MANIFESTASI NILAI TEOLOGI DALAM GERAKAN EKOLOGI. (Studi Kasus di Pesantren Al Amin Sukabumi dan Pesantren Daarul Ulum Lido Bogor) HUSNUL KHITAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANIFESTASI NILAI TEOLOGI DALAM GERAKAN EKOLOGI. (Studi Kasus di Pesantren Al Amin Sukabumi dan Pesantren Daarul Ulum Lido Bogor) HUSNUL KHITAM"

Transkripsi

1 MANIFESTASI NILAI TEOLOGI DALAM GERAKAN EKOLOGI (Studi Kasus di Pesantren Al Amin Sukabumi dan Pesantren Daarul Ulum Lido Bogor) HUSNUL KHITAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Manifestasi Nilai Teologi dalam Gerakan Ekologi: Studi Kasus di Pesantren Al Amin Sukabumi dan Pesantren Daarul Ulum Lido Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Husnul Khitam I

3 Abstract HUSNUL KHITAM. Ecological Movement as the Manifestation of Theological Value (Case Study in the Pesantren Al Amin, Sukabumi, and Pesantren Daarul Ulum Lido, Bogor). Adviser SOERYO ADIWIBOWO and SAID RUSLI. Pesantren is an indigenous Islamic based education institution in Indonesia. Currently, some of the Pesantren in Indonesia began to address ecological issues in their curricula as well as in their daily life. This research attempts to portray and explore the dynamic of ecological movement in the Pesantren with Kyai (Guru), Santri (student) and Quran (holy book) as the prime focus of analysis. In this study, the ecological movement in Pesantren is perceived as a manifestation of their meaning process toward the construction of ecological theology. The study was carried out in two Pesantren i.e. the Al-Amin of Sukabumi and the Darul Ulum Lido of Bogor. Al-Amin is a traditional type of boarding school where informal relations and traditional leadership coloring the daily life of Pesantren. Meanwhile, Daarul Ulum Lido is a portrait of modern Pesantren that merge or combine formal-based public education and religious-based education with formal relations and rational-legal type of leadership becomes the identity. The results show that the ecological movement in both Pesantren was manifested differently due to two important factors. First, the interpretation, meaning and construction of Islamic theological ecology in each Pesantren are solely based upon the knowledge and spiritual reflection of the Kyai. Second, the conservation knowledge developed in each Pesantren is also a result of relations and knowledge exchange between Pesantren and external actors. Different meaning of conservation that adopted by external actors could differentiate the manifestation of ecological movement in Pesantren. In Pesantren Al Amin, their interpretation and meaning to ecological theology are manifested in tree planting. Meanwhile, at Pesantren Darul Ulum Lido, it is manifested in the form of harim zone (no take zone). This Darul Ulum type of conservation is a result of their close relations and interaction with an international conservation NGO. Though seems preliminary and need more evidences, the ecological movement in Pesantren shows a positive direction towards the deep ecology movement. Keywords: Kyai, Pesantren, ecological theology, deep ecology, ecological movement

4 Abstrak HUSNUL KHITAM. Manifestasi Nilai Teologi dalam Gerakan Ekologi (Studi kasus di Pesantren Al Amin, Sukabumi, dan Pesantren Daarul Ulum Lido, Bogor). Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO dan SAID RUSLI. Pesantren merupakan institusi pendidikan khas Indonesia. Saat ini, beberapa pesantren di Indonesia mulai terlibat dalam isu-isu ekologi, baik pada kurikulum mereka maupun pada kehidupan sehari-hari mereka. Studi ini berusaha untuk memotret dan mengeksplorasi dinamika gerakan ekologi di Pesantren dengan Kyai (Guru), Santri (murid) dan Al Quran (kitab suci) sebagai fokus utama dalam analisis. Dalam studi ini, gerakan ekologi di pesantren terlihat sebagai proses pemaknaan menuju suatu konstruksi teologi ekologi. Studi ini dilakukan di dua pesantren. Pesantren Al-Amin Sukabumi dan pesantren Daarul Ulum Lido Bogor. Pesantren Al-Amin merupakan tipe pesantren tradisional, dimana relasi informal serta pola kepemimpinan tradisional mewarnai kehidupan keseharian pesantren. Sementara itu, pesantren Daarul Ulum Lido merupakan potret dari pesantren modern yang mengkombinasikan sistem pendidikan formal dan sistem pendidikan keagamaan dengan corak hubungan formal dan tipe kepemimpinan rasional-legal yang mencerminkan identitas mereka. Studi ini memperlihatkan perbedaan manifestasi gerakan ekologi di kedua pesantren tersebut dengan dilandasi dua faktor penting. Pertama, interpretasi, pemaknaan dan konstruksi teologi ekologi Islam pada masing-masing Pesantren terbangun berdasarkan pengetahuan dan refleksi spiritual Kyai. Kedua, pengetahuan mengenai konservasi yang berkembang pada masing-masing pesantren juga merupakan hasil dari relasi dan pertukaran pengetahuan antara Pesantren dan aktor luar. Perbedaan pemaknaan atas konservasi yang dipahami oleh aktor luar dapat membedakan pola manifestasi gerakan ekologi di Pesantren. Pada Pesantren Al-Amin, interpretasi dan pemaknaan teologi ekologi mereka termanifestasikan dalam bentuk penanaman pohon. Sementara itu, Pesantren Daarul Ulum Lido termanifestasikan dalam bentuk zona harim (harim zone). Tipe konservasi seperti yang terjadi di Pesantren Daarul Ulum Lido ini merupakan hasil dari intimitas relasi dan interaksi dengan sebuah LSM konservasi internasional. Meskipun masih pada tahap awal dan diperlukan bukti-bukti lebih lanjut, gerakan ekologi di Pesantren menunjukkan arah positif menuju gerakan ekologi dalam. Kata kunci: Kyai, Pesantren, teologi ekologi, ekologi dalam, gerakan ekologi

5 RINGKASAN HUSNUL KHITAM. Manifestasi Nilai Teologi dalam Gerakan Ekologi (Studi Kasus di Pesantren Al Amin Sukabumi dan Pesantren Daarul Ulum Lido Bogor). Dibimbing oleh Soeryo Adiwibowo dan Said Rusli. Pondok pesantren merupakan sebuah institusi pendidikan yang menjadi model khas yang dimiliki oleh Indonesia. Kekhasan yang dimiliki ini menjadi salah satu nilai sosial yang terus dipertahankan dan menjadi identitas masyarakat tertentu khususnya umat Islam di Indonesia. Islam sebagai suatu agama tidak hanya terbatas pada wilayah teologis saja, tetapi lebih luas menjadi cara hidup (way of life) yang menjadi petunjuk seluruh umat pemeluknya mulai dari sisi teologis hingga hal-hal praktis, dari ruang yang sifatnya privat dan individual hingga ruang yang sifatnya lebih publik. Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi pesantren dengan dua setting geografis yang berbeda yaitu di Pondok Pesantren Al Amin, Cidahu, Sukabumi dan Pesantren Daarul Ulum Lido, Bogor. Kedua pesantren ini dipilih secara sengaja (purposive) karena kedua pesantren ini merupakan pesantren yang terlibat dalam aktivitas konservasi lingkungan dengan bentuk kegiatan yang berbeda. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam, pengamatan berperan serta dan penelusuran dokumen yang dilakukan secara triangulatif. Data yang diperoleh tersebut kemudian secara kontinu dilakukan analisis secara kualitatif dengan (a) reduksi data; (b) mendisplay data; dan (c) melukiskan kesimpulan. Penelitian ini telah memperlihatkan beberapa hal yang saling terkait satu sama lain. Dalam hal lanskap teologi yang melatari munculnya gerakan ekologi di pesantren ini secara umum merujuk pada sumber utama mereka yaitu Al Quran. Al Quran menjadi sumber rujukan utama mereka yang selalu dikaji dan dicoba di kontekstualisasikan dengan fenomena yang terjadi di sekitar pesantren maupun masyarakat pada umumnya. Aktor dalam kedua pesantren ini merujuk pada ayat Al Quran yang melarang manusia melakukan perusakan atas ciptaan Allah SWT. Pesantren Al Amin, memiliki kerangka dasar teologi yang terbangun yaitu untuk menjalankan tiga hubungan transenden (Allah-Manusia-Alam). Landasan teologi lain adalah konsepsi tentang kutubul awliaa serta konsepsi sedekah yang menjadi ciri utama pesantren ini (ekologi keseimbangan). Sementara itu, Pesantren Daarul Ulum Lido membangun kerangka teologi gerakannya pada konsepsi Fiqh Al- Bī ah serta filosofi manusia sebagai khalifah yang bertugas menjaga kesinambungan hidup baik manusia maupun alam. Pesantren juga mendorong tumbuhnya kecintaan terhadap makhluk selain manusia sebagai bukti tanggungjawabnya sebagai khalifah diatas bumi. Landasan teologi lain adalah upaya ikhlas untuk berkontribusi menanam dengan tujuan menjaga kesinambungan hidup generasi manusia dimasa mendatang (ekologi lingkungan). Pesantren Al Amin memperlihatkan corak manifestasi gerakan ekologi pesantren yang lebih keluar yang merupakan hasil refleksi pribadi aktor dalam pesantren, khususnya Kyai. Bentuk kegiatannya adalah dengan melakukan penanaman pohon Sengon yang bekerjasama dengan masyarakat disekitar maupun dengan murid kyai. Kyai melalui gerakan ini juga memanfaatkan dua hal yaitu secara ekonomi maupun dakwah. Pola hubungan sosial kyai yang berciri tradisional-partilineal yang menempatkan eratnya hubungan antara kyai dan murid

6 maupun anggota kelompok tani seperti hubungan pertalian darah memiliki peran strategis sehingga konstruksi ide yang dibangun relatif mudah di implementasikan karena faktor ketaatan tersebut. Sementara itu, Pesantren Daarul Ulum Lido yang memperlihatkan corak manifestasi gerakan ekologi yang merupakan hasil induksi aktor dari luar Pesantren. Bentuk gerakan ekologi di pesantren juga menjadi lebih kedalam (internal). Pesantren memiliki zona khusus yang disebut sebagai Harim Zone, atau zona haram yang merupakan suatu lahan yang berada di pinggir sungai yang tidak boleh dimanfaatkan untuk pembangunan. Adanya ruang ini memunculkan peluang bagi santri untuk membentuk kelompok pecinta alam yang memiliki tujuan utama untuk menggerakkan santri, ikut terlibat dalam gerakan mencintai lingkungan sekitar, terutama alam. Keberadaan Harim zone ini merupakan induksi pengetahuan dan hasil dialektika dengan aktor dan organisasi luar seperti Conservation International Indonesia (CI) yang secara khusus memang mendorong upaya konservasi alam. Dalam konteks tindakan sosial, gerakan yang berlangsung di kedua pesantren ini memperlihatkan corak tindakan sosial aktor sebagai tindakan rasional nilai yang bertumpu pada pemahaman nilai masingmasing aktor tersebut. Pada wilayah kontinum gerakan, praktik gerakan yang dilakukan oleh pesantren Al Amin memperlihatkan gejala awal gerakan ekologi dalam pada level (aktor) kyai sedangkan pada level murid maupun masyarakat belum memperlihatkan kondisi demikian. Sementara itu, di pesantren Daarul Ulum Lido memperlihatkan gejala awal gerakan ekologi dalam pada setiap aktor yang terlibat dalam gerakan ekologi. Meskipun demikian, gerakan ini memiliki tantangan tersendiri. Tantang tersebut terletak pada keberlanjutan gerakan tersebut baik pada sisi pewarisan interpretasi ataupun pemaknaan pada setiap aktor, utamanya pada kyai serta upaya mobilisasi gerakan tersebut. Kedalam gerakan yang terjadi di kedua pesantren juga tidak bisa dilepaskan dari seberapa dalam interpretasi aktor atas teks teologi yang terdapat dalam Islam serta perumusan dan implementasi teks praksisnya. Tetapi, yang penting untuk digarisbawahi adalah, kekuatan utama dalam gerakan ini yaitu karena meletakkan agama Islam sebagai fundamen dari gerakan tersebut sehingga dapat di serap oleh aktor pesantren, dimaknai, dan dimanifestasikan dalam potret gerakan masing-masing.

7 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 MANIFESTASI NILAI TEOLOGI DALAM GERAKAN EKOLOGI (Studi Kasus di Pesantren Al Amin Sukabumi dan Pesantren Daarul Ulum Lido Bogor) HUSNUL KHITAM Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Sosiologi Pedesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Titik Sumarti, MS

10 Judul Tesis Nama NRP : Manifestasi Nilai Teologi dalam Gerakan Ekologi (Studi Kasus di Pesantren Al Amin Sukabumi dan Pesantren Daarul Ulum Lido Bogor) : Husnul Khitam : I Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Ir. Said Rusli, MA Anggota Diketahui Koordinator Mayor Sosiologi Pedesaan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah MSc.Agr Tanggal Ujian : 13 Juli 2011 Tanggal Lulus:

11 Untuk Ibunda (Almh) Hj. Supriyatin yang selalu menjadi teladan penulis meskipun beliau telah berada di Surga-Nya semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan maghfiroh-nya Amin

12 No peace among the nations without peace among the religions. No peace among the religions without dialogue between the religions. No dialogue between the religions without global ethical standards. No survival of our globe without a global ethic, a world ethic, supported by both the religious and the non-religious. Hans Kung Islam, Past, Present and Future

13 PRAKATA Puji syukur kehadirat Ilahi, Tuhan semesta alam, atas karunia dan limpahan rahmat-nya. Dalam rentang waktu yang cukup panjang, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Manifestasi Nilai Teologi dalam Gerakan Ekologi (Studi Kasus di Pesantren Al Amin Sukabumi dan Pesantren Daarul Ulum Lido Bogor). Karya ini bermula dari keyakinan penulis, bahwa ditengah menyeruaknya berbagai problematika lingkungan, asa dan harapan untuk berusaha menyelamatkan lingkungan dan membangun kesadaran manusia tidak pernah hilang. Secara spesifik, sebagai komunitas beragama, umat Islam, utamanya pesantren dapat memiliki peran yang sangat besar, terutama dalam menterjemahkan Islam sebagai nilai dan institusi dalam mendorong penyelamatan lingkungan tersebut. Keyakinan tersebut kemudian mewujud dalam bentuk karya yang penulis yakin, masih sangat terbatas, tetapi menjadi langkah awal penulis menunjukkan bahwa agama (Islam) tidaklah harus berhenti pada persoalan akhirat semata, tetapi mampu menjawab berbagai persoalan kekinian. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih serta penghargaan yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS dan Bapak Ir. Said Rusli, MA sebagai pembimbing atas segala bimbingan, arahan dan masukannya. Keduanya selalu memberikan penulis pencerahan serta motivasi guna terus berupaya menyelesaikan karya ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti, MS sebagai penguji luar komisi atas berbagai saran dan kritiknya yang banyak membantu penulis mengembangkan karya ilmiah ini. Dalam perjalanan studi penulis di Institut Pertanian Bogor, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr selaku Koordinator Mayor Sosiologi Pedesaan atas segala saran dan kritiknya serta Pimpinan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan banyak ilmu serta mengajarkan banyak hal kepada penulis sehingga dapat memahami secuplik gambaran tentang bagaimana memahami dinamika perdesaan, utamanya dalam konteks ekologi manusia. Dalam perjalanan panjang menuju karya ini, beberapa kolega juga mewarnai pergulatan penulis. Oleh karenanya, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan di Mayor Sosiologi Pedesaan yang banyak memperkaya khazanah berfikir penulis. rekan-rekan di konsultan yang juga memberikan warna lain yang olehnya, penulis sangat bersyukur. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih, khususnya kepada sahabat Ahmad Ubaidillah (Fadil) yang membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian ini serta kawankawan aktivis pertanian lainnya yang sesekali menjadi sahabat diskusi penulis.

14 Penulis juga dengan rasa rendah hati mengucapkan banyak terima kasih kepada Ajengan Abdul Basith dan Ust. Yani serta keluarga besar Pesantren Al Amin dan Pesantren Daarul Ulum Lido yang sering di sibukkan untuk menjawab berbagai pertanyaan penulis dan secara langsung maupun tidak, sering terganggu oleh kepentingan pribadi penulis dalam penyusunan karya ini. Meskipun demikian, yang mereka lakukan sejatinya banyak memberikan pandangan dan perspektif baru bagi penulis serta memperkuat keyakinan penulis bahwa sebagai individu, mengambil peran dan bertanggungjawab atas lingkungan merupakan suatu langkah untuk menyelamatkan semesta di masa mendatang. Karya ini juga tidak dapat lahir tanpa dukungan keluarga. Penulis ingin mengungkapkan rasa syukur, takzim dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Nurhasan Salim dan Ibunda (Almh) Hj. Supriyatin yang tidak henti-hentinya mendoakan, mendorong dan menjadi teladan penulis. Begitu juga Ayahanda H. Amarullah Hamim dan Ibunda Hj. Nuryati Murtadho yang selalu mendoakan dan mengingatkan penulis untuk menyelesaikan karya ini. Ibu Shanti, Ka Lukman, Ka Ana dan Neyra, Kasyfi dan Hasnah, Puji, Najma, Bang Farhan, Ami, Sopi dan Fadhil yang juga mewarnai perjalanan hidup penulis selama ini. Akhirnya, karya ini penulis persembahkan sebagai wujud rasa cinta dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Istri tercinta, Dian Nurlaily Amarullah yang selalu sabar dan mendukung penulis dalam segala hal, mengingatkan penulis disaat rasa malas dan enggan mendera yang tanpanya penulis merasa sulit untuk dapat menyelesaikan karya ini. Mudah-mudahan, karya ini dapat memperkaya khazanah intelektualitas penulis, bermanfaat bagi pribadi dan masyarakat serta makhluk Tuhan lainnya. Dalam Novel Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer mengatakan Seorang terpelajar harus sudah berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Mudah-mudahan keadilan ekologis selalu hadir dan menjadi tanggungjawab kita semua. Walllahu a lam.

15 DAFTAR ISI Daftar Isi. Daftar Tabel Daftar Gambar Hal i iii iv I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian II. Tinjauan Pustaka 2.1. Teologi Lingkungan dalam Perspektif Islam Etika Protestanisme dan Tindakan Sosial Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat Pesantren dan Gerakan Ekologi Kerangka Pemikiran. 21 III. Metode Penelitian 3.1. Wilayah Analisis Hipotesis Pengarah Lokasi dan Waktu Penelitian Pendekatan dan Tahapan Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Definisi Operasional 30 IV. Potret Umum, Tradisi dan Dinamika Pesantren 4.1. Potret Umum Pesantren Al Amin Potret Umum Pesantren Daarul Ulum Lido Pola Hubungan Sosial dalam Pesantren Pola Kepemimpinan di Pesantren Dinamika Kehidupan di Pesantren.. 46 V. Basis Teologi dalam Gerakan Ekologi Pesantren 5.1. Basis Teologi Ekologi dalam Islam Makna Ekologi di Pesantren: Refleksi Para Aktor.. 54 VI. Manifestasi Gerakan Ekologi Di Pesantren: Refleksi Individual atau Induksi Aktor Luar? i

16 6.1. Forma Gerakan Ekologi di Pesantren Kyai dan Gerakan Ekologi.. 90 VII. Kontinum Gerakan Ekologi Di Pesantren 7.1. Gerakan Ekologi di Pesantren: Ekologi Dalam atau Ekologi 95 Dangkal? Potensi Masa Depan Gerakan Ekologi di Pesantren 105 VIII. Kesimpulan Dan Saran 8.1. Kesimpulan Saran 111 Daftar Pustaka. 113 ii

17 DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1. Jumlah Informan Yang di Wawancarai.. 27 Tabel 3.2. Data dan teknik dalam pengumpulan data.. 28 Tabel 4.1. Penjenjangan Pengajian dan Kitab Yang Digunakan di Pesantren. 33 Tabel 4.2. Jumlah Siswa di Setiap Jenjang Sekolah di Yayasan Al Amin.. 35 Tabel 4.3. Jumlah Siswa di Setiap Jenjang Sekolah di Yayasan Salsabilla.. 38 Tabel 4.4. Pola Hubungan Sosial di Lingkungan Pesantren. 40 Tabel 4.5. Pola Kepemimpinan dan Regenerasi di Pesantren.. 44 Tabel 6.1. Distribusi Bantuan CI dan Peserta Program 80 Tabel 6.2. Pengembangan Pokok Bahasan Yang Bertemakan Lingkungan.. 87 Tabel 6.3. Pola Manifestasi Gerakan Ekologi di Pesantren. 89 iii

18 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran.. 24 Gambar 5.1. Gerak Perubahan Konstruksi Teologis.. 57 iv

19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pondok pesantren merupakan sebuah institusi pendidikan yang menjadi model khas yang dimiliki oleh Indonesia. Kekhasan yang dimiliki ini menjadi salah satu nilai sosial yang terus dipertahankan dan menjadi identitas masyarakat tertentu khususnya umat Islam di Indonesia. Kondisi ini menjadi mungkin dikarenakan Indonesia yang memiliki jumlah pemeluk agama Islam mayoritas lebih menjadikan pesantren sebagai salah satu penggerak dalam upaya melakukan gerakan yang terkait dengan permasalahan lingkungan sekitar dimana pesantren tersebut berdomisili. Pilihan pesantren tentu berdasarkan alasan-alasan yang sangat relevan mengingat jumlah pemeluk serta ikatan sosial yang terbangun antara pesantren dengan masyarakat sekitarnya. Posisi pesantren setidaknya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pendidikan yang menjadi ranah utama terutama pendidikan keagamaan. Sisi lainnya yaitu sisi pengembangan kemasyarakatan. Pemberdayaan masyarakat ini dapat dilihat dari peran pesantren dalam upaya mendorong masyarakat melakukan aktivitas pemberdayaan masyarakat seperti gerakan konservasi lingkungan dan lainnya. Kedua sisi ini sesuai dengan ungkapan Houben (2003) yang menjelaskan bahwa sesungguhnya Islam sebagai suatu agama tidak hanya terbatas pada wilayah teologis saja, tetapi lebih luas menjadi cara hidup (way of life) yang menjadi petunjuk seluruh umat pemeluknya mulai dari sisi teologis hingga hal-hal praktis, dari ruang yang sifatnya privat dan individual hingga ruang yang sifatnya lebih publik. Kondisi ini menjadi dasar kenapa pesantren kemudian melakukan terobosan dengan mencoba keluar dari pemahaman umum yang hanya berkutat pada domain pendidikan keagamaan yang kemudian mencoba meluas pada pendidikan sosial 1 1 Pendidikan sosial yang dimaksud adalah pendidikan bagi berbagai komponen dalam pesantren untuk lebih memahami kondisi sosial masyarakat disekitar pesantren. Dalam sejarahnya, model pendidikan pesantren ini mewujud dalam bentuk aktivitas sosial santri seperti yang banyak dipraktekkan di beberapa pesantren seperti Pesantren Pabelan, Pesantren An Nuqayah, Pesantren Tebuireng, Pesantren Maslakul Huda, Pesantren Cipasung, Pesantren Darunnajah dan lainnya.

20 Secara geografis, mayoritas pesantren berada pada wilayah pedesaan yang sebagian masyarakatnya berpenghidupan secara agraris meskipun terdapat juga sejumlah pesantren yang berada di perkotaan. Kondisi geografis seperti ini menyebabkan begitu banyaknya pesantren yang berhubungan langsung dengan masyarakat baik secara teologis maupun sosial dan secara jelas berimplikasi pada pengembangan masyarakat disekitarnya. Hal ini karena secara sosiologis banyak pemimpin pesantren tersebut juga melakukan aktivitas atau memiliki sumber penghidupan yang sama dengan masyarakat sekitarnya yaitu agraris. Hermansyah (2003) menyebutkan bahwa peran agama yang secara kelembagaan seperti pesantren dapat mendorong terwujudnya tindakan sosial yang penuh dengan nilai dan makna religius. Tindakan sosial ini dapat muncul apabila ada keterlibatan berbagai macam instrumen masyarakat seperti elit agama, elit ekonomi dan masyarakat biasa sehingga mendorong terbentuknya kohesivitas sosial. Bentuk implementasi nilai teologi yang dilakukan oleh pesantren dapat dilihat dari pemaparan Abd A la (2006) yang menjelaskan bahwa pesantren menyadari bahwa da wah bi al-aqwal yang telah dilaksanakan perlu dikembangkan dan diintegrasikan ke dalam da wah bi al-hal. Dalam ungkapan lain, nilai keagamaan tentang keadilan, kesejahteraan, dan sejenisnya yang diperkenalkan melalui lembaga lokal perlu didorong kearah kerja-kerja yang konkret. Lebih lanjut A la menjelaskan bahwa upaya tersebut dapat menimbulkan kesadaran yang kemudian dibingkai secara teologis yang substansial dan nondikotomis sehingga dapat mengantarkan pesantren mengembangkan pola pendekatan baru dalam menyebarkan keberagamaan dalam bentuk kegiatan yang lebih kontekstual dan lebih bernilai transformatif. Salah satu bentuk yang diupayakan oleh pesantren adalah upaya pemberdayaan masyarakat. Upaya pemberdayaan masyarakat menurut Sairin (2002) dikategorikan menjadi tiga pendekatan yaitu pendekatan mobilisasi yang menjadikan perencana pembangunan menjadi subjek dan masyarakat sebagai objek. Pendekatan kedua yaitu pendekatan partisipatif yang melibatkan seluruh komponen yang terkait dalam pembangunan guna merancang dan memikirkan pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat. Pendekatan yang ketiga adalah 2

21 pendekatan akulturatif yaitu pendekatan yang dapat mempertahankan identitas masyarakat itu sendiri serta mendorong peran lebih besar dari masyarakat itu sendiri. Eksistensi pesantren sendiri dalam sejarahnya bukan tanpa perdebatan sengit. Setidaknya, apa yang ditunjukkan oleh M Dawam Rahardjo dalam pengantar buku Pergulatan Dunia Pesantren, Membangun Dari Bawah menyebutkan bagaimana Ki Hadjar Dewantara dengan Sultan Takdir Alisyahbana saling kritik. Takdir menyebutkan Ki Hadjar dan beberapa intelektual lain yang menyerukan penguatan pendidikan khas seperti pesantren, akan tetapi Takdir justru beranggapan bahwa seruan itu lebih mendorong pada anti intelektualisme, individualisme, egoisme dan materialisme (Rahardjo, 1985). Premis ini berangkat dari budaya pesantren yang menurutnya sangat kolot dan terpaku pada wilayah keagamaan saja serta kedudukan kyai yang sangat tinggi sehingga tidak menimbulkan semangat modernisasi yang diagungkan oleh Takdir. Perdebatan tersebut terus bergulir dan menjadi kritik terhadap pesantren itu sendiri. Dalam perjalanannya, pesantren berusaha untuk menyesuaikan diri dengan berbagai perkembangan zaman dan tidak lagi hanya berkutat pada domain keagamaan. Kondisi ini mendorong gugurnya dikotomi antara keduniaan dengan keakhiratan yang selama ini lekat sekali dengan pesantren sehingga mendorong transformasi besar dalam tubuh pesantren. Meskipun demikian, tidak semua pesantren yang ada di Indonesia melakukannya. Akan tetapi setidaknya, terdapat beberapa pesantren yang mencoba melakukan transformasi tersebut dengan berusaha menempatkan dirinya menjawab berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat sekitarnya seperti permasalahan ekonomi, sosial, budaya, ekologi dan sebagainya (Yacub, 1983; Rahardjo, 1985; Effendy, 1990; Ghazali, 2003). Bentuk pengembangan pesantren yang lebih memasyarakat ini sebenarnya merupakan jawaban terhadap perdebatan yang selama ini muncul. Dapat dipahami bahwa meskipun dalam sejarahnya para Kyai sebagai pimpinan pesantren memiliki kontribusi besar terhadap negara seperti apa yang dilakukan oleh Kyai Hasyim Asy ari, Kyai Ahmad Dahlan, Kyai Agus Salim dan lainnya, tetapi secara lokal perlu dilakukan kajian lebih mendalam tentang peran pesantren tersebut 3

22 dalam usaha menjawab permasalahan kekinian terutama terkait dengan masalahmasalah ekologi. Salah satu bentuk kegiatan yang lebih kontekstual dan transformatif tersebut dapat terlihat dari munculnya gerakan ekologis yang didorong oleh pesantren sehingga mampu mendorong masyarakat melakukan upaya perbaikan dan konservasi lingkungan. Bentuk konservasi lingkungan yang dilakukan beberapa pesantren di Indonesia setidaknya terlihat pada apa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Pabelan, Pondok Pesantren An Nuqayah, Pondok Pesantren Maslakul Huda, Pondok Pesantren Cipasung, Pondok Pesantren Darunnajah dan beberapa pesantren lainnya pada era 80-an. Beberapa pesantren yang disebutkan didepan pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah berupa penghargaan Kalpataru sebagai apresiasi atas kepedulian mereka terhadap lingkungan. Capaian yang mereka peroleh bermula pada akhir tahun 70-an, pesantrenpesantren tersebut pernah mengikuti Latihan Tenaga Pengembangan Masyarakat (LTPM) yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang juga melibatkan beberapa pesantren serta alumni dan mahasiswa IAIN. Beberapa peserta pelatihan ini sekembalinya mereka ke pesantren masing-masing, melakukan upaya menjawab persoalan masyarakat terutama yang terkait dengan ekologi seperti yang dilakukan oleh pesantren Pabelan, Cipasung, dan lainnya. Begitu juga Pesantren An- Nuqayah pasca pelatihan tersebut banyak melakukan inisiasi yang mendorong pemberdayaan masyarakat setidaknya sebagai salah satu upaya mencari solusi atas permasalahan masyarakat disekitarnya. Pesantren juga berupaya memformulasi pemecahan kelangkaan air yang menimpa masyarakat. Sebagai bentuk apresiasi dan pengakuan terhadap karya besar pesantren tersebut, pemerintah Indonesia kemudian juga menghadiahkan penghargaan Kalpataru kepada Pesantren An Nuqayah sebagai bentuk kepeduliannya kepada lingkungan. Sebagai contoh lain, atas inisiasi dan kepedulian terhadap lingkungan, pesantren lain yaitu pesantren Pabelan juga mendapatkan penghargaan Aga Khan Award sebagai pengakuan internasional atas sumbangsihnya terhadap lingkungan. 4

23 Pada tahun 2008, kegiatan konservasi lingkungan semakin meluas dan mempengaruhi pesantren untuk kemudian terjun dan berperan aktif. Serupa dengan apa yang dilakukan oleh pesantren semacam Pabelan dan An Nuqayah, di Sukabumi juga terdapat beberapa pesantren yang melalukan inisiasi konservasi. Pondok Pesantren Al Amin di Cidahu Sukabumi sebagai contoh menginisiasi suatu kegiatan yang mengarah pada terminologi pesantren konservasi. Selain itu juga terdapat pesantren lain yang menempatkan dalam kurikulum pembelajaran mereka materi yang menyangkut konsevasi dan lingkungan. Pesantren lain seperti yang telah di teliti oleh tim peneliti dari LIPI, terdapat beberapa pesantren di daerah Jawa Barat, terutama di Kabupaten Bandung, Garut dan Ciamis yang melakukan aktivitas serupa dengan pesantren diatas (Budiman dan Arief, 2007; Yamin, 2007). Tentu ini merupakan upaya positif yang terus terbangun dan saling bersambutan sebagai bentuk tanggungjawab pesantren terhadap problem sosial di masyarakat. Namun, pertanyaan besar yang kemudian muncul adalah, hingga sejauh mana aktivitas tersebut mengakar dalam pesantren maupun masyarakat disekitar pesantren tersebut. Kontradiksi ini menjadi terlihat ketika muncul beberapa kegiatan dalam pesantren yang justru lebih bernuansa politis ketimbang memikirkan upaya pemberdayaan masyarakat yang bertumpu pada upaya membangun kesadaran dalam intern pesantren maupun masyarakat. Upaya berbagai Pesantren tersebut dalam menjawab permasalahan lingkungan tersebut harus diapresiasi sebagai upaya mencari solusi baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat disekitarnya. Munculnya peran besar lembaga keagamaan ini mempunyai peran tersendiri sehingga pada akhirnya mewujud pada tindakan sosial yang penuh dengan nilai dan makna religius. Religiusitas yang muncul akhirnya juga mendorong peran lembaga keagamaan seperti pesantren menjadi motor penggerak utama masyarakat baik dari sisi keagamaan maupun sosial ekonomi dan ekologi. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana inisiasi tersebut dapat muncul pada pesantren-pesantren tersebut dengan latar waktu yang berbeda. Kondisi ini tentu dilatari oleh kondisi sosio-historis yang berbeda serta pola yang terbangun pada pesantren itu sendiri. Selain itu, menjadi lebih menarik untuk menyelami latar teologis yang mendasari masing-masing gerakan tersebut. Hal ini juga terkait 5

24 dengan upaya pesantren menjembatani dikotomi keagamaan dengan keduniaan yang dahulu seakan terpisah dan pesantren hanya berkutat pada hal-hal yang bersifat akhirat. Berdasarkan sudut pandang di atas, menjadi penting untuk mengetahui sejauh mana peran pesantren dalam pengembangan masyarakat pedesaan terutama kaitannya secara sosiologis maupun teologis dalam memunculkan gerakan ekologi sebagai upaya mempertahankan lingkungan disekitarnya Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Pesantren memaknai masalah lingkungan dari perspektif ekoteologi? 2. Bagaimana nilai teologis tersebut termanifestasikan dalam gerakan ekologi yang dilakukan oleh pesantren? 3. Bagaimana arah gerakan ekologi yang dilakukan oleh pesantren tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Merujuk pada beberapa pertanyaan yang diajukan diatas, secara umum tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana pesantren memanifestasikan nilai teologi yang mereka yakini sebagai landasan dalam melakukan gerakan ekologi. Secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengkaji bagaimana Pesantren melakukan pemaknaan atas masalah lingkungan dengan menggunakan perspektif eko-teologi. 2. Mengkaji bagaimana nilai teologis tersebut termanifestasikan dalam gerakan ekologi yang dilakukan oleh pesantren. 3. Mengkaji bagaimana arah gerakan ekologi yang dilakukan oleh pesantren tersebut Kegunaan penelitian Beberapa kegunaan penelitian yang penulis harapkan dapat dicapai pada penelitian ini antara lain terbagi pada beberapa aras. Pada aras akademik, 6

25 penelitian ini diharapkan dapat mengisi kekosongan khazanah intelektual terutama yang menghubungkan nilai teologi atau keagamaan yang termanifestasikan dalam pesantren dan mewujud pada gerakan ekologi sehingga dapat dilihat hubungan dan peranan agama dengan konstruk sosial yang terbangun di masyarakat. Kegunaan penelitian lain yang diharapkan adalah pada aras praksis. Pada aras ini penelitian ini nantinya diharapkan mewujud pada pemahaman bahwa upaya penyelamatan lingkungan tidak bisa dilepaskan dengan konstruksi masyarakat lokal yang dalam hal ini pesantren serta nilai-nilai keagamaan yang mereka pahami. Kondisi ini kemudian mengharuskan para pengambil kebijakan melihat lebih kedalam dan membumi bahwa bagaimanapun peran masyarakat lokal seperti pesantren tidak dapat dinafikan dalam mempertahankan lingkungan disekitarnya. 7

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teologi Lingkungan dalam Perspektif Islam Teologi merupakan istilah yang lekat kaitannya dengan agama dan ketuhanan. Dalam Kamus Filsafat Istilah teologi berasal dari kata theos yang berarti Allah dan logos yang berarti wacana atau ilmu. Dalam pengertian lebih luas teologi berarti ilmu tentang hubungan dunia ilahi atau ideal atau kekal tak berubah dengan dunia fisik (Bagus, 1996). Teologi tersebut sangat erat kaitannya dengan dasar-dasar agama sehingga dapat memberikan pemahaman dan keyakinan mendasar tentang agama yang dianut. Dalam Islam istilah teologi lebih dikenal dengan Usul ad Din dengan ajaran dasar berupa aqa id, credos atau keyakinan-keyakinan. Teologi ini dalam islam juga dikenal dengan sebutan ilm al-tauhid (Nasution, 1986). Dimensi teologi yang selama ini dikenal kemudian semakin meluas seiring dengan semakin kompleksnya pertautan antara Islam dengan hal lain sehingga teologi tidak lagi hanya membincangkan tentang ketuhanan akan tetapi semua hal yang berkaitan dengan-nya (Fakhry dalam Hermansyah, 2003). Dalam kaitan dengan lingkungan, teologi ini kemudian diturunkan pada wilayah yang lebih praksis yaitu melihat bagaimana kaitan antara lingkungan dengan sang pencipta. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya sekedar lingkungan yang bersifat biofisik tetapi termasuk juga manusia dan makhluk hidup lainnya. Upaya penggalian nilai spiritual ekologi Islami ini merupakan pengayaan khazanah ekologi profetis Islam untuk menawarkan konsep ekologi alternatif atau ekologi transformatif. Teologi lingkungan secara definisi adalah teologi yang obyek material kajiannya bidang lingkungan dan perumusannya didasarkan pada sumber nilai ajaran agama Islam. Sehingga teologi lingkungan merupakan ilmu yang membahas tentang ajaran dasar Islam mengenai lingkungan (Abdillah, 2001). Ini merupakan jawaban atas semakin berkembangnya peradaban umat manusia serta jawaban atas semakin kompleksnya permasalah yang dihadapi dan salah satunya adalah munculnya berbagai masalah lingkungan. Islam secara transenden mengakui keberadaan seluruh makhluk dimuka bumi sebagai suatu kesatuan dan ciptaan sang khalik sehingga kerusakan yang

27 diakibatkan oleh salah satu makhluk merupakan pengingkaran terhadap ciptaan Allah (Izzi Deen, 1990; Qardhawi, 2001). Lebih lanjut, Islam sendiri memiliki prinsip-prinsip dasar dalam kaitan dengan upaya pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam. Prinsip-prinsip tersebut adalah Tauhid, Amanah, Khalifah, Halal, Haram, Adil, Tawasshur (Kesederhanaan), Ishlah (Pemeliharaan), dan Tawazun (keseimbangan dan harmoni) (Sardar 2006; Chirzin, 2003). Prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip ideal yang coba ditawarkan oleh Islam sebagai upaya menjawab persoalan lingkungan tersebut. Inti permasalahan lingkungan hidup menurut Soemarwoto adalah hubungan mahluk hidup, khususnya manusia, dengan lingkungan hidupnya. Dalam pandangannya Soemarwoto menyebutkan hubungan timbal balik tersebut adalah ekologi. Lebih lanjut Soemarwoto menjelaskan bahwa konsep sentral dalam ekologi ialah ekosistem yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya. Dalam memandang ekosistem, maka harus di lihat unsur-unsur dalam lingkungan hidup kita tidak secara tersendiri, melainkan terintegrasi sebagai komponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Pendekatan ini dalam Soemarwoto disebut dengan pendekatan ekosistem atau pendekatan holistik (Soemarwoto, 2004). Dalam konsep ekologi manusia, terdapat berbagai macam pandangan dalam memandang hubungan antara manusia dengan lingkungan. Varian teori tersebut antara lain adalah (a) teori determinisme lingkungan (Jabariyah) yang menempatkan aspek budaya dan perilaku manusia semata-mata dipengaruhi oleh lingkungan. (b) posibilisme lingkungan (Tahammuliyyah) dimana lingkungan memiliki peran penting dalam menjelaskan hubungan antara budaya tertentu dengan lingkungan tertentu. (c) teori ekologi budaya (bi ah al-hudriy) yang menjelaskan bahwa budaya dan lingkungan adalah suatu kesatuan dengan suatu budaya yang menjadi intinya. (d) teori sistem yang merupakan teori ekosistem yang melihat hubungan antara manusia dengan lingkungan biotik dan abiotik dilihat secara sistem meskipun pada tingkatan yang lebih kecil yaitu ekosistem lokal. Selain itu peran ritual juga dimasukkan dalam inti budaya dan memiliki peran besar dalam pola adaptasi yang dilakukan oleh manusia. Keempat teori tersebut kemudian mendapat tanggapan dengan munculnya teori alternatif yaitu 9

28 (e) teori dialektika ekologis Islam yang merupakan proses dialektis antara nilainilai spiritual religius Islam dengan nilai-nilai ekologis. Proses dialektika yang terjadi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap internalisasi, tahap obyektivikasi, dan tahap eksternalisasi (Rambo, 1983; Abdillah, 2001). Berdasarkan paparan diatas, jelas bahwa Islam sebagai suatu sistem kepercayaan memiliki dasar teologi lingkungan yang mengakar. Akan tetapi, konteks yang dicoba dikedepankan pada penelitian ini tidak pada domain teologis murni atau hanya mencari nilai-nilai ekologi dalam diktum keagamaan melainkan mencoba melihat pada aras yang lebih praksis. Meminjam konsepsi Hermansyah (2003) dalam melihat proses arus balik dari semangat mencari kebenaran dalam tauhid (tawhid) melalui berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah (a) faktor biologis dan faktor psikologis karena dalam setiap individu terdapat keterkaitan biologis seperti keturunan, perkawinan, kekerabatan dan lainnya. (b) faktor ekonomi karena sesungguhnya faktor ini terkadang menjadi dominan dari pada faktor sosial. (c) faktor sosiologis-antropologis yang terkait dengan sosiobudaya, struktur dan hubungan sosial yang terbangun dan terakhir (e) faktor teologis yang merupakan dasar aktivitas yang transenden dalam diri manusia itu sendiri Etika Protestanisme dan Tindakan Sosial Salah satu teoritikus yang banyak menitikberatkan penelitiannya pada etos kerja adalah Max Weber. Damsar (2002) menjelaskan bahwa Weber dalam bukunya The Protestan Ethic and the Spirit of Capitalism menyatakan bahwa ketelitian yang khusus, perhitungan dan kerja keras dari bisnis barat yang didorong oleh perkembangan etika protestan yang muncul pada abad keenambelas dan digerakkan oleh dokrin Calvinisme yaitu doktrin tentang takdir. Senada dengan Damsar, Mintarti (2001) juga menjelaskan bahwa pandangan Weber diatas berawal dari keganjilan, penyimpangan yang jelas terlihat dan identifikasinya serta penjelasnya merupakan orisinalitas sebenarnya dari The Protestan Ethic. Biasanya, mereka yang hidupnya terpaut dengan kegiatan ekonomi dan dengan pengejaran keuntungan, bersikap acuh terhadap agama, bahkan suka bermusuhan terhadap agama karena kegiatan mereka tertuju 10

29 kepada dunia materil. Akan tetapi agama Protestan bukannya mengendurkan pengawasan gereja atas kegiatan sehari-hari, malahan menuntut penganutnya disiplin yang lebih keras daripada penganut agama Katolik. Tulisan Weber tersebut menurut Sobary (2007) menyebutkan peran yang dimainkan oleh agama, terutama etika yang menjiwai beberapa sekte Protestan tertentu terutama dalam perkembangan kapitalisme modern. Menurutnya, kontribusi penting Weber adalah memahami sepenuhnya asal usul kapitalisme modern. Weber mencoba menjelaskan hakikat dan kemunculan suatu mentalitas baru, yang disebutnya semangat kapitalisme yang menggantikan tradisionalisme dalam kehidupan ekonomi. Selain itu, semangat kapitalisme dalam pandangan weber merupakan aspek sentral dari kapitalisme modern. Weber membedakan empat aliran utama agama Protestan ascetic: Calvinisme, Metodisme, Peitisme, dan sekte Baptis. Akan tetapi analisisnya tentang etika Protestan terpusat pada salah satu dari keempat aliran tersebut, yaitu Calvinisme. Di dalam Calvinisme terdapat tiga kepercayaan pokok yaitu (1) semesta diciptakan untuk menunjukkan keagungan Tuhan yang Mahabesar dan bahwa semua itu harus ditafsirkan sesuai dengan maksud dan kehendak Tuhan, (2) maksud dan kehendak Tuhan tidak selalu bisa dipahami oleh manusia, dan (3) kepercayaan kepada takdir, yakni hanya sejumlah kecil manusia akan terpilih untuk diangkat ke surga (Giddens, 1986). Tesis utama Weber seperti yang disebutkan oleh Morrison (1995) terletak pada dua hal yaitu bahwa banyak pusat-pusat komersial di Eropa ketika itu telah menunjukkan aktivitas komersial yang sangat intens bersamaan dengan berkembangnya ajaran Protestanisme. Tesis kedua dari Weber adalah bahwa kapitalisme barat di motivasi atas dua hal yang menurutnya sangat kontradiksi. Disatu sisi bahwa perilaku menimbun kekayaan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan individu, akan tetapi disisi lain justru masyarakat eropa menghindari penggunaan kekayaan mereka untuk tujuan berfoya-foya dan bersenang-senang. Weber kemudian menyimpulkan bahwa yang mendasari perilaku tersebut adalah etika agama yang dalam hal ini etika protestan. Johnson (1986) juga menjelaskan bahwa akar motivasi individu jauh lebih dalam daripada keputusan rasional yang disengaja mengenai alat dan tujuan atau 11

30 konformitas terhadap tuntutan dari mereka yang berotoritas. Analisa Weber mengenai etika Protestan serta pengaruhnya dalam meningkatkan pertumbuhan kapitalisme menurutnya menunjukkan pengertiannya mengenai pentingnya kepercayaan agama serta nilai dalam membentuk pola motivasional individu serta tindakan ekonominya. Pengaruh agama terhadap pola perilaku individu serta bentuk-bentuk organisasi sosial juga dapat dilihat dalam analisa perbandingannya mengenai agama-agama dunia yang besar. Dalam Economy and Society, Weber menetapkan garis pemisah antara ekonomi dan sosiologi ekonomi dengan mengajukan tiga unsur yaitu (1) bahwa tindakan ekonomi adalah tindakan sosial; (2) tindakan ekonomi selalu melibatkan makna; (3) tindakan ekonomi selalu memperhatikan kekuasaan (Damsar, 2002). Weber juga menjelaskan bahwa kenyataan sosial secara mendasar terdiri dari inidivud-individu dan tindakan-tindakan sosialnya yang berarti. Weber melihat bahwa kenyataan sosial sebagai sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan sosial. Tindakan sosial menurut Weber harus didasari oleh raisonalitas sehingga rasionalitas ini menjadi kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis-jenis tindakan sosial yang berbeda (Johnson, 1986). Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai logika merupakan suatu kerangka acuan bersama secara luas dimana aspek-aspek subyektif perilaku dapat dinilai secara obyektif. Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Perbedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan sedangkan tindakan irasional adalah sebaliknya (Johnson, 1986). Dalam Johnson (1986) dijelaskan bahwa Weber membagi tindakan menjadi empat tipe. Tipe pertama adalah tindakan rasional instrumental. Tipe ini merupakan tingkat rasionalitas yang paling tinggi yang meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Individu dilihat sebagai memiliki macammacam tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar suatu kriterium menentukan satu pilihan di antara tujuan-tujuan yang saling bersaingan ini. 12

31 Individu itu lalu menilai alat yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan yang dipilih tadi. Tindakan ekonomi dalam sistem pasar yang bersifat impersonal mungkin merupakan bentuk dasar rasionalitas instrumental ini. Tipe tindakan ini juga tercermin dalam organisasi birokratis. Weber melihat sistem pasar yang impersonal dan organisasi birokratis sedang berkembang dalam dunia Barat modern. Tipe kedua adalah rasionalitas yang berorientasi nilai. Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar. Tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai individu yang bersifat absolute atau merupakan nilai akhir baginya. Tindakan religius merupakan bentuk dasar dari rasionalitas yang berorientasi nilai ini. Tipe ketiga adalah tindakan tradisional. Tindakan ini merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat non-rasional. Tindakan ini lebih dikarenakan kebiasaan kemudian diabsahkan atau didukung oleh kebiasaan atau tradisi yang sudah lama mapan sebagai kerangka acuannya, yang diterima begitu saja tanpa persoalan. Weber melihat bahwa tipe tindakan ini telah hilang lenyap karena meningkatnya rasionalitas instrumental. Tipe keempat adalah tindakan afektif. Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Tindakan seperti ini benar-benar tidak rasional karena kurangnya pertimbangan logis, ideologis, atau kriteria rasionalitas lainnya Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat Pesantren merupakan model pendidikan khas yang dimiliki oleh Indonesia. Selain itu, pesantren juga tidak dapat dilepaskan dari masyarakat. Kondisi ini dikarenakan pesantren tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat dengan memposisikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat terutama dalam melakukan proses transformasi, sehingga dapat dikatakan bahwa pesantren merupakan sistem pendidikan khas yang sarat dengan nilai transformatif yang sebelumnya berada pada wilayah keagamaan kemudian meluas dalam bentuk pengabdian sosial (A la, 2006). 13

32 Secara terminologis pesantren yang biasa disebut sebagai pondok atau surau (Azra, 1985) merupakan suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen (Qomar, 2005). Meskipun demikian, dalam khazanah pendidikan Islam sendiri pesantren bukanlah satu-satunya model pendidikan yang lekat dengan Islam. Terdapat berbagai varian model seperti madrasah, pengajian dan lainnya. Yang menjadi kekhasan pesantren adalah adanya pondok atau asrama yang menjadi tempat tinggal para santri dalam batas teritorial tertentu serta pemimpin yang disebut dengan Kyai. Terdapat berbagai macam kategorisasi pesantren. Kategorisasi ini bisa berdasarkan keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi yaitu pesantren salafi dan khalafi. Ada juga yang melakukan kategorisasi berdasarkan kelengkapan komponennya yaitu (a) hanya terdiri dari masjid dan rumah kyai; (b) masjid, rumah kyai dan asrama; (c) masjid, rumah kyai, asrama dan pendidikan formal; (d) masjid, rumah kyai, asrama, pendidikan formal dan pendidikan keterampilan; (e) masjid, rumah kyai, asrama, madrasah dan bangunan fisik lainnya (Qomar, 2005). Pesantren setidaknya memiliki elemen-elemen dasar seperti pondok atau asrama, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kyai (Dhofier dalam Hadimulyo, 1985). Kesemuanya menjadi satu entitas yang saling melengkapi dan terintegrasi dalam suatu teritori. Meskipun demikian, elemen dasar tersebut memiliki keterbatasan seiring dengan semakin berkembangnya model pesantren kekinian. Ini disebabkan banyaknya pesantren-pesantren yang bermunculan dengan tidak lagi menempatkan pengajaran kitab-kitab klasik sebagai tujuan utamanya. Selain itu sistem pengajaran yang bersifat sorogan 1, bandongan 2 tidak lagi dianut oleh seluruh pesantren. Beberapa pesantren tidak lagi menggunakan sistem tersebut tetapi lebih menggunakan sistem yang lebih modern seperti 1 Sorogan merupakan sistem pengajaran konvensional yang dimiliki oleh pesantren. Sistem sorogan merupakan sistem pengajaran satu arah yang menempatkan kyai sebagai guru yang menjelaskan maksud dari kitab tersebut. Santri dalam hal ini diharuskan mengajukan kitab apa yang akan dipelajari kemudian secara mendalam dan dihafal. 2 Bandongan atau juga disebut wetonan merupakan sistem pengajaran yang lain yang dimiliki oleh pesantren. Sistem ini juga tergolong konvensional dimana Kyai menjelaskan isi kita secara sistematis perkata yang kemudian menjelaskan arti dan maksud dari kitab tersebut sementara santri dituntut untut memperhatikan secara seksama. 14

I. PENDAHULUAN. 1 Pendidikan sosial yang dimaksud adalah pendidikan bagi berbagai komponen dalam pesantren

I. PENDAHULUAN. 1 Pendidikan sosial yang dimaksud adalah pendidikan bagi berbagai komponen dalam pesantren I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pondok pesantren merupakan sebuah institusi pendidikan yang menjadi model khas yang dimiliki oleh Indonesia. Kekhasan yang dimiliki ini menjadi salah satu nilai sosial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teologi Lingkungan dalam Perspektif Islam

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teologi Lingkungan dalam Perspektif Islam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teologi Lingkungan dalam Perspektif Islam Teologi merupakan istilah yang lekat kaitannya dengan agama dan ketuhanan. Dalam Kamus Filsafat Istilah teologi berasal dari kata theos

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah Analisis Penelitian ini dilakukan pada beberapa wilayah kajian analisis. Kajian utama yang dilakukan adalah mencoba melihat bagaimana respon pesantren terhadap berbagai

Lebih terperinci

MANIFESTASI NILAI TEOLOGI DALAM GERAKAN EKOLOGI

MANIFESTASI NILAI TEOLOGI DALAM GERAKAN EKOLOGI MANIFESTASI NILAI TEOLOGI DALAM GERAKAN EKOLOGI Husnul Khitam Program Studi Sosiologi, FISIP, UIN Jakarta Jalan Ir. H. Juanda 95, Ciputat 15412 husnul.khitam@gmail.com Abstract Pesantren is an indigenous

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan memiliki peran yang penting dalam suatu negara yakni sebagai saran untuk menciptakan manusia yang unggul. Pendidikan tidak bisa terlepas dari kondisi

Lebih terperinci

Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi

Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi DINIKA Academic Journal of Islamic Studies Volume 1, Number 2, May - August 2016 ISSN: 2503-4219 (p); 2503-4227 (e) Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi Husnul Khitam FISIP UIN Syarif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia tidak diragukan lagi peranannya dan kiprahnya dalam membangun kemajuan bangsa Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus diberikan terhadap seorang anak. Pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu pendidikan formal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren merupakan khazanah pendidikan dan budaya Islam di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, peran pesantren tidak diragukan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mempunyai suatu tujuan, membentuk pribadi muslim seutuhnya, yang mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus 195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran. Pendidikan Islam

BAB V PENUTUP. pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran. Pendidikan Islam 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah mengadakan kajian yang mendalam dengan prosedur penelitian yang direncanakan, maka kajian tentang obyek tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Etika

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam,

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam, 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagaimana telah diuraikan dalam bab pendahuluan, bahwa penelitian ini akan diarahkan guna menjawab rumusan masalah yang telah penulis angkat dalam mengkaji pendidikan

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

BAB VI P E N U T U P

BAB VI P E N U T U P 188 BAB VI P E N U T U P A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan antara lain: Pertama, peran kiai pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata dalam dinamika politik ada beberapa bentuk, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan 7 sub bab antara lain latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa mengangkat tema JFC, Identitas Kota Jember dan diskursus masyarakat jaringan. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan usaha melestarikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pendidikan nasional pada hakikatnya mencari nilai tambah melalui pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia atau kualitas manusia utuh jasmaniah rohaniah,

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta besarnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang awalnya sangat berperan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1 Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1 Sebagai seorang akademisi yang sangat memperhatikan aspek-aspek pengajaran dan pengembangan kebudayaan, E.K.M. Masinambow merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Objek Persaingan dalam dunia perekonomian kini telah melanda berbagai penjuru dunia. Sebagian orang terjebak dalam egonya untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mubarak Ahmad, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mubarak Ahmad, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan selama ini dipercaya sebagai salah satu aspek yang menjembatani manusia dengan cita-cita yang diharapkannya. Karena berhubungan dengan harapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup berdampingan dengan manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat yang diantaranya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa guru merupakan pendidik profesional. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, tugas utama

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesantren memiliki peranan yang penting dalam sejarah pembangunan pendidikan di indonesia. Di antara lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi hasil kesimpulan penelitian secara keseluruhan yang dilakukan oleh penulis Selain kesimpulan, diuraikan pula rekomendasi yang penulis berikan kepada beberapa pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA di Indonesia saat ini bertumpu pada standar proses pendidikan dasar dan menengah yang mengatur mengenai kriteria pelaksanaan pembelajaran pada satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan seorang individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga variatif seiring

Lebih terperinci

KAJIAN PORTFOLIO PRODUK TABUNGAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA : KASUS PT BANK MANDIRI AREA SAMARINDA

KAJIAN PORTFOLIO PRODUK TABUNGAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA : KASUS PT BANK MANDIRI AREA SAMARINDA KAJIAN PORTFOLIO PRODUK TABUNGAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA : KASUS PT BANK MANDIRI AREA SAMARINDA BAYU TRISNO ARIEF SETIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG A. Analisis Implementasi Sekolah Berbasis Pesantren di SMP Darul Ma arif Banyuputih Kabupaten Batang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan bagi kepentingan hidup manusia, bukan hanya untuk kepentingan hidup pada masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih optimal, berdaya guna,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih optimal, berdaya guna, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan BAB V PENUTUP Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan orang-orang Islam di Jawa. Kedudukan dan kelebihan Masjid Agung Demak tidak terlepas dari peran para ulama yang bertindak

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional lahir dari budaya masyarakat terdahulu di suatu daerah tertentu yang terus berkembang secara turun temurun, dan terus dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah A. Sonny Keraf mengemukakan bahwa ada dua kategori dari bencana yaitu bencana alam dan bencana lingkungan hidup. Sebagian dikategorikan sebagai bencana alam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, BAB V PENUTUP Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan fenomena-fenomena sosial mengenai pemahaman Komunitas Bupolo di Buru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI 69 BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI A. Santri dan Budaya Politik Berdasarkan paparan hasil penelitian dari beberapa informan mulai dari para pengasuh pondok putra dan putri serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi hasil penelitian yang telah disajikan pada Bab IV, dapat ditarik kesimpulan dan rekomendasi penelitian sebagai berikut: A. Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang telah berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang pasti akan dialami oleh setiap individu atau organisasi. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang pasti akan dialami oleh setiap individu atau organisasi. Ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap individu maupun organisasi dalam konteks apapun pasti memerlukan perencanaan (planning). Perencaanan tersebut tidak hanya dimiliki oleh orang-orang

Lebih terperinci

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan c Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan d Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan Oleh Tarmidzi Taher Tema Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan di Indonesia yang diberikan kepada saya

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan umat Islam dari periode Nabi Muhammad Saw. diutus sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan dan kemunduran yang dialami

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KOMPETENSI DASAR GEOGRAFI

KURIKULUM 2013 KOMPETENSI DASAR GEOGRAFI KURIKULUM 2013 GEOGRAFI Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013 KI dan KD Geografi untuk Peminatan Ilmu-ilmu Sosial SMA/MA 1 A. Pengertian Geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan selain karena manusia tercipta sebagai makhluk

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economists and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43 BAB I PENDAