ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PENERBITAN PUTUSAN PENGADILAN PAJAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PENERBITAN PUTUSAN PENGADILAN PAJAK"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PENERBITAN PUTUSAN PENGADILAN PAJAK NADIA PUTRI RAHMAWATI DAN IMAN SANTOSO Program studi Ilmu Administrasi Fiskal FISIP, Universitas Indonesia Abstrak Sengketa pajak antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak diselesaikan di Pengadilan Pajak. Tetapi, Pengadilan Pajak di Indonesia masih memiliki beberapa kekurangan, salah satunya adalah terlambatnya penerbitan putusan Pengadilan Pajak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai faktor penyebab dan akibat dari terlambatnya penerbitan putusan Pengadilan Pajak serta mengetahui langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pengadilan Pajak untuk menanggulangi keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat faktor internal dan eksternal yang menyebabkan keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak. Abstract Tax disputes between Taxpayers and the Tax Authorities completed in the tax court. However, the tax court in Indonesia still has some drawbacks, one of which is delay in the issuance of the Tax Court s decision (verdict). This research aims to analyze the cause and effect of the delay in the issuance of the verdict and gain better understanding as to how steps have been taken by the tax court to cope with delays in the issuance of the Tax Court s decision. The approach used in this research is a qualitative descriptive method. This research resulted in a fact that there are some internal and external factors causing delays in the issuance of the Tax Court s decision. Key words : fast; low cost; simple; Tax Court; tax dispute.

2 PENDAHULUAN Negara dalam menyelenggarakan pemerintahannya memerlukan dana dan salah satu sumber dana tersebut berasal dari pajak. Pajak menyumbang sekitar 75% dari total Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini menunjukkan bahwa pajak merupakan komponen penting untuk membiayai kegiatan pemerintahan sehingga atas pemungutan pajak ini harus dilakukan dengan berdasarkan undang-undang. Pemungutan pajak sampai saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan yang pertama terjadi pada tahun 1983 dan lebih dikenal dengan tax reform. Salah satu perubahan yang terjadi adalah terkait dengan sistem pemungutan pajak yang dianut Indonesia, di mana sebelumnya Indonesia menganut Official Assestment System yang kemudian berubah menjadi Self Assestment System melalui tax reform. Dalam sistem ini, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Di satu sisi, dalam sistem ini fiskus berperan untuk mengamati dan mengawasi pelaksanaannya dan bila perlu melakukan pemeriksaan dan mengenakan sanksi perpajakan sesuai dengan ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku. Meskipun Wajib Pajak yang aktif melakukan kewajiban perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan jumlah pajak yang terutang apabila ada kesalahan dalam penghitungan pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang dilaporkan Wajib Pajak. Untuk dapat menetapkan jumlah pajak yang terutang, Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak. Namun, tidak jarang atas kegiatan pemeriksaan pajak ini yang tidak sesuai prosedur dan khususnya apabila koreksi yang dilakukan terhadap Dasar Pengenaan Pajak/Pajak Yang Terutang tidak sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku maka akan menjadi sumber masalah, yaitu sengketa pajak. Hingga September 2011, jumlah sengketa pajak yang masih menumpuk dan belum terselesaikan di Pengadilan Pajak masih sangat banyak. Hal ini menimbulkan pertanyaan peneliti mengapa jumlah sengketa pajak tersebut masih banyak yang belum terselesaikan di Pengadilan Pajak. Padahal, Pengadilan Pajak berada di dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan berdasarkan hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara, salah satu asas peradilan tata usaha negara adalah cepat, sederhana, dan biaya murah. Oleh karena Pengadilan Pajak berada di dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara maka asas tersebut juga berlaku pada Pengadilan Pajak. Tetapi, yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya, banyak

3 putusan atas sengketa pajak yang belum diselesaikan Pengadilan Pajak sehingga tidak mencerminkan asas cepat, sederhana, dan biaya murah. Adapun pokok permasalahan yang diuraikan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terlambatnya penerbitan putusan Pengadilan Pajak? 2. Apakah akibat yang ditimbulkan dari terlambatnya penerbitan putusan Pengadilan Pajak? 3. Apakah langkah yang telah dilakukan oleh Pengadilan Pajak untuk menanggulangi keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak? Penelitian ini dimaksudkan agar dapat memenuhi tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Menganalisis mengenai faktor penyebab terlambatnya penerbitan putusan Pengadilan Pajak. 2. Mengetahui akibat yang ditimbulkan dari terlambatnya penerbitan putusan Pengadilan Pajak. 3. Mengetahui langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pengadilan Pajak untuk menanggulangi keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak. Pajak TINJAUAN TEORITIS Ada berbagai macam istilah asing mengenai pajak. Dalam bahasa Inggris, pajak disebut tax. Dalam bahasa Perancis disebut import contibution, taxe, droit. Orang Jerman menyebut pajak sebagai Steuer, Abgabe, Gebuhr. Orang Spanyol menyebutnya dengan impuesto contribution, tributo, gravamen, tasa. Dalam bahasa Belanda disebut belasting. (Nurmantu, 2005, h. 12). Berikut adalah beberapa definisi pajak dari berbagai ahli. Pengertian pajak yang pertama adalah dari C.F Bastable sebagaimana dikutip oleh Nurmantu, yakni a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons for the service of the public powers. (Nurmantu, 2005, h. 12 ). Menurutnya, pajak merupakan kontribusi wajib pada kekayaan orang pribadi atau badan untuk pelayanan masyarakat. Definisi pajak yang lainnya adalah definisi dari H.C Adams yang dikutip oleh Nurmantu, yaitu a contribution from the citizen to the support of the state, yang artinya adalah kontribusi dari warga negara untuk mendukung pembangunan negara. Selain itu, definisi pajak menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani sebagaimana dikutip oleh Nurmantu adalah

4 Pajak adalah iuran rakyat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Nurmantu, 2005, h. 12) Asas-asas Pemungutan Pajak Dalam memungut suatu pajak, terdapat asas-asas yang harus diperhatikan dalam sistem pemungutan pajak tersebut. Rosdiana & Irianto membagi Asas-asas pemungutan pajak menjadi tiga, yaitu equity/equality, revenue productivity, dan ease of administration (Rosdiana & Irianto, 2012, h. 158). 1. Equity/Equality Asas equity (keadilan) mengatakan bahwa pajak harus adil dan merata (Rosdiana & Irianto, 2012, h. 160). Pajak dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut dan sesuai dengan manfaat yang diterimanya dari negara. Keadilan dalam pajak penghasilan terdiri dari keadilan horizontal dan keadilan vertikal. a. Keadilan Horizontal Menurut Rosdiana, yang mengutip dari Musgrave & Musgrave, suatu pemungutan pajak dikatakan memenuhi keadilan horizontal apabila Wajib Pajak yang berada dalam kondisi yang sama diperlakukan sama (equal treatment for the equals). b. Keadilan Vertikal Asas keadilan vertikal terpenuhi apabila Wajib Pajak yang mempunyai tambahan kemampuan ekonomis yang berbeda diperlakukan tidak sama. Vertical equality memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) beban pajak bersifat progresif (semakin besar ability to pay semakin besar beban pajak yang harus dipikul), 2) pembedaan tax burden semata-mata berdasarkan karena perbedaan tingkat ability to pay, bukan berdasarkan jenis penghasilan (Rosdiana & Irianto, 2012, h. 162). 2. Asas Revenue Productivity Asas ini menyatakan bahwa jumlah pajak yang dipungut hendaklah memadai untuk keperluan menjalankan pemerintahan, tetapi hendaknya dalam implementasinya tetap harus

5 diperhatikan bahwa jumlah pajak yang dipungut jangan terlalu tinggi sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi. Suatu pemungutan pajak dikatakan optimal apabila dalam pemungutannya terpenuhi asas revenue productivity dengan tetap menjaga keadilan dalam pemungutannya (Rosdiana & Irianto, 2012, h. 165).. 3. Asas Ease of Administration Sistem perpajakan yang baik salah satu indikatornya yaitu kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga dapat menciptakan kepatuhan pajak (tax compliance). Untuk mencapai efisiensi pemungutan pajak serta memudahkan warga masyarakat untuk menghitung dan memperhitungkan pajaknya, maka harus diterapkan sistem pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan sehingga masyarakat tidak terganggu dengan permasalahan pajak yang sulit. Menurut Rosdiana & Irianto (2012, h. 166), asas ease of administration terdiri dari asas certainty, asas convenience, asas efficiency, dan asas simplicity. Masing-masing bagian dari ease of administration akan dijelaskan di bawah ini. a. Asas Certainty Menurut Rosdiana dan Irianto (2012, h ), asas kepastian merupakan hal yang paling mendasar dalam suatu sistem perpajakan, karena ketidakpastian akan memperbesar potensi terjadinya perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan Fiskus. 2. Asas Convenience Menurut Rosdiana dan Irianto, asas ini menyatakan bahwa saat pembayaran pajak hendaklah dimungkinkan pada saat yang memudahkan atau menyenangkan Wajib Pajak tersebut, misalnya pada saat menerima gaji atau penghasilan lain seperti saat menerima bunga deposito. Asas convenience ini juga memperbolehkan Wajib Pajak membayar terlebih dahulu pajak yang terutang selama satu tahun pajak secara berangsur-angsur setiap bulan (seperti PPh Pasal 25) agar pada akhir tahun pajak Wajib Pajak tidak merasa terlalu berat dalam membayar pajaknya (Rosdiana dan Irianto, 2012, h. 171). 3. Efficiency Dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Pajak : Kebijakan dan Implementasi di Indonesia, Rosdiana dan Irianto mengatakan bahwa asas efisiensi dapat dilihat dari dua sisi,

6 yaitu dari sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pajak (antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban Wajib Pajak) lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi Wajib Pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dapat seminimal mungkin. Compliance Cost adalah biaya-biaya atau beban-beban yang dapat diukur dengan nilai uang (tangible) maupun yang tidak dapat diukur dengan nilai uang (intangible) yang harus dikeluarkan/ditanggung oleh Wajib Pajak berkaitan dengan proses pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan. Compliance Cost terdiri dari Fiscal Cost, Time Cost, dan Psychological Cost. a. Fiscal Cost Fiscal Cost adalah biaya atau beban yang dapat diukur dengan nilai uang yang harus dikeluarkan/ditanggung oleh Wajib Pajak berkaitan dengan proses pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan. b. Time Cost Time Cost adalah biaya berupa waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan. c. Psychological Cost Psychological Cost adalah biaya psikis/psikologis antara lain berupa stres dan atau ketidaktenangan, kegamangan, kegelisahan, ketidakpastian yang terjadi dalam proses pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan, misalnya stres yang terjadi pada saat pemeriksaan pajak, saat pengajuan keberatan dan/atau banding. 4. Simplicity Rosdiana dan Irianto dalam bukunya Pengantar Ilmu Pajak : Kebijakan dan Implementasi di Indonesia, mengatakan bahwa pada dasarnya peraturan yang sederhana akan lebih pasti, jelas, dan mudah dimengerti oleh Wajib Pajak. Oleh karena itu, dalam menyusun suatu undang-undang perpajakan maka harus diperhatikan juga asas kesederhanaan, sebagaimana dikemukakan oleh C.V. Brown dan P.M. Jackson dan dikutip kembali oleh Rosdiana dan Irianto (2012, h. 178) Taxes should be sufficiently simple so that those affected can be understand them (Rosdiana dan Irianto, 2012, h. 178). Peradilan Pajak

7 Peradilan pajak adalah peradilan yang terkait dengan masalah administrasi pajak yang mempunyai tugas menyelesaikan sengketa atau perselisihan yang timbul karena adanya perbedaan pendapat antara Pemerintah (bisa Direktorat Jenderal Pajak/Direktorat Jenderal Bea dan Cukai/Pemerintah Daerah) di satu pihak dengan Wajib Pajak di lain pihak mengenai besarnya pajak yang ditetapkan (Sadhani dkk, 2008, h. 4). Peradilan pajak harus independen dan terpisah dari administrasi perpajakan itu sendiri agar dapat dijaminnya keadilan pada Wajib Pajak. Pengadilan Pajak Menurut Purwito dan Komariah (2010, h. 105), pengadilan pajak adalah pengadilan administrasi di bidang perpajakan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dan berada dalam lingkup peradilan tata usaha negara yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa kembali pemeriksaan dan keputusan pada tingkat pertama serta memberikan putusan akhir yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan bertujuan untuk perlindungan dan pemulihan hak-hak Wajib Pajak. Sengketa Perpajakan Menurut Saidi (2007), Sengketa Pajak adalah perselisihan antara Wajib Pajak, pemotong, atau pemungut pajak, serta penanggung pajak dengan pejabat pajak mengenai penerapan Undang-Undang Pajak. Dalam pengertian ini, yang berselisih adalah (1) Wajib Pajak dengan pejabat pajak, (2) pemotong atau pemungut pajak dengan pejabat pajak, (3) Wajib Pajak dengan pemotong atau pemungut pajak, (4) penanggung pajak dengan pejabat pajak. Konsep Penyelesaian Sengketa Perpajakan Menurut Purwito dan Komariah (2007, h. 71), penyelesaian sengketa pajak merupakan suatu proses yang harus dilalui oleh Wajib Pajak yang berkeberatan atau tidak menyetujui atau menolak keputusan berupa penetapan koreksi dan/atau tambah bayar dan sanksi administrasi berupa denda, maupun oleh pejabat/petugas perpajakan yang menerbitkan keputusan, dalam mempertahankan keputusannya. Mengenai batas waktu berakhirnya suatu sengketa pajak merupakan kajian hukum pajak sehingga hukum lain tidak boleh melibatkan diri untuk mengkaji kapan berakhirnya sengketa pajak. Dalam menyelesaikan sengketa pajak, dapat dilakukan melalui dua upaya, yaitu upaya administratif dan upaya hukum. Putusan Pengadilan Pajak

8 Menurut Mertokusumo (1993, h. 174), putusan pengadilan adalah suatu pernyataan hakim, yang olehnya sebagai pejabat kekuasaan kehakiman diberi wewenang untuk itu. Putusan diucapkan di dalam persidangan dengan maksud dan tujuan untuk mengakhiri suatu perkara atau persengketaan antar dua belah pihak yang bersengketa. Putusan bukan hanya berbentuk ucapan tetapi juga dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di dalam persidangan. Sebuah konsep belum mempunyai kekuatan sebagai putusan apabila belum diucapkan di depan persidangan. Putusan yang diucapkan di persidangan (uitspraak) tidak boleh berbeda dengan yang tertulis (vonis). (Mertokusumo, 1993, h. 174). Dengan demikian, putusan dapat didefinisikan pula dengan suatu hasil atau kesimpulan suatu pemeriksaan perkara yang didasarkan pada pertimbangan yang menetapkan apa yang ada pada hukum. Selain itu, Marbun (1988, h. 96) juga mengatakan bahwa putusan pengadilan merupakan tujuan akhir bagi setiap pihak yang bersengketa di muka pengadilan. Asas Pengadilan Pajak Dalam menyelesaikan sengketa atau perkara, Pengadilan Pajak menganut asas sederhana, cepat, dan biaya ringan agar proses penyelesaian sengketa pajak berlangsung dalam waktu yang cepat dan tidak berlarut-larut, dilakukan dengan biaya yang murah dan tidak membebankan Wajib Pajak, serta prosesnya tidak berbelit-belit sehingga menjadi efektif dan efisien. Dalam menerapkan asas-asas tersebut harus dijunjung tinggi pula asas keadilan dan kepastian hukum, serta tidak mengurangi nilai dari putusan yang diambil. Hal tersebut guna memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi para pihak yang bersengketa. 1. Asas Sederhana Menurut Marbun (1997, h. 115), beracara dengan sederhana artinya adalah tidak berbelit-belit dan mengurangi formalitas yang tidak penting sehingga jelas dan mudah dipahami. Marbun (1997, h ) menambahkan bahwa dengan adanya asas sederhana, mudah, dan mengurangi hal-hal formalitas yang tidak perlu maka akan melahirkan peradilan cepat dengan tetap memperhatikan segi kepastian hukum dan nilai keadilan. Menurut Wiwoho (2008, h. 182), sederhana artinya adalah prosedur yang digunakan secara cepat dalam proses penyelesaian perkaranya mudah dimengerti oleh pihak-pihak yang berperkara. Terlalu banyak formalitas yang dipersyaratkan akan menyebabkan kebingungan pada yustisiabel dan hal itu juga menyebabkan pengadilan tidak dapat berjalan secara efisien dan efektif. Dengan proses dan prosedur yang sederhana, jelas, dan tidak berbelit-belit maka akan

9 meningkatkan kepercayaan dan minat Wajib Pajak untuk mengajukan perkara sengketa pajaknya ke Pengadilan Pajak. 2. Asas Cepat Menurut Marbun (1997, h. 115), beracara dengan cepat artinya adalah agar memperhatikan waktu yang sesingkat-singkatnya sehingga pencari keadilan merasakan manfaat benar-benar lebih cepat dan lebih singkat waktunya. Hal serupa juga dikatakan oleh Wiwoho (2008, h. 183), yaitu kata cepat dalam asas sederhana, cepat, dan biaya ringan mengarah pada jalannya persidangan. Penyelesaian perkara yang berlarut-larut akan mempunyai pengaruh terhadap kewibawaan pengadilan. Menurunnya kewibawaan pengadilan akan mempunyai akibat negatif terhadap pengembangan dan pembangunan hukum melalui peradilan. 3. Asas Biaya Ringan Menurut Mertokusumo (1993, h. 27), asas biaya ringan adalah pelaksanaan peradilan pajak dilakukan dengan biaya ringan agar terpikul oleh rakyat. Biaya perkara yang tinggi menyebabkan pihak yang berkepentingan enggan untuk mengajukan tuntutan hak kepada pengadilan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian eksplanasi yang bertujuan menjelaskan bagaimana sebuah fenomena sosial dan mencari sebab dan alasan mengapa sesuatu dapat terjadi (Prasetyo dan Jannah, 2005, h. 42).. Kemudian dilihat dari manfaat, penelitian ini dikategorikan dalam penelitian murni karena ditujukan tidak untuk menyelesaikan masalah secara langsung melainkan hanya untuk kepentingan akademis. Berdasarkan waktu, penelitian ini termasuk penelitian cross sectional karena dilaksanakan pada satu waktu tertentu dan tidak akan dilanjutkan kembali serta tidak diperbandingkan dengan penelitian lain. Kemudian, teknik pengumpulan data dibagi menjadi dua, yaitu: (1) studi literatur melalui peraturan perpajakan, buku-buku, skripsi, tesis, dan situs internet yang mempunyai hubungan dengan permasalahan penelitian, dan (2) studi lapangan dengan cara wawancara mendalam terhadap informan yang berkaitan langsung dengan permasalahan penelitian. Wawancara mendalam dilakukan untuk lebih menggali keseluruhan topik penelitian.

10 Berdasarkan teknik analisis data, penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Informan pada penelitian ini terdiri dari 1. Direktorat Jenderal Pajak, Pengadilan Pajak (termasuk hakim pajak), Konsultan Pajak, Akademisi, dan Para mantan hakim Pengadilan Pajak. Site penelitian ini ada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan lingkungan Pengadilan Pajak. Penelitian ini terbatas pada Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Penerbitan Putusan Pengadilan Pajak Periode Proses penelitian diawali dengan menentukan tema penelitian, lalu dibuat judul penelitian, lalu ditentukan pokok permasalahan yang akan diteliti yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian serta mencari teori yang relevan untuk mendukung penelitian, lalu dilanjutkan dengan membuat rencana penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Setelah itu, data-data yang diperlukan dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian melalui wawancara mendalam kepada informan.selanjutnya, data yang telah terkumpul tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif untuk menghasilkan interpretasi data yang selanjutnya disajikan dalam bentuk verbatim dan laporan tertulis. Pada akhirnya, analisis dari data yang didapat akan dibuat simpulan dan saran. Keterbatasan dalam Penelitian ini adalah sulitnya mencari informan, terutama hakim Pengadilan Pajak karena adanya keterbatasan waktu yang dimiliki oleh hakim Pengadilan Pajak tersebut. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian dari penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab keterlambatan putusan Pengadilan Pajak terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Akibat yang ditimbulkan dari keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak adalah merugikan Wajib Pajak, merugikan Negara, Kurang sesuai dengan Ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, dan Wajib Pajak menjadi tidak patuh terhadap ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Langkah yang telah dilakukan oleh Pengadilan Pajak untuk menanggulangi keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak adalah membangun tempat bersidang selain di Jakarta, yaitu di Yogyakarta dan Surabaya, menetapkan peraturan bahwa setiap majelis harus membuat laporan mengenai penyelesaian perkara dan mengadakan rapat setiap minggu untuk melaksanakan pembinaan dan pelaporan dari setiap majelis mengenai penyelesaian perkara yang masuk di Pengadilan Pajak, dan mengadakan rekrutmen hakim

11 setiap tahun dan mengadakan pelatihan kepada para hakim dan staf panitera serta mengadakan sosialisasi kepada Stakeholder. PEMBAHASAN Azas Pengadilan Pajak menganut 3 hal, yaitu sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dengan adanya azas tersebut, diharapakan hasil putusan Pengadilan Pajak dibuat dengan mengikuti azas tersebut, yaitu sederhana, cepat, dan biaya ringan. Tetapi, yang terjadi di kenyataan adalah banyaknya putusan yang terlambat, seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang sebelumnya. Faktor penyebab keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal Penyebab Keterlambatan Penerbitan Putusan Pengadilan Pajak terdiri dari (1) Kurangnya hakim dan staf panitera (dari segi kualitas maupun kuantitas) Banyak hakim, panitera pengganti, dan pembantu panitera pengganti yang pensiun dan pindah majelis. Hal itu sesuai dengan pernyataan James Hutapea, selaku mantan hakim berikut ini, Jadi petugasnya kurang, panitera penggantinya kurang. Selain itu, hakimnya banyak yang pensiun. Pindah majelis tersebut dimaksudkan untuk penyegaran atau menggantikan yang lain yang sudah pensiun. Pindah majelis tersebut menyebabkan hakim, panitera pengganti, dan pembantu panitera pengganti tersebut harus membaca perkara kembali dari awal dan mendiskusikan lagi dengan hakim, panitera pengganti, dan pembantu panitera pengganti yang lain untuk membacakan putusan sehingga membutuhkan waktu yang lama dan menyebabkan putusan banyak yang terlambat diterbitkan. Selain itu, banyak juga hakim yang mengalami sakit, cuti panjang, cuti haji sehingga hanya sedikit hakim yang dapat mengurus perkara yang jumlahnya banyak di Pengadilan Pajak sehingga banyak putusan yang terlambat diterbitkan. Kurangnya hakim dan staf panitera (dari segi kualitas maupun kuantitas) ini menyebabkan jumlah tenaga yang menyelesaikan perkara (banding dan gugatan) yang masuk di Pengadilan Pajak tidak seimbang dengan jumlah perkara (banding dan gugatan) yang masuk di Pengadilan Pajak. Dengan keadaan seperti itu, proses penerbitan putusan Pengadilan Pajak menjadi lama dan semakin lama akan

12 menumpuk sehingga banyak putusan Pengadilan Pajak yang terlambat diterbitkan. Hal itu tidak sesuai dengan azas Pengadilan Pajak cepat. (2) Hanya ada satu Pengadilan Pajak di Indonesia Dari sekian banyak perkara yang harus diperiksa, hanya ada satu Pengadilan Pajak di Indonesia, yaitu hanya di Jakarta. Padahal, perkara yang masuk tidak hanya berasal dari Jakarta, tetapi juga dari kota-kota lain. Hal itu menyebabkan banyaknya waktu dan biaya yang harus dihabiskan untuk menyelesaikan perkara di Pengadilan Pajak. Hal ini juga menyebabkan terlambatnya penerbitan putusan Pengadilan Pajak. Sebenarnya di Jogjakarta dan Surabaya sudah ada tempat sidang, tetapi bukan Pengadilan Pajak sehingga hakim pajak harus ke Jogjakarta jika ada perkara yang harus diselesaikan di Jogjakarta. Hal itu akan menambah waktu dan biaya dalam menyelesaikan perkara, sesuai dengan pernyataan Nuryadi, selaku Pengamat Pajak, Hakim (pada saat Undang-Undang BPSP diterapkan), dan konsultan pajak berikut ini, Pengadilan Pajaknya hanya di Jakarta, cost nya kan tinggi. Sehingga keadilan itu akan semakin jauh kalo dikaitkan dengan cost lho. Keadaan seperti ini (Pengadilan Pajak hanya ada satu di Indonesia) tidak sesuai dengan salah satu asas pemungutan pajak, yaitu asas ease of administration atau asas kemudahan dalam administrasi, khususnya asas efficiency (efisiensi) karena penyelesaian perkara (banding dan gugatan) yang masuk di Pengadilan Pajak menjadi tidak efektif. Wajib Pajak yang berasal dari luar Jakarta harus menempuh jarak yang jauh untuk menyelesaikan perkaranya. Hal itu akan menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan uang yang akan memperbesar compliance cost Wajib Pajak. Dari sisi Fiscal Cost, biaya perjalanan dari tempat Wajib Pajak ke Jakarta membutuhkan biaya yang sangat besar. Dari sisi Time Cost, waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan perjalanan dari tempat Wajib Pajak ke Jakarta juga membutuhkan waktu yang sangat lama, begitu pula waktu untuk penyelesaian perkara juga membutuhkan waktu yang lama karena jumlah hakim dan staf panitera sangat sedikit dan tidak seimbang dengan jumlah perkara (banding dan gugatan) yang masuk di Pengadilan Pajak. Dari sisi Psychological Cost, Wajib Pajak akan stres ketika menunggu hasil putusan Pengadilan Pajak yang terlalu lama diterbitkan karena hanya ada satu Pengadilan Pajak di Indonesia. (3) Banyaknya permasalahan dalam proses administrasi di Pengadilan Pajak

13 Permasalahan administrasi yang pertama adalah proses penerbitan Surat Keputusan atas penetapan hakim baru terlalu lama dilakukan sehingga Hakim baru tidak dapat menjalankan tugasnya jika Surat Keputusan tersebut tidak diterbitkan, padahal dibutuhkan banyak sekali hakim untuk menyelesaikan perkara yang menumpuk di Pengadilan Pajak. Penyebab lain dari terlambatnya penerbitan putusan Pengadilan Pajak dari sisi lambatnya proses administrasi di Pengadilan Pajak adalah lambatnya proses pengetikan berkas putusan Pengadilan Pajak oleh staf panitera. Permasalahan dari sisi administrasi lainnya adalah baik para hakim, Wajib Pajak sebagai pemohon banding atau penggugat, maupun terbanding atau tergugat belum memanfaatkan teknologi informasi yang ada. dari: Faktor Eksternal Penyebab Keterlambatan Penerbitan Putusan Pengadilan Pajak terdiri a. Wajib Pajak dan kuasa hukum Wajib Pajak kurang mempersiapkan diri Penyebab lain dari sisi Wajib Pajak adalah Wajib Pajak beserta kuasa hukumnya kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi persidangan di Pengadilan Pajak. Hal itu terbukti pada lambatnya pemberian data dan buktibukti perkara oleh Wajib Pajak, bahkan ada beberapa Wajib Pajak yang tidak memberikan data dan bukti-bukti perkara. Hal itu dapat terjadi karena pembukuan pencatatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tidak rapi dan tidak benar. Pemberian data dan bukti-bukti perkara yang lama dapat menyebabkan semakin lama pula proses pembuatan putusan dan juga akan menyebabkan lambatnya penerbitan putusan kepada Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak. Selain lama, Wajib Pajak juga banyak yang belum menyiapkan alat buktinya dengan cukup dan benar sehingga mereka meminta waktu kepada majelis hakim untuk penundaan pelaksanaan sidang. b. Banyak Koreksi Direktorat Jenderal Pajak yang Tidak Sesuai dengan Fakta yang Sebenarnya Dalam melakukan pemeriksaan pajak, banyak koreksi Direktorat Jenderal Pajak yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya koreksi Direktorat Jenderal Pajak dibatalkan dengan hasil

14 putusan Pengadilan Pajak dan sebagian besar permohonan banding dan gugatan Wajib Pajak dikabulkan seluruhnya oleh Pengadilan Pajak c. Kurang tegasnya peraturan dalam Undang-Undang mengenai sanksi yang diterapkan pada Direktorat Jenderal Pajak yang melakukan kesalahan atau kekurangtelitian dalam pemeriksaan pajak Dalam Pasal 36A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, telah diatur mengenai adanya sanksi yang diterapkan kepada pegawai pajak yang melakukan kesalahan dalam menetapkan pajak yang terutang atau yang masih harus dibayar, yaitu yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Hal itu tercantum dalam Pasal 36A ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang berbunyi Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, dalam pasal tersebut diatur juga mengenai pihak yang bertanggung jawab dalam mengenakan sanksi kepada pegawai pajak yang melakukan kesalahan dalam menetapkan pajak yang terutang atau yang masih harus dibayar, yaitu yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Pihak yang bertanggung jawab dalam melaksanakan hal tersebut adalah unit internal Departemen Keuangan, seperti yang diatur dalam Pasal 36A ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang berbunyi Pegawai pajak yang dalam melaksanakan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi dan apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tetapi, yang terjadi di kenyataan adalah sanksi tersebut tidak dijalankan dengan baik dan secara tegas oleh unit internal Departemen Keuangan sehingga pegawai pajak dapat terus melakukan kesalahan dan mengadakan koreksi pada setiap pemeriksaan pajak yang dilakukan tanpa harus takut pada

15 sanksi yang berlaku. Dalam Pasal 36A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, telah diatur mengenai adanya sanksi yang diterapkan kepada pegawai pajak yang melakukan kesalahan dalam menetapkan pajak yang terutang atau yang masih harus dibayar, yaitu yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Hal itu tercantum dalam Pasal 36A ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang berbunyi Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undangundang perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyebab lainnya dari keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak adalah d. Keputusan menolak oleh Direktorat Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak, e. Compliance (kepatuhan) Wajib Pajak semakin baik, f. Banyaknya perkara Banding dan Gugatan yang harus ditangani oleh Pengadilan Pajak, dan g. Lemahnya konstruksi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan h. Putusan Pengadilan Pajak sebelumnya tidak dijadikan yurisprudensi. Akibat yang ditimbulkan dari keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak adalah merugikan Wajib Pajak, merugikan Negara, Kurang sesuai dengan Ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, dan Wajib Pajak menjadi tidak patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Langkah yang telah dilakukan oleh Pengadilan Pajak untuk menanggulangi keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak adalah membangun tempat bersidang selain di Jakarta, yaitu di Yogyakarta dan Surabaya, menetapkan peraturan bahwa setiap majelis harus membuat laporan mengenai penyelesaian perkara dan mengadakan rapat setiap minggu untuk melaksanakan pembinaan dan pelaporan dari setiap majelis mengenai penyelesaian perkara yang masuk di Pengadilan Pajak, dan mengadakan rekrutmen hakim setiap tahun dan mengadakan pelatihan kepada para hakim dan staf panitera serta mengadakan sosialisasi kepada Stakeholder.

16 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Faktor penyebab keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak terdiri dari : a. Faktor Internal Penyebab Keterlambatan Penerbitan Putusan Pengadilan Pajak terdiri dari (1) Kurangnya hakim dan staf panitera (dari segi kualitas maupun kuantitas), (2) Hanya ada satu Pengadilan Pajak di Indonesia, (3) Banyaknya permasalahan dalam proses administrasi di Pengadilan Pajak, dan (4) Putusan Pengadilan Pajak sebelumnya jarang dijadikan yurisprudensi. b. Faktor Eksternal Penyebab Keterlambatan Penerbitan Putusan Pengadilan Pajak terdiri dari: a. Wajib Pajak dan kuasa hukum Wajib Pajak kurang mempersiapkan diri, b. Direktorat Jenderal Pajak kurang teliti dalam melakukan pemeriksaan pajak, c. Kurang tegasnya peraturan dalam Undang-Undang mengenai sanksi yang diterapkan pada Direktorat Jenderal Pajak yang melakukan kesalahan atau kekurangtelitian dalam pemeriksaan pajak, d. Keputusan menolak oleh Direktorat Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak, e. Compliance (kepatuhan) Wajib Pajak semakin baik, f. Banyaknya perkara Banding dan Gugatan yang harus ditangani oleh Pengadilan Pajak, dan g. Lemahnya konstruksi Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. 2. Akibat yang ditimbulkan dari keterlambatan penerbitan Putusan Pengadilan Pajak adalah merugikan Wajib Pajak, merugikan Negara, menyalahi Ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, dan Wajib Pajak menjadi tidak patuh terhadap ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. 3. Langkah-Langkah yang telah dilakukan oleh Pengadilan Pajak untuk menanggulangi keterlambatan penerbitan putusan Pengadilan Pajak adalah membangun tempat bersidang selain di Jakarta, yaitu di Yogyakarta dan Surabaya, menetapkan peraturan bahwa setiap majelis harus membuat laporan mengenai penyelesaian perkara dan mengadakan rapat setiap minggu untuk melaksanakan pembinaan dan pelaporan dari setiap majelis mengenai penyelesaian perkara yang masuk di Pengadilan Pajak, dan mengadakan rekrutmen hakim setiap tahun dan mengadakan pelatihan kepada para hakim dan staf panitera serta mengadakan sosialisasi kepada Stakeholder.

17 SARAN Saran yang dapat diberikan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka mempercepat penerbitan putusan Pengadilan Pajak sesuai dengan jangka waktu yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dirasakan perlu untuk: (i) melakukan tindakan nyata berupa penerapan sanksi administrasi kepada pemeriksa pajak yang melakukan pemeriksaan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (ii) menyebutkan ketentuan yang mengatur tentang sanksi apabila batas penerbitan putusan Pengadilan Pajak dilanggar oleh pihak Pengadilan Pajak. (iii) Memperbaiki dan mempercepat pengadministrasian penyelesaian sengketa pajak di Pengadilan Pajak. 2. Sebaiknya putusan Pengadilan Pajak yang pernah ada, untuk kasus serupa dijadikan masukan dan acuan bagi sengketa pajak yang baru sehingga prinsip peradilan cepat, murah, dan sederhana dapat dilaksanakan. 3. Menambah jumlah hakim, jumlah panitera, dan jumlah staf panitera atau jumlah Pengadilan Pajak secara proporsional seimbang dengan kuantitas sengketa pajak yang diselesaikan oleh Pengadilan Pajak.

18 KEPUSTAKAAN Asmara, G. (2006). Peradilan Pajak & Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) dalam Hukum Pajak di Indonesia. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. Babbie, E. (2008). The Basics of Social Research. Belmont: Thomson Wadsworth. Bambang Prasetyo, Miftahul Jannah. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa. Barata, A. A. (2003). Memahami Pengadilan Pajak; Meminimalisasi dan Menghindari Sengketa Pajak & Bea Cukai (Lengkap: UU Pengadilan Pajak, Tata Terbit Persidangan, Peraturan MA (tentang Peninjauan Kembali), Penghitungan Biaya Perkara). Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Bohari. (2006). Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Creswell, J. W. (2007). Research Design : Qualitative and Quantitative Approaches. California: Sage Publications, Inc. Crumbley, D. L., Friedman, J. P., & Anders, S. B. (1994). Dictionary of Tax Terms. Hauppauge: Barron's Educational Series, Inc. Garner, B. A. (2004). Black's Law Dictionary Eighth Edition. St. Paul: West Publishing Co. Hamami, T. (2003). Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama dalam Sistem Tata Hukum di Indonesia. Bandung: Alumni. Herdiansyah, H. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Marbun, S. (1988). Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta: Liberty. Marbun, S. F. (1997). Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Malimar. (1998). 101 Putusan Majelis Pertimbangan Pajak dalam Upaya Menegakkan Keadilan Pajak. Jakarta: Sekolah Tinggi Perpajakan Indonesia. Mertokusumo, S. (1993). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Munawir. (1991). Perpajakan. Yogyakarta : Liberty..

19 Neuman. (2007). Basics of Social Research : Qualitative and Quantitative Approaches (Second Edition). Boston: Pearson Education, Inc. Nurmantu, S. (2005). Pengantar Perpajakan edisi 3. Jakarta: Granit. Prakosa, K. B. (2006). Hukum Pajak. Yogyakarta: EKONISIA Fakultas Ekonomi UII. Purwito, A., & Komariah, R. (2010). Pengadilan Pajak - Proses Keberatan, Banding, Edisi Revisi 3. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. (2012). Pengantar Ilmu Pajak : Kebijakan dan Implementasi di Indonesia (Edisi Pertama). Jakarta : Rajawali Pers. Sadhani, D., Anwar, S., & Subroto, K. (2008). Mencari Keadilan di Pengadilan Pajak. Jakarta: PT Gemilang Gagasindo Handal. Saidi, M. D. (2007). Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Saleh, M. (2011). Penerapan Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan, Biaya Ringan pada Eksekusi Putusan Perkara Perdata. Yogyakarta: Graha Cendikia. Subki, M. S., & Djumadi. (2007). Menyelesaikan Sengketa Melalui Pengadilan Pajak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Sundoro. (2004). Studi Kasus Banding Pengadilan Pajak : Buku Satu Tata Cara dan Dasar Hukum. Jakarta: Semar Publishing. Soemitro, Rachmat. (1986). Azas dan Dasar Perpajakan. Bandung : Eresco.. (1976). Peradilan Administrasi dalam Hukum Pajak di Indonesia. Bandung: Eresco. (1991). Peradilan Administrasi dalam Hukum Pajak di Indonesia. Bandung: Eresco. Thuronyi, V. (1996). Tax Law Design and Drafting (1st Series). Washington: IMF Publication Services. Wahyutomo, Imam. (1994). Pajak. Yogyakarta : Penerbit UPP AMP YKPN.

20 Wiwoho, J. (2008). Membangun Model Penyelesaian Sengketa Pajak yang Berkeadilan. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press). Yudkin, L. (1971). A Legal Structure for Effective Income Tax Administration. Cambridge: Harvard Law School.

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bukan rahasia lagi, bahwa dalam proses pemajakan seringkali Wajib Pajak dirugikan oleh tindakan aparat pajak yang semena - mena. Saat ini, sebagian masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003.

DAFTAR PUSTAKA. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003. DAFTAR PUSTAKA Asmara, Galang, Peradilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam Hukum Pajak di Indonesia, Yogyakarta : Lask bang Presindo, 2006. Barata Atep Adya, Menghitung Obyek dan Tata Cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara, karena itulah pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak,

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak, BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK III.1 Sejarah Pengadilan Pajak Pada permulaan abad ke-20 (dua puluh), perdagangan di negeri jajahan Belanda yakni Hindia-Belanda semakin berkembang seiring dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok)

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok) ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok) RIZKI WULANDARI Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. 1 Pengertian Pajak (1) Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yaitu dapat melaksanakan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, yang bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAYA HUKUM KEBERATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAYA HUKUM KEBERATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAYA HUKUM KEBERATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK 2.1. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Keberatan dalam Penyelesaian Sengketa Pajak 2.1.1. Dasar Hukum Upaya Keberatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun pembangunan, perpajakan yang baik guna menghimpun dana dari masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun pembangunan, perpajakan yang baik guna menghimpun dana dari masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam segi ekonomi, pajak merupakan perpindahan sumber daya dari sektor privat ke sektor publik. Bagi sektor publik, pajak akan digunakan untuk membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI

Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI Perpajakan I Modul ke: Pengantar Perpajakan Fakultas 01FEB Dra. Muti ah, M.Si Program Studi AKUNTANSI PENGERTIAN DAN FUNGSI PAJAK Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK. Dyah Adriantini Sintha Dewi ABSTRAK

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK. Dyah Adriantini Sintha Dewi ABSTRAK PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK Dyah Adriantini Sintha Dewi ABSTRAK Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan Negara, dalam pelaksanaan pemungutannya seringkali menimbulkan ketidakpuasan bagi wajib pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun yang. perolehan pajak bagi APBN dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun yang. perolehan pajak bagi APBN dari tahun ke tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas Negara yang sangat potensial untuk pembiayaan penyelenggaraan kegiatan pemerintah, pertahanan dan pembangunan

Lebih terperinci

Pengantar Perpajakan. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Pengantar Perpajakan. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Pengantar Perpajakan Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PENGANTAR PERPAJAKAN Definisi Pajak ; Iuran rakyat, Dapat dipaksakan, Tidak adanya kontraprestasi, Dipungut oleh negara, Diperuntukkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup. cukup dalam membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup. cukup dalam membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tugas Akhir Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat.dengan demikian, negara diharapkan memiliki penghasilan yang cukup dalam membiayai kepentingan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

Implikasi Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Dalam Pelaksanaan Kewajiban Administrasi PPN Oleh PKP

Implikasi Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Dalam Pelaksanaan Kewajiban Administrasi PPN Oleh PKP Implikasi Ketentuan Penomoran Faktur Pajak Dalam Pelaksanaan Kewajiban Administrasi PPN Oleh PKP Rahmanda Prawesta 1 dan Titi Muswati Putranti 2 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) salah satu kota terbesar di Indonesia, tidak luput dari keikutsertaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) salah satu kota terbesar di Indonesia, tidak luput dari keikutsertaan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pembangunan di segala bidang yang sedang dilaksanakan bangsa Indonesia dewasa ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Kota Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa pajak. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa pajak. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup suatu negara merupakan kelangsungan bagi masyarakatnya. Untuk memenuhi kelangsungan hidup suatu negara diperlukan dana untuk membiayainya. Dana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun

Lebih terperinci

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK PENGERTIAN PAJAK Negara sebagai suatu organisasi besar tentunya memiliki tujuan berkesinambungan, terutama terkait dengan pembangunan yang berujung pada kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu tentu membutuhkan

Lebih terperinci

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya pengadaan dana dalam jumlah uang yang cukup besar dan berkesinambungan untuk membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00097/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk

bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor 00097/107/12/029/15 tanggal 28 September 2015 tidak termasuk Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-86336/PP/M.VIA/99/2017 Jenis Pajak : Gugatan Pajak Tahun Pajak : 2016 Pokok Sengketa Menurut Tergugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah penerbitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang untuk membayar

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI TIDAK DITERBITKANNYA SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM MASA

BAB III IMPLIKASI TIDAK DITERBITKANNYA SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM MASA 70 BAB III IMPLIKASI TIDAK DITERBITKANNYA SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM MASA PAJAK TERHADAP UTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN 1. Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang

Lebih terperinci

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat

: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.611/PP/M.XB/99/215 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 212 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Surat Keputusan Tergugat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap penerbitan Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan negara yang penting dan strategis bagi negara. Penting dan strategisnya peran sektor perpajakan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERANAN PEMERIKSAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN

PERANAN PEMERIKSAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN PERANAN PEMERIKSAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN Enis Prihastuti,SE.,M.Si ABSTRACT Taxes are compulsory contributions to be paid by all taxpayers without directly

Lebih terperinci

BAB V ADMINISTRASI PERPAJAKAN

BAB V ADMINISTRASI PERPAJAKAN BAB V ADMINISTRASI PERPAJAKAN A. Departemen Keuangan Administrasi perpajakan Indonesia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah lingkup kegiatan Departemen Keuangan. 1. Kedudukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TERHADAP KEBERATAN WAJIB PAJAK 1 Oleh : Jenifer M.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TERHADAP KEBERATAN WAJIB PAJAK 1 Oleh : Jenifer M. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TERHADAP KEBERATAN WAJIB PAJAK 1 Oleh : Jenifer M. Worotikan 2 ABSTRAK Kewenangan memungut pajak di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sumber penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagian besar berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik meteril

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah suatu negara, terutama Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya sangat memerlukan dana yang jumlahnya semakin tahun semakin meningkat. Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian An Inguiry Into The Nature and Causes of the Wealth of Nation

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian An Inguiry Into The Nature and Causes of the Wealth of Nation BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemerintah suatu Negara, terutama Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya sangat memerlukan dana yang jumlahnya semakin tahun semakin meningkat. Perkembangan

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN I. UMUM 1. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pajak merupakan salah satu simbol eksistensi suatu negara karena menjadi salah satu bukti bahwa pemerintahan negara tersebut diakui oleh rakyat. Jika

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PAJAK PADA PENGADILAN PAJAK

PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PAJAK PADA PENGADILAN PAJAK PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PAJAK PADA PENGADILAN PAJAK Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar Email : adzan_amjah@yahoo.co.id Abstract The dispute over the tax debt begins and the difference of opinion

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna

BAB I PENDAHULUAN. seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya pasar bebas yang sedang terjadi telah menghilangkan batas ruang dan waktu setiap individu di dunia. Pasar bebas terjadi dalam berbagai sektor termasuk perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Semakin tinggi pemasukan pajak

BAB I PENDAHULUAN. uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Semakin tinggi pemasukan pajak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak dilihat dari sudut pandang pemerintah merupakan salah satu sumber penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber-sumber penerimaan negara Indonesia berasal dari berbagai sektor, dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari rakyat. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari rakyat. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari setiap warga negara Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber utama pendanaan pembangunan yang berasal dari rakyat. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari setiap warga

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Dalam suatu pemerintahan di setiap Negara, tentu mempunyai tujuan yang sama salah satunya yaitu untuk mensejahterakan masyarakatnya. Demi mensejahterakan masyarakatnya,

Lebih terperinci

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi Modul ke: PERPAJAKAN I PENGANTAR PERPAJAKAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Pajak menyumbang sebagian besar belanja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak, oleh karena itu masalah pajak juga menjadi masalah seluruh

Lebih terperinci

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO.28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : BUDI FERIYANTO ABSTRAK

Lebih terperinci

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 27 Desember 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan (Dina dan Putu,

BAB I PENDAHULUAN. membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan (Dina dan Putu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, sedangkan penerimaan negara dari devisa yang berasal dari

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK PPH 21 TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR UTARA

PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK PPH 21 TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR UTARA PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK PPH 21 TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR UTARA SKRIPSI YOSEFA LEBUKAN A31107093 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN Materi: DASAR-DASAR PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau afifudin_aftariz@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di negara Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di negara Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di negara Indonesia dan dengan beragamnya cara pandang penduduk Indonesia, maka diperlukan suatu peraturan

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBERLAKUAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK UNTUK MEWUJUDKAN PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM PADA PT. PENGEMBANG BISNIS SULAWESI

PENERAPAN PEMBERLAKUAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK UNTUK MEWUJUDKAN PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM PADA PT. PENGEMBANG BISNIS SULAWESI ABSTRAK PENERAPAN PEMBERLAKUAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK UNTUK MEWUJUDKAN PELAKSANAAN SELF ASSESSMENT SYSTEM PADA PT. PENGEMBANG BISNIS SULAWESI Application Of Sanctions Enforcement Administration To Realize

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Pajak merupakan iuran yang dibayarkan oleh wajib pajak, baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan kepada negara berdasarkan undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembayaran pajak dari Wajib Pajak kepada negara merupakan suatu hal yang wajib

BAB I PENDAHULUAN. Pembayaran pajak dari Wajib Pajak kepada negara merupakan suatu hal yang wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembayaran pajak dari Wajib Pajak kepada negara merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN PAJAK Pengertian Pajak menurut Waluyo dan Ilyas adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang kepada wajib

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. Hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara sekaligus membiayai keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK A. Ruang Lingkup Hukum Pajak Pajak dilihat dari segi hukum, menurut Rochmat Soemitro, didefinisikan sebagai perikatan yang timbul karena undang-undang

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA 3.1. Gambaran Singkat Operasi Perusahaan Agar perencanaan pajak dapat dilakukan dengan baik dan dipahami oleh pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian menjadi bagian penting dalam proses penelitian karena berbicara mengenai cara peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metode merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Efektivitas Efektivitas adalah ukuran dimana berhasil tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuannya, kegiatan operasional dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai persepsi PNS atas pemungutan PPh Pasal 21 sesuai teori The Four Maxim Taxation, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,019 trilyun atau sebesar 79% (http://www.anggaran.depkeu.go.id) berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. 1,019 trilyun atau sebesar 79% (http://www.anggaran.depkeu.go.id) berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semua Negara termasuk Indonesia dalam menjalankan pembangunan memerlukan pendanaan yang sangat besar. Dana didapat dari berbagai sektor penerimaan APBN, salah

Lebih terperinci

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 SEBAGAI UPAYA LEGAL UNTUK MENCAPAI EFISIENSI PAJAK PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada CV.

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 SEBAGAI UPAYA LEGAL UNTUK MENCAPAI EFISIENSI PAJAK PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada CV. PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 SEBAGAI UPAYA LEGAL UNTUK MENCAPAI EFISIENSI PAJAK PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada CV. YUNIKA) Firman Ramadhan, Syafi i, Widya Susanti Prodi Akuntansi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membayar pajak secara langsung maupun tidak langsung. negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Tansuria, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. membayar pajak secara langsung maupun tidak langsung. negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Tansuria, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara dengan jumlah peduduk yang cukup banyak. Dimana setiap warga negara yang memenuhi syarat secara hukum, wajib untuk membayar pajak secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka RINGKASAN Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka Pengawasan Pajak. Tema ini dilatarbelakangi oleh terungkapnya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI 7 BAB II KERANGKA TEORI A. Gambaran Umum Mengenai Perpajakan 1. Pengertian Pajak Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara dalam menjalankan pemerintahan dan untuk membiayai pembangunan nasional masa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN UMUM 1. Peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Admosudirdjo, S Prajudi. Administrasi dan Manajemen Umum. Jakarta: Ghalia Indonesia

DAFTAR PUSTAKA. Admosudirdjo, S Prajudi. Administrasi dan Manajemen Umum. Jakarta: Ghalia Indonesia DAFTAR PUSTAKA Buku: Admosudirdjo, S Prajudi. Administrasi dan Manajemen Umum. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1986. Babbie, Earl. The Practical of Social Research, 8 th ed., California:Wadsworth. 1995. Bailey,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2013 DAFTAR ISI NO. URAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar kekuasaan belaka. Begitu pula dengan kewenangan negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar kekuasaan belaka. Begitu pula dengan kewenangan negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ketiga, sehingga dalam praktek berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam

Lebih terperinci