Tinjauan Pustaka. Gambar II.1 Skema pembuatan bioetanol ubi kayu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tinjauan Pustaka. Gambar II.1 Skema pembuatan bioetanol ubi kayu"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka Pengolahan limbah dengan cara fermentasi anaerobik telah lama dikenal. Produk akhir proses ini adalah campuran dari gas metana, karbondioksida, hidrogen dan sedikit hidrogen sulfida yang dikenal sebagai Biogas. Tetapi dalam tesis ini yang diinginkan adalah asam organik volatil yang merupakan produk antara dari proses pengolahan limbah secara anaerobik. Dalam bagian berikut akan dibahas beberapa hal tentang etanol, stillage ubi kayu, reaksi yang terjadi pada proses anaerobik serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik dalam reaktor partaian (batch). II.1 Etanol Etanol dapat dihasilkan dengan dua cara, yaitu sintesa kimia dan fermentasi. Proses yang ke dua menghasilkan etanol yang kemudian dikenal sebagai bioetanol. Bioetanol dapat dihasilkan dari berbagai macam bahan baku yang sudah cukup bervariasi. Proses yang umumnya dipakai adalah fermentasi partaian (batch) dengan bahan baku tetes tebu. Tetapi dengan berkembangnya teknologi, sudah mulai dikembangkan penggunaan bahan baku lain yaitu jagung, ubi kayu, sorghum, dan bahan lain yang struktur kimianya tidak sesederhana tetes tebu. Pada gambar II.1 disajikan skema pembuatan bioetanol berbahan baku ubi kayu. Gambar II.1 Skema pembuatan bioetanol ubi kayu 11

2 Semua proses itu akan menghasilkan kaldu fermentasi yang membutuhkan pemisahan intensif untuk mendapatkan bioetanol dengan kadar tinggi. Proses tersebut adalah distilasi. Bioetanol yang didapat dengan cara ini berkisar pada konsentrasi 95% karena sifat campuran etanol-air yang azeotrop. Stillage merupakan produk bawah dari distilasi kaldu fermentasi bioetanol. Komposisi stillage tergantung pada bahan baku produksi bioetanol. Meski berupa cairan tetapi di dalam stillage masih terdapat fasa padat, baik yang terlarut maupun yang berupa emulsi, sejumlah kurang dari 10%. Sebagian besar padatan itu berupa protein yang berasal dari sel-sel yeast yang terikut di kaldu fermentasi maupun dari bahan baku. Selain itu terdapat sisa gula, mineral serta lemak yang tak terkonversi saat fermentasi (Wilkins dkk., 2006). Biasanya pabrik bioetanol memproses stillage dengan cara dipekatkan sebelumnya dan dipakai sebagai pakan ternak atau diolah secara anaerobik. Industri bioetanol yang berbahan baku tetes tebu di Kuba melaporkan komposisi stillagenya pada tabel II.1. Tabel II.1 Komposisi Stillage tetes tebu Parameter Satuan Nilai Jumlah stillage L/L etanol COD total mg O2/L BOD5 mg O2/L ph - 4,2 4,4 Total padatan g/l Padatan tersuspensi g/l 2,8 3,4 Padatan volatil g/l Padatan tetap total g/l 7 37 Nitrogen total mg N/L 800 Fosfor total mg P2O5/L 200 Potassium mg K2O/L Sulfat mg SO2/L Sodium mg Na/L 310 Sumber ((Naturgerechte Technologien 1998) Dari tabel di atas terlihat bahwa bahan organik yang ada sangat tinggi, nampak dari nilai COD yang mencapai mg O2/L. Selain itu jumlah stillage yang dihasilkan juga besar, mencapai L per liter bioetanol yang dihasilkan. 12

3 Pengolahan limbah yang kandungan bahan organiknya sangat tinggi agak menyulitkan. Dari dua macam proses pengolahan limbah secara biologis, proses secara anaerobik merupakan proses yang memberikan hasil memuaskan. Tidak saja dari sisi energi yang lebih hemat, tetapi juga dari sisi keberhasilannya (Kim dkk., 2006) II.2 Asam organik volatil Asam organik merupakan suatu senyawa hidrokarbon yang memiliki gugus karboksil, COOH sehingga dikenal juga sebagai asam karboksilat. Yang merupakan asam organik volatil adalah asam organik dengan atom karbon C 2 hingga C 4. Senyawa ini memiliki berat molekul rendah dan dapat menguap pada tekanan atmosferik. (Gerardi dkk., 1994). Asam organik dengan atom C lebih dari 3 juga dinamakan asam lemak. Asam lemak di alam dijumpai dalam bentuk gliseridanya, yaitu berupa lemak. Bila lemak dihidrolisis maka akan didapatkan asam lemak penyusun lemak. Dalam bagian berikut ini akan diulas sedikit berbagai asam organik volatil yang dihasilkan oleh proses anaerobik. II.2.1 Asam butirat (C 4 H 8 O 2 ) Asam butirat merupakan asam lemak berberat molekul 88 dengan titik didih 163,5 o C dan rumus molekulnya CH 3 CH 2 CH 2 -COOH. Gambar II.2. menunjukkan rumus bangun dari asam butirat yang termasuk dalam kelompok asam organik volatil karena memiliki 4 atom C. Gambar II.2 Rumus bangun asam butirat Dalam lemak hewan dan tanaman dijumpai dalam bentuk esternya, gliserida. Asam butirat dalam bentuk gliseridanya dapat dijumpai sebanyak 3 4% dalam mentega. Asam butirat dapat dihasilkan dari fermentasi gula dengan menggunakan mikroba anaerob obligat sesuai jalur metabolisme yang sesuai (Shuler dan Kargi, 2002). 13

4 II.2.2 Asam propionat (C 3 H 6 O 2 ) Asam propionat memiliki berat molekul 74 dengan titik didih 141 o C, banyak digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur dan beberapa jenis bakteri. Dapat juga dipakai sebagai senyawa intermediat dalam pembuatan serat selulosa sintetik, pestisida. Sama seperti asam butirat, maka asam propionat juga termasuk dalam kelompok asam organik volatil karena memiliki 3 atom C. Rumus molekulnya CH 3 CH 2 -COOH, dan hal ini nampak dalam rumus bangunnya seperti terlihat dalam gambar II.3. Gambar II.3 Rumus bangun asam propionat Mikroba dari genus Propionibacterium dapat menghasilkan asam propionat dari proses metabolisme anaerobiknya. Bakteri dari genus ini dapat ditemukan di lambung hewan memamah biak dan kelenjar keringat manusia. II.2.3 Asam Asetat (C 2 H 4 O 2 ) Senyawa ini merupakan senyawa karboksilat sederhana setelah asam format, berberat molekul 60. Memiliki suhu didih 118,1 o C dan sangat korosif. Banyak dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan polietilen terephtalat, selulosa asetat atau polivinil asetat. Selain itu dikenal di kalangan awam sebagai asam cuka. Rumus molekulnya CH 3 -COOH, dengan rumus bangun seperti terlihat pada gambar II.4. Gambar II.4 Rumus bangun asam asetat Asam asetat dapat dihasilkan dari fermentasi gula (glukosa) secara anaerob dan dilaksanakan oleh mikroba dari genus Clostridium. Berbeda dengan genus Acetobacter, maka genus Clostridium tidak tahan terhadap kadar asam yang tinggi ( 20%). 14

5 II.3 Proses Anaerobik Menurut sejarahnya, proses anaerobik adalah pengertian dari istilah fermentasi. Tetapi di masa kini pengertian itu sudah berkembang menjadi lebih luas, berbagai kegiatan yang melibatkan mikroba akan disebut sebagai fermentasi. Para ahli mikrobiologi membagi tahapan reaksi dalam proses anaerobik menjadi enam tahap (Speece, 1996). Tetapi bila dicermati lebih lanjut, satu spesies mikroba dapat melaksanakan empat tahap pertama. Sehingga bila pembagian hanya berdasar mikroba yang terlibat, proses anaerobik akan dibagi menjadi dua kelompok reaksi saja. Kebanyakan penelitian menggunakan pembagian reaksi proses anaerobik menjadi empat kelompok. Gambar II.5.merupakan skema reaksi yang umum terjadi dan dipakai pada penelitian proses anaerobik.(moletta, 2005 ) Bahan organik kompleks (karbohidrat, protein, lemak) Monomer (gula, asam amino, asam lemak) Asam organik volatil Asam asetat H2 dan CO2 CH4 dan CO2 CH4 dan H2O Gambar II.5 Skema reaksi umum dalam proses anaerobik Pembagian di gambar II.5 di atas dilakukan dengan tidak hanya mengacu pada mikroba yang terlibat tetapi memperhatikan juga reaksi yang dikelola oleh mikroba yang bersangkutan. Sehingga pembagiannya menjadi empat tahap. Yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. 15

6 Mikroba yang terlibat dalam proses anaerobik merupakan kultur campuran. Terbagi menjadi tiga kelompok besar sesuai reaksi yang dikelola. Yaitu kelompok hidrolitik/asidogenik, asetogenik/anaerobik asidogenik serta metanogenik anaerob. (Gerardi dkk., 1994) Dalam bagian selanjutnya akan dijelaskan lebih rinci tentang ke empat tahap reaksi dalam proses anaerobik. II.3.1 Hidrolisis dan Asidogenesis Karena ke dua tahap ini dikendalikan oleh mikroba yang sama, maka penjelasan tentang tahap ini disatukan. Mula-mula bahan organik berberat molekul besar yaitu karbohidrat, protein, lemak, yang tak larut dalam air akan dihidrolisis diubah menjadi monomernya yang lebih mudah larut dalam air. Bakteri hidrolitik dan sekaligus asidogenik yang anaerob fakultatif akan membentuk berbagai produk akhir tergantung dari substratnya yang selanjutnya akan dikonsumsi oleh mikroba tersebut untuk metabolismenya. Enzim yang terlibat dalam reaksi hidrolisis adalah dari jenis selulase, hemiselulase, amilase, lipase, serta protease. Lipase ekstraseluler akan mengubah lemak menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserol. Asam lemak selanjutnya akan didegradasi, melalui mekanisme oksidasi-β, menjadi asetil CoA untuk metabolisme mikroba. Gliserol hasil degradasi asam lemak rantai panjang ini akan masuk ke jalur EMP (Embden- Meyerhof-Parnas) dan dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek yang volatil, seperti asam butirat, asam propionat, asam asetat, (Sukandar, 2002). Bakteri yang diketahui mampu mendegradasi lemak (lipolytic) adalah dari genus Clostridium, Sarcia, dan Staphylococcus. (Gerardi dkk., 1994). Protein akan didegradasi menjadi asam amino oleh protease ekstraseluler yang dihasilkan oleh Bacteroides, Butylvibrio, Clostridium, Fusobacterium, Selenomonas, Streptococcus dan Peptococcus (Gerardi dkk., 1994). Hasil degradasi utama adalah amoniak. Tetapi bila dalam metabolismenya bisa membentuk piruvat, maka akan terbentuk asam organik volatil, (Shuler dan Kargi, 2002). Selulase akan mendegradasi selulosa menjadi monosakarida, yaitu glukosa. Demikian juga pati, hanya enzim yang terlibat adalah amilase. Pektin didegradasi 16

7 oleh pektinase sedang silan akan didegradasi oleh silanase menjadi silosa. Bakteri anaerob dalam kelompok ini adalah dari genus Clostridium, Peptococcus, Fusobacterium, Bacteroides dan Staphylococcus (Gerardi dkk., 1994).. Selanjutnya adalah degradasi monosakarida menjadi asam organik volatil dilakukan oleh mikroba menggunakan bermacam-macam jalur metabolisme yang ada secara anaerobik. Salah satunya adalah jalur EMP (Embden-Meyerhof-Parnas) yang pada kondisi anaerobik dapat menghasilkan asam asetat (Shuler dan Kargi, 2002). II.3.2 Asetogenesis Dari tahap sebelumnya sudah dapat terbentuk sedikit asam asetat (20 %) dan H 2 (4 %) dari monomer yang terbentuk di tahap hidrolisis. Pada tahap asetogenesis, oleh mikroba asetogenik anaerob obligat, akan dapat dihasilkan asam asetat dan hidrogen dari asam lemak rantai panjang hasil hidrolisis. Salah satu karakteristik mikroba asetogen anaerob obligat adalah tidak tahan pada ph rendah atau kadar H 2 tinggi. Tetapi karena proses menggunakan kultur campuran, maka hidrogen yang terbentuk akan diubah oleh mikroba metanogen pengkonsumsi hidrogen serta pereduksi sulfat hingga asam organik rantai panjang akan terkonversi juga menjadi metana atau hidrogen sulfida. Sebagai kelanjutan dari tahap ini adalah metanogenesis, yang dalam penelitian kali ini harus dihambat. Kesempurnaan tahap metanogenesis ditentukan oleh kandungan hidrogen yang dinyatakan dalam tekanan parsialnya. Asam propionat yang dihasilkan di tahap asidogenesis akan terhalang degradasinya menjadi metana bila kandungan hidrogen tinggi. Penyebabnya adalah hidrogen dalam jumlah banyak merupakan inhibitor bagi mikroba asetogen penghasil hidrogen obligat. II.3.3 Metanogenesis Bakteri metanogenik termasuk dalam kelompok anaerob obligat, hingga agak sulit untuk mengisolasinya. Hanya beberapa strain bakteri metanogenik ini yang menggunakan asam asetat sebagai substratnya dan dikonversi menjadi metana, Methanosarcina spp dan Methanosaeta spp. Hidrogen yang dihasilkan dapat 17

8 menganggu tahap asetogenesis dan metanogenesis. Sehingga mikroba metanogen yang mampu mengkonsumsi hidrogen juga diperlukan untuk menjaga kandungan hidrogen dalam media karena akan menurunkan kandungan CO2 dan diubah menjadi metana. Mikroba pereduksi sulfat juga dapat ditambahkan untuk menggunakan hidrogen dan menghasilkan asam asetat, (Ren dkk., 2007). II.4 Faktor yang berpengaruh Reaksi yang melibatkan mikroba harus sangat memperhatikan karakteristik mikroba tersebut. Karena selain mikroba harus bisa tumbuh dan berkembang biak, mikroba juga harus dapat menghasilkan produk yang diinginkan. Dalam rangka menghasilkan suatu produk, terkadang mikroba harus diinduksi untuk menghasilkan suatu enzim yang tidak secara alami dihasilkan, (Sukandar, 2002). Lingkungan dan nutrisi adalah dua faktor utama yang berperan. Beberapa diantaranya adalah ph, suhu, kadar air, kandungan udara atau oksigen, dan inhibitor. Selain itu, untuk keberhasilan produksi asam organik volatil dengan proses anaerobik terhadap stillage ubi kayu maka waktu tinggal serta kandungan COD umpan sangat berpengaruh. Selanjutnya akan dijelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan produksi asam organik volatil dari stillage ubi kayu dengan proses anaerobik. 1. ph ph atau dikenal juga sebagai derajat keasaman merupakan salah satu syarat bagi lingkungan tumbuh yang sesuai bagi suatu mikroba. Selain itu ph memberi pengaruh nyata bagi kerja enzim karena tiap enzim memiliki ph kerja optimum. Jumlah asam organik volatil akan dipengaruhi oleh ph proses. Pada penelitiannya, Chen dkk (2007) menyatakan bahwa makin tinggi ph maka jumlah asam organik volatil makin banyak. Jenis asam organik volatil yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh ph kultur. Pada ph 5,0 7,0 akan didapat asam butirat dan asam asetat dalam jumlah terbanyak. Sedangkan pada ph 18

