PEMULIHAN KEPADATAN TANAH SETELAH PEMANENAN PADA HUTAN ALAM PRODUKSI (Recovery of Soil Compaction after Logging on Natural Forest Production)*

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMULIHAN KEPADATAN TANAH SETELAH PEMANENAN PADA HUTAN ALAM PRODUKSI (Recovery of Soil Compaction after Logging on Natural Forest Production)*"

Transkripsi

1 PEMULIHAN KEPADATAN TANAH SETELAH PEMANENAN PADA HUTAN ALAM PRODUKSI (Recovery of Soil Compaction after Logging on Natural Forest Production)* Agus Setiawan 1, Juang R. Matangan 2, Endang Suhendang 3 dan/and Teddy Rusolono 4 1 Balai Diklat Kehutanan Samarinda Jl. P. Untung Suropati, Sei Kunjang. Samarinda ,3,4 Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga PO BOX 168. Bogor Telp. : (0251) guswan.tnk@gmail.com 1 ; jrmatangaran@yahoo.com 2 ; e_suhendang@yahoo.com 3 ; trusolon@gmail.com 4 *Dirterima : 17 Desember 2012; Disetujui : 19 Agustus 2014 ABSTRACT One of the physical effects on soil due to mechanical timber harvesting is the occurrence of soil compaction which damaging soil structure. The objective of the research was to find out the duration of soil compaction recovery at landing site (TPn), main skidding trail (JSS) and branch skidding trail (JSP). The research was conducted at Gunung Gajah Abadi forest company, East Kalimantan. Bulk density of the compaction soil was measured at landing site, main skidding trail and branch skidding trail on each logged over area of 4, 8, 26 year old and primary forest as controls. After 26 years soil compaction average at 30 cm depth in landing site 4 years after logging, bulk density decrease from 1.50 g/cm 2 to 1.23 g/cm 2, while porosity increase from 45.69% to 55.17%; the main skidding trail, bulk density decrease from 1.37 g/cm 2 to 1.12 g/cm 2, while porosity increase from 48.31% to 58.41%; and the branch skidding trail, bulk density decrease from 1.38 g/cm 2 to 1.12 g/cm 2, while porosity increase from 48.05% to 56.13%. Regression analysis shows that recovery of soil density will be achieved27 years at landing site, 26 years at skidding trail and24 year at branch skidding trail after harvesting terminated. Keywords : Recovery, soil compaction, bulk density, porosity ABSTRAK Salah satu dampak fisik pada tanah akibat pemenenan kayu secara mekanis adalah terjadinya pemadatan tanah yang merusak struktur tanah. Penelitian bertujuan mengetahui jangka waktu pemulihan kepadatan tanah di tempat pengumpulan kayu (TPn), jalan sarad primer (JSP) dan jalan sarad sekunder (JSS). Penelitian dilaksanakan di areal PT. Gunung Gajah Abadi, Kalimantan Timur.Pengukuran kepadatan tanah hutan dilakukan pada tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer dan jalan sarad sekunder pada masing-masing areal bekas tebangan (logged over area) berumur 4, 8 dan 26 tahun serta hutan primer sebagai kontrol. Setelah 26 tahun kepadatan tanah rata-rata pada kedalaman 30 cm di TPn pada areal bekas tebangan empat tahun, kerapatan massa tanah turun dari 1.50g/cm 2 menjadi 1.23 g/cm 2 sedangkan porositas naik dari 45.69% menjadi 55.17%; jalan sarad primer, kerapatan massa tanah turun dari 1.37 g/cm 2 menjadi 1.12 g/cm 2, sedangkan porositas naik dari 48.31% menjadi 58.41%; dan jalan sarad sekunder, kerapatan massa tanah turun dari 1.38 g/cm 2 menjadi 1.12 g/cm 2 sedangkan porositas naik dari 48.05% menjadi 56.13%.Analisis regresi menunjukkan bahwa pemulihan kepadatan tanah pada TPn akan dicapai pada 27 tahun setelah TPn ditinggalkan, jalan sarad primer dicapai pada 26 tahun dan jalan sarad sekunder dicapai pada 24 tahun setelah pemanenan. Kata kunci : Pemulihan, kepadatan tanah, kerapatan massa tanah, porositas I. PENDAHULUAN Kegiatan pemanenan kayu di hutan tropika akan mengakibatkan dampak terhadap hutan,walaupun hanya sedikit pohon yang dipanen tetapi dampaknya terhadap hutan akan besar baik terhadap tegakan maupun terhadap lingkungan (Whitmore, 1990). Kegiatan pemanenan apabila dilakukan secara berlebihan akan menurunkan kemampuan hutan 99

2 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: untuk tumbuh kembali, sehingga produksi dari hutan akan berkurang atau bahkan bisa hilang. Pengelolaan hutan dimungkinkan untuk diperoleh suatu keseimbangan antara pemanenan (logging) dengan pertumbuhan kembali hutan (Tyrie, 1999). Penggunaan alat berat dalam kegiatan pemenenan hutan menyebabkan meningkatnya kerapatan massa tanah (bulk density), berkurangnya total ruang pori, berkurangnya laju infiltrasi, berkurangnya permeabilitas tanah, berkurangnya kapasitas tampung air dan berubahnya struktur butiran tanah (Diazjunior, 2003 diacu dalam Matangaran dan Suwarna, 2012). Ewel dan Cone (1978) diacu dalam Idris (1987) menyatakan bahwa salah satu dampak fisik pada tanah akibat pemanenan kayu secara mekanis adalah terjadinya kompaksi atau pemadatan tanah yang merusak struktur tanah. Tanah hutan yang belum mengalami gangguan cenderung memiliki nilai stabilitas keremahan dan porositas yang lebih tinggi serta kerapatan massa tanah (soil bulk density) yang lebih rendah dibandingkan dengan yang sudah mengalami pemanenan kayu. Elias (2012) menyatakan dampak pemanenan kayu terhadap tanah akan mengakibatkan penurunan kesuburan tanah yang disebabkan oleh pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat dan keterbukaan permukaan tanah yang disebabkan oleh keterbukaan areal akibat penebangan, pembuatan jalan sarad, tempat pengumpulan kayu, jalan angkutan dan penyaradan. Slash (daun, ranting dan cabang dari kegiatan pemotongan batang) dapat secara efektif mengurangi kerusakan tanah hutan, seperti pemadatan tanah di tempat pemanenan. Penggunaan slash untuk menutupi permukaan tanah dapat mengurangi tingkat pemadatan tanah hingga 50% (Matangaran, 2012). Perlu dilakukan penelitian pengaruh kegiatan penyaradan dengan traktor terhadap pemadatan tanah untuk menentukan dampak pemanenan hutan terhadap lingkungan (Matangaran et al., 2006a). Kondisi kepadatan tanah dan pemulihan sifat fisik tanah akan berbeda-beda tergantung tingkat kepadatan tanah, kedalaman lapisan kepadatan tanah, jenis tanah, vegetasi dan iklim (Rab, 2004). Croke et al. (2001) dari hasil penelitian di New South Wales, Australia, menyatakan bahwa kepadatan tanah yang terjadi setelah lima tahun menunjukkan masih belum terjadi pemulihan. Matangaran (2002) dari hasil penelitiannya pada jalan sarad di Riau (Indonesia) dan Hokkaido (Jepang) menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan tanah untuk kembali kekondisi kepadatan semula adalah selama 14 tahun (Riau) dan 11 tahun (Hokkaido) untuk jalan sarad cabang, sedangkan untuk jalan sarad utama adalah selama 28 tahun hutan alam di Riau dan 37 tahun hutan alam di Hokkaido setelah kegiatan pemanenan kayu. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa pemulihan kepadatan tanah pada jalan sarad cabang dan jalan sarad utama akan dicapai selama 14 tahun dan 55 tahun di hutan alam di hutan Universitas Tokyo di Hokkaido (Matangaran et al., 2006b). Hasil penelitian (Rab, 2004) di Victorian Central Highlands, Australia menunjukkan bahwa tanah pada hutan ini sangat lambat untuk memulihkan dari kepadatan tanah dan kerusakan subsoil. Beberapa hasil penelitian tentang pemulihan kepadatan tanah dalam tulisan Rab (2004) antara lain adalah tingkat pemulihan yang paling cepat adalah 1 tahun setelah pohon disarad skidder berban karet dengan tekstur tanah kering dan kasar di Minnesota (Mace, 1971); diperlukan tahun atau lebih untuk tanah untuk pulih setelah kepadatan pada lapisan yang dangkal (Dickerson, 1976; Froehlich, 1979; Jakobsen, 1983), sedangkan kepadatan pada lapisan yang lebih dalam akan selama tahun (Greacen and Sands, 1980). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kemampuan pemulihan kepadatan tanah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer dan jalan sarad sekunder berdasarkan parameter kerapatan massa tanah, porositas dan tahanan penetrasi. 100

3 II. BAHAN DAN METODE Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan (A. Setiawan, dkk) A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan di areal PT. Gunung Gajah Abadi, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur pada bulan Juni sampai dengan Agustus B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah contoh tanah. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa Yamanaka s soil hardness meter (penetrometer saku), silinder sampel tanah dengan setang, timbangan, oven dan alat tulis menulis serta seperangkat komputer dengan program pengolah data. C. Metode Penelitian Pengambilan contoh kepadatan tanah hutan dilakukan pada tempat pengumpulan kayu (TPn), jalan sarad yang dekat dengan TPn (jalan sarad primer/jsp) dan jalan sarad yang dekat dengan tunggak (jalan sarad sekunder/jss) pada masing-masing areal bekas tebangan berumur 4, 8 dan 26 tahun serta hutan primer sebagai kontrol. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Yamanaka s soil hardness meter (penetrometer saku) dan silinder sampel tanah (cylinder soil sampler). Titik pengambilan sampel kepadatan tanah ditunjukkan pada Gambar 1. TPn TPn Jalan sarad primer 10-20m Jalan sarad sekunder Gambar (Figure) 1. Tata letak titik pengambilan sampel kepadatan tanah (Sampling point layout of the soil density) Pengukuran kerapatan massa tanah menggunakan silinder sampel tanah dilakukan sebanyak tiga kali ulangan melalui tahapan berikut: 1. Mengambil contoh tanah pada kedalaman 10 cm, 20 cm dan 30 cm dengan cara menekan tabung silinder kedalam tanah sambil memutar setang; 2. Mengeluarkan tabung silinder yang telah berisi contoh tanah dari dalam tanah kemudian menimbangnya; 3. Mengeluarkan contoh tanah dari tabung silinder dan kemudian memasukkan dalam plastik untuk kemudian dikeringkan dan ditimbang berat kering tanah tersebut. Tahapan pengukuran kepadatan tanah hutan menggunakan alat penetrometer saku dilakukan sebanyak 10 kali ulangan adalah sebagai berikut: 1. Menentukan lahan yang akan diukur; 2. Meletakkan alat secara vertikal di atas tanah; 3. Menekan alat hingga menembus tanah pada kedalaman10 cm, 20 cm dan 30 cm, mencatat nilai indeks yang ditunjukkan alat. 101

4 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: Kerapatan massa tanah yang diukur dengan menggunakan silinder sampel tanah dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut (Koga, 1991; Craig, 2004): ρ = Dimana : ρ = Kerapatan massa tanah basah (g/cm 3 ) M w = Berat contoh tanah awal (g) V = Volume contoh tanah awal (cm 3 ) ρ = Dimana : ρ = Kerapatan massa tanah kering (g/cm 3 ) ρ = Kerapatan massa tanah basah (g/cm 3 ) W = Kadar air contoh tanah (%) Untuk mendapatkan gambaran tentang ruang pori tanah yang diamati, dihitung porositas tanah berdasarkan rumus berikut : P =, 100%, Dimana : P = Porositas tanah (%) ρ = Kerapatan massa tanah kering (g/cm 3 ) 2,65 = BJ tanah umum Untuk menentukan waktu pemulihan kepadatan tanah setelah pemanenan digunakan analisis regresi, dengan pembanding sebagai kontrol, yaitu kondisi kepadatan tanah pada hutan primer. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanah di areal HPH PT Gunung Gajah Abaditer bentuk dari bahan induk batuan beku, batuan endapan dan batuan metomorf. Melalui proses pembentukan tanah bahan induk menghasilkan jenis tanah asosiasi Podsolik Merah Kuning dengan latosol. Berdasarkan hasil klasifikasi oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor, areal kerja PT. Gunung Gajah Abadi memiliki tiga jenis tanah, yaitu alluvial, podsolik merah kuning dan latosol.tekstur tanah bervariasi dari agak kasar-agak halus (lempung berpasir-lempung liat berpasir). A. Kerapatan Massa Tanah Hasil penelitian kerapatan massa tanah dengan silinder sampel pada berbagai variasi umur setelah pemanenan dan hutan primer disajikan pada Tabel

5 Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan (A. Setiawan, dkk) Tabel (Table) 1. Rataan dan standar deviasi kerapatan massa tanah (g/cm 3 ) pada lokasi, kedalaman dan umur bekas tebangan yang berbeda (Mean and standard deviation of bulk density (g/cm 3 ) at the location, depth and different ex-logging age) Umur setelah tebangan (tahun) (Exlogging age (year)) Hutan primer (kontrol) (Primary forest) (control) Lokasi (Location) TPn (Landing site) JSP (Main skidding trail) JSS (Branch skidding trail) Kedalaman tanah (cm) (Depth) (cm) ,53* ± 1,52* ± 1,44 ns ± 1,48* ± 1,36* ± 1,37* ± 1,30 ns ± 1,37* ± 1,38* ± 0,07 0,17 0,25 0,14 0,05 0,04 0,08 0,05 0,15 1,42* ± 1,45* ± 1,44 ns ± 1,29 ns ± 1,28 ns ± 1,26 ns ± 1,26 ns ± 1,34* ± 1,34* ± 0,06 1,26 ns ± 0,06 1,13 ± 0,09 0,05 1,23 ns ± 0,14 1,04 ± 0,01 0,21 1,19 ns ± 0,05 1,12 ± 0,04 0,10 1,21 ns ± 0,03 1,13 ± 0,09 0,15 1,19* ± 0,09 1,04 ± 0,01 0,08 1,10 ns ± 0,09 1,12 ± 0,04 0,19 1,20 ns ± 0,05 1,13 ± 0,09 Keterangan (Remaks): TPn = Tempat pengumpulan kayu (Landing site) JSP = Jalan sarad primer (Main skidding trail) JSS = Jalan sarad sekunder (Branch skidding trail) * - ns = Uji beda nilai rataan terhadap hutan primer (Significant test of mean value to primary forest) * = Berbeda nyata pada taraf 95% (Significant at level 95%) ns = Tidak berbeda nyata (Non significant) t tab(0.05, 8) = ,08 1,20* ± 0,05 1,04 ± 0,01 0,06 1,16 ns ± 0,05 1,12 ± 0,04 Kerapatan massa tanah pada tempat pengumpulan kayu secara rataan menunjukkan kecenderungan untuk menurun seiring dengan bertambahnya umur setelah pemanenan. Nilai kerapatan massa tanah umur empat tahun setelah pemanenan pada kedalaman 10 cm, 20 cm dan 30 cm adalah sebesar 1,53 g/cm 3, 1,52 g/cm 3 dan 1,44 g/cm 3. Pada umur delapan tahun setelah pemanenan, nilai kerapatan massa tanah cenderung untuk menurun, pada kedalaman 10 cm, 20 cm dan 30 cm nilainya sebesar 1,42 g/cm 3, 1,45 g/cm 3 dan 1,44 g/cm 3. Nilai kerapatan massa tanah juga cenderung untuk menurun pada umur 26 tahun setelah pemanenan, dimana pada kedalaman 10 cm, 20 cm dan 30 cm mempunyai sebesar 1,26 g/cm 3, 1,23 g/cm 3 dan 1,19 g/cm 3. Jika dibandingkan dengan kondisi hutan primer, maka nilai kerapatan massa tanah pada tempat pengumpulan kayu umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan ini mempunyai nilai yang lebih besar. Pada tempat pengumpulan kayu, nilai kerapatan massa tanah pada jalan sarad primer secara rataan menunjukkan kecenderungan untuk menurun seiring dengan bertambahnya umur setelah pemanenan. Nilai kerapatan massa tanah pada jalan sarad primer umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan ini mempunyai nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi hutan primer. Kecenderungan penurunan nilai kerapatan massa tanah dengan bertambahnya umur setelah pemanenan juga terjadi pada jalan sarad sekunder. Nilai kerapatan massa tanah pada jalan sarad sekunder umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan ini mempunyai nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi hutan primer. Secara grafis hubungan kerapatan massa tanah berdasarkan variasi umur setelah pemanenan dan kedalaman di tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer, jalan sarad sekunder dan hutan primer ditunjukkan pada Gambar

6 Indonesiann Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: Keterangan (Remarks) : TPn = Tempat pengumpulan kayu (Landing site) JSP = Jalan sarad primer (Main skidding trail) JSS = Jalan sarad sekunder (Branch skidding trail) HP = Hutan primer (Primary forest) Gambar (Figure)2. Kerapatan massa tanah (g/cm 3 ) berdasarkan variasii umur setelah pemanenan dan kedalaman (Bulk density (g/cm 3 ) on variations of ex-logging age and depth) Kerapatan massa tanah pada kedalaman 10 cm, semakin bertambah umur setelah pemanenan, maka nilai kerapatan massaa tanah akan menurun, ini terjadi baik pada TPn, JSP maupun JSS. Namun pada umur setelah pemanenan 26 tahun nilai kerapatan massa tanah masih lebih besar dibandingkan pada hutan primer. Hal yang sama juga terjadi pada kedalaman 20 cm,dimana semakin bertambah umur setelah pemanenan, maka nilai kerapatan massa tanah akan menurun, baik pada Tpn, JSP maupun JSS. Pada umur setelah pemanenan 26 tahun nilai kerapatan massa tanah masih lebih besar dibandingkan pada hutan primer. Hal ini menunjukkan bahwa pada kedalaman 10 cm, di TPn, JSP dan JSS masih ada pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan terhadap kerapatan massa tanah. Padaa kedalaman 30 cm, kerapatan massa tanah juga semakin menurun dengan bertambahnya umur setelah pemanenan, baik pada TPn, JSP maupun JSS, namum pada umur 26 tahun setelah pemanenan kerapatan massaa tanah sudah mendekati kondisi pada hutan primer. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan terhadap kerapatan massa tanah dipengaruhi oleh kedalaman tanah, dimanaa semakin dalam tanah, maka pengaruh mekanis kegiatan pemanenan akan semakin kecil. Mengacu pada Hovland et al. (1966) diacu dalam Matangaran (1992), maka kelas kepadatan tanah di tempat pengumpulan kayu umur empat tahun setelah pemanenan pada kedalaman 10 cm dan 20 cm termasuk dalam kelas padat sedangkan pada kedalaman 30 cm termasuk dalam kelas normal. Umur delapan tahun setelah pemanenan pada ketiga kedalaman termasuk dalam kelas normal. Kelas kepadatan tanah umur 26 tahun setelah pemanenan sama dengan kondisi hutan primer, yaitu termasuk dalam kelas kepadatan tanah longgar. Pemadatan tanah adalah meningkatnya kerapatan tanah sebagai akibat dari beban atau tekanann yang diberikan atau dengan kata lain pemadatan tanah adalah tingkah laku dinamis tanah, dimana udara dan air pada pori-pori dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis 104

7 Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan (A. Setiawan, dkk) (Baver et al., 1978 diacu dalam Kusuma, 1998). Jika melihat dari nilai kerapatan massa tanahnya dibandingkan dengan kondisi hutan primer, hasil penelitian menunjukkan n bahwa pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan pada tempat pengumpulan kayu pada umur empat dan delapan tahun setelah pemanenan masih berpengaruh sedangkan pada umur 26 tahun setelah pemanenan pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenansemakin kecil. B. Porositas Porositas tanah adalah ruang volume seluruh pori-pori makro dan mikro dalam tanah yang dinyatakann dalam persentase volume tanah atau porositas tanah adalah bagian dari volume tanah yang tidak ditempati oleh padatan tanah. Semakin tinggi kerapatan massa tanah, maka porositas tanah semakin kecil, sebaliknya semakin rendah kerapatan massa tanah, maka tanah tersebut memiliki porositas yang besar. Hubungan porositas tanah berdasarkan variasii umur setelah pemanenan dan kedalaman di tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer, jalan sarad sekunder dan hutan primer ditunjukkan pada Gambar 3. berikut : Keterangan (Remarks) : TPn = Tempat pengumpulan kayu (Landing site) JSP = Jalan sarad primer (Main skidding trail) JSS = Jalan sarad sekunder (Branch skidding trail) HP = Hutan primer (Primary forest) Gambar (Figure) 3. Porositas tanah (%) berdasarkan variasi umur setelah pemanenan dan kedalaman (Porosity (%) based on variations of ex-logging age and depth) Porositas tanah pada tempat pengumpulan kayu mempunyai kecenderungan untuk meningkat dengan bertambahnya umur setelah pemanenan. Nilai porositas pada umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan hutan primer. Pada jalan sarad primer menunjukkan bahwa porositas tanah mempunyai kecenderungan untuk meningkat dengan bertambahnya umur setelah pemanenan. Nilai porositas pada umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan tersebut jika dibandingkan dengan hutan primer mempunyai nilai yang lebih kecil, kecuali pada umur 26 tahun kedalaman 30 cm mempunyai nilai porositas yang lebih besar. Hal ini disebabkan pada umur 26 tahun, kepadatan tanahnya semakin kecil serta pada kedalaman 30 cm pengaruh mekanis kegiatan pemanenan juga semakin berkurang. 105

8 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: Pada jalan sarad sekunder, nilai porositas mempunyai kecenderungan untuk meningkat dengan bertambahnya umur setelah pemanenan, sama seperti pada tempat pengumpulan kayu dan jalan sarad primer. Nilai porositas pada umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan tersebut jika dibandingkan dengan hutan primer mempunyai nilai yang lebih kecil. Secara umum porositas tanah cenderung meningkat sejalan dengan bertambahnya umur setelah pemanenan pada variasi kedalaman yang berbeda, baik pada tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer maupun jalan sarad sekunder. Pada umur 26 tahun kondisi porositas tanah mendekati porositas pada hutan primer, kecuali pada kedalaman 30 cm porositasnya lebih besar dari hutan primer. Pada tulisan Guariguata dan Ostertag (2001) dinyatakan bahwa perubahan dalam sifat tanah sesaat setelah pemanenan, antara lain bulk density (Allen, 1985; Eden et al., 1991; Martins et al., 1991; Raich, 1983; Reiners et al., 1994; Neil et al., 1997) yang meningkat dan porositas tanah yang menurun (Chauvel et al., 1991; Reiners et al., 1994). Tanah hutan yang belum mengalami gangguan cenderung memiliki nilai stabilitas keremahan dan porositas yang lebih tinggi serta kerapatan massa tanah (soil bulk density) yang lebih rendah dibandingkan dengan yang sudah mengalami pemanenan kayu. C. Tahanan Penetrasi Hasil penelitian tahanan penetrasi tanah dengan alat penetrometer saku pada berbagai variasi umur setelah pemanenan dan hutan primer disajikan pada Tabel 2 berikut : Tabel (Table) 2. Rataan dan standar deviasi tahanan penetrasi tanah (kg/cm 2 ) dengan penetrometer saku di tempat pengumpulan kayu (TPn), jalan sarad primer (JSP), jalan sarad sekunder (JSS) dan hutan primer pada variasi umur setelah pemanenan (Mean and standard deviation of penetration resistance (kg/cm 2 ) in the landing site, main skidding trail, branch skidding trail and primary forest on the variation of ex-logging age) Jangka waktu setelah pemanenan (tahun) (Ex- Logging age) (year) Tahanan penetrasi tanah (kg/cm 2 ) (Penetration resistance) (kg/cm 2 ) Tempat pengumpulan kayu (TPn) (Landing site) Jalan sarad primer (JSP) (Main skidding trail) Jalan sarad sekunder (JSS) (Branch skidding trail) 4 14,13* ± 0,69 13,53* ± 0,58 11,89* ± 0,65 8 9,80* ± 1,20 8,90* ± 0,87 7,05* ± 0, ,43 ns ± 0,46 2,99 ns ± 0,41 2,74 ns ± 0,15 Hutan primer (kontrol) (Primary forest) (control) 2,96 ± 0,20 Keterangan (Remarks) : * - ns = Uji beda nilai rataan terhadap hutan primer (Significant test of mean value to primary forest) * = Berbeda nyata pada taraf 95% (Significant at level 95%) ns = Tidak berbeda nyata (Non significant) t tab(0.05, 8) = 2.31 Tahanan penetrasi tanah pada tempat pengumpulan kayu menunjukkan bahwa semakin bertambahnya umur setelah pemanenan, maka tahanan penetrasi tanah akan semakin menurun. Jika dibandingkan, tahanan penetrasi tanah pada hutan bekas tebangan lebih besar dari kondisi hutan primer, pada umur 26 tahun setelah pemanenan cenderung mendekati kondisi hutan primer dan relatif lebih tinggi nilainya. 106

9 Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan (A. Setiawan, dkk) Pada jalan sarad primer, tahanan penetrasi tanah menunjukkan bahwa semakin bertambahnya umur setelah pemanenan, maka tahanan penetrasi tanah akan semakin menurun. Tahanan penetrasi tanah pada hutan bekas tebangan tersebut lebih besar dari kondisi hutan primer, pada umur 26 tahun setelah pemanenan cenderung mendekati kondisi hutan primer dan relatif lebih tinggi nilainya. Kondisi tahanan penetrasi tanah pada jalan sarad sekunder sama dengan padaa tempat pengumpulan kayu dan jalan sarad primer, yaitu semakin bertambahnya umur setelah pemanenan, maka tahanan penetrasi tanah akan semakin menurun. Tahanan penetrasi tanah padaa umur 26 tahun setelah pemanenann lebih kecil dari kondisi hutan primer. Secara umumm dapat dijelaskan bahwa tahanan penetrasi tanah akan menurunn seiring dengan semakin meningkatnya umur setelah pemanenan, ini terjadi pada tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primerr dan jalan sarad sekunder. Hasil uji beda nilai rataan tahanan penetrasi pada tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer dan jalan sarad sekunder menunjukkan bahwa jangka waktu setelah pemanenan empat dan delapan tahun dibandingkan hutan primerr berbeda nyata sedangkan jangkaa waktu setelah pemanenan 26 tahun dibandingkan hutan primer tidak berbeda nyata. Hal ini mengindikasikann bahwa telah terjadi pemulihan dalam hal tahanan penetrasi pada jangka waktu setelah pemanenan 26 tahun. Penilaian kemampuan pemulihan kepadatan tanah dilakukan dengan analisiss regresi untuk memprediksi waktu yang diperlukan oleh tanah sampai dengan kondisi yang mendekati hutan primer (Gambar 3.). Keterangan (Remarks) : TPn = Tempat pengumpulan kayu (Landing site) JSP = Jalan sarad primer (Main skidding trail) JSS = Jalan sarad sekunder (Branchh skidding trail) HP = Hutan primer (Primary forest) Gambar (Figure) 3. Kecenderungan penurunann tahanan penetrasi tanah (kg/cm 2 ) berdasarkan variasi umur setelah pemanenan (The decline trend in penetration resistance (kg/cm 2 ) based on variations of ex-logging age) Hasil penelitian menunjukkan waktu yang lebih singkat untuk pemulihan kepadatan tanah pada jalan sarad sekunder dibandingkan jalan sarad primer dan tempat pengumpulan kayu. Hal ini karena padaa tempat pengumpulann kayu, aktivitas bulldozer masih sangat tinggi dibandingkan pada jalan sarad sehingga tingkat kepadatan tanahnya akan tinggi. Demikian pula halnya dengan aktivitas bulldozer pada jalan sarad primer lebih tinggi dibandingkan pada jalan sarad sekunder sehingga kepadatan tanah padaa jalan primer akan lebih tinggi dibandingkan jalan sarad sekunder, sehingga waktu pemulihannya akan lebih cepat pada jalan sarad sekunder. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kerapatan massa tanah rata-rata di tempat pengumpulan kayu pada areal bekas tebangan delapan dan 26 tahun sebesar 1.44 g/cm 2 dan 1.23 g/cm 2 atau turun 14% dan 18% dari 107

10 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: kerapatan massa tanah empat tahun setelah tebangan; di jalan sarad primer pada areal bekas tebangan 8 dan 26 tahun sebesar 1.28 g/cm 2 dan 1.17 g/cm 2 atau turun 8% dan 17% dari kerapatan massa tanah empat tahun setelah tebangan; di jalan sarad sekunder pada areal bekas tebangan delapan dan 26 tahun sebesar 1.31 g/cm 2 dan 1.19 g/cm 2 atau turun 9% dan 12% dari kerapatan massa tanah empat tahun setelah tebangan. 2. Porositas rata-rata di tempat pengumpulan kayu pada areal bekas tebangan 8 dan 26 tahun sebesar 45.81% dan 53.75% atau naik 5% dan 23% dari porositas empat tahun setelah tebangan; di jalan sarad primer pada areal bekas tebangan 8 dan 26 tahun sebesar 51.79% dan 55.94% atau naik 10% dan 19% dari porositas empat tahun setelah tebangan; di jalan sarad sekunder pada areal bekas tebangan 8 dan 26 tahun sebesar 50.41% dan 55.13% atau naik 3% dan 12% dari porositas empat tahun setelah tebangan. 3. Tahanan penetrasi tanah (kg/cm 2 ) 4, 8 dan 26 tahun setelah tebangan di tempat pengumpulan kayu sebesar kg/cm 2, 9.80 kg/cm 2 dan 3.43 kg/cm 2 ; di jalan sarad primer sebesar kg/cm 2, 8.90 kg/cm 2 dan 2.99 kg/cm 2 ; di jalan sarad sekunder sebesar kg/cm 2, 7.05 kg/cm 2 dan 2.74 kg/cm Berdasarkan nilai kerapatan massa tanah dan porositas dibandingkan hutan primer, maka pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan pada tempat pengumpulan kayu pada umur empat dan delapan tahun setelah pemanenan masih berpengaruh, sedangkan pada umur 26 tahun setelah pemanenan pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan semakin kecil. 5. Pemulihan kepadatan tanah jika dibandingkan dengan kondisi hutan primer, pada tempat pengumpulan kayu akan dicapai pada umur 27 tahun, pada jalan sarad primer dicapai pada umur 26 tahun dan pada jalan sarad sekunder dicapai pada umur 24 tahun setelah pemanenan. B. Saran 1. Perlunya perencanaan pembuatan jalan sarad yang efektif, sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari kegiatan pemanenan kayu terhadap kepadatan tanah. 2. Bekas jalan sarad yang tidak digunakan lagi perlu dilakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman. DAFTAR PUSTAKA Craig, R.F. (2004). Soil mechanics. Seventh edition. Spon press. London. Croke, J., P. Hairsine and P. Fogarty. (2001). Soil recovery from track construction and harvesting changes in surface infiltration, erosion and delivery rates with time. Forest Ecology and Management. 143: Elias. (2012). Pembukaan wilayah hutan. Edisi II. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.Bogor. Guariguata, M.R.and R. Ostertag. (2001). Neotropical secondary forest succession: change in structural and fuctional characteristics. Forest Ecology and Management. 148: Idris, MM. (1987). Pengaruh penyaradan kayu dengan traktor berban ulat terhadap kerusakan tegakan tinggal, pergeseran serta pemadatan tanah, studi kasus di areal HPH PT. Kayu Lapis Indonesia, Propinsi Kalimantan Barat [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koga, K. (1991). Soil compaction in agricultural land development. Asian Institute of Technology. Bangkok. 108

11 Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan (A. Setiawan, dkk) Kusuma, P. (1998). Pengaruh pemberian bahan organik dan lintasan terhadap pemadatan tanah [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Matangaran, J.R. (1992). Pengaruh intensitas penyaradan kayu oleh traktor berban ulat terhadap pemadatan tanah dan pertumbuhan kecambah sengon (Paraserianthes falcataria) dan meranti (Shorea sp.) [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Matangaran, J.R. (2002). Pemulihan kepadatan tanah pada jalan sarad. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. XV: Matangaran, J.R. (2012). Soil compaction by velmet forwarder operation at soil surface with and without slash. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. XVIII (1): Matangaran, J.R., K. Aruga, R. Sakurai, M. Iwaoka and H. Sakai. (2006a). The recovery of soil compaction in the selection logged over area at Tokyo University Forest in Hokaido. Jurnal of The Japan Forest Engineering Society. 21: Matangaran, J.R., K. Aruga, R. Sakurai, H. Sakai and H. Kobayashi. (2006b). Effect of multiple passes of tractor on soil bulk density: a case study in the Boreal Natural Forest of Tokyo University Forest in Hokaido.Jurnal of The Japan Forest Engineering Society. 21: Matangaran, J.R. dan U. Suwarna. (2012). Kepadatan tanah oleh dua jenis forwarder dalam pemanenan hutan. Bionatura.14 (2): Rab, M.A. (2004). Recovery of soil physical properties from compaction and soil profile disturbance caused by logging of native forest in victorian central highlands, Australia. Forest Ecology and Management. 191: Tyrie, G. (1999). Sepuluh tahun riset hutan hujan tropica dataran rendah di Labanan, Kalimantan Timur plot penelitian STREK. Berau forest manajemen project. Jakarta. Whitmore, T.C. (1990). Tropical rain forest dynamics and its implications for management. Di dalam: Gomez-Pompa A, Whitmore TC, Hadley M, editors. Rain forest regeneration and management. Man and the Biosphere Series. Volume 6. Paris (FR): Parthenon Publishing Group. p

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT Pemadatan Tanah Akibat Penyaradan Kayu... (Muhdi, Elias, dan Syafi i Manan) PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT (Soil Compaction Caused

Lebih terperinci

Pengaruh Penyaradan Kayu Dengan Traktor Terhadap Pemadatan Tanah Di Kalimantan Barat

Pengaruh Penyaradan Kayu Dengan Traktor Terhadap Pemadatan Tanah Di Kalimantan Barat Pengaruh Penyaradan Kayu Dengan Traktor Terhadap Pemadatan Tanah Di Kalimantan Barat Muhdi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Saat ini masalah kerusakan hutan

Lebih terperinci

KERUSAKAN FISIK LINGKUNGAN AKIBAT PENYADARAN DENGAN SISTEM MEKANIS MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

KERUSAKAN FISIK LINGKUNGAN AKIBAT PENYADARAN DENGAN SISTEM MEKANIS MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara KERUSAKAN FISIK LINGKUNGAN AKIBAT PENYADARAN DENGAN SISTEM MEKANIS MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Penyaradan kayu merupakan salah

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian Tropik ISSN Online No : Vol.3, No.1. April (2) : 17-24

Jurnal Pertanian Tropik ISSN Online No : Vol.3, No.1. April (2) : 17-24 Jurnal Pertanian Tropik ISSN Online No : 2356-4725 Vol.3, No.1. April 2016. (2) : 17-24 PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TRAKTOR CATTERPILLAR D7G DI AREAL HUTAN PRODUKSI PT INHUTANI II, KALIMANTAN

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

KEPADATAN TANAH OLEH DUA JENIS FORWARDER DALAM PEMANENAN HUTAN. Matangaran, J R., dan Suwarna, U.

KEPADATAN TANAH OLEH DUA JENIS FORWARDER DALAM PEMANENAN HUTAN. Matangaran, J R., dan Suwarna, U. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik ISSN 1411-0903 ABSTRAK Vol. 14, No. 2, Juli 2012: 115-124 KEPADATAN TANAH OLEH DUA JENIS FORWARDER DALAM PEMANENAN HUTAN Matangaran, J R., dan Suwarna, U. Departemen

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN SEMAI SENGON DAN MANGIUM PADA TANAH PADAT

PERTUMBUHAN SEMAI SENGON DAN MANGIUM PADA TANAH PADAT Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2010, hlm. 153-157 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.3 PERTUMBUHAN SEMAI SENGON DAN MANGIUM PADA TANAH PADAT (GROWTH OF MANGIUM AND SENGON SEEDLING ON COMPACTED SOIL)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN TIGA JENIS SEMAI PADA TANAH PADAT DENI RIZKI ANANDA NASUTION

RESPON PERTUMBUHAN TIGA JENIS SEMAI PADA TANAH PADAT DENI RIZKI ANANDA NASUTION RESPON PERTUMBUHAN TIGA JENIS SEMAI PADA TANAH PADAT DENI RIZKI ANANDA NASUTION DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations)

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations) Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations) Ujang Suwarna 1*, Harnios Arief 2, dan Mohammad Ramadhon 3 1* Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541) STRUKTUR TEGAKAN TINGGAL PADA UJI COBA PEMANENAN DI HUTAN PENELITIAN LABANAN, KALIMANTAN TIMUR (Structure of Residual Stand in Logged Technique Experiment at Labanan Forest Research, East Kalimantan)*

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur No. Parameter Sifat Fisik Metode 1. 2. 3. 4. 5. Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur Gravimetri Gravimetri pf Pengayakan Kering dan Basah Bouyoucus (Hidrometer) 6.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

KAJIAN PENURUNAN LAJU PERKOLASI LAHAN SAWAH BARU DENGAN LAPISAN KEDAP BUATAN (ARTIFICIAL IMPERVIOUS LAYER)

KAJIAN PENURUNAN LAJU PERKOLASI LAHAN SAWAH BARU DENGAN LAPISAN KEDAP BUATAN (ARTIFICIAL IMPERVIOUS LAYER) KAJIAN PENURUNAN LAJU PERKOLASI LAHAN SAWAH BARU DENGAN LAPISAN KEDAP BUATAN (ARTIFICIAL IMPERVIOUS LAYER) Oleh: Asep Sapei Jurusan Teknik Pertanian, FATETA-IPB Kampus IPB Darmaga, Po.Box 220, BOGOR 16002

Lebih terperinci

KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT

KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA SUMATERA SELATAN Oleh : EDI WILSON E02498005 DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

Jurnal Belantara [JBL] Vol. 1, No. 1, Maret 2018 (35-44) E-ISSN

Jurnal Belantara [JBL] Vol. 1, No. 1, Maret 2018 (35-44) E-ISSN Jurnal Belantara [JBL] Vol. 1, No. 1, Maret 2018 (35-44) E-ISSN 2614-3453 http://belantara.unram.ac.id Jurnal Belantara [JBL] Vol 1, No 1, Maret P-ISSN 2018 (35-44) 2614-7238 Analisis Pertumbuhan Tanaman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

DRAFT SPESIFIK PENGOLAHAN TANAH : TERMINOLOGI DAN KEGUNAANNYA. Santosa 1

DRAFT SPESIFIK PENGOLAHAN TANAH : TERMINOLOGI DAN KEGUNAANNYA. Santosa 1 1 DRAFT SPESIFIK PENGOLAHAN TANAH : TERMINOLOGI DAN KEGUNAANNYA Santosa 1 PENDAHULUAN Draft spesifik tanah merupakan sifat mekanik tanah yang sangat terkait dengan besarnya gaya untuk mengolah tanah tersebut,

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT (Study of soil infiltration rate in some land uses at Desa Tanjung Putus Kecamatan

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. IX No. 2 : (2003)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. IX No. 2 : (2003) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. IX No. 2 : 35-44 (2003) Artikel (Article) VERIFIKASI MODEL SISTEM PENGELOLAAN TEGAKAN HUTAN ALAM SETELAH PENEBANGAN DENGAN TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) II Verification

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Artikel (Article) PENDUGAAN BIOMASSA POHON BERDASARKAN MODEL FRACTAL BRANCHING PADA HUTAN SEKUNDER DI RANTAU PANDAN, JAMBI Fractal Branching Model

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2013 ISSN 0853 4217 Vol. 18 (1): 61 65 Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM (Studi Kasus di Areal HPH PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat) The Effect of Reduced Impact Timber

Lebih terperinci

PENGARUH PEMADATAN TANAH GAMBUT TERHADAP SIFAT FISIK PADA DUA LOKASI YANG BERBEDA

PENGARUH PEMADATAN TANAH GAMBUT TERHADAP SIFAT FISIK PADA DUA LOKASI YANG BERBEDA PENGARUH PEMADATAN TANAH GAMBUT TERHADAP SIFAT FISIK PADA DUA LOKASI YANG BERBEDA EFFECT OF COMPACTION OF PEATLAND ON THE PHYSICAL PROPERTIES AT THE TWO DIFFERENT LOCATIONS Sandi Perdana 1, Wawan 2 Agrotechnology,

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

Iqbal 2, Tineke Mandang 3, E. Namaken Sembiring 4

Iqbal 2, Tineke Mandang 3, E. Namaken Sembiring 4 PENGARUH LINTASAN TRAKTOR DAN PEMBERIAN BAHAN ORGANIK TERHADAP PEMADATAN TANAH DAN KERAGAAN TANAMAN KACANG TANAH (The Effects of Tractor Traffic and Organic Matter On Soil Compaction And Performance of

Lebih terperinci

Komunikasi penulis,

Komunikasi penulis, LAPISAN KEDAP BUATAN UNTUK MEMPERKECIL PERKOLASI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DALAM MENDUKUNG IRIGASI HEMAT AIR (ARTIFICIAL IMPERVIOUS/HARDPAN LAYER FOR REDUCING PADDY FIELD S RAINFED PERCOLATION RELATED TO

Lebih terperinci

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM Muhdi, *) Abstract The objective of this research was to know the productivity skidding by tractor of Komatsu

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN Heri Junedi 1 ABSTRACT The aim of this research is to study the effect of forest conversion to arable land on changes of soil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanenan Hasil Hutan Kayu PT. Diamond Raya Timber Sistem pemanenan kayu di HPH PT. Diamond Raya Timber menggunakan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRACT... xv

DAFTAR ISI. ABSTRACT... xv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...... i HALAMAN PENGESAHAN...... ii PERNYATAAN...... iii KATA PENGANTAR...... iv DAFTAR ISI...... vi DAFTAR TABEL...... viii DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR RUMUS PERSAMAAN......

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

KRITERIA DAN INDIKATOR MUTU BIBIT TERHADAP PERSEN HIDUP DAN PERTUMBUHAN TIGA JENIS MERANTI MERAH DI AREAL HPH PT. SARI BUMI KUSUMA, KALIMANTAN TENGAH

KRITERIA DAN INDIKATOR MUTU BIBIT TERHADAP PERSEN HIDUP DAN PERTUMBUHAN TIGA JENIS MERANTI MERAH DI AREAL HPH PT. SARI BUMI KUSUMA, KALIMANTAN TENGAH KRITERIA DAN INDIKATOR MUTU BIBIT TERHADAP PERSEN HIDUP DAN PERTUMBUHAN TIGA JENIS MERANTI MERAH DI AREAL HPH PT. SARI BUMI KUSUMA, KALIMANTAN TENGAH (Criteria and Indicator Seedling Quality to Survival

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG Physical Characterization and Soil Moisture at Different Reclamation s Age of Mined Land Rahmat Hidayatullah Sofyan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian Leuwikopo dan di Laboratorium Mekanika

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

PERBEDAAN LAJU INFILTRASI PADA TANAH HUTAN DAN BUKAN HUTAN

PERBEDAAN LAJU INFILTRASI PADA TANAH HUTAN DAN BUKAN HUTAN PERBEDAAN LAJU INFILTRASI PADA TANAH HUTAN DAN BUKAN HUTAN SKRIPSI Oleh: Muhammad Iqbal Muttaqin Harahap 131201115/Budidaya Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan tanah untuk penelitian berupa tanah podsolik yang diambil dari Jasinga, Kabupaten Bogor. Pengambilan bahan tanah podsolik dilakukan pada minggu ke-3 bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI LERENG TERHADAP SIFAT FISIKA TANAH

PENGARUH POSISI LERENG TERHADAP SIFAT FISIKA TANAH Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 3 November 2016 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 PENGARUH POSISI LERENG TERHADAP SIFAT FISIKA TANAH Effect Of Slope Position To Soil Physical Properties Yusanto Nugroho

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR

ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR Harjuni Hasan 1*, Rinto Syahreza Pahlevi 1 Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah sebagai media tumbuh tanaman Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas yang mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik.

Lebih terperinci

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh : PERKEMBANGAN KEADAAN TEGAKAN TINGGAL DAN RIAI' DIAMETER POHON SETELAH PEMANENAN KAYU DENGAl\' SISTEM TPTI DI AREAL HPH PT. KlANI LESTARI KALIMANTAN TIMUR Oleh : ROUP PUROBli\1 E 27.0932.IURUSAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

Pembangunan Ekowisata

Pembangunan Ekowisata Pembangunan Ekowisata If,. '". DAFTARISI Bagian I. Ekonomi Sumberdaya Hutan Berkelanjutan di Hutan Produksi (Dudung Darusman & Bahruni Said)... 1 Bagian II. Pemanenan Hutan Berkelanjutan di Hutan Produksi

Lebih terperinci

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi dengan material pasir. Sampel tanah yang akan digunakan adalah dari daerah Belimbing Sari,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

Aah Ahmad Almulqu *, Elias **, Prijanto Pamoengkas ** *

Aah Ahmad Almulqu *, Elias **, Prijanto Pamoengkas ** * DAMPAK PEMANENAN KAYU DAN PERLAKUAN SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) TERHADAP POTENSI KARBON DALAM TANAH DI HUTAN ALAM TROPIKA (STUDI KASUS DI AREAL IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK)

Lebih terperinci

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat 1 Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Persebaran Perakaran Tanaman Sengon Laut (Praserianthes falcataria (L) Nielson Di Hutan Rakyat Kabupaten Tanah Laut Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG TANAH (SOIL BEARING CAPACITY) SAWAH DI PANTAI UTARA JAWA BARAT. Oleh: Asep Sapei

DAYA DUKUNG TANAH (SOIL BEARING CAPACITY) SAWAH DI PANTAI UTARA JAWA BARAT. Oleh: Asep Sapei DAYA DUKUNG TANAH (SOIL BEARING CAPACITY) SAWAH DI PANTAI UTARA JAWA BARAT Oleh: Asep Sapei Jurusan Teknik Pertanian FATETA-IPB Kampus IPB Darmaga, Po.Box 220, BOGOR 16002 Abstrak Lahan sawah yang maju

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya, Hampangen dan Hutan Penelitian (Central Kalimantan Peatland Project)

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI.

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. Oleh: Meizal Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK Universitas Islam Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Klasifikasi Tanaman Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr. memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh

Lebih terperinci

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. KARYA TULIS DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 1961 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Volume 12, Nomor 2, Hal. 13-18 ISSN 0852-8349 Juli Desember 2010 STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Yulfita Farni, Heri Junedi, dan Marwoto Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran Menurut Williams et al. (1993) budidaya sayuran meliputi beberapa kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Budidaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume tanah ini termasuk butiran padat dan pori-pori tanah diantara partikel tanah.

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

Sifat-sifat fisik tanah. Texture Structure Soil density Bulk density Moisture content Porosity Measurement methods

Sifat-sifat fisik tanah. Texture Structure Soil density Bulk density Moisture content Porosity Measurement methods Sifat-sifat fisik tanah Texture Structure Soil density Bulk density Moisture content Porosity Measurement methods Physical properties of a soil Karakteristik sifat fisik tanah dapat dilihat dengan mata

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH Tanah adalah salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari massa padat, cair, dan gas. Tanah

Lebih terperinci

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH (Dyera costulata Hook.f) YANG DITANAM PADA LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH DI KABUPATEN KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh/by SULAIMAN BAKRI Program Studi Budidaya Hutan

Lebih terperinci

IV. PEMADATAN TANAH. PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan :

IV. PEMADATAN TANAH. PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan : IV. PEMADATAN TANAH PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan : Maksud : Cara : Menumbuk Menggilas usaha secara mekanis agar bahan-bahan tanah lebih merata dan akan mengeluarkan udara yang ada dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

Cara koreksi kepadatan tanah yang mengandung butiran kasar

Cara koreksi kepadatan tanah yang mengandung butiran kasar Standar Nasional Indonesia Cara koreksi kepadatan tanah yang mengandung butiran kasar ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4 PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4 Dinda Wahyuni Venza Rhoma S Meiliana Larasati Rinaldo Pratama

Lebih terperinci

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK PENENTUAN BULK DENSITY Fauziah Mas ud Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK Bulk density merupakan berat suatu massa tanah per satuan

Lebih terperinci