BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga puluh tahun terakhir ( ), Resor Wisata Nusa Dua

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga puluh tahun terakhir ( ), Resor Wisata Nusa Dua"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam tiga puluh tahun terakhir ( ), Resor Wisata Nusa Dua telah menjadi bagian penting dari pembangunan dan perkembangan industri pariwisata Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Tahun 2004, Resor Wisata Nusa Dua merupakan resor pertama di Indonesia yang mendapat sertifikasi Green Globe (Madiun 2010: 57-58), yang menunjukkan keberhasilan pembangunan dan pengelolaan resor wisata ini dalam pengembangan industri dan pelestarian lingkungan. Resor Wisata Nusa Dua ikut memberikan kontribusi penting dalam prestasi Bali sebagai destinasi wisata berkelas dunia. Indonesia beberapa kali dipilih sebagai tempat pelaksanaan konferensi internasional seperti ASEAN Summit 2005, Climate Change Conference 2007, Miss World 2013, dan APEC Meetings 2013 yang semuanya dilaksanakan di Resor Wisata Nusa Dua. Kecuali mungkin Jakarta, hanya Bali yang memiliki fasilitas yang memenuhi syarat untuk pelaksanaan event-event internasional di Indonesia. Dengan demikian Resor Wisata Nusa Dua telah memberikan kontribusi penting dalam citra positif negara dan bangsa Indonesia di dunia internasional. Kontribusi Nusa Dua pada citra positif pariwisata Bali dan bangsa Indonesia di mata masyarakat internasional adalah hasil kombinasi hubungan atau kerja sama antara pemerintah, investor, dan masyarakat. 1

2 2 Resor Wisata Nusa Dua sejak awal sampai sekarang dikelola oleh badan usaha milik negara lewat lembaga Bali Tourism Development Corporation (BTDC). Mulai tahun 2014, BTDC melakukan rebranding atau perubahan merk menjadi ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation). Dalam penelitian ini, nama BTDC tetap digunakan karena periode waktu penelitian adalah ketika badan usaha milik negara ini masih bernama BTDC. Perencanaan dan proses pembangunan resor ini dimulai awal tahun an, diawali dengan kajian komprehensif dengan menggunakan tenaga ahli dari luar negeri, SCETO Perancis. Pendanaan dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan pinjaman dari lembaga dana internasional seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank. Daerah kering seluas 350 hektar di daerah Nusa Dua disulap menjadi resor wisata kelas dunia, dimulai dengan pembebasan lahan, pembangunan prasarana jalan, dan hotel bintang lima. Hotel pertama yang dibangun dan beroperasi adalah Nusa Dua Beach Hotel, yakni mulai tahun Hotel ini milik perusahaan penerbangan Garuda Indonesia, tampil sebagai pelopor hotel di Resor Wisata Nusa Dua. Peresmian pembukaan hotel ini dilakukan langsung oleh Presiden Suharto. Dalam perjalanan bisnisnya kemudian, tahun 1994 Hotel Nusa Dua Beach dijual kepada investor dari Brunei Darrussalam. Alasannya, antara lain, Garuda Indonesia perlu memfokuskan bisnisnya pada penerbangan dan membutuhkan dana untuk pembelian pesawat terbang baru. Proyek pembangunan Resor Wisata Nusa Dua merupakan program utama pemerintah Orde Baru dalam pembangunan industri pariwisata sebagai sumber devisa. Tahun 1980-an, ketika harga minyak dunia turun, pemerintah mencari

3 3 alternatif pendapatan, dan pariwisata salah satunya yang dilirik karena dianggap dapat dengan cepat memberikan hasil mendatangkan devisa, selain minyak dan ekspor tekstil ( Erawan, 1994). Kenyataannya memang demikian, karena tahun 1980-an dan 1990-an, pariwisata membuktikan diri sebagai salah satu sumber penting devisa negara. Industri perhotelan, bisnis trasnportasi, biro perjalanan, ekspor pakaian jadi ikut berkembang sejalan dengan perkembangan pariwisata. Lebih dari itu, Indonesia memiliki potensi wisata yang sangat besar untuk dikembangkan. Bali telah lebih dahulu membuktikan betapa alam dan budaya yang indah dan unik bisa menjadi daya tarik wisata yang memikat. Tidak mengherankan kalau kemudian pemerintah Pusat memilih Nusa Dua di Bali sebagai proyek percontohan pembangunan resor mewah. Pembangunan hotel-hotel berbintang di Nusa Dua adalah bukti betapa dinamisnya bisnis pariwisata tahun 1980-an di Bali. Setelah Nusa Dua Beach Hotel, lalu beroperasi Hotel Melia Bali Sol, Hotel Putri Bali, Bali Hilton, Grand Hyatt Nusa Dua, dan Club Med. Sampai tahun 1989, di Resor Wisata Nusa Dua terdapat 1875 kamar. Pembangunan Resor Wisata Nusa Dua bisa dibagi dua, yaitu tahun 1980-an dengan berdirinya hotel-hotel seperti Nusa Dua Beach Hotel (465 kamar), Hotel Putri Bali (425 kamar), Melia Bali Sol yang sekarang berubah nama menjadi Melia Bali Resor, Villas & Spa (550 kamar), dan Club Med Bali (435 kamar); kemudian periode 1990-an sampai sekarang dengan berdirinya hotel-hotel The Westin Resor, The Laguna Resor & Spa, Grand Hyatt Bali, Ayodya Resor Bali (nama baru Bali Hilton), Amanusa Resor, Novotel Nusa Dua Hotel &

4 4 Residences, The ST. Regis Bali Resor, Mariott Hotel, Kayu Manis Resident, Bale Desa dan seterusnya. Pada tahun 2013, di Nusa Dua terdapat 19 hotel dan villa dengan jumlah kamar sebanyak 4615 kamar, pusat konferensi ( convention centre) dua buah berkapasitas 3000 kursi dan 5000 kursi; dan lapangan golf satu unit dengan 18 holes. Di sana juga terdapat plaza Bali Collection & Entertainment, amenity core tempat diselenggarakan Festival Nusa Dua secara regular. Tanah di resor ini milik BTDC, dibagi dalam bentuk lot-lot ( kavling) untuk disewakan kepada investor, yang membangun hotel, plaza, lapangan golf, dan pusat konferensi dengan sistem sewa yang diatur dan disepakati sesuai ketentuan (lebih lanjut akan dibahas dalam Bab IV). Kehadiran Resor Wisata Nusa Dua sejak tahun 1983 sampai 2013, atau 30 tahun, sudah memberikan andil besar dalam pembangunan pariwisata Indonesia. Pemerintah Indonesia lewat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (nam anya berganti beberapa kali, dan sejak Oktober 2011 menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan sejak Oktober 2014 menjadi Kementerian Pariwisata) telah menjadikan BTDC sebagai model pengembangan resor-resor wisata di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari pembentukan LTDC untuk Lombok, Biak TDC, MTDC untuk Manado. Usaha-usaha ke arah itu sangat konkret, ditandai dengan penyertaan saham dan pengiriman staff dari BTDC ke tempat-tempat itu. Akan tetapi, sampai tahun sekarang, tidak ada satu pun proyek serupa BTDC berhasil di berbagai daerah di Indonesia. Banyak persoalannya mulai dari geografi, faktor

5 5 budaya, dan sosial masyarakat, yang tidak didiskusikan lebih khusus di sini karena bukan merupakan scope utama dari penelitian ini. Di balik segala suksesnya sebagai resor wisata mewah, Resor Wisata Nusa Dua menyimpan sejumlah persoalan sosial-ekonomi yang telah dan masih dirasakan masyarakat sekitar resor tersebut sejak awal pembebasan tanah sampai sekarang. Persoalan sosial-ekonomi tersebut berpusat dalam relasi kuasa antara masyarakat, pemerintah, dan kemudian dengan investor atau pemodal yang mengelola hotel di sana. Intensitas relasi kuasa itu berubah dan berbeda sesuai dengan situasi sosial politik bangsa. Ketika usaha pembebasan lahan dilaksanakan untuk resor tersebut awal tahun 1970-an, masyarakat mengalami tekanan dan intimidasi. Mereka tidak mendapatkan gambaran yang jelas antara proses pembebasan, luas lahan yang perlu dilepaskan warga, serta harga atau nilai ganti rugi yang akan mereka terima. Dalam bukunya Nusa Dua, Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern (2010), Nyoman Madiun yang membahas masalah partisipasi masyarakat setempat dalam pembangunan sempat mencatat segala kepelikan yang dihadapan masyarakat dalam pembebasan tanah. Madiun menulis sebagai berikut: yang dirasakan oleh masyarakat pada saat itu adalah tekanan-tekanan yang bersifat hegemonik, baik secara fisik maupun mental. Intimidasi adalah merupakan bentuk tindakan yang paling sering dialami oleh masyarakat yang dicap sebagai pembangkang dan selalu menunjukkan sikap membandel dalam hal negosiasi lahan dengan penguasa saat itu (2010: 50). Pendapat Madiun sudah sejak lama menjadi perbincangan di kalangan masyarakat, bahkan sampai sekarang (Madiun 2010: 53). Pada saat pembebasan

6 6 lahan berlangsung, kekuatan kuasa pemerintah sangat tinggi sehingga masyarakat tidak bisa banyak melakukan negosiasi, atau kalau pun bisa pasti berujung pada kekalahan. Menariknya, istilah yang digunakan Madiun dalam pendapat di atas adalah penguasa, bukan pemerintah atau aparat keamanan. Apapun, yang jelas pada saat itu, masyarakat dilukiskan dalam keadaan menghadapi berbagai tekanan. Proses pembebasan tanah dan pembangunan Resor Nusa Dua, menurut penelitian Madiun, penuh dengan pahit getir (2010: 53), dengan kata lain tidak ada manisnya sama sekali. Hal ini bisa dipahami karena saat itu, relasi kuasa antara pemerintah atau penguasa dengan masyarakat tidak seimbang. Pemerintahan Suharto yang mendapat dukungan penuh dari militer bersifat sentralistik dan otoriter. Daripada membangkang dan terintimidasi, pilihan sikap yang ditunjukkan masyarakat dalam proses pembebasan lahan adalah selalu pasrah menerima keputusan dari atas (Madiun 2010: 51). Mengingat adanya relasi kuasa yang timpang itu, penelitian ini memusatkan perhatian pada relasi kuasa tiga pilar dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Yang termasuk dalam tiga pilar ini adalah masyarakat, pemerintah dalam hal ini BTDC, dan investor yaitu pemodal yang mengelola usaha akomodasi dan usaha lain yang terkait dengan jasa wisata di Resor Wisata Nusa Dua. Periode waktu penelitian difokuskan pada relasi kuasa dalam lima belas tahun terakhir, , yakni era sesudah reformasi. Perubahan lanskap politik di Indonesia pasca-reformasi dari rezim Orde Baru yang otoriter ke pemerintahan reformis yang demokratis, ikut memberikan pengaruh pada relasi kuasa antara

7 7 penguasa dan masyarakat, termasuk yang terjadi di Nusa Dua. Kalau dulu, seperti ditulis oleh Madiun, masyarakat pasrah dalam berhadapan dengan penguasa, namun pada masa pasca-reformasi dewasa ini masyarakat lebih berani menyampaikan aspirasi, melakukan negosiasi, bahkan melakukan protes dan aksi nyata untuk mewujudkan aspirasinya. Perubahan sistem sosial politik bangsa yang memberikan pengaruh pada relasi kuasa antara masyarakat dan pemerintah serta investor di Resor Wisata Nusa Dua inilah yang menjadi alasan penting mengapa penelitian ini dilakukan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pasca reformasi, banyak terjadi gejolak di Resor Wisata Nusa Dua, yang bisa dilihat sebagai pergeseran penting dalam relasi kuasa antara masyarakat, penguasa, dan pengusaha. Pergeseran relasi itu belum pernah diangkat dalam penelitian para ahli. Dengan tetap mengapresiasi keberhasilan Nusa Dua dalam memajukan kepariwisataan Bali dan citra bangsa, penelitian atas relasi kuasa ini dapat memberikan kita pemahaman yang lebih mutakhir dan seimbang atas dinamika di balik gemerlap resor wisata kelas mewah. Pengertian relasi kuasa akan diuraikan lebih rinci dalam Subbab Konsep (Bab II), namun secara ringkas perlu disampaikan di sini bahwa yang dimaksudkan dengan relasi kuasa di sini adalah interaksi yang didasari oleh persetujuan dan ketidaksetujuan, penerimaan atau resistensi, penolakan atau negosiasi, dalam berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan tiap-tiap pilar. Konsep relasi kuasa ( power relation) berasal dari teori Marxist tentang kelas (misalnya relasi buruh versus majikan; relasi kelompok yang dominan versus didominasi) khususnya dalam konteks economic and mode of production atau

8 8 ekonomi dan sistem produksi (Lewi s, 2008: 78). Sebagai pemikir Marxist, Antonio Gramsci lewat konsep hegemoni yang sangat terkenal dan banyak dipakai para sarjana dalam kajian sosial, budaya, dan politik memberikan penjelasan relasi kuasa dalam konteks lain yang lebih luas antara kelompok yang dominan dan didominasi; atau penjajah dan terjajah tanpa menggunakan unsurunsur kekerasan tetapi penyerahan dengan pengakuan. Namun, mengingat tidak ada yang namanya kondisi hegemoni penuh, maka dalam setiap situasi tertekan selalu terdapat perlawanan (resistensi). Negosiasi atau tawar-menawar dalam bentuk apa pun adalah wujud perlawanan yang paling nyata yang tidak bisa diabaikan dalam relasi kuasa. Dalam penelitian ini, kajian relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua dilaksanakan dengan melihat bagaimana ketiga pilar yang menjadi stakeholders utama terlibat dalam proses negosiasi dalam berbagai isu untuk mencapai tujuan masing-masing. Setelah sekitar 30 tahun resor Nusa Dua berdiri, sudah ada beberapa penelitian tentang wilayah ini baik mencakup aspek pariwisata serta hubungan masyarakat lokal dengan resor tersebut. Ada penelitian yang hanya menyinggung peran Nusa Dua sepintas lalu dalam sebuah kajian yang lebih besar tentang citra pariwisata Bali (Vickers 1989) atau dalam proses turistifikasi kebudayaan Bali ( Picard 1996), atau dalam konteks serangan terorisme di Bali 2002 dan 2005 (Hitchcock dan Putra 2007), di samping tentang aspek lain yang menjadi dampak langsung atau tidak langsung dari pariwisata atas situasi sosial budaya di Nusa Dua seperti studi kasus daya tarik ritual di Nusa Dua (Ariasri 2005) dan komodifikasi wisata spiritual di resor Puja Mandala di Nusa

9 9 Dua (Dwiyarthi 2008; Putra 2014). Satu studi yang secara khusus dan mendalam terhadap Resor Wisata Nusa Dua dilakukan Madiun tahun 2008 dalam bentuk disertasi yang kemudian terbit sebagai buku Nusa Dua; Model Pengembangan Resor wisata Modern (2010). Fokus kajian Madiun adalah partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata Nusa Dua, mulai dari pembahasan atas bentuk partisipasi, faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi, dan dampak dan makna partisipasi. Kajian atas buku Madiun dan kajian dari sarjana lainnya disampaikan secara khusus dalam bagian berikutnya ( Bab II), namun uraian singkat di sini diberikan sebagai latar belakang untuk memperkuat pentingnya penelitian ini dilaksanakan. Fokus penelitian ini adalah relasi kuasa tiga pilar Resor Wisata Nusa Dua. Jika diringkaskan dari uraian di atas maka pertimbangan emperik dan teoritik yang menjadi alasan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, pembangunan dan pengoperasian Resor Wisata Nusa Dua senantiasa diwarnai dengan adanya negoisiasi, penolakan, dan kompromi antara masyarakat sekitar, BTDC (wakil pemerintah), dan investor. Hal ini sudah terasa sejak awal, yakni mulai dari proses pembebasan tanah tahun 1970-an, pendirian hotel tahun 1980-an, sampai dengan pengoperasian hotel-hotel sejak dulu hingga sekarang. Kelancaran proses usaha di Nusa Dua tidak bisa dilihat sebagai proses yang tenang tetapi penuh gejolak dan dinamika antara negosiasi dan kompromi, di samping merupakan wujud dari adanya interaksi, dan dalam interaksi itu tiap-tiap pilar melakukannya berdasarkan kuasa yang dimiliki masing-masing.

10 10 Kedua, fakta menunjukkan bahwa dinamika industri pariwisata bukanlah sesuatu yang lepas atau terisolasi dari dunia sosial dan politik. Ini adalah alasan teoritik karena menempatkan pariwisata sebagai sebuah sistem yang tidak berdiri sendiri dari kehidupan sosial politik lainnya. Perubahan iklim politik di Indonesia ikut memengaruhi dinamika bisnis pariwisata pada umumnya dan relasi kuasa antara masyarakat dengan pemerintah dan pengusaha dalam suatu manajemen objek wisata. Penelitian ini akan melihat bagaimana pengaruh reformasi dalam relasi kuasa antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam pengelolaan resor wisata Nusa Dua. Yang jelas, sejumlah insiden protes dan tuntutan terhadap BTDC dan pengusaha-pengusaha hotel pernah disampaikan masyarakat dan penyampaian aspirasi itu adalah bentuk relasi kuasa yang menarik untuk diteliti. Ketiga, penelitian relasi kuasa di Resor Wisata Nusa Dua menjadi penting dalam konteks kajian budaya (cultural studies) karena dapat membantu kita atau pihak terkait untuk mengetahui persoalan-persoalan jauh ke balik yang tampak di permukaan. Kajian Budaya membukakan jalan kepada peneliti untuk berpikir dan bersikap kritis atas apa yang terjadi dalam sebuah sistem, tidak menerima begitu saja bahwa sistem berjalan dengan harmonis, sebaliknya selalu melihat bagaimana dinamika bergerak dalam sistem yang ada, saling-silang antara berbagai kubu yang memiliki kepentingannya yang tidak jarang berseberangan, atau dikatakan memiliki kepentingan yang sama tetapi dalam praktiknya ada kubu yang selalu berusaha untuk menjadi dominan, akibatnya timbul negosiasi atau resistensi atau kompromi dari pihak yang lain.

11 11 Seperti sudah ditegaskan di atas, jangkauan waktu penelitian ini dikhususkan pada periode waktu satu setengah dekade terakhir ini atau 15 tahun, yakni sejak Sehubungan dengan persoalan relasi kuasa dewasa ini adalah lanjutan dari apa yang terjadi sejak awal pembebasan lahan dan proses awal pembangunan Nusa Dua, maka kajian juga melihat perkembangan secara empiris sejak pembebasan tanah sekitar tahun 1970 sampai saat ini dan perkembangan sejak mulainya sebuah hotel beroperasi mulai tahun 1983 sampai saat ini. Relasi kuasa yang ada sekarang selain disebabkan oleh situasi sosial politik dewasa ini, juga merupakan geneologi dari situasi pada masa lalu. Pertimbangan pemilihan periode terakhir ini adalah sebagai berikut. Pertama, masyarakat di daerah Nusa Dua sejak awal sudah berani secara terbuka untuk menyampaikan aspirasinya, melakukan negosiasi, bahkan perlawanan terhadap dua kubu di resor itu, yaitu BTDC dan investor. Kekecewaan itu antara lain bisa dilihat dalam penyerangan kantor BTDC dan perumahan Direksi BTDC pada kerusuhan 1999, di mana terjadi sejumlah kerusakan di rumah jabatan tersebut. Hegemoni kekuasaan Orde Baru yang memperlihatkan keharmonisan dan keamanan di permukaan ternyata dengan cepat menimbulkan perlawanan dan ketegangan ketika reformasi terjadi. Relasi kuasa mulai terjadi dalam bentukbentuk negosiasi, resistensi, dan kompromi pada masa reformasi, oleh karena itu, masuk akal untuk menjadikan tahun itu sebagai masa cakupan penelitian. Kedua, relasi kuasa antara ketiga kubu terus-menerus terjadi dalam satu setengah dekade ( ), pada masa mana telah tercatat tiga direktur utama BTDC selama masa cakupan riset dan masing-masing dirut menghadapi persoalan

12 12 dalam relasi kuasa yang nyata. Ketiga dirut yang menjabat pada periode cakupan penelitian adalah Anak Agung Gede Rai ( ), I Made Mandra ( ), dan Ida Bagus Wirajaya (2011 -sekarang). Jika ditelusuri ke belakang dalam periode 15 tahun terakhir, masing-masing dirut menghadapi proses negosiasi dan kompromi antara lembaga yang dipimpinnya dalam hal ini BTDC dengan investor dan masyarakat. Model relasi yang diwarnai dengan intimidasi tidak lagi terjadi seperti dahulu, maka negosiasi merupakan pilihan walaupun sering tidak mudah mendapatkan solusi. Terkadang, persoalan yang ada muncul berulang sebagai tanda kompleksnya persoalan atau sulitnya mendapatkan solusi yang abadi dalam perjalanan waktu yang berubah terus. Salah satu misalnya demonstrasi kelompok sopir taksi lokal terhadap hotel-hotel di Resor Wisata Nusa Dua yang menganaktirikan mereka dengan usaha taksi lain, yang tidak mengizinkan mereka untuk antre di hotel seperti halnya perusahaan taksi lain. Dengan demikian, pemilihan periode waktu riset ini memang berdasarkan adanya data empiris yang menarik untuk dikaji. Ketiga, pertimbangan aktualitas dan pencegahan lenyapnya ingatan terhadap apa yang belum lama terjadi. Data-data tentang apa yang terjadi dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya masih hidup sehingga bisa dimintai komentar dan pendapat terhadap relasi kuasa di Nusa Dua. Hasil penelitian ini, bisa dijadikan bahan untuk meneliti hal serupa yang barangkali nyata terjadi pada masa awal pembangunan resor Nusa Dua dan tahun-tahun berikutnya. Penentuan cakupan waktu penelitian dalam 15 tahun terakhir bukan menganggap apa yang terjadi pada masa awal pembangunan Nusa Dua tidak penting, tetapi

13 13 membutuhkan tenaga dan waktu serta komitmen penelitian yang lebih berat atau sama beratnya dibandingkan dengan penelitian untuk 15 tahun terakhir. Sejak era reformasi, masyarakat mendapatkan ruang publik (public sphere) yang luas untuk menyampaikan aspirasinya, seperti lewat media massa, demonstrasi langsung, atau protes-protes verbal untuk mendapatkan apa yang dimengerti sebagai hak-haknya. Hal ini tidak saja terjadi dalam dunia politik, sosial, budaya tetapi juga dalam bidang pariwisata. Sering muncul dalam pemberitaan media massa di mana kelompok masyarakat melakukan penutupan jalan akses ke fasilitas pariwisata karena merasa bahwa mereka tidak memperoleh manfaat dari pariwisata di daerahnya, sebaliknya hanya mendapatkan dampak negatif mulai dari hal yang paling ringan seperti kebisingan transportasi, kerusakan jalan, sampai dengan kerugian peluang mendapatkan keuntungan finansial. Hal seperti ini juga terjadi di Nusa Dua seperti protes-protes masyarakat terhadap penutupan akses turis berbelanja ke kios seni yang dikelola rakyat tepat di kiri-kanan jalan sebelum gerbang masuk ke Nusa Dua. Sementara pihak BTDC dan juga investor menganggap kios-kios yang berjejer di pinggir jalan tampak kurang rapi dan menodai keindahan pesona gerbang masuk ke Resor Wisata Nusa Dua sehingga menembok tepian jalan, rakyat sekitar merasakan bahwa mereka berusaha di atas tanah sendiri dan memiliki hak untuk menikmati atau merebut peluang berusaha di bidang pariwisata sehingga menuntut agar tembok dirobohkan. Konflik terjadi dan diselesaikan dengan negosiasi, yakni dengan memotong tinggi tembok sehingga kios-kios milik rakyat bisa dilihat wisatawan

14 14 yang lewat, sedangkan kios-kios itu ditata rapi sehingga dapat semaksimal mungkin serasi dengan keindahan gerbang Resor Wisata Nusa Dua. Masih banyak persoalan yang muncul di Nusa Dua, tetapi yang harus diakui bahwa resor ini mampu menjaga stabilitas dan dinamika usaha investor dan peran resor sendiri dalam menyediakan fasilitas akomodasi dan konferensi berkelas dunia. Di balik negosiasi, dialog, resistensi, dan atau kompromi antara ketiga kubu, event-event bergengsi, berskala internasional, terus berlangsung di Nusa Dua dengan aman dan lancar, seperti pertemuan-pertemuan Tingkat Tinggi Menteri ASEAN, Climate Change World Summit, konferensi parlemen dunia, dan banyak lagi. Nusa Dua kian harum namanya sebagai resor wisata yang memiliki fasilitas dan kemampuan menjadi tuan rumah yang sukses, begitu juga citra positif diterima oleh Bali sebagai daerah wisata dan Indonesia sebagai negara yang aman. Dalam waktu penelitian ini dilaksanakan, Bali sudah ditunjuk sebagai tuan rumah untuk ajang Miss World (Setember 2013), APEC Meeting (Oktober 2013), World Cultural Forum (November 2013), semuanya merupakan pertemuan bergengsi yang kesuksesan pelaksanaannya ikut memberikan dampak positif pada Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia dan Indonesia sebagai negara besar yang mampu menangani event-event besar. Dengan melakukan penelitian terhadap relasi kuasa antara kubu pemerintah (BTDC), masyarakat, dan investor di daerah Nusa Dua, diharapkan dapat diketahui pola-pola hubungan yang merugikan dan yang menguntungkan semua stakeholders sehingga kinerja resor pada khususnya dan destinasi wisata Bali pada umumnya bisa lebih ditingkatkan. Harapan pembangunan pariwisata

15 15 untuk kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan sesuai dengan cita-cita semula menjadikan pembangunan pariwisata sebagai pendukung pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini diarahkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan berikut. 1. Bagaimana bentuk relasi kuasa antara ketiga pengampu kepentingan yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua pada masa pasca-reformasi ? 2. Ideologi apakah yang memengaruhi relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua? 3. Bagaimana pemaknaan relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua oleh ketiga pengampu kepentingan yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini dikelompokkan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan penelitian tersebut dijabarkan seperti berikut ini : Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui relasi kuasa antara tiga pilar, yaitu pemerintah (BTDC), pengusaha (investor), dan m asyarakat dalam

16 16 pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. Sebagai resor yang berubah dan berkembang pesat dari semula lahan kering, gersang, dengan potensi pertanian yang terbatas menjadi resor indah hijau dengan potensi ekonomi pariwisata yang besar, Nusa Dua nyata menimbulkan banyak persoalan sosial budaya. Dalam konteks inilah, menarik untuk menelusuri bagaimana bentuk, ideologi, dan makna serta dampak relasi kuasa antara tiga pilar di resor tersebut Tujuan Khusus Berdasarkan pada pokok masalah tersebut di atas, maka tujuan khusus penelitian dapat dirumuskan seperti berikut ini. a. Untuk mengetahui bentuk relasi kuasa antara ketiga pengampu kepentingan yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua pada masa pasca reformasi b. Untuk mengetahui ideologi yang memengaruhi relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua. c. Untuk mengetahui pemaknaan relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, di kalangan tiga pengampu kepentingan yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman teoretis atas bentuk-bentuk relasi kuasa antara tiga pilar yang berhubungan langsung dengan pengembangan dan pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua (pemerintah, pengusaha,

17 17 dan masyarakat lokal). Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dalam kajian budaya, khususnya mengenai usahausaha untuk memahami secara konseptual hubungan antara pemerintah, investor, dan masyarakat di Resor Wisata Nusa Dua. Apa yang tampak sederhana dalam pandangan awam atau di permukaan, jika ditelusuri secara kritis dengan kaca mata kajian budaya, dapat memberikan pemahaman baru tentang pola-pola relasi kuasa yang menjadi bagian dari dan memberikan pengaruh pada pengembangan dan pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut. 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengambil kebijakan, dalam kerangka pengembangan dan pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua yang memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga bisa dijaga keberlanjutannya. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide-ide yang dapat digunakan mengembangkan industri pariwisata di Provinsi Bali khususnya atau di Indonesia umumnya terutama dalam kaitannya dengan pengembangan resor wisata yang pro-rakyat. 3. Penelitian ini diharapkan memberikan kesadaran kritis bagi masyarakat, agar masyarakat tidak menjadi objek penderita dalam pembangunan pariwisata di lingkungan Resor Wisata Nusa Dua.

8.1 Temuan Penelitian

8.1 Temuan Penelitian BAB VIII PENUTUP Bab Penutup ini berisi tiga hal yaitu Temuan Penelitian, Simpulan, dan Saran. Tiap-tiap bagian diuraikan sebagai berikut. 8.1 Temuan Penelitian Penelitian tentang relasi kuasa dalam pengelolaan

Lebih terperinci

Relasi Kuasa Pascareformasi dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua

Relasi Kuasa Pascareformasi dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua Relasi Kuasa Pascareformasi dalam Pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua I Gusti Ketut Purnaya Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional (STPBI) Email: igkpurnaya@yahoo.co.id Abstract This article analyses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebesar 251 juta orang (Komisi Pemilihan Umum, 2012), Indonesia menyimpan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebesar 251 juta orang (Komisi Pemilihan Umum, 2012), Indonesia menyimpan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di jalur khatulistiwa. Dengan jumlah pulau sebanyak 13.487 pulau dan populasi sebesar 251

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling populer akan kepariwisataannya. Selain itu, pariwisata di Bali berkembang sangat pesat bahkan promosi pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sektor andalan dalam pembangunan Indonesia dan pembangunan daerah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sektor andalan dalam pembangunan Indonesia dan pembangunan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan pariwisata sebagai suatu industri merupakan hal penting bagi beberapa negara di dunia seperti halnya Indonesia. Sektor pariwisata masih menjadi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau Bali, yaitu wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Daerah Nusa Dua telah berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku yang berjudul Nusa Dua Model BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai Nusa Dua pernah dilakukan oleh I Nyoman Madiun. Hasil penelitian itu dituangkan dalam buku

Lebih terperinci

BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA. yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar yang muncul

BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA. yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar yang muncul BAB VII PEMAKNAAN RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA Bab ini menjawab pertanyaan ketiga dalam permasalahan penelitian ini yaitu pergulatan atau proses pemaknaan dinamis oleh ketiga pilar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sekitar 4,7 juta pembaca majalah Time yang terbit di Amerika Serikat menetapkan Bali sebagai pulau wisata terbaik di Dunia. Demikian pula organisasi Travel Leisure di

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dari temuan penelitian di lapangan dan didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas penguasaan tanah ulayat oleh negara sejak masa

Lebih terperinci

BAB V BENTUK RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA. Bab ini membahas bentuk relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata

BAB V BENTUK RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA. Bab ini membahas bentuk relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata BAB V BENTUK RELASI KUASA DALAM PENGELOLAAN RESOR WISATA NUSA DUA Bab ini membahas bentuk relasi kuasa dalam pengelolaan Resor Wisata Nusa Dua, juga sekaligus menjawab pertanyan pertama permasalahan dalam

Lebih terperinci

minimal US $ 4,200, minimal US $ 250, minimal US $ 1,500,000.00

minimal US $ 4,200, minimal US $ 250, minimal US $ 1,500,000.00 Nomor : /Dir/PT.PPB/IV/2008 Nusa Dua, 28 April 2008 Klasifikasi : Penting Lampiran : 1 (satu) Gabung Perihal : Penawaran Kerjasama Pengembangan Lahan di Nusa Dua Kepada Yth. Calon Investor Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang sangat menarik telah secara serius memperhatikan perkembangan sektor pariwisata, dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata sudah diakui sebagai industri terbesar abad ini, dilihat dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Public Relations atau Humas secara garis besar adalah komunikator sebuah organisasi atau perusahaan, baik kepada publik internal maupun publik eksternal. Bagi sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan suatu daerah terutama dengan adanya hubungan dengan otonomi daerah khususnya di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek, khususnya untuk pemulihan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Exhibition) atau Wisata Konvensi, merupakan bagian dari industri pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Exhibition) atau Wisata Konvensi, merupakan bagian dari industri pariwisata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bisnis MICE (Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition) atau Wisata Konvensi, merupakan bagian dari industri pariwisata dan muncul pada dekade tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan sektor industri pariwisata di dunia saat ini sangat pesat dan memberi kontribusi yang besar terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Perbandingan Temuan dengan Proposisi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Perbandingan Temuan dengan Proposisi BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Perbandingan Temuan dengan Proposisi Hasil Penelitian menunjukkan bahwa proposisi pertama Perkembangan pola tata ruang kawasan destinasi pariwisata kepulauan di pengeruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara yang ditempuh oleh banyak negara di dunia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara yang ditempuh oleh banyak negara di dunia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara yang ditempuh oleh banyak negara di dunia untuk mendapatkan devisa adalah dengan meningkatkan pembangunan pariwisata. Kemampuan sektor pariwisata di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan dan saling pengertian di antara negara-negara sudah berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan dan saling pengertian di antara negara-negara sudah berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dapat dipandang sebagai sesuatu yang abstrak. Secara khusus kepariwisataan dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk memperkecil kesenjangan dan saling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. destinasi wisata dunia. Undang-Undang No. 10 Tahun tentang Kepariwisataan menimbang bahwa kepariwisataan merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. destinasi wisata dunia. Undang-Undang No. 10 Tahun tentang Kepariwisataan menimbang bahwa kepariwisataan merupakan bagian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang dapat membentuk citra suatu bangsa adalah bidang pariwisata. Indonesia merupakan negara yang memiliki kenampakan alam memukau serta kaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibangun dari berbagai segmen industri, seperti: akomodasi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. yang dibangun dari berbagai segmen industri, seperti: akomodasi, transportasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sektor pembangunan yang mendatangkan devisa bagi negara adalah pariwisata. Di samping itu pariwisata juga merupakan industri yang besar yang dibangun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat perkembangan jumlah wisatawan ke Bali dapat dilihat dari data berikut.

BAB I PENDAHULUAN. dilihat perkembangan jumlah wisatawan ke Bali dapat dilihat dari data berikut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pulau Bali sebagai barometer pariwisata nasional (Bali Post: 2003) dan mendapat penghargaan sebagai pulau terindah di dunia versi Majalah Conde Nast Traveler Rusia

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Kawasan Terpadu Trans Studio Bandung, Bandung, 30 Juni 2012 Sabtu, 30 Juni 2012

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Kawasan Terpadu Trans Studio Bandung, Bandung, 30 Juni 2012 Sabtu, 30 Juni 2012 Sambutan Presiden RI pada Peresmian Kawasan Terpadu Trans Studio Bandung, Bandung, 30 Juni 2012 Sabtu, 30 Juni 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN KAWASAN TERPADU TRANS STUDIO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sektor yang cukup diperhitungkan dan diperhatikan oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sektor yang cukup diperhitungkan dan diperhatikan oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan adalah salah satu industri penggerak perekonomian di setiap negara maju dan berkembang. Tidak dipungkiri bahwa kepariwisataan itu merupakan sektor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu bisnis yang tumbuh sangat cepat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu bisnis yang tumbuh sangat cepat, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu bisnis yang tumbuh sangat cepat, dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari oleh masyarakat. Perkembangan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi gelobal. Sektor pariwisata merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi gelobal. Sektor pariwisata merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisai saat ini, sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi gelobal. Sektor pariwisata merupakan pendorong utama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perubahan teknologi yang begitu dinamis dan perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat telah memunculkan banyaknya pesaing-pesaing di dunia perekonomian. Para pesaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan kepariwisataan di Indonesia yang menjadi faktor penting dalam peningkatan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan

Lebih terperinci

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata JOKO PRAYITNO Kementerian Pariwisata " Tren Internasional menunjukkan bahwa desa wisata menjadi konsep yang semakin luas dan bahwa kebutuhan dan harapan dari permintaan domestik dan internasional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ida Bagus Wyasa Putra, et.al., 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, Refika Aditama, Bandung, h.1.

BAB I PENDAHULUAN. Ida Bagus Wyasa Putra, et.al., 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, Refika Aditama, Bandung, h.1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan usaha di bidang pariwisata ternyata diimbangi dengan kesiapan para pelaku yang bergerak di bidang ini. Salah satu hal yang paling tampak adalah yang berkaitan

Lebih terperinci

EKSISTENSI KORPRI DAN PELAYANAN PRIMA

EKSISTENSI KORPRI DAN PELAYANAN PRIMA EKSISTENSI KORPRI DAN PELAYANAN PRIMA Korps Pegawai Republik Indonesia atau disingkat KORPRI adalah wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia demi meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. upaya pemerintah dalam meningkatkan transportasi penerbangan untuk kawasan Jawa

BAB V PENUTUP. upaya pemerintah dalam meningkatkan transportasi penerbangan untuk kawasan Jawa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berawal dari kebijakan pemerintah terkait dengan relokasi pembangunan bandara baru Internasional di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan

Lebih terperinci

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI DINAMIKA HUBUNGAN indonesia - MALAYSIA DI MABES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang sifatnya sudah berkembang dan sudah mendunia. Indonesia sendiri merupakan negara dengan potensi pariwisata yang sangat tinggi. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha pariwisata ini menjadi sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. Usaha pariwisata ini menjadi sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata dianggap sebagai salah satu sektor yang berkembang relative pesat pada saat ini, bahkan pariwisata telah menjadi industri terbesar di dunia. Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI Pd Peresmian Jln Tol Nusa Dua-Ngurahrai-Benoa di Bali tgl. 23 Sept 2013 Senin, 23 September 2013

Sambutan Presiden RI Pd Peresmian Jln Tol Nusa Dua-Ngurahrai-Benoa di Bali tgl. 23 Sept 2013 Senin, 23 September 2013 Sambutan Presiden RI Pd Peresmian Jln Tol Nusa Dua-Ngurahrai-Benoa di Bali tgl. 23 Sept 2013 Senin, 23 September 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN JALAN TOL NUSA DUA - NGURAH RAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan dan pengujian model yang dapat menjelaskan sebab dan akibat perilaku seorang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan dan pengujian model yang dapat menjelaskan sebab dan akibat perilaku seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pariwisata adalah bagian dari upaya pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan. Pariwisata merupakan kegiatan seseorang dan biasanya menyenangkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah pengguna sektor transportasi yang kian signifikan merupakan suatu tantangan sekaligus peluang bagi industri transportasi dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radio merupakan salah satu media informasi sebagai unsur dari proses

BAB I PENDAHULUAN. Radio merupakan salah satu media informasi sebagai unsur dari proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Radio merupakan salah satu media informasi sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal ini sebagai media massa. Radio mempunyai sifat khas yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara, tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah, dilakukan perorangan

BAB I PENDAHULUAN. sementara, tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah, dilakukan perorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah, dilakukan perorangan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu bisnis yang tumbuh sangat cepat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu bisnis yang tumbuh sangat cepat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu bisnis yang tumbuh sangat cepat dan berkembang sangat luas.perkembangan pariwisata dapat berkembang sangat pesat, hal ini tidak lepas

Lebih terperinci

Amarsvati Luxury Resort Condotel & Malimbu, Lombok

Amarsvati Luxury Resort Condotel & Malimbu, Lombok Luxury Resort & Villas @ Malimbu, Resort & Villas adalah proyek terbaru Pollux Properties di Malimbu Pulau yang akan dikelola oleh Ariva Hospitality International Operator. Saat ini telah dibuka penjualan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata sudah merupakan bagian penting dari kebutuhan manusia. Pariwisata sendiri sebenarnya adalah sebuah kegiatan rekreasi atau liburan yang mana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Saat ini, seluruh Negara berlomba-lomba untuk

BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Saat ini, seluruh Negara berlomba-lomba untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan merupakan suatu industri yang berkembang pesat di seluruh belahan dunia. Saat ini, seluruh Negara berlomba-lomba untuk mengembangkan industri kepariwisataannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.556.363

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki karakteristik struktur perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar ekonomi

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Kota Solo memiliki banyak keunikan salah satunya dikenal sebagai

B A B I PENDAHULUAN. Kota Solo memiliki banyak keunikan salah satunya dikenal sebagai 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Solo memiliki banyak keunikan salah satunya dikenal sebagai Kota pariwisata tradisional budaya Jawa. Hal ini dikarenakan banyaknya obyek-obyek wisata yang menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serangan teroris yang terjadi tahun 2002 dan 2005 menimbulkan penurunan angka

BAB I PENDAHULUAN. Serangan teroris yang terjadi tahun 2002 dan 2005 menimbulkan penurunan angka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata Bali berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir ini, terutama jika dilihat dari tren angka kunjungan wisatawan domestik dan asing. Serangan teroris yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata di dunia dewasa ini berkembang dengan sangat cepat dan dikatakan berada ada tingkat sekunder, artinya keberadaan pariwisata bisa di sejajarkan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ciri itulah yang menandai pola kehidupan manusia. Mobilitas merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya kegiatan perjalanan telah lama dilakukan oleh manusia. Di dalam hidupnya manusia selalu bergerak, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, ciri itulah

Lebih terperinci

Udang di Balik Batu. Parahita Galuh Kusumaningtyas

Udang di Balik Batu. Parahita Galuh Kusumaningtyas Udang di Balik Batu Parahita Galuh Kusumaningtyas Jadul Village, namanya. Kala berdiri di depan gerbang, rasanya seperti ada perang. Dua unsur yang kelihatannya sama sekali berbeda mencoba mendominasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian secara kritis yang sudah dianalisis di kawasan Borobudur, menggambarkan perkembangan representasi serta refleksi transformasi sebagai berikut : Investasi

Lebih terperinci

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya. Bab Enam Kesimpulan Masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau daerah tujuan wisata (DTW), seringkali diabaikan dan kurang diberikan peran dan tanggung jawab dalam mendukung aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bali sudah sangat terkenal dengan pariwisata oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bali sudah sangat terkenal dengan pariwisata oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sudah sangat terkenal dengan pariwisata oleh karena itu, pemerintah provinsi Bali sangat mengandalkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Indonesia memiliki sumber daya pariwisata yang tidak kalah menariknya bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asean. Namun demikian kepemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dimana PR merupakan suatu organisasi dengan informasi manajemen yang diharapkan,

BAB I PENDAHULUAN. Dimana PR merupakan suatu organisasi dengan informasi manajemen yang diharapkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini Public Relations (PR) atau yang sering disebut dengan humas merupakan bagian yang sangat penting bagi sebuah perusahaan. Dimana PR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. atas maka dapat dianalisa sesuai dengan pokok pembahasan sebagai berikut :

BAB IV ANALISIS DATA. atas maka dapat dianalisa sesuai dengan pokok pembahasan sebagai berikut : 93 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dengan melihat data penelitian dari hasil penelitian yang telah diuraikan di atas maka dapat dianalisa sesuai dengan pokok pembahasan sebagai berikut : 1. Faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut wisata MICE (Meeting, Incentive, Conference/Convention, Exhibition). MICE

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut wisata MICE (Meeting, Incentive, Conference/Convention, Exhibition). MICE BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini industri kepariwisataan Indonesia berkembang semakin pesat terutama dalam sektor industri perhotelan dan sektor wisata konvensi, atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

(

( Model Akuntabilitas Zonasi Pasar Modern-Tradisonal Untuk Pertumbuhan Ekonomi Daerah Berbasis Dynamic Policy Analysis Dr. Achmad Toha, M.Si 1, Drs. Boedijono, M.Si 2 F I S I P (Email: akhmattoha@yahoo.co.id)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia yang sudah terkenal sampai ke mancanegara dan memiliki kedudukan yang dapat disejajarkan dengan daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) semakin banyak dibahas di kalangan bisnis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara, peranan Negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (Government) menjadi

Lebih terperinci

4.2 Respon Uni Eropa dan Amerika Terhadap Konflik Rusia dan Ukraina Dampak Sanksi Ekonomi Terhadap Pariwisata Rusia

4.2 Respon Uni Eropa dan Amerika Terhadap Konflik Rusia dan Ukraina Dampak Sanksi Ekonomi Terhadap Pariwisata Rusia iv DAFTAR ISI DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR SINGKATAN... viii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Batasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perjalananan wisatawan dunia mencapai 1 miliar pada tahun 2012. Menurut Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan pariwisata merupakan suatu industri yang berkembang di seluruh dunia. Tiap-tiap negara mulai mengembangkan kepariwisataan yang bertujuan untuk menarik minat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di wilayah tropis dan terletak di garis khatulistiwa. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Publik, yang berasal dari bahasa Inggris public, bermakna khalayak

BAB I PENDAHULUAN. Publik, yang berasal dari bahasa Inggris public, bermakna khalayak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Publik, yang berasal dari bahasa Inggris public, bermakna khalayak umum, rakyat umum, orang banyak, yang memiliki persamaan berpikir, perasaan, harapan, dan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Opini Publik, hanya dalam sekejap publik dapat mempunyai persepsi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Opini Publik, hanya dalam sekejap publik dapat mempunyai persepsi terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Media mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa dalam mempengaruhi Opini Publik, hanya dalam sekejap publik dapat mempunyai persepsi terhadap sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan inovasi di bidang finansial yang semakin canggih.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan inovasi di bidang finansial yang semakin canggih. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika perekonomian dunia yang terjadi pada beberapa periode terakhir turut mewarnai perkembangan dan aktivitas bisnis dalam negeri baik secara langsung dan tidak

Lebih terperinci

potensi kepariwisataan yang bisa dikembangkan dan ditingkatkan, mulai dari

potensi kepariwisataan yang bisa dikembangkan dan ditingkatkan, mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar belakang Bali menjadi salah satu Daerah Tujuan Wisata utama di Indonesia, banyak potensi kepariwisataan yang bisa dikembangkan dan ditingkatkan, mulai dari keindahan alam,

Lebih terperinci

PERUBAHAN NILAI RUANG KAWASAN WISATA BOROBUDUR

PERUBAHAN NILAI RUANG KAWASAN WISATA BOROBUDUR PERUBAHAN NILAI RUANG KAWASAN WISATA BOROBUDUR Nur Adi Kusno Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada adikusno@gmail.com ABSTRAK. Kawasan Wisata Borobudur mempunyai nilai sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa diupayakan untuk terus meningkat (Dharmawan dan Devi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa diupayakan untuk terus meningkat (Dharmawan dan Devi, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan alat bagi pemerintah mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan. Penerimaan dari sektor pajak akan digunakan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang pariwisata di Indonesia makin berkembang seiring

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang pariwisata di Indonesia makin berkembang seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan bidang pariwisata di Indonesia makin berkembang seiring dengan laju pembangunan. Bidang ini merupakan salah satu sumber penghasil devisa yang juga mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk visual. Pendapat ini muncul seiring dengan dimulainya gerakan untuk melakukan simulasi visual guna menilai baik buruknya keputusan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BINTAN PERMATA DI GUGUSAN KEPULAUAN INDONESIA

BINTAN PERMATA DI GUGUSAN KEPULAUAN INDONESIA Operator internasional terkemuka di industri resor butik, hunian dan spa, Banyan Tree memperkenalkan Cassia, sebuah penawaran yang unik dan menarik, yang menyatukan keramahan kelas dunia dan peluang investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan berbagai suku dan keunikan alam yang terdapat di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisatawan yang cukup diminati, terbukti

Lebih terperinci

ISU-ISU GLOBALISASI KONTEMPORER, oleh Ahmad Safril Mubah, M.Hub., Int. Hak Cipta 2015 pada penulis

ISU-ISU GLOBALISASI KONTEMPORER, oleh Ahmad Safril Mubah, M.Hub., Int. Hak Cipta 2015 pada penulis ISU-ISU GLOBALISASI KONTEMPORER, oleh Ahmad Safril Mubah, M.Hub., Int. Hak Cipta 2015 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan Ibukota Negara yang berkembang pesat dan menjadi pusat dari segala macam aktifitas. Jakarta merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan ekonomi global memberikan sinyal akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan ekonomi global memberikan sinyal akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan ekonomi global memberikan sinyal akan pentingnya peningkatan kemandirian dan daya saing sebuah negara di dunia internasional. Hal ini dimaksudkan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya, pertumbuhan ekonomi dapat dirangsang oleh perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin pertumbuhan, pertumbuhan dipimpin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

2016 KONFLIK PEMBEBASAN LAHAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN JATIGEDE DI DESA WADO

2016 KONFLIK PEMBEBASAN LAHAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN JATIGEDE DI DESA WADO BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan merupakan perubahan yang terencana menuju suatu perbaikan. Pembangunan memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas seluruh aspek kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULAN Latar Belakang BAB I PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata kini menjadi sebuah kebutuhan dan gaya hidup seiring dengan kemajuan dan perkembangan global. Kegiatan pariwisata ini mampu membuat jutaan manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dengan banyaknya perusahaan memberi kontribusi positif

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dengan banyaknya perusahaan memberi kontribusi positif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) saat ini semakin berkembang pesat dengan banyaknya perusahaan memberi kontribusi positif kepada asfek sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci