BAB 2 KAJIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KOTA BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 KAJIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KOTA BANDUNG"

Transkripsi

1 BAB 2 KAJIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KOTA BANDUNG 2.1 Kawasan Cagar Budaya di Kota Bandung Kota Bandung merupakan kota yang mempunyai Kawasan Cagar Budaya. Yang dimaksud dengan Kawasan Cagar Budaya adalah kawasan di sekitar atau di sekeliling bangunan cagar budaya yang diperlukan untuk pelestarian kawasan cagar budaya dan/atau bangunan tertentu yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (UU No.5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya). Adapun Bangunan Cagar Budaya adalah bangunan buatan manusia, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kota Bandung mempunyai 6 (enam) Kawasan Cagar Budaya (RTRW Kota Bandung tahun ) yaitu: 1. Kawasan Pusat Kota Bersejarah, terdiri dari subkawasan eks pemerintahan Kabupaten Bandung, Alun-alun, Asia-Afrika, Cikapundung dan Braga; kawasan ini telah mendapat pelestarian dari pihak pemilik maupun pemerintah daerah dan dalam kualitas yang baik. 2. Kawasan Pecinan, terdiri dari subkawasan Jl. Kelenteng, Jl. Pasar Baru, Otto Iskandardinata, ABC dan Pecinan, yang merupakan kawasan perdagangan di pusat kota. Pemilik maupun lingkungan dapat menjaga kualitas lingkungan dan cagar budayanya. 3. Kawasan Pertahanan dan Keamanan, terdiri dari subkawasan perkantoran Pertahanan dan Keamanan Jl. Sumatera, Jl. Jawa, Jl. Aceh, Jl. Bali, dan gudang militer; kawasan ini dikelola oleh TNI dan dalam kondisi fisik yang baik dan terlindungi. 4. Kawasan Etnik Sunda, terdiri dari subkawasan Lengkong, Jl. Sasakgantung, Jl. Karapitan, Jl. Dewi Sartika dan Jl. Melong. Kawasan ini merupakan kawasan campuran hunian dan perdagangan yang relatif dalam kondisi baik dan terpelihara. 8

2 5. Kawasan Perumahan Villa, terdiri dari subkawasan Jl. Dipati Ukur, Jl. Ir. H. Djuanda, Jl. Ganesha, Jl. Pager Gunung, Jl. Tamansari, Jl. Diponegoro, Jl. RE.Martadinata, Jl. Cipaganti, Jl. Pasteur, Jl. Setiabudi, Jl. Gatot Subroto dan Jl. Malabar. Kawasan ini merupakan fungsi campuran (jasa, perdagangan dan hunian) yang dimiliki dan dihuni oleh masyarakat menengah ke atas dan kondisi lingkungan relatif baik serta keberadaan Cagar Budaya dilindungi dan disadari oleh pemilik maupun pemerintah daerah. 6. Kawasan Industri, terdiri dari subkawasan Arjuna, Jatayu dan Kebon Jati; kawasan ini merupakan kawasan industri yang sangat menurun kualitas lingkungannya dengan fungsi industri yang telah mengalami perubahan, fungsi hunian yang bercampur antara yang tertata dengan yang kumuh dan padat, fungsi perdagangan yang bercampur antara yang formal maupun yang tidak formal. Gambar 2.1 RTRW Kota Bandung , Sumber: DTK Bandung, 2006 Pemerintah Kota Bandung telah menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung (Perda Kota Bandung Nomor 02 tahun 2004 dan Nomor 03 tahun 2006) sebagai penyempurnaan materi sekaligus perubahan istilah dari RUTR menjadi RTRW kota Bandung. Penyempurnaan materi tersebut juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, yang di dalamnya 9

3 terdapat kebijakan mengenai pengembangan kawasan lindung secara khusus, antara lain: 1. melestarikan dan melindungi Kawasan Cagar Budaya yang ditetapkan dari alih fungsi; 2. melestarikan bangunan bernilai sejarah dan/atau bernilai arsitektur tinggi, serta potensi sosial budaya masyarakat yang memiliki nilai sejarah; 3. melestarikan karakter perumahan lama yang mendukung Kawasan Cagar Budaya; 4. peremajaan kota dan pembangunan kembali kota pada beberapa lingkungan yang menurun kualitasnya. Untuk lebih mengetahui latar belakang keberadaan Cagar Budaya di kota Bandung akan dipaparkan mengenai perkembangan sejarah kota Bandung pada abad ke 18 yang mengantarkan sejarah mengenai kota Bandung sebagai kota kolonial. Selain itu dipaparkan pula perkembangan rencana kota Bandung yang menggambarkan perubahan-perubahan pada Kawasan Cagar Budaya Arjuna. Hal tersebut akan dipaparkan pada Sub Bab selanjutnya. 2.2 Perkembangan Historis Kota Bandung Abad ke Pada abad ke 18 Bandung masih berbentuk Kabupaten, saat Kabupaten Bandung dipimpin oleh Bupati ke-6, yakni R.A Wiranatakusumah II ( ) yang dijuluki "Dalem Kaum I", kekuasaan di Nusantara beralih dari Kompeni ke Pemerintahan Hindia Belanda, dengan gubernur jenderal pertama Herman Willem Daendels ( ). Untuk kelancaran menjalankan tugasnya di Pulau Jawa, Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung Barat Jawa Barat ke Panarukan di ujung Timur Jawa Timur (kira-kira 1000 km). Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing. Di daerah Bandung khususnya dan daerah Priangan umumnya, Jalan Raya Pos mulai dibangun pertengahan tahun 1808, dengan memperbaiki dan memperlebar jalan yang telah ada. Di daerah Bandung sekarang, jalan raya itu adalah Jalan Jenderal Sudirman - Jalan Asia Afrika - Jalan A.Yani, berlanjut ke Sumedang dan seterusnya. Untuk kelancaran pembangunan jalan raya, Daendels meminta Bupati Bandung dan 10

4 Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten, masing-masing ke daerah Cikapundung dan Andawadak (Tanjungsari), mendekati Jalan Raya Pos. Sekitar akhir tahun 1808 / awal tahun 1809, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekati lahan bakal ibukota baru. Mula-mula Bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, selanjutnya pindah lagi ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan sekarang). Tidak diketahui secara pasti, berapa lama Kota Bandung dibangun. Akan tetapi, kota itu dibangun bukan atas prakarsa Daendels, melainkan atas prakarsa Bupati Bandung. Bahkan pembangunan kota itu langsung dipimpin oleh Sang Bupati. Dengan kata lain, Bupati R. A. Wiranatakusumah II adalah pendiri (the founding father) kota Bandung. Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan surat keputusan tanggal 25 September Bupati Wiranatakusumah II, dengan persetujuan sesepuh serta tokoh-tokoh di bawah pemerintahannya, memindahkan ibu kota Kabupaten Bandung dari Karapyak ke Kota Bandung sekarang. Daerah yang dipilih sebagai ibu kota baru tersebut, terletak diantara dua buah sungai, yaitu sungai Cikapundung dan Cibadak. Daerah tersebut adalah daerah sekitar alun-alun Bandung sekarang. Sungai-sungai yang mengapitnya juga dapat berfungsi sebagai sarana utilitas kota. Setahap demi setahap, dimulailah pembangunan ibu kota kabupaten baru. Perpindahan rakyatnya pun dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan pengadaan perumahan serta fasilitas lain yang tersedia. Pada tahun 1846, menurut buku sejarah Kabupaten Bandung, jumlah penduduk Kota Bandung baru sekitar jiwa, terdiri atas orang bangsa pribumi, 9 orang bangsa Eropa, 15 orang bangsa Cina, dan 30 orang bangsa Arab, serta bangsa Timur lainnya. Saat itu kota Bandung masih merupakan pemukiman kota kabupaten yang sunyi sepi, dengan pemandangan alam berupa bukit-bukit dan gunung-gunung disekelilingnya. Pada tahun 1852, daerah Priangan terbuka untuk siapa saja yang ingin menetap disana. Dengan adanya pengumuman yang dibuat oleh Residen Priangan, Steinmetz, maka mulailah berdatangan para pemukin baru. Dengan keadaan alam yang sangat menarik, Bandung sebagai suatu tempat bermukim banyak mengundang para pendatang untuk tinggal dan menetap di tanah Parahiangan tersebut. 11

5 Untuk mengatur pembangunan kota akibat bertambahnya jumlah penduduk, maka disusun suatu pedoman dasar bagi pembangunan kota Bandung dengan Rencana Kota Bandung (Plan der Negorij Bandoeng). Dengan adanya rencana ini, maka pembangunan lebih terarah dan terkendali. Bandung sempat dipersiapkan sebagai ibu kota Hindia Belanda, dengan rencana memindahkan ibu kota pemerintahan dari Batavia ke Bandung. Bandung dipersiapkan sedemikian rupa untuk perpindahan tersebut, salah satunya dengan membangun bangunan-bangunan pemerintahan dan pemukiman dengan rencana tata ruang yang baik (Sumalyo, 1993). Untuk keperluan tersebut dibangunlah permukiman kolonial yang lokasinya berada di sebelah Utara dan Barat kota Bandung. 2.3 Bandung , Sebuah Kota Kolonial Modern. Kota Bandung merupakan salah satu kota kolonial modern 2, yaitu kota yang dibangun untuk akomodasi kaum kolonialis, bukan untuk kalangan bumi putera. Kota Bandung merupakan kota yang mempunyai peninggalan warisan bangunan dan lingkungan kota, khususnya dalam kaitannya dengan rancangan kota Bandung tempo dulu, tampak bahwa kota Bandung telah dirancang dengan sangat baik dan spesifik, dan diperuntukkan hanya untuk jumlah ratusan ribu penduduk. Pola kota kolonial dibangun dengan model pola kota dari negeri asalnya, demikian pula dengan gaya-gaya bangunannya, sedangkan yang membedakan adalah teknik dan materialnya dan ruang-ruang kota (plaats, platz, square, plaza, place) seperti di negeri asalnya. Pengaruh garden cities di Inggris membawa beberapa perbaikan seperti lahirnya taman-taman kota gaya Inggris, pohon-pohon peneduh jalan, boulevard, dan rotunda. Setelah kementrian Pekerjaan Umum dibentuk tahun 1910, dan peraturan bangunan set-back dan pengembangan konsep Garden Cities, Tropical Indische pada perencanaan dan perancangan, perumahan untuk para pejabat Belanda pun mulai dibuat. Perumahan ini berlokasi di sebelah Utara jalur kereta api, yaitu Uitbreidingsplan Bandoeng Noord ( ) (Siregar, 1990). Permukiman ini merupakan Pusat Kegiatan Masyarakat Eropa (Eropeesche Zakenwijk) dirancang oleh Kolonel Zeni V. L Slors dibantu arsitek Ir. J Gerber. 2 Lihat Voskuil et al. 1996, hal

6 Pada awal tahun 1920 mulai dirancang dan dibangun kawasan-kawasan perumahan kolonial. Perencanaan Uitbreidingsplan Bandoeng mencakup dua wilayah perencanaan perumahan yaitu 2 kawasan yang terpisah sungai Cikapundung di Timur Laut yang berorientasi pada bangunan Pemerintahan Monumental Gedung Sate dan Barat Laut yang berorientasi pada bandara. Perencanaannya memiliki batas yang jelas di daerah segitiga Jl. Dago, Jl. Dipati Ukur dan Jl. Surapati. Bagian Barat Laut meliputi distrik permukiman kolonial di daerah sekitar Jl. Pajajaran dan Jl. Pasirkaliki. Pada tahun 1926 sekitar 800 bangunan berhasil dibangun, termasuk rumah kecil dan sederhana di kawasan Arjuna. Kota-kota kolonial yang dibangun pada awal abad ke-20 pada dasarnya adalah distrik pemukiman untuk orang-orang kulit putih (Eropa). Kota Bandung tempo dulu terbagi dalam distrik-distrik berdasarkan etnik (Bumi Putera, Timur Asing, dan Eropa), dan sisa-sisa istilahnya yang sekarang masih dipakai seperti Bandung Utara, Bandung Selatan, dan Kampung Kota. Distrik pemukiman Bandung Utara terdiri dari Jl. Dipati Ukur, Jl. Ir. H. Djuanda, Jl. Ganesha, Jl. Pager Gunung, Jl. Tamansari, Jl. Diponegoro, Jl. RE.Martadinata, Jl. Cipaganti, Jl. Pasteur, Jl. Setiabudi, Jl. Gatot Subroto dan Jl. Malabar. Distrik ini terdiri dari bangunan-bangunan villa yang berukuran besar diperuntukan bagi orang Eropa. Selain distrik pemukiman tersebut di atas terdapat dua distrik pemukiman orang Eropa yang merupakan hunian pegawai kolonial Belanda, yaitu di Jl. Gempol dan Jl. Arjuna. Bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan ini berukuran sedang dan kecil, tidak sebesar bangunan villa pada distrik Bandung Utara. Kampung Kota yang dihuni pribumi terdiri dari rumah kampung yang sederhana dan merupakan lingkungan permukiman yang kurang terpelihara. Kota Bandung didatangi arsitek dari Eropa seusai Perang Dunia I bersamaan waktunya dengan rencana pemerintah kolonial membangun Ibukota Priangan menjadi Ibukota Negeri Hindia Belanda (Nusantara). Tercatat selama dua dasawarsa ( ) di Bandung telah bermukim lebih kurang 70 orang arsitek yang terkenal, diantaranya Ir. G. Hendriks dan Ir. E.H. de Roo sebagai arsitek bangunan Rumah Potong Hewan di Kawasan Arjuna (Kunto, 1993). Para arsitek dan pengembang pada masa itu banyak berperan dalam pembangunan fisik secara besar-besaran, termasuk merancang dan membangun distrik-distrik permukiman yang menggambarkan segregasi penempatan permukiman bagi masyarakat kota Bandung. 13

7 Segregasi permukiman kota Bandung dapat dilihat dari struktur kota yang terbentuk pada waktu pemerintahan Belanda. Struktur kota Bandung dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1. Sebelah Utara Kota Merupakan daerah permukiman orang-orang Eropa. Daerahnya diatur dengan baik secara planologis, mempunyai fasilitas yang lengkap dan jalan-jalan yang besar. (Gambar 2.3) 2. Sebelah Barat Kota Merupakan daerah perdagangan, ditempati oleh Bangsa Asing Timur, dimaksudkan untuk memudahkan transportasi ke Jakarta dan tidak mengganggu lalu lintas ke arah pusat kota dan daerah kediaman orang Eropa. 3. Sebelah Selatan Kota Merupakan daerah kediaman penduduk asli. Daerahnya tidak teratur dengan baik dan tidak mempunyai fasilitas kota yang baik. Gambar 2.2. Peta Gemeente Bandoeng memperlihatkan penempatan permukiman permanen (warna merah) berada di bagian Utara kota Bandung (pemukiman orang Eropa), sedangkan permukiman yang tidak permanen (warna kuning) berada di bagian Selatan kota Bandung (kampung pribumi). Pada peta dapat dilihat kawasan Arjuna merupakan salah satu distrik pemukiman di kota Bandung pada awal abad ke 20. Sumber: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde Royal Institute of Linguistics and Anthropology, Netherlands,

8 Gambar 2.3. Uitbreidingsplan Bandoeng Noord memperlihatkan bagian Utara kota Bandung sebagai daerah permukiman masyarakat Eropa Sumber: Siregar, Kawasan perumahan kolonial di kota Bandung yang telah disebutkan di atas masih ada sampai dengan sekarang. Begitu pula kawasan Arjuna merupakan salah satu perumahan kolonial yang dibangun pada tahun 1920 termasuk dalam perencanaan Uitbreidingsplan Bandoeng. Dari uraian di atas dapat diketahui ciri kota Bandung sebagai kota kolonial yaitu terdapat segregasi penempatan permukiman berdasarkan etnik masyarakat penghuni. Perbedaan antar permukiman tersebut ditunjukkan pula dengan perbedaan bentuk ruang kotanya. 2.4 Perkembangan Rencana Kota Bandung merupakan kota yang direncanakan. Kota ini mempunyai sejumlah rencana kota yang dipaparkan pada awal Subbab ini. Pada perkembangannya rencana kota tersebut belum dapat mengakomodasi upaya pelestarian. Dapat dilihat pada akhir Subbab ini paparan yang menjelaskan perkembangan yang terjadi pada Kawasan Cagar Budaya Arjuna Bandung, yaitu tekanan kebutuhan masa kini mendesak keberadaan Cagar Budaya. Kota Bandung telah memiliki rencana kota yang modern sejak awal abad ke dua puluh. Untuk pertama kali penataan kota Bandung dirumuskan dalam konsep 15

9 rancangan Master Plan Gemeente Bandoeng Rencana kota Bandung selanjutnya disusun oleh Ir.Thomas Karsten yang merupakan seorang pakar perintis perencanaan kota di Indonesia yang mengeluarkan gagasan untuk memperluas areal kota Bandung di tahun Plan Karsten yang dikenal pula sebagai Uitbreidingsplan Stadsgmeente Bandoeng (Rencana Perluasan Kotapraja Bandung) mencakup rencana perluasan wilayah administratif kota ini. Luas wilayah Kota Bandung yang semula (1930) hanya Ha, direncanakan dalam masa 25 tahun akan bertambah menjadi Ha dan diperuntukkan bagi orang penduduk. (Kunto, 1985). Ketika perkembangan kota kian pesat dan menuntut penanganan yang lebih khusus, dan seiring dengan perubahan sistem politik ke arah desentralisasi, pada tanggal 1 April 1906 Bandung berubah status menjadi Gementee / Kotamadya Bandung sejak itu Bandung berkembang pesat sebagai pusat pemerintahan, dan luas wilayah Ha. Terletak pada bagian Selatan kota sekarang, di daerah Dayeuhkolot pada tepi Sungai Citarum. Aktivitas kota pada saat itu yang terlihat adalah perdagangan, di sekitar alunalun dan Jalan Jenderal Sudirman. Kegiatan pemerintahan terdapat di dua tempat yaitu di dekat alun-alun untuk pemerintah Kabupaten dan di sekitar Jalan Merdeka untuk pemerintah Kotamadya. Pada tahun 1917, wilayah Kota Bandung diperluas menjadi Ha. Sejak itu, aktivitas baru bertumbuhan di bagian Utara kota, diantaranya sarana Stasiun Kereta Api, Industri Kina, dan kompleks Militer (Jalan Sumatera dan Jalan Gandapura). Daerah terbangun menjadi 300 Ha. Pada tahap ini, sebelah Utara kota lebih pesat perkembangannya. Kota Bandung merupakan kota yang mengalami perkembangan cukup pesat dapat dilihat pada gambar 2.2 yang semula hanya merupakan kota kecil (tahun ) menjadi kota yang relatif besar (tahun 1935). Pada sekitar tahun 1921, mulai timbul kegiatan baru di sebelah Utara kota, yaitu kegiatan pendidikan, dan pembangunan Rumah Sakit Umum, luas daerah terbangun menjadi ± 850 Ha. 16

10 Kawasan Arjuna Gambar 2.4 Peta Kota Bandung dari tahun , Sumber: Bandung Heritage, 2006 Pada awal tahun 1942 luas daerah terbangun menjadi ± Ha, sehingga dianggap perlu mengadakan perluasan kota. Berturut-turut selama tiga tahun diadakan perluasan, masing-masing pada tahun 1942 diperluas menjadi Ha, pada tahun 1943 diperluas lagi menjadi Ha, dan pada tahun 1945 diperluas lagi menjadi Ha. Zaman negara Pasundan, tahun 1949, diadakan perluasan yang merupakan perluasan terakhir. Kota Bandung diperluas menjadi Ha (tahun 1951 luas daerah terbangun Ha), dan kegiatan perdagangan meluas ke arah Selatan kota, kegiatan industri di Kiaracondong, dan sekitar jalan regional. 3 Kawasan Arjuna Gambar 2.5 Peta Kota Bandung dari tahun , Sumber: Bandung Heritage, Buku A, Kotamadya Bandung, Direktorat Tata Guna Tanah,

11 Daerah pusat kota didominasi kegiatan perdagangan dan jasa. Kegiatan pendidikan, kesehatan, perkantoran dan militer di bagian Utara kota. Perumahan mendominasi sepanjang arah Barat-Timur dan Utara-Selatan menyebabkan perubahan fungsi dari pertanian lahan basah dan lahan kering menjadi fungsi hunian. Bandung mulai mengalami pertambahan penduduk yang sangat pesat, terutama setelah masa kemerdekaan RI. Gangguan keamanan di sekitar kota Bandung menyebabkan masyarakat bermigrasi ke dalam kota, sehingga kota Bandung tidak lagi cukup luas untuk menampung warganya secara nyaman dan sehat. Perubahan kekuasaan pemerintahan ke tangan bangsa Indonesia dan perkembangan kota Bandung yang pesat menyebabkan rencana kota tersebut tidak sesuai lagi untuk menjadi pedoman pembangunan kota selain itu perluasan kawasan perumahan ke arah Utara, Selatan dan Timur kota Bandung mulai tidak terkendali dan tidak mengikuti rencana kota yang ada sehingga kemudian disusunlah Rencana Induk Kota Bandung pada tahun 1971 yang ditetapkan dengan Surat Keputusan DPRD No.8939/1971. Inilah rencana kota Bandung yang pertama kali disusun oleh bangsa Indonesia sendiri sebagai pedoman penataan ruang kota Bandung. Gambar 2.6 Peta Kota Bandung dari tahun , Sumber: Bandung Heritage, 2006 K Pada tahun 1986, 56 tahun kemudian semenjak Plan Karsten lahir, wilayah administratif kota Bandung menjadi ,65 Ha (lebih luas Ha dari rencana 18

12 Karsten). Namun jumlah penduduknya telah bertambah menjadi dua kali lipat dari perhitungan Karsten, yaitu lebih dari 1,5 juta jiwa. Sejalan dengan perkembangan dan persoalan kota, RIK tersebut diubah dengan ditetapkannya RIK Bandung yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kotamadya DT.II Bandung No.3 Tahun Kemudian dengan adanya perluasan wilayah kota Bandung, maka rencana kota berubah menjadi Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) tahun 1990/1991 yang dapat diperbaharui tiap sepuluh tahun dan dievaluasi pada tahun 1999/2000. Dilihat dari perkembangan kota, maka kota Bandung sebagai kota Kolonial hanya untuk penduduk dengan jumlah tertentu, berkembang menjadi kota yang diminati dan dipenuhi penduduk. Pertambahan luas kota tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk kota Bandung. Akibatnya lahan hijau atau lahan dengan peruntukan bukan sebagai perumahan dipenuhi hunian yang sebagian besar tidak dirancang dengan baik dan cenderung kumuh. Pertambahan penduduk makin tajam sehingga pembangunan baru tidak mungkin dielakkan lagi. Lahan kosong semakin berkurang dan semakin habis. Hal ini menunjukkan gejala kepadatan penduduk kota yang segala kegiatan dan kebutuhannya harus dapat ditampung. Perkembangan rencana kota tidak seiring dengan kebutuhan pembangunan di kota Bandung. Bila pembangunan baru tidak diatur secepatnya akan menyebabkan kekacauan dalam pembangunan. Oleh karena itu diperlukan perencanaan dan penataan kota yang dapat mengakomodasi perkembangan pembangunan di kota Bandung. Mengacu kepada perkembangan kota Bandung yang dibahas pada subbab sebelumnya dapat disimak bahwa pada zaman kolonial kawasan Arjuna merupakan kawasan permukiman orang Eropa, sesuai dengan rencana kota Master Plan Gemeente Bandoeng dan Uitbreidingsplan Bandoeng. Kawasan ini dirancang hanya untuk permukiman yang terbatas. Sejalan dengan perkembangan kota Bandung setelah kemerdekaan RI, penduduk kota makin bertambah dan tentu saja memerlukan pemukiman. Karena cuaca dan lokasi yang strategis maka kawasan Arjuna merupakan salah satu daerah yang diminati sebagai tempat bermukim. Selain itu dengan adanya fungsi industri pada kawasan menyebabkan bertambahnya lapangan pekerjaan dari sektor industri, sehingga menarik buruh/pekerja dari luar kota Bandung untuk bermukim di kawasan ini. 19

13 Gambar 2.7 Kawasan Perencanaan Arjuna yang digambarkan pada peta Plan Karsten, Sumber: Kawasan Arjuna pada masa kolonial merupakan salah satu kawasan hunian yang dirancang dengan baik oleh pihak kolonial, setelah masa kemerdekaan berkembang menjadi kawasan dengan peruntukan beragam yaitu hunian (hunian teratur dan tidak teratur), industri, komersial dan pergudangan. Kawasan permukiman yang tertata berdampingan dengan permukiman kumuh atau disebut kampung kota yang padat di sekitarnya. Kepadatan penduduk kawasan ini mendekati batas ideal kepadatan penduduk perkotaan, yakni 300 jiwa/ha (lihat tabel 2.1). Adapun lahan milik Pemda lainnya telah diperuntukkan sebagai fungsi industri, yang pada perkembangannya beralih fungsi menjadi fungsi jasa, fungsi pergudangan dan fungsi komersial. Perubahan fungsi tersebut terjadi karena desakan kebutuhan akan lahan hunian bagi pendatang yang masuk ke kota Bandung. Tabel 2.1 Kepadatan Penduduk Kelurahan Arjuna dan Husein Sastranegara No Tahun Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha) Kelurahan Arjuna & Kelurahan Husein Sastranegara Keterangan Idealnya dibawah 300 jiwa/ha (standar perencanaan kepadatan penduduk) Rencana Kota Sumber: RIK tahun 1986, RUTRK tahun 1990, RTRW tahun 2004 Kota Bandung 20

14 Fungsi kawasan Arjuna adalah hunian/ perumahan, kemudian pada tahun an berkembang menjadi fungsi campuran yaitu perumahan, industri, dan perdagangan. Sekitar tahun 1990-an fungsi industri beralih menjadi fungsi jasa. Berikut perkembangan perubahan fungsi pada kawasan Arjuna sesuai perkembangan Rencana Kota Bandung: Tabel 2.2 Perubahan Fungsi pada kawasan Arjuna sesuai dengan Rencana Kota. No Peruntukan Kawasan Arjuna Periode Rencana Kota 1 Perumahan 1850 Rencana Kota Bandung (Plan der Negorij Bandoeng) 2 Perumahan Master Plan Gemeente Bandoeng 3 Perumahan Uitbreidingsplan Stadsgmeente Bandoeng (Rencana Perluasan Kotapraja Bandung) 4 Perdagangan dan industri Rencana Garis Besar Kota Bandung 5 Campuran (perumahan dan 1971 Rencana Induk Kota Bandung industri atau perumahan dan perdagangan) 6 Perumahan dan industri RIK Bandung Peraturan Daerah Kotamadya DT.II Bandung No.3 Tahun Campuran (perumahan, dan industri dan perdagangan di sebelah Utara Rel KA) yaitu(dibatasi industri yang menyebabkan gangguan dan polusi, perumahan untuk penduduk yang bekerja di kawasan ini dan di pusat kota Bandung) 8 Campuran (perumahan, perdagangan, industri dan jasa) 9 Campuran (perumahan, perdagangan dan jasa) Rencana Detail Tata Ruang Kota Wilayah Pembangunan Bojonagara Kotamadya Bandung (RDTRK) 1990/ /2000 Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung (Perda Kota Bandung Nomor 02 tahun 2004 dan Nomor 03 tahun 2006) Sumber: Rencana Garis Besar Kota Bandung , RIK Bandung Tahun , RDTRK Wilayah Bojonagara Pada kawasan Arjuna terdapat Sungai Citepus yang merupakan sungai dengan bantaran yang relatif luas sebagai daerah hijau pada lingkungan perumahan orang-orang Eropa. Seiring dengan perkembangan kota masyarakat memanfaatkan lahan-lahan kosong di kawasan tersebut termasuk bantaran sungai untuk dijadikan hunian yang rapat tanpa perencanaan. Sekarang kawasan bantaran sungai ini menjadi permukiman kumuh. 21

15 Gambar 2.8 Foto Udara Cluster Hunian Arjuna, Hunian Kumuh pada Bantaran Sungai, dan bagian kawasan dengan persil yang besar dan tidak beraturan (Sumber: Di atas lahan sekitar hunian yang persilnya relatif besar dibangun fungsi-fungsi industri dan komersial berupa pabrik dan pasar. Pada perkembangannya fungsi industri tidak relevan terhadap kondisi lingkungan perkotaan, sehingga banyak yang berubah fungsi menjadi pergudangan dan jasa. Sementara itu, fungsi komersial berkembang, selain pasar yang menempati lahan formal, pedagang kaki lima membangun kios pada badan jalan dan jalur pedestrian sebagai tempat melakukan jasa informal di sepanjang jalan pada kawasan. (lihat Gambar 2.8 ) Pada bab ini telah diuraikan perkembangan historis kota Bandung sebagai kota kolonial. Kawasan Arjuna merupakan salah satu Kawasan Cagar Budaya di kota Bandung. Kawasan Arjuna yang dibangun tahun 1920 merupakan contoh hunian bangsa Eropa yang unik karena pola ruangnya berbentuk geometris segitiga, dan kini kondisi Bangunan Cagar Budaya tersebut mulai terdesak oleh pembangunan. Kemudian 22

16 diterangkan bahwa Bandung merupakan kota yang direncanakan memiliki sejumlah rencana kota. Perkembangan rencana kota tersebut tidak dapat mengakomodasi perkembangan kota Bandung. Begitu pula dengan kawasan Arjuna perkembangannya tidak sesuai dengan rencana kota. Bangunan dan ruang kota tidak terintegrasi, fungsi yang formal sesuai RTRW kota Bandung bercampur dengan fungsi yang informal. Bangunan Cagar Budaya terancam oleh desakan pembangunan baru yang tidak terkendali. Kondisi tersebut menunjukkan perlunya pengaturan terhadap pembangunan kawasan Arjuna ini. Kawasan ini memerlukan program pelestarian sekaligus pembaharuan untuk mengantisipasi desakan kebutuhan masa kini akan fasilitas komersial dan jasa, sebagai akibat perkembangan kota. 23

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN 29 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Profil Tempat Kerja Praktek 3.1.1. Sejarah Instansi Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota itu dibangun dengan tenggang waktu

Lebih terperinci

LINTASAN SEJARAH KOTA BANDUNG DAN PEMERINTAHANNYA

LINTASAN SEJARAH KOTA BANDUNG DAN PEMERINTAHANNYA PEMERINTAH KOTA BANDUNG LINTASAN SEJARAH KOTA BANDUNG DAN PEMERINTAHANNYA 1. PENDAHULUAN SEJAK TAHUN 1998, PEMERINTAH KOTA BANDUNG MENETAPKAN TANGGAL 25 SEPTEMBER SEBAGAI HARI JADI KOTA BANDUNG. SEBELUMNYA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).

Lebih terperinci

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia SEJARAH KOTA BANDUNG AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia A. Asal Nama Bandung Banding/Ngabanding -------- berdampingan/berdekatan Bandeng/Ngabandeng --- sebutan untuk genangan air yang luas dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

SAMBUTAN WALIKOTA BANDUNG PADA ACARA PERINGATAN HARI JADI KE-204 KOTA BANDUNG TAHUN 2014

SAMBUTAN WALIKOTA BANDUNG PADA ACARA PERINGATAN HARI JADI KE-204 KOTA BANDUNG TAHUN 2014 SAMBUTAN WALIKOTA BANDUNG PADA ACARA PERINGATAN HARI JADI KE-204 KOTA BANDUNG TAHUN 2014 HARI/TANGGAL : KAMIS, 25 SEPTEMBER 2014 WAKTU : PUKUL 08.00 WIB TEMPAT : SE-KOTA BANDUNG BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS BAB 4 ANALISIS 4.1. Analisis Kondisi Fisik Tapak 4.1.1. Tinjauan Umum Kawasan Kawasan Kelurahan Lebak Siliwangi merupakan daerah yang diapit oleh dua buah jalan yaitu Jalan Cihampelas (di sebelah barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono

VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono 6.7 PEMBANGUNAN KOTA BARU Oleh Suyono BEBERAPA PENGERTIAN Di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Undang-undang Otonomi Daerah) 1999 digunakan istilah daerah kota untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

163 Universitas Indonesia

163 Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan semua pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya dan saran. Kesimpulan ini juga menjawab pertanyaan permasalahan yang dibuat pada

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kota dewasa ini telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Tingkat pertumbuhan itu dapat dilihat dari makin bertambahnya bangunan-bangunan

Lebih terperinci

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN ~ GRAHAILMU DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN BAB2 Arsitektur Cina Akhir Abad Ke-19 di Pasuruan Denah, Bentuk, dan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS KAWASAN ARJUNA

BAB 4 ANALISIS KAWASAN ARJUNA BAB 4 ANALISIS KAWASAN ARJUNA 4.1 Deskripsi Kawasan Perencanaan Kawasan Arjuna berada di bagian Barat Kota Bandung dan termasuk ke dalam Wilayah Pengembangan Bojonagara. Kawasan ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2004 TAHUN : 2004 NOMOR : 03 S E R I : D PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR Oleh: OCTA FITAYANI L2D 001 448 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu elemen perkotaan yang sangat penting untuk menunjang kehidupan dan aktivitas penduduk, karena pada dasarnya RTH merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH A. Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI

STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI MENELISIK MANGGARAI: DAHULU, KINI, DAN NANTI ARI NOVIANTO VP ARCHITECTURE PT.KAI Sejarah Kawasan Manggarai Wilayah Manggarai di Jakarta sudah dikenal warga Batavia sejak

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN MILITER, BANDUNG

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN MILITER, BANDUNG BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN MILITER, BANDUNG 3.1 Tinjauan Sejarah Kota Bandung Berdasarkan Surat Perintah Gubernur Jenderal Herman Williem Daendels kepada Bupati R.A.A. Wiranatakusumah II, ibukota Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API SOLO- BALAPAN DENGAN FASILITAS PENDUKUNG SHOPPING MALL DAN HOTEL BINTANG TIGA DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

BAB II. Analisa yang Mewujudkan Art Deco. Kegiatan survey lapangan yang telah penulis alami dan perolehan akan data

BAB II. Analisa yang Mewujudkan Art Deco. Kegiatan survey lapangan yang telah penulis alami dan perolehan akan data BAB II Analisa yang Mewujudkan Art Deco Kegiatan survey lapangan yang telah penulis alami dan perolehan akan data data yang telah lengkap dan akurat merupakan tahap tahap yang harus dilalui penulis sebelum

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH II - 1 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Kebijaksanaan Pembangunan Wilayah Pembangunan wilayah di Kotamadya Bandung diprioritaskan untuk menanggulangi kepadatan lalulintas yang kian hari semakin padat.

Lebih terperinci

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying 1 Indri Pebrianto, 2 Saraswati 1,2 Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7% (Maran, 2003). Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4% pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kampung kota adalah suatu bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia dengan ciri antara lain: penduduk masih membawa sifat dan prilaku kehidupan pedesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KANTOR SEWA DENGAN TEMA PERKANTORAN TAMAN DI JAKARTA

KANTOR SEWA DENGAN TEMA PERKANTORAN TAMAN DI JAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik KANTOR SEWA DENGAN TEMA PERKANTORAN TAMAN DI JAKARTA Diajukan oleh

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA 3.1. TINJAUAN UMUM 3.1.1. Kondisi Administrasi Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya sehingga batas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

Skripsi Program Studi Teknik Arsitektur

Skripsi Program Studi Teknik Arsitektur - BAB I - PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Jakarta merupakan Ibu kota Republik Indonesia, yang dewasa ini berpenduduk hampir sembilan juta jiwa merupakan salah satu kota terbesar di Asia yang

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat 112 BAB V KESIMPULAN Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat perdagangan di Kota Surakarta berawal dari migrasi orang-orang Cina ke pesisir utara pulau Jawa pada abad XIV. Setelah

Lebih terperinci

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development BAB II FIRST LINE Sesuai dengan proses perancangan, pengetahuan dan pengalaman ruang sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Karena itu

Lebih terperinci

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN Alderina 1) Fransisco HRHB 2) ABSTRAKSI Tujuan penelitian ; mengetahui karakteristik dan potensi Pedagang Kaki Lima di kawasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebun Agung didirikan pengusaha Cina, sedangkan Pabrik Gula Krebet

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebun Agung didirikan pengusaha Cina, sedangkan Pabrik Gula Krebet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Objek Kabupaten Malang memiliki dua Pabrik gula yang cukup besar yaitu PG Kebon Agung dan PG. Krebet. PG Kebon Agung berdiri pada 1905, PG Krebet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman).

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan fisik Kabupaten Sidoarjo sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi Aileen Kartiana Dewi aileen_kd@yahoo.com Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005, jumlah

Lebih terperinci

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Firman M. Hutapea, MUM Kasubdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan dan Metropolitan Wilayah II (Jawa Bali) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara. 45 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota yang menjadi ibukota provinsi Lampung, Indonesia. Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini layak

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 34 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi hutan kota yang akan dibangun terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, dengan luas 5400 m 2. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu kota selalu berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk, aktivitas dan yang kebutuhan kelengkapan kota lainnya. Sejalan dengan waktu suatu kota dibangun dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) PURUK CAHU KABUPATEN MURUNG RAYA PERIODE 2005-2010 DENGAN

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS (direncanakan tahun 2020) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2006 NOMOR : 03 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

WALI KOTA BANDUNG SAMBUTAN WALI KOTA BANDUNG PADA UPACARA PERINGATAN HARI JADI KE-207 KOTA BANDUNG TAHUN 2017

WALI KOTA BANDUNG SAMBUTAN WALI KOTA BANDUNG PADA UPACARA PERINGATAN HARI JADI KE-207 KOTA BANDUNG TAHUN 2017 WALI KOTA BANDUNG SAMBUTAN WALI KOTA BANDUNG PADA UPACARA PERINGATAN HARI JADI KE-207 KOTA BANDUNG TAHUN 2017 HARI/TANGGAL : SENIN, 25 SEPTEMBER 2017 WAKTU : PUKUL 08.00 WIB TEMPAT : SE-KOTA BANDUNG BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Menurut Avelar et al dalam Gusmaini (2012) tentang kriteria permukiman kumuh, maka permukiman di Jl. Simprug Golf 2, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia disamping sebagai pusat kegiatan Pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk semakin meningkat dan tidak terkendali. Hal ini menyebabkan kebutuhan permukiman meningkat. Dengan kebutuhan permukiman yang meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat 26 KONDISI UMUM Keadaan Geografis Keadaan geografis Kota administrasi Jakarta Pusat yaitu terletak antara 106º.22.42 BT sampai dengan 106º.58.18 BT dan 5º19,12 LS sampai dengan 6º.23 54 LS. Permukaan tanahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada abad ke 14, bangsa Tionghoa mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kuningan berada di provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kuningan berada di provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kabupaten Kuningan berada di provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota yang pesat merupakan salah satu ciri dari suatu negara yang sedang berkembang. Begitu pula dengan Indonesia, berbagai kota berkembang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arsitek Indonesia masih berkiblat pada arsitektur kolonial tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. arsitek Indonesia masih berkiblat pada arsitektur kolonial tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Arsitektur kolonial yang ada di Indonesia, tersebar di berbagai wilayah kota-kota besar termasuk di kota Medan. Tidak semua arsitektur kolonial dibangun oleh arsitektur

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dayeuhkolot merupakan kawasan perkotaan di Kabupaten Bandung yang berada di sisi Sungai Citarum. Berdasarkan sejarah, Dayeuhkolot yang dalam bahasa sunda berarti kota

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci