NASI KETELA ( GADUNGAN ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN PANGAN NON BERAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NASI KETELA ( GADUNGAN ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN PANGAN NON BERAS"

Transkripsi

1 NASI KETELA ( GADUNGAN ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN PANGAN NON BERAS Oleh : Agus Santoso ABSTRAK Nasi ketela ( gadungan ) merupakan salah satu jenis olahan makanan tradisional mempunyai sifat seperti nasi (kenampakan dan teksturnya) sehingga bagi masyarakat Purworejo merupakan makanan pengganti nasi yang dikonsumsi saat musim paceklik atau masyarakat sulit mendapatkan beras. Pengolahan nasi ketela oleh masyarakat Purworejo menggunakan teknologi spesifik lokasi yang berkembang di masyarakat secara turun temurun, belum mengenal dan tersentuh inovasi teknologi pangan sehingga kualitas nasi ketela sangat beragam. Untuk itu bagaimana menjadikan olahan nasi ketela memberi kesan inderawi tidak membosankan, meskipun dimakan berulang kali dalam waktu lama dan dalam jumlah yang banyak perlu dilakukan inovasi sentuhan teknologi. Sudah saatnya produk daerah sendiri mendapat peran yang selayaknya dan dapat ditingkatkan menjadi produk unggulan daerah. Hasil penelitian Perbaikan Teknologi Pengolahan Nasi Ketela (Gadungan) sebagai alternatif pengembangan pangan non beras untuk menghasilkan produk pangan pengganti beras telah dilakukan serangkaian penelitian oleh tim Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Widya Dharma Klaten. Nasi ketela ( Gadungan ) sebagai makanan khas dari bahan baku ketela kualitasnya akan lebih baik bila dibuat dari varietas basiro, ukuran pencacahan/perajangan 6 mm, lama perendaman 24 jam dengan konsentrasi laru (starter) 50% dan dengan lama pengukusan 60 menit. Nasi ketela yang dihasilkan dengan kualitas : kadar air 17,19 17,98%; kadar pati 49,25 53,94%; kadar HCN 0,70 0,85 mg/kg, tekstur 3,11 4,81; rasa enak sampai sangat enak (2,90-3,80); warna putih kekuningan sampai putih (2,60 3,80); dan dengan tingkat kesukaan konsumen suka sampai sangat suka (3,35 3,75) PENDAHULUAN Di setiap memasuki musim kemarau/kering Indonesia selalu dihadapkan pada permasalahan adanya kelangkaan beras secara meluas, sehingga harga beras terus melambung mencapai harga Rp ,- sampai Rp ,-/Kg. Bahkan cukup banyak dilaporkan masyarakat hanya mampu mengkonsumsi nasi aking. Pemerintah melalui Bulog dan Dolog di berbagai daerah terus melakukan operasi pasar serta saat ini pemerintah mengalami dilematis apakah harus mengimport kembali beras /tidak? (Anonim, 2007a). Namun demikian Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat krisis yang terjadi baru dalam bentuk ancaman yang diisyaratkan oleh kelangkaan barang dan belum sampai mengalami krisis pangan walaupun banyak dijumpai kelaparan dan kurang gizi pada masyarakat (Anonim, 2007b). Indonesia sesungguhnya kaya akan tanaman pangan yang bernilai tinggi di luar padi, salah satu dari golongan umbi-umbian yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber pangan penganti beras adalah ketela pohon (ketela). Agus Santoso, adalah Dosen Fakultas THP Unwidha Klaten Magistra No. 72 Th. XXII Juni

2 Ketela sebagai sumber pangan dapat diolah menjadi ketela rebus, ketela goreng, ceriping, cokies, gethuk, gethuk goreng, thiwul serta nasi ketela (gadungan). Thiwul serta nasi ketela (gadungan) oleh masyarakat digunakan sebagai pengganti nasi disaat sumber pangan (beras) langka (peceklik). Perbedaan olahan keduanya adalah thiwul diolah dari ketela yang sudah dikeringkan yaitu gaplek, sedangkan nasi ketela (gadungan) dibuat dari ketela segar. Proses pembuatan nasi ketela (gadungan) yaitu ketela segar dikupas, dipotong-potong, direndam sehari semalam, diperam sehari semalam, dipressing dan dicacah menjadi berasan dengan cara dilakukan pengayakan baru dikukus jadilah nasi ketela (gadungan). Teknologi ini spesifik tradisional khas masyarakat Kabupaten Purworejo Jawa Tengah (Dasuki, 2007). Nasi ketela (gadungan) merupakan salah satu jenis olahan makanan tradisional mempunyai sifat seperti nasi (kenampakan dan teksturnya) sehingga bagi masyarakat Purworejo merupakan makanan pengganti nasi yang dikonsumsi saat musim paceklik atau masyarakt sulit mendapatkan beras. Saat krisis pangan bagi sebagian masyarakat Indonesia seperti saat ini terjadi kelangkaan beras dan harganya tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat, langkah-langkah pengembangan pangan nonberas menjadi alternatif pemecahannya. Pemasyarakatan dan pengembangan pangan non beras, peran riset dan teknologi pangan mutlak diperlukan untuk perbaikan dan penyempurnaan teknologi tradisional yang telah dimiliki masyarakat secara turun temurun. Dengan riset akan mampu meragamkan variasi sajian produk pangan, meningkatkan potensi bahan lokal serta mendapatkan olahan bergizi dan aman untuk dikonsumsi. PERMASALAHAN Pengolahan nasi ketela (gadungan) oleh masyarakat Purworejo menggunakan teknologi spesifik lokasi yang berkembang di masyarakat secara turun temurun, belum mengenal dan tersentuh inovasi teknologi pangan sehingga kualitas nasi ketela sangat beragam. Hasil survey penelitian pendahuluan 2007, menunjukkan hasil olahan nasi ketela (gadungan) kenampakan warnanya kuning keputihan sampai putih bersih, teksturnya lembek sampai keras yang diharapkan tekstur pulen, rasanya masam agak pahit sampai netral serta cita rasa ketelanya masih nampak sampai netral. Beragamnya kualitas ini diduga dipengaruhi oleh bahan baku varaitas ketela, umur panen, ukuran perajangan, lama perendaman (fermentasi) dan lamanya pengukusan, serta masih banyak lagi faktor lainnya. Mengingat kompleknya faktor yang menentukan kuaitas nasi ketela (gadungan) selama pengolahan, maka perlu dilakukan suatu pengkajian tentang Perbaikan Teknologi Pengolahan nasi ketela (Gadungan) sebagai alternatif Pengembangan Pangan Non beras untuk menghasilkan produk pangan pengganti beras. MASALAH MAKANAN POKOK Makanan pokok yaitu makanan yang paling banyak dan paling sering dimakan, dan menjadikan keterkaitan dan keterikatan yang kuat, yang menjadikan perasaan belum makan kalau belum makan makanan tersebut (nasi) meskipun sudah makan makanan lainnya (Haryadi, 2006). Menurut Jakob (1990) makanan merupakan interaksi antara manusia dan lingkungaanya. Beras dipilih menjadi makanan pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediannya dalam 50 Magistra No. 72 Th. XXII Juni 2010

3 jumlah cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap dan aman dari segi kesehatan. Makanan pokok memberi kesan inderawi tidak membosankan, meskipun dimakan berulang kali dalam waktu lama dan dalam jumlah yang banyak (Haryadi, 2006). Beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia memiliki sejarah budaya seperti banyak ungkapan berkaitan dengan beras ataupun nasi, seperti ungkapan atau peribahasa misalnya mencari sesuap nasi, nasi sudah menjadi bubur (Khudori, 2003). Beras atau nasi menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia karena sebagai konsep makan dan disenangi karena dua unsur yaitu kenyang dan nikmat. Keterkaitan pada beras sebagai pangan pokok gilirannya menimbulkan masalah, yaitu ketika permintaan terus menerus meningkat, sementara persediaan yang ada tidak dapat memenuhinya. Swasembada pangan khususnya beras yang telah dicapai bangsa Indonesia beberapa tahun 2004 yang lalu hanya menjadi sejarah dan sekarang tanpa harus merasa gagal kita mengalami krisis pangan. Banyak dilaporkan masyarakat mengalami kelaparan, kurang gizi dan harga makanan pokok (beras) tidak terjangkau sebagian masyarakat (Anonim, 2007a) Tapi apapun bentuknya tampaknya telah tumbuh kesadaran pada sebagian masyarakat, orientasi pada beras ikut memperbesar ancaman terjadinya krisis. Maka, mulai saat ini perlu dicari dan digalakan langkah-langkah untuk mengurangi ketergantungan yang angat besar terhadap beras yaitu pemasyarakatan dan pengembangan pangan non beras. Indonesia sesungguhnya kaya akan tanaman pangan yang bernilai tinggi diluar padi, plant of resources of South East Asia (PROSEA), berhasil mengelompokkan sumber tanaman pangan dalam 38 kelompok komoditi, empat kelompok diantaranya terdapat 125 spesies yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan yaitu biji-bijian (cereals), 22 species, saju dan sejenisnya, 8 specise; kacang-kacangan (pulses), 26 species dan umbi-umbian (root dan tuber), 69 species (Widianarko, 1998). Makanan pokok umumnya mengandung karbohidrat yaitu padi-padian, umbi-umbian, dan batang palma. Salah satu umbiumbian yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber pangan pengagnti bears adalah ketela pohon (ketela), KETELA Ketela sering dikenal juga sebagai ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, diantaranya singkong, ubi jenderal, telo puhung, bodin, telo jenderal (jawa), sampeu huwi dangdeur, huwi jenderal (sunda), kasbek (ambon dan ubi Perancis (padang) (Rukmana, 2001). Ketela merupakan tanaman yang mudah tumbuh dengan baik di tanah kurang subur, sehingga produksinya cukup tinggi. Varietas ketela yang banyak dibudidayakan petani saat ini varietas valenca, mangi, basiro, betawi, kelentheng, randu, mentega dan bogor (ketela karet), serta varietas ketela tersebut sebagai bahan pangan yaitu pada kandungan Asam Sianida (HCN) (tinggi, sedang dan rendah), warna umbinya (puith dan kuning, rasa (pahitm agak enak dan enak dan tekturnya relah dan padat) (Antarlina, 1992). Ketela sebagai sumber tanaman pangan mempunyai komposisi gizi karbohidrat 34,7 37,9%, protein 0,8 1,2%, lemak 0,3%, kalsium 33 mg, pospor 40 mg, besi, 0,7 0,8 mg dan karoten (vitamin A) SI serta kalori sebesar kalori (Anonim, 2002). Magistra No. 72 Th. XXII Juni

4 Teknologi pengolahan ketela menjadi produk pangan harus mampu mengurangi zat racun berupa Asam sianida (HCN) semaksimal mungkin sehingga aman untuk dikonsumsi dan rasanya enak dapat diterima masyarakat. Asam Sinida dapat dikurang atau dihilangkankan dengan cara merendam ketela (karena HCN bersifat larut dalam air) atau dengan pemanasan (dikukus) karena bersifat mudah menguap. Dan untuk memudahkan lepasnya HCN dari umbi ketela selama perendaman maupun pengukusan dengan memperkecil ukuran umbina. Dosis lethal Asam Sianida (HCN) berkisar antara 0,5 3,5 mg/kg berat badan (Coursey, 1973). Racun ketela terdapat dalam semua bagian tanaman baik dalam daun, batang maupun umbinya,, Menurut Darjanto dan Murjadi (1980), daun ketela mengandung HCN lebih tinggi daripadanya umbinya, tetapi lebih mudah dihilangkan karena racun tersebut tidak terikat kuat seperti dalam umbi. Kandungan HCN dalam umbi ketela dipengaruhi varietas tanaman, iklim, pemupukan dan keadaan tanah (Makfoed, 1983). Umbi ketela ber-hcn rendah bila mengandung dibawah 50 mg/kg dan dikatakan tinggi kadar HCN lebih dari 100 mg/kg. Dalam melakukan pengolahan ketela sebagai bahan makanan hal penting yang harus diperhatikan adalah kandungan Asam Sianida (HCN). Menurut Coursey (1973), adanya HCN yang masih tersisa kemudian masuk ke dalam tubuh secara terus menerus menyebabkan pengaruh kronis yang disebabkan oleh cyanida yaitu Attaxic neuropathy. Attaxic neuropathy merupakan sindoma yang terdiri atas kelainan kulit, membran mucosa dan kelainan sistem syaraf yaitu dapat berupa myelopathy, bilatcral, optik, bilateral perceptive diatness dan poly neuropathy. Menurut Winarno (1992), kadar HCN ketela akan turun selama penyimpanan, dan Bourdoux, et al (1982), melaporkan bahwa perendaman 1 hari menurunkan 45 % dari jumlah HCN yang ada dan perendaman 5 hari seluruh HCN hilang sama sekali tetapi umbi ketela menjadi rusak. Penggunaan panas dalam pengolahan dapat menguapkan sebagian HCN. Dosis lethal HCN berkisar antara 0,5 sampai 3,5 mg/ kg berat badan. NASI KETELA ( GADUNGAN ) Nasi ketela (gadungan) dibuat dari ketela segar merupakan teknologi spesifik tradisional khas masyarakat Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Proses pembuatannya. yaitu ketela segar dikupas, dipotong potong, direndam (difermentasi) sehari semalam, diperam, sehari semalam, dipressing dan dicacah menjadi berasan dengan cara dilakukan pengayakan kemudian dikukus jadilah nasi ketela (gadungan) (Dasuki 2007). Dalam pembuatan nasi gadungan pemotongan (pengecilan ukuran) dan perendaman (fermentasi) bertujuan untuk menghilangkan racun Asam Sianida (HCN) dalam umbi ketela. Selain itu perendaman juga untuk memudahkan pengecilan ukuran menjadi berasan dan membantu proses gelatinisasi selama proses pengukusan sehingga jadilah olahan nasi gadungan. Masyarakat Purworejo dalam menilai kualitas nasi gadungan meliputi parameter kenampakan/warna nasi yaitu : putih, rasa tidak pahit dan tidakmasam serta teksturnya pulen. Proses pengolahan nasi ketela sebagai olahan tradisional masyarakat Kabupaten Purworejo seperti terlihat pada Gambar Magistra No. 72 Th. XXII Juni 2010

5 Kepulenan dari tektur nasi ketela (gadungan) ditentukan dari varietas ketela kandungan pati umbi serta tingkat waktu pengukusannya. Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan menggunakan uap air, selama pengukusan akan terjadi gelatinisasi pati yang merupakan pembengkakan granula pati dengan adanya penyerapan air yang cukup. Selama pengukusan granula pati pecah dan melebur sehingga antar granula pati saling melekat. Sehingga pengukusan akan melunakan bahan, melunakan dinding sel dan memperbaiki tekstur (Muljohardjo, 1987). HASIL KAJIAN PERBAIKAN TEKNOLOGI NASI KETELA Hasil penelitian Perbaikan Teknologi Pengolahan Nasi Ketela (Gadungan) sebagai alternatif pengembangan pangan non beras untuk menghasilkan produk pangan pengganti beras telah dilakukan serangkaian penelitian oleh tim Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Widya Dharma Klaten (Choirul Anam, Agus Santoso, Bambang Pranoto, Edi Supriyono dan Hasyim, 2003). Adapun perbaikan teknologi yang di bahas meliputi pengaruh varietas ketela, ukuran pencacahan/perajangan, konsentrasi laru (stater), lama perendaman dan lama pengukusan dan hasilnya terlihat pada Tabel. 1 sampai Tabel. 5. Gambar 1. Teknologi Spesifik Pengolahan Nasi ketela (Gadungan) yang dilakukan masyarakat Purworejo Magistra No. 72 Th. XXII Juni

6 Tabel 1. Pengaruh Varietas Terhadap Kualitas Nasi Ketela Parameter Varietas Ketela Valenca Mangi Basiro 1. Kadar Air (%) 16,55b 17,03b 17,72a 2. Kadar Pati (%) 51,84b 51,84b 53,94a 3. Kadar HCN (mg/kg) 0,53b 0,72a 0,77a 4. Tekstur 3,43b 3,66b 4,08a 5. Rasa 3,30b 3,60b 3,80a 6. Warna 2,75b 3,19b 3,80a 7. Kesukaan 2,90b 3,40b 3,75a Ket. : Rerata diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5% Rasa= 1 : tidak enak (masam, pahit) 5 : amat sangat enak (netral, nasi agak manis); Warna = 1: putih kebiruan - 5 : putih bersih; Penerimaan konsumen = 1 : tidak suka 5 : amat sangat suka Tabel 1. menunjukkan bahwa nasi ketela dengan bahan baku ketela varietas basiro menghasilkan kualitas nasi yang lebih baik untuk hasil uji organoleptik (rasa, warna, dan kesukaan) bila dibandingkan dengan varietas valenca dan mangi. Nasi ketela yang dihasilkan warnanya lebih putih dan rasanya sangat enak dengan penerimaan konsumen suka, tetapi tekturnya lebih keras dan kandungan HCN lebih tinggi. Sosrosudirdjo melaporkan bahwa pada umbi basah ketela varietas basiro mengandung HCN 30 mg/kg masuk kategori rendah dan tidak berbahaya. Sumardi (1982), melaporkan bahwa ketela varietas basiro rasanya netral dan umbinya berwarna putih, sedang valenca dan mangi merupakan varietas lokal rasanya manis dan warna umbinya kuning. Ketela basiro merupakan varietas introduksi dengan kandungan pati 62% (Suharmadi, 1984). Tabel 2. Pengaruh Ukuran Pencacahan Terhadap Kualitas Nasi Ketela Parameter Ukuran Pencacahan 2 mm 4 mm 6 mm 1. Kadar Air (%) 16,44c 17,18b 17,98a 2. Kadar Pati (%) 51,30b 52,37b 53,20a 3. Kadar HCN (mg/kg) 0,51c 0,64b 0,85a 4. Tekstur 4,25a 3,81b 3,11c 5. Rasa 2,05c 3,80a 3,25b 6. Warna 2,30b 3,80a 3,35a 7. Kesukaan 1,82c 3,75a 3,45b Ket. : Rerata diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5% Rasa= 1 : tidak enak (masam, pahit) 5 : amat sangat enak (netral, nasi agak manis); Warna = 1: putih kebiruan - 5 : putih bersih; Penerimaan konsumen = 1 : tidak suka 5 : amat sangat suka Tabel 2. menunjukkan bahwa ukuran pencacahan/perajangan berpengaruh terhadap kualitas nasi ketela. Perajangan lebih tipis cenderung menghasilkan nasi ketela dengan rasa masam (valenca dan mangi) dan berasa pahit (basiro). Hal ini dimungkinkan dengan ukuran perajangan tipis proses fermentasi ketela selama perendaman lebih cepat dibandingkan ukuran yang lebih tebal sehingga ph ketela lebih rendah. Perajangan tipis juga mampu menurunkan kandungan HCN dalam nasi ketela lebih baik (kadar HCN lebih rendah). Di lain pihak dengan ukuran lebih tebal, kadar pati tetap lebih tinggi sehingga memungkinkan proses gelatinisasi selama pengukusan menjadi nasi lebih baik. Dari hasil uji organoleptik, konsumen cenderung menyukai nasi ketela dengan perajangan bahan baku ketela yang lebih tebal (6 mm), karena nasi yang dihasilkan lebih pulen (tidak lembek). 54 Magistra No. 72 Th. XXII Juni 2010

7 Tabel 3. Pengaruh Konsentrasi LaruTerhadap Kualitas Nasi Ketela Parameter Konsentrasi Laru 0 % 25 % 50 % 1. Kadar Air (%) 16,77c 17,01b 17,19a 2. Kadar Pati (%) 50,11a 49,54b 49,25c 3. Kadar HCN (mg/kg) 0,96 0,86 0,79 4. Tekstur 2,64 3,60 4,72 5. Rasa 3,11a 1,90b 3,50a 6. Warna 1,50c 1,90b 2,95a 7. Kesukaan 1,55c 2,05b 3,35a Ket. : Rerata diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5% Rasa= 1 : tidak enak (masam, pahit) 5 : amat sangat enak (netral, nasi agak manis); Warna = 1: putih kebiruan - 5 : putih bersih; Penerimaan konsumen = 1 : tidak suka 5 : amat sangat suka Laru (starter bakteri asam laktat) merupakan air yang diperoleh dari hasil perendaman (proses fermentasi) ketela hari sebelumnya. Pemberiaan laru bertujuan mempercepat proses fermentasi bahan ketela bertujuan agar nasi ketela yang dihasilkan mempunyai cita rasa dan aroma khas dari nasi ketela. Tabel 3. menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi laru yang ditambahkan pada saat perendaman bahan ketela dihasilkan nasi ketela dengan kualitas (rasa dan penerimaan) oleh konsumen lebih baik yaitu rasanya enak sampai sangat enak dan disukai konsumen. Pemberian laru juga mampu menurunkan kandungan HCN nasi ketela lebih tinggi, dengan konsentrasi laru yang tinggi diduga proses fermentasi terjadi lebih cepat dengan lama perendaman yang sama akan meremahkan ketela (ketela menjadi lunak) sehingga pati lebih banyak yang larut, kadar air meningkat dan nasi ketela tekturnya lebih lunak. Dalam melakukan pengolahan ketela sebagai bahan makanan hal penting yang harus diperhatikan adalah kandungan Asam Sianida (HCN). Menurut Coursey (1973), adanya HCN yang masih tersisa kemudian masuk ke dalam tubuh secara terus menerus menyebabkan pengaruh kronis yang disebabkan oleh cyanida yaitu Attaxic neuropathy. Tabel 4. Pengaruh Lama PerendamanTerhadap Kualitas Nasi Ketela Parameter 18 jam Lama Perendaman 24 jam 30 jam 1. Kadar Air (%) 16,23c 17,16b 17,57a 2. Kadar Pati (%) 50,32a 49,60b 48,98c 3. Kadar HCN (mg/kg) 0,99a 0,85b 0,77c 4. Tekstur 2,30c 3,19b 4,88a 5. Rasa 3,15a 3,50a 3,70a 6. Warna 2,35c 2,45b 3,20a 7. Kesukaan 2,45b 3,35a 2,15b Ket. : Rerata diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5% Rasa= 1 : tidak enak (masam, pahit) 5 : amat sangat enak (netral, nasi agak manis); Warna = 1: putih kebiruan - 5 : putih bersih; Penerimaan konsumen = 1 : tidak suka 5 : amat sangat suka Magistra No. 72 Th. XXII Juni

8 Tabel 4. menunjukkan bahwa perendaman ketela (bahan baku) selama proses pengolahan nasi ketela semakin lama menyebabkan kadar airnya lebih tinggi dan tekturnya lebih lembek serta kandungan patinya juga lebih rendah. Kandungan HCN menurun, selain itu perendaman juga bertujuan untuk membersihkan kotoran-kotoran, mengurangi HCN serta untuk mempercepat proses pengukusan dan dihasilkan nasi ketela yang lebih baik. Dari hasil penerimaan konsumen perendaman ketela (bahan baku) selama 24 jam menghasilkan nasi ketela lebih disukai (3,35) dari pada lama perendaman 18 jam (2,45) maupun 30 jam (2,15). Bourdoux, et al (1982), melaporkan bahwa perendaman 1 hari menurunkan 45 % dari jumlah HCN yang ada dan perendaman 5 hari seluruh HCN hilang sama sekali, hal ini karena HCN bersifat mudah larut dalam air. Pengukusan yaitu suatu proses pemasakan dengan medium uap air dan bahan yang dikukus diletakkan di atas air yang diuapkan dan bersekat angsang (Muljohardjo, 1993). Serta bertujuan untuk melunakkan makanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukusan menurut Fellows (1990) yaitu tipe bahan, ukuran bahan, suhu pengukusan dan mtode pemanasan. Suhu yang digunakan C. Menurut Sopandi (2002), nasi ketela yang pengukusannya kurang sempurna akan berpengaruh terhadap kualitas, misalnya nasi ketela tidak pulen, keras, dan tektur tidak homogen (Jawa : nglethis) dan nasi cepat menjadi basi. Tabel 5. menunjukkan bahwa lama pengukusan 60 menit menghasilkan nasi ketela dengan kualitas organoleptik (rasa, warna dan penerimaan konsumen) yang lebih baik, yaitu dengan tingkat kesukaan suka sampai sangat suka (3,65). Tabel 5. Pengaruh Lama PengukusanTerhadap Kualitas Nasi Ketela Parameter Lama Perendaman 18 jam 24 jam 30 jam 1. Kadar Air (%) 16,06c 17,01b 17,82a 2. Kadar Pati (%) 51,67a 51,40b 51,16c 3. Kadar HCN (mg/kg) 1,02a 0,86b 0,70c 4. Tekstur 3,39c 4,11b 4,81a 5. Rasa 1,55b 2,20b 2,90a 6. Warna 1,70b 2,30a 2,60a 7. Kesukaan 1,65b 2,80a 3,65a Ket. : Rerata diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5% Rasa= 1 : tidak enak (masam, pahit) 5 : amat sangat enak (netral, nasi agak manis); Warna = 1: putih kebiruan - 5 : putih bersih; Penerimaan konsumen = 1 : tidak suka 5 : amat sangat suka KESIMPULAN Dari hasil penelitian Perbaikan Teknologi Pengolahan Nasi Ketela (Gadungan) dapat disimpulkan bahwa : 1. Nasi ketela ( Gadungan ) sebagai makanan khas dari bahan baku ketela kualitasnya akan lebih baik bila dibuat dari varietas basiro, ukuran pencacahan/perajangan 6 mm, lama perendaman 24 jam dengan konsentrasi laru (starter) 50% dan dengan lama pengukusan 60 menit. 2. Nasi ketela yang dihasilkan dengan kualitas : kadar air 17,19 17,98%; kadar pati 49,25 53,94%; kadar HCN 0,70 0,85 mg/kg, tekstur 3,11 4,81; Rasa enak sampai sangat enak (2,90-3,80); warna putih kekuningan sampai putih kotor (2,60 3,80); dan dengan tingkat kesukaan konsumen suka sampai sangat suka (3,35 3,75) 56 Magistra No. 72 Th. XXII Juni 2010

9 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002.Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, Mendongkrak Pemanfaatan Sumber Pangan dengan Sentuhan Teknologi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 27 No. 6. ISSN Anonim, 2007a. Berita Harian Kompas, 12 Januari 2007 Anonim, 2007b. Berita Harian Jawa Pos, 14 Pebruari 2007 Antarlina, S. S., Evaluasi Sifat sifat Sensoris, Fisik dan Kimia Beberapa Klon Ubi Kayu Ko!eksi Nasma Nutfah dalam Laporan Penelitian, Balitkabi, Malang Bambang Pranoto, Choirul Anam, Agus Santoso., Pengaruh Varietas dan Ukuran Perajangan Terhadap Kualitas Nasi Ketela. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Widya Dharma, Klaten Bourdoux, P. P., Segheres, M. Mafuta, J. Vandervas, M. Vandenvas Rivera, F. Delange dan A. M. Ermans, Cassava Product HCN Content and Detoxification Process dalam F. Dellange, F. B. Iteke dan A. M. Ennans (Ed): Nutricional Factor Involved in the Gastrogenic Action of Cassava, IDRC, Ottawa. Courney, D. G., Cassava as food: Toxicity and of Interdisplinary Warkshop, London, England. Dasuki, Observasi dan Wawa ncara Langsung dengan UKM Kemiri Purworejo y a n g Mengolah Nasi Ketela (Gadungan), 4 Januari Edi Supriyono, Choirul Anam, Agus Santoso., Pengaruh Konsentrasi Laru dan Lama Perendaman Terhadap Kualitas Nasi Ketela. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Widya Dharma, Klaten Haryadi, Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hasyim, Choirul Anam, Agus Santoso., Pengaruh Varietas dan Lama Pengukusan Terhadap Kualitas Nasi Ketela. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Widya Dharma, Klaten Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono, Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan Pusat Antar Universitas. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Khudori, Walau Merugi, Petani Enggan Tinggalkan Padi. Harian Pikiran Rakyat, 30 Juni Muljohardjo, M Teknologi Pengawetan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Magistra No. 72 Th. XXII Juni

10 Rukmana, H. R., Ubi Kayu, Budi Daya dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta Sosrosoedirjo, Ketela Pohon. Yasaguna, Jakarta Suharmadi, Teknologi Pasca Panen Ubi Kayu. Penebar Swadaya, Jakarta Sumardi, Perkembangan Vaietas Lokal Ubi Kayu. Karya Nusantara, Jakarta. 58 Magistra No. 72 Th. XXII Juni 2010

INOVASI PENGOLAHAN KETELA POHON MENJADI TEPUNG MOCAF SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DI DESA KARANGPATIHAN KABUPATEN PONOROGO.

INOVASI PENGOLAHAN KETELA POHON MENJADI TEPUNG MOCAF SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DI DESA KARANGPATIHAN KABUPATEN PONOROGO. INOVASI PENGOLAHAN KETELA POHON MENJADI TEPUNG MOCAF SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DI DESA KARANGPATIHAN KABUPATEN PONOROGO Joko Widiyanto1), Sigit Ari Prabowo2) Fakultas MIPA Universitas PGRI Madiun

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG MOCAF DARI KETELA POHON PADA KELOMPOK TANI KAMPUNG IDIOT DESA KARANGPATIHAN SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI OLAHAN MAKANAN

PEMBUATAN TEPUNG MOCAF DARI KETELA POHON PADA KELOMPOK TANI KAMPUNG IDIOT DESA KARANGPATIHAN SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI OLAHAN MAKANAN PEMBUATAN TEPUNG MOCAF DARI KETELA POHON PADA KELOMPOK TANI KAMPUNG IDIOT DESA KARANGPATIHAN SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI OLAHAN MAKANAN Joko Widiyanto, S.Pd., M.Pd., Sigit Ari Prabowo, S.Pd., M.Pd. IKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Ketela pohon banyak dikenal masyarakat sebagai bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Ketela pohon banyak dikenal masyarakat sebagai bahan pangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Rahmad Rukmana (1997), ketela pohon (singkong) merupakan hasil pertanian yang secara nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ketela pohon banyak dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cakupan pangan di Indonesia secara mandiri masih merupakan masalah serius yang harus kita hadapi saat ini dan masa yang akan datang. Bahan pokok utama masih bertumpu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Biologi Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong atau ketela pohon Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay. Penyebarannya hampir ke seluruh negara termasuk Indonesia.. Singkong ditanam di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyebaran ubi kayu atau singkong ke seluruh wilayah nusantara terjadi pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyebaran ubi kayu atau singkong ke seluruh wilayah nusantara terjadi pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Singkong Penyebaran ubi kayu atau singkong ke seluruh wilayah nusantara terjadi pada tahun 1914-1918. Pada tahun 1968, Indonesia menjadi negara pengghasil singkong nomor lima di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaannya termasuk kekayaan tentang makanan tradisional, banyak makanan tradisional yang tidak dijumpai di negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karbohidrat dalam gadung juga didominasi oleh pati, tetapi jumlah pati

BAB I PENDAHULUAN. Karbohidrat dalam gadung juga didominasi oleh pati, tetapi jumlah pati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gadung dalam bahasa botani dikenal sebagai Dioscorea hispida (umbi hutan). Seperti halnya umbi-umbi yang lain, gadung merupakan sumber pangan yang mengandung karbohidrat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan,

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan, kimia dan pakan ternak. Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman umbi-umbian dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau uwi-uwian. Genus Dioscorea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman nangka merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang banyak digunakan masyarakat. Buah nangka

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Industri makanan di Indonesia tidak lepas dari bahan baku tepung terigu. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan utamanya. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan serta sebagai bahan pakan. Ubi kayu segar memiliki nilai ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan serta sebagai bahan pakan. Ubi kayu segar memiliki nilai ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubikayu merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Pemanfaatan ubi kayu di Indonesia paling banyak adalah sebagai bahan pangan serta sebagai

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS MELALUI NATA DE CASSAVA. Bab I Pendahuluan. Abstrak

PELUANG BISNIS MELALUI NATA DE CASSAVA. Bab I Pendahuluan. Abstrak Nama :Rhizky Eva Marisda NIM :10.11.4462 Kelas : S1TI-2L PELUANG BISNIS MELALUI NATA DE CASSAVA Bab I Pendahuluan Abstrak Peluang bisnis yang ditampilkan pada bisnis ini adalah inovasi limbah tapioka baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki beragam ekosistem sangat cocok bila bahan pangan pokok penduduknya beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik yang dibudidayakan maupun yang hidup liar di hutan. Umbi merupakan tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan, PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan hijauan, diantaranya adalah jenis ketela pohon. Ketela pohon merupakan salah satu jenis tanaman pertanian utama di Indonesia.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tape merupakan makanan selingan yang cukup populer di Indonesia dan Malaysia. Pada dasarnya ada dua tipe tape, yaitu tape ketan dan tape singkong. Tape memiliki rasa

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *) Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu (Manihot Esculenta) merupakan tanaman umbi berupa perdu dengan nama lain singkong atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika Selatan, tepatnya dari negara

Lebih terperinci

V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU

V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU Pemilihan varietas yang akan ditanam tergantung tujuan. Ubi kayu dengan rasa enak (tidak pahit, HCN 40 mg/kg umbi segar) dan tekstur daging umbi lembut sangat sesuai untuk pangan

Lebih terperinci

Namun diversifikasi pangan belum sepenuhnya menjawab atau mengimbangi. dalam bukunya An Essay on the Principle of Population, yang mengatakan bahwa

Namun diversifikasi pangan belum sepenuhnya menjawab atau mengimbangi. dalam bukunya An Essay on the Principle of Population, yang mengatakan bahwa Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk sehingga menuntut dipenuhinya kebutuhan pokok rakyat, terutama pangan. Untuk memenuhi kebutuhan ini berbagai terobosan telah dilakukan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Autoklaf Autoklaf merupakan alat pemanas tertutup yang biasa digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan uap dengan temperatur 121 C sampai 134 C dan tekanan maksimum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki iklim tropis yang banyak memberikan keuntungan, terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama hortikultura seperti buah-buahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr)

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panjang cm dan garis tengah cm. Buah nangka terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. panjang cm dan garis tengah cm. Buah nangka terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman nangka merupakan jenis tanaman yang banyak ditanam di daerah tropis, seperti Indonesia. Tanaman ini diduga berasal dari India bagian selatan yang kemudian menyebar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Singkong (Manihot utillisima) merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar 1. Pengertian Ubi jalar atau ketela rambat diduga berasal dari Amerika tengah, mulai menyebar keseluruh dunia diperkirakan abad ke 16, termasuk tanaman semusim yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm agriculture/agribusiness)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber daya alam yang melimpah dan salah satunya ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya sangat melimpah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepariwisataan di indonesia kini telah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu sumber pendapatan negara karena kekayaan indonesia dalam dunia wisata sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Proses pembuatan dari Tape Ketan Beta karoten ini akan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 1 Mei 2015 pukul 09.00-17.00 di Jln. Gombang alas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia pada umumnya proses penggilingan padi secara komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak atau bekatul, yang selama ini sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena harganya murah dan cara pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian banyaknya varietas buah-buahan yang berkembang di Indonesia, tentunya tidak semua dapat diunggulkan.

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012 BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. (Canavalia ensiformis L.). Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas

I PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. (Canavalia ensiformis L.). Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Tujuan Penelitian, (3) Identifikasi Masalah, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA 0 KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang sering memerlukan makanan selingan di samping makanan pokok. Makanan selingan sangat bervariasi dari makanan ringan sampai makanan berat, atau makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpan cadangan makanan. Contoh umbi-umbian adalah ketela rambat,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpan cadangan makanan. Contoh umbi-umbian adalah ketela rambat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umbi-umbian merupakan komoditas pertanian yang tersebar luas di Indonesia. Umbi-umbian merupakan salah satu sumber utama karbohidrat. Umbi adalah akar tanaman yang telah

Lebih terperinci

PENGOLAHAN UMBI GADUNG

PENGOLAHAN UMBI GADUNG PENGOLAHAN UMBI GADUNG Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center LPPM IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan jenis makanan yang digemari oleh berbagai

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN WORTEL (Daucus carota L) UNTUK MEMPERTAHANKAN KADAR VITAMIN A DALAM PENGASINAN TELUR SKRIPSI

EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN WORTEL (Daucus carota L) UNTUK MEMPERTAHANKAN KADAR VITAMIN A DALAM PENGASINAN TELUR SKRIPSI 0 EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN WORTEL (Daucus carota L) UNTUK MEMPERTAHANKAN KADAR VITAMIN A DALAM PENGASINAN TELUR SKRIPSI Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

LAPORAN ILMU TEKNOLOGI PANGAN Pembotolan Manisan Pepaya. Oleh :

LAPORAN ILMU TEKNOLOGI PANGAN Pembotolan Manisan Pepaya. Oleh : LAPORAN ILMU TEKNOLOGI PANGAN Pembotolan Manisan Pepaya Oleh : VIVIT NILASARI RINTHA AMELIA LUTHFIYAH NUR SAFITRI VINA AULIA P1337431214018 P1337431214023 P1337431214024 P1337431214033 Prodi D4 GIZI Politeknik

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di negara berkembang. Asia Tenggara memiliki prevalensi KVA

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di negara berkembang. Asia Tenggara memiliki prevalensi KVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekurangan vitamin A atau KVA merupakan salah satu masalah gizi yang ada di negara berkembang. Asia Tenggara memiliki prevalensi KVA balita tertinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya seiiring dengan meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci