INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT YANG BERASAL DARI NON POINT SOURCES DI TANJUNG BENOA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT YANG BERASAL DARI NON POINT SOURCES DI TANJUNG BENOA"

Transkripsi

1 INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT YANG BERASAL DARI NON POINT SOURCES DI TANJUNG BENOA LAPORAN FINAL JAKARTA 2015

2 DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... ii iv iv Bab I. Pendahuluan Latar Belakang Tujuan dan sasaran Keluaran Manfaat Ruang Lingkup Lingkup Wilayah Kajian Lingkup Materi Kajian Bab II. Metodologi Tahapan Kegiatan Metode Metode Pengumpulan Data Metode Identifikasi Batas Wilayah (DAS) Metode Penentuan Beban Pencemaran Air Tidak Tentu Bab III Kondisi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Wilayah Ekologi Dan Administrasi Daerah Tangkapan Air Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Klimatologi Tipe Iklim Curah Hujan Suhu Udara Kelembaban Udara dan Lama Penyinaran Matahari GeomorfologI Togografi dan Kemiringan Lahan Geologi dan Jenis Tanah Hidrologi Penggunaan Lahan Penduduk Kegiatan Sumber Pencemar Tidak Tetap Pertanian Peternakan Pariwisata Kondisi Kualitas Air Sungai Utama Tukad Mati Tukad Badung 3-37 Bab IV Hasil Inventarisasi Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Domestik Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Berbagai Kegiatan 4-13 ii

3 Bab V Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Saran 5-3 Daftar Pustaka 6-1 iii

4 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.1 Batas Wilayah Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa Klasifikasi Sumber Pencemar Air Jenis, Sumber Data dan Tujuan Penggunaannya dalam Persiapan Inventarisasi Faktor Emisi Limbah Domestik Rasio Ekuivalen Wilayah dalam Penghitungan Beban Pencemar Limbah Domestik Faktor Emisi Limbah Pertanian Faktor Emisi Limbah Ternak Faktor Emisi Limbah Pariwisata (Hotel) Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Angka Perbandingan Curah Hujan Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa Angka Perbandingan Suhu Udara Rata Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa Angka Perbandingan Kelembaban Udara Rata-Rata dan Lama Penyinaran Matahari Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di Kota Denpasar Penggunaan Lahan menurut Desa/Kelurahan di Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Tahun Penggunaan Lahan menurut Daerah Tangkapan Air Tahun Jumlah Penduduk di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/ Kelurahan dan Daerah Tangkapan Air Tahun Produksi Komoditi Pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan Tahun Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan Tahun Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Daerah Tangkapan Air Tahun Akomodasi Pariwisata di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/ Kelurahan Tahun Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap I Tahun Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap II Tahun Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap I Tahun Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap II Tahun Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Domestik menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran BOD dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa iv

5 4.8 Potensi Beban Pencemaran COD dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran NO3 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran NH4 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran Total N dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran Total P dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran Koli Total dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata menurut Kelasnya di Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Kelas Akomodasi Pariwisata dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa Potensi Beban Pencemaran Total dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan di Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa v

6 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1.1 Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa, Bali Peta Daerah Tangkapan Air dan Administrasi Kawasan Teluk Benoa Persentase Luas DTA yang Bermuara di Kawasan Teluk Benoa Peta Tipe Iklim Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa Peta Topografi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa Peta Kemiringan Lahan Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa Peta Geologi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa Peta Sungai di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa Peta Akuifer Ait Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa Peta Cekungan Air Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa Peta Penggunaan Lahan di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa Sebaran Kepadatan Penduduk menurut Desa/Kelurahan di DTA Kawasan Teluk Benoa tahun Jumlah Kamar Hotel menurut Daerah Tangkapan Air Tahun Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu di Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Distribusi Potensi Beban Pencemaran menurut Daerah Tangkapan Air vi

7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Teluk Benoa di Provinsi Bali mengandung keanekaragaman hayati yang tinggi baik keanekaragaman ekosistem maupun keanekaragaman jenis. Kawasan ini merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi sebagai kawasan konservasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai. Perairan teluk merupakan habitat padang lamun, terumbu karang, rumput laut dan berbagai jenis biota laut. Kawasan perairan Teluk Benoa pun dimanfaatkan untuk rekreasi dan wisata air. Pada saat ini perairan Teluk Benoa menghadapi permasalahan lingkungan yang kompleks. Salah satu permasalahan lingkungan yang mendapat perhatian banyak kalangan yaitu pencemaran perairan. Pencemaran lingkungan perairan dapat diakibatkan oleh kegiatan atau aktivitas di daratan dan lautan. Pencemaran yang bersumber dari daratan, antara lain buangan limbah industri, limbah cair domestik, limbah padat, limbah pertanian, penebangan hutan, konversi lahan mangrove dan lamun serta reklamasi pantai. Sementara pencemaran yang bersumber dari lautan diantaranya karena kegiatan pelayaran, eksplorasi dan eksploitasi minyak, budidaya laut (mariculture), perikanan dan dumping limbah ke laut. Adapun sumber pencemar non point sources pada kerangka acuan ini diantaranya adalah pertanian, penebangan hutan, budidaya laut (mariculture), perikanan, konversi lahan mangrove dan lamun serta reklamasi pantai. Tanjung Benoa merupakan semenanjung hasil reklamasi untuk kegiatan komersil di Pulau Bali yang berpotensi mencemari perairan pesisir dan laut di sekitarnya. Pengendalian pencemaran lingkungan di sekitarnya merupakan upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kualitas lingkungan agar kualitas lingkungan tetap sesuai dengan peruntukannya. Untuk melakukan upaya peningkatan kualitas air laut melalui penurunan beban pencemaran dari non point sources, perlu dilakukan inventarisasi sumber pencemar non point sources yang mencemari lingkungan pesisir dan laut serta 1-1

8 dihitung perkiraan aliran volume limbah yang mencemari laut. Menurut Permen LH No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, sumber tak tentu (area/diffuse sources/non point sources) merupakan sumber-sumber pencemar air yang tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat, umumnya terdiri dari sejumlah besar sumber-sumber individu yang relatif kecil. Limbah yang dihasilkan antara lain berasal dari kegiatan pertanian, pemukiman, industri kecil-menengah, dan transportasi. Inventarisasi sumber pencemar air merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui sebab dan faktor yang menyebabkan penurunan kualitas air. Hasil inventarisasi sumber pencemar air diperlukan antara lain untuk penetapan program kerja pengendalian pencemaran air (Permen LH No. 1 Tahun 2010). Hasil inventarisasi berupa baseline data yang diharapkan dapat menjadi data dasar bagi berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan yang targetnya berupa penurunan beban pencemar dan peningkatan kualitas air laut. Data dasar ini juga dapat menjadi data perhitungan untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan pesisir dan perairan laut. Selain itu, data tersebut akan menjadi input untuk melakukan evaluasi terhadap rencana pemerintah daerah dalam kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut yang bersangkutan, serta tingkat ketaatan industri terhadap kewajiban yang diamanahkan dalam peraturan perundangan pengendalian pencemaran pesisir dan laut. 1.2 TUJUAN DAN SASARAN Tujuan Inventarisasi sumber pencemar lingkungan pesisir dan laut yang berasal dari non point sources di Tanjung Benoa adalah: 1. Melakukan inventarisasi sumber pencemar yang masuk ke dalam perairan Teluk Benoa khususnya pencemar tidak tentu atau non point sources. 2. Estimasi besaran beban pencemaran menurut sumbernya yang masuk ke dalam perairan Teluk Benoa. Sedangkan sasarannya yaitu: 1. Tersedianya data dan informasi kondisi terkini (existing) sektor-sektor terkait penghasil limbah yang berpotensi menurunkan kualitas air Teluk Benoa. 2. Tersedianya data dan informasi mengenai besaran sumber pencemar air Teluk Benoa 1.3 KELUARAN Keluaran dari studi ini adalah Laporan yang berisikan informasi mengenai sumber, jenis dan besaran pencemaran air di Teluk Benoa yang berasal dari sumber tidak tentu. 1.4 MANFAAT Manfaat dari studi ini adalah sebagai rujukan informasi dalam rangka pengendalian pencemaran perairan Teluk Benoa agar kualitas air di perairan dapat memenuhi persyaratan bagi kehidupan biota laut beserta ekosistemnya. 1.5 RUANG LINGKUP Lingkup Wilayah Kajian Wilayah kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa terdiri dari wilayah ekologi dan wilayah administrasi. Wilayah ekologi yaitu daerah tangkapan air (catchment area) yang melingkupi dan bermuara di kawasan perairan Teluk Benoa. Daerah tangkapan air (DTA) 1-2

9 tersebut yaitu DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu (Gambar 1.1). Sedangkan wilayah administrasi meliputi 35 desa/kelurahan dan 4 kecamatan di Kota Denpasar serta 19 desa/kelurahan dan 5 kecamatan di Kabupaten Badung (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Batas Wilayah Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa No Wilayah Admnistrasi Daerah Tangkapan Air A B C D E F G H A KOTA DENPASAR a Kecamatan Denpasar Selatan 1 Pemogan 2 Pedungan 3 Sesetan 4 Sidakarya 5 Renon 6 Serangan b Kecamatan Denpasar Barat 1 Pemecutan Kelod 2 Dauh Puri Kelod 3 Dauh Puri 4 Dauh Puri Kaja 5 Dauh Puri Kauh 6 Pemecutan 7 Padangsambian 8 Padangsambian Kelod 9 Padangsambian Kaja 10 Tegal Harum 11 Tegak Kerta C Kecamatan Denpasar Utara 1 Dangin Puri 2 Dangin Puri Kauh 3 Dangin Puri Kangin 4 Ubung 5 Ubung Kaja 6 Tonja 7 Peguyangan 8 Peguyangan Kaja D Kecamatan Denpasar Timur 1 Kesiman 2 Sumerta 3 Sumerta Kelod 4 Dangin Puri Kelod 5 Sumerta Kaja 6 Sumerta Kauh B KABUPATEN BADUNG A Kecamatan Abiansemal 1 Darmasaba B Kecamatan Mengwi 1 Sading 2 Sempidi 3 Lukluk 1-3

10 No Wilayah Admnistrasi Daerah Tangkapan Air A B C D E F G H 4 Penarungan C Kecamatan Kuta Utara 1 Kerobokan Kelod 2 Kerobokan 3 Kerobokan Kaja 4 Dalung D Kecamatan Kuta 1 Kuta 2 Legian 3 Seminyak 4 Tuban 5 Kedongan e Kecamatan Kuta Selatan 1 Jimbaran 2 Benoa 3 Tanjung Benoa 4 Ungasan 5 Kutuh Keterangan: A = DTA Tukad Badung, B = DTA Tukad Mati, C = DTA Tukad Buaji, D = DTA Tukad Ngenjung, E = DTA Tuban, F = DTA Tukad Sama, G = DTA Tukad Bualu, H = DTA Serangan Lingkup Materi Kajian Kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa meliputi kegiatan pokok yaitu: a. Persiapan: Penyusunan Rencana Kerja b. Pelaksanaan: Koordinasi Pelaksanaan Inventarisasi. Koordinasi sebelum pelaksanaan inventarisasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menyusun rencana inventarisasi. Pengumpulan data primer dengan tujuan untuk memperoleh data-data sumber pencemar non point sources di kawasan Tanjung Benoa dan perkiraan volume limbahnya yang tidak dimiliki oleh pemangku kepentingan, terutama pemerintah dan pemerintah daerah. Pengumpulan data sekunder dengan tujuan untuk memperoleh data-data sumber pencemar non point sources di kawasan Tanjung Benoa dan perkiraan volume limbah yang diperkirakan mencemari lingkungan pesisir dan laut, yang dimiliki oleh pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. 1-4

11 Gambar 1.1 Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa, Bali 1-5

12 c. Pasca Pelaksanaan: Pengolahan data primer, data sekunder dan data /informasi lainnya. Pengolahan data dilakukan terhadap masing-masing jenis sumber pencemar non non point sources di kawasan Tanjung Benoa. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan input data jumlah kegiatan non point sources dan jumlah limbah ke dalam database, dan membuat matrik penaatan pengendalian pencemaran dalam bentuk excel. Hasil pengolahan data tersebut menjadi base line data yang dapat digunakan sebagai dasar penurunan beban pencemar, daya dukung dan daya tampung serta rencana pembangunan daerah di wilayah pesisir. Kegiatan pengolahan data dilakukan beberapa kali pertemuan. Evaluasi Klarifikasi dan Verifikasi Data hasil pelaksanaan inventarisasi. Evaluasi hasil pelaksanaan inventarisasi oleh pemrakarsa dilakukan setelah Tim melakukan pengolahan data primer dan sekunder.kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan untuk membahas hasil inventarisasi sementara dari pengolahan data. Dalam pertemuan ini akan dibahas hal-hal yang ditemukan dalam lapangan. Kegiatan klarifikasi dan verifikasi data dilakukan dengan pemrakarsa dan pemangku kepentingan. Penyusun menyampaikan data hasil olahan, pemrakarsa mengecek kelengkapannya dan melakukan klarifikasi apabila ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan. Dalam kegiatan ini penyusun perlu melakukan perbaikan dan penyempurnaan data hasil inventarisasi. Menyusun Laporan Awal. Menyusun laporan sementara dilakukan dengan mengadakan pertemuan. Laporan awal yang disajikan merupakan hasil dari datadata primer dan sekunder yang telah diolah, Evaluasi. Setelah laporan awal disampaikan ke pemrakarsa, tim mengadakan pertemuan dengan pemrakarsa terhadap hal-hal yang perlu mendapatkan perbaikan dan penyempurnaan dalan penyusunan baseline data sumber pencemar non point sourses di kawasan Teluk Benoa. Penyusunan dan Penyampaian Laporan Akhir. Menyusun laporan sementara dilakukan dengan mengadakan pertemuan. Laporan awal yang disajikan merupakan hasil dari data-data primer dan sekunder yang telah diolah. Laporan akhir disampaikan kepada pemrakarsa. 1-6

