1 Soewaryo Wangsanegara. Ilmu Sosial Dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta 1986, hal. 47

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 Soewaryo Wangsanegara. Ilmu Sosial Dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta 1986, hal. 47"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam suku bangsa atau kelompok etnis. Keberagaman suku bangsa atau etnis ini di suatu sisi membawa pengaruh positif untuk kekayaan kebudayaan, seni, serta dinamika sosial kehidupan masyarakat Indonesia. Namun di sisi lain keberagaman etnis menjadi bumerang bilamana di dalam masyarakat masih terdapat individu yang mengagung - agungkan sikap primordialisme dan etnosentrisme. Primordialisme adalah rasa kesukuan yang berlebihan, yang diikuti dengan sikap,memegang teguh hal - hal yang dibawa sejak kecil, seperti tradisi, adat - istiadat, kepercayaan, dan segala sesuatu yang ada di lingkungan pertamanya. Etnosentrisme ialah suatu kecenderungan yang menganggap nilai - nilai dan norma - norma kebudayaannya sendiri sebagai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakan dengan kebudayaan lain. 1 Setiap individu memiliki kecenderungan untuk mengidentifikasikan dirinya dengan etnis tertentu. Sementara itu individu lain memiliki self concept atas etnisnya dan etnis diluar etnisnya, seringkali juga 1 Soewaryo Wangsanegara. Ilmu Sosial Dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta 1986, hal. 47 1

2 menilai perilaku orang lain terkait dengan latar belakang etnis dan kesukubangsaannya. Ketika individu telah memiliki pandangan bahwa etnisnya merupakan etnis yang lebih baik daripada suatu etnis tertentu, maka ia akan memandang lebih rendah terhadap etnis yang menjadi lawan perbandingannya. Dalam hubungannya dengan etnis - etnis lain seringkali berkembang sejumlah stereotype. Stereotype antar etnis sesekali dapat muncul dalam suatu interaksi yang sedang terjadi. Seringkali, timbul prasangka rasial yang menyebabkan keterbatasan interaksi terhadap suatu etnis tersebut yang pada akhirnya akan menimbulkan jarak sosial dan akan menghambat terjadinya proses integrasi sosial dalam masyarakat yang multi etnis. Prasangka diartikan sebagai sikap negatif terhadap sesuatu. 2 Prasangka etnis erat kaitannya dengan diskriminasi rasial dan stereotype etnis. Dalam kehidupan sehari - hari, interaksi antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa seringkali menjadi terbatas karena adanya stereotype. Etnis Jawa memiliki stereotype tersendiri atas Etnis Tionghoa. Begitu juga sebaliknya, Etnis Tionghoa pun memiliki stereotype tersendiri atas Etnis Jawa. Pengaruh stereotype pada individu yang memiliki prasangka sangat besar dalam interaksi sosialnya. Karena dapat mengubah perilaku atau attitude individu tersebut terhadap individu lain yang dikenai suatu stereotype. Stereotype adalah pemberian atribut, label, atau stigma tertentu kepada sekelompok atau golongan tertentu. Stereotype ini pada awalnya muncul 2 Ibid, hal. 43 2

3 karena adanya prototype. Prototype yaitu pengetahuan mengenai orang - orang atau kelompok tertentu dan kaitannya dengan atribut tertentu. Stereotype yang menjustifikasi suatu etnis tertentu perlu diselidiki kebenarannya, apakah stereotype tersebut memang benar, sehingga perlu dipikirkan bagaimana cara berinteraksi yang baik dan sesuai dengan karakter mereka, atau justru stereotype tersebut salah sehingga setiap orang yang berasal dari luar etnisnya tidak perlu was was, resah, dan membatasi diri bilamana ingin berhubungan dengan mereka. Prasangka dan diskriminasi tidak dapat dipisahkan. Perbedaan diskriminasi dengan prasangka, diskriminasi lebih merujuk pada suatu tindakan nyata. Seseorang yang memiliki prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, bisa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. Demikian juga sebaiknya, seseorang yang berprasangka dapat saja berperilaku tidak diskriminatif. 3 Faktor - faktor yang berkaitan dengan timbulnya prasangka yaitu kepribadian, tingkat intelegensi, dan faktor lingkungan. Semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang maka ia akan bersifat dan bersikap lebih kritis sehingga lebih sukar untuk berprasangka. Sedangkan semakin rendah tingkat intelegensi seseorang maka memiliki kecenderungan lebih mudah untuk berprasangka. Faktor kondisi lingkungan yang tidak mapan juga berpeluang 3 Ibid, hal. 44 3

4 untuk menimbulkan prasangka. Yang disebut dengan kondisi lingkungan yang tidak mapan disini ialah kondisi lingkungan dimana terdapat persaingan untuk mencapai akumulasi materiil tertentu (persaingan ekonomi), persaingan untuk meraih status sosial tertentu (persaingan sosial), serta pada suatu lingkungan atau wilayah dimana norma - norma dan tata hukum dalam kondisi goyah. 4 Latar belakang sejarah, perkembangan sosio - kultural dan situasional, serta faktor kepribadian juga dapat menjadi sebab - sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi. 5 Latar belakang sejarah misalnya, pada masa lampau orang - orang Cina datang ke Indonesia untuk berdagang. Mereka menawarkan barang dagangannya ke Indonesia, dan melakukan ekspansi pasar di Indonesia. Ketika usahanya berhasil dan menjadi besar di Indonesia mereka tidak jarang mengambil orang Indonesia asli atau pribumi untuk menjadi tenaga kerjanya. Pendatang Cinapun menjadi pemimpin, dan orang pribumi menjadi pekerja di negerinya sendiri. Pada akhirnya orang - orang pribumi memiliki prasangka negatif terhadap orang Cina bahwa orang Cina memiliki keinginan untuk menguasai perekonomian di Indonesia. Kegiatan perdagangan yang sejak dahulu digeluti oleh orang - orang Cina sebagai mata pencahariannya telah membuat orang - orang Cina distereotipkan sebagai orang memiliki sifat - sifat pelit, tidak mau merugi, dan mengambil untung sebanyak - banyaknya. Walaupun tidak semua orang Cina memiliki sifat - 4 Ibid 5 Ibid 4

5 sifat tersebut. Begitu juga sebaliknya dengan orang Cina yang sejak zaman dahulu kala menjadikan indonesia sebagai pasar yang strategis untuk menawarkan barang dagangannya, pada akhirnya menjadikan orang Cina memiliki prasangka bahwa orang - orang Indonesia (pribumi) adalah orang yang konsumtif dan boros. Kenyataan bahwa sedikit sekali orang Indonesia yang mampu mengembangkan usahanya hingga besar, memimpin usahanya sendiri, dan lebih memilih untuk menjadi pekerja di perusahaan milik orang - orang Cina daripada mencoba membangun usahanya sendiri membuat orang Cina memiliki prasangka bahwa orang pribumi tidak ulet berusaha, berdaya juang rendah, malas, dan miskin. Stereotype - stereotype tersebut belum sirna sampai dengan generasi saat ini. Faktor kepribadian dan keadaan frustasi dari beberapa orang atau kelompok sosial tertentu merupakan kondisi yang cukup berpeluang untuk menimbulkan tingkah laku agresif. Faktor ini juga dapat berpontensi menjadi pemicu timbulnya prasangka dan diskriminasi. Para ahli beranggapan bahwa prasangka lebih dominan disebabkan oleh tipe kepribadian orang - orang tertentu. Tipe authoritarian personality atau kepribadian authoritarian adalah sebagai ciri kepribadian seseorang yang penuh dengan prasangka, dengan ciri - ciri bersifat konservatif dan tertutup. Perbedaan latar belakang keyakinan, kepercayaan, agama, perbedaan pandangan politik, ekonomi dan ideologi juga turut menjadi faktor pemicu timbulnya prasangka dan diskriminasi. 6 6 Ibid, hal. 46 5

6 Di Indonesia keturunan Cina sebagai kelompok minoritas sering menjadi sasaran prasangka rasial, walaupun secara yuridis telah menjadi Warga Negara Indonesia. 7 Begitu juga sebaliknya, keturunan Cinapun juga seringkali memiliki prasangka rasial terhadap kaum pribumi. Sikap berprasangka jelas tidak adil, karena sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar. Lebih - lebih lagi bila sikap berprasangka itu muncul dari jalan pikiran sepintas, untuk kemudian disimpulkan dan dibuat pukul rata sebagai sifat dari seluruh anggota kelompok sosial tertentu. Apabila muncul suatu sikap berprasangka dan diskriminatif terhadap suatu suku bangsa, kelompok etnis tertentu, bisa jadi akan menimbulkan pertentangan - pertentangan sosial yang lebih luas. Suatu contoh, beberapa peristiwa yang semula menyangkut beberapa orang saja seringkali menjadi luas, melibatkan sejumlah orang. Akan menjadi lebih riskan lagi apabila peristiwa itu menjalar lebih luas, sehingga melibatkan orang - orang di suatu wilayah tertentu, yang diikuti dengan tindakan - tindakan kekerasan dan destruktif dengan berakibat mendatangkan kerugian yang tidak kecil. 8 Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayaan yang sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Suku bangsa, ras tersebut dalam kehidupan sehari - hari bertingkah laku sejalan dengan norma - norma, nilai - nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayaan tersebut. 7 Ibid, hal.44 8 Ibid, hal.45 6

7 Suku bangsa, ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai sesuatu yang prima, riil logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam, dan sebagainya. 9 Cara pandang individu terhadap etnis lain dan etnis tertentu akan menentukan bagaimana ia bersikap terhadap individu atau kelompok yang berasal dari etnis tersebut. Yang selanjutnya cara pandang tersebut biasanya akan diturunkan kepada anak - anaknya. Sehingga anak - anaknya memiliki pola pikir dan cara pandang yang secara nyata cenderung sama dengan orang tuanya. Apabila cara pandang negatif yang ditransfer oleh orang tua kepada anak - anaknya, maka pemikiran - pemikiran dan pandangan negatif pula yang akan diadopsi oleh anak - anaknya. Dalam ranah pergaulan sosial yang lebih luas hal itu berpotensi menghancurkan kesatuan dan memperburuk hubungan sosial diantara kedua etnis yang berbeda. Ada tiga macam sikap individu ketika berhadapan dengan individu atau kelompok yang berasal dari etnis lain, yaitu meliputi sikap antipati, sikap setengah terbuka, dan sikap terbuka. Sikap antipati yaitu sikap ketidaksukaan terhadap individu atau kelompok yang berasal dari etnis lain atau etnis tertentu. Yang selanjutnya sikap ini akan bermuara dan memproduksi perilaku sosial yang berupa 9 Ibid, hal.47 7

8 serentetan penolakan terhadap kehadiran etnis lain atau etnis tertentu. Individu yang memiliki sikap antipati terhadap etnis lain atau etnis tertentu biasanya memiliki kecenderungan mengeksklusifkan diri dengan etnisnya sendiri. Bentuk perilaku nyata dari sikap antipati terhadap etnis lain ini biasanya ditunjukkan dengan perilaku menjauhkan diri dari segala hal yang berhubungan dengan etnis lain. Baik dalam pergaulan sosial, kesenian, pendidikan, budaya, maupun interaksi - interaksi lainnya yang bersifat multidimensional. Disini pembauran tidak akan terjadi. Sikap setengah terbuka menunjukkan adanya penerimaan dalam derajat tertentu terhadap kehadiran individu atau kelompok dari etnis lain maupun etnis tertentu. Orang yang memiliki sikap setengah terbuka mau berinteraksi dan berhubungan dengan individu atau kelompok dari etnis lain maupun etnis tertentu, untuk hal - hal tertentu. Bentuk perilaku nyata dari sikap setengah terbuka misalnya kerjasama dalam bidang edukasi, bisnis, seni, dan ekonomi. Sikap terbuka ialah sikap menerima secara penuh terhadap kehadiran dan segala sesuatu yang berhubungan dengan individu atau kelompok dari etnis lain maupun etnis tertentu. Orang yang memiliki sikap terbuka mau berinteraksi dan berhubungan dengan individu atau kelompok dari etnis lain maupun etnis tertentu untuk berbagai macam hal, tidak dibatasi untuk hal - hal tertentu saja. Bentuk perilaku nyata dari sikap terbuka misalnya mengadopsi anak dari keturunan etnis yang berbeda, membentuk keluarga dengan pasangan yang berasal dari etnis yang berbeda, dalam bentuk 8

9 pernikahan atau perkawinan. Disini pembauran akan terjadi, dengan tingkat derajat pembauran yang tinggi. Masalah pembauran etnis merupakan masalah yang kerap ditemui dalam interaksi - interaksi sosial yang luas dan kompleks. Dalam suatu kasus, masih terdapat kelompok masyarakat etnis tertentu di suatu daerah yang menutup diri terhadap kehadiran etnis lain. Dan di banyak kasus anggota kelompok dari suatu etnis mengizinkan untuk terjadinya interaksi dan pertukaran sosial maupun ekonomis antar etnis yang sifatnya saling menguntungkan kedua belah pihak. Namun menolak dengan tegas dan keras adanya pernikahan antara dua etnis yang berbeda dengan pertimbangan dan pemikiran subjektif bahwa individu dan orang - orang dari kelompok etnisnya sendiri memiliki kualitas diri yang lebih baik, budaya yang lebih mulia, serta derajat yang lebih tinggi daripada etnis lain atau etnis tertentu. Padahal, dalam pengkajian ilmu sosial dinyatakan bahwa perbedaan etnis merupakan salah satu bentuk diferensiasi sosial, bukan merupakan bentuk dari stratifikasi sosial. Yang mana tentunya tidak akan terdapat segmentasi etnis ke dalam tingkatan - tingkatan yang menyatakan bahwa satu etnis lebih tinggi maupun lebih rendah dibanding etnis lain. Di Indonesia semua etnis adalah satu kesatuan, yang memiliki derajat yang sama, dengan keunikan kekurangan dan keunikan kelebihannya masing - masing. Pernikahan antar etnis membutuhkan kemampuan adaptasi yang lebih baik antar sesama pasangannya dibanding dengan pernikahan inter etnis. Hal ini terjadi karena setiap etnis memiliki adab, tata susila, tata krama, 9

10 kesopanan, dan nilai tingkah laku yang berbeda - beda. Suatu perilaku yang dianggap baik di suatu kelompok etnis belum tentu dapat dibilang baik di satu etnis lainnya. Dan mungkin bisa jadi perilaku yang dianggap baik tersebut justru merupakan perilaku yang buruk dalam kacamata etnis yang berbeda. Sehingga pemahaman akan adab, tata susila, tata krama, kesopanan, nilai tingkah laku, dan budaya menjadi sangat urgent dalam hal ini. Etnis Jawa misalnya, yang distereotipkan sebagai etnis yang memiliki tutur kata yang halus, unggah - ungguh yang kental, pribadi yang dianggap kurang memiliki daya juang. Dan Etnis Tionghoa misalnya, yang distereotipkan sebagai etnis yang memiliki daya kerja tinggi, oportunis, dan bersifat material. Padahal, semua sifat - sifat itu tidak bergantung dari etnisnya, tapi bergantung watak dan kepribadian yang melekat pada diri masing - masing individu. Banyak individu dari Etnis Jawa yang tidak berbicara dengan unggah - ungguh yang semestinya dan tutur kata yang halus, terutama pada generasi muda yang sudah ilang jawane dan banyak juga individu dari Etnis Jawa yang pekerja keras, sehingga ia mampu memperoleh kesuksesannya. Begitu pula sebaliknya, banyak individu dari Etnis Tionghoa yang memiliki budi yang baik, tidak hanya mengejar satu tujuan materi semata dalam setiap hubungan sosialnya, disisi lain juga membangun hubungan dan interaksi yang hangat dan berkualitas. Mereka pun punya rasa kemanusiaan yang sama di dalam nuraninya. Yang perlu diketahui disini, bahwa sikap kerja keras dan materiil yang seringkali ditampakkan orang - orang dari etnis Tionghoa merupakan caranya ketika ia berhadapan dan menekuni apa yang disebut dengan dunia 10

11 kerja. Pemahaman - pemahaman dan pengertian yang mendalam inilah yang perlu dimengerti oleh semua individu sebagai anggota masyarakat yang memiliki kultur multi etnis. Pernikahan antar etnis sendiri masih merupakan suatu bentuk abstinasi atau pantangan untuk beberapa etnis yang masih sangat kental memegang tradisi budayanya. Pernikahan antar etnis seringkali merupakan suatu bentuk pengorbanan diri. Biasanya orang yang menikah antar etnis seringkali mendapat celaan dari keluarganya. Dan dalam tingkatan yang lebih ekstrim lagi sanksi sosial biasanya berupa pengucilan dan bahkan tidak diakui keberadaannya dalam lingkup keluarga yang diperluas (extended family), maupun dalam lingkup pergaulan etnis. Karena pernikahan antar etnis seringkali masih dianggap suatu abnormalitas atau penyimpangan dari kebiasaan adat. Adanya pernikahan campur antar etnis seharusnya tidak membuat hubungan antara si pelaku pernikahan campur dengan keluarganya menjadi retak. Seringkali terjadi bahwa suku - suku bangsa yang ada di Indonesia ini telah mengaku sebagai satu bangsa. Karena itu perbedaan - perbedaan yang ada seharusnya tidak dipandang sebagai pembenaran untuk melabeli, memisah - misahkan, atau menonjolkan jurang pemisah antara suku bangsa yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi justru dengan mengetahui adanya perbedaan - perbedaan tersebut dapat dicari jembatan - jembatan yang dapat lebih mempersatukan. Bila dipandang dan disikapi secara positif, dalam pernikahan campur justru akan terjadi peleburan yang baik. Biasanya, dalam suatu pernikahan 11

12 yang telah berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama, watak dan perilaku antara suami dan istri akan saling pengaruh - mempengaruhi. Yang mana bila keunggulan dan sifat - sifat yang baik dari kedua individu dari etnis yang berbeda tersebut digabungkan, maka akan menghasilkan perilaku campuran baru yang bercorak dinamis dan saling melengkapi. Keluarga pernikahan campur merupakan suatu arena sosialisasi yang berpengaruh terhadap pewarisan sejumlah nilai kepada anak - anaknya. Di satu pihak anak - anak diajarkan nilai - nilai yang berasal dari etnis ayahnya, di lain pihak diajarkan nilai - nilai yang berasal dari etnis ibunya. 10 Anak - anak yang terlahir dari keturunan pernikahan multi etnis akan memiliki cara pandang yang lebih global dan baru. Ia akan bersikap terbuka dan open minded terhadap perbedaan - perbedaan etnis dan budaya yang ada di sekelilingnya. Oleh karena banyaknya suku bangsa atau etnis yang ada di Indonesia pada umumnya serta di Yogyakarta pada khususnya, mengingat bahwa etnis Jawa, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik adalah etnis yang paling besar jumlahnya, serta mengingat pula bahwa suku bangsa atau Etnis Tionghoa meskipun jumlahnya tidak sebanyak etnis Jawa namun cukup besar partisipasinya dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam hal perdagangan serta perekonomian, yang mana hal ini mau tidak mau menimbulkan terjadinya lebih luas lagi interaksi yang dibangun dan dijaga antara kedua etnis tersebut, yaitu Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa, maka penelitian ini 10 Saadah Soepono dan F.X Tito Adonis, Dampak Perkawinan Campuran terhadap Tatakrama Daerah : Studi Kasus pada Komuniti Perkotaan Yogyakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1989, hal.5 12

13 dikhususkan terhadap Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa dengan cakupan wilayah Kotamadya Yogyakarta. Jumlah penduduk Yogyakarta menurut latar belakang etnis berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Tahun 2000, adalah sebagai berikut: 11 Daftar Tabel 1 : Jumlah Penduduk Yogyakarta Berdasarkan Etnis Tahun 2000 N O S U K U J U M L A H 1 Jawa Sunda Melayu Tionghoa Batak Minang Bali Madura Banjar Bugis Betawi Banten Lain - lain Sumber : Badan Pusat Statistik Yogyakarta tahun Badan Pusat Statistik Yogyakarta, Data Statistik Tahun

14 Penelitian ini dilakukan di Kota Yogyakarta dengan alasan objektif bahwasanya masyarakat Yogyakarta adalah masyarakat yang heterogen, serta di Yogyakarta pembauran masyarakat Tionghoa cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya kampung pecinan, namun tidak membuat masyarakat Tionghoa mengasingkan diri dan tertutup. Mereka membaur dan berinteraksi dengan baik. Wilayah yang dijadikan objek penelitian ialah wilayah dengan pembauran Tionghoa - Jawa yang cukup baik karena kondisi tersebut memungkinkan terjadinya pernikahan campur. Bila pembaurannya buruk, maka cenderung tidak terjadi pernikahan campur. Sedangkan alasan subjektif penelitian ini dilakukan di Yogyakarta karena peneliti berdomisili di Yogyakarta, sehingga hal ini mempermudah proses penelitian. 14

15 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah maka permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Pandangan Orang Jawa dan Orang Tionghoa terhadap pernikahan campur antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa dengan adanya stereotype yang ada pada masing - masing etnis? Yang dimaksud dengan pernikahan campur dalam tulisan ini adalah penikahan antar etnis, khususnya pernikahan antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut : 1. Memahami pandangan Orang Jawa dan Orang Tionghoa terhadap pernikahan campur antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa dengan adanya stereotype yang melekat pada masing - masing etnis. Dimana kedua etnis tersebut merupakan etnis yang telah lama tinggal di Kota Yogyakarta dan memiliki stereotype yang berbeda. Penelitian ini juga bertujuan untuk inventarisasi informasi tentang pernikahan campur antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa. 15

16 2. Mengetahui stereotype Etnis Jawa terhadap Etnis Jawa 3. Mengetahui stereotype Etnis Jawa terhadap Etnis Tionghoa 4. Mengetahui stereotype Etnis Tionghoa terhadap Etnis Jawa 5. Mengetahui stereotype Etnis Tionghoa terhadap Etnis Tionghoa D. Manfaat Penelitian berikut: Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai 1. Dapat memberikan gambaran awal bagi para peneliti yang ingin mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai stereotype antar etnis dalam memaknai pernikahan campur antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa. 2. Dapat memberikan tambahan wawasan bagi semua pihak yang mempunyai perhatian terhadap permasalahan - permasalahan etnis, khusunya mengenai stereotype antar etnis dalam memaknai pernikahan campur antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa. 3. Memberikan informasi tentang stereotype masing - masing etnis, dan pernikahan campur. Yang nantinya tulisan ini diharapkan dapat dijadikan salah satu literatur. 16

17 E. Kerangka Teori Indonesia adalah negara multietnis, yaitu negara yang masyarakatnya terdiri dari beragam suku bangsa. Beberapa diantaranya ialah Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa. Dalam interaksi antar etnis ini, timbul stereotype tentang masing - masing etnis. Stereotype dapat mempengaruhi pikiran dan tingkah laku individu terhadap yang dikenai stereotype. Stereotype merupakan suatu bentuk konstruksi sosial. Ini akan dilihat melalui teori konstruksi sosial. Inti dari Teori konstruksi sosial ialah masyarakat sebagai kenyataan objektif dan kenyataan subyektif. Yang mana proses konstruksi sosial di dalam masyarakat berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen yang simultan, yaitu eksternalisasi, internalisasi, dan objektivikasi. 12 Margaret M. Poloma, dalam Sosiologi Kontemporer, menyatakan konstruksi sosial adalah proses sosial melalui tindakan dan interaksi yang mana individu menciptakan secara kontinyu suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama para pelaku sosial secara subjektif. 13 Peter L. Berger dalam Tafsir Sosial atas Kenyataan. Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan" menyatakan bahwa social reality is constructed, yaitu realitas sosial merupakan hasil ciptaan manusia buatan interaksi 12 Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Tafsir Sosial atas Kenyataan. Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan", Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Jakarta, 1990, hal.xx 13 Margaret M. Poloma. Sosiologi Kontemporer, Rajawali. Jakarta,

18 intersubyektif melalui konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. 14 Realitas sosial (lebenswelt) mengandung pengertian dunia atau semesta yang kecil, rumit, dan lengkap yang terdiri atas lingkungan fisik, lingkungan sosial, interaksi antar manusia (intersubyektifitas) dan nilai - nilai yang dihayati. Lebenswelt (terjemahan Inggris life world sedang terjemahan Indonesia dunia kehidupan ) merupakan realitas sosial orang - orang biasa (orang awam, the man in the street ). Dalam lebenswelt terdapat gejala gejala sosial yang musti dideskripsikan. 15 Kenyataan didefinisikan sebagai suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena - fenomena yang kita akui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri (Kita tidak dapat meniadakannya dengan angan - angan). Kenyataan ini dibangun secara sosial. 16 Kenyataan sosial adalah kenyataan ganda dari pada suatu kenyataan tunggal. Kenyataan sehari - hari memiliki dimensi - dimensi objektif dan subjektif. Kenyataan hidup sehari - hari merupakan kenyataan yang tertib dan tertata. Kenyataan hidup sehari - hari ini sudah diobjektifikasi. Artinya, sudah dibentuk oleh suatu tatanan objek - objek Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, Op.Cit, hal.xxi 15 Ibid, hal.xiv 16 Ibid, hal.1 17 Ibid, hal

19 Manusia adalah pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana kenyataan objektif mempengaruhi kembali manusia melalui proses internalisasi (yang mencerminkan kenyataan subyektif). Masyarakat sebagai produk manusia, dan manusia sebagai produk dari masyarakat. Kenyataan objektif dibangun untuk mengatur pengalaman - pengalaman individu yang berubah - ubah, sehingga masyarakat terhindar dari kekacauan dan dari situasi tanpa makna. 18 Struktur - struktur objektif masyarakat dalam pandangan sosiologi pengetahuan Peter L. Berger dan Thomas Luckmann tidak pernah menjadi produk akhir dari suatu interaksi sosial, suatu bentuk baru internalisasi yang akan melahirkan suatu proses - proses eksternalisasi yang baru lagi. 19 Kenyataan sosial selain menampilkan dimensi objektif (tradisi Durkeimian) juga sekaligus memiliki dimensi subyektif. Karena apa yang dinamakan masyarakat itu adalah buatan kultural dari masyarakat dari masyarakat itu sendiri. Manusia sekaligus pencipta dari dunianya sendiri (lingkungan fisik, organisasi sosial, serta sistem nilainya). Kenyataan sosial tersirat dalam pergaulan sosial, yang diungkapkan secara sosial, melalui tindakan sosial seperti berkomunikasi lewat bahasa, bekerja sama lewat bentuk - bentuk organisasi sosial, dan sebagainya. Kenyataan sosial ini ditemukan dalam pengalaman intersubyektif. Melalui intersubyektifitas itu dijelaskan 18 Ibid, hal. xxi 19 Ibid, hal. xxii 19

20 bagaimana kehidupan masyarakat dibentuk secara terus menerus. Konsep intersubyektifitas merujuk pada dimensi struktur kesadaran umum ke kesadaran individu dalam suatu kelompok khusus yang sedang saling berintegrasi dan berinteraksi. Kenyataan sosial yang paling penting ditemukan saat berkomunikasi atau berinteraksi tatap muka, yang mana hal itu merupakan proses pembentukan dan pemeliharaan hubungan sosial tingkat mikro, dalam kehidupan sehari - hari. Sedangkan kenyataan sosial lainnya merupakan terjemahan atau perluasan dari kenyataan tatap muka itu. 20 Dunia kehidupan sehari - hari tidak hanya diterima begitu saja sebagai kenyataan oleh anggota masyarakat biasa dalam perilaku yang mempunyai makna subyektif dalam kehidupan mereka. Ia merupakan satu dunia yang berasal dari pikiran - pikiran dan tindakan mereka, dan dipelihara sebagai yang yang nyata oleh pikiran dan tindakan itu. 21 Stereotype yang ada dan tercipta antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa dilihat sebagai suatu realitas sosial hasil ciptaan manusia subyektif melalui konstruksi sosial di sekelilingnya, yang mana kebenarannya bersifat nisbi, dan berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh para pelaku sosialnya. Dengan adanya stereotype - stereotype yang ada dan berkembang di kedua etnis tersebut, akan diungkapkan seperti apa pandangan - pandangan 20 Ibid, hal. xv xvi 21 Ibid, hal.29 20

21 individu - individu Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa tentang pernikahan silang antar etnis. Hubungan antara teori ini dengan permasalahan yang sedang kita bahas yaitu bahwa teori ini memberikan penjelasan mengenai konstruksi sosial masyarakat dalam bentuk stereotype, yang mana stereotype tersebut pada awalnya merupakan hasil ciptaan manusia yang sifatnya subjektif, kemudian dieksternalisasi di dalam masyarakat. Kemudian setelah mengalami objektifikasi, diinternalisasi oleh individu - individu yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Stereotype ini menjadi faktor yang disorot dalam mencari tahu bagaimana pandangan dan pendapat informan mengenai pernikahan antar etnis. Asumsi dasar Teori Konstruksi Sosial yaitu : (1) Realitas sosial merupakan hasil ciptaan kreatif manusia melalui konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya (2) Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran itu timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan, (3) Kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus (4) Membedakan antara realitas dan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang diakui memiliki kebenaran atau being yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara 21

22 pengetahuan diartikan sebagai kepastian bahwa realitas itu nyata dan memiliki karakteristik yang spesifik. 22 Proses konstruksi sosial di dalam masyarakat berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen yang simultan, yaitu eksternalisasi, internalisasi, dan objektivikasi. 23. Eksternalisasi ialah proses penyesuaian diri dengan dunia sosio - kultural sebagai produk manusia. Eksternalisasi terjadi di mana semua individu yang mengalami mengalami sosialisasi secara tidak sempurna, bersama - sama membentuk kenyataan sosial yang baru. 24 Internalisasi ialah proses dimana individu mengidentifikasi diri dengan lembaga - lembaga atau organisasi - organisasi sosial - kultural tempat individu menjadi anggotanya Internalisasi terjadi dalam proses sosialisasi di kehidupan masyarakat. Individu - individu di dalam perjalanannya di dunia sosial mengalami proses sosialisasi untuk menjadi anggota organisasi sosial. Proses sosialisasi manusia berlangsung dalam dua tahapan, yaitu tahap sosialisasi primer dan tahap sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer dialami individu pada masa kecil (masa pra sekolah dan masa sekolah). Sosialisasi 22 Ibid 23 Ibid, hal.xx 24 Ibid, hal.xxiii 22

23 sekunder dialami individu pada usia dewasa dan memasuki dunia publik dan dunia pekerjaan dalam linigkungan sosialisasi yang lebih luas. 25 Pada umumnya proses sosialisasi pada tahap primer dan tahap sekunder berlangsung tidak sempurna. Karena kenyataan sosial yang komples tidak dapat diserap dengan sempurna oleh setiap individu. Setiap individu menyerap satu bentuk tafsiran tentang kenyataan sosial secara terbatas, sebagai cermin dari dunia objektif. Ada hubungan simitris antara kenyataan sosial objektif dan kenyataan sosial subjektif, namun keduanya tidak sama, tidak identik. Dalam proses internalisasi, setiap individu mengalami proses yang berbeda - beda dalam dimensi penyerapan. Ada yang lebih menyerap aspek ekstern, dan ada yang lebih meyerap bagian intern. Tidak semua individu dapat menjaga keseimbangan dalam penyerapan di mana dimensi objektif dan dimensi subjektif dalam kenyataan sosial itu. 26 Objektifikasi ialah proses interaksi sosial dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Peter L. Berger menerima adanya dunia institusi sosial obyektif. Usaha setiap masyarakat untuk melembagakan pandangan atau pengetahuan mereka tentang masyarakat mencapai tingkat generalitas yang paling tinggi, di mana dibangun suatu dunia dalam arti simbolik yang universal, yang dinamakan pandangan hidup atau ideologi. Pandangan hidup yang diterima umum ini dibentuk untuk menata dan 25 Ibid, hal.xxvi 26 Ibid, hal. xxii xxiii 23

24 memberi legitimasi pada konstruksi sosial yang sudah ada, serta memberikan makna pada berbagai bidang pengalaman mereka sehari - hari. Berpartisipasi dalam pandangan hidup tertentu adalah salah satu bentuk objektivasi dari individu, yang menerima kenyataan objektif yang mempengaruhi hidupnya. 27 Kenyataan hidup sehari - hari adalah kenyataan yang tertib dan tertata. Artinya, sudah diobjektifikasi dan dibentuk oleh suatu tatanan objek - objek. 28 Kemampuan ekspresi diri manusia mampu mengadakan objektivasi (objectivation). Artinya ia memanifestasikan diri dalam produk - produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen - produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur - unsur dari dunia bersama. Objektivasi itu merupakan isyarat - isyarat yang sedikit banyaknya tahan lama dari proses - proses subjektif para produsennya, sehingga memungkinkan objektivasi itu dapat dipakai sampai melampaui situasi tatap muka di mana mereka dapat dipahami secara langsung. 29 Satu kasus yang khusus tetapi sangat penting dari obyektivasi adalah signifikasi, yakni pembuatan tanda - tanda oleh manusia. Sebuah tanda (sign) dapat dibedakan dari objektivasi - objektivasi lainnya, karena tujuannya yang eksplisit untuk digunakan sebagai isyarat atau indeks bagi makna - makna 27 Ibid, hal.xxiii xxiv 28 Ibid, hal Ibid, hal.49 24

25 subyektif. Semua obyektivasi dapat digunakan sebagai tanda, meskipun mereka semula tidak dibuat untuk maksud itu. 30 Tanda - tanda dikelompokkan dalam sejumlah sistem. Maka ada sistem tanda tangan, sistem gerak gerik badan yang berpola, sistem berbagai perangkat artefak material, dan sebagainya. Tanda - tanda dan sistem - sistem tanda merupakan objektivasi dalam arti dapat digunakan melampaui batas ekspresi maksud - maksud subyektif di sini dan sekarang. 31 Adanya stereotype yang berkembang tentang suatu etnis adakalanya menjadi berperan, meskipun stereotype tersebut belum tentu benar adanya. Dalam bukunya Social, Cultural, and Cognitive Factors in Stereotype Formation Craig Mc Garty et all menjelaskan bahwa stereotype adalah pikiran tertentu mengenai individu tertentu atau cara - cara tertentu dalam melakukan sesuatu. 32 Dalam lingkup antar kelompok, stereotype mencerminkan keyakinan tentang karakteristik anggota kelompok yang dianggap berbeda dari karakteristik anggota kelompoknya. Stereotype menyebabkan prasangka rasial ketika orang bereaksi emosional terhadap suatu kelompok. Stereotype pada umumnya negatif Ibid, hal Ibid, hal Craig Mc Garty, Vincent Y Yzerbyt, Russel Spears, Social, Cultural, and cognitive factor in stereotype formation, Cambridge University Press, 2002, hal.1 33 Don Operario, Susan T. Fiske, Stereotypes: Content, Structures, Processes, and Context, Malden MA : Blackwell, 2002, hal

26 Jadi stereotype pada dasarnya merupakan konsepsi mengenai sifat atas suatu golongan yang berdasarkan prasangka subjektif dan sifatnya tidak selalu tepat. Apabila suatu etnis memiliki citra dan stereotype yang lebih banyak baiknya, maka kita cenderung memiliki perasaan dan pikiran yang positif terhadap individu dari etnis tersebut. Yang selanjutnya pikiran dan perasaan tersebut akan menentukan bagaimana kita akan bersikap dengan individu tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila suatu etnis memiliki citra dan stereotype yang lebih banyak kurang baiknya, maka kita cenderung memiliki perasaan dan pikiran yang negatif terhadap individu dari etnis tersebut. Yang selanjutnya pikiran dan perasaan tersebut akan megarahkan bagaimana kita akan bersikap dengan individu tersebut. Ketika dihadapkan dengan fenomena pernikahan campur atau pernikahan silang dengan etnis tersebut, kita akan cenderung merespon secara negatif pula. Respon negatif itu bisa berupa respon penolakan atau tidak menyetujui terhadap terjadinya pernikan silang antar etnis. Meskipun pada kenyataannya apa yang terdapat pada seorang individu termasuk sifat, karakter, watak, kepribadian, dan hal - hal lain yang melekat dan ada pada dirinya tidak selalu sesuai dengan apa yang di stereotypekan orang - orang berdasarkan asal etnis individu tersebut. Berdasarkan hasil interview dengan responden - responden dalam penelitian ini, individu - individu dari etnis Tionghoa sebagian besar dipandang dan di stereotypekan sebagai Individu dengan penghargaan yang tinggi terhadap kekayaan material, sehingga banyak diantara mereka yang meraih kesuksesan finansial. Kesuksesan finansial tersebut tidak terlepas dari 26

27 karakter - karakter mereka yang hemat, perhitungan, dan teliti dalam memegang, mengatur, dan mengembangkan uang. Yang mana tidak jarang disalahartikan menjadi pelit oleh orang Jawa. Individu - individu dari etnis Jawa memiliki penghargaan yang besar terhadap kekuasaan dan kedudukan di dalam masyarakat. Yang mana kekuasaan dan kedudukan tersebut menjadi suatu harga diri atau prestise untuk mereka. Karena dengan kedudukan yang baik, di dalam kehidupan bermasyarakat orang Jawa akan merasa bangga, meskipun secara finansial dapat dikatakan pas - pasan. 27

28 D A F T A R G A M B A R 1 : B A G A N T E O R I K O N S T R U K S I S O S I A L Etnis Jawa Eksternalisasi Pikiran, pandangan, perasaan Setuju atau tidak setuju terhadap Proses Sosial, Interaksi Konstruksi Sosial menjadi landasan dan perbuatan terhadap pernikahan campur antara Bergaul, Berbaur Stereotype dan mempengaruhi etnis sendiri dan etnis lain Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa Internalisasi Etnis Tionghoa Sumber : Pemikiran Peneliti,

29 F. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini dipilih menggunakan metode dan model penelitian kualitatif karena data atau informasi yang ingin dicari dan ditemukan untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah sifatnya unik, kompleks, merupakan gejala sosial dalam arti bukan merupakan gejala fisis, tidak berbentuk angka, namun berupa sikap, pendapat, dan pandangan. Gejala sosial ini tidak dapat dianalisis dengan metode yang dipinjam dari ilmu eksakta, dalam pengertian ini adalah metode dan model penelitian kuantitatif. Hal ini sesuai dengan tulisan Soeprapto, S.U (2011) dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif merujuk pada sesuatu yang berkaitan dengan kualitas dan biasanya tidak berbentuk angka seperti sikap, tingkah laku, pendapat, dan sebagainya. Jadi penelitiaan kualitatif memiliki arti sebagai jalan atau cara untuk mencari kembali sesuatu yang bukan berupa angka, atau sesuatu yang tidak diangkakan. 34 Dengan menggunakan metode dan model kualitatif dirasa juga akan memudahkan penulis dalam mengeksplorasi konsep - konsep yang ada, menggali data lebih dalam, memperkecil resiko tingkat kesalahan, lebih fleksibel terhadap waktu, serta dapat dilakukan pengecekan ulang apabila masih meragukan data yang diperoleh Soeprapto, Metode Penelitian Kualitatif, Universitas Terbuka, Yogyakarta, 1986, hal Ibid, hal

30 a. Lokasi Penelitian Pemilihan wilayah penelitian dikhususkan dan dipilih di Kotamadya Yogyakarta dengan pertimbangan objektif bahwa masyarakat di Yogyakarta merupakan masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, yang tidak hanya dipadati orang Jawa dan orang Yogyakarta asli saja. Yogyakarta sebagai daerah tujuan pelajar telah menyebabkan Yogyakarta banyak didatangi oleh orang - orang dari luar daerah untuk tinggal baik untuk sementara waktu maupun dalam jangka waktu yang lama. Adanya heterogenitas ini diharapkan mampu memberikan jawaban yang beragam dan memuaskan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Alasan yang kedua dipilihnya Kotamadya Yogyakarta sebagai daerah penelitian adalah karena pembauran masyarakat Tionghoa di Kotamadya Yogyakarta yang cukup baik. Di sini memang ada kampung pecinan di daerah Pajeksan dan sekitaran Jalan Ahmad Yani Mallioboro Yogyakarta, namun dengan adanya kampung pecinan itu tidak lantas membuat masyarakat Tionghoa mengasingkan diri dan tertutup untuk interaksi - interaksinya dengan masyarakat Yogyakarta pada umumnya dan masyarakat setempat pada khususnya. Mereka berbaur dan menjalin hubungan dengan baik dengan warga - warga lainnya. Wilayah yang dijadikan objek penelitian ialah wilayah dengan pembauran Tionghoa - Jawa yang cukup baik karena kondisi tersebut memungkinkan terjadinya 30

31 pernikahan campur. Bila pembaurannya buruk, maka cenderung tidak terjadi pernikahan campur Sedangkan alasan terakhir atau alasan subjektif dipilihnya Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai wilayah penelitian adalah karena peneliti telah lama tinggal di Yogyakarta, dan bersekolah di daerah yang terletak di tengah - tengah kampung pecinan, sehingga sedikit banyak telah memiliki gambaran awal bagaimana pola interaksi yang terjadi antara individu dari suku Tionghoa dengan individu dari suku Tionghoa, serta interaksi yang terjadi antara individu dari suku Tionghoa dengan individu dari suku Jawa. Adanya teman atau relasi dari penulis dari kedua suku ini di Kota Yogyakarta, diharapkan dapat membantu mempermudah jalannya proses penelitian dalam mengumpulkan dan mencari informan, walaupun jumlah teman atau relasi peneliti untuk kalangan suku Tionghoa belum sebanyak jumlah teman atau relasi peneliti untuk kalangan suku Jawa. b. Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini ialah orang - orang dari etnis Jawa dan etnis Tionghoa yang sudah menikah dan belum menikah, yang bekerja atau tinggal di Kotamadya Yogyakarta. Jumlah informan yang diwawancarai 16 orang, dengan rincian 8 orang informan dari etnis Jawa, 6 orang sudah menikah dan 2 orang belum menikah. Serta 8 orang dari 31

32 etnis Tionghoa, dengan rincian 6 orang sudah menikah, 1 orang sudah menikah tetapi saat ini sedang bercerai, dan 1 orang tidak menikah. Informan diteliti dengan cara setelah peneliti melakukan pengamatan langsung dan wawancara tatap muka. c. Cara Menentukan Informan Pengambilan informan terhadap informan kunci (key informan) dilakukan secara purposif. Informan kunci sudah ditentukan terlebih dahulu siapa yang dapat diambil sebagai informan kunci berdasarkan tujuan penelitian. Pemilihan terhadap informan kunci dari Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa dilakukan dengan melihat frekuensi tingkat interaksi informan dengan individu atau kelompok di luar etnisnya. Informan kunci dipilih yang memiliki tingkat interaksi yang tinggi dengan individu atau kelompok di luar etnisnya, dengan tujuan agar informan yang diwawancarai memiliki kekayaan wawasan dan pengetahuan yang luas mengenai etnis lawan, serta memiliki pengalaman bergaul yang memadai dengan etnis di luar etnisnya. Selanjutnya, informan diambil secara snowball. 32

33 Adapun kriteria wajib untuk informan adalah sebagai berikut : Untuk etnis Jawa : 1. Informan berasal dari etnis Jawa. Yang dimaksud dengan etnis Jawa disini merujuk pada pengertian : a. Individu yang lahir di wilayah Pulau Jawa, yang menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa daerahnya. Etnis Jawa mencakup sebagian besar wilayah Pulau Jawa bagian Tengah dan Pulau Jawa bagian Timur. b. Individu yang memiliki garis keturunan / ayah dan ibu yang berasal dari etnis Jawa. 2. Informan berumur minimal 17 Tahun, serta tidak terdapat batasan untuk usia maksimal. Usia terbawah ditetapkan usia 17 tahun dengan pertimbangan bahwa usia bahwa usia 17 Tahun merupakan usia dimana seorang individu telah menuju kedewasaan dan telah diperbolehkan untuk menikah, sebagaimana yang terdapat dalam Undang Undang Pernikahan Indonesia. Dengan begitu, pada usia ini seorang individu dinilai telah memiliki pandangan tentang pernikahan. Untuk etnis Tionghoa : 1. Informan berasal dari etnis Tionghoa, yang meliputi Tionghoa Totok dan Tionghoa Peranakan. Yang dimaksud dengan etnis Tionghoa tersebut disini merujuk pada pengertian : 33

34 a. Individu yang lahir di wilayah negara Cina, yang masih menggunakan bahasa mandarin / bahasa Cina sebagai bahasa sehari - hari di dalam berinteraksi dengan keluarganya (Tionghoa totok) b. Individu yang lahir di Jawa, namun memiliki garis keturunan (ayah, dan atau ibu) yang berasal dari etnis Tionghoa, atau memiliki asal - usul dari Tionghoa. (Tionghoa peranakan) 2. Informan telah berumur sekurang-kurangnya 17 Tahun, serta tidak terdapat batasan untuk usia maksimal. Usia terbawah ditetapkan usia 17 tahun dengan pertimbangan bahwa usia bahwa usia 17 Tahun merupakan usia dimana seorang individu telah menuju kedewasaan dan telah diperbolehkan untuk menikah, sebagaimana yang terdapat dalam Undang Undang Pernikahan Indonesia. Dengan begitu, pada usia ini seorang individu dinilai telah memiliki pandangan tentang pernikahan. d. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung (first hand) melalui wawancara dengan informan dan observasi langsung. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dari literatur - literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 34

35 e. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan alat pedoman wawancara penelitian yang berupa interview guide yang telah disusun rapi sebelum terjun ke lapangan. Peneliti melakukan sendiri proses penelitian lapangan dan observasi terhadap kondisi dan situasi obyek secara langsung. Obyek yang diteliti didudukkan sebagai manusia yang sejajar, bukan sebagai obyek yang lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya Pengumpulan data dilakukan dengan cara deskriptif dan dalam kondisi yang alamiah (natural setting). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara terhadap subjek penelitian, selain itu juga menggunakan data sekunder yang didapat dari studi literatur dan juga dilakukan observasi. Peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar, sebagaimana adanya. Untuk melakukan wawancara, disusun daftar pertanyaan (interview guide) yang dititikberatkan untuk menjawab rumusan permasalahan dalam penelitian. Hal ini untuk memperlihatkan adanya konsekuensi bahwa penelitian yang dilakukan bersifat kasus yang datanya diperoleh dari informan, dan bukan responden. Dengan demikian tidak digunakan sejumlah kuesioner dan tidak diambil sejumlah sampel untuk memperoleh datanya sebagaimana penelitian survey. 35

36 Wawancara dilakukan secara bebas terstruktur. Yang mana proses wawancara dikarakterkan tidak ketat dan dapat dikembangkan sesuai dengan situasi yang dihadapi di lapangan, namun tetap berpedoman pada inti - inti pertanyaan penting yang terdapat pada interview guide yang telah dirancang sebelumnya. Karena apabila dikarakterkan terlalu saklek dikhawatirkan akan sulit digunakan untuk merumuskan gejala sosial yang bervariasi dan sulit untuk diprediksi. Guna mendapatkan informasi lebih mengenai stereotype dan pernikahan silang antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa, ditempuh dengan melakukan studi literatur. Literatur berasal buku - buku serta skripsi milik alumnus Universitas Gadjah Mada yang memiliki keterkaitan tema dengan penelitian ini. Buku - buku tersebut digunakan untuk memperoleh data teori, menilik keadaan geografis maupun keadaan penduduk Kota Yogyakarta, kondisi budaya, kebiasaan - kebiasaan dan prinsip hidup Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa, serta tinjauan historis dan kondisi hubungan antara kedua etnis tersebut. Selain wawancara dan studi literatur, observasi terhadap informan juga dilakukan untuk menggali data atau informasi yang tersembunyi dan jawaban yang sulit diungkapkan oleh informan. Karena seringkali sebuah pernyataan diikuti dengan ungkapan dan bahasa tubuh yang menimbulkan makna berbeda dengan apa yang dicatat di dalam lembar jawaban daftar pertanyaan. Yang diobservasi mencakup mimik wajah, bahasa tubuh, perilaku, ungkapan atau ucapan dari informan. 36

37 Soeprapto, S.U (2011) dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif menyatakan bahwa kenyataan sosial dapat diamati melalui bahasa tubuh, perilaku, ungkapan, atau ucapan informan sendiri. 36 f. Analisis Data Setelah memperoleh data, dilakukan analisa data dari data yang telah didapatkan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian. Metode analisa digunakan untuk menguraikan masalah yang ditarik dari bermacam - macam fakta. Metode yang digunakan bersifat kualitatif yaitu secara deskriptif analitis. Prinsip metode ini adalah peneliti berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian dengan menganalisa dari hubungan sebab akibat dan faktor - faktor tertentu yang berhubungan dengan apa yang sedang diteliti, yaitu untuk mengetahui bagaimana cara pandang Orang Jawa dan Orang Tionghoa yang memiliki stereotype tertentu atas dirinya sendiri dan stereotype tertentu atas masing - masing etnis dalam memaknai pernikahan silang antara Etnis Jawa dan Etnis Tionghoa. Dalam penelitian ini untuk melakukan analisa data digunakan cara induktif, yang berarti data - data yang didapat tidak digunakan untuk membuktikan hipotesa, tetapi lebih pada pembentukan abstraksi. 36 Ibid, hal

38 Data - data yang telah diperoleh dikumpulkian dan dilakukan pengelompokkan untuk memudahkan proses analisa data. Proses analisa data dilakukan pada saat mulainya pengumpulan data di lapangan dan terus berkelanjutan hingga penulisan laporan (on going proses). Tahapan - tahapan dalam analisis dan interpretasi data yaitu tahap pertama mengumpulkan data - data lapangan yang berupa hasil observasi dan hasil wawancara. Selanjutnya tahapan kedua dilakukan pengolahan data berupa reduksi data dan kategorisasi data terhadap data - data lapangan yang berupa hasil observasi dan hasil wawancara tersebut. Reduksi data ialah mengurangi atau menyeleksi terhadap data yang telah diperoleh peneliti, yang mana merujuk pada proses penyempurnaan data. 37 Miles dan Huberman (1994) sebagaimana yang ditulis oleh Soeprapto,S.U dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif menyatakan bahwa reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan - catatan tertulis selama di lapangan Ibid, hal Ibid 38

39 Setelah dilakukan reduksi data, tahapan ketiga yaitu melakukan kategorisasi data setelah data direduksi. Data yang ada dikelompokkan menurut kategori - kategori tertentu. Setelah dilakukan pengolahan data berupa reduksi data dan kategorisasi data, tahapan keempat yaitu dilakukan penyajian data yang mana menyajikan data setelah diolah. Data disajikan dalam bentuk tabel, kemudian diberi penjelasan teks naratif. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Soeprapto, S.U dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif yang menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasanya tersaji dalam bentuk teks naratif, dan tidak jarang pula berbentuk tabel, sejauh yang ditabulasikan adalah pernyataan naratif informan, yang mana sajiannya tidak dilakukan dalam bentuk - angka. Tabulasi merupakan langkah yang dilakukan peneliti dengan cara menyatukan data atau informasi yang diperoleh dari masing - masing subyek penelitian ke dalam suatu daftar atau tabel, sehingga menjadi lebih mudah dibaca. Dalam bentuk yang sederhana penyajian data merupakan uraian deskriptif yang merupakan kumpulan dari sejumlah data yang diperoleh peneliti dan siap untuk dianalisis serta diinterpretasi untuk menuju pada kesimpulan - kesimpulan. 39 Setelah melakukan penyajian data dalam bentuk tabel yang dilengkapi teks narasi, tahap kelima ialah melakukan analisis data. 39 Ibid, hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Kuliah ke-10 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi

Lebih terperinci

BAB V PRASANGKA SOSIAL (SOCIAL PREJUDICE)

BAB V PRASANGKA SOSIAL (SOCIAL PREJUDICE) BAB V PRASANGKA SOSIAL (SOCIAL PREJUDICE) A. Pengertian Prasangka Sosial Prasangka sosial merupakan suatu maslah yang tidak dapat kita hindari di dalam hidup bermasyarakat. Apa yang dimaksud dengan prasangka

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat BAB V Kesimpulan A. Masalah Cina di Indonesia Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat melihat Masalah Cina, khususnya identitas Tionghoa, melalui kacamata kultur subjektif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal yang perlu dijelaskan dalam kaitannya dengan metodologi dan prosedur yang digunakan dalam penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang Jawa kira-kira 47. mendominasi di Indonesia berdasarkan jumlah populasinya.

PENDAHULUAN. (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang Jawa kira-kira 47. mendominasi di Indonesia berdasarkan jumlah populasinya. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etnis Jawa merupakan salah satu etnis yang memiliki populasi terbanyak di Indonesia. Berdasarkan analisis Suryadinata (Susetyo, 2010, h. 29), jumlah populasi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Masalah

I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai alat untuk mempersatukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Deddy N. Hidayat dalam penjelasan ontologi paradigma kontruktivis, realitas merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada yang halus dan juga ada yang kasar, ada yang berterus terang dan ada juga yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan fenomenologi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan berbagai jenis metodologi penelitian. Dalam penelitian ini,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan berbagai jenis metodologi penelitian. Dalam penelitian ini, 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Untuk mengungkapkan realitas yang ada, maka seseorang dapat menggunakan berbagai jenis metodologi penelitian. Dalam penelitian ini, penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudaya Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode kehidupan penuh dengan dinamika, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode kehidupan penuh dengan dinamika, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan penuh dengan dinamika, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Periode ini merupakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode dapat diartikan sebagai teknik atau cara kerja untuk mencapai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode dapat diartikan sebagai teknik atau cara kerja untuk mencapai suatu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode dapat diartikan sebagai teknik atau cara kerja untuk mencapai suatu tujuan. Sebagaimana dikemukakan oleh Winarno Surakhmad (1990: 131) bahwa: Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. memperdalam makna individu atau kelompok dalam masalah sosial maupun

BAB III METODE PENELITIAN. memperdalam makna individu atau kelompok dalam masalah sosial maupun BAB III METODE PENELITIAN A. Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan untuk memahami dan memperdalam makna individu atau kelompok dalam masalah sosial maupun masalah manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena komunikasi merupakan alat manusia untuk saling berinteraksi satu sama lain. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, dan cara menarik kesimpulan yang bertujuan memperbaiki. prosedur dan kriteria baku dalam penelitian ilmiah.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, dan cara menarik kesimpulan yang bertujuan memperbaiki. prosedur dan kriteria baku dalam penelitian ilmiah. 59 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu pembelajaran tentang metode ilmiah yang meliputi penetapan masalah penelitian, premis, hipotesis, tujuan, kegunaan, tinjauan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat di temukan, di buktikan, dan di kembangkan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Dalam bab tiga ini akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Dalam bab tiga ini akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Dalam bab tiga ini akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan metode dan teknik penelitian, yang berupa: persiapan pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1. KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah langkah

BAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah langkah BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Setiap karya ilmiah yang dibuat disesuaikan dengan metodologi penelitian. Dan seorang peneliti harus memahami metodologi penelitian yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. tipe penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Sesuai dengan tujuan

BAB III. METODE PENELITIAN. tipe penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Sesuai dengan tujuan BAB III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Data-data serta argumentasi yang dibangun dalam penelitian ini, menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Sesuai dengan tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2010 hlm.6) : Penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

commit to user BAB III METODE PENELITIAN

commit to user BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini masuk ke dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang pemecahan masalahnya dengan menggunakan data empiris. (Masyhuri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya manusia selalu berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Kulango Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. menggunakan analisis semiotik John Fiske tentang representasi asimilasi etnis

BAB IV PENUTUP. menggunakan analisis semiotik John Fiske tentang representasi asimilasi etnis BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan analisis semiotik John Fiske tentang representasi asimilasi etnis Tionghoa dalam film Ngenest, peneliti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Latar Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Terbanggi Besar yang terletak di Jalan Ahmad Yani Poncowati, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia mempunyai nilai yang tinggi karena merupakan suatu system yang dikembangkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lamanya, di dalam kebudayaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Ada tiga jenis metodologi penelitian yaitu kuantitatif, kualitatif, dan

METODE PENELITIAN. Ada tiga jenis metodologi penelitian yaitu kuantitatif, kualitatif, dan III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Ada tiga jenis metodologi penelitian yaitu kuantitatif, kualitatif, dan campuran kuantitatif dengan kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Kemajukan ini di tandai oleh adanya suku-suku bangsa yang masing-masing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat dimana berlangsungnya penelitian tersebut. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Karakter merupakan hal yang sangat penting untuk ditanamkan dalam jiwa individu. Proses pendidikan karakter dapat dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang berdiri di atas empat pilar berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia, dan Bhinneka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nasionalisme adalah rasa cinta dan bangga terhadap tanah air. Lebih khusus lagi, nasionalisme adalah paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan fenomenologi untuk dapat menggambarkan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme 123 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme Generasi Muda dalam Era Otonomi Khusus Papua ini adalah metode kualitatif. Digunakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan masyarakat terhadap kelompok berorientasi homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. Mayoritas masyarakat menganggap homoseksual

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan (Nasir

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggambarkan realitas yang kompleks dan memperoleh pemahaman makna dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Mulyana, 2002: 145) merupakan proses, prinsip, dan prosedur yang kita

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Mulyana, 2002: 145) merupakan proses, prinsip, dan prosedur yang kita 87 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Metodologi sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor (Mulyana, 2002: 145) merupakan proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis BAB 5 RINGKASAN Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis atau suku bangsa tinggal di dalamnya. Salah satu etnis yang paling menonjol perannya dalam perkembangan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER A. Teori Konstruksi Sosial Realitas Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan yaitu di Kelompok Bermain Bunga Nusantara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan esensi dari sebuah pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan esensi dari sebuah pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan esensi dari sebuah pendidikan. Pendidikan dikatakan berhasil manakala hasil dari proses pembelajaran itu sendiri bermutu. Pembelajaran

Lebih terperinci

Moleong (2012: 6) mengemukakan pengertian metode penelitian kualitatif sebagai berikut:

Moleong (2012: 6) mengemukakan pengertian metode penelitian kualitatif sebagai berikut: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu proses penelitian dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian sangat penting keberadaannya didalam proses penelitian yang dilakukan secara terencana dan sistematis, metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pengembangan Mesjid (YPM) Bidang Dakwah, Salman ITB. Sedangkan tempat wawancara penelitian bersifat situasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlogolele Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Alasan pemilihan lokasi atau tempat penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kondisi aktual tentang proses

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kondisi aktual tentang proses 101 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kondisi aktual tentang proses pembelajaran yang dilakukan dalam pengembangan kreativitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang didasarkan pada data alamiah yang berupa kata-kata dalam

BAB III METODE PENELITIAN. yang didasarkan pada data alamiah yang berupa kata-kata dalam 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Metode merupakan suatu hal yang sangat penting, karena salah satu upaya ilmiah yang menyangkut cara kerja untuk dapat memahami dan mengkritisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. diterapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

III. METODE PENELITIAN. diterapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan Metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Maryaeni (2005 : 58) metode adalah cara yang ditempuh peneliti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara untuk mendapatkan data yang dilakukan secara ilmiah dengan tujuan dan fungsi tertentu. Cara ilmiah yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Berkaitan dengan hal ini Lexy. J Meleong menjelaskan bahwa penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut: BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara mendalam mengenai pengalaman psikologis pada remaja yang mengalami perceraian orangtua. Untuk mengetahui hasil dari

Lebih terperinci

BAB VI REALISASI PANCASILA

BAB VI REALISASI PANCASILA BAB VI REALISASI PANCASILA Disusun Oleh: Nadya Athira C. 143020318 Heni Nurhaeni 143020336 Mirasitkha Virana P. 143020342 Asri Nur Fitriani 143020343 Azka Lithia Amanda 143020354 Raj ba Rohmatullah 143020371

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. pribadi dan sosial para partisipan (Smith, 2009).

BAB III METODE PENELITIAN. dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. pribadi dan sosial para partisipan (Smith, 2009). BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian. Menurut Moleong (2012), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Sebuah penelitian sosial, baik dalam masalah penelitian, tema, topik, dan judul penelitian berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif. Baik substansial maupun materiil kedua

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (1998:15) pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman

Lebih terperinci

B A B III METODE PENELITIAN

B A B III METODE PENELITIAN B A B III METODE PENELITIAN Dalam suatu penelitian, penggunaan metode merupakan suatu langkah yang harus ditempuh, agar hasil-hasil yang sudah terseleksi dapat terjawab secara valid dan obyektif, dengan

Lebih terperinci