KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT"

Transkripsi

1 KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA SUMATERA SELATAN Oleh : EDI WILSON E DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 Edi Wilson, E Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan Oleh Forwarder Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai : Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS dan Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc.F RINGKASAN Perkembangan sistem pemanenan hutan seiring dengan kemajuan teknologi serta konsep pengusahaan hutan modern memacu peningkatan penggunaan alat-alat berat kehutanan seperti traktor dalam kegiatan pengusahaan hutan. Terlepas dari beberapa kelebihan yang dimilikinya, penggunaan traktor dalam pemanenan hutan terutama dalam kegiatan penyaradan juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal dan tumbuhan bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kontak yang terjadi antara permukaan tanah dengan tapak roda traktor akan mengkibatkan terjadinya pemadatan tanah. Pemadatan tanah (Soil Compaction) merupakan proses pergerakan partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang lebih rapat satu sama lain. Pemadatan tanah terjadi karena adanya gaya tekan terhadap tanah (ground pressure) dan getaran yang dihasilkan oleh traktor. Semakin besar ground pressure yang dihasilkan maka semakin intensif proses pemadatan tanah yang terjadi. Pemadatan tanah merupakan fungsi dari jenis tanah, kadar air dan jenis lalu lintas yang ada di permukaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk ; memetakan pola jalan sarad forwarder dalam satu setting pemanenan di HTI, mengetahui tingkat kepadatan tanah pada jalan sarad akibat intensitas penggunaan forwarder dan menghitung persentase luas areal terpadatkan dalam satu setting pemanenan, mengetahui pengaruh pemberian serasah di jalur sarad terhadap kepadatan tanah, dan mengetahui respon pertumbuhan semai tanaman di tanah terpadatkan. Penelitian dilaksanakan di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Wilayah II Benakat, Sumatera Selatan (Setting IX Blok Teras Unit VIII Tebing Indah) pada Bulan Juli September Alat yang diamati dalam penelitian ini adalah 6- Wheel Forwarder Timberjack 1010D yang merupakan alat sarad di HPHTI tersebut. Contoh tanah diambil dengan menggunakan ring sample, plastik, pisau. Tinggi dan panjang akar tanaman diukur dengan menggunakan mistar. Contoh tanah dan contoh tanaman diproses lebih lanjut di Laboratorium R&D PT. MHP dan Laboratorium Mekanika Tanah Fateta IPB. Sedangkan analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Jurusan Tanah Faperta IPB. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari ; 1) Tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol), 2) Serasah, 3) Bibit Acacia mangium, Swietenia macrophylla dan Gmelina arborea. Rancangan penelitian yang digunakan untuk mengolah data respon kepadatan tanah dan pertumbuhan tanaman adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan jumlah rit dan tempat tanam tanaman. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon kepadatan tanah dan pertumbuhan tanaman dilakukan analisis ragam dan Uji Beda Nyata Duncan.

3 Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyaradan di HTI dengan menggunakan forwarder merupakan sistem penyaradan terencana dan terpola, dimana forwarder dalam menyarad sortimen kayu melewati tumpukan serasah (jalur sarad) yang telah disiapkan sebelumnya pada saat penebangan. Proses penyaradan dimulai dari ujung jalur sarad dan sortimen kayu disarad ke TPn yang berada di sekitar tepi jalan angkutan. Untuk rit selanjutnya, forwarder cenderung mengikuti jejak tapak roda dari rit penyaradan sebelumnya. Sortimen kayu disarad per jalur sarad dan baru pindah ke jalur sarad selanjutnya setelah semua sortimen kayu di jalur tersebut selesai disarad. Luas setting IX adalah 10,4 ha. Lebar jalur sarad adalah ± 5 meter dan jarak antar jalur sarad berkisar antara 13,5 meter sampai 15 meter. Jalur sarad terpanjang adalah ± 290 meter dan diperlukan 8 rit untuk menyarad semua sortimen kayunya ke TPn. Jumlah rit maksimum yang diterima jalur sarad adalah 28 rit dan areal di sekitar TPn dilewati forwarder lebih dari 30 rit. Hal ini dikarenakan ada salah satu jalur sarad yang berfungsi sebagai jalur utama/koridor. Jumlah rit total yang diperlukan untuk menyarad semua sortimen kayu dari setting IX adalah 108 rit. Luas areal yang dilewati forwarder (mengalami kenaikan kepadatan tanah) adalah ,80 m 2 yaitu sekitar 16 % (15,87 %) dari luas total setting. Hasil analisis data kerapatan massa tanah menunjukkan bahwa kepadatan tanah meningkat seiring dengan kenaikan intensitas penyaradan pada semua kedalaman baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Hal ini terlihat dengan naiknya nilai kerapatan massa tanah dan menurunnya nilai porositas tanah. Nilai kerapatan massa tanah pada tanah kontrol pada lapisan permukaan 0-5 cm, kedalaman 5-10 cm, dan kedalaman cm berturut-turut adalah 1,29 g/cm 3, 1,33 g/cm 3 dan 1,34 g/cm 3. Nilai ini meningkat pada rit pertama penyaradan, berturut-turut adalah 1,40 g/cm 3, 1,44 g/cm 3 dan 1,44 g/cm 3 pada jalur serasah dan 1,44 g/cm 3, 1,45 g/cm 3 dan 1,44 g/cm 3 pada jalur tanpa serasah. Kerapatan massa tanah terus meningkat hingga rit kelima, berturut-turut adalah 1,53 g/cm 3, 1,55 g/cm 3 dan 1,55 g/cm 3 pada jalur serasah dan 1,58 g/cm 3, 1,57 g/cm 3 dan 1,57 g/cm 3 pada jalur tanpa serasah dan cenderung konstan untuk rit-rit selanjutnya. Porositas tanah pada tanah kontrol adalah 51,41 % untuk lapisan permukaan 0-5 cm, 49,99% untuk kedalaman 5-10 cm dan 49,28% untuk kedalaman cm. Porositas tanah mengalami penurunan pada rit pertama penyaradan, berturut-turut adalah 48,22%, 46,90% dan 46,98% pada jalur serasah dan 45,73%, 45,12% dan 45,50% pada jalur tanpa serasah. Nilai porositas terus menurun hingga rit kelima, berturut-turut adalah 42,35%, 41,70% dan 41,36% pada jalur serasah dan 40,42%, 40,77% dan 40,91% pada jalur tanpa serasah dan cenderung konstan untuk rit-rit selanjutnya. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa intensitas penyaradan (rit) berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99 % terhadap kenaikan kepadatan tanah dan penurunan porositas tanah baik di jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Dari uji beda nyata Duncan terlihat bahwa kepadatan tanah dan porositas tanah berbeda nyata dengan kontrol pada rit pertama penyaradan baik pada jalur serasah maupun jalur tanpa serasah. Setelah rit ke-4, nilai kepadatan tanah dan porositas tanah cenderung konstan (tidak berbeda jauh dengan rit ke-4). ii

4 Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian serasah terhadap kepadatan tanah menunjukkan bahwa pemberian serasah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepadatan tanah dan porositas tanah. Hal ini diduga karena kondisi serasah yang sudah mengering sebelum proses penyaradan, karena penyaradan dilakukan 2 bulan setelah penebangan dan bertepatan dengan musim kering sehingga serasah langsung hancur ketika dilewati forwarder pada rit pertama dan kedua. Selain itu serasah tidak diatur rapi sehingga bergeser ke kiri dan kanan jalur sarad ketika dilewati forwarder. Kondisi ini menyebabkan fungsi serasah tidak optimal. Data hasil pengamatan respon pertumbuhan tiga jenis semai tanaman menunjukkan bahwa respon pertumbuhan semai pada tanah kontrol lebih baik dibandingkan dengan tanah bekas lintasan forwarder. Pertambahan tinggi Acacia mangium adalah 2,14 cm (kontrol) dan 1,49 cm (jalur sarad) ; pertambahan panjang akar adalah 3,45 cm (kontrol) dan 2,84 cm (jalur sarad) ; NPA adalah 2,197 (kontrol) dan 2,343 (jalur sarad). Pertambahan tinggi Swietenia macrophylla adalah 0,75 cm (kontrol) dan 0,56 cm (jalur sarad) ; pertambahan panjang akar adalah 1,57 cm (kontrol) dan 1,27 cm (jalur sarad) ; NPA adalah 1,544 (kontrol) dan 1,50 (jalur sarad). Pertambahan tinggi Gmelina arborea adalah 1,37 cm (kontrol) dan 1,17 cm (jalur sarad) ; pertambahan panjang akar adalah 2,66 cm (kontrol) dan 1,76 cm (jalur sarad) ; NPA adalah 0,745 (kontrol) dan 0,86 (jalur sarad). Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan untuk melihat pengaruh jalan sarad (tanah terpadatkan) terhadap respon pertumbuhan ketiga jenis semai tanaman terlihat bahwa tanah bekas jalan sarad forwarder tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hampir semua respon yang diamati, kecuali pada respon pertambahan panjang akar Gmelina arborea. Tanah bekas jalur sarad forwarder (tanah terpadatkan) memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang akar Gmelina arborea. iii

5 KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA SUMATERA SELATAN Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Oleh EDI WILSON E DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 iv

6 Judul : KEPADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN OLEH FORWARDER DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI : STUDI KASUS DI HPHTI PT. MUSI HUTAN PERSADA, SUMATERA SELATAN Nama : EDI WILSON Nrp : E Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc.F Tanggal : Tanggal : Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Tanggal : Tanggal Lulus : v

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang Laweh, Kec. Lembah Gumanti, Kab. Solok, Sumatera Barat pada tanggal 01 Januari 1979 sebagai putra pertama dari empat bersaudara buah kasih dari pasangan Bapak Dahyurial dan Ibu Yurnita Pendidikan formal penulis diawali dengan bersekolah pada sekolah dasar SD Inpres 5/81-4/82 Padang Laweh pada tahun 1985 dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMPN 1 Lembah Gumanti dan menyelesaikan studi pada tahun Kemudian penulis melanjutkan ke pendidikan menengah di SMUN 1 Lembah Gumanti dan lulus pada tahun Pada tahun 1998 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Sebagai bidang minat penulis memilih Sub Program Studi Pemanenan Hasil Hutan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyusun skripsi dengan judul : Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan oleh Forwarder dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai : Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan, dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS (ketua komisi pembimbing) dan Ir. Ujang Suwarna, M.Sc (anggota komisi pembimbing). vi

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan karya ilmiah dengan judul : Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan oleh Forwarder dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Semai : Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan. Meningkatnya penggunaan alat-alat berat kehutanan dalam kegiatan pengusahaan hutan terutama dalam pemanenan hutan khususnya kegiatan penyaradan, menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap lingkungan hutan seperti kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal dan tumbuhan bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kondisi ini tidak bisa diabaikan begitu saja karena akan merugikan dalam kegiatan pengusahaan hutan. Hal inilah yang mendasari penulis dalam melaksanakan penelitian dalam rangka penyusunan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini membahas mengenai pola pergerakan forwarder Timberjack 1010D dalam menyarad kayu, dampak penggunaan forwarder dalam kegiatan penyaradan terhadap kepadatan tanah, pengaruh pemberian serasah di jalur sarad terhadap kepadatan tanah, serta respon pertumbuhan semai Acacia mangium, Swietenia macrophylla dan Gmelina arborea di tanah padat. Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis dibantu oleh banyak pihak, mulai dari pelaksanaan penelitian di lapangan hingga rampungnya tulisan ini. Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah, Ibu, Adik-adik (Izal, Iwal, Feny) tercinta serta segenap keluarga atas doa, dukungan moril dan materil, serta bimbingan dan nasehatnya kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS (ketua komisi pembimbing) dan Bapak Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc.F (anggota komisi pembimbing) atas bimbingan dan arahannya semenjak penyusunan rencana penelitian hingga selesainya karya ilmiah ini. vii

9 3. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS dan Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si selaku dosen penguji. 4. Bapak Ir. Jajang Suryana, M.Sc (Sekretaris Departemen Hasil Hutan) atas semua bantuan dan dukungannya kepada penulis. 5. Seluruh pimpinan dan karyawan PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan. 6. Pimpinan dan karyawan PT. HALIDA atas fasilitas dan akomodasi selama pelaksanaan penelitian. 7. Seluruh pimpinan dan karyawan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. 8. Seluruh pimpinan dan karyawan Yayasan KEKAL Indonesia atas dukungan dan fasilitasnya selama penyusunan karya ilmiah ini. 9. Keluarga Cinangneng (Mas Gembong, Akuwied, Bayu, Kecuk, Aan, Finto, Ade, Arie da Vhotqha, Kojek, Yophie) atas dukungan dan kebersamaannya selama ini. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan mungkin mengandung banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang sangat diharapkan. Terima kasih. Bogor, September 2006 Penulis viii

10 DAFTAR ISI RINGKASAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... i vi vii ix xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 C. Hipotesis... 3 D. Manfaat Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyaradan Dalam Pemanenan Kayu Pengertian Penyaradan dan Sistem-Sistem Penyaradan Kayu Penyaradan dengan Menggunakan Traktor... 5 B. Pemadatan Tanah Sifat Fisik Tanah Pengertian Pemadatan Tanah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemadatan Tanah C. Pemadatan Tanah dan Pengaruhnya Terhadap Pemadatan Tanaman. 14 D. Sifat Fisik dan Biologi Tanaman Gmelina arborea Swietenia macrophylla King Acacia mangium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ix

11 B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan Alat C. Pelaksanaan Penelitian Memetakan Jalan Sarad Forwarder dalam Satu Setting Pemanenan Perhitungan Jumlah Rit Penyaradan yang Diterima Jalan Sarad Pengukuran Kepadatan Tanah Perhitungan Nilai Kepadatan Tanah Penentuan Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat D. Analisis Data Pengaruh Jumlah Rit Penyaradan Terhadap Tingkat Kepadatan Tanah Pengaruh Kepadatan tanah/jalan Sarad forwarder Terhadap Pertumbuhan Tanaman IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak, Luas dan Keadaan Wilayah B. Topografi C. Geologi dan Jenis Tanah D. Hidrologi E. Iklim F. Kondisi Vegetasi Hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemetaan Pola Jalan Sarad B. Kepadatan Tanah Akibat Penyaradan C. Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Padat VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR GAMBAR Teks Halaman Gambar 1. Gaya Tekan Pada Gambar 2. Skema Jalan Sarad forwarder Gambar 3. Bagan Tahapan Kegiatan Penelitian Gambar 4. Titik-titik Pengambilan Sampel Tanah Gambar 5. Bagan Alur Langkah Kerja Penelitian Gambar 6. Penyaradan Dengan Menggunakan Forwarder 1010D Gambar 7. Pola Jalur Sarad Forwarder Gambar 8. Spesifikasi Forwarder 1010D Gambar 9. Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah Dengan Intensitas Penyaradan Pada Tiga Tingkat Kedalaman.. 45 Gambar 10. Grafik Hubungan Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa Serasah Dengan Intensitas Penyaradan pada Tiga Tingkat Kedalaman Gambar 11. Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada Jalur Serasah pada Tiga Kedalaman Gambar 12. Grafik Hubungan Porositas Dengan Intensitas Penyaradan pada Jalur Tanpa Serasah pada Tiga Kedalaman Gambar 13. Respon Pertumbuhan Rata-rata Acacia mangium pada Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik Gambar 14. Respon Pertumbuhan Rata-Rata Swietenia macrophylla Pada Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik Gambar 15. Respon Pertumbuhan Rata-rata Gmelina arborea pada Tanah Bekas Jalur Sarad dan Tanah Tidak Terusik Gambar16. Lokasi Penanaman Tanaman Acacia Mangium Gambar17. Lokasi Penanaman Tanaman Swietenia macrophylla Gambar18. Lokasi Penanaman Tanaman Gmelina arborea Gambar 19. Respon Pertumbuhan Tanaman Acacia mangium pada Bekas Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm 3 ) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32 g/cm 3 ) Setelah 2 Bulan Penanaman Gambar 20. Respon Pertumbuhan Tanaman Swietenia macrophylla pada Bekas Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm 3 ) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32 g/cm 3 ) Setelah 2 Bulan Penanaman.. 63 xi

13 Gambar 21. Respon Pertumbuhan Tanaman Gmelina arborea pada Bekas Jalan Sarad (bulk density 1,49 g/cm 3 ) dan Tanah Tak Terusik (bulk density 1,32 g/cm 3 ) Setelah 2 Bulan Penanaman xii

14 DAFTAR TABEL Teks Halaman Tabel 1 Batas Areal Kerja Tiap Kelompok Hutan Tabel 2 Luasan KH Berdasarkan Kelas Kemiringan Lahan Tabel 3 Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Tabel 4 Perhitungan Luas Areal Terpadatkan Akibat Penyaradan pada Setiap Intensitas Penyaradan Tabel 5 Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan di Jalur Serasah Tabel 6 Rata-rata Kerapatan Massa Tanah dan Porositas Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan di Jalur Tanpa Serasah Tabel 7 Analisis Ragam Pengaruh Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) terhadap Tingkat Kepadatan Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman. 46 Tabel 8 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah Tabel 9 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Serasah Tabel 10 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman cm pada Jalur Serasah Tabel 11 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Tanpa Serasah Tabel 12 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Tanpa Serasah Tabel 13 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Kepadatan Tanah pada Kedalaman cm pada Jalur Tanpa Serasah Tabel 14 Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat Kepadatan Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa Serasah Tabel 15 Model Hubungan Antara Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas Tanah pada Jalur Serasah dan Jalur Tanpa Serasah xiii

15 Tabel 16 Analisis Ragam Pengaruh Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) terhadap Porositas Tanah pada Tiga Tingkat Kedalaman Tabel 17 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Serasah Tabel 18 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Serasah Tabel 19 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman cm pada Jalur Serasah Tabel 20 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 0-5 cm pada Jalur Tanpa Serasah Tabel 21 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman 5-10 cm pada Jalur Tanpa Serasah Tabel 22 Uji Beda Nyata Duncan Pengaruh Intensitas Penyaradan (rit) Terhadap Porositas Tanah pada Kedalaman cm pada Jalur Tanpa Serasah Tabel 23 Analisis Ragam Pengaruh Penggunaan Serasah terhadap Tingkat Kepadatan dan Porositas Tanah Tabel 11 Rata-rata Respon Pertumbuhan Semai pada Tanah Padat dan Tanah Kontrol Tabel 13 Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Tanaman di Tanah Tak Terusik (Kontrol) dan Jalur Sarad xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 2. Data Pengukuran Pola Jalur Sarad Forwarder Lampiran 3. Jumlah Rit Penyaradan Tiap Jalur Sarad Lampiran 4. Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Tanah Tidak Terusik (Kontrol) Lampiran 5. Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Jalur Serasah Lampiran 6. Hasil Kerapatan Massa Tanah pada Berbagai Intensitas Penyaradan pada Jalur Tanpa Serasah Lampiran 7. Data Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Tidak Terusik (Kontrol) Lampiran 8. Data Respon Pertumbuhan Tanaman di Tanah Bekas Jalur Sarad Forwarder Lampiran 9. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Serasah Lampiran10. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Tingkat Kerapatan Massa Tanah pada Jalur Tanpa Serasah Lampiran11. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas Tanah pada Jalur Serasah Lampiran12. Analisis Ragam Hubungan Intensitas Penyaradan (rit) Dengan Porositas Tanah pada Jalur Tanpa Serasah Lampiran13. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan Tingkat Kerapatan Massa Tanah Lampiran14. Analisis Ragam Hubungan Pemberian Serasah Dengan Porositas Tanah Lampiran15. Uji lanjut Duncan Lampiran16. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Acacia mangium pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder Lampiran17. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Swietenia macrophylla pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder Lampiran18. Analisis Ragam Respon Pertumbuhan Semai Gmelina arborea pada Tanah yang Dilewati Forwarder dan Tanah yang Tidak Dilewati Forwarder xv

17 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanenan hutan merupakan salah satu tahap penting dalam kegiatan pengelolaan hasil hutan, yang pada dasarnya merupakan proses pengaktualisasian nilai hutan (nilai kayu). Karena potensi kayu di dalam hutan belum bernilai ekonomi secara nyata sebelum kayu tersebut dikeluarkan dari dalam hutan (dipanen) dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan umat manusia. Secara umum kegiatan pemanenan hutan terdiri dari tahapan perencanaan pembukaan wilayah hutan (PWH) seperti perencanaan jalan sarad dan penentuan lokasi TPn, penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. Perencanaan pemanenan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemilihan sistem pemanenan, alat yang digunakan, jumlah tenaga kerja, biaya, luas setting pemanenan, minimalisasi dampak sehingga tercapai proses pemanenan hutan yang optimal. Perkembangan sistem pemanenan hutan dan kemajuan teknologi serta konsep pengusahaan hutan modern memacu peningkatan penggunaan alat-alat berat kehutanan seperti traktor dalam kegiatan pengusahaan hutan. Menurut Suparto (1979) penggunaan traktor dalam pemanenan hutan memiliki beberapa keuntungan dibanding cara manual antara lain : 1. Traktor dapat bergerak dengan leluasa di antara pohon inti pada sistem tebang pilih. 2. Traktor dapat digunakan dengan aman hingga kelerengan 40%. 3. Traktor dapat digunakan untuk jarak sarad yang cukup panjang. 4. Traktor memiliki titik berat yang rendah. Walaupun memiliki beberapa kelebihan, penggunaan traktor dalam pemanenan hutan terutama dalam penyaradan juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa kerusakan vegetasi hutan (tegakan tinggal dan tumbuhan bawah) dan kerusakan tanah terutama pemadatan tanah. Kontak yang terjadi antara permukaan tanah dengan tapak traktor akan mengakibatkan pemadatan tanah. 1

18 Pemadatan tanah (Soil Compaction) merupakan proses pergerakan partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang lebih rapat satu sama lain (Markwick, 1944 dalam Matangaran, 1992). Kerusakan areal berupa pemadatan tanah ini dapat diakibatkan oleh aktivitas manusia dan aktivitas alat berat yang digunakan pada saat pemanenan baik pada tahap penyaradan maupun pengangkutan. Pemadatan tanah terjadi karena adanya gaya tekan terhadap tanah (ground pressure) dan getaran yang dihasilkan oleh traktor. Ground pressure yang dihasilkan oleh alat berat diukur dari berat alat rata-rata dibagi dengan setiap inchi kuadrat luas tanah yang menopang alat tersebut. Semakin kecil luas permukaan tanah yang menopang akan menyebabkan semakin besarnya ground pressure yang dihasilkan dan semakin intensif proses pemadatan tanah yang terjadi. Tingkat kepadatan tanah akan berkorelasi negatif dengan pertumbuhan tanaman. Pemadatan tanah akan mengganggu dan sangat berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Tanah yang terpadatkan akan mengganggu penetrasi akar tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan terhambat. Keadaan seperti ini memerlukan pemecahan yang serius karena sangat merugikan dalam kegiatan pengusahaan hutan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan alat berat kehutanan terhadap kerusakan tanah hutan. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memetakan pola jalan sarad forwarder dalam satu setting pemanenan HTI. 2. Mengetahui tingkat kepadatan tanah pada jalan sarad akibat intensitas penggunaan forwarder dan persentase luas tanah yang terpadatkan dalam satu setting pemanenan. 3. Mengetahui pengaruh pemberian serasah terhadap kepadatan tanah. 4. Mengetahui respon pertumbuhan semai jenis cepat tumbuh di tanah padat. 2

19 C. Hipotesis 1. Penggunaan alat berat penyaradan (forwarder) akan meningkatkan kepadatan tanah. 2. Pemberian serasah di jalan sarad akan mengurangi tingkat kepadatan tanah. 3. Pertumbuhan semai jenis cepat tumbuh di tanah padat akan terganggu. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan forwarder sebagai alat sarad pada kegiatan pemanenan hutan di HTI terhadap kerusakan tanah terutama pemadatan tanah dan pengaruhnya terhadap respon pertumbuhan tanaman sehingga pada akhirnya dapat dijadikan dasar untuk perencanaan pembuatan setting jalan sarad. 3

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyaradan Dalam Pemanenan Kayu 1. Pengertian Penyaradan dan Sistem-Sistem Penyaradan Kayu Brown (1958), mendefisinikan penyaradan sebagai suatu kegiatan pemindahan log dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau Landing. Juta (1954), mendefinisikan penyaradan sebagai suatu kegiatan pemindahan kayu dari tempat penebangan atau tunggak ke tempat pengumpulan kayu (TPn) di tepi jalan, jalan rel atau tepi sungai dan Wackerman (1949), mendefinisikan penyaradan sebagai kegiatan memindahkan kayu (log) dari lokasi yang tidak menguntungkan bagi kayukayu tersebut ke satu titik pengumpulan dari suatu sistem pengangkutan primer. Penyaradan (minor transportation) dimulai saat kayu diikatkan ke rantai penyarad di tempat tebangan kemudian disarad ke tempat tujuannya (TPn, tepi sungai, tepi jalan rel atau tepi jalan mobil, landing) dan berakhir setelah kayu dilepaskan dari rantai penyarad (Elias, 1980). Secara umum berdasarkan sortimen kayu yang disarad dikenal tiga sistem penyaradan, yaitu : 1. Short wood system 2. Tree length system 3. Full tree system Sistem penyaradan kayu ditinjau dari bentuk kayu yang dihasilkan (Suparto, 1979; Elias, 1980; United Tractor, 1993) dibagi menjadi : 1) Cut to length system (short wood method) adalah sistem penyaradan dimana kayu hasil tebangan disarad ke TPn dalam bentuk sortimen tertentu, cabang, ranting dan daun ditinggal di areal tebangan. 2) Tree length system adalah sistem penyaradan dimana kayu-kayu hasil tebangan cabang, ranting dan daunnya dipangkas di lokasi penebangan, kemudian disarad ke TPn dalam bentuk sortimen menurut panjang batang. 3) Full tree system adalah sistem penyaradan dimana kayu-kayu hasil tebangan masih berbentuk pohon utuh, kemudian disarad ke TPn, 4

21 sedangkan proses pemangkasan cabang dan pembagian batang menjadi sortimen tertentu dilakukan di TPn. Juta (1954), mengemukakan bahwa berdasarkan tenaga kerja yang dipakai pada sistem penyaradan dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut : 1) Penyaradan non mekanis, terdiri dari : a) Penyaradan dengan tenaga manusia dengan dipikul, ditarik, digulingkan dan didorong. b) Penyaradan dengan memakai tenaga hewan, yaitu : kuda, keledai, sapi dan gajah. c) Penyaradan dengan menggunakan gaya berat. 2) Penyaradan mekanis, terdiri dari : a) Penyaradan dengan kabel. b) Penyaradan dengan traktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem penyaradan (Brown, 1958) adalah sebagai berikut : 1) Ukuran kayu dan sifat kayu. 2) Topografi. 3) Pertimbangan silvikultur. 4) Pertimbangan iklim. 5) Jarak ke tempat pengangkutan. 2. Penyaradan Dengan Menggunakan Traktor Penyaradan kayu dengan traktor adalah proses pemindahan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan dengan menggunakan alat utama traktor atau skidder (Wackerman, 1949 ). Simmons (1951), mengemukakan beberapa faktor ekonomi yang harus diperhatikan dalam penggunaan traktor sebagai alat sarad, yaitu : 1) Investasi besar. 2) Memerlukan kerja yang kontinyu untuk menghindari biaya penyusutan yang besar. 3) Untuk mengimbangi biaya traktor, pekerjaan penebangan dan pembagian batang harus ditingkatkan. 4) Diperlukan tenaga kerja dengan keahlian yang tinggi. 5

22 5) Biaya per unit tanpak lebih tinggi dibanding dengan sistem lain untuk kegiatan kayu pendek. Cara penyaradan yang sering digunakan dalam pemanenan kayu di luar Jawa adalah dengan menggunakan traktor. Pada penyaradan dengan traktor, posisi kayu yang disarad sebagian atau seluruhnya bersentuhan dengan tanah. Traktor yang digunakan adalah traktor berban karet (wheel skidder) atau traktor berban ulat (crawler) (Suparto, 1979). Keuntungan penggunaan traktor menurut Suparto (1979) adalah : 1) Dapat bergerak leluasa di antara pohon inti pada sistem tebang pilih. 2) Dapat digunakan dengan aman sampai kelerengan 40%. 3) Dapat digunakan pada jarak sarad yang cukup panjang. 4) Traktor memiliki titik berat yang rendah. Kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan traktor berupa kerusakan vegetasi hutan dan kerusakan fisik tanah hutan. Kerusakan fisik tanah hutan berupa erosi dan run off lebih besar pada jalan sarad yang baru dilakukan penyaradan dibandingkan dengan jalan sarad yang telah ditinggalkan selama 2 tahun dan 3 tahun (Ruslan, 1979). Kerusakan berupa peningkatan kerapatan limbak tanah menyebabkan rusaknya habitat binatang tanah (Tinambunan, 1987). Kerapatan limbak tanah pada bekas jalan sarad ke dalaman 0-5 cm untuk jenis tanah podsolik merah kuning dapat mencapai 1,67 g/cm 3. Menurut Conway (1976) keuntungan dari forwarding adalah : 1) Dapat memuat sendiri, daya angkut besar dan jarak sarad lebih jauh. 2) Kerusakan log yang diangkut lebih rendah. 3) Dapat digunakan dalam kegiatan penjarangan. 4) Dapat mengangkut kayu dengan jalan angkutan yang lebih cepat bila dibanding dengan cara ground skidding. 5) Produktivitas dan biaya tidak disebabkan ukuran log yang disarad karena ukuran muatan relatif sama. 6) Alat sarad dapat digunakan sebagai alat transportasi dan muat bongkar. 6

23 B. Pemadatan Tanah 1. Sifat fisik Tanah Sifat fisik tanah hutan telah lama diyakini oleh para peneliti sebagai faktor yang penting dalam proses pertumbuhan tegakan. Tanah merupakan suatu sistem dinamis yang secara fisik terdiri dari tiga macam bahan yaitu padatan, cairan dan gas. Komposisi ketiga bahan penyusun tanah tergantung dari jenis tanah dan kondisi lingkungan, sehingga ketiga bahan penyusun tanah ini saling tergantung satu dengan yang lainnya. Hubungan ketiga bahan penyusun tanah tersebut menunjukkan sifat-sifat fisik tanah (Hillel, 1980). Secara geologis tanah merupakan bahan organik pada suatu permukaan yang terpengaruh cuaca atau lapisan atas (Top soil) (Smith, 1992). Hardjowigeno (1992) menyatakan bahwa tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat. Dalam klasifikasi tanah (taksonomi tanah) tingkat famili, kasar halusnya tanah ditunjukkan oleh sebaran ukuran butir (particle size distribution) yang merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur tanah. Menurut Soedarmo dan Prayoto (1985) bahwa terdapat hubungan yang erat antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah lain, seperti kapasitas tukar kation, porositas, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas. Struktur tanah menurut Hardjowigeno (1992) adalah gumpalan kecil dari butir-butir pasir, debu dan liat yang terikat satu sama lainnya oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Tanah yang berstruktur baik (remah atau granuler) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah bentuknya membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat. Di samping itu struktur tanah halus tidak mudah rusak (mantap), sehingga pori-pori tanah tidak cepat tertutup bila terjadi hujan. Porositas (porosity) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume atau isi dari butir tanah dengan volume dari tanah seluruhnya (Smith, 1992). Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik (porositas tanah 7

24 tinggi bila kandungan bahan organik tinggi), struktur tanah dan tekstur tanah. Tanah-tanah yang memiliki struktur remah (granuler) mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang memiliki struktur pejal (massive) (Hardjowigeno, 1992). Kerapatan kering (dry density) merupakan keadaan khusus dari kerapatan menyeluruh (bulk density) suatu tanah, dengan menganggap air dihilangkan seluruhnya dari tanah tersebut. Nilai kerapatan kering dihitung dari nilai kerapatan menyeluruh dan nilai kadar air. Tingkat kepadatan tanah umumnya diukur dari nilai kerapatan kering (Smith, 1992). Tingkat pemadatan tanah diukur dari nilai kerapatan kering tanah yang dipadatkan. Nilai kerapatan kering dari suatu tanah akan naik bila kandungan air dalam tanah tersebut meningkat (Das, 1993). 2. Pengertian Pemadatan Tanah Pemadatan tanah biasanya didefenisikan sebagai peningkatan kerapatan limbak tanah, merapatnya partikel-partikel solid tanah, dan penurunan nilai porositas tanah (Glinski and Lipiec,1990 dalam Jorge et. al, 1992). Pemadatan tanah dalam arti sebenarnya yang diinginkan adalah untuk fondasi jalan angkutan, sedangkan pemadatan tanah hutan atau pertanian akibat pergerakan kendaraan seperti traktor tidak diinginkan. Dari sudut pandang teknik (engineering) pemadatan tanah cenderung meningkatkan kekuatan tanah (shear strength) dan menurunkan kompresibilitas tanah (Craig, 1983 dalam Jorge et. al, 1992). Dari sudut pandang pertanian (agricultural), kepadatan tanah cenderung untuk menurunkan kuantitas air dan unsur hara yang dibutuhkan akar tanaman dalam tanah (Bowen, 1981 dalam Joerge et. al. 1992). Kepadatan tanah (soil compaction) merupakan proses pergerakan partikel-partikel tanah yang secara mekanis bergerak ke posisi keadaan yang lebih rapat satu sama lain. Pemadatan tanah merupakan fungsi dari jenis tanah, kadar air dan jenis lalu lintas yang ada di permukaan tanah. Pada tiap lintasan traktor cenderung terjadi pemadatan tanah pada bekas lintasan ban dan akan semakin menjadi padat pada lintasan berikutnya. Pukulan air hujan dan injakan kaki hewan pada tanah merupakan gaya yang dapat memadatkan tanah (Miles dalam Abbas, 1990). 8

25 Menurut Markwick (1944) dalam Matangaran (1992), pemadatan tanah itu adalah proses dimana partikel-partikel tanah secara mekanis bergerak ke posisi yang lebih rapat satu sama lain. Tingkat kepadatan tanah yang yang dicapai dinyatakan dalam kg/m 3. Herujito dalam Abbas (1990) mengistilahkan pemadatan tanah dengan kekompakan yaitu kenaikan kerapatan limbak tanah sebagai akibat dari beban atau tekanan yang dialami oleh tanah tersebut. Untuk menduga tingkat pemadatan tanah hutan yang terjadi, dilakukan dengan pengukuran kerapatan limbak tanahnya (Hamzah, 1983). Poerwowidodo (1992) mengemukakan kerapatan limbak tanah dapat digunakan sebagai petunjuk tidak langsung aras kepadatan tanah. Kepadatan tanah akan langsung mengendalikan kesarangan tanah, kapasitas sekap air, dan penerobosan perakaran tanaman ke dalam tubuh tanah untuk mengintensifkan penyerapan udara, air dan hara. Pada aras kepadatan tanah yang tinggi, dapat mengganggu perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman. Greacen dan Sans (1986) dalam Sambas (1994) mengatakan bahwa pemadatan tanah hutan setelah kegiatan pembalakan secara mekanik terjadi karena adanya gaya tekan dan getaran alat-alat seperti traktor. Menurut Sowers dan Sowers dalam Gaultney et. al., (1982), perubahan tingkat kepadatan tanah disebabkan oleh gaya dari luar maupun dari dalam tanah sendiri. Gaya dari dalam berupa pengeringan, pengembangan maupun pendinginan tanah, sedangkan gaya dari luar dikenakan pada tanah oleh kegiatan yang ada pada permukaan tanah. Pemadatan tanah sebagai akibat bekerjanya suatu alat berat berkaitan erat dengan gaya tekan terhadap tanah dari alat yang bersangkutan. Gaya tekan terhadap tanah merupakan faktor kunci proses terjadinya pemadatan tanah. Gaya tekan (ground pressure) diukur dari berat alat rata-rata dibagi luas permukaan tanah yang menopang alat tersebut. Semakin kecil luas permukaan tanah yang menopang, akan semakin besar gaya tekan pada tanah yang dihasilkan. Semakin besar gaya tekan pada tanah semakin intensif proses pemadatan yang terjadi (Lowman et. al. dalam Matangaran, 1992). Kepadatan tanah diketahui dari perhitungan pengaruh jumlah rit terhadap kerapatan limbak tanah. Hasil perhitungan tersebut dibandingkan dengan 9

26 kerapatan limbak tanah yang tidak dilalui traktor (tanah tidak terusik) sebagai gambaran tegakan hutan tumbuh pada kondisi kerapatan limbak tanah di TPn diukur juga. Kriteria Hovland et. al. (1966) dalam Hamzah (1983), yaitu hasil dari penyaradan 1-2 rit tergolong kerapatan longgar. Penyaradan 3-32 rit kerapatan sedang kecuali pada penyaradan 27 rit, dan lebih dari 33 rit termasuk tanah padat (compact soil). 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemadatan Tanah Pergerakan traktor melewati permukaan tanah akan menghasilkan tekanan ban atau roda traktor yang cenderung memadatkan lapisan atas tanah (topsoil). Tingkat kepadatan tanah yang disebabkan oleh traktor tergantung pada rit yang dilewati traktor, berat traktor, tipe ban atau roda, tekanan ban terhadap tanah, kandungan air tanah, dan kecepatan traktor (Glinski and Lipiec,1990 dalam Jorge et.al, 1992). Efek utama yang dihasilkan oleh tekanan ban traktor terhadap tanah adalah penurunan daya aliran air tanah (hydraulic conductivity), peningkatan kepadatan tanah (bulk density) dan penurunan porositas tanah (Klute and Jacob, 1949 dalam Jorge, 1992) dan perubahan dalam status aerasi tanah, perubahan dalam karakteristik air tanah, dan menghalangi penetrasi akar (Glinski dan Lipiec, 1990 dalam Jorge et.al, 1992). Jumikis dalam Abbas (1990), menjelaskan pemadatan tanah tergantung kadar air, jumlah energi pemadatan dan sifat alami tanah. Menurut Raghavan et. al; Mekyes dalam Abbas (1990), bahwa di samping jumlah lintasan, besar tekanan pada tanah setiap lintasannya menentukan besarnya kepadatan tanah yang terjadi. Gaultney et. al. dalam Solihin H. Z. (1995), menyatakan ada empat faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya pemadatan tanah yaitu penggunaan lahan untuk penanaman yang terus menerus, melakukan kegiatan pada lahan yang terlalu dini sementara kelembaban tanah tinggi, penggunaan traktor dan peralatannya yang terlalu berat dan kurangnya penggunaan limbah hewan pada pertanian. Lenhard (1986) dalam Matangaran (1992), meneliti tingkat kepadatan tanah akibat intensitas penggunaan alat penyarad traktor beroda karet. Luas areal percobaan 0,25 ha, contoh tanah diambil dari bekas jejak roda traktor 10

27 tanpa muatan pada berbagai intensitas penyaradan yaitu 0, 1, 2, 4, 8, 16, dan 32 rit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kerapatan limbak tanah menunjukkan nilai maksimum pada intensitas 4 rit. Di atas intensitas 4 rit tersebut ternyata nilai kerapatan limbak tanahnya menjadi konstan. Markwick dalam Matangaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dasar dari pemadatan tanah, yaitu : 1) Kerapatan limbak tanah merupakan ukuran kerapatan partikel tanah. 2) Secara umum pengeluaran air tanah dapat meningkatkan volume bagian padatnya dan pemadatan merupakan peningkatan kerapatan partikel tanah. 3) Pada kondisi kadar air tanah tertentu, kepadatan tanah akan bertambah jika daya pemadatan bertambah dan laju pertambahannya akan menurun sampai udara sisa di dalam tanah kurang dari 3%. 4) Jika tanah diberi pemadatan pada variasi kadar air yang berbeda maka akan terdapat kerapatan limbak maksimum tanah tersebut pada kadar air tertentu. Kadar air ini merupakan kadar air optimum. 5) Kerapatan limbak tanah maksimum dan kadar air optimum bervariasi antara tipe tanah dan besarnya daya pemadatan tanah yang diberikan. 6) Penggilasan tanah bermanfaat bagi tanah yang relatif kering dan digilas pada kadar air di bawah optimum. 7) Penggilasan terhadap tanah liat yang sangat lunak akan mengaduk tanah tersebut dan hasilnya akan merusak tanah. 8) Kenaikan kepadatan tanah akan meningkatkan pula kekuatan dan stabilitas tanah dan mengurangi penurunan tanah. Kemampuan menyerap air menjadi menurun dengan meningkatnya kepadatan tanah. 9) Umumnya efektivitas peralatan pemadatan tanah menurun dengan bertambah tebalnya/dalamnya lapisan tanah yang dipadatkan. Itulah sebabnya diperlukan pemadatan tanah lapis demi lapis dan tiap lapis tidak terlalu tebal. 10) Jika semua faktor sama, makin berat alat pemadat tanah makin efektif pemadatan tanah dan makin dalam tanah yang ikut terpadatkan. Lowman et. al. dalam Matangaran (1992) mengemukakan bahwa tingkat pemadatan tanah yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu tergantung dari 11

28 sifat fisik tanah dan daya luar yang bekerja pada tanah tersebut. Sifat-sifat tanah hutan bervariasi dalam tekstur, struktur, kandungan mineral, kandungan bahan-bahan organik, dan kadar air. Interaksi dari sifat-sifat tersebut pada suatu tanah hutan tertentu menentukan perubahan tingkat kepadatan tanah yang akan terjadi akibat aktivitas pemanenan kayu. Hamzah (1983) mengemukakan bahwa untuk menduga derajat pemadatan tanah hutan akibat pembalakan, dapat dilakukan dengan mengukur kerapatan limbak tanahnya. Kerapatan limbak tanah ada kaitannya dengan kedudukan alamiah, yaitu berat tanah itu tiap satuan volume (g/cm 3 ) dalam keadaan belum terganggu. Hovland et. al., (1966) dalam Hamzah (1983) membedakan kelas pemadatan tanah sebagai berikut : 1) Tanah longgar (loose soil) dengan kerapatan limbak tanah 0,9-1,3 g/cm 3 2) Tanah normal (normal soil) dengan kerapatan limbak tanah 1,3-1,5 g/cm 3 3) Tanah padat (compact soil) dengan kerapatan limbak tanah 1,5-1,8 g/cm 3 Menurut Buckman dan Brady (1964), tingkat kepadatan tanah erat kaitannya dengan kerapatan massa tanah (bulk density) dan kerapatan butir tanah (particle density). Semakin tinggi kerapatan massa tanah dan kerapatan butir tanah maka semakin padat tanah tersebut (Hamzah, 1983). Gaya tekan pada tanah dari manusia, hewan dan beberapa tipe mesin penyarad dapat dilihat pada Gambar 1. (Adams dan Froehlich dalam Matangaran, 1992), tetapi gaya tekan pada tanah tidak merupakan petunjuk penting tentang kepadatan yang diduga. Getaran, dynamic pressure selama bermuatan dapat menghasilkan tingkat pemadatan yang relatif tidak menunjukkan respon yang berbeda antara gaya tekan pada tanah oleh hewan dan alat mesin. Pemadatan tanah yang terjadi akibat pemanenan kayu ternyata menyebabkan kerusakan fisik tanah hutan. Bila hal ini terjadi dan diserahkan pada alam saja akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya. 12

29 Gaya Tekan Pada Tanah(lb/inc2) Manusia Crawler Kuda Rubber Tire Skidder Gambar 1. Gaya Tekan Pada Tanah Manusia, Crawler, Kuda dan Rubber Tired Skidder (Adams dan Froehlich dalam Matangaran, 1992) Koshi dan Fryrear (1973) mengadakan penelitian tentang efek dari lintasan traktor, pemberian serasah (mulch) dan konfigurasi tempat tumbuh benih pada tanah. Kepadatan tanah dilihat pada tiga ke dalaman yaitu 0-7.5, , dan cm pada lintasan traktor baik yang diberi serasah maupun yang tidak diberi serasah. Serasah terdiri dari tiga ukuran yaitu 0.56, 11.2, dan 22.4 ton/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian serasah besar dari 11.2 ton/ha secara signifikan menurunkan kepadatan tanah, meningkatkan hydraulic conductivity, porositas tanah, kandungan bahan organik tanah pada lintasan traktor pada ke dalaman 15 cm. Peningkatan kandungan bahan organik dan porositas, penurunan kepadatan tanah cenderung memperbaiki hubungan antara tanah-air-tanaman. Faktor yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah pada tanah hutan adalah kegiatan pembalakan secara mekanis yang akan merusak struktur tanah. Penggunaan input tenaga mekanis dalam waktu tertentu dapat berakibat buruk terhadap produktivitas tanah dan pertumbuhan tanaman khususnya perakaran (Lumintang dan Hidayat, 1982). Pengoperasian alat-alat berat menyebabkan perubahan sifat sifat tanah yang bervariasi pada berbagai jenis tanah. Perubahan ini akan menyebabkan pengaruh terhadap produktivitas hutan. Laju pertumbuhan benih dan tegakan akan berkurang, serta memberi pengaruh yang berjangka panjang terhadap produktivitas tanah hutan (Matangaran, 1992). Pengawasan atau pembatasan lalu lintas traktor di atas permukaan tanah adalah metode manajemen yang penting yang bisa digunakan untuk 13

30 meminimalisasi pemadatan tanah (Gupta and Larson, 1985 dalam Jorge et. al, 1992). C. Pemadatan Tanah dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Traktor berban karet yang digunakan untuk pemanenan kayu bisa menyebabkan kepadatan tanah dan meninggalkan bekas tapak roda traktor yang mengganggu pertumbuhan pohon (Dickerson, 1976; Froehlich, 1978 dalam Wronski, 1984). Efek ini muncul dari meningkatnya kekuatan tanah (soil strength) dan menurunnya aerasi tanah, kedua hal ini akan menghalangi pertumbuhan akar baru (Russel and Goss, 1974; Greacen and Sands, 1980 dalam Wronski, 1984). Selain mengganggu pertumbuhan akar, pemadatan dan perusakan tanah akan merubah sifat/bentuk fisik tanah (physical properties) yang mengakibatkan terjadinya run off dan erosi tanah (Wooldridge, 1960 dalam Wronski, 1984). Penggunaan traktor untuk menyarad kayu akan meningkatkan kepadatan tanah, dan diduga dengan meningkatnya kepadatan tanah ini menyebabkan pertumbuhan anakan pohon akan terganggu. Beberapa penelitian tentang hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kepadatan tanah dan pertumbuhan akar tanaman. Hill dan Cruse (1985) mengemukakan bahwa meningkatnya kepadatan tanah menyebabkan pertumbuhan akar tanaman terganggu, terutama untuk pertumbuhan anakan pohon sampai dengan kedalaman 5 cm. Matangaran (1992) menyatakan bahwa nilai kritis kerapatan limbak tanah terhadap pertumbuhan benih adalah 1,4 g/cm 3, sedangkan kerapatan limbak tanah 1,3 g/cm 3 sudah memberikan respon yang jelek terhadap pertumbuhan benih. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa sebaiknya hanya dilakukan penyaradan 2 rit saja. Jika lebih dari 2 rit pada jalan sarad yang sama maka benih alami yang jatuh dan berkecambah kemungkinan sangat terganggu pertumbuhannya dan kemungkinan akan mati. Dengan adanya tekanan traktor pada tanah, elemen tanah akan tertekan sampai mencapai keseimbangan baru, sebagai akibatnya tanah menjadi padat dan kerapatan limbak tanahnya bertambah. Kepadatan adalah penyebab kerusakan fisik tanah. Pada tanah yang padat ruang pori yang berisi air dan 14

31 udara kecil, sehingga porositasnya rendah. Air dan udara sukar bergerak melalui tanah, karena hanya sedikit pori-pori yang berukuran besar. Penyediaan air dan oksigen untuk pertumbuhan tanaman sangat erat dengan jumlah dan ukuran pori-pori tanah. Di musim hujan, pada kerapatan limbak tanah yang tinggi menyebabkan aliran permukaan tinggi, akibatnya air tidak bisa diserap secara optimal oleh tanah. Bertambahnya berat isi dan berkurangnya porositas total berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman (Lutz dan Chandler, 1985; Matangaran, 1992). Penurunan variabel respon pertumbuhan tanaman terjadi seiring dengan kepadatan tanah yang semakin tinggi dan porositas tanah yang semakin randah (Matangaran, 1992). Penetrasi akar yang terhambat akan mengakibatkan berat, volume dan panjang akar tanaman menurun dengan meningkatnya tingkat kepadatan tanah (Hamzah, 1983). Hill dan Cruise (1985) dalam Matangaran (1992) mengatakan bahwa ke dalaman penetrasi akar berkorelasi kuat dengan tingkat kepadatan tanah yaitu semakin tinggi tingkat kepadatan tanah maka penetrasi akar semakin dangkal. Tanah yang padat mengurangi kapasitas menyekap air, mengurangi kandungan udara dan memberikan hambatan fisik yang besar pada penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas kemampuannya memanen air, udara dan hara, seperti: pengecilan matra daun dan batang, pemendekan ruas batang, pembesaran pangkal batang, pemudaran warna hijau daun dan pengguguran daun lebih dini sehingga tanaman berpenampilan kerdil dan memperlihatkan bentuk reset (Hasckaylo, 1960; Kramer dan Kozlowski, 1960; Grable dan Siemer, 1968; Champion dan Barley, 1969 dalam Poerwowidodo, 1992). D. Sifat Fisik dan Biologi Tanaman 1. Gmelina arborea Gmelina arborea merupakan salah satu jenis kayu berdaun lebar dari famili Verbenaceae (Lamb, 1986). Menurut Al Rasyid (1991), Gmelina arborea dikenal dengan nama daerah gmelina (Indonesia), gambar (India) dan gamar (Bangladesh) sedangkan Lamb (1973) dalam Kamudjo (1990) menyatakan bahwa gmelina sering disebut dengan gumhar, gumari, gumadi, 15

KERUSAKAN FISIK LINGKUNGAN AKIBAT PENYADARAN DENGAN SISTEM MEKANIS MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

KERUSAKAN FISIK LINGKUNGAN AKIBAT PENYADARAN DENGAN SISTEM MEKANIS MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara KERUSAKAN FISIK LINGKUNGAN AKIBAT PENYADARAN DENGAN SISTEM MEKANIS MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Penyaradan kayu merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT Pemadatan Tanah Akibat Penyaradan Kayu... (Muhdi, Elias, dan Syafi i Manan) PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT (Soil Compaction Caused

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

Pengaruh Penyaradan Kayu Dengan Traktor Terhadap Pemadatan Tanah Di Kalimantan Barat

Pengaruh Penyaradan Kayu Dengan Traktor Terhadap Pemadatan Tanah Di Kalimantan Barat Pengaruh Penyaradan Kayu Dengan Traktor Terhadap Pemadatan Tanah Di Kalimantan Barat Muhdi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Saat ini masalah kerusakan hutan

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA A. TA AH Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) DWI PUSPITASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

DINAMIKA MESIN DAN TANAH PEMADATAN TANAH

DINAMIKA MESIN DAN TANAH PEMADATAN TANAH DINAMIKA MESIN DAN TANAH PEMADATAN TANAH Joko Prasetyo, M.Si Pemadatan Bertambahnya berat vol kering oleh beban dinamis shg butir-2 tanah akan merapat & Mengurangi rongga udara Yaitu usaha secara mekanik

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TEKNIK PENYARADAN KAYU

TEKNIK PENYARADAN KAYU TEKNIK PENYARADAN KAYU Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRACT... xv

DAFTAR ISI. ABSTRACT... xv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...... i HALAMAN PENGESAHAN...... ii PERNYATAAN...... iii KATA PENGANTAR...... iv DAFTAR ISI...... vi DAFTAR TABEL...... viii DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR RUMUS PERSAMAAN......

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

IV. SIFAT FISIKA TANAH

IV. SIFAT FISIKA TANAH Company LOGO IV. SIFAT FISIKA TANAH Bagian 2 Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS SIFAT SIFAT FISIKA TANAH A. Tekstur Tanah B. Struktur Tanah C. Konsistensi Tanah D. Porositas Tanah E. Tata Udara Tanah F. Suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Hutan Indonesia dan Potensi Simpanan Karbonnya Saat ini, kondisi hutan alam tropis di Indonesia sangat mengkhawatirkan yang disebabkan oleh adanya laju kerusakan yang tinggi.

Lebih terperinci

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau) IFA SARI MARYANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Klasifikasi Tanaman Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr. memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh

Lebih terperinci

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK PENENTUAN BULK DENSITY Fauziah Mas ud Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK Bulk density merupakan berat suatu massa tanah per satuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah itu merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Tanah itu merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanah itu merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari tiga fase yakni bahan-bahan padat, cair, dan gas. Fase padat yang hampir menempati 50% volume tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,5% tahun, sehingga mendorong permintaan pangan yang terus meningkat. Sementara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN TIGA JENIS SEMAI PADA TANAH PADAT DENI RIZKI ANANDA NASUTION

RESPON PERTUMBUHAN TIGA JENIS SEMAI PADA TANAH PADAT DENI RIZKI ANANDA NASUTION RESPON PERTUMBUHAN TIGA JENIS SEMAI PADA TANAH PADAT DENI RIZKI ANANDA NASUTION DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI.

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. Oleh: Meizal Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK Universitas Islam Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dibidang kehutanan saat ini terus ditingkatkan dan diarahkan untuk menjamin kelangsungan tersedianya hasil hutan, demi kepentingan pembangunan industri, perluasan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian Leuwikopo dan di Laboratorium Mekanika

Lebih terperinci

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanenan Hasil Hutan Kayu PT. Diamond Raya Timber Sistem pemanenan kayu di HPH PT. Diamond Raya Timber menggunakan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Berdasarkan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

PENENTUAN BOBOT ISI TANAH(BULK DENSITY) UJI LAB

PENENTUAN BOBOT ISI TANAH(BULK DENSITY) UJI LAB LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH PRAKTIKUM IV PENENTUAN BOBOT ISI TANAH(BULK DENSITY) UJI LAB Oleh Kelompok 4 Anarita Diana 1147060007 Asep Yusuf Faturohman 1147060009 Elfa Muhammad 1147060024 Gustaman

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

IV. PEMADATAN TANAH. PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan :

IV. PEMADATAN TANAH. PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan : IV. PEMADATAN TANAH PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan : Maksud : Cara : Menumbuk Menggilas usaha secara mekanis agar bahan-bahan tanah lebih merata dan akan mengeluarkan udara yang ada dalam

Lebih terperinci

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM Muhdi, *) Abstract The objective of this research was to know the productivity skidding by tractor of Komatsu

Lebih terperinci

ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR

ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR Harjuni Hasan 1*, Rinto Syahreza Pahlevi 1 Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara = V U Massa Padatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT (Study of soil infiltration rate in some land uses at Desa Tanjung Putus Kecamatan

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI AIR PADA JALUR SARAD SKIDDER DAN BULLDOZER DI IUPHHK-HT PT WIRAKARYA SAKTI PROVINSI JAMBI FAJAR TRILAKSONO

LAJU INFILTRASI AIR PADA JALUR SARAD SKIDDER DAN BULLDOZER DI IUPHHK-HT PT WIRAKARYA SAKTI PROVINSI JAMBI FAJAR TRILAKSONO LAJU INFILTRASI AIR PADA JALUR SARAD SKIDDER DAN BULLDOZER DI IUPHHK-HT PT WIRAKARYA SAKTI PROVINSI JAMBI FAJAR TRILAKSONO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat potensial. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

Iqbal 2, Tineke Mandang 3, E. Namaken Sembiring 4

Iqbal 2, Tineke Mandang 3, E. Namaken Sembiring 4 PENGARUH LINTASAN TRAKTOR DAN PEMBERIAN BAHAN ORGANIK TERHADAP PEMADATAN TANAH DAN KERAGAAN TANAMAN KACANG TANAH (The Effects of Tractor Traffic and Organic Matter On Soil Compaction And Performance of

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu

ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu ABSTRAK ADITYA NUGROHO. Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut. Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO dan MOHAMMAD MUSLICH. Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK Oleh: NURINA ENDRA PURNAMA F14104028 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci