhir Ketepatan pembawaan karakter Improvisasi Aplikasi konsep tata panggung dan pendukung lainnya Kekuatan penyampaian pesan d. Asesmen Portofolio Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti karya/kegiatan/data) sebagai bukti (evidence) yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Penggunaan portofolio dalam kegiatan evaluasi sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama dalam pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum yang berbasis kompetensi, asesmen portofolio menjadi primadona dalam asesmen berbasis kelas. Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasanya ditaruh dalam folder) bukan semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan showcase portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah portofolio karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Showcase portfolio adalah

26 portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu. Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian target kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yang komprehensif karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara bersama-sama, (2) berorientasi baik pada proses maupun produk belajar, dan (3) dapat memfasilitasi kepentingan dan kemajuan peserta didik secara individual. Dengan demikian, asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yang sangat tepat untuk menjawab tantangan KBK. Asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok yaitu: (1) sampel karya peserta didik, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka. (1) Karya Karya peserta didik menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke waktu. Sampel tersebut dapat berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, problem matematika, maupun eksperimen. Isi dari sampel tersebut disusun secara sistematis tergantung pada tujuan pembelajaran, preferensi pengajar, maupun preferensi peserta didik. Asesmen portoflolio menilai proses maupun hasil. Oleh karena itu proses dan hasil sama pentingnya. Meskipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti proses mendapatkan porsi penilaian yang besar (bandingkan dengan asesmen konvensional yang hanya menilai hasil belajar) tetapi kualitas hasil sangat penting. Dan memang, penilaian proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan peserta didik mencapai produk yang sebaik-baiknya. Isi folder adalah berbagai produk yang dihasilkan oleh peserta didik, baik yang berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), dan disebut entri (entry). Sumber informasi dapat diperoleh dari tes maupun non-tes (dengan tes objektif diupayakan minimal). Bahan non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan lain-lain yang dapat menunjukkan perkembangan peserta didik sebagai peserta didik. Catatan dan bahan evaluasi-diri juga merupakan bagian dalam folder.

27 (2) Asesmen Diri dalam Asesmen Portofolio O Malley dan Valdez Pierce (dalam Marhaeni, 2008) bahkan mengatakan bahwa self-assessment is the key to portfolio. Hal ini disebabkan karena melalui evaluasi diri peserta didik dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya dan pencapaian tujuan belajarnya. Asesmen diri dalam asesmen portofolio persis sama dengan evaluasi diri yang dibahas dalam bagian b. di atas. Memang, asesmen portofolio adalah asesmen otentik yang paling komprehensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenisjenis asesmen yang lain seperti asesmen kinerja dan esai (lihat lampiran: contoh implementasi asesmen portofolio). (3) Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka Bila pada jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi rahasia pengajar atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus disosialisasikan kepada peserta didik secara jelas. Kriteria tersebut dalam hal ini mencakup prosedur dan standar penilaian. Para ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen tersebut ditetapkan bersama-sama dengan peserta didik, atau paling tidak diumumkan secara jelas. Rubrik penilaian yang digunakan guru untuk menilai kinerja siswa. Model Asesmen Portofolio

28 Berikut ini adalah modifikasi dari model asesmen portofolio oleh Moya dan O Malley (1994). Model tersebut (Portfolio Assessment Model) disesuaikan dengan tiga komponen pembelajaran, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, dan Analisis dan Pelaporan. (a). Perencanaan (1) Menentukan tujuan dan fokus (standar kompetensi, kompetensi dasar, kriteria keberhasilan) (2) Merencanakan isi portofolio, yang meliputi pemilihan prosedur asesmen, menentukan isi/topik, dan menetapkan frekuensi dan waktu dilakukannya asesmen. (3) Mendesain cara menganalisis portofolio, yaitu dengan menetapkan standar atau kriteria penilaian, menetapkan cara memadukan hasil penilaian dari berbagai sumber, dan menetapkan waktu analisis. (4) Merencanakan penggunaan portofolio dalam pembelajaran, yaitu berupa pemberian umpan balik. (5) Menentukan prosedur pengujian keakuratan informasi, yaitu menetapkan cara mengetahui reliabilitas informasi dan validitas penilaian. (b). Implementasi model (terpadu dengan pembelajaran) (1) Mengumumkan tujuan dan fokus pembelajaran kepada siswa. (2) Menyepakati prosedur asesmen yang digunakan serta kriteria penilaiannya. (3) Mendiskusikan cara-cara yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil maksimal. (4) Melaksanakan asesmen portofolio (folder, evaluasi diri) (4) Memberikan umpan balik terhadap karya dan evaluasi diri (c). Analisis dan pelaporan (1) Mengumpulkan folder

29 (2) Menganalisis berbagai sumber dan bentuk informasi (3) Memadukan berbagai informasi yang ada (4) Menerapkan kriteria penilaian yang telah disepakati (5) Melaporkan hasil asesmen c. Esai (Tes) esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, dan mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti peserta didik tidak memilih jawaban, akan tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara bebas. Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka (extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung pada kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau menyusun ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban terbuka atau jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk: (1) menyebutkan pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3) menyusun ide-idenya, dan (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada tes esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruang lingkup jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang harus diberikan oleh peserta didik. Esai terbuka/tak terstruktur merupakan bentuk asesmen otentik. Tes esai memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ide, dan peserta didik harus mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang tersusun atau terorganisasi. Kelemahan esai adalah berkaitan dengan penskoran. Ketidakkonsistenan pembaca merupakan penyebab kurang objektifnya dalam

30 memberikan skor dan terbatasnya reliabilitas tes. Namun hal ini dapat diminimalkan melalui penggunaan rubrik penilaian, dan penilai ganda (inter-rater). Asesmen terhadap esai memerlukan pedoman penilaian/rubrik penilaian. Pedoman penilaian (disebut dengan benchmark), dibuat untuk setiap tugas/soal esai. Sebagai contoh, sebuah esai berupa pendapat terhadap suatu fenomena tertentu, misalnya, perilaku metroseksual. Untuk mengembangkan pedoman penilaian tersebut, guru melakukan langkah-langkah seperti pada pengembangan rubrik kinerja. Untuk esai tentang perilaku metroseksual, guru misalnya menetapkan kriteria: kualitas argumentasi, keruntutan (koherensi) pengungkapan ide, dan penggunaan bahasa. No. Kriteria Penilaian 1. Kualitas argumentasi 2. Keruntutan ide (koherensi) 3. Penggunaan Bahasa Deskriptor Skor (1-10) Mengambil posisi secara jelas, argumentasi rasional, menggunakan fakta pendukung secara proporsional Pengungkapan secara logis, hubungan antar fakta dan konsep dibangun terangkai dengan baik, menggunakan ungkapan penyambung dan transisi secara tepat Lugas, mudah dimengerti, kalimatkalimat gramatikal, kaya, dan variatif. Bobot Untuk melakukan asesmen-asesmen otentik di atas, dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan instrumen. Yang penting, teknik dan instrumen tersebut dapat menampilkan otentisitas pembelajaran dan hasil belajar siswa. Beberapa teknik asesmen otentik adalah 0bservasi, presentasi, diskusi, investigasi, jurnal, wawancara, dan konferensi. Berikut ini diberikan beberapa contoh instrumen yang digunakan dalam asesmen otentik (disamping instrumen lainnya yang telah ada di atas).

31 LEMBAR OBSERVASI Beri tanda cek! Nama Siswa Mengerjakan Tidak mengerjakan Catatan guru Tugas (On- tugas (Off-Task) Task) Ayu Damar Dst CEKLIS PENGAMATAN Beri tanda cek pada aspek yang muncul! NO. Nama Siswa Kerjasama Respek Inisiatif 1. Ayu 2. Damar 3. Dst. Asesmen Kinerja Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis NO. Komponen Bobot skor Indikator (1 5) 1. Isi Karangan 3 Relevansi topik dengan substansi tugas, Pengembangan thesis statement, Wawasan tentang topik

32 2. Organisasi Ide 2 Susunan ide-ide, Pengungkapan ide-ide 3. Penggunaan Kosakata 4. Penggunaan Tatabahasa 5. Penggunaan Mekanika (ejaan dan tandabaca) 2 Kompleksitas dan efektivitas kalimat, Akurasi penggunaan tatabahasa 2 Keluasan kosakata, Ketepatan penggunaan kata dan idiom, Ketepatan bentuk-bentuk kata 1 Kepatuhan pada konvensi/aturanaturan penulisan, Ketepatan penggunaan tanda-tanda baca dan huruf besar, Kebenaran ejaan Rekap Nilai Kemampuan Menulis No. Nama Pebelajar Komponen Kemampuan Menulis Jml Rerata 1. Ayu Tika H. Isi Org. Kskt. Ttbhs. Mknk. 2. Damar S. 3. Dst. Referensi Hibbard, M. (1995). Performance Assessment in the Science Classroom. N.Y: The McGrawhill Companies. Marhaeni, A. A. I. N. (2006). Menggunakan Asesmen Otentik dalam Pembelajaran. Makalah disampaikan dalam pelatihan pembelajaran bagi guru-guru SMA Negeri 1 Denpasar tanggal 19 Agustus Marhaeni, A.A.I.N. Marhaeni (2008). Asesmen Pembelajaran Tematik di SD Kelas Awal. Makalah disampaikan pada pelatihan guru Sd di Karangasesm (DBEP)

33 Nitko A.J. (1996). Educational Assessment of Students, 2 nd Ed. Columbus Ohio : Prentice Hall. Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know. Boston: Allyn and Bacon. Stiggins, R. J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. N.Y: Maxwell Macmillan International.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA ASESMEN OTENTIK DALAM RANGKA KTSP Suatu Upaya Pemberdayaan Guru dan Siswa DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL U NDIKS H A OLEH A.A. ISTRI N. MARHAENI Makalah Disampaikan pada

Lebih terperinci

ASESMEN PEMBELAJARAN TEMATIK DI SD KELAS AWAL

ASESMEN PEMBELAJARAN TEMATIK DI SD KELAS AWAL ASESMEN PEMBELAJARAN TEMATIK DI SD KELAS AWAL I. Pendahuluan Sesuai dengan aturan Standar Proses Pendidikan Nasional (Permen No. 41 tahun 2007), tugas utama guru professional adalah melakukan perencanaan

Lebih terperinci

ASESMEN AUTENTIK DALAM KAITAN DENGAN OPTIMALISASI KINERJA PROFESIONAL BERKELANJUTAN

ASESMEN AUTENTIK DALAM KAITAN DENGAN OPTIMALISASI KINERJA PROFESIONAL BERKELANJUTAN ASESMEN AUTENTIK DALAM KAITAN DENGAN OPTIMALISASI KINERJA PROFESIONAL BERKELANJUTAN Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni Ngurah_marhaeni@yahoo.com Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja - Bali Globalisasi

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMBELAJARAN oleh Jarnawi Afgani D.

PENILAIAN PEMBELAJARAN oleh Jarnawi Afgani D. PENILAIAN PEMBELAJARAN oleh Jarnawi Afgani D. P E N I L A I A N Apa yang dimaksud dengan PENILAIAN? Apa yang dimaksud dengan PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI? Bagaimana cara melakukan PENILAIAN? PENILAIAN:

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMBELAJARAN

PENILAIAN PEMBELAJARAN PENILAIAN PEMBELAJARAN PENILAIAN APA PENILAIAN? APA PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI? BAGAIMANA CARANYA? PENILAIAN: PROSES SISTIMATIS MELIPUTI PENGUMPULAN INFORMASI (ANGKA, DESKRIPSI VERBAL), ANALISIS, INTERPRETASI

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB VIII PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Parsaoran Siahaan Fisika FPMIPA UPI-Bandung ASESMEN OTENTIK

Parsaoran Siahaan Fisika FPMIPA UPI-Bandung ASESMEN OTENTIK ASESMEN OTENTIK ASESMEN OTENTIK Penilaian di mana siswa diminta untuk melakukan tugas-tugas dunia nyata yang menunjukkan aplikasi bermakna dari pengetahuan dan keterampilan esensial (Jon Mueller) Siswa

Lebih terperinci

Inisiasi III ASESMEN PEMBELJARAN SD

Inisiasi III ASESMEN PEMBELJARAN SD Inisiasi III ASESMEN PEMBELJARAN SD (MK Asesmen Pembelajaran di SD) Saudara mahasiswa, selamat bertemu kembali dalam pembelajaran mata kuliah asesmen pembelajaran SD. Saya Yuni Pantiwati sebagai tutor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan

Lebih terperinci

EVALUASI INTERNAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN KINERJA PENGELOLA SEKOLAH

EVALUASI INTERNAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN KINERJA PENGELOLA SEKOLAH EVALUASI INTERNAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN KINERJA PENGELOLA SEKOLAH OLEH A.A. ISTRI N. MARHAENI Disampaikan Pada Pelatihan Para Kepala Sekolah Yang Diselenggarakan Oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan,

Lebih terperinci

(Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta) Kata kunci: pembelajaran ekonomi, penilaian berbasis kompetensi.

(Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta) Kata kunci: pembelajaran ekonomi, penilaian berbasis kompetensi. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 1 Nomor 2, Mei 2005 SISTEM PENILAIAN PEMBELAJARAN EKONOMI BERBASIS KOMPETENSI Oleh: Barkah Lestari (Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Performance assesment merupakan cara penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa saat melakukan sesuatu (Uno, 2012). Performance assesment merupakan penilaian

Lebih terperinci

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR Definisi 1. Penilaian autentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL Widihastuti Dosen Program Studi Teknik Busana Fakultas Teknik UNY widihastuti@uny.ac.id; twidihastutiftuny@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asesmen dan Asesmen Kinerja Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mendapatkan informasi tentang belajar siswa (observasi,

Lebih terperinci

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes Oleh : Tomoliyus FIK UNY Abstrak Diterapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) penjasorkes di sekolah hendaknya dipahami tidak hanya sekedar penyesuaian

Lebih terperinci

ASESMEN PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI

ASESMEN PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA ASESMEN PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL U NDIKS H A OLEH A.A. ISTRI N. MARHAENI 1 Bahan Pelatihan Bagi Guru-Guru Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1 Penegasan Istilah Istilah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan terutama untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Problem-Based Learning a. Pengertian Problem-Based Learning Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran.

Lebih terperinci

KETERAMPILAN MENILAI (MENGEVALUASI)

KETERAMPILAN MENILAI (MENGEVALUASI) KETERAMPILAN MENILAI (MENGEVALUASI) Dra. Titik Harsiati, M.Pd 1. Pengertian dan Karakteristik Penilaian dalam Paradigma Konstruktivisme Seiring dengan perkembangan belajar yang berorientasi pada pendekatan

Lebih terperinci

APAKAH KUESIONER? Kuesioner : Daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik yang digunakan untuk alat pengumpulan data melalui survei.

APAKAH KUESIONER? Kuesioner : Daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik yang digunakan untuk alat pengumpulan data melalui survei. APAKAH KUESIONER? Kuesioner : Daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik yang digunakan untuk alat pengumpulan data melalui survei. Kuesioner harus sesuai dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

ASESMEN PORTOFOLIO I GEDE SUDIRGAYASA

ASESMEN PORTOFOLIO I GEDE SUDIRGAYASA ASESMEN PORTOFOLIO I GEDE SUDIRGAYASA Pendahuluan Mulai kurikulum 2004, istilah asesmen (assessment) mulai diperkenalkan dalam konteks pembelajaran di sekolah, di mana sebelumnya untuk konteks ini digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning Teori yang melandasi Problem Based Learning adalah teori Vygotsky, Bruner dan Dewey. Teori Vgostky menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang. Pendidikan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada semua

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada semua jenjang pendidikan sejak tahun ajaran 2007/2008 menuntut berbagai perubahan pada praktik pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm. 33-40 PEMANFAATAN PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Hasil belajar dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMBELAJARAN

PENILAIAN PEMBELAJARAN PENILAIAN PEMBELAJARAN I Made Alit Karyawan Salain Pengembangan Pendidikan Kurikulum Tujuan Tujuan Peserta Didik Pembelajaran Penilaian Tujuan 1 Pengertian Penilaian Kegiatan terstruktur seorang pendidik

Lebih terperinci

PENYUSUNAN ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR *) Oleh: Ali Muhson, M.Pd. **)

PENYUSUNAN ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR *) Oleh: Ali Muhson, M.Pd. **) PENYUSUNAN ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR *) Oleh: Ali Muhson, M.Pd. **) A. Pengertian Penilaian Kelas Penilaian kelas adalah suatu bentuk kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang I. PENDAHULUAN Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

Lebih terperinci

SISTEM PENILAIAN MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN PAI

SISTEM PENILAIAN MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN PAI SISTEM PENILAIAN MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN PAI Mahasiswa wajib mengerjakan 5 paket tugas individu, 5 paket tugas kelompok, UTS dan UAS Tugas dikerjakan di kertas folio bergaris dan dilengkapi identitas

Lebih terperinci

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR PPT 2.3 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN A.

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

KURIKULUM 2013 PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PUSAT PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK 2015 1 PPT-1.3C

Lebih terperinci

PENTAS TERBUKA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA KOMPETENSI DASAR ALAT OPTIK KELAS X-4 SMAN 1 KEBOMAS-GRESIK

PENTAS TERBUKA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA KOMPETENSI DASAR ALAT OPTIK KELAS X-4 SMAN 1 KEBOMAS-GRESIK Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PENTAS TERBUKA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan

Lebih terperinci

PENILAIAN BERBASIS KELAS

PENILAIAN BERBASIS KELAS PENILAIAN BERBASIS KELAS PENILAIAN PENGERTIAN PENILAIAN PENGERTIAN PENILAIAN KELAS CIRI PENILAIAN KELAS TEKNIK PENILAIAN MANFAAT HASIL PENILAIAN PENGERTIAN KETUNTASAN BELAJAR PELAPORAN SARWANTO PENGERTIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan termasuk ke dalam materi yang sangat menarik, tetapi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peradapan manusia yang terus berkembang menyebabkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga terus mengalami kemajuan yang pesat. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2011: 5-6) bahwa hasil belajar itu berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif,

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

RANCANGAN BELAJAR DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

RANCANGAN BELAJAR DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENILAIAN PENGERTIAN PENILAIAN PENGERTIAN PENILAIAN KELAS CIRI PENILAIAN KELAS TEKNIK PENILAIAN MANFAAT HASIL PENILAIAN PENGERTIAN KETUNTASAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI (PBK) PADA MATEMATIKA MATERI KESEBANGUNAN UNTUK SISWA SMP. Oleh: Endah Budi Rahaju UNESA

PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI (PBK) PADA MATEMATIKA MATERI KESEBANGUNAN UNTUK SISWA SMP. Oleh: Endah Budi Rahaju UNESA Kode Makalah PM-1 PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI (PBK) PADA MATEMATIKA MATERI KESEBANGUNAN UNTUK SISWA SMP Oleh: Endah Budi Rahaju UNESA Abstrak Dalam KBK telah dimasukkan tujuan-tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB VI PENILAIAN DAN PENDEKATAN PENILAIAN

BAB VI PENILAIAN DAN PENDEKATAN PENILAIAN BAB VI PENILAIAN DAN PENDEKATAN PENILAIAN A. Pendahuluan Penilaian merupakan langkah lanjutan yang umumnya dilakukan oleh pendidik dengan berbasis pada data pengukuran yang tersedia. Penilaian atau Assessment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Panduan Penyusunan KTSP jenjang Dikdasmen BSNP KURIKULUM 2013? (Berbasis Scientific Approach)

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS. oleh Isah Cahyani Diadaptasi dari berbagai sumber dan hasil diskusi

PEMBELAJARAN MENULIS. oleh Isah Cahyani Diadaptasi dari berbagai sumber dan hasil diskusi PEMBELAJARAN MENULIS oleh Isah Cahyani Diadaptasi dari berbagai sumber dan hasil diskusi Assalamualakium Hakikat Menulis Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asesmen 1. Definisi asesmen Menurut Phelps dkk (1997), asesmen merupakan masalah penting bagi pendidik kimia. Dalam rangka untuk membuat perubahan nyata di ruang kelas kimia, yang

Lebih terperinci

1. PERSOALAN PENILAIAN BELAJAR

1. PERSOALAN PENILAIAN BELAJAR Substansi 1. Identifikasi persoalan penilaian pembelajaran 2. Tujuan penilaian pembelajaran 3. Ranah tujuan penilaian pembelajaran 4. Strategi penilaian pembelajaran 5. Beberapa contoh aplikasi pd aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Belajar Siswa Menurut pengertian bahasa, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu pengertian istilah, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui

Lebih terperinci

MEMAHAMI STANDAR PENILAIAN BSNP

MEMAHAMI STANDAR PENILAIAN BSNP MEMAHAMI STANDAR PENILAIAN BSNP LATAR BELAKANG BSNP SECARA FILOSOFIS: - PROSES PEND PROSES MENGEMBANGKAN POTENSI SISWA MENJADI KEMAMPUAN DAN KETERAMPILAN TTT. SISWA SIPERLAKUKAN DAN DINILAI SEC. ADIL tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses pengembangan pendidikan pada saat ini. Kegiatan evaluasi pendidikan menempati posisi penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, latihan, proses,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK

IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK LAMPIRAN IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK 1. Pengertian Penilaian Hasil Belajar (PHB) adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia 1. Pengertian Keterampilan Menulis. Menulis adalah salah satu standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendekatan ilmiah atau scientific approach. Dalam implementasi kurikulum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendekatan ilmiah atau scientific approach. Dalam implementasi kurikulum 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Perancangan kurikulum 2013, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmiah atau scientific approach. Dalam implementasi kurikulum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN INOVATIF DAN ASESMEN OTENTIK DALAM RANGKA MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN PRODUKTIF

PEMBELAJARAN INOVATIF DAN ASESMEN OTENTIK DALAM RANGKA MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN PRODUKTIF UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA PEMBELAJARAN INOVATIF DAN ASESMEN OTENTIK DALAM RANGKA MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN PRODUKTIF DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL U NDIKS H A OLEH A.A. ISTRI N. MARHAENI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya yang lebih berkualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sorotan yaitu pada sektor pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. sorotan yaitu pada sektor pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang terus-menerus melakukan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Salah satu yang mendapat sorotan yaitu pada sektor pendidikan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada. BAB I PENDAHULUAN Bab satu ini membahas tentang latar belakang permasalahan mengenai assesment afektif yang merupakan penilaian pada jenjang pendidikan selain penilaian kognitif dan psikomotor. Pada sub

Lebih terperinci

MENGGUNAKAN CTL DAN ASESMEN OTENTIK

MENGGUNAKAN CTL DAN ASESMEN OTENTIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA MENGGUNAKAN CTL DAN ASESMEN OTENTIK DALAM RANGKA IMPLEMENTASI KTSP DI SEKOLAH DASAR DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL U NDIKS H A OLEH Tim Penatar Undiksha Disampaikan Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya membangun interaksi bermakna antara guru dengan peserta didik lewat

BAB I PENDAHULUAN. upaya membangun interaksi bermakna antara guru dengan peserta didik lewat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran merupakan bagian yang berkaitan dengan upaya membangun interaksi bermakna antara guru dengan peserta didik lewat materi fisika baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains serta teknologi yang sangat pesat seperti saat sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

antara ketiganya. Untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan akan memilih yang panjang. Kita tidak akan memilih yang pendek, kecuali

antara ketiganya. Untuk memahami apa persamaan, perbedaan, ataupun hubungan akan memilih yang panjang. Kita tidak akan memilih yang pendek, kecuali A. Arti Penilaian Istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi, seringkali digunakan dalam dunia pendidikan. Ketiga kata tersebut memiliki persamaan, perbedaan, ataupun hubungan antara ketiganya. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA/MA adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia lebih banyak menekankan kepada hasil belajar berupa kognitifnya saja. Hal ini terlihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kurikulum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kurikulum merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum, proses pembelajaran, dan penilaian merupakan tiga dimensi dari sekian banyak dimensi yang sangat penting dalam pendidikan. Ketiga dimensi tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Matematis Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran berbasis masalah, sebelumnya harus dipahami dahulu kata masalah. Menurut Woolfolk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan formal bertambah dari tahun ke tahun. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN STANDAR PROSES PROGRAM S1 PGSD IKATAN DINAS BERASRAMA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN A. Rasional Standar proses proses pembelajaran merupakan acuan penyelenggaraan serta bentuk akuntabilitas perguruan tinggi

Lebih terperinci

PENILAIAN BERBASIS KURIKULUM 2013*)

PENILAIAN BERBASIS KURIKULUM 2013*) PENILAIAN BERBASIS KURIKULUM 2013*) Disampaikan Oleh: Badrun Kartowagiran**) UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 ============================ *) Makalah disampaikan pada Pelatihan Penilaian Otentik Bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dengan demikian akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia sangatlah besar dan mencakup berbagai aspek. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia sangatlah besar dan mencakup berbagai aspek. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh peningkatan kompleksitas peralatan teknologi pada kehidupan manusia sangatlah besar dan mencakup berbagai aspek. Hal ini tentunya menyebabkan permintaan

Lebih terperinci