9 7,0 asam organik volatil terbanyak adalah asam propionat dan asam asetat (Fang dan Liu, 2002 ; Horiuchi dkk, 2002). Pada pengolahan air limbah industri pati didapat asam asetat pada ph optimal 5,9 (Ahn dan Hwang, 2004). Penggunaan mikroba dalam bentuk butiran menghasilkan produk yang serupa, pada ph 3,4 4,2 mendapatkan asam butirat dan asam asetat dalam jumlah terbanyak (Mu, dkk., 2006). Karena dalam pembentukan asam organik volatil secara anaerobik ini menggunakan kultur campuran, maka jenis kultur juga turut menentukan jenis asam organik volatil yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Zoetemeyer, dkk.,(1982) melaporkan bahwa pada ph 8 didapatkan asam laktat, asam format serta etanol yang merupakan produk utamanya. Tetapi Horiuchi dkk., (2002) pada kondisi yang sama dengan mikroba yang berbeda mendapatkan hasil yang berbeda pula, yaitu asam propionat dan asam asetat sebagai produk utama. Untuk mengatur ph stillage ubi kayu menjadi lebih basa biasa dipakai larutan Natrium Hidroksida. Tetapi jumlah ion Natrium dalam media yang lebih dari 5 g/l dapat menginhibisi mikroba (Feijoo dkk., 1995). 2. Suhu Reaksi yang berlangsung dan dikelola oleh mikroba sama dengan reaksi kimia biasa. Salah satu karakteristik reaksi kimia adalah laju reaksi akan meningkat dengan naiknya suhu sesuai dengan hukum Arrhenius. Tetapi karena ada dua kelompok mikroba pengelola proses ini, maka pemilihan suhu juga harus memperhatikan dua kelompok mikroba ini. Untuk kelompok mikroba termofilik, pada bioreaktor asidogenik, dengan lebih tingginya suhu proses tidak didapatkan metana di akhir proses asidogenesis. Berbeda dengan proses yang menggunakan kelompok mikroba mesofilik yang masih menghasilkan metana di akhir proses asidogenesis, (Youn dan Shin, 2005). Sedangkan asam organik volatil dominan yang dihasilkan di bioreaktor termofilik terdiri atas asam butirat dan asam asetat. Berbeda dengan hasil yang 19

10 didapat pada bioreaktor mesofilik, asam organik volatil yang dominan adalah asam propionat. Bila proses anaerobik melalui reaksi asetogenesis dan metanogenesis, maka pada suhu tinggi akan lebih sedikit dihasilkan metana dibanding pada suhu rendah. Akibatnya asam organik volatil total akan makin banyak. (de la Rubia dkk., 2005 ; de la Rubia dkk 2006) Melihat pengaruh suhu yang begitu besar, maka telah dipelajari cara mengubah suhu lingkungan kerja mikroba dari mesofilik ke termofilik. Bila suhu dinaikkan dengan perlahan, bioreaktor akan stabil dalam waktu yang lebih lama dibanding bila suhu dinaikkan mendadak. (Bouskova dkk., 2005) Tetapi proses thermofilik membutuhkan reaktor yang lebih canggih karena harus dilengkapi pengatur suhu dan pemanas. Karena kalau suhu turun maka kerja mikroba thermofilik akan terganggu bahkan bisa mematikan. Sedangkan pada proses mesofilik, pada suhu ruang mikroba mesofilik masih bisa beraktivitas meski lebih lambat. Hal ini dapat dilihat pada gambar II.6. yang menunjukkan bahwa suhu optimum untuk pembentukan metana oleh mikroba mesofilik adalah pada suhu 35 o C. (Robinson, 2005). Pada suhu itu juga didapat laju pertumbuhan tertinggi mikroba mesofilik, yaitu mendekati satu. 20

11 Laju pertumbuhan spesifik dormant tetapi viable mati Digester asam 35 o C produksi CH 4 optimum Suhu ( o C) Gambar II.6 Kurva pertumbuhan mikroba mesofilik terhadap suhu Selain itu pada suhu mendekati 20oC, mikroba tidak mati tetapi dalam keadaan dormant. Laju pertumbuhan mikroba mesofilik akan turun bila suhu turun tetapi tidak membuat mikroba mesofilik mati. Sedangkan bila suhu naik, laju pertumbuhan turun bahkan mengakibatkan mikroba mesofilik mati. 3. Kadar air Air diperlukan oleh mikroba untuk melarutkan nutrisi dan mentransfernya masuk ke dalam sel. Kadar air akan berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan untuk proses proses. Makin kering maka waktu yang dibutuhkan akan makin lama. Hal ini disebabkan mikroba hidrolitik akan lebih sulit memasuki dan menembus fasa padat selain itu laju hidrolisis juga tidak optimum, akibatnya waktu yang dibutuhkan akan lebih lama. (Delgenes dkk., 2002) 4. Kandungan Oksigen Proses berlangsung secara anaerob, tetapi mikroba hidrolitik dan asidogenik merupakan mikroba anaerob fakultatif, (Gerardi dkk., 1994). Sehingga meskipun mikroba asetogenik merupakan mikroba anaerob obligat, tetapi 21

12 karena kerja dua kelompok mikroba sebelumnya maka kondisi anaerob bisa tercapai. 5. Kandungan Hidrogen Dalam reaksi asidogenesis dan setogenesis akan dihasilkan gas H 2. Sedangkan mikroba penghasil asam asetat (asetogenik) kurang mampu beradaptasi pada kadar hidrogen tinggi. Pada penelitiannya, Mu dkk. (2006) menemukan bahwa pada saat tekanan parsial hidrogen mencapai 4x10 4 Pa maka kandungan metana nol. Selain itu makin banyak hidrogen dihasilkan maka asam butirat akan terbentuk makin banyak dan asam propionat makin sedikit. (Cheong dkk., 2006 ; Mu dkk., 2006) 6. Inhibitor Yang dimaksud inhibitor disini adalah senyawa atau unsur kimia yang dapat menghambat proses. Logam berat berbahaya bagi proses anaerobik karena dapat mengendap bila bereaksi dengan ion sulfida atau karbonat hasil degradasi, (Gerardi dkk., 1994). Untuk menghambat raksi metanogenesis bisa ditambahkan inhibitor seperti reduktase mevastatin atau lovastatin yang akan menghambat pertumbuhan dan produksi mikroba penghasil metana, strain Methanobrevibacter. (Miller dkk, 2001) 7. Kandungan COD umpan Kandungan COD menggambarkan kandungan bahan organik dalam umpan. Proses anaerobik memiliki satu kelebihan dibanding proses aerobik dalam hal kemampuannya mengolah umpan dengan COD tinggi (>5000 ppm). Limbah etanol, stillage, merupakan limbah yang memiliki kandungan COD tinggi, mencapai mg/l. Namun demikian kandungan COD yang tinggi akan menurunkan jumlah gas hidrogen yang terbentuk (Kyazze dkk., 2005) dalam penelitiannya mendapatkan kenaikan perolehan (yield) hidrogen sebesar 35% pada kadar glukosa 40 g/l dan 33% pada kadar glukosa 50 g/l. Kadar COD yang rendah ini akan meningkatkan jumlah asam organik volatil total yang terbentuk. Hal ini juga dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan 22

13 oleh Nugroho dan Yustendi (2007) dengan kandungan COD awal stillage ubi kayu ppm didapat jumlah asam organik volatil total yang terbaik yaitu 0,233 g C asam organik volatil total/g C COD awal. Hal lain yang juga harus dipertimbangkan dalam pengaturan kandungan COD umpan, yaitu makin besar kandungan COD umpan akan menghasilkan lebih banyak asam asetat. (Nugroho dan Yustendi 2007) 8. Waktu tinggal Untuk reaktor partaian (batch), waktu tinggal sangat menentukan kinerja reaktor. Desain reaktor partaian (batch) menginginkan waktu tinggal sependek mungkin dan didapat konversi setinggi mungkin. Untuk mendapatkan asam organik volatil total sebanyak mungkin maka gas hidrogen juga harus sebanyak mungkin tetapi waktu tinggal tidak terlalu lama. Penelitian yang dilakukan dengan ph proses 5,9 dan suhu 35 o C membutuhkan waktu 0,88 hari (Hwang dkk., 2001). Waktu tinggal juga mempengaruhi jenis asam organik volatil yang terbentuk (Yang dkk., 2004). Penelitiannya pada limbah yang kadar nitrogennya dikurangi hingga < 1,2 g/l. Pada saat suhu 34 o C dan waktu tinggal 2,4 hari serta suhu 35 o C dan waktu tinggal 2,1 hari didapat asam asetat serta asam butirat yang terbanyak. Sedangkan untuk asam propionat, makin lama dan makin tinggi suhu, konsentrasinya juga makin meningkat. II.5 Produksi asam organik volatil Ada dua macam cara menghasilkan asam organik volatil secara anaerobik. Yang pertama adalah asidogenesis total dan yang kedua adalah asidogenesis sebagian. Perbedaannya pada jumlah produk yang dihasilkan. Bila asidogenesis total, maka semua komponen umpan akan diubah menjadi asam organik volatil. Proses ini membutuhkan peralatan yang lebih besar dibanding dengan asidogenesis sebagian. Pada asidogenesis sebagian maka asam organik volatil yang dihasilkan hanya precursor utama bagi terbentuknya metana, yaitu asam asetat dan asam 23

14 butirat. Karena tidak semua komponen umpan diubah menjadi asam organik volatil, maka peralatan yang dibutuhkan juga lebih kecil. (Hwang dkk., 2001) Untuk memaksimalkan produksi asam organik volatil ini ada beberapa hal yang cukup penting untuk dikaji. Sebagai perbandingan, pada tabel II.2. ditampilkan beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan beberapa bahan baku dan kondisi proses yang berbeda. Tabel II.2 Produksi asam organik volatil Pustaka Bahan baku Cara memproduksi Yeoh dkk (1997) Stillage etanol Proses yang berbahan menggunakan baku molase mikroba thermofilik, pada dua bioreaktor berpengaduk. Suhu dijaga tetap. Proses asidogenesis berlangsung selama dua hari. Horiuchi dkk(2002) Media Proses kompleks dilangsungkan sintetik dalam bioreaktor berpengaduk dan bervolume 2,0 L pada suhu 37oC. ph dikendalikan pada rentang 5 hingga 8. Bibit yang dipakai berasal dari tangki anaerobik di Ebetsu Sewage Works (Ebetsu-shi, Hokkaido, Jepang). Hasil Konversi ratarata menjadi asam organik volatil sebesar 15,6%. Asam organik volatil terbanyak adalah asam asetat, 70%. Pada rentang ph asam hingga netral (5,0 7,0) didapat lebih banyak asam butirat dan pada rentang ph basa (8,0) lebih banyak asam asetat dan asam propionat 24

15 Tabel II.3 Produksi asam organik volatil (lanjutan) Pustaka Bahan baku Cara memproduksi Lata dkk (2002) Daun teh dan Kedua macam limbah sayur bahan diproses mayur dari kontinyu pada pasar 37oC selama 24 dan 300 jam dengan cara ekstraksi padat-cair (leaching) menggunakan air. Mikroba yang dipakai adalah mikroba alami yang ada di daun Ahn dkk(2004) Limbah industri pati Bioreaktor CSTR skala laboratorium Hasil Pada ke dua jenis bahan, asam asetat merupakan komponen terbesarnya meski dalam komposisi yang berbeda. Asam organik volatil lain yang dihasilkan oleh limbah sayur mayur adalah terurut berdasar jumlah sebagai asam propionat > asam butirat > asam valerat dan asam isobutirat. Sedang pada limbah daun teh dihasilkan asam isobutirat > asam isovalerat > asam propionat Pada ph 5,9 suhu 36,1 o C dan waktu tinggal hidrolik 0,56 hari didapat produksi optimal asam asetat. 25

16 Tabel II.4 Produksi asam organik volatil (lanjutan) Pustaka Bahan baku Cara memproduksi Panagiotis dan. Lumpur primer Dipakai dua jenis Oldham (2004) bioreaktor, CMR (Completely Mixed Reactor) dan UASB (Upflow Anaerobic Solid Blanket). Proses dilangsungkan pada ph yang dikendalikan dan tidak dikendalikan Yang dkk(2004) Limbah peternakan babi (swine waste water) Kadar amoniak dalam limbah diatur dengan cara aerasi limbah hingga didapat kadar amoniak tertentu. Produksi asam dilangsungkan dalam CSTR. Proses berlangsung selama 1 hingga 3 hari pada 25 o C 35 o C, tanpa pengendalian ph karena sudah ada amoniak. Hasil Pada kedua jenis reaktor didapat bahwa pada rentang ph 4,3-5,2 tidak mempengaruhi laju pembentukan asam organik volatil serta penurunan COD. Tetapi pada rentang ph yang lebih tinggi (5,9 6,2) didapat penurunan laju pembentukan asam organik volatil. Asam asetat merupakan produk utama proses ini. Hasil yang didapat adalah pada waktu tinggal 2,4 hari dan suhu 34 o C didapatkan asam asetat pada konsentrasi maksimalnya. Sedangkan pada waktu tinggal 2,1 hari dan suhu 35 o C akan didapat asam butirat dalam jumlah maksimalnya. Asam propionat akan makin banyak bila waktu tinggal dan suhu meningkat. Hasil ini didapat pada konsentrasi awal amoniak 1,2 g/l. 26

17 Tabel II.5 Produksi asam organik volatil (lanjutan) Pustaka Bahan baku Cara memproduksi Youn, (2005) Limbah pangan Proses dalam (food waste) bioreaktor asidogenik pada beban organik yang bervariasi dengan kondisi termofilik dan mesofilik Cheong dan Hansen (2006) Limbah sintetik yang kaya karbohidrat Produksi asam menggunakan CMBR (Completely Mixed Batch Reactor) dengan pengendalian ph pada 4,6, 5,7, dan 6,8 menggunakan kultur campuran bakteri anaerobik yang sudah dikondisikan pada ph asam Hasil Pada kondisi termofilik didapat asam asetat dan asam butirat sebagai komponen terbanyak sedang pada kondisi mesofilik lebih banyak asam propionat Hasil yang didapat adalah kadar asam butirat berbanding lurus dengan jumlah hidrogen yang terbentuk. Hal ini nampak pada ph media 5,7 yang terkendali didapat hidrogen dalam jumlah terbesar dan asam butirat merupakan asam organik volatil yang dominan. Kalau asam propionat dan etanol dihasilkan dalam jumlah banyak, maka kandungan hidrogen hanya sedikit. 27

18 Tabel II.6 Produksi asam organik volatil (lanjutan) Pustaka Bahan baku Cara memproduksi Nie dkk (2007) Limbah sintetik Menggunakan dua yang kandungan bioreaktor yang glukosanya saling terhubung tinggi dengan pipa karet silikon. Pada bioreaktor pertama berlangsung produksi asam asetat oleh mikroba asetogen sintrofik. Pada bioreaktor ke dua mikroba yang bekerja adalah mikroba homoasetogen, mengubah CO2 dan H2 dari bioreaktor pertama menjadi asam asetat. Hasil Yield asam asetat lebih tinggi 87% dibanding bioreaktor kontrol yang tidak terjadi reaksi homoasetagenesis. Juga lebih tinggi 52% dibanding bioreaktor kontrol (bioreaktor A saja) yang mengeluarkan gas satu kali dalam sehari. Nugroho dan Yustendi (2007) Stillage ubi kayu etanol Proses secara partaian dalam erlenmeyer bervolume 5,0 L pada ph ± 6 dan suhu 35 o C. Bibit yang dipakai adalah kotoran sapi dari Lembang- Bandung. Dilakukan penambahan nitrogen untuk mengurangi kandungan H 2 dalam reaktor. Pada masa inkubasi 40 jam dan kandungan COD awal 20 g/l didapat produksi asam organik volatil total dalam jumlah terbanyak. Makin besar kandungan COD umpan makin banyak dihasilkan asam asetat. Penurunan COD terbesar pada COD umpan 25 g/l 28

19 Tabel II.7 Produksi asam organik volatil (lanjutan) Pustaka Bahan baku Cara memproduksi Nie dkk (2008) Limbah sintetik Menggunakan dua yang kandungan bioreaktor yang glukosanya saling terhubung tinggi dengan pipa karet silikon. Pada bioreaktor pertama berlangsung produksi asam asetat oleh mikroba asetogen sintrofik. Pada bioreaktor ke dua mikroba yang bekerja adalah mikroba homoasetogen, mengubah CO2 dan H2 dari bioreaktor pertama menjadi asam asetat. Gas sisa disirkulasikan dan substrat masuk dengan operasi fed batch. Hasil Yield asam asetat lebih tinggi 47% dibanding bioreaktor kontrol yang tidak terjadi sirkulasi gas. 29

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian meliputi proses aklimatisasi, produksi AOVT (Asam Organik Volatil Total), produksi asam organik volatil spesifik (asam format, asam asetat, asam propionat,

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS Pembentukan biogas dipengaruhi oleh ph, suhu, sifat substrat, keberadaan racun, konsorsium bakteri. Bakteri non metanogen bekerja lebih dulu dalam proses pembentukan biogas untuk

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai dasar penentuan kadar limbah tapioka yang akan dibuat secara sintetis, maka digunakan sumber pada penelitian terdahulu dimana limbah tapioka diambil dari

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Bakteri Anaerob pada Proses Pembentukan Biogas dari Feses Sapi Potong dalam Tabung Hungate. Data pertumbuhan populasi bakteri anaerob pada proses pembentukan biogas dari

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode

BAB I PENDAHULUAN. Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode pengolahan limbah secara biologis yang memiliki keunggulan berupa dihasilkannya energi lewat

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Dalam bagian ini akan disampaikan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan penelitian, yaitu bahan dan peralatan, cara pengambilan data, dan cara analisa data. III.1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

PENGARUH ph PADA PRODUKSI ASAM ORGANIK VOLATIL DARI STILLAGE BIOETANOL UBI KAYU SECARA ANAEROBIK

PENGARUH ph PADA PRODUKSI ASAM ORGANIK VOLATIL DARI STILLAGE BIOETANOL UBI KAYU SECARA ANAEROBIK PENGARUH ph PADA PRODUKSI ASAM ORGANIK VOLATIL DARI STILLAGE BIOETANOL UBI KAYU SECARA ANAEROBIK Diah Meilany* dan Tjandra Setiadi Program Studi Teknik Kimia, Fak. Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak 1. Limbah Cair Tahu. Tabel Kandungan Limbah Cair Tahu Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg Proses Tahu 80 kg manusia Ampas tahu 70 kg Ternak Whey 2610 Kg Limbah Diagram

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerobik, dengan gas yang dominan adalah gas metana (CH 4

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Sariyati Program Studi DIII Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta

Lebih terperinci

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( ) Adelia Zelika (1500020141) Lulu Mahmuda (1500020106) Biogas adalah gas yang terbentuk sebagai hasil samping dari penguraian atau digestion anaerobik dari biomasa atau limbah organik oleh bakteribakteri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya Proses Pengolahan Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya Proses Pengolahan Kelapa Sawit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya 2.1.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit Proses produksi minyak sawit kasar dari tandan buah segar kelapa sawit terdiri dari beberapa tahapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan berpati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan kebutuhan energi semakin meningkat menyebabkan adanya pertumbuhan minat terhadap sumber energi alternatif.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah sampah menjadi permasalahan yang sangat serius terutama bagi kota-kota besar seperti Kota Bandung salah satunya. Salah satu jenis sampah yaitu sampah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UBI KAYU (SINGKONG) Singkong atau yang sering disebut dengan ketela pohon atau ubi kayu berasal dari keluarga Euphorbiaceae dengan nama latin Manihot esculenta. Singkong merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob. Biogas dapat dihasilkan pada hari ke 4 5 sesudah biodigester

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL. Pemanfaatan Sampah Sayuran sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol (Deby Anisah, Herliati, Ayu Widyaningrum) PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Deby Anisah 1), Herliati 1),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph Salah satu karakteristik limbah cair tapioka diantaranya adalah memiliki nilai ph yang kecil atau rendah. ph limbah tapioka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

Metabolisme Energi. Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar. Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau

Metabolisme Energi. Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar. Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau Metabolisme Energi Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau Sumber Energi Mikroba Setiap makhluk hidup butuh energi untuk kelangsungan hidupnya

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jerami padi dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob. Pembentukan biogas berlangsung melalui

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis energi menjadi topik utama dalam perbincangan dunia, sehingga pengembangan energi alternatif semakin pesat. Salah satunya adalah produksi bioetanol berbasis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA Indonesia berada pada posisi terdepan industri kelapa sawit dunia. Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL MILL EFFLUENT (POME) Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) Indonesia memproduksi minyak sawit mentah (CPO) sebesar hampir 33 juta metrik ton sawit di 2014/2015 karena tambahan 300.000 hektar perkebunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI Inechia Ghevanda (1110100044) Dosen Pembimbing: Dr.rer.nat Triwikantoro, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI COD PADA PRODUKSI ASAM ORGANIK VOLATIL DARI STILLAGE ETANOL UBI KAYU

PENGARUH KONSENTRASI COD PADA PRODUKSI ASAM ORGANIK VOLATIL DARI STILLAGE ETANOL UBI KAYU PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2007 ISSN : 1411 4216 PENGARUH KONSENTRASI COD PADA PRODUKSI ASAM ORGANIK VOLATIL DARI STILLAGE ETANOL UBI KAYU Agung Nugroho, Kiki Yustendi, dan Tjandra

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Energi Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi dunia yang makin meningkat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mencari sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Pembentukan biogas berlangsung melalui suatu proses fermentasi anaerob atau tidak berhubungan dengan udara bebas. Proses fermentasinya merupakan suatu oksidasi - reduksi

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang baik di bidang peternakan, seperti halnya peternakan sapi potong. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA Dibandingkan dengan komoditi lainnya pada sub-sektor perkebunan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari TINJAUAN LITERATUR Biogas Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebahagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha) Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Kakao sebagai salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia menempati urutan ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2005, hasil ekspor produk primer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Bakteri Acetobacter xylinum Kedudukan taksonomi bakteri Acetobacter xylinum menurut Holt & Hendrick (1994) adalah sebagai berikut : Divisio Klass Ordo Subordo Famili

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kita pada krisis energi dan masalah lingkungan. Menipisnya cadangan bahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kita pada krisis energi dan masalah lingkungan. Menipisnya cadangan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketergantungan akan bahan bakar fosil sebagai sumber energi membawa kita pada krisis energi dan masalah lingkungan. Menipisnya cadangan bahan bakar fosil (khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagian terbesar dari kebutuhan energi di dunia selama ini telah ditutupi oleh bahan bakar fosil. Konsumsi sumber energi fosil seperti minyak dan batu bara dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto BIOETHANOL Kelompok 12 Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto PENGERTIAN Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Masyarakat di Indonesia Konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia sangat problematik, hal ini di karenakan konsumsi bahan bakar minyak ( BBM ) melebihi produksi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perantara jamu gendong (Muslimin dkk., 2009).

I. PENDAHULUAN. perantara jamu gendong (Muslimin dkk., 2009). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamu merupakan warisan budaya bangsa yang sudah digunakan secara turun temurun. Indonesia memiliki keunggulan dalam hal pengembangan jamu dengan 9.600 jenis tanaman obat

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (BUAH - BUAHAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Cici Yuliani 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies besar yaitu Elaeis guineensis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies besar yaitu Elaeis guineensis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies besar yaitu Elaeis guineensis yang berasal dari Afrika danelaeis oleiferayang berasal dari Amerika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4 C. Sementara bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur yang menyusun

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur yang menyusun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi lingkungan hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur yang menyusun lingkungan tetap terpelihara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen dalam biogas terdiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja III.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan limbah pulp kakao yang berasal dari perkebunan coklat PT IGE di updelling Cipatat sebagai media atau substrat untuk

Lebih terperinci