PERLINDUNGAN HAK INDIKASI GEOGRAPHIS : TERASI BELACAN KABUPATEN BELITUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLINDUNGAN HAK INDIKASI GEOGRAPHIS : TERASI BELACAN KABUPATEN BELITUNG"

Transkripsi

1 PERLINDUNGAN HAK INDIKASI GEOGRAPHIS : TERASI BELACAN KABUPATEN BELITUNG Arie Sudaryanto 1 Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna-LIPI ariesudaryanto@gmail.com ABSTRAK Terasi Belacan di Kabupaten Belitung merupakan produk inovasi lokal yang telah ada di masyarakat secara turun temurun. Belacan sudah menjadi produk asli lokal dan menjadi unggulan daerah Kabupaten Belitung. Dalam rangka untuk mendapatkan data-data pendukung guna perolehan perlindungan Hak Indikasi Geographis (HIG) lokal maka telah dilakukan kajian teknologi proses pembuatan Belacan di Kecamatan Sijuk dan Tanjungpandan sebagai sentra pembuatan Terasi Belacan. Hasil Kajian akan diberikan kepada Pemerintah Daerah dan Kelompok Pengrajian Terasi Belacan sebagai bahan masukan untuk memproses lebih lanjut perolehan HIG atas produk Terasi Belacan. Hasil kajian menunjukkan bahwa proses pembuatan Belacan terdiri dari pencucian, fermentasi, pencampuran rempah-rempah, pengeringan, pencetakan dan pengemasan. Bahan Belacan berasal dari rebon yang dicampur dengan garam sebagai pengawet dan pewarna. Hasil pengujian produk Pengrajin Terasi Belacan di laboratorium pangan BPOM menunjukkan produk telah lulus atas Kelayakan Produk Keamanan dan Kesehatan Pangan. Kata Kunci : Belitung, Terasi, Belacan, Rebon, Indikasi Geografis, HKI, hak kekayaan intelektual PENDAHULUAN Indikasi Geografis merupakan suatu bentuk perlindungan hukum terhadap nama asal barang. Digunakan dalam hubungannya dengan produk barang, tempat, dan daerah barang itu berasal, mutu dan karakteristik dari produk tersebut. Inti perlindungan hukum ini ialah bahwa pihak yang tidak berhak, tidak diperbolehkan menggunakan indikasi geografis bila penggunaan tersebut cenderung dapat menipu masyarakat konsumen tentang daerah asal produk, disamping itu indikasi geografis dapat dipakai sebagai nilai tambah dalam komersialisasi produk. Contoh perlindungan Hak Indikasi Geografis (HIG) dari beberapa produk di Indonesia yang sudah memperoleh perlindungan HIG adalah Kopi Arabika Kalosi Enrekang, Kopi Arabika Kintamani Bali, Mebel Ukir Jepara, LadaPutih Munthok Bangka Belitung, Tembakau Sumedang, Ubi Cilembu dll 2. Perlindungan HIG mempunyai prospek untuk dikembangkan di wilayah Indonesia, yang kaya akan produk-produk berbasis lokal. Hal ini dikarenakan HIG amat menghargai keterkaitan sejarah antara suatu produk dengan tempat asalnya. Karakter kepemilikannyapun bersifat komunal atau kolektif. Selain itu, IG amat potensial untuk menjamin agar keuntungan ekonomis terbesar dari suatu produk dapat tetap dinikmati oleh masyarakat/ produsen dari daerah asal. Pengalaman menunjukkan di beberapa negara lain perlindungan HIG secara signifikan telah menaikkan standar kesejahteraan masyarakat lokal 3. Produk yang potensial untuk dilindungi HIG dapat berupa produk-produk pertanian, pangan, dan bahkan barang-barang kerajinan, selama produk-produk tersebut mencantumkan nama tempat asal, dan kualitasnya secara nyata dipengaruhi oleh karakteristik khas tempat asalnya tersebut. Mutu atau karakteristik tersebut berkaitan dengan kondisi geografis dan karakteristik masyarakat daerah yang memproduksi barang tersebut. 1 Peneliti pada Balai Besar Pengembangan TTG LIPI Jalan KS Tubun No 5 Subang 2 Saat ini sudah ada sekitar 20 produk daerah di Indonesia yang memperoleh perlindungan HIG dan beberapa produk asing yang mendapatkan hak serupa seperti champagne (Dirjen Hak Kekayaan Intelektual, 2010). Data terlampir (lampiran I) 3 Beberapa contoh produk IG dari LN : pasta Wasabi Jepang, sambal Tabasco USA, minuman Champagne France, minuman Tequila Meksiko, minuman Scotch Whiskey, Jasmine Rice Thailand, Basmati Rice India. 269

2 Dalam Peraturan Pemerintah (2007) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan perlindungan HIG adalah tanda yang menunjukkan daerah asal suatu produk, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri khas dan kualitas tertentu pada produk yang dihasilkan 4. Menurut Emawati (2004), perlidungan HIG dapat digunakan sebagai strategi pemasaran produk dalam perdagangan dalam dan luar negeri dengan memberikan perlindungan hukum produk HIG. HIG juga dapat memberikan nilai tambah pada produk dan meningkatkan kemampuan daya saing ekonomi daerah. Sommeng (2008), menambahkan bahwa perlindungan HIG dapat memberikan banyak manfaat bagi beberapa pihak seperti pemerintah, petani/ produsen dan konsumen. Bagi pemerintah HIG akan dapat meningkatkan reputasi produk dalam perdagangan global dan dapat menjaga terjadinya persaingan curang. Sementara bagi produsen produk lokal, dengan adanya kepemilikan HIG akan dapat memberikan banyak keuntungan antara lain : Meningkatkan kemampuan teknis produsen karena diwajibkan adanya persyaratan penjaminan mutu produk Meningkatkan dan memelihara mutu produk sehingga dapat memperkuat daya saing produsen Memperkuat hak hukum dengan adanya asosiasi produsen berbasis IG Meningkatkan dan menciptakan lapangan kerja di daerah asal IG Mendorong peningkatan pemberdayaan dan pemerataan ekonomi masyarakatdi perdesaan dan Menjamin keberlanjutan usaha rakyat di perdesaan. Salah satu syarat suatu produk untuk bisa mendapatkan perlindungan HIG adalah adanya keharusan menyertakan dokumen Buku Persyaratan Produk. Buku tersebut harus memuat informasi tentang kualitas dan karakteristik yang khas dari barang yang dapat 4 UU Merk No 15 Tahun 2001 dalam Pasal 56 dan Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007 dalampasal digunakan untuk membedakan barang satu dengan yang lainnya yang memiliki katagori sama 5. Dokumen persyaratan produk tersebut harus jelas mencantumkan nama klaim Indikasi-geografis dan nama barang yang dilindungi. Dokumen persyaratan perolehan HIG perlu memuat uraian tentang proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap produsen di daerah tersebut untuk memproduksi, mengolah atau membuat barang terkait. Perlu juga diuraikan mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas barang yang dihasilkan. Dokumen persyaratan juga wajib mencantumkan uraian batas wilayah atau peta wilayah yang dilindungi HIG, uraian tentang sejarah dan tradisi masyarakat di daerah tersebut berkaitan dengan pemanfaatan HIG serta pengakuan masyarakat terhadap HIG dimaksud. Uraian batas wilayah perlindungan HIG harus mendapatkan rekomendasi dari instansi yang berwenang. Selanjutnya diatur dalam Undang Undang Merk Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Tahun , yang berhak mengajukan permohonan HIG adalah : a) Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang, yang terdiri atas pihakprodusen barang hasil pertanian (termasuk perikanan dan peternakan), pembuatan barang kerajinan tangan/hasil industri, dan pedagang yang menjual barang tersebut. b) Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu dan c) Kelompok konsumen barang tersebut. Terasi menurut definisi dari Standar Mutu Indonesian (1992), adalah suatu jenis bahan penyedap makanan yang berbentuk padat, berbau khas, hasil fermentasi udang dengan garam, dengan atau tanpa bahan tambahan lain yang diizinkan 7. Kabupaten Belitung memiliki salah satu produk unggulan daerah yaitu terasi atau biasa disebut belacan 5 Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007 dalam Pasal 1 ayat 9 dan Pasal 6 ayat 3 dan ayat Pasal 56 ayat (2) UU Merek Tahun2001 dan Pasal 5 ayat 3 Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. 7 SNI Mutu dan Cara Uji Terasi.

3 (bahasa lokal). Belacan merupakan salah satu produk tradisional yang dihasilkan oleh masyarakat di desa-desa pesisir pantai Belitung. Terasi didaerah ini dibuat dari udang kecil atau calok (Atya sp) yang difermentasi dengan penambahan garam kristal sehingga menghasilkan produk dengan aroma dan cita rasa yang sangat spesifik. Sentra produksi belacan berada di Desa-desa di wilayah Kec. Sijuk dan Tanjunpandan Kab. Belitung. Terbuat dari udang rebon segar dan diolah secara teliti sehingga tidak ada campuran ikan didalamnya. Belacan dibuat melalui berbagai tahapan kegiatan. Proses dimulai dari sortir hasil tangkapan kemudian dipisahkan antara udang dan ikan lalu udang rebon segar dicuci bersih dengan air laut asin. Setelah bersih udang dimasukan kedalam karung lalu ditimbun ke dalam galian pasir pantai. Waktu penimbunan selama seminggu agar terjadi fermentasi spontan yang anaerob oleh mikroba yang ada didalamnya. Dalam pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari tubuh udang itu sendiri. Fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau fermen yang berasal dari tubuh rebon sendiri atau dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol. Proses penguraian ini dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dari golongan jamur dan ragi (Yunizal, 1998). 8 Hasilnya rebon menjadi lunak dan hancur, kemudian dilakukan pengeringan dijemur sinar matahari sampai kering. Langkah berikutnya adalah penggilingan, udang yang sudah kering ditumbuk sambil diberi garam untuk pengawet. Hasilnya adalah belacan kering yang masih belum siap jual. Proses terakhir adalah pengemasan kedalam wadah berupa anyaman daun pandan dengan berat berkisar 250 gram. Didalam wadah ini proses pematangan (penyempurnaan fermentasi) berlangsung yang akan menambah aroma dan rasa khas belacan Sijuk Belitung. Belacan merupakan salah satu bumbu masak yang penting. yang dapat membuat masakan Belitung menjadi khas dan bercita rasa tinggi. Terasi Belitung merupakan salah satu oleh-oleh khas daerah yang digemari dan selalu dicari wisatawan yang semakin banyak datang ke Pulau Belitong seiring dengan terkenalnya sebagai Negeri Laskar Pelangi (Gambar 1). Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, pertimbangan teknologi suatu usaha haruslah tepat dan terpadu dalam strategi bisnis secara keseluruhan. Menurut Porter (1998), strategi bisnis dapat dikelompokkan antara lain adalah keunggulan harga (price leadership) melalui efisiensi produksi dan meminimalkan biaya; unggul mutu (quality leadership) melalui penampilan produk terbaik dan nilai yang maksimal; unggul segmen pasar (niche leadership) melalui pemenuhan selera konsumen atas bentuk tertentu yang diminta konsumen. Terasi belacan Belitung adalah unggul dalam mutu dan segmen pasar. Hal ini disebabkan terasi Belitung mempunyai kekhasan yang terletak pada cita rasanya yang enak dan warnanya yang kemerahan. Mutu produk ini secara turun temurun terus dipertahankan melalui pembelajaran secara turun temurun. Pada dasarnya proses pengolahan terasi di setiap daerah adalah sama, yang membedakan adalah perlakuan-perlakuan dari setiap tahapan pengolahan. Contoh, konsentrasi penambahan garam pada pembuatan terasi di Belitung tidak akan sama dengan terasi buatan Cirebon, Sidoarjo, Lombok, dan Makasar. Begitu pula dengan kondisi geografis dari suatu daerah juga tidak sama. Kondisi geografis ini sangat berkaitan dengan suhu dan kelembaban yang berpengaruh terhadap lamanya pengeringan dan proses fermentasi. 8 Yunizal (1998) Pengolahan Terasi Udang. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Vo, XX No.1 :4 271

4 Gambar 1. Wilayah Kabupaten Belitung, Negeri Laskar Pelangi Faktor-faktor lain yang membedakan mutu terasi dari suatu daerah adalah tingkat inovasi masyarakat. Sudaryanto (2012) tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan pengolah berkorelasi positif dengan mutu produk yang dihasilkan. Mangkuprawira (1999), sumberdaya manusia dalam pengelolaan mutu sangatlah penting dan strategis. Mutu yang rendah dapat disebabkan karena perlakuan, teknologi dan sarana dan prasarana yang kurang memadai. Semua itu pada dasarnya tergantung pada sejauhmana ketangguhan pelakunya. Berdasarkan hal tersebut diatas, keterkenalan terasi Belitung sampai ke luar daerah disebabkan oleh mutu produk yang dihasilkan. Mutu suatu produk sangat dipengaruhi salah satunya oleh karakterisasi pengolahannya yaitu tahapan-tahapan rinci dalam proses pengolahan dari persiapan bahan baku sampai produk siap dipasarkan. Tujuan Kajian Dalam upaya mendaftarkan terasi Belitung untuk mendapatkan perlindungan HIG, salah satu hal yang perlu dipenuhi adalah adanya kesiapan buku dokumentasi prosedur pengolahan terasi secara lengkap. Buku dokumentasi persyaratan perlindungan HIG harus memuat proses pembuatan produk mulai perolehan bahan baku sampai produk siap dipasarkan. Oleh karena itu, sebagai langkah awal sangatlah penting untuk dilakukan kajian teknologi proses dan karakterisasi pengolahan terasi Belitung dalam upaya mendapatkan perlindungan hak indikasi geografis terasi belacan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari, mengkarakterisasi mutu dan teknologi proses pengolahan terasi Belitung dalam upaya untuk mendapatkan perlindungan HIG.Manfaat dari hasil dari penelitian ini adalah untuk membantu kelengkapan data dokumen Buku Persyaratan perlindungan HIG. Adanya dokumen ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar pengambilan kebijakan bagi Pemerintah Kabupaten Belitung, atau pihak lain yang mewakili produsen belacanuntuk membuat menetapkan pedoman teknis pengurusan HIG terasi belacan. METODOLOGI Untuk memperoleh gambaran dalam mempelajari mutu pengolahan terasi Belitung; maka penelitian ini menggunakan metode survei partisipatif. Metode survei ini dilakukan dengan pengamatan dan wawancara kepada para pengrajin terasi belacan Belitung. Pengumpulan data melalui pengamatan 272

5 diperoleh data dan informasi karakterisasi mutu dan teknologi proses pembuatan terasi serta wawancara untuk mengetahui detil sistem produksi terasi belacan sebagai responden yang diambil secara acak. Semua data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder akan dianalis secara deskriptif. Berdasarkan kepada analisa sistem produksi terasi belacan akan dibuat standarisasi proses sebagai upaya penjaminan mutu produk yang dibuat oleh para pengrajin didalam wilayah perlindungan HIG.Penelitian lapangan dilakukan selama bulan Juni Jumlah responden : 11 orang pengrajin. Lokasi di Kecamatan Sijuk dan Tanjungpandan. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Pengrajin Terasi Belacan Belitung Komunitas produsen trasi Belacan di Kabupaten Belitung berpusat pada dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sijuk dan Kelurahan Air Saga Kecamatan Tanjungpandan. Rebon sebagai bahan baku utama Belacan banyak ditangkap di sekitar pantai yang berada di wilayah pesisir Pulau Belitung. Rebon adalah udang-udang kecil (Atya sp) yang berwarna putih kelabu dengan sirip kemerah-merahan. Wilayah Kabupaten Belitung dibagi dalam 5 kecamatan dan 21 Desa dan 4 kelurahandengan luas wilayah sebesar km 2 dan jumlah penduduk orang (BPS, 2007). Berdasarkan hasil pendataan selama observasi, jumlah pengrajin terasi Belitung yang berproduksi aktif adalah 10 orang Desa Sungai Padang dan 1 orang Kelurahan Air Saga kec. Tanjungpandan. Pengrajin belacanpada Sentra Belacan hanya dilakukan saat musim rebon yaitu pada waktu peralihan musim kemarau ke musim hujan, sehingga masa produksi hanya sekitar 4-5 bulan per tahun. Kapasitas produksi berkisar antara kg terasi pertahun. Saat ini oleh pengrajin yang inovatif telah diproduksi belacan matang dengan merk ANT sebagai bentuk kreativitas teknologi lokal dengan pendampingan oleh sebuah lembaga pengembangan teknologi tepat guna nasional. Pada saat penelitian dilakukan para pengrajin telah mendapatkan pendampingan teknologi proses dan perbaikan kualitas dari Dinas setempat sampai produk belacan mereka aman dan memenuhi syarat kesehatan dan keamanan pangan. Produk para pengrajin belacan telah mendapatkan sertifikat uji laboratorium dari BPOM. Kemudian ditindaklanjuti dengan proses perolehan Sertifikat Produk Industri Rumah Tangga (SP- IRT) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kab. Belitung. SP IRT sebagai bentuk pengakuan yang sah dari pemerintah bahwa produk pengrajin layak dan aman dikonsumsi serta dapat dijual ke pasar. Nama dan alamat produsen terasi Belacan di Kab. Belitungserta Merk dan nomor SP-PIRT dapat dilihat pada Tabel 1. Produksi terasi yang dilakukan bersifat industri rumah tangga skala mikro dengan peralatan tradisional. Tenaga kerja dilakukan sendiri atau dibantu oleh anggota keluarganya. Sistem pemasarannya bersifat pasif yaitu menunggu pembeli datang. Pemenuhan kebutuhan bahan baku terasi diperoleh dari nelayan setempat atau hasil tangkapan sendiri. Rebon sebagai bahan baku terasi dapat ditangkap dii sekitar pantai saja. Jika bahan baku tidak ada, salah satu pengrajin belacan Kecamatan Tanjungpandan akan membeli bahan rebon dari luar daerah. Bahan baku kadang didatangkan dari Lampung, Jakarta, Cirebon. 273

6 Tabel 1. Daftar Responden Pengrajin Terasi Belaan di Kec. SIJUK dan Kec. Tanjungppandan Kabupaten Belitung No Pengrajin Alamat Desa/Kecamatan Merk 1. Sayuti Jl. Sungai Padang RT002/ RW Samsudin Dsn Muncang RT009/ RW Bastar Dsun Sungai Padang RT001/RW Sawaludin Dusun Muncang RT011/RW Usniadi Jl. Sungai Padang RT003/ RW Idrus Dsn Muncang RT011/ RW Suharbi Dsn Muncang RT010/ RW Suryatin Dsn Muncang RT009/ RW Muhani Dsn Muncang RT003/ RW002 Kec.Sijuk 10. Retik Dsn Muncang RT012/ RW Hadiyanto Jl. Munir Kel. Air Saga Kec.Tj.Pandan Sungai Padang Udang Merah Bintang Satu Kepala Banteng Bintang Tiga Belitong P Harbi P Suryatin Maju Bersama Pak Resik ANT Berdasarkan obsevasi dan wawancara, produsen dalam mengolah terasi mentah bersifat tradisionil dan sangat sederhana, artinya tidak ada inovasi untuk memperbaiki atau meningkatkan efisiensi pengolahan dan mutu produk yang dihasilkannya. Hal ini karena ketrampilan dan pengetahuan dalam pengolahan terasi diperoleh secara turuntemurun yaitu belajar sendiri atau diajarkan oleh orang tua mereka. Selain para pengrajin teknologi proses pembuatan terasi belacan masyarakat di Belitung pada umumnya juga bisa membuatnya untuk keperluan sendiri. Selain itu faktor pendidikan juga berpengaruh dalam menerima atau mengadopsi inovasi baru yang sebagian besar tamatan SD. Padahal salah satu faktor yang berperan dalam menciptakan mutu produk adalah potensi sumber daya manusianya yaitu tingkat pendidikan, ketrampilan, latar belakang ekonomi, suku, usia, dan jenis kelamin. Tidak ada satupun responden pengrajin yang sudah menggunakan peralatan kerja teknologi tepat guna untuk meningkatkan kapasitas produksi dan perbaikan kualitas produk. Hal ini dapat dipahami karena tingkat kapasitas produksi masih rendah akibat ketersediaan bahan baku yang hanya tergantung musim dari hasil tangkapan di laut. Karakterisasi Pembuatan Terasi Belitung Prosedur pembuatan terasi di Desa Sungai Padang Kecamatan Sijukdimulai dari sortir rebon halus dampai dengan pengemasan dan fermentasi, seperti dapat dilihat pada Gambar

7 Sortir Rebon Halus Pembersihan Air Laut Fermentasi dlm Pasir Pantai (ditimbun 2 hari) Penjemuran (1 hari) Penghancuran Ditumbuk+Garam Pembungkusan Cetak dlm Daun Pandan Fermentasi dlm Bungkus (suhu ruang, anaerob, 1 mgg) Gambar 2. Bagan Alir Proses Pembuatan Balacan Sijuk Belitung Proses yang unik tidak ditemukan di daerah lain adalah proses menimbun rebon dalam pasir pantai selama 2 hari. Cara ini mereka lakukan untuk membantu mempercepat proses pelunakan dan penghancuran rebon sebagai akibat dari terjadinya proses fermentasi spontan yang anerob didalam timbunan pasir. Rebon dalam karung lalu diangkat untuk dijemur sampai kering selama 1-2 hari. Kemudian rebon ditumbuk sampai halus, setelah itu dicampur dengan bahan pembantu yaitu garam sebagai pengawet. Jumlah garam yang diberikan adalah 10 kg untuk 100 kg bahan rebon. Selanjutnya dicetak dengan bentuk silinder dimasukkan dan dicetak kedalam anyaman daun pandan berukuran diamter 10 cm dengan tinggi sekitar 5 cm. Berat setiap kemasan berkisar 250 gram. Produk dalam kemasan disimpan atau difermentasi sampai ada pembeli yang datang. Sedangkan pembuatan terasi belacan di Kec. Tanjungpandan agak berbeda dengan pengrajin. Proses pembuatan trasi di Tanjungpandan tidak melalui fermentasi di dalam pasir pantai. Fermentasi rebon dilakukan didalam bak plastik selama 2 hari, kemudian dijemur sampai kering selama 1 hari (Gambar 3) 275

8 Sortir Rebon Halus Fermentasi dlm Bak (2hari) Penjemuran (1 hari) Penumbukan+Garam+Gula Putih Penjemuran (1 hari) Pembungkusan Cetak dlm Daun Pandan Fermentasi dlm Bungkus (suhu ruang, anaerob, 1 mgg) Gambar 3. Bagan Alir Proses Pembuatan Balacan Tanjungpandan Belitung Proses selanjutnya adalah pemberian bahan tambahan untuk pengawet dan perasa, yaitu garam dan gula putih. Garam untuk bahan pengawet ditambahkan sebanyak 10 kg untuk bahan baku rebon 100 kg. Pemberian gula putih menurut responden diberikan untuk memberikan penyeimbang rasa asin. Namun secara tidak sengaja pengrajin ini telah menemukan suatu inovasi lokal dimana gula sangat berperanan dalam membantu penyempurnaan proses fermentasi terasi pada saat dimasukkan dalam kemasan daun pandan. Campuran tersebut selanjutnya dicetak dengan bentuk bulat silinder. Setelah dicetak, kemudian dimasukkan kedalam wadah kemasan terbuat dari anyaman daun pandan lalu dibungkus dengan plastik dan disimpan atau difermentasi antara 3 hari sampai 1 minggu. Berdasarkan prosedur pembuatan terasi dari kedua daerah tersebut, pada umumnya memiliki persamaan sama yaitu terdiri dari tahapan pencucian/pembersihan rebon, pengeringan rebon, penumbukan, 276 pencampuran dengan bahan pengawet dan pencetakan dalam kemasan sekaligus berfungsi sebagai finalisasi fermentasi belacan sebelum sampai ketangan konsumen. Perbedaan proses terutama pada perlakukan fermentasi awal dimana di Sijuk dibenamkan dalam pasir pantai sementara di Tanjungpandan fermentasi menggunakan bak. Pemberian bahan tambahan juga berbeda yaitu gula putih di pengrajin Tanjungpandan sementara di Sijuk tanpa tambahan gula apapun. Lama pengeringan rebon yang dilakukan di Sijuk adalah sehari dan setelah pencampuran tidak dilakukan penjemuran tetapi langsung disimpan atau difermentasi. Adapun proses pengeringan di Tanjungpandan dilakukan dua tahap yaitu pengeringan rebon setelah fermentasi dan setelah penumbukan pemberian bahan. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat berbagai alasan responden lama pengeringan dan perbandingan bahan pembantu yang digunakan. Hampir semua responden di mengatakan

9 bahwa proses yang mereka terapkan sudah sejak nenek moyang mereka dulu, sementara responden di Tanjungpandan sudah lebih moderat. Responden ini belajar dari lingkungan dan juga dari produsen terasi di berbagai sentra terasi di Jawa dan Sumatra. Karakterisasi Mutu Terasi Belitung Produk terasi Belitung memiliki rasa dan aroma yang khas dan berbeda dengan produk terasi dari daerah lainnya misalnya dari Bagansiapi-api (Sumetera Utara). Warna produk terasi Belitung adalah hitam agak kecoklatan, teksturnya agak keras dan padat. Baunya tajam dan merangsang. Berdasarkan hasil wawancara, para produsen terasi Belitung sangat memperhatikan mutu rebon yang digunakan. Rebon yang diperoleh sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan sortasi terhadap tingkat kesegaran, warna, kebersihan, dan adanya campuran yang dapat berupa ikan-ikan kecil, kerang ataupun benda-benda asing seperti kotoran dan aroma. Menurut Sayekti dan Muryati (1980), mutu terasi ditentukan oleh penampakan, warna, bau, adanya bahan pengawet terlarang. Karakteristik organoleptik seperti penampakan, warna, dan bau ditentukan oleh bahan baku rebon yang digunakan. Semakin segar dan seragam bahan baku yang digunakan, akan didapatkan mutu terasi yang lebih baik Ciri yang menonjol dalam terasi Belitung adalah bau yang khas, tajam dan merangsang. Bau ini timbul selama terasi mengalami proses penyimpanan atau fermentasi. Menurut Hadiwiyoto (1993), selama fermentasi mikroba mampu mengadakan transformasi senyawa-senyawa kimia, sehingga dihasilkan senyawa turunannya yang bersifat volatile. Transformasi ini dapat berupa hidroksilasi, oksidasi, pemecahan rantai karbon atau reduksi 9. Mikroba mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan senyawa volatile terasi. Mikroba yang tumbuh dalam terasi bermacam-macam jenisnya, umumnya 9 Hadiwiyoto, Suwedo (1993) Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Liberty. Yogyakarta 277 mikroba yang tumbuh adalah dari golongan bakteri. Menurut Susilowati (1988), Bakteri yang telah diisolasi dari terasi adalah bersifat halotoleran yang dapat tumbuh dengan atau tampa garam, halofilik yaitu tumbuh pada kadar garam tinggi (maks 20%), dan mesofilik yaitu tumbuh pada suhu antara 30 0 C sampai dengan 37 0 C. 10. Komposisi zat gizi produk terasi berdasarkan baku mutu yang dikeluarkan oleh Dep. Kesehatan bersama dengan Puslitbang Gizi disajikan dalam Tabel 3. Energi yang terkandung dalam produk terasi adalah 155 kkal (kilo kalori) per 100 gram bahan, sedangkan kandungan proteinnya sebesar 22,3 persen dengan kadar lemak hanya 2,9 persen. Sementara itu komposisi zat produk terasi belacan Belitung dalam Tabel 3 menunjukkan kandungan energi 181,32 kkal lebih tinggi dibandingkan dengan angka Puslitbang Gizi. Kandungan yang lain seperti protein (20,65 persen) dan kadar lemak (2,92 persen) tidak menunjukkan perbedaan angka yang terlalu besar dari angka Puslitbang Gizi. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa kandungan gizi terasi belacan produk pengrajin Belitung sesuai dengan komposisi terasi yang diterbitkan Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan RI. Hasil pengujian yang dilakukan sesuai dengan persyaratan mutu SNI, terasi belacan Belitung menunjukkan keadaan warna, bau dan rasa yang normal. Tidak terdapat cemaran logam-logam berbahaya (Cu, Hg, Pb) dan As, juga tidak dijumpai (negatif0 bakteri colliform, jamur, bahan asing, zat warna tambahan yang yang diizinkan oleh DepKes RI. Standarisasi Pengolahan Terasi Belacan Standarisasi pengolahan suatu produk sangat penting dalam upaya mendapatkan perlindungan hak indikasi geografis. Standarisasi pengolahan dimaksudkan untuk mendefinisikan prosedur dan komposisi bahan dalam pengolahan. Berdasarkan kepada hasil pengamatan, wawancara, hasil pengujian produk dan teknologi proses yang sangat tradisional serta punya nilai kesejarahan, maka 10 Susilowati, R.F.R Mempelajari Sifat Fisiologi Bakteri Halotoleran yang Diisolasi dari Terasi. Skripsi. Fateta IPB, Bogor.

10 direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi teknologi proses Sijuk dan Tanjungpandan. Tabel 2. Komposisi Gizi Terasi dalam 100 gram bahan No Komposisi Terasi Unit Jumlah 1. Energi kkal Protein gram 22,3 3. Lemak gram 2,9 4. Gula Total gram 9,9 5. Abu gram 31,1 6. Air gram 33,8 Sumber : Mahmud et all, (1990) 11 Tabel 3. Komposisi Gizi dan Energi Terasi Belitung dalam 100 gram bahan No. Komposisi Terasi Unit Jumlah 1. Energi total kkal / 100 g Lemak total gram Protein gram Karbohidrat total gram NaCl gram Sumber : Laporan Hasil Pengujian PT. SIG Bogor (2013) Proses pengolahan terasi di Belitung terdiri dari tahapan pencucian dan sortasi rebon. Rebon sebagai bahan baku utama yang dipilih adalah segar dengan warna putih mengkilat dan warna sirip kemerah-merah yang cerah. Proses sortasi dilakukan pada ikan-ikan kecil, kerang, atau bahan lainnya selain rebon. Standarisasi proses dapat dilihat pada Gambar 4 Pada tahapan ini standarisasinya adalah keseragaman ukuran rebon, kesegarannya, dan kebersihannya dari bahan asing lainnya. Setelah itu rebon dimasukkan kedalam karung dan ditimbun pasir pantai selama 2 hari untuk membantu terjadinya proses fermentasi secara spontan. Tahapan selanjutnya adalah penjemuran rebon. Penjemuran dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama setelah rebon ditimbun didalam pasir dan tahap kedua setelah rebon ditumbuk. Lama penjemuran untuk setiap tahap adalah sama yaitu sehari. Standarisasinya adalah lama penjemuran yaitu selama 6 jam pada suhu panas matahari 33 0 C. Setelah penjemuran, proses selanjutnya adalah penumbukkan dan pencampuran dengan bahan tambahan. Bahan tambahan yang digunakan adalah garam dan gula putih. Perbandingan yang dilakukan untuk 100 kg rebon dibutuhkan garam 10 kg, dan 10 kg gula pasir putih. Standarisasinya adalah perbandingan rebon, garam, dan gula pasir putih adalah 1 : 0,1 : 0,1 (b/b). Setelah ditumbuk dan penambahan bumbu dilanjutkan dengan penjemuran kembali untuk mengeringkan sekaligus membunuh mikroorganisme asing yang dapat merusak mutu terasi. Tahapan terakhir adalah pencetakan dan pengemasan produk setengah jadi sekaligus sebagai penyimpanan dan fermentasi akhir di dalam wadah kemasan produk. Kemasan belacan mentah menggunakan waah daun pandan yang dianyam berbentuk silinder diameter 10cm dengan tinggi 5 cm. Kemasan ini dapat diisii dengan belacan padat seberat 250 gram. Penyimpanan dilakukan selama 3 hari atau 11 Mahmud, M.K., D.S. Slamet, R.R. Apriyantono dan Hermana Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. DepKes dan Puslitbang Gizi, Bogor. 278

11 Sortir Rebon Halus Pembersihan Air Laut Fermentasi dlm Pasir Pantai (ditimbun 2hari) Penjemuran (1 hari) Penghancuran Ditumbuk+Garam+Gula Penjemuran & Remas (1 hari) Pembungkusan Cetak dlm Daun Pandan Fermentasi dlm Bungkus (suhu ruang, anaerob, 1 mgg) Gambar 4: Rekomendasi Standarisasi Pengolahan Terasi Belacan sampai ada pembeli yang datang. Penyimpanan dilakukan di ruang produksi. Standarisasinya adalah dilakukan penyimpanan di dalam wadah kemasan anyaman daun pandan yang ditutup rapat dengan plastik sebagai lanjutan proses fermentasi pada suhu kamar selama tujuh hari. Semakin lama disimpan aroma dan rasa belacan akan semakin kuat dan gurih rasanya. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Bahan baku terasi belacan Belitung terdiri dari rebon udang halus, garam, dan gula putih. Prosedur pembuatan terasi belacan Belitung terdiri dari pencucian, sortasi, fermentasi, pengeringan,pencampuran bumbu dan garam, penghalusan/ tumbuk, pencetakan, pengkemasan dan fermentasi. Standarisasiteknologi proses perlu dilakukan pada tahapan pra fermentasi, pra pengeringan, pengeringan, perbandingan bahan pada pencampuran, pencetakan dan pengemasan untuk fermentas akhir. Terasi belacan Belitung dapat diajukan hak perlindungan Indikasi Geografisnya karena sudah memenuhi syarat mutu SNI dan proses pengolahan produk berdasarkan kepada sejarah dan tradisi secara turun temurun serta untuk menjamin kepastian hukum atas ciri-ciri dan kualitas produk khas daerah. 279

12 Saran Rekomendasi Pihak produsen/pengrajin terasi belacan segera membuat lembaga dalam bentuk asosiasi, koperasi atau yayasan untuk mengajukan perlindungan HIG terasi belacan Belitung Pemerintah Kabupaten Belitung menyusun petunjuk teknis dan membentuk Lembaga operasional produk indikasi geografis, dengan tugas menyusun standarisasi mutu dan proses produk serta melaksanakan langkah-langkah operasional dalam rangka pengurusan perlindungan HIG. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan partisipasinya dalam penyelesaian penelitian dan penulisan paper ini, kepada rekan kerja Bambang Saksono dan Sukarwanto juga teman-teman di Belitung Bakri, Mulla, Hadianto, Miftahun, Fendi, Endah, Sawitri dan Slamet. DAFTAR PUSTAKA Dewan Standarisasi Nasional (DSN), Mutu dan Cara Uji Terasi, SNI No Ermawati, Junus, E Pentingnya Perlindungan Indikasi Geografis Sebagai Bagian dari HKI dan Pelaksanaannya di Indonesia. Seminar Indikasi Geografis, Jakarta 6 Desember. Hadiwiyoto, S Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty, Yogyakarta. Maarif, MS dan M. Rahardjo Strategi Peningkatan Mutu Produk Hasil Agroindustri Perikanan Tradisional (Studi kasus PHPT Muara Angke, Jakarta). Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol. 10 (3). Mahmud, M.K., D.S. Slamet, R.R. Apriyantono dan Hermana Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Puslitbang Gizi, Bogor. Mangkuprawira, S Kepemimpinan Mutu di Sektor Agribisnis. Agrimedia Volume 5, No. 1 Februari MMA - IPB, Bogor. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi-Geografis Porter, M.E On Competition. A Harvard Businees Review Book, USA. Riyaldi, Perlindungan Indikasi Geografis Manfaat dan Tantangannya, Media HKI, Vol 5 Agustus Sayekti, B dan Muryati Penelitian Mutu Terasi yang Beredar Di Pasar Jawa Tengah. Balitbang Industri Semarang, Semarang. Sommeng, A, N, dan Damarsasongko, A, Indikasi Geografis, Sebuah Pengantar. JICA dan Dirjen HKI, Jakarta. Sudaryanto, A, Masyhuri, I, Strategi Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Mujahid. Bandung Susilowati, R.F.R Mempelajari Sifat Fisiologi Bakteri Halotoleran yang Diisolasi dari Terasi. Skripsi. Fateta IPB, Bogor. Undang Undang No 57 Tahun 2001 Tentang Merk. Mawardi, S, Penerapan Sistem Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia : Peluang dan Tantangan, Seminar Indikasi Geografis, Jakarta 6 Desember. 280

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

Standard for terasi. Rationalization was carried out on stage of pre drying, drying, material ratio in mixing, and fermentation.

Standard for terasi. Rationalization was carried out on stage of pre drying, drying, material ratio in mixing, and fermentation. 1 Studi Karakterisasi Pengolahan Terasi Cirebon Dalam Upaya Mendapatkan Perlindungan Indikasi Geografis Characterizition Study of Cirebon s Terasi Processing For be Obtained Geografis Indication Paten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Terasi merupakan bahan dasar makanan khas Indonesia yang banyak diminati

I. PENDAHULUAN. Terasi merupakan bahan dasar makanan khas Indonesia yang banyak diminati 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Terasi merupakan bahan dasar makanan khas Indonesia yang banyak diminati masyarakat di Indonesia. Produk terasi disetiap daerah memiliki karakteristik yang

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia bahkan dunia. Kondisi geografis yang berlekuk mengakibatkan Kalimantan memiliki banyak aliran sungai (Nurudin,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan Menengah (IKM) memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan pengangguran dengan menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan demikian laut seakan-akan merupakan sabuk pengaman kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dengan demikian laut seakan-akan merupakan sabuk pengaman kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Dengan demikian

Lebih terperinci

Terasi udang SNI 2716:2016

Terasi udang SNI 2716:2016 Standar Nasional Indonesia ICS 67.120.30 Terasi udang Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). Tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut. Garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ketersediaan lahan sawah yang mencapai 8,1 juta ha, lahan tegal/kebun

BAB I PENDAHULUAN. dengan ketersediaan lahan sawah yang mencapai 8,1 juta ha, lahan tegal/kebun BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara agraris. Baik dari sisi ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian memiliki peranan yang relatif

Lebih terperinci

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Indikasi Geografis itu?

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Indikasi Geografis itu? INDIKASI GEOGRAFIS Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Apakah Indikasi Geografis itu? Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan tempat,

Lebih terperinci

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam HUBUNGAN ANTARA KADAR GARAM DAN KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA PADA MAKANAN TRADISIONAL RONTO DARI KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Meiliana Sho etanto Fakultas Farmasi Meilianachen110594@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan Kerupuk merupakan salah satu makanan ringan yang banyak diburu para konsumen. Rasanya yang gurih dan teksturnya yang sangat renyah, menjadikan kerupuk sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

balado yang beredar di Bukittinggi, dalam Majalah Kedokteran Andalas, (vol.32, No.1, Januari-juni/2008), hlm. 72.

balado yang beredar di Bukittinggi, dalam Majalah Kedokteran Andalas, (vol.32, No.1, Januari-juni/2008), hlm. 72. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor, diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan,

Lebih terperinci

JURNAL ISSN TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017

JURNAL ISSN TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017 JURNAL ISSN 2407-4624 TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017 PENENTUAN UMUR SIMPAN GETUK PISANG RAINBOW YANG DIKEMAS MENGGUNAKAN KEMASAN PLASTIK POLIETILEN FATIMAH 1*, DWI SANDRI 1, NANA YULIANA

Lebih terperinci

BBP4BKP. Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar. Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

BBP4BKP. Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar. Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan BBP4BKP Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar Kontak Person Dra Theresia Dwi Suryaningrum, MS theresiadwi@yahoo.com Syamdidi SPi, MAppSc didibangka@yahoo.com Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya sumberdaya alam dan mempunyai ketersediaan lahan yang luas untuk menunjang kegiatan pertanian.sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

IBM KELOMPOK PENGUSAHA TERASI DI DESA KRAMAT BUNGAH KABUPATEN GRESIK JAWA TIMUR

IBM KELOMPOK PENGUSAHA TERASI DI DESA KRAMAT BUNGAH KABUPATEN GRESIK JAWA TIMUR IBM KELOMPOK PENGUSAHA TERASI DI DESA KRAMAT BUNGAH KABUPATEN GRESIK JAWA TIMUR Anak Agung Sagung Alit Widyastuty 1), Indah Nurhayati 2), Susilowati 3) 1 Fakultas Tenik Sipil dan Perencanaan 2 Fakultas

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN KERUPUK UDANG ATAU IKAN 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan

Lebih terperinci

STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN

STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN Gordianus P Lombongadil, Albert R Reo dan Hens Onibala Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan adalah salah satu hasil komoditi yang sangat potensial, karena keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, suku, dan agama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan hasil lautnya. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Semarang merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki topografi bervariasi, seperti waduk, telaga, sungai, dan rawa yang terbentuk secara alami maupun

Lebih terperinci

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI (Shrimp Paste Composition Test Using Shrimp Paste Molder) Suwandi 1,2), Ainun Rohanah 1), Adian Rindang 1) 1) Program Studi Keteknikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, asam lemak, mineral dan vitamin. Telur juga

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, asam lemak, mineral dan vitamin. Telur juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu produk peternakan yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang bergizi tinggi dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena merupakan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi komoditas perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh keadaan musim. Jumlah produksi di suatu saat tinggi, di saat lain rendah atau tidak ada sama sekali. Saat produksi

Lebih terperinci

: Laila Wahyu R NIM :

: Laila Wahyu R NIM : Nama : Laila Wahyu R NIM : 11.11.568 Kelas : 11-S1TI-15 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 211/212 I. ABSTRAKSI Produk olahan krupuk ikan tenggiri merupakan produk pangan yang dapat digunakan sebagai makanan ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan. 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu dan teknologi maka berkembang pula peralatan-peralatan mekanis yang dapat mempercepat dan memperbaiki mutu produknya. Produkproduk perikanan

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan mempunyai kontribusi yang sangat penting bagi pemenuhan

I. PENDAHULUAN. peternakan mempunyai kontribusi yang sangat penting bagi pemenuhan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana produk hasil pertanian dan peternakan mempunyai kontribusi yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan bahan pokok serta peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris sangat kaya tanaman pangan yang tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan khas bagi daerah masing-masing.

Lebih terperinci

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN YANG BERBEDA TERHADAP MUTU DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR.

PENGARUH JENIS KEMASAN YANG BERBEDA TERHADAP MUTU DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR. PENGARUH JENIS KEMASAN YANG BERBEDA TERHADAP MUTU DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR Oleh Alvian Dinata 1), Desmelati 2), Suparmi 2) 1) Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN dari RUMPUT LAUT CAMPURAN dan. Disusun Oleh : Linda Rusdiana Purnama Sari I Mada Puspa Indah I

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN dari RUMPUT LAUT CAMPURAN dan. Disusun Oleh : Linda Rusdiana Purnama Sari I Mada Puspa Indah I LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN dari RUMPUT LAUT CAMPURAN dan Disusun Oleh : Linda Rusdiana Purnama Sari I 8311031 Mada Puspa Indah I 8311034 JURUSAN TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Afrianto (2002), banyak bahan makanan yang mudah busuk atau tidak tahan lama sehingga terbatasnya lama penyimpanan dan daerah pemasarannya tidak begitu luas.

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 42/M-IND/PER/11/2005 TENTANG PENGOLAHAN,

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 42/M-IND/PER/11/2005 TENTANG PENGOLAHAN, MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 42/M-IND/PER/11/2005 TENTANG PENGOLAHAN, PENGEMASAN DAN PELABELAN GARAM BERIODIUM MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PROFIL USAHA KRIPIK TALES

PROFIL USAHA KRIPIK TALES PROFIL USAHA KRIPIK TALES SARI MURNI ALAMI A. Pendahuluan SARI MURNI ALAMI adalah perusahaan rumahan atau home industri yang memproduksi, mendistribusikan, dan menawarkan produk berupa kripik talas. SARI

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. antara kacang-kacangan tersebut, kedelai paling banyak digunakan sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. antara kacang-kacangan tersebut, kedelai paling banyak digunakan sebagai bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia terdapat lebih dari 12.000 jenis kacang-kacangan, diantaranya kacang tanah, hijau, merah, jogo, kapri, koro, tolo, dan kedelai (Bakti, 2003). Di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu isi dari dasar-dasar pembangunan kesehatan di Indonesia adalah adil dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto

PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN. Agus Sutanto PENGOLAHAN JAGUNG SEBAGAI BAHAN PANGAN Agus Sutanto PENDAHULUAN Kebutuhan pangan selalu mengikuti trend jumlah penduduk dan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan per kapita serta perubahan pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada PT Selaras Kausa Busana, Jurnal Ilmiah, STIE MULIA PRATAMA BEKASI, 2015, hal. 4.

BAB I PENDAHULUAN. Pada PT Selaras Kausa Busana, Jurnal Ilmiah, STIE MULIA PRATAMA BEKASI, 2015, hal. 4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia bisnis yang semakin ketat, membuat para pengusaha berusaha mencari strategi yang tepat untuk memasarkan produknya. Biaya produksi merupakan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A PERBANDINGAN KADAR VITAMIN C, ORGANOLEPTIK, DAN DAYA SIMPAN SELAI BUAH TOMAT (Lycopersicum esculentum) DAN PEPAYA (Carica papaya) YANG DITAMBAHKAN GULA PASIR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis) LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN Disusun Oleh: FERAWATI I 8311017 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 KATA PENGANTAR Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian di dalam pembangunan nasional sangat penting karena sektor ini mampu menyerap sumber daya yang paling besar dan memanfaatkan sumber daya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya taraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Dasar pengolahan ikan adalah mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama dan sebaik mungkin. Hampir

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Industri Minuman Tahun

I PENDAHULUAN. Industri Minuman Tahun I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri merupakan suatu kelompok perusahaan yang memproduksi barang dan jasa untuk pasar yang sama. Industri pengolahan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mampu

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepariwisataan di indonesia kini telah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu sumber pendapatan negara karena kekayaan indonesia dalam dunia wisata sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang banyak diproduksi di Indonesia. Produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 23.436.384 ton (Badan Pusat Statistik,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci