BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA. yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar yang muncul

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA. yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar yang muncul"

Transkripsi

1 BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA Bab ini menjawab pertanyaan ketiga dalam permasalahan penelitian ini yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar yang muncul dari pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Uraian dalam bab ini dibagi ke dalam tiga subbab. Pertama, pemaknaan oleh pilar pertama yaitu BTDC dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Kedua, pemaknaan oleh pengusaha dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Ketiga, pemaknaan oleh masyarakat dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Dalam pembahasan, cara pemaknaan mereka dianalisis satu per satu sebagai fokus, sedangkan respon atau reaksi yang diberikan oleh pilar lain untuk memperjelas fokus. Dalam menganalisis persoalan yang ada, bab ini menggunakan teori tindakan komunikatif Habermas, teori hegemoni Gramsci, dan teori diskursus kuasa/pengetahuan Foucault. Agar lebih jelas, perlu dikemukakan bahwa makna di sini mencakup juga pengertian mengenai dampak (pengaruh yang kuat) dan akibat (implikasi). Foucault (dalam Barker 2004: 74) memperkenalkan istilah geneaologi untuk menganalisis relasi kuasa dan sejarah wacana-wacana yang kontinyu dan diskontinyu sesuai dengan kondisi historis. Artinya, relasi kuasa bukanlah sesuatu yang linier, yang berlaku tetap dari satu waktu ke masa yang lain, tetapi bisa kontinyu bisa juga diskontinyu sesuai dengan kondisi sejarah. 173

2 174 Analisis di bawah akan menunjukkan bagaimana perubahan pemaknaan relasi kuasa berubah sesuai dengan kondisi sosial dan politik. 7.1 Pemaknaan BTDC dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua Pemaknaan adalah proses yang kontinyu dan diskuntinyu sesuai dengan situasi sosial politik dan ekonomi. Selain itu, pemaknaan bersifat subjektif dan sering didasarkan pada kepentingan subjek. Demikian juga halnya dengan BTDC. Badan usaha milik negara ini secara subjektif memiliki tujuan untuk mampu mengelola resor wisata dengan keuntungan ekonomi pariwisata yang tinggi dan mampu melestarikan lingkungan dan keharmonisan sosial di masyarakat. Proses pemaknaan oleh BTDC berkaitan dengan usaha menjadikan badan usaha milik negara ini sebagai lembaga bisnis yang memiliki akuntabilitas publik yang baik. Pada era pasca-reformasi ini, publik memiliki tuntutan agar lembaga pemerintahan dan sosial lainnya memiliki akuntabilitas tinggi, demikian juga halnya dengan BTDC. Agar usahanya berjalan baik, agar visi dan misi bisa terlaksana dengan baik, BTDC berusaha untuk mewujudkan makna akuntabilitas yang baik kepada pengampu kepentingan pariwisata. Usaha ini dilakukan dengan berbagai cara yang akan dibahas di bawah ini. Pemaknaan adalah proses yang kontinyu dan diskuntinyu sesuai dengan situasi sosial politik dan ekonomi. Dalam uraian berikut, proses pemaknaan relasi kuasa BTDC ditinjau dari sejak awal, dengan penekanan lebih banyak pada 15 tahun terakhir ini, dengan penggambaran kontinyuitas dan diskontinyuitas.

3 175 Resor Wisata Nusa Dua merupakan destinasi wisata mewah pertama yang dibangun oleh pemerintah Indonesia. Keistimewaan resor ini bukan saja karena pertama dibangun tetapi juga menjadi resor yang tertutup ( enclave) dari komunitas karena dibangun dengan pembatas area yang jelas antara wilayah desa dan wilayah resor. Di tempat-tempat lain di Indonesia termasuk Bali, memang pemerintah ada membangun hotel seperti Hotel Indonesia di Jakarta, Ambarukmo di Jogayakarta, Hotel Samudera di Pelabuhan Ratu di Jawa Barat, Hotel Bali Beach di Sanur, tetapi itu bukanlah resor. Bahkan, Hotel Indonesia di Jakarta dan Ambarukmo di Jogyakarta merupakan city hotel, karena terletak di pusat kota. Berbeda halnya dengan resor Nusa Dua, kehadirannya bukan saja karena di tepi pantai dan dalam bentuk enclave yang terpisah dari kawasan komunitas, tetapi juga resor ini terdiri dari beberapa hotel dan fasilitas wisata yang lengkap termasuk tempat untuk pameran, konferensi, dan rekreasi. Belakangan, di Resor Wisata Nusa Dua dibangun fasilitas penujang lainnya seperti museum dan rumah sakit. Bagaimana pemerintah memberikan pemaknaan atas model resor yang dibangun dan apakah hal itu berlangsung seperti diharapkan dalam pengelolaan dalam satu setengah dekade terakhir ini, khususnya sejak pasca-reformasi Ketika pembangunan resor ini direncanakan tahun 1970-an, salah satu wacana penting yang berkembang di masyarakat Bali berkisar pada kekhawatiran masyarakat, pemerintah, dan pengamat tentang dampak negatif pariwisata (Bagus 1978; McKean 1978; Vickers 1989; Picard 1996). Saat itu, pariwisata Bali menggeliat cepat, ditandai dengan kehadiran banyak wisatawan yang disebut hippies.wisatawan golongan ini dikenal dengan ciri-ciri rambut gondrong,

4 176 pakaian minim, dan agak kumal. Kesan terhadap mereka agak negatif, misalnya diidentikkan dengan narkoba dan seks bebas. Sisi positifnya juga ada, yakni mereka adalah tipe wisatawan yang gemar berbelanja di warung rakyat, memiliki apresiasi dan minat terhadap budaya dan tradisi masyarakat, senang tour ke desadesa. Namun, yang lebih dikhawatirkan adalah dampak negatifnya saja, yang dicemaskan akan berpengaruh buruk pada perilaku generasi muda. Anak-anak muda Bali dikhawatirkan akan ikut meniru penampilan turis dengan berambut gondrong dan minum-minuman keras. Dalam situasi seperti itu, ada dua reaksi yang diberikan masyarakat dan pemerintah waktu itu. Pertama, mengancam wisatawan kelas hippies untuk berlibur ke Bali dengan tidak memberikan mereka visa ( McKean 1975: 21), dengan demikian dampak negatif pariwisata bisa diminimalisir. Menurut McKean, pada bulan Maret 1971, kantor Imigrasi Republik Indonesia mengumumkan bahwa hippies akan dilarang menerima visum (visa) dan masuk negara Indonesia. Pentingnya mendapat kunjungan wisatawan guna menjaga peluang bisnis usaha-usaha kecil masyarakat membuat ancaman tersebut tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Kedua, dampak negatif pariwisata sulit dihindari jika Bali tetap mengembangkan industri ini tetapi ada cara untuk mengurangi dampak adalah dengan memperkokoh daya tahan masyarakat dalam bidang sosial budaya. Artinya, lebih baik ketahanan budaya masyarakat diperkokoh untuk mencegah pengaruh negatif pariwisata daripada menutup pintu diri terhadap dinamika luar. Dalam suasana wacana yang melihat pengaruh negatif pariwisata kian besar itulah, gagasan membangun resor wisata Nusa Dua berkembang. Untuk

5 177 mencegah dampak negatif pariwisata menyusup ke masyarakat maka resor wisata yang akan dibangun di Nusa Dua agar dibuat terpisah dari kawasan komunitas. Pariwisata dapat berjalan dengan baik, budaya masyarakat bisa dijaga dari penetrasi nilai-nilai asing. Keputusan membangun resor dalam bentuk enclave (kantong) adalah praktik pemaknaan yang riil atas kompleksitas hubungan antara industri pariwisata dengan segala pengaruhnya (termasuk pengaruh ne gatf yang banyak muncul dalam wacana publik) dan kebutuhan masyarakat dan bangsa untuk membangun perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan. Dari logika saat itu, pembangunan resor terpadu yang terpisah dari masyarakat adalah pemaknaan yang diarahkan dengan maksud mencegah dampak negatif terekspose langsung ke masyarakat. Pemaknaan yang tampak rasional pada waktu itu, belakangan menjadi kurang benar karena bisa dipersoalkan dengan mengatakan bahwa pemaknaan tersebut meremehkan kemampuan masyarakat menyaring pengaruh luar yang menyusup lewat pariwisata. Kemampuan masyarakat Bali seolah diragukan dalam mengembangkan filter dalam diri untuk menahan masuknya budaya luar. Kontras dengan hal tersebut, Bali sering mendapat pengakuan sebagai masyarakat yang adaptif, artinya memiliki kemampuan untuk mengadaptasi dan mengadopsi secara kreatif berbagai pengaruh sosial budaya yang datang dari luar. Pengaruh yang ada justru memperkaya khasanah kebudayaan Bali, seperti ditegaskan Geriya dalam bukunya Transformasi Kebudayaan Bali Memasuki Abad XXI (2000), khususnya Bab VI yang menguraikan aspek ketahanan dalam transformasi kebudayaan Bali ( ). Kontak Bali dengan kebudayaan luar bukan hal baru terjadi ketika Nusa Dua

6 178 dibangun, tetapi sudah sejak awal abad Masehi ketika Bali bersentuhan dengan peradaban Asia Tenggara dan Asia Selatan (Ardika 2008: 155). Kesimpulan Ardika adalah bahwa kebudayaan Bali bersifat adaptif dan fleksibel dan kekuatan ini dapat dipakai sebagai pedoman dalam mengantisipasi proses globalisasi yang kini tengah menerpa kehidupan kita (2008: 155). Dengan pemaknaan seperti ini, seharusnya digaungkan wacana baru bahwa masyarakat Bali siap dan memiliki pengalaman cultural berhadapan dengan pengaruh luar, oleh karena itu pembangunan resor dengan sistem enclave cenderung memisahkan masyarakat dengan industri pariwisata padahal masyarakat bukan saja memiliki hak untuk menikmati keuntungan ekonomi industri yang berkembang di wilayahnya tetapi juga, dan ini penting sekali, bahwa masyarakat merupakan sumber daya pariwisata selain keindahan alam. Pemaknaan lain dalam pembangunan dan juga pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua juga terfokus pada cara pemerintah/ penguasa/ atau kemudian BTDC memberikan makna tanah yang diperlukan sebagai lokasi pembangunan sebuah resor wisata. Sejak awal sudah dibayangkan bahwa perkembangan kepariwisataan di Bali perlu diarahkan dengan membangun kawasan pariwisata terpadu yang terletak di daerah yang tanahnya tidak produktif dan penduduk sedikit ( Laporan Tahunan BTDC 1999: 90). Sehubungan dengan tanah tak produktif dan penduduk sedikit ini (Gambar 7.1). Laporan Tahunan BTDC itu kemudian menulis bahwa tanah pertanian dan kebudayaan Bali terlindung dari kerusakan, sementara tanah tidak produktif memberikan keuntungan kepada pengembang (1999: 90). Ungkapan ini jelas merupakan cara pemaknaan terhadap sumber daya

7 179 alam dan sumber daya manusia yang menjadi dasar rasionalisasi pembangunan Resor Wisata Nusa Dua. Ini merupakan justifikasi untuk pembebasan tanah sekaligus penjelasan pendirian bahwa pembangunan akan melindungi tanah pertanian dan kebudayaan Bali. Pilihan membangun di daerah kering dan jauh dari penduduk yang ramai adalah apa yang tersirat dari pemaknaan pemerintah dalam membangun resor wisata terpadu di Nusa Dua. Makna lain dari pembangunan di daerah kering dan penduduk sedikit juga tertuang dalam laporan itu yang berbunyi bahwa pengembang akan beruntung karena menggunakan tanah yang tidak produktif, artinya tanah yang harganya tidak mahal. Pemaknaan lain yang diarahkan kepada pengusaha adalah investor hanya berhubungan dengan satu badan usaha sehingga lebih efisien dan efektif (1999: 90). Gambar7.1 Nusa Dua sebelum dibangunnya BTDC tahun 1970 (Repro, Laporan SCETO, 1970).

8 180 Laporan tahunan BTDC untuk tahun 1999 penting mendapat perhatian karena inilah laporan pertama setelah masa reformasi, ketika situasi sosial politik dan perangai masyarakat berubah drastis terhadap berbagai hal termasuk pembangunan pariwisata. Gerakan masyarakat untuk berusaha mendapatkan keuntungan ekonomi pariwisata jika di daerahnya terdapat potensi tersebut tampak kian kuat. Salah satu contoh yang bisa diangkat untuk hal ini adalah tuntutan masyarakat Desa Beraban dalam ikut mengelola Tanah Lot. Secara geneologi, praktik dan wacana pengelolaan objek wisata oleh swasta merupakan hal yang positif karena mereka lebih fokus dan profesional dan profit oriented, sedangkan ketika situasi sosial politik berubah, sifat positif itu berhenti atau diskontinyu, berubah menjadi wacana dan praktik baru bahwa pengelolaan objek wisata oleh masyarakat jauh lebih sesuai dengan ideologi pembangunan pariwisata untuk masyarakat ( community based tourism) dan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Wacana menyulap lahan kering (Gambar 7.2) menjadi resor wisata indah, hijau (Gambar 7.3), dan membuat masyarakat sejahtera adalah bagian dari wacana BTDC dalam memberikan makna atas usahausahanya. Gambar7.2 Nusa Dua yang gersang sebelum dibangun menjadi resor mewah oleh BTDC (Repro, Laporan SCETO, 1970)

9 181 Gambar7.3 Nusa Dua sekarang (2013), indah hijau, tertata rapi. (Dok. Purnaya 2013). Di daerah lain, situasinya berbeda-beda karena tidak semua tuntutan bisa diarahkan seperti yang terjadi di Tanah Lot. Pengelolaan objek wisata Tanah Lot sebelum reformasi (gerakan yang mengubah sistem dan praktek politik di Indonesia secara drastis), pengelolaan objek wisata Tanah Lot dikontrakkan oleh pemerintah kepada swasta. Setelah reformasi, rakyat menuntut haknya untuk ikut mengelola objek wisata di daerahnya (Sujana 2009; Dewi 2010). Tuntutan itu dipenuhi, dan sejak tahun 1999, rakyat dalam hal ini masyarakat Desa Beraban ikut dalam mengelola Tanah Lot. Tanpa pernah ada reformasi politik, mungkin masyarakat akan tetap dalam bayang-bayang hegemoni pemerintah dan pengusaha, mungkin mereka akan tetap takluk tidak ikut mengelola objek wisata di daerahnya. Di Resor Wisata Nusa Dua, situasi bangkitnya keberanian masyarakat untuk dapat ikut menikmati keuntungan ekonomi pariwisata. Dalam laporan tahunan tahun 1999, BTDC membagi isi laporannya ke dalam beberapa bidang termasuk Review of Business Activities yang antara lain menjelaskan aspek

10 182 pemasaran, aspek sumber daya manusia, dan aspek tanggung jawab sosial kepada masyarakat ( Social Responsibility Aspects to Community). Bagian terakhir ini menunjukkan kinerja bisnis BTDC yang memberikan laporan kegiatannya yang bersifat sosial. Laporan aktivitas sosial ini merupakan ekspresi atas pemaknaan BTDC sebagai badan usaha pemerintah yang bertanggung jawab kepada masyarakat. Perubahan sosial politik memberikan cara pikir baru bagi manajemen BTDC dalam menunjukkan tanggung jawab sosialnya. Dalam laporan itu disebutkan bahwa BTDC berusaha untuk meningkatkan hubungan harmonis dengan masyarakat, terlebih lebih dalam arus reformasi (1999: 42). Istilah reformasi, istilah yang sebelumnya tidak pernah muncul atau tidak perlu dicantumkan, betul-betul digunakan dalam laporan ini sebagai salah satu praktik pemaknaan secara radikal perubahan dunia sosial dan politik. Dalam uraiannya mengenai aktivitas tanggung jawab sosial, BTDC tidak saja membantu masyarakat Bualu dan sekitarnya yang menjadi wilayah BTDC, tetapi juga masyarakat di berbagai daerah di Bali dan Indonesia lainnya. Masyarakat yang dibantu terdiri dari berbagai badan atau lembaga seperti koperasi desa, universitas, lembaga yang menangani kegiatan agama, mahasiswa, pembangunan pura Jagaditha Menado, dan lain-lain termasuk bantuan penyusunan Ensiklopedi Kebudayaan Bali. Konsepnya adalah BTDC aktif dalam pembangunan nasional yang dilaksanakan dengan fokus di daerah Bali. Dengan program sosial ini, BTDC membuat kehadirannya bermakna bagi pembangunan nasional, bermakna bagi masyarakat. Semua tanggung jawab ini bisa dilaksanakan sesuai dengan rencana sepanjang BTDC mendapat keuntungan dari usahanya

11 183 karena dari sana sumber dana yang digunakan untuk praktik pemaknaan dalam relasinya dengan masyarakat. Dalam pengelolaan tahun-tahun berikutnya di era pasca-reformasi, BTDC semakin terbuka dan ini bisa disimak dari laporan tahunan yang mereka keluarkan setiap tahun. Dalam Laporan Tahun 2010, misalnya, BTDC menyertakan bagian tentang Kasus-kasus Hukum yang Dihadapi Perusahaan (2010: 54-55). Kebanyakan kasus hukum yang dihadapi periode itu adalah masalah yang terjadi di properti atau penyertaan modal BTDC pada usaha yang ada di luar Bali seperti di Lombok dan kasus lain yang urusannya sedang dalam proses kasasi di Makamah Agung. Dalam laporan sebelumnya, terutama sebelum era reformasi, hal seperti ini tidak pernah muncul dalam laporan tahunan. Cara laporan lama tidak berlanjut ( diskontinyu) disesuaikan dengan cara baru yang lebih terbuka. Munculnya kasus-kasus hukum dalam buku laporan bisa ditafsirkan sebagai cara baru BTDC untuk mencitrakan dirinya sebagai badan usaha yang memiliki akuntabilitas. Laporan tahunan menjadi lebih kompleks termasuk melaporkan risk management yang dirancang BTDC. Semua ini memang merupakan tuntutan manajemen baru dan harus dilakukan kalau ingin perusahaan menunjukkan akuntabilitasnya. Yang menarik juga dilihat keputusan BTDC untuk menyebutkan jumlah nominal dana yang disalurkan dalam program tanggung jawab sosial melalui program kemitraan ( partnership program) dan program bina lingkungan (community development program). Dalam kedua program sosial itu, pemerintah mencantumkan dengan jelas jumlah dana yang disalurkan untuk tia-tiap sub-

12 184 program, misalnya dana kemitraan tahun 2010 sebesar Rp 277,752 juta. Keterbukaan dan akuntabilitas publik merupakan sumber pemaknaan baru atas kehadiran usaha di masyarakat. Dalam hal pengembangan kualitas produk, BTDC juga melakukan kerja sama dengan kalangan akademik untuk melakukan penelitian. Salah satu yang penting dilaksanakan adalah riset kepuasan dan loyalitas wisatawan yang berkunjung/menginap di hotel-hotel di kawasan BTDC. Riset ini dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, dilaksanakan tahun Keterbukaan sikap akan arti penting riset adalah cara BTDC memaknai dinamika perkembangan pariwisata. Mereka menyadari bahwa keputusan manajemen dan pengembangan yang berbasis riset adalah yang standar. Sejak awal Resor Wisata Nusa Dua direncanakan dibangun, sudah diawali dengan riset dan perencanaan yang intensif, secara geneaologis, hal ini merupakan kontinyuitas, dalam pemaknaan arti penting research and planning dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Ada banyak persoalan yang timbul dalam relasi kuasa antara BTDC, pengusaha, dan masyarakat, namun jelas terlihat bagaimana BTDC mengambil strategi untuk menunjukkan diri sebagai badan usaha yang bertanggung jawab. Tanggung jawab itu tidak saja dalam hal menyalurkan bantuan kepada masyarakat dan usaha binaan, tetapi juga dalam menjaga dan mempromosikan seni budaya Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Hal ini dilaksanakan dengan menggelar acara Festival Nusa Dua (Nusa Dua Fiesta) sejak tahun 1993, sekitar 10 tahun setelah pertama kali beroperasinya Hotel Nusa Dua Beach. Festival Nusa

13 185 Dua dilaksanakan setiap tahun, walaupun sempat terhenti beberapa kali, untuk kemudian sejak tahun 1996 dilanjutkan lagi sampai sekarang. Tahun 2014 merupakan festival yang ke-17. Pelaksanaan festival ini adalah salah satu cara bagi BTDC untuk memberikan pemaknaan berbasis tanggung jawab sosial budaya kepada masyarakat. Dari segi sosial kemasyarakatan, Nusa Dua Fiesta menjadi ajang bagi BTDC untuk mengundang dan menampilkan kesenian masyarakat lokal. Tahun 2010, misalnya, Nusa Dua Fiesta menampilkan Parade Ogohogoh. Salah satu highlight dari fiesta ini adalah peserta 500 orang yang ikut dalam lomba merihas penganten Bali, acara yang tercatat dalam Museum Rekor Republik Indonesia (MURI) karena jumlah peserta yang begitu banyak. Kesenian Ogoh-ogoh dan merihas penganten berasal dari Bali, sedangkan fiesta juga menampilkan kesenian daerah lain seperti Tari Saman (Aceh) dan kesenian dari Jember. Nusa Dua mencoba menampilkan kekayaan seni budaya Indonesia. Pada tahun berikutnya, seperti Nusa Dua Fiesta 2012, panitia mengambil tema Segara Lelangunan (Samudra sebagai Sumber Hiburan) yang menampilkan produk berbahan baku sari laut. Banyak kekayaan seni dan alam bisa dipromosikan dalam ajang Nusa Dua Fiesta. Aspek ideologi pariwisata global juga diadopsi dalam fiesta dengan memilihkan fiesta tahun 2010 sebuah tema yang actual dan bermanfaat untuk pencitraan Resor Wisata Nusa Dua, yaitu Green Tourism. Direktur Utama BTDC saat itu, Made Mandra dikutip koran NusaBali (16 Oktober 2010), mengatakan bahwa Green Tourism merupakan komitmen sebagai daerah pariwisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Ke dalam,

14 186 festival ini merupakan cara BTDC memberikan makna akan kehadirannya sebagai lembaga yang mengembangkan pariwisata dengan komitmen melestarikan seni budaya Indonesia. Ke luar, lewat festival, BTDC berusaha untuk mempopulerkan citra Resor Wisata Nusa Dua sebagai resor wisata terpadu yang melestarikan lingkungan sesuai dengan nilai universal Green Tourism. Dengan label Green Tourism, para pengusaha hotel di Nusa Dua bisa menjadikan kampanye Green Tourism ini sebagai elemen untuk memperkuat citra lokasi usahanya yang dapat digunakan untuk promosi dan pemasarannya. Sudah tidak perlu diragukan lagi akan keindahan dan kehijauan Resor Wisata Nusa Dua. Untuk menigkatkan daya tarik itu, pelaksanaan festival menambahkan dengan daya tarik budaya dan event. Walaupun event juga dilangsungkan oleh tiap-tiap hotel atau convention di sana, termasuk event internasional seperti Miss World tahun 2013, pelaksanaan Nusa Dua Fiesta sebagai event regular tahunan oleh BTDC menambah daya tarik resor wisata terpadu ini. Strategi pemaknaan dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua yang diambil oleh BTDC bisa dilihat mengarah ke tiga arah. Pertama, mewujudkan kepentingan bisnis dan citra BTDC menjadikan Resor Wisata Nusa Dua sebagai resor wisata yang daya tariknya tiada habis-habisnya. Kedua, usaha untuk melestarikan seni budaya lokal dan nasional dan memperkenalkannya ke masyarakat internasional terutama wisatawan yang menginap di Nusa Dua dan menyaksikan saat festival. Arah ini merupakan aspek akuntabilitas publik BTDC sebagai lembaga yang tidak saja memanfaatkan kekayaan budaya sebagai daya tarik budaya tetapi juga mempromosikan sebagai salah satu jalan untuk

15 187 melestarikan. Ketiga, membantu pengusaha atau investor secara tidak langsung lewat pencitraan resor sehingga memperkuat elemen pemasaran hotel-hotel di Nusa Dua, dengan branding-branding yang kuat, hidup, dan nyata seperti Green Tourism Pemaknaan Investor dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua Investor yang menanamkan modalnya di Resor Wisata Nusa Dua juga memiliki subjektivitas sendiri dalam memaknai pengelolaan bisnisnya di resor ini. Seperti halnya BTDC, pihak investor dan manajemen yang mengelola hotel dan bisnis di Nusa Dua memiliki kepentingan bisnis yang berkelanjutan. Artinya, strategi pengelolaan bisnisnya diarahkan untuk mendapatkan untung dan memastikan bahwa kelangsungan bisnisnya itu bisa berkelanjutan paling tidak sepanjang masa kontrak yang telah ditetapkan. Untuk mencapai hal itu, mereka tidak saja berusaha untuk memuaskan customers terutama wisatawan yang menginap di sana, tetapi juga menjaga lingkungan agar indah lestari dan menjaga relasi dengan masyarakat sekitar agar tetap harmonis. Tanpa semua itu, dinamika bisnis investor mungkin saja tidak akan berjalan lancar. Situasi seperti ini menjadi alasan subjektif dan objektif bagi investor dalam memberikan pemaknaan dalam pengelolaan resor wisata Nusa Dua. Pihak investor memiliki subjektivitas pemaknaan dalam pengelolaan resor wisata Nusa Dua dengan memprioritaskan operasional usahanya melalui promosi, pelayanan, rebranding usaha agar senantiasa mampu memenangkan persaingan yang ditandai dengan tingkat hunian. Dalam lima belas tahun terakhir, persoalan

16 188 dalam industri pariwisata ditandai dengan adanya serangan terorisme (2002 dan 2005) yang memengaruhi jumlah kunjungan dan tamu yang menginap. Pada saat yang sama, jumlah kamar hotel di resor wisata Nusa Dua juga bertambah dengan hadirnya hotel-hotel baru di tengah resor dan atau di luar resor, yang semuanya menambah ketatnya kompetisi dan urgent-nya peningkatan pelayanan. Di balik segala persoalan itu, banyak juga peristiwa internasional di Nusa Dua seperti Miss World dan pertemuan APEC Summit yang memberikan promosi gratis untuk Nusa Dua ke seluruh dunia, promosi yang tentu saja menguntungkan hotel-hotel di Nusa Dua. Mempromosikan hotel di Nusa Dua tentu menjadi lebih mudah karena nama resornya sudah sering dikenal secara internasional. Barker (2009: 296) mengungkapkan bahwa perusahaan memerlukan kekuatan finansial yang bisa berasal dari merger (penyatuan usaha) untuk menjalankan investasi besar-besaran yang diperlukan untuk menjadi pemain dalam pasar global. Dalam melakukan permainan di pasar global para investor tidak lupa untuk melakukan kerjasama dalam bentuk relasi. Dengan penguasa maupun pemerintah daerah tempat tujuan berinvestasi dan menjalin komunikasi yang baik demi keuntungan yang akan di capai. Dengan hubungan atau diskursus yang dilakukan para investor, investor berharap agar dapat menciptakan pasar global yang menguntungkan. Pada saat yang sama investor dapat menggunakan relasinya untuk mempromosikan program dan memberi ruang dalam perusahaannya bagi aktivitas pendukung yang diselimuti oleh keuntungan melimpah. Dalam pengutamaan memuaskan permintaan pasar global, dengan pelayanan yang standar, dalam beberapa hal para investor tidak mempunyai

17 189 pilihan lain untuk mengabaikan realitas lokal terutama yang jauh dari standar pelayanan internasional, seperti halnya taksi lokal yang ingin antre di hotel tetapi pelayanannya dianggap belum mencapai standar. Selain itu, tugas-tugas penataan dalam resor terpadu yang dianggap sebagai tugas BTDC sebagai pemilik keseluruhan resor harus dihadapi oleh hotel akibat adanya salah paham dan pengertian dalam relasi kuasa. Di balik kepentingan kecil-kecil yang kontradiktif sifatnya dalam pemaknaan masing-masing, antara investor dan BTDC terdapat kepentingan yang sama, yaitu menjadikan resor wisata ini tetap memikat sehingga memberikan keuntungan ekonomi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelestarian alam, dan budaya. Dengan kesempatan itu investor melakukan kerjasama dengan pemerintah yaitu dengan membangun sarana akomodasi yang dapat menunjang pariwisata, khususnya di daerah Resor Wisata Nusa Dua yang berkelas internasional. Dalam pembangunan ekonomi, investasi mempunyai dua peran penting. Pertama, peran dalam jangka pendek berupa pengaruhnya terhadap permintaan agregat yang akan mendorong meningkatnya output dan kesempatan kerja. Kedua, efeknya terhadap pembentukkan kapitalis (keuntungan bagi kapitalis). Untuk melakukan hal tersebut investor harus melakukan hubungan kerjasama dengan melakukan komunikasi yang baik dan menjalin relasi yang baik juga sebagai mana Foucault dalam (Piliang, 2010: xxiii) bagi kutub politis yang memandang aturan sebuah permainan bahasa disokong oleh kekuasaan. Bahasa komunikasi adalah kekuasaan in concreto. Realitas yang diciptakan oleh sebuah permainan bahasa dominan lalu mengganjal realitas-

18 190 realitas pinggiran dan juga meyakini sifat politis bahasa, namun ingin mengatasinya lewat penonjolan dimensi kekuasaan. Dengan berhasilnya menjalin hubungan relasi yang baik antara investor dan pemerintah memberikan keuntungan lebih kepada investor terutama di bidang ekonomi. Investor dapat mendirikan fasilitas akomodasi bagi kegiatan pariwisata. Keuntungan dari perkembangan Resor Wisata Nusa Dua yang membawa berkah bagi investor dalam meningkatkan modal investasi dan modal produksi. Bagi investor yang menanamkan modal di Resor Wisata Nusa Dua tidak memikirkan keadaan lingkungan yang berubah fungsi. Perubahan yang dilakukan oleh investor lebih bermanfaat untuk meraih keuntungan di bidang ekonomi dan pendapatan yang meningkat. Perubahan wilayah yang dari sakral atau disucikan menjadi profan atau menjadi tidak suci, bagi investor itu bukan masalah bagi investor. Malahan di sisi lain perubahan itu bisa bermakna ekonomi karena terdapat membangun kolam renang seperti salah satu hotel yang terdapat di Resor Wisata Nusa Dua. Pembangunan kolam renang dilakukan dekat tempat suci. Secara aturan agama itu dilarang karena daerah tersebut merupakan tempat suci, pembangunan kolam renang ini secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan karena selain menginap di hotel wistawan juga dapat berenang di kolam renang yang disediakan oleh hotel. Pembangunan kolam renang di sekitar tempat suci itu tidak terlepas dari komunikasi yang baik antara investor yang mau membangun dengan pengelola Resor Wisata Nusa Dua. Karena izin untuk membangun di tempat suci harus mendapatkan persetujuan dari pengelola Resor Wisata Nusa Dua. Persetujuan itu

19 191 di dapat tidak terlepas dari adanya permainan dari oknum pengelola Resor Wisata Nusa Dua yang dibaliknya juga ingin meraih keuntungan secara finasial. Pihak investor tidak memikirkan akan hal itu, asalkan akan mendapat keuntungan sehingga akan melakukan berbagai cara, walaupun akan menutup mata, pura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi. Kepalsuan dan komoditas dalam dunia kapitalis hampir identik dengan komoditas hidup, tanpa melihat kondisi-kondisi produksi. Komoditas menyembunyikan sifatnya yang menghasilkan ilusi, yang digunakan untuk merangsang kesadaran yang dipalsukan yang merupakan satu saat dalam totalitas dunia palsu. Adorno mengatakan bahwa ideologi selalu melatarbelakangi penilaian tentang kebenaran sebagai kondisi sosial (Sutrismo, 2010: 39). Sejak berdirinya Resor Wisata Nusa Dua sampai sekarang, banyak investor yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dengan melakukan berbagai cara. Sebagaimana yang diketahui, sekarang banyak investor yang mendirikan hotel di Resor Wisata Nusa Dua, yang berkelas bintang lima. Semakin banyak investor yang mendirikan hotel di ResorWisata Nusa Dua maka pajak pendapatan pemerintah juga meningkat. Seiring dengan berjalannya waktu dan lama berdirinya suatu hotel di daerah Resor Wisata Nusa Dua juga memengaruhi pengelolaan dan pendapatan pemerintah daerah dalam hal penerimaan pajak. Selain itu memengaruhi tingkat hunian setiap hotel, hal ini dipengaruhi oleh banyaknya hotel baru yang berdiri. Persaingan antar hotel akan semakin meningkat sebagaimana yang disampaikan oleh Ni Wayan Seriani yang

20 192 bekerja sebagai Director of Finance Novotel dalam wawancaranya sebagai berikut: Sejak Novotel mulai buka Maret 2007, perkembangan usaha meningkat dari 2007 hingga Namun, di tahun 2012 sempat mengalami penurunan tingkat hunian dikarenakan semakin banyaknya hotel-hotel baru dan belum kembalinya modal selama reinvestasi di Nusa Dua (Wawancara 4 Maret 2014) Peluang yang dianggap dapat menguntungkan bagi investor khususnya Novotel dalam menanamkan modalnya di Nusa Dua ternyata tidak seperti apa yang dibayangkan. Hingga kini belum kembali modalnya setelah reinvestasi. Hal ini bisa saja terjadi pada setiap investor yang menanamkan modalnya, semua ini dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dan pengaruh persaingan dalam melakukan promosi produk atau paket akomodasi. Permasalahan yang dirasakan oleh Novotel tidak sama seperti apa yang dirasakan oleh pengelola Westin Hotel. Westin Hotel mungkin dengan relasi dan komunikasi yang baik sehingga dapat menjalankan setiap diskursus yang mereka punya dengan murah, sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk menginap dan berkunjung ke hotel mereka. Sebagaimana yang disampaikan oleh Manager Safety and Security The Westin Resort, I Nyoman Beker sebagai berikut: Perkembangan usaha sejak dulu hingga kini, khususnya 15 tahun terakhir, menunjukkan peningkatan yang cukup baik walaupun modal belum kembali secara keseluruhan (Wawancaranya 5 Maret 2014). Pernyataan di atas mengesankan betapa pentingnya suasana berusaha yang tenang sehingga hotel bisa meningkatkan terus jumlah tamunya. Walaupun investasi mereka belum kembali, itu hanya masalah waktu jika iklim berusaha

21 193 terjaga dengan baik. Yang bermakna bagi hotel bukan investasi harus kembali tetapi bagaimana suasana berusaha dapat menjamin investasi itu akan kembali pada saat yang dikalkulasi dalam rencana. Permasalahan dalam pengelolaan hotel ini tidak akan pernah sama dengan hotel yang lainnya. Semuanya tetap kembali kepada relasi dan komunikasi yang baik dalam melakukan pengelolaan dan promosi. Sebagaimana disampaikan oleh Asih Wesika Director of Human Resources Nusa Dua Beach Hotel and Spa sebagai berikut: Perkembangan usaha sejak dulu hingga kini, khususnya 15 tahun terakhir. Untuk tingkat hunian sempat naik turun karena Bom Bali I dan II, renovasi hotel dan faktor-faktor lain. Namun, dengan melakukan re-branding kelihatannya bisnis mulai membaik. Walaupun modal belum kembali setelah reinvestasi pada proyek renovasi terakhir (Wawancara 10 April 2014). Fokus pemaknaan kalangan investor ke arah status investasi, kembali modal, rebranding, dan sejenisnya dalam pengelolaan resor wisata itu merupakan suatu hal yang biasa, dan mempunyai makna tersendiri karena dalam sistem perekonomian dan bisnis terjadinya persaingan usaha yang sengit dan adanya untung rugi itu merupakan hal yang bisa terjadi. Tidak ada usaha yang selalu mendapat keuntungan, walaupun ada suatu saat pasti akan mendapat kerugian. Dalam pergulatan yang terjadi dalam pengelolaan resor wisata bagi investor maupun pergulatan ekonomi, sebagaimana Habermas memaparkan bahwa negara bagaimanapun tetap menjadi pusat. Dalam paradigma ini memposisikan negara sebagai pusat, disebabkan dalam globalisasi telah terjadi tiga pergulatan elemen besar, negara, pasar dan masyarakat (Arif, 2010: 76).

22 194 Berjalannya dengan baik tujuan investor harus didukung oleh komunikasi yang baik dengan pihak penguasa khususnya pengelola Resor Wisata Nusa Dua (BTDC). Apabila terjalin komunikasi yang kurang baik akan berdampak pada saat mau berinvestasi maupun setelah berinvestasi. Oleh sebab itu, investor perlu menjalin kerjasama yang baik karena komunikasi merupakan suatu pendekatan baru terhadap persoalan yang sudah dikenal, yaitu bagaimana mengartikulasikan dan membumikan konsepsi rasionalitas yang diperluas. Bukan berlawanan dengan pihak yang mempunyai kekuasaan. Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua yang mempunyai banyak investor harus bisa bermain dalam mengatur dan melaksanakan strategi dalam pengelolaan. Apabila investor tidak dapat bermain dengan baik bukannya tidak mungkin mereka akan menghadapi kerugian atau pelambatan break event point (BEP) atau perolehan laba investasi. Untuk mencapai tujuan-tujuan investasi dan perkembangan usaha, investor melakukan berbagai cara dengan pengelola BTDC agar komunikasi berjalan dengan baik dan kepentingan investasi dan rencana strategis usaha dapat tercapai lancar. Sebagaimana yang dipaparkan oleh I Made Suardika yang bekerja sebagai Asst. Human Resources Director Hotel Melia Bali menyampaikan bahwa hubungan antara Melia Bali dengan BTDC berjalan dengan sangat baik, kedua belah pihak selalu mengkomunikasikan program maupun kegiatan yang akan dilakukan, demi tercapainya koordinasi yang baik antara kedua belah pihak, dan apabila terjadi misunderstanding dengan pihak BTDC maka akan dilakukan musyawarah dan diskusi lebih lanjut, membahas detail masalah yang ada, mencari

23 195 solusi terbaik bersama, agar misunderstanding/kesalahpahman tidak terulang lagi (Wawancara 5 Maret 2014). Pernyataan tersebut berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik dan tidak membuat kesalahan yang kecil menjadi besar dengan cara musyawarah. Komunikasi ini dilakukan dimungkinkan karena lawan bicara memiliki lifeworld berupa asumsi latar belakang yang sama suatu pengetahuan yang searah terhadap permasalahan yang terjadi tanpa harus terjadi konflik nyata dalam situasi konkret di mana para pemilik kepentingan mempertimbangkan apa yang sudah menjadi kewajiban mereka untuk mencari konsensus dari problem (Habermas, 1990: 103). BTDC sebagai pengelola resor wisata yang bertaraf internasional harus bisa menekan konflik pergulatan agar tidak dipandang sebagai pengelola resor wisata bertaraf internasional yang gagal. Umpamanya, apabila BTDC sebagai pengelola memutuskan hubungan kerja dan tidak memperpanjang kontrak Melia Bali, maka Melia Bali tidak akan berlanjut, dan nama BTDC akan menjadi jatuh di mata internasional. Tidak ada pilihan lain kedua belah pihak harus menjalin hubungan yang baik antara BTDC dengan investor, senantiasa mencari solusi dalam mengatasi misunderstanding. Hubungan baik antara BTDC dengan investor hotel di Nusa Dua juga terlaksana dengan Westin Hotel. Westin Hotel menjalin komunikasi yang baik dengan pihak BTDC sebagaimana yang dipaparkan oleh Manager Safety And Security The Westin Resort I Nyoman Beker bahwa Westin Hotel berhubungan sangat baik dengan pihak BTDC dan bersinergi dalam berbagai hal. Jika ada

24 196 misunderstanding maka mereka berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait di antaranya dengan BTDC sebagai pengembang resor, untuk mencari solusi yang terbaik (Wawancara 5 Maret 2014). Hubungan baik yang terjalin antara investor dengan BTDC mempunyai makna agar pergulatan dalam pengelolaan tidak terjadi. Masalah bahasa dapat menjadi rumit dan dengan komunikasi bahasa juga semua bisa berinteraksi dengan baik tergantung bagaimana cara penyampaian agar bisa dipahami. Dalam menjalin kerjasama bukan hanya Melia Hotel dan Westin Hotel yang menjalin hubungan baik dengan BTDC sebagai pengelola, tetapi Novotel juga menjalin hubungan yang baik dengan pengelola Resor Wisata Nusa Dua khususnya BTDC sebagaimana yang dipaparkan oleh Director of Fiance Novotel, Ni Wayan Seriani menjelaskan bahwa hubungan Novotel dengan BTDC berjalan dengan baik, dan apabila ada misunderstanding, pihak Novotel mendiskusikan dengan pihak BTDC untuk mencapai jalan ke luar yang terbaik (Wawancaranya 4 Maret 2014). Di sisi lain Asih Wesika sebagai Director of Human Resources Nusa Dua Beach Hotel and Spa memaparkan bahwa hubungan Nusa Dua Beach Hotel dengan BTDC berjalan dengan cukup baik, masih banyak hal yang diharapkan Lessee dibantu BTDC tetapi, tidak terlaksana seperti penanganan masalah desa, sumbangan taxi, sengketa batas, supply air, penerangan, banjir, dan lain-lain. Dan, perlu dicatat BTDC belum mampu menunjukkan sikap proaktif, BTDC cenderung pasif. Tetapi, jika ada misunderstanding dengan pihak pengelola BTDC, mereka berkomunikasi dengan baik lewat surat, pertemuan maupun cara-cara verbal

25 197 lainnya. Untuk mendapatkan suatu mufakat. Hanya saja sekarang ini BTDC tampak kurang tanggap (Wawancara 10 April 2014). Terjalinnya komunikasi yang intens antara investor hotel dengan pengelola Resor Wisata Nusa Dua belum tentu semuanya berjalan dengan baik seperti Melia Bali, Westin Hotel, dan Novotel. Bisa saja komunikasi yang berjalan tidak baik seperti yang terjadi pada Nusa Dua Beach hotel. Hubungan antara BTDC dengan Nusa Dua Beach Hotel cukup baik tetapi dibalik itu masih sering terdapat pergulatan-pergulatan kecil dalam pengelolaan yang satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Dalam rangka mengatur dan memelihara hubungan dengan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah atau dengan jawatan-jawatan resmi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. Jadi hubungan yang baik belum tentu komunikasi berjalan dengan baik juga, hal inilah yang terjadi antara investor dan pemerintah. Keduanya dibilang bisa saling mencari keuntungan untuk mencapai tujuan masing-masing. Investor mencari keuntungan dari investasi-investasi yang ditanamkan di daerah tersebut, sedangkan pemerintah juga mencari keuntungan dari investor dengan pembayaran sewa lahan dan pajak oleh pengelola hotel-hotel. Pergulatan-pergulatan yang terjadi di Resor Wisata Nusa Dua tersebut dianggap oleh investor sebagai makna hubungan yang ideal dan dinamik karena di dalamnya terdapat komunikasi yang intens dan produktif berdasarkan kepentingan bersama kedua belah pihak. Relasi kuasa kedua belah pihak didasari oleh kepentingan ekonomi bersama di mana BTDC harus menjamin keamanan dan kenyamanan resor agar akomodasi dan paket wisata yang ditawarkan oleh

26 198 investor dapat tercapai sehingga secara tidak langsung tindakan dari pergulatan yang ada membantu para investor yang menanamkan modalnya untuk mendapatkan penghargaan-penghargaan dari LSM maupun dari pemerintahan. Pengoperasian hotel di Resor Wisata Nusa Dua dapat berjalan dengan berkelanjutan karena didukung oleh pergulatan yang pernah terjadi dengan pemerintah. Tindakan itu dipandang investor akan mendapatkan masukan dan pertimbangan tindakan dan pengelolaan investor. Senada dengan itu, Bakhtin (dalam Piliang, 2009: 122) menyatakan bahwa dialogisme sebagai relasi-relasi yang harus ada di antara ungkapan-ungkapan dalam sebuah diskursus, bahwa tidak ada ungkapan yang tidak berkaitan dengan ungkapan lainnya. Dalam hal ini, Bakhtin secara implisit menerangkan bahwa sebuah teks atau diskursus diungkapkan atau diproduksi dalam suatu ajang komunikasi sehingga makna dari sebuah diskursus atau teks terletak pada relasirelasi yang internal itu sendiri, bukan dari relasi-relasi pertandaan yang eksternal, bahkan bukan juga dari pancaran suara diskursus itu sendiri. Makna itu tidak terlihat dari pancaran diskursus yang terjadi bisa saja makna itu terletak dari dalam internal diskursus pengelolaan sehingga makna kepuasan yang terkandung di dalam sustainable tourism, yaitu triple bottom lines (lingkungan, ekonomi, sosial) atau dengan magic pentagon (kepuasan wisatawan, kelestarian lingkungan, kelestarian budaya, kesejahteraan masyarakat lokal, dan keuntungan bagi perusahaan). Kesamaan kepentingan antara investor dan BTDC dalam pengelolaan resor wisata Nusa Dua adalah modal membangun komunikasi yang harmonis,

27 199 namun mengingat kepentingan yang ada berlapis-lapis dan dalam interaksinya sangat ditentukan oleh berbagai kelompok termasuk masyarakat, maka misunderstanding dan penghindaran tanggung jawab adalah pemaknaan relasi kuasa yang nyata. Dalam beberapa hal, seperti terungkap dalam analisis di atas, pihak hotel harus menerima operasi bisnisnya terganggu karena berhadapan langsung dengan kelompok masyarakat yang berdemo ke hotel, sementara jaminan keamanan adalah pertama-tama ada di pundak BTDC. Namun, karena berada dalam resor wisata terpadu dan terintegrasi dengan kepentingan utama yang sama, miskomunikasi di antara mereka adalah dasar pemaknaan relasi untuk selalu kooperatif untuk mempertahankan pencapaian kepentingan masing-masing. Pemaknaan kontradiktif di antara investor dan BTDC adalah indikasi betapa pentingnya kooperatif di antara mereka. 7.3 Pemaknaan Masyarakat dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua Perubahan iklim sosial dan politik di Indonesia ikut memengaruhi cara masyarakat sekitar Nusa Dua untuk memaknai relasi kuasa mereka dengan BTDC dan pengelola hotel di Nusa Dua. Masyarakat memaknai relasi mereka dengan BTDC dan hotel-hotel di sana berubah sejalan dengan perubahan situasi sosial politik. Perubahan itu tampak dalam munculnya protes-protes dari masyarakat terhadap ketidakpuasan mereka terhadap pengelolaan resor, menolak rencana pengembangan, dan sopir-sopir taksi lokal menyampikan aspirasi mereka dengan cara demonstrasi ke hotel. Hubungan yang dulu tampak harmonis dalam sebuah hegemoni berubah menjadi negosiasi dan oposisional yang tajam. Beberapa kali

28 200 terjadi, organisasi sopir taksi lokal menduduki pintu masuk halaman Hotel Westin di Nusa Dua karena mereka dipinggirkan dari peluang memberikan layanan angkutan kepada wisatawan. Beberapa kali juga pemerintah dan BTDC termasuk aparat keamanan dan tokoh masyarakat setempat untuk ikut turun mengamankan demonstrasi dan menjadi mediator untuk mecari jalan ke luar. Media massa menjadikan konflik antara berbagai pilar dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua sebagai liputan media yang menarik. Koran terbesar di Bali, BaliPost, bahkan sampai menurunkan Tajuk Rencana membahas soal taksi dengan judul Saling Pengertian di Tengah Krisis (Bali Post, 1 Maret 2004). Konflik itu muncul berulang, misalnya Bali Post 4 Juli 2012 menurunkan berita berjudul Tuntut Kerja Sama Penyediaan Angkutan, Massa Koptax Memblokir Pintu Masuk Hotel Westin. Ekspresi masyarakat tampil dengan nada ancaman, memberikan batas waktu atau dead line segala kepada BTDC, dalam urusan kontribusi BUMN itu kepada pembangunan di desa sekitar resor, seperti terbaca dalam judul berita BTDC Di- deadline Dua Minggu ( Bali Post, 2 Desember 2011). Bahkan, masyarakat Nusa Dua membentuk forum yang diberi nama Forum Masyarakat Nusa Dua (FMND) yang maju memperjuangkan hak -hak masyarakat. Forum adalah orgaisasi yang tidak begitu ketat yang banyak muncul dan bergerak setelah era reformasi, yang menandai bagaimana masyarakat tanpa rasa takut seperti zaman dulu dalam memperjuangkan hak-haknya, atau menuntut apa yang mereka rasa sebagai ketidakadilan baru. Kejadian ini dan ekspresi oposisional lainnya dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua oleh masyarakat menunjukkan adanya perubahan pemaknaan

29 201 secara radikal dalam relasi kuasa masyarakat dengan kedua pilar lainnya. Perubahan itu mendapat dukungan dari media massa sehingga memaksa semua pilar untuk mencarikan solusinya demi kehadiran Nusa Dua sebagai resor wisata mewah terpadu tetap bisa menjalankan fungsi dan cita-citanya sebagai penyedia jasa akomodasi dan hiburan kepada wisatawan dari berbagai negara di dunia. Pada zaman dulu, pada masa awal beroperasinya hotel-hotel di resort BTDC, demonstrasi seperti itu tidak pernah terjadi dan tidak akan mungkin terjadi karena sedemikian pentingnya arti keamanan dan keteraturan untuk menjaga keharuman nama Nusa Dua, Bali, dan pariwisata Indonesia secara umum. Pemaknaan masyarakat atas pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua berbedabeda dari kelompok satu dengan yang lainnya, seperti warga banjar dengan kelompok sopir taksi. Oleh karena itu, pemaknaan yang diberikan dan cara mereka mengekspresikan pun berbeda-beda. Ada yang memaknai dengan positif dan ada yang memaknai dengan negatif, hal ini kembali kepada kepentingan pihak yang bersangkutan. Sangat sulit untuk digeneralisasi, karena penilai positif atau negatif tersebut sudah merupakan penilaian yang mengandung nilai, sedangkan nilai tersebut tidak selalu sama bagi setiap masyarakat. Artinya dampak positif atau negatifnya masih perlu di pertanyakan positif untuk siapa dan negatif untuk siapa? (Pitana, 1999: 39). Tidak mengherankan jika partisipasi masyarakat dalam pengembangan daerah pariwisata masih rendah. Bahwa sebenarnya pariwisata merupakan sektor yang paling menyentuh seluruh aspek masyarakat, baik dalam bidang bisnis, pelayanan, lingkungan alam, serta masyarakat lokal.

30 202 Sejak berubahnya daerah Nusa Dua dari yang gersang menjadi Resor Wisata Nusa Dua terpadu yang bertaraf internasional, muncul banyak makna dari berbagai kalangan. Makna tersebut berbeda-beda sehingga secara tidak langsung perubahan wilayah tersebut menjadi daerah wisata telah merubah struktur internal dari masyarakat, yang mempunyai kepentingan dan yang tidak mempunyai kepentingan. Mathieson (1982: 90) menegaskan bahwa pariwisata telah mengubah struktur internal dari kelompok masyarakat yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara yang mempunyai hubungan dengan pariwisata dan yang tidak mempunyai hubungan dengan pariwisata. Dapat dikatakan keterkaitan pariwisata di daerah, masyarakat menjadi salah satu pemisah atau pembeda. Pengembangan pariwisata di Nusa Dua secara ekonomi ada yang berpendapat bahwa, dengan masuknya pariwisata di Nusa Dua membantu meningkatkan perekonomian masyarakat dari lapangan kerja, kontribusinya bagi ekonomi masyarakat sekitar. Di sisi lain ada yang berpandangan berbeda. Perbedaan ini terlihat dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua sekarang ini. Sebagian kelompok merasa senang akan kehadiran daerah pariwisata di Nusa Dua. Sebagaimana yang dipaparkan oleh I Ketut Sarya, AR yang bekerja sebagai Ketua Yayasan Dwijendra Bualu berikut: Masyarakat sangat merasakan kehadiran BTDC dan investor, terutama dalam hal kemajuan usaha serta peningkatan taraf hidup. Masyarakat berharap dari BTDC dan investor di ResorWisata Nusa Dua adalah tidak adanya pembatas antara resor dan desa masyarakat (Wawancara 20 April 2014).

31 203 Kata kunci penting dalam pernyataan di atas adalah pengakuan atas peran BTDC dan investor yang sudah dirasakan oleh masyarakat dan permintaan agar tidak adanya pembatas antara resor dan desa. Pernyataan ini adalah pemaknaan baru atas konsep enclave yang menjiwai pembangunan resor sejak awal, resor yang dibangun terpisah. Ungkapan Ketut Sarya juga bisa disimak sebagai ungkapan pemaknaan abstrak bukan fisik semata, yakni agar batas pemisah sosial ekonomi masyarakat desa dengan BTDC tidak dibiarkan menganga, agar batas itu ditiadakan. Caranya mungkin, seperti banyak diperjuangkan, agar BTDC dan investor di sana memberikan kontribusi nyata pada pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Hal senada mengenai peran BTDC dan investor yang dirasakan masyarakat juga disampaikan warga lain yang sama-sama sebagai wiraswasta, yaitu I Wayan Lemes (Wawancara 3 Mei 2014) dan I Made Sudarsa (Wawancara 2 Februari 2014). Secara spesifik, Sudarsa menekan perlunya BTDC dan investor untuk menjaga komunikasi dan membantu masyarakat untuk membangun desanya sebagai dewasa wisata sehingga wisatawan tidak tinggal di hotel saja tetapi mau berkunjung ke kampung. Menurut Sudarsa masyarakat sangat merasakan kehadiran BTDC dan investor, terutama dalam bentuk tenaga kerja, kesempatan untuk berusaha, pemanfaatan potensi lokal, dan efek ekonominya sangat positif. Sedangkan yang diharapkan masyarakat dari BTDC dan investor di Resor Wisata Nusa Dua: agar kedepannya BTDC dan investor agar selalu menjaga komunikasi yang lebih komunikatif, dan bisa mengembangkan konsep wisata Desa ( tourist village)/ tourist go to kampung (Wawancara 2 Februari 2014).

32 204 I Made Kuna, yang pemuka masyarakat/mantan Bendesa Adat Bualu memaknai kehadiran BTDC dan hotel-hotel di resor sebagai penyedia lapangan kerja untuk masyarakat. Made Kuna mengungkapkan bahwa dia merasakan kehadiran BTDC/investor karena hotel-hotel lapangan kerja semakin banyak, tentu mendatangkan banyak karyawan. Dampak lainnya, menurut Made Kuna, adalah bahwa para karyawan memerlukan rumah kos dan itu memberikan pendapatan kepada masyarakat dengan menyewakan kamar-kamarnya untuk akomodasi. Pendapatan itu berguna buat membiayai berbagai kebutuhan hidup. Meskipun sudah merasakan dampak ekonominya, masyarakat tetap berharap agar BTDC dan investor betul-betul mengutamakan penduduk lokal dapat kesempatan turut menikmati kemajuan pariwisata ini dan para pendatang semua ikut menjaga keamanan, ketertiban, kedamaian dan kelestarian lingkungan (Wawancaranya 1 Juni 2014). Pentingnya keamanan ini merupakan bagian dari ideologi pariwisata global, dan aspirasi Made Kuna di sini adalah bukti persetujuan masyarakat atas pentingnya safety and security di resor wisata kelas dunia Nusa Dua. I Made Retha, Bendesa Adat Bualu, menyampaikan manfaat lain dari kehadiran resor wisata Nusa Dua. Yang disampaikan bukan manfaat ekonomi dari peluang berusaha dan peluang kerja tetapi bantuan sosial berupa CSR. Meski demikian, dia menyampaikan agar bantuan CSR terus ditingkatkan misalnya dengan memperbaiki sarana olah raga yaitu lapangan sepak bola (Wawancara 6 Juni 2014).

8.1 Temuan Penelitian

8.1 Temuan Penelitian BAB VIII PENUTUP Bab Penutup ini berisi tiga hal yaitu Temuan Penelitian, Simpulan, dan Saran. Tiap-tiap bagian diuraikan sebagai berikut. 8.1 Temuan Penelitian Penelitian tentang relasi kuasa dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling populer akan kepariwisataannya. Selain itu, pariwisata di Bali berkembang sangat pesat bahkan promosi pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga puluh tahun terakhir ( ), Resor Wisata Nusa Dua

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga puluh tahun terakhir ( ), Resor Wisata Nusa Dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam tiga puluh tahun terakhir (1983-2013), Resor Wisata Nusa Dua telah menjadi bagian penting dari pembangunan dan perkembangan industri pariwisata Bali pada khususnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sajian pemberitaan media oleh para wartawan narasumber penelitian ini merepresentasikan pemahaman mereka terhadap reputasi lingkungan sosial dan budaya Kota Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sektor andalan dalam pembangunan Indonesia dan pembangunan daerah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sektor andalan dalam pembangunan Indonesia dan pembangunan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan pariwisata sebagai suatu industri merupakan hal penting bagi beberapa negara di dunia seperti halnya Indonesia. Sektor pariwisata masih menjadi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internet kita bisa melakukan bisnis secara online, mencari berbagai informasi

BAB I PENDAHULUAN. internet kita bisa melakukan bisnis secara online, mencari berbagai informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Internet merupakan salah satu bentuk perkembangan dan kemajuan teknologi yang sangat berperan dalam kehidupan manusia terutama dalam menyebarkan berbagai informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini terlihat sangat pesat. Perkembangan ini tidak hanya melahirkan era informasi global tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menarik, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menarik, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang ekonomi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan persaingan bisnis di Indonesia adalah salah satu fenomena yang sangat menarik, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang ekonomi yang semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai Nusa Dua pernah dilakukan oleh I Nyoman Madiun. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA 1. Latar Belakang Program pelestarian dan pengembangan kebudayaan pada dasarnya dilaksanakan untuk mengetengahkan nilai-nilai kebudayaan guna memperkokoh ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupkan salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional. Peranan pariwisata di Indonesia sangat dirasakan manfaatnya, karena pembangunan dalam sektor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman dalam hal kebudayaan dan sumber daya alamnya. Hal ini merupakan daya tarik yang sangat kuat yang dimiliki oleh Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu ukuran atau indikasi kemajuan suatu masyarakat adalah tersedianya fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu ukuran atau indikasi kemajuan suatu masyarakat adalah tersedianya fasilitas 121 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu ukuran atau indikasi kemajuan suatu masyarakat adalah tersedianya fasilitas penunjang bagi masyarakat itu sendiri. Fasilitas penunjang yang di maksud,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andi Sulaiman, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andi Sulaiman, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia dalam kegiatan perusahaan memiliki peran yang penting, maka hendaknya perusahaan perlu mengelola sumber daya manusia sebaik mungkin, karena kunci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perjalananan wisatawan dunia mencapai 1 miliar pada tahun 2012. Menurut Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha pariwisata ini menjadi sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. Usaha pariwisata ini menjadi sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata dianggap sebagai salah satu sektor yang berkembang relative pesat pada saat ini, bahkan pariwisata telah menjadi industri terbesar di dunia. Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata di dunia dewasa ini berkembang dengan sangat cepat dan dikatakan berada ada tingkat sekunder, artinya keberadaan pariwisata bisa di sejajarkan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serangan teroris yang terjadi tahun 2002 dan 2005 menimbulkan penurunan angka

BAB I PENDAHULUAN. Serangan teroris yang terjadi tahun 2002 dan 2005 menimbulkan penurunan angka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata Bali berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir ini, terutama jika dilihat dari tren angka kunjungan wisatawan domestik dan asing. Serangan teroris yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)

Lebih terperinci

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebesar 251 juta orang (Komisi Pemilihan Umum, 2012), Indonesia menyimpan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebesar 251 juta orang (Komisi Pemilihan Umum, 2012), Indonesia menyimpan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di jalur khatulistiwa. Dengan jumlah pulau sebanyak 13.487 pulau dan populasi sebesar 251

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan BAB V KESIMPULAN Mencermati perkembangan global dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan arus perjalanan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Wisatawan Di Cikole Jayagiri Resort Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Wisatawan Di Cikole Jayagiri Resort Bandung BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pariwisata merupakan sektor industri yang sangat berkembang pesat di negara kita, selain itu pariwisata adalah salah satu sektor yang meningkatkan taraf perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan mempunyai tanggung jawab bukan hanya kepada pemegang saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga kepada lingkungan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diandalkan tidak hanya dalam pemasukan devisa, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diandalkan tidak hanya dalam pemasukan devisa, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata memiliki potensi cukup besar dalam usaha meningkatkan devisa negara. Pariwisata menjadi suatu kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu industri yang memiliki pertumbuhan pembangunan yang cepat. Saat ini sektor pariwisata banyak memberikan kontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sektor yang cukup diperhitungkan dan diperhatikan oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sektor yang cukup diperhitungkan dan diperhatikan oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan adalah salah satu industri penggerak perekonomian di setiap negara maju dan berkembang. Tidak dipungkiri bahwa kepariwisataan itu merupakan sektor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang sangat menarik telah secara serius memperhatikan perkembangan sektor pariwisata, dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran dalam pembangunan nasional, diantaranya sebagai sumber perolehan devisa, menciptakan dan memperluas lapangan usaha, meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI 6.1. Kebijakan Pengembangan Investasi di Kabupaten Banyuaesin Konsep dan design arah pengembangan investasi di Kabupaten Banyuasin dibuat dengan mempertimbangkan potensi wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan. Logika ekonomi neoklasik adalah bahwa dengan meningkatnya keuntungan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), juga aspek sosial dan lingkungan yang biasa

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya alam maupun kebudayaan unik dan tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Dengan telah dimulainya ASEAN Community tahun 2015 merupakan sebuah perjalanan baru bagi organisasi ini. Keinginan untuk bisa mempererat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan kajian World Economic Forum (WEF) lewat laporan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan kajian World Economic Forum (WEF) lewat laporan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan kajian World Economic Forum (WEF) lewat laporan Travel and Tourism Competitiveness Report 2015, lonjakan posisi daya saing Indonesia yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat menetapkan Bali sebagai pulau wisata terbaik di Dunia. Demikian pula organisasi Travel Leisure di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan walaupun masih ada aliran dana dari pusat kepada daerah seperti dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. keuangan walaupun masih ada aliran dana dari pusat kepada daerah seperti dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia membawa beberapa perubahan dalam sistem tata kelola pemerintahan. Pada UU no. 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Public relations (PR) atau hubungan masyarakat (humas) telah menjadi semacam kebutuhan dalam manajemen di Indonesia, dengan berbagai istilahnya. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibangun dari berbagai segmen industri, seperti: akomodasi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. yang dibangun dari berbagai segmen industri, seperti: akomodasi, transportasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sektor pembangunan yang mendatangkan devisa bagi negara adalah pariwisata. Di samping itu pariwisata juga merupakan industri yang besar yang dibangun dari

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis pengolahan data, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Dapat diketahui faktor eksternal dan internal Hotel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia yang turut serta menjadi pundi pundi devisa terbesar setelah migas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia yang turut serta menjadi pundi pundi devisa terbesar setelah migas. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu bagian dari lokomotif ekonomi Negara Indonesia yang turut serta menjadi pundi pundi devisa terbesar setelah migas. Beragam potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah Lot merupakan salah satu daya tarik wisata (DTW) di Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah Lot merupakan salah satu daya tarik wisata (DTW) di Bali yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah Lot merupakan salah satu daya tarik wisata (DTW) di Bali yang sepenuhnya dikelola oleh masyarakat atas persetujuan pemerintah sejak tahun 2000. Hak masyarakat

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan timbulnya persaingan yang ketat di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan timbulnya persaingan yang ketat di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menyebabkan timbulnya persaingan yang ketat di berbagai bidang industri, tak terkecuali pada industri Pariwisata. Persaingan tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep

PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep Penulis: Suryo Sakti Hadiwijoyo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1.Perencanaan Kinerja Kota Padang menempati posisi strategis terutama di bidang kepariwisataan. Kekayaaan akan sumber daya alam dan sumber daya lainnya telah memberikan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bali sudah sangat terkenal dengan pariwisata oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bali sudah sangat terkenal dengan pariwisata oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sudah sangat terkenal dengan pariwisata oleh karena itu, pemerintah provinsi Bali sangat mengandalkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pengembangan potensi pariwisata telah terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin ketatnya persaingan dalam bisnis usaha di Indonesia mendorong banyak perusahaan untuk lebih berpikir ke depan guna menjalankan strategi yang terbaik

Lebih terperinci

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan dan pengujian model yang dapat menjelaskan sebab dan akibat perilaku seorang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan dan pengujian model yang dapat menjelaskan sebab dan akibat perilaku seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pariwisata adalah bagian dari upaya pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan. Pariwisata merupakan kegiatan seseorang dan biasanya menyenangkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Bali Tahun 2013-2018 peranan Bali dengan sektor unggulan pariwisata telah memiliki posisi strategis pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah realisasi atas tujuan akhir dari integrasi ekonomi sebagaimana telah disertakan dalam visi 2020 yang berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata BAB V PEMBAHASAN Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis yang menghasilkan nilai serta tingkat kesiapan masing-masing komponen wisata kreatif di JKP. Pada bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Dokumen perencanaan tahunan daerah yang digunakan sebagai acuan perencanaan pembangunan dan penyusunan anggaran Tahun 2014, adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN UMUM NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENINGKATAN PARIWISATA INTERNASIONAL

BAB II KEBIJAKAN UMUM NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENINGKATAN PARIWISATA INTERNASIONAL BAB II KEBIJAKAN UMUM NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENINGKATAN PARIWISATA INTERNASIONAL A. Kondisi Pariwisata Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 bab 1 pasal 1 bagian ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan sektor industri pariwisata di dunia saat ini sangat pesat dan memberi kontribusi yang besar terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.Pengelolaan dan pengembangan pariwisata harus dilanjutkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.Pengelolaan dan pengembangan pariwisata harus dilanjutkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia.Pengelolaan dan pengembangan pariwisata harus dilanjutkan dan ditingkatkan karena sektor pariwisata

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KEPARIWISATAAN DI KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS POTENSI PARIWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEBAGAI PELUANG BISNIS

TUGAS MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS POTENSI PARIWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEBAGAI PELUANG BISNIS TUGAS MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS POTENSI PARIWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEBAGAI PELUANG BISNIS Disusun Oleh : Nama : Roy Anto Manalu NIM : 11.11.5333 Kelas : 11-S1-TI-10 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri jasa di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup berarti,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri jasa di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup berarti, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Perkembangan industri jasa di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup berarti, hal ini terlihat dari sumbangan sektor jasa(tersier) yang mencapai 37,3%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesibukan masyarakat yang semakin meningkat telah membuat berbagai objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan mereka tersebut. Tempat hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dimana PR merupakan suatu organisasi dengan informasi manajemen yang diharapkan,

BAB I PENDAHULUAN. Dimana PR merupakan suatu organisasi dengan informasi manajemen yang diharapkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini Public Relations (PR) atau yang sering disebut dengan humas merupakan bagian yang sangat penting bagi sebuah perusahaan. Dimana PR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring waktu berlalu, kondisi dunia bisnis yang kian kompetitif membuat banyak perusahaan harus mengatasi beratnya kondisi tersebut dengan membuat strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turis dalam melakukan perjalanan wisata atupun bisnis. lingkungan atau tempat-tempat tujuan wisata khususnya.

BAB I PENDAHULUAN. turis dalam melakukan perjalanan wisata atupun bisnis. lingkungan atau tempat-tempat tujuan wisata khususnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam. Keunikan dan keindahan alam yang ada membuat Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Liburan menjadi salah satu kebutuhan penting dan gaya hidup baru bagi manusia masa kini yang manfaatnya dapat dirasakan bagi psikologis manusia. Liburan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic Forum disebutkan bahwa peringkat Pariwisata Indonesia naik dari peringkat ke- 70 pada tahun 2013 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan di Indonesia tahun terakhir ini makin terus digalakkan dan ditingkatkan dengan sasaran sebagai salah satu sumber devisa andalan di samping

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi dan kemajuan ekonomi memberikan warna tersendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era globalisasi dan kemajuan ekonomi memberikan warna tersendiri 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dan kemajuan ekonomi memberikan warna tersendiri dalam wajah dunia saat ini. Demikian juga yang terjadi dalam dunia kepariwisataan. Dunia pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan BAB I PENDAHULUAN Sejarah perkembangan ekowisata yang tidak lepas dari pemanfaatan kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan definisi ekowisata sebagai perjalanan ke wilayah-wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong utama perekonomian dunia pada abad ke-21, dan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong utama perekonomian dunia pada abad ke-21, dan menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, sektor pariwisata merupakan industry terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi global. Sektor pariwisata akan menjadi pendorong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat ketat, hal itu juga berdampak pada perubahan tingkat kesadaran masyarakat mengenai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture>

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture> BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan museum tidak hanya sekedar untuk menyimpan berbagai bendabenda bersejarah saja. Namun dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Kepariwisataan di Provinsi Bali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau Bali, yaitu wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Daerah Nusa Dua telah berkembang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (DISPARBUD JABAR) merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab hasil penelitian dan pembahasan maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Strategi komunikasi pemasaran terpadu Dinas Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era persaingan bisnis saat ini, sebuah perusahaan dituntut untuk mampu memiliki langkahlangkah inovatif yang mampu memberi daya saing dengan kompetitor. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata sudah merupakan bagian penting dari kebutuhan manusia. Pariwisata sendiri sebenarnya adalah sebuah kegiatan rekreasi atau liburan yang mana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Project Pada zaman sekarang ini, manusia selalu memperoleh tekanan untuk bertahan hidup. Tekanan untuk bertahan hidup ini mendorong manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia sedang mengembangkan sektor wisata yang terdapat di alam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia sedang mengembangkan sektor wisata yang terdapat di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia sedang mengembangkan sektor wisata yang terdapat di alam Indonesia untuk menaikan devisa negara. Karena itu pemerintah banyak mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang direkomendasikan oleh

Lebih terperinci