13 BAB II METODOLOGI 2.1 TAHAPAN KEGIATAN Kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa secara garis besar meliputi beberapa tahapan kegiatan seperti disajikan pada Gambar 2.1. a. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan terdapat dua kegiatan utama yaitu perencanaan dan pengumpulan data awal. 1) Perencanaan merupakan tahapan yang mencakup kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penetapan tujuan dan skala inventarisasi, pembentukan tim dan pembagian kerja, penyusunan metodologi dan rencana kerja, dan penjadwalan kegiatan. 2) Pengumpulan data awal yang akan digunakan sebagai rujukan dasar dalam melakukan identifikasi sumber pencemar dan pemetaan (plotting) lokasi baik sumber pencemar ataupun daerah tangkapan air (water catchment area). b. Tahap Konsepsuatlisasi dan Kajian Teoritis Konseptualisasi Kegiatan dan Kajian Teoritis merupakan kegiatan untuk merancang kerangka kerja kegiatan inventarisasi yang meliputi: 1) Penetapan tujuan dan skala inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar air. Kegiatan ini diperlukan untuk mengidentifikasi tujuan dan skala kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar air. Kegiatan inventarisasi bertujuan untuk mengkarakteristikkan aliran-aliran pencemar dalam lingkungan wilayahnya. Identifikasi sumber pencemar merupakan kegiatan untuk mengenali dan mengelompokkan jenis-jenis pencemar, sumber dan lokasi, serta pengaruh/dampak bagi lingkungan penerimanya. Tujuan inventarisasi yang telah ditetapkan sebelumnya pada tahap perencanaan ditetapkan sebagai landasan untuk merancang 2-1

14 rencana kerja inventarisasi sumber pencemar. Tujuan ini dikonseptualisasikan sesuai dengan program kerja yang relevan baik bersifat umum atau khusus. Untuk yang bersifat umum misalnya melakukan inventarisasi sumber pencemar dalam wilayah perairan, sedangkan yang bersifat khusus adalah melakukan inventarisasi sumber pencemar berdasarkan kegiatan tertentu, antara lain (pertanian, domestik, dan industri) atau jenis polutan tertentu (organoklor, merkuri, dan sianida). Berdasarkan tujuan inventarisasi ini kemudian ditentukan skala inventarisasi yang diperlukan untuk membatasi ruang lingkup kegiatan inventarisasi yang sesuai dengan tujuan penggunaannya, serta keterbatasan sumber daya yang tersedia, agar didapatkan hasil estimasi sesuai dengan tingkat yang diinginkan. 2) Klasifikasi Sumber Pencemar Air Dalam inventarisasi sumber pencemar air diperlukan data dan informasi untuk mengenali dan mengelompokkan serta memperkirakan besaran dari sumber pencemar air. Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non-domestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah non-domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan, pertambangan, atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman. Untuk mempermudah inventarisasi, terutama dalam memperkirakan tingkat pencemaran air yang dilepaskan ke lingkungan perairan, sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbahnya diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar seperti dalam Tabel 2.1. Pada kajian ini pengelompokan sumber pencemar air hanya pada jenis pencemar tidak tentu. Sumber Tak Tentu (Area/ Diffuse Sources) yaitu sumber-sumber pencemar air yang tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat, umumnya terdiri dari sejumlah besar sumber-sumber individu yang relatif kecil. Limbah yang dihasilkan antara lain berasal dari kegiatan pertanian, peternakan dan pemukiman. Penentuan jumlah limbah yang dibuang tidak ditentukan secara langsung, melainkan dengan menggunakan data statistik kegiatan yang menggambarkan aktivitas penghasil limbah. 2-2

15 Gambar 2.1 Skema Tahapan Kegiatan Identifikasi Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa 2-3

16 Tabel 2.1 Klasifikasi Sumber Pencemar Karakteristik Limbah Sumber Tertentu Sumber Tak Tentu Limbah Domestik Aliran limbah urban dalam sistem saluran dan sistem pembuangan limbah domestik terpadu Aliran limbah daerah pemukiman Limbah Non-domestik Aliran limbah aktivitas industri, pertambangan Sumber: Lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 01 Tahun 2010 Aliran limbah pertanian, peternakan, dan kegiatan usaha kecil-menengah. Memperkirakan beban pencemaran air dari sumber-sumber pencemar air tak tentu menggunakan pendekatan dan jenis data statistik kegiatan-kegiatan ekonomi, data kependudukan, data penginderaan jarak jauh, faktor emisi dan engineering data. Peralatan yang memfasilitasi perkiraan dari sumber tak tentu adalah sistem informasi geografis (GIS) dan model komputer (seperti model aliran hidrologi.) Berikut ini merupakan beberapa contoh informasi yang digunakan untuk identifikasi dan memperkirakan tingkat pencemaran air dari sumber tak tentu, yaitu: Data statistik yang menggambarkan jumlah buangan yang dilepas per jumlah populasi atau aktivitas (misalnya : kg total- N/m 2 tanah pertanian) Data geografis, topografi, dan hidrologi: untuk mengetahui lokasi sumber pencemar, bentang alam terutama batas daerah aliran sungai (watershed), jalur pembuangan air limbah terutama untuk sistem saluran (sewerage), arah aliran air permukaan dan air tanah. 3) Pengidentifikasian Batas Wilayah Skala inventarisasi berhubungan erat dengan batas wilayah inventarisasi. Cakupan batas wilayah inventarisasi ini akan sangat menentukan tingkat akurasi estimasi tingkat pencemar. Semakin kecil wilayah geografis (tingkat resolusi geografis yang tinggi) maka besar yang diperkirakan akan semakin akurat. Adapun batas wilayah geografis yang diidentifikasi dalam kegiatan inventarisasi ini adalah : a) Wilayah ekologi (catchment area), meliputi batas daerah tangkapan air Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu yang bermuara di Teluk Benoa. b) Wilayah administrasi, meliputi batas administratif wilayah inventarisasi, yaitu batas wilayah kabupaten/kota, kecamatan dan desa-desa di lingkup wilayah ekologi. 4) Pengidentifikasian sumber pencemar. Semua sumber pencemar yang berada dalam wilayah inventarisasi kemudian diidentifikasi berdasarkan jenis pencemar dan sumbernya. Jenis pencemar yang berasal dari limbah domestik akan berbeda dengan jenis pencemar dari limbah non domestik. Karakteristik limbah yang diidentifikasi ditentukan berdasarkan tingkat bahaya dan toksisitasnya, semakin tinggi tingkat bahaya dan toksisitasnya menjadi prioritas inventarisasi. Hal ini menjadi isu penting dalam identifikasi jenis pencemar mengingat adanya beberapa pencemar yang bersifat toksik/berbahaya walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Selain itu, karakteristik limbah juga diidentifikasi berdasarkan jenis pencemar spesifik untuk masing-masing kegiatan. 2-4

17 5) Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan pada tahapan ini merupakan jenis data yang digunakan untuk menentukan faktor emisi atau faktor emisi itu sendiri (perkiraan spesifik), yang relevan sesuai dengan masing-masing kegiatan khususnya untuk kategori sumber pencemar air tak tentu. c. Verifikasi Lapangan Kegiatan ini merupakan kegiatan lapangan guna memverifikasi jenis pencemar dan lokasi sumber pencemar. Kegiatan lapangan dalam inventarisasi bertujuan untuk: Mengaktualkan konsep kerja yang dirancang pada tahap konseptualisasi kegiatan. Memverifikasi semua data sekunder yang diperoleh dengan data aktual di lapangan. d. Penentuan Beban Pencemar Pada kajian ini penentuan beban pencemar dilakukan terhadap sumber pencemar tak tentu (non point sources). Besaran dari sumber pencemar tak tentu diperkirakan dengan terlebih dahulu menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masingmasing kategori kegiatan, mengingat keterbatasan dalam pengukuran langsung untuk setiap sumber pencemar tak tentu dalam wilayah inventarisasi. 2.2 METODE Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data awal yang akan digunakan sebagai rujukan dasar dalam melakukan identifikasi sumber pencemar dan pemetaan (plotting) lokasi baik sumber pencemar ataupun daerah tangkapan air (water catchment area) diperoleh dari instansi terkait melalui survei instansional. Jenis data, sumber data, dan tujuan penggunaannya pada pengumpulan data awal dalam rangka persiapan kegiatan inventarisasi seperti disajikan pada Tabel

18 Tabel 2.2 Jenis, Sumber Data dan Tujuan Penggunaannya dalam Persiapan Inventarisasi No Jenis Data Sumber Data Tujuan 1 Peta Dasar (Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta DAS) Bakosurtanal Balai Wilayah Sungai Bali- Penida 2 Lokasi dan jenis kegiatan/industri (data industri/profil industri) 3 Demografi/kependudu kan serta distribusinya 4 Topografi, hidrologi, klimatologi, existing sewerage system, batas perairan dan sub- DAS, informasi/peta pemanfaatan lahan (existing land-use) 5 Kuantitas dan kualitas sumber air 6 Data pertanian/ Peternakan (AgriculturalData) BLH Provinsi Bali/Kota Denpasar/Kab. Badung BPS Provinsi Bali/Kota Denpasar/Kab. Badung BPS Provinsi Bali Kota Denpasar/Kab. Badung BPS Provinsi Bali Kota Denpasar/Kab. Badung, BMG Wilayah III, Bappeda Provinsi Bali, BWS Bali-Penida BLH Provinsi Bali, BWS Bali-Penida BPS Provinsi Bali Rujukan pemetaan lokasi sumber pencemar tak tentu. Memetakan posisi dan distribusi kegiatan yang menghasilkan pencemar dari sumbernya khususnya sumber non-domestik. Memetakan daerah pemukiman yang memberikan kontribusi besar pada pencemaran perairan dari sumber domestik. Memetakan lokasi tangkapan pencemar pada perairan penerima serta untuk menjajaki distribusi pencemar dalam suatu wilayah sub- DAS (Daerah Air Sungai), pemetaan luas tata guna lahan, mengetahui kondisi hidrologis wilayah inventarisasi. Mengetahui parameter pencemar dominan yang memberikan kontribusi pencemaran yang tinggi yang mempengaruhi kualitas wilayah perairan tertentu. Memetakan daerah pertanian/ peternakan, kondisi dan jenis tanah, serta mengetahui ketersebaran penggunaan pupuk/ pestisida berdasarkan jenis tanaman Metode Pengidentifikasian Batas Wilayah (DAS) Penentuan batas wilayah kajian yaitu batas daerah tangkapan air Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu yang bermuara di Teluk Benoa secara hidrologi dan administrasi kabupaten/kota, kecamatan dan batas desa dilakukan dengan metode overlay menggunakan Sistem Informasi Geografis Metode Penentuan Beban Pencemaran Air Tak Tentu Besaran dari sumber pencemar air tak tentu diperkirakan dengan terlebih dahulu menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masing-masing kategori kegiatan, mengingat keterbatasan dalam pengukuran langsung untuk setiap sumber pencemar air tak tentu dalam wilayah inventarisasi. a. Sumber Pencemaran Air dari Kegiatan Domestik Sumber-sumber yang berasal dari kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi berikut ini dapat dibedakan menjadi: Emisi polutan yang berasal dari proses sanitasi dan pencucian; Emisi lainnya yang berkaitan dengan kepadatan penduduk, misalnya dari proses korosi, dan pemeliharaan hewan. Emisi ke air dari proses sanitasi dan penggunaan produk permbersih, emisi-emisi dari sampah padat (termasuk lindi ) secara umum dapat menyebabkan masalah-masalah lingkungan lewat kontaminasi sumber air permukaan dan air tanah. Pencemar air yang 2-6

19 terlibat mungkin bervariasi dari limbah organik sampai organik sintetis dan logam berat, bergantung pada proses pencucian dan sifat-sifat dari lindi sampah padat. Perhitungan Potensi Beban Pencemaran (PBP) Domestik: PBP = Jumlah Penduduk x Faktor emisi x Rasio ekuivalen wilayah x. adalah river reaching coefficient dimana nilainya berdasarkan pola sanitasi yaitu 1 untuk pembuangan langsung ke sungai, 0,5 untuk saluran terbuka dan 0,25 untuk septic tank. Faktor emisi limbah domestik menurut parameter sebagai berikut (Tabel 2.3): Tabel 2.3 Faktor Emisi Limbah Domestik No Parameter Satuan Faktor Emisi 1 TSS Gram/hari 38 2 BOD Gram/hari 40 3 COD Gram/hari 55 4 Minyak & lemak Gram/hari 1,22 5 Detergen Gram/hari 0,189 6 NH4-N Gram/hari 1,8 7 NO2-N Gram/hari 0,002 8 NO3-N Gram/hari 0,01 9 Total-N Gram/hari 1,95 10 PO4-P Gram/hari 0,17 11 Total-P Gram/hari 0,21 12 Koli Tinja Jml/hari 3E+14 Sumber: Permen LH No. 1 Tahun 2010 Nilai rasio ekuivalen wilayah sebagai berikut (Tabel 2.4): Tabel 2.4 Rasio Ekuivalen Wilayah dalam Penghitungan Beban Pencemar Limbah Domestik No Wilayah Rasio Ekuivalen 1 Urban/kota 1 2 Semi urban 0, Rural/pedesaan 0,6250 b. Sumber Pencemaran Kegiatan Pertanian Sumber utama pencemar air yang berkaitan dengan kegiatan pertanian adalah : Penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Kandungan nutrien dalam pupuk menyebabkan proses eutrofikasi pada air permukaan, akumulasi nitrat dalam air tanah, pengasaman tanah, dan N2O (gas yang juga menyebabkan efek rumah kaca). Air lindi yang mengandung nitrat yang mencemari air tanah dan air permukaan juga mengancam ketersediaan sumber air minum. Nitrogen dan Fosfat yang terbawa menuju air permukaan menyebabkan eutrofikasi pada danau, sungai, dan perairan dangkal. Penggunaan limbah organik sebagai pupuk, seperti rabuk (pupuk kandang) dan lumpur pembuangan (sewage sludge), juga menyebabkan akumulasi logam berat dalam tanah. Perhitungan Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Pertanian : PBP = Luas lahan jenis pertanian x Faktor emisi. Faktor emisi limbah kegiatan pertanian menurut jenis pertanian dan parameter sebagai berikut (Tabel 2.5): 2-7

20 Tabel 2.5 Faktor Emisi Limbah Pertanian No Jenis Pertanian Faktor Emisi menurut Parameter BOD N P TSS Pestisida (kg/ha luas tanam/tahun) (L/ha luas tanam/tahun) 1 Sawah (Jerami padi yang ,04 0,16 membusuk) 2 Palawija (Humus yang terkikis) ,4 0,08 3 Perkebunan lain (Humus yang terkikis) 32,5 3 1,5 1,6 0,024 c. Sumber Pencemaran Kegiatan Peternakan Produksi rabuk (pupuk kandang) dari kegiatan peternakan prinsipnya merupakan sebuah komponen dari siklus nutrien keseluruhan dan keseimbangan dalam sistem pertanian. Akan tetapi, apabila kegiatan peternakan terdapat pada skala industri, pencemar amonia, nitrogen, dan fosfor ke air dan tanah dari limbah peternakan dapat menyebabkan masalah lingkungan. Pencemar amonia, khususnya terkonversi menjadi asam nitrat setelah terjadi deposisi atmosferik dan konversi mikroorganisme dalam tanah di daerahdaerah yang mengintensifkan kegiatan pertanian. Perhitungan Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Peternakan : PBP = Jumlah populasi ternak x Faktor emisi. Faktor emisi limbah ternak menurut jenis ternak dan parameter sebagai berikut (Tabel 2.6): Tabel 2.6 Faktor Emisi Limbah Ternak No Jenis Koli Total BOD COD NO2 NO3 NH4 N-Total P-Total Ternak (jml/ekor/hr) (gr/ekor/hari) 1 Sapi 3,70E , ,6067 0,933 0,153 2 Kerbau 9,20E ,71 529,19 0, , ,2046 2,599 0,39 3 Kuda 5,00E ,1 0 0, , ,083 0,306 4 Kambing 2,E+06 34,1 92,91 0, ,075 1, ,624 0,116 5 Domba 2,10E+05 55,68 136,23 0 0, ,2175 0,278 0,115 6 Ayam 4,30E+04 2,36 5,59 0 0, ,0006 0,002 0,003 7 Bebek 1,00E+05 0,88 2,22 0 0, ,0003 0,001 0,005 8 Babi 3,70E , ,6067 0,933 0,153 d. Sumber Pencemaran Kegiatan Pariwisata (Hotel) Perhitungan Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Pariwisata (Hotel) : PBP = Jumlah kamar hotel x Faktor emisi. Faktor emisi limbah hotel menurut parameter sebagai berikut (Tabel 2.7): 2-8

21 Tabel 2.7 Faktor Emisi Limbah Pariwisata (Hotel) No Parameter Satuan Faktor Emisi 1 TSS Gr/kamar/hr 38 2 BOD Gr/kamar/hr 40 3 COD Gr/kamar/hr 55 4 Minyak & lemak Gr/kamar/hr 1,22 5 Detergen Gr/kamar/hr 0,189 6 NH4-N Gr/kamar/hr 1,8 7 NO2-N Gr/kamar/hr 0,017 8 NO3-N Gr/kamar/hr 0,002 9 Total-N Gr/kamar/hr 1,95 10 PO4-P Gr/kamar/hr 0,01 11 Total-P Gr/kamar/hr 0,21 12 Koli Tinja Jml/kamar/hr 3E

22 BAB III KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR KAWASAN TELUK BENOA 3.1 WILAYAH EKOLOGI DAN ADMINISTRASI DAERAH TANGKAPAN AIR Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Kawasan Teluk Benoa terletak di kaki Pulau Bali yang menghubungkan daratan utama (mainland) Pulau Bali dengan daerah perbukitan Nusa Dua. Berdasarkan peta daerah aliran sungai (BP DAS Unda-Anyar), secara ekologi daerah tangkapan air yang bermuara ke kawasan Teluk Benoa terdiri atas 8 daerah tangkapan air (DTA) yaitu DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu. Secara adminsitrasi, daerah tangkapan air tersebut termasuk wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, meliputi empat kecamatan dan 35 desa/kelurahan di Kota Denpasar dan lima kecamatan dan 19 desa/kelurahan di Kabupaten Badung. Luas wilayah secara keseluruhan daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa yaitu ha, terdiri atas ha Kota Denpasar dan ha Kabupaten Badung. Wilayah administrasi daerah tangkapan air Kawasan Teluk Benoa secara rinci disajikan pada Gambar 3.1 dan Tabel

23 Gambar 3.1 Peta Daerah Tangkapan Air dan Administrasi Kawasan Teluk Benoa 3-2

24 No Tabel 3.1 Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Kecamatan Desa/Kelurahan Luas Daerah Tangkapan Air (Ha) Badung Buaji Ngenjung Serangan Mati Tuban Sama Bualu I KOTA DENPASAR A DENPASAR SELATAN Pemogan Pedungan Sesetan Sidakarya Renon Panjer Serangan 481 B DENPASAR BARAT Pemecutan Kelod Dauh Puri Kauh Tegal Harum Tegalkerta Pemecutan Dauh Puri Kangin Dauh Puri Padangsambian Kelod Padangsambian Padangsambian Kaja Dauh Puri Kelod 188 C DENPASAR UTARA Dangin Puri Kauh Pemecutan Kaja Ubung Dauh Puri Kaja Dangin Puri Kangin Dangin Puri Kaja Tonja Peguyangan Ubung Kaja Peguyangan Kaja D DENPASAR TIMUR Sumerta Kauh Sumerta Kaja Sumerta Kelod Sumerta Kesiman Dangin Puri Kelod Dangin Puri 65 II KABUPATEN BADUNG A ABIANSEMAL Darmasaba 433 B MENGWI Sempidi Sading Lukluk Penarungan 104 C KUTA UTARA

25 No Kecamatan Desa/Kelurahan Luas Daerah Tangkapan Air (Ha) Badung Buaji Ngenjung Serangan Mati Tuban Sama Bualu 6 Kerobokan Kelod Kerobokan Kerobokan Kaja Dalung 78 D KUTA Tuban Kuta Legian Seminyak Kedonganan E KUTA SELATAN Jimbaran Benoa Kutuh Ungasan Tanjung Benoa 239 Jumlah Secara geografis, daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa secara garis besarnya terdiri atas dua karakter yaitu daerah tangkapan air dari arah utara teluk dan dari arah selatan teluk. Daerah tangkapan air dari arah utara meliputi wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung merupakan aliran sungai-sungai parennial yang melewati wilayah dataran rendah sedangkan DTA dari arah selatan meliputi wilayah Kabupaten Badung merupakan wilayah perbukitan dengan aliran sungai intermitten. Terdapat delapan DTA bermuara di Teluk Benoa dengan cakupan wilayah sebagai berikut: 1. DTA Tukad Badung Luas DTA Tukad Badung adalah ha, merupakan Daerah Tangkapan Air Bualu DTA terluas yang bermuara di 7.60% Teluk Benoa yaitu mencakup area 35,70% dari keseluruhan Sama 13.37% Badung luas DTA Teluk Benoa. DTA ini Tuban 35.70% 2.27% mencakup wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Mati 20.69% Badung. Di wilayah Kota Denpasar meliputi 4 kecamatan Buaji 15.53% dan 25 desa/kelurahan. Di Serangan Ngenjung wilayah Kabupaten Badung 3.02% 1.82% meliputi 2 kecamatan dan 5 Gambar 3.2 Persentase Luas DTA yang Bermuara di desa/kelurahan. Kawasan Teluk Benoa 2. DA Tukad Buaji DTA Tukad Buaji luasnya ha atau 15,23% luas DTA kawasan Teluk Benoa. Secara administratif, DTA ini hanya mencakup wilayah Kota Denpasar, meliputi 3 kecamatan dan 13 desa/kelurahan. 3. DTA Tukad Ngenjung 3-4

26 Luas DTA Tukad Ngenjung adalah 289 ha atau 1,82% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini hanya berada di Kecamatan Denpasar Selatan, mencakup 3 desa/kelurahan. 4. DTA Serangan DTA Serangan adalah sebuah pulau kecil dan tidak terdapat aliran sungai. Luas DTA Serangan 481 ha atau 3,02% luas DTA kawasan Teluk Benoa, mencakup 1 desa/kelurahan yaitu Kelurahan Serangan. 5. DTA Tukad Mati Luas DTA Tukad Mati adalah ha atau 20,69% luas DTA kawasan Teluk Benoa. Secara administratif, mencakup wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Di wilayah Kota Denpasar meliputi 2 kecamatan dan 9 desa/kelurahan, sedangkan di wilayah Kabupaten Badung meliputi 3 kecamatan dan 9 desa/kelurahan. 6. DTA Tuban DTA Tuban luasnya 362 ha atau 2,27% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini tidak memiliki aliran sungai, meliputi 3 kelurahan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung. 7. DTA Tukad Sama DTA Tukad Sama merupakan daerah perbukitan dengan luas ha atau 13,37% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini hanya berada pada 2 kecamatan di Kabupaten Badung yaitu Kecamatan Kuta mencakup 1 kelurahan yaitu Kedonganan dan 4 desa/kelurahan di Kecamatan Kuta Selatan yaitu Jimbaran, Benoa, Ungasan dan Kutuh. 8. DTA Bualu DTA Bualu luasnya ha atau 7,60% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini meliputi dua kelurahan di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung yaitu Benoa dan Tanjung Benoa. 3.2 KLIMATOLOGI Tipe Iklim Berdasarkan klasifkasi Schmidt-Ferguson, daerah tangkapan air Teluk Benoa berada di dalam wilayah dengan sebaran tipe iklim C di daerah hulu sampai tipe F di daerah hilir. Tipe iklim C adalah perbandingan antara rata-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah berkisar 33,3 60,0%, tipe iklim D berkisar 60,0 100%, tipe E berkisar % dan tipe iklim F berkisar %. Wilayah dengan tipe iklim C terdapat di daerah hulu meliputi Kecamatan Abiansemal dan Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung, mencakup DTA Tukad Badung dan DTA Tukad Mati. Wilayah di bawahnya meliputi Kecamatan Denpasar Utara, sebagian Denpasar Timur, sebagian Denpasar Barat dan sebagian Kecamatan Kuta Utara memiliki tipe iklim C. DTA dengan tipe iklim C meliputi DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati dan DTA Tukad Buaji. Wilayah dengan tipe iklim D tersebar luas di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung khususnya Kecamatan Kuta Utara dan Kuta, mencakup DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan dan DTA Tuban. Sedangkan tipe iklim F terdapat di Kecamatan Kuta Selatan, mencakup DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu (Gambar 3.3). 3-5

27 Gambar 3.3 Peta Tipe Iklim Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-6

28 3.2.2 Curah Hujan Daerah tangkapan air Teluk Benoa termasuk ke dalam daerah monsun yang ditandai dengan pergantian arah angin permukaan sekitar enam bulan sekali. Angin barat bertiup bulan Januari Maret dan Desember sedangkan bulan April November bertiup angin tenggara. Dibandingkan dengan kondisi normal, terjadi perbedaan pada bulan April dimana kondisi normal pada bulan ini merupakan angin barat. Pada musim Barat, cuaca di wilayah ini dipengaruhi oleh angin Barat melalui Samudra Hindia. Samudera ini mempengaruhi karakteristik curah hujan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Monsun barat umumnya menimbulkan banyak hujan (musim hujan), monsun timur umumnya menyebabkan kondisi kurang hujan (musim kemarau). Pengaruh tingginya suhu permukaan laut (SPL) di Samudera Hindia mendorong intensifnya evaporasi dan pembentukan awan pada musim angin Barat sehingga mendorong terjadinya curah hujan yang tinggi pada bulan November sampai Maret. Sebaliknya pada musim angin Timur, SPL di Samudera Hindia menurun dan mencapai suhu terendah pada bulan Agustus, menyebabkan terjadinya musim kering dengan curah hujan yang sangat rendah. Menurut data BMKG (dalam BPS Provinsi Bali, 2014), jumlah curah hujan pada Stasiun Ngurah Rai tahun 2013 adalah 1.803,9 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 516,2 mm dan terendah bulan Agustus yaitu 0,4 mm. Selama tahun 2013 terjadi 7 bulan basah yaitu Januari-Maret, Mei-Juni dan November- Desember. Apabila curah hujan tahun 2013 dibandingkan dengan rata-rata normal yaitu periode tampak bahwa curah hujan tahun 2013 berada di bawah normal. Sebaran curah hujan bulanan terdapat 5 bulan di atas normal yaitu bulan Januari, Mei-Juli dan November. Sedangkan curah hujan bulan-bulan lainnya berada di bawah normal. Perbandingan keadaan curah hujan dengan angka normal di DTA Teluk Benoa tahun 2013 disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Angka Perbandingan Curah Hujan Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa No Bulan Curah Hujan (mm) Curah Hujan (mm) Curah Hujan (mm) Persentase Realisasi Normal Perbedaan 1 Januari 516, ,2 38,0 2 Februari 142, ,9-88,6 3 Maret 137, ,6-80,5 4 April 55, ,1-209,5 5 Mei 143, ,5 17,8 6 Juni 168, ,8 85,8 7 Juli 99, ,2 71,8 8 Agustus 0, ,6-5400,0 9 September 14, ,2-204,1 10 Oktober 17, ,0-470,6 11 November 231, ,5 5,0 12 Desember 277, ,9-22,0 Jumlah 1.803, ,1-5,4 Sumber : BPS Provinsi Bali (2014) Normal : rata-rata tahun Suhu Udara Suhu udara rata-rata bulanan di DTA Teluk Benoa pada tahun 2013 berkisar antara 27,0 ºC 29,4 ºC (Tabel 3.3). Suhu udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Agustus 3-7

29 dan tertinggi pada bulan Februari dan April. Suhu maksimum bulanan berkisar antara 32,4 o C 35,6 o C, tertinggi pada bulan Februari. Suhu minimum bulanan berkisar 20,2 o C 23,6 o C, terendah pada bulan Agustus. Apabila suhu udara rata-rata tahun 2013 dibandingkan dengan rata-rata normal yaitu periode tampak bahwa penyebaran suhu udara rata-rata bulanan seluruhnya berada di atas normal. Hal ini menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata di Kota Denpasar tahun 2013 cenderung meningkat dibandingkan suhu normal. Tabel 3.3 Angka Perbandingan Suhu Udara Rata Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa No Bulan Suhu Udara Rata-Rata ( o C) Realisasi Normal Perbedaan 1 Januari 28,4 27,9 0,5 2 Februari 29,4 28,1 1,3 3 Maret 29,0 28,1 1,0 4 April 29, ,4 5 Mei 28,8 27,7 1,1 6 Juni 28,9 26,9 2,0 7 Juli 27,5 26,3 1,1 8 Agustus 27,0 26,1 0,7 9 September 27,3 26,9 0,3 10 Oktober 28,6 27,7 0,8 11 November 28,7 28,4 0,4 12 Desember 28,3 27,9 0,4 Sumber : BPS Provinsi Bali (2014) Normal : rata-rata tahun Kelembaban Udara dan Lama Penyinaran Matahari Kelembaban udara rata-rata bulanan tahun 2013 berkisar antara % Kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Oktober, sedangkan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari. Apabila dibandingkan dengan kelembaban udara normal, kelembaban udara bulanan seluruhnya berada di bawah normal (Tabel 3.4). Penyinaran matahari pada tahun 2013 berkisar antara 54-85%, tertinggi pada bulan Agustus dan Oktober, serta terendah pada bulan Desember. Apabila penyinaran matahari tahun 2013 dibandingkan dengan penyinaran matahari normal, sebagian besar penyinaran matahari bulanan berada di bawah normal, kecuali bulan Februari, April dan September (Tabel 3.4). Jika data penyinaran matahari dibandingan dengan curah hujan, tampak bahwa semakin tinggi curah hujan maka penyinaran matahari semakin rendah. Hal ini terlihat pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi seperti Januari, November dan Desember diikuti dengan penyinaran matahari yang rendah. 3-8

30 Tabel 3.4 Angka Perbandingan Kelembaban Udara Rata-Rata dan Lama Penyinaran Matahari Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di Kota Denpasar No Bulan Kelembaban Udara (%) Penyinaran Matahari (%) Realisasi Normal Perbedaan Realisasi Normal Perbedaan 1 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Sumber : BPS Provinsi Bali (2014) Normal : rata-rata tahun GEOMORFOLOGI Togografi dan Kemiringan Lahan Daerah tangkapan air Kawasan Teluk Benoa terdiri atas dua unit topografi yang berbeda yaitu dominasi daerah dataran rendah di bagian utara dan daerah perbukitan di bagian selatan. DTA Teluk Benoa berada pada ketinggian m dpl dengan kemiringan lereng beragam mulai dari 0 2% sampai > 40%. Kondisi topografi dan kemiringan lahan menurut daerah tangkapan air sebagai berikut: DTA Tukad Badung berada pada ketinggian m dpl. DTA Tukad Badung umumnya landai dengan kemiringan lahan didominasi 0 2%, kecuali di daerah hulu terdapat lahan dengan kemiringan 2 15%. DTA Tukad Buaji berada pada ketinggian 0 25 m dpl dengan kemiringan lahan sebagian besar 0 2%, kecuali di bagian hulu dengan kemiringan 2 15%. DTA Tukad Ngenjung berada pada ketinggian 0 20 m dpl dengan kemiringan lahan seluruhnya 0 2%. DTA Serangan berada pada ketinggian 0 6 m dpl dengan kemiringan lahan seluruhnya 0 2%. DTA Tukad Mati berada pada ketinggian 0 90 m dpl. Kemiringan lahannya seluruhnya 0 2%, yang menunjukkan DTA ini tergolong landai. DTA Tuban berada pada ketinggian 0 20 m dpl dengan kemiringan lahan seluruhnya 0 2%. DTA Tukad Sama berada pada ketinggian m dpl dengan kemiringan lahan bervariasi 0 2% di bagian hilir, meningkat menjadi 15 40% di bagian tengah, meningkat menjadi > 40% di bagian hulu dan mendatar menjadi 15 40% di bagian paling hulu. DTA Tukad Bualu berada pada ketinggian 0 71 m dpl dengan kemiringan lahan 0 2% di bagian hilir dan 15-40% di bagian hulu. 3-9

31 Gambar 3.4 Peta Topografi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-10

32 Gambar 3.5 Peta Kemiringan Lahan Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-11

33 3.3.2 Geologi dan Jenis Tanah Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bali, Nusa Tenggara (Purwo-Hadiwidjojo dkk., 1998), geologi DTA Teluk Benoa tersusun atas endapan permukaan dan batuan sedimen serta batuan gunungapi. Struktur geologi regional di Bali pada umumnya dimulai dengan adanya kegiatan di lautan selama Miosin Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan breksi yang disisipi oleh batu gamping. Di bagian selatan terjadi pengendapan oleh batu gamping yang kemudian membentuk Formasi Selatan. Sebaran formasi geologi yang terdapat di DTA Teluk Benoa selengkapnya sebagai berikut (Gambar 3.6): Endapan Aluvium, berupa kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung; sebagai endapan sungai, danau dan pantai. Batuan ini terbentuk pada kala Tersir Holosen, menempati lahan-lahan sekitar teluk (desa/kelurahan sekeliling teluk). Batuan Gunungapi Kelompok Buyan-Beratan & Batur, terbentuk pada kala Kwarter, terdiri dari breksi gunung api dan lava, setempat tufa. Batuan ini sebarannya sangat luas di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian tengah (DTA Tukad Badung, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngendung, DTA Serangan, dan DTA Tukad Mati). Formasi Selatan, terbentuk pada kala Miosin, terdiri dari batugamping terumbu, setempat napal; sebagian berlapis, terhablur-ulang dan berfosil. Batuan ini terdapat di Kuta Selatan meliputi DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu. Daratan reklamasi, yaitu daratan hasil reklamasi di Pulau Serangan, berupa fraksi koral dan pasir yang diperoleh melalui pengerukan dasar laut di sebelah utara Pulau Serangan. Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Bali (1970), jenis tanah di DTA Teluk Benoa terdiri atas jenis Regosol, Latosol dan Mediteran. Sebaran jenis tanah di DTA Teluk Benoa sebagai berikut (Gambar 3.7): Regosol, terdiri atas Regosol Coklat Kelabu, Regosol Kelabu, Regosol Coklat dan Regosol Berhumus. Jenis tanah ini berbahan induk endapan laut, abu volkan dan intermedier dengan fisiografi beting pantai dan kipas volkan. Jenis tanah ini tersebar di daerah dekat kawasan teluk dan Pulau Serangan. Latosol, terdiri atas Latosol Coklat Kekuningan, Latosal Coklat, Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol. Jenis tanah ini berbahan induk abu dan tufa volkan serta intermedier. Sebarannya terdapat di DTA yang berada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian tengah, meliputi DTA Tukad Badung, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngendung dan DTA Tukad Mati. Mediteran, terdiri atas Mediteran Coklat dan Mediteran Coklat Merah. Jenis tanah ini berbahan induk batu kapur karang dan batu gamping dengan fisiografi pantai berkarang dan bukit angkatan. Tersebar di DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu. 3-12

34 Gambar 3.6 Peta Geologi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-13

35 Gambar 3.7 Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-14

36 3.3.3 Hidrologi a. Sungai Sebagian besar sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bermuara di Teluk Benoa. Sungai yang mengalir di DTA Teluk Benoa terdiri atas sungai utama, sungai yang terbentuk dari saluran irigasi akibat erosi kedalaman (vertikal) serta alur rawa-rawa dan sungai intermiten. Sungai-sungai yang mengalir di DTA Teluk Benoa yaitu (Gambar 3.8): 1) Sungai utama: Tukad Badung. Sungai ini merupakan sungai utama dan sungai terbesar di DTA Teluk Benoa dengan panjang 17 km. Sungai ini mengalir di tengah Kota Denpasar dan berperanan penting dalam sistem jaringan drainase pusat Kota. Pada muara sungai dibangun waduk (Waduk Muara Nusa Dua) untuk sumber air baku. Tukad Mati. Sungai ini panjangnya 12,0 km, mengalir di Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar Barat dan Kuta. 2) Sungai terbentuk dari saluran irigasi dan alur rawa: Tukad Buaji. Sungai ini mengalir di Panjer dan perbatasan Desa Sesetan dan Kelurahan Panjer serta bermuara di Suwung Batan Kendal. Tukad Pekaseh. Sungai ini mengalir membelah Desa Sesetan dan bermuara di Suwung. Aliran sungai ini termasuk ke dalam DAS Buaji. Tukad Punggawa. Sungai ini merupakan anak sungai Tukad Buaji, mengalir di Panjer dan Sidakarya dan bermuara di Tukad Buaji di daerah Kerta Petasikan. Tukad Ngenjung. Sungai ini mengalir di Panjer dan Sidakarya dan bermuara di Suwung Kangin. 3) Sungai intermiten: Tukad Sama. Sungai ini mengalir di Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan. Tukad Bualu. Sungai ini mengalir di Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan. b. Akuifer Air Tanah Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Aliran air tanah itu sendiri dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan. Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah (discharge zone). Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran airtanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone). Dalam perjalananya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akuifer yang di atasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada di bawah lapisan penutup dan air tanah yang berada di atasnya. Perubahan tekanan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan air tanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah bebas sering dalam 3-15

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA DENPASAR

GAMBARAN UMUM KOTA DENPASAR Gambaran umum GAMBARAN UMUM KOTA DENPASAR KABUPATEN GIANYAR WILAYAH ADMINISTRATIF : 1. Denpasar Timur 11 Desa/Kelurahan, luas total 2.254 Ha. 2. Denpasar Selatan 10 Desa/Kelurahan, luas total 4.999 Ha.

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB V LAHAN DAN HUTAN

BAB V LAHAN DAN HUTAN BAB LAHAN DAN HUTAN 5.1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan Kota Denpasar didominasi oleh permukiman. Dari 12.778 ha luas total Kota Denpasar, penggunaan lahan untuk permukiman adalah 7.831 ha atau 61,29%.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net)

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lokasi Secara administratif Teluk Benoa terletak di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Teluk Benoa termasuk dalam teluk semi tertutup yang memiliki fase pasang dan surut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Gambaran Umum Kota Surakarta 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110 o 45 15 dan 110 o 45 35 Bujur Timur dan antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH

KARAKTERISTIK WILAYAH III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Karakteristik Wilayah Studi 1. Letak Geografis Kecamatan Playen terletak pada posisi astronomi antara 7 o.53.00-8 o.00.00 Lintang Selatan dan 110 o.26.30-110 o.35.30 Bujur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus ABSTRAK Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Petanu merupakan salah satu DAS yang berada di Provinsi Bali. DAS Tukad Petanu alirannya melintasi 2 kabupaten, yakni: Kabupaten Bangli dan Kabupaten Gianyar. Hulu

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH Nurmalita, Maulidia, dan Muhammad Syukri Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh

Lebih terperinci

REKAPITULASI PSKS TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2015

REKAPITULASI PSKS TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2015 REKAPITULASI PSKS TINGKAT KABUPATEN/KOTA Kesejahtera an (WPKS) Berbasis Dunia Yang Melakukan 1 DENPASAR BARAT 2 31 20 38 0 3 212 28 11 39 0 12 2 DENPASAR TIMUR 0 2 10 11 0 1 138 26 7 6 1 0 3 DENPASAR SELATAN

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

PEDOMAN INVENTARISASI DAN INDENTIFIKASI SUMBER PENCEMAR AIR

PEDOMAN INVENTARISASI DAN INDENTIFIKASI SUMBER PENCEMAR AIR Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 01 Tahun 2010 Tanggal : 14 Januari 2010 PEDOMAN INVENTARISASI DAN INDENTIFIKASI SUMBER PENCEMAR AIR I. LATAR BELAKANG Berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber pasokan air, airtanah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan pokok untuk semua makhluk hidup tanpa terkecuali, dengan demikian keberadaannya sangat vital dipermukaan bumi ini. Terdapat kira-kira

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Umum Sekitar Daerah Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung selatan Sumatra, yang mana bagian selatan di batasi oleh Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah 2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas Taman Nasional Manupeu Tanahdaru (TNMT) secara geografi terletak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur pada 119º27-119º55 BT dan 09º29`-09º54` LS sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumberdaya yang sangat vital untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia menggunakan air untuk berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga kebersihan daerah aliran sungai. Membuang limbah padat dan cair dengan tidak memperhitungkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air mulai dari air jatuh ke permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah termasuk permasalahan lingkungan seperti kebersihan lingkungan. Hal ini disebabkan meningkatnya

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Batas Administrasi dan Luas Wilayah Kabupaten Sumba Tengah merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibentuk berdasarkan UU no.

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 27 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1. Kota Banjarmasin Secara geografis Kota Banjarmasin terletak pada posisi antara 3 15 LS 3 22 LS dan 114 52 LS - 114 98 LS. Adapun jika ditinjau secara administratif Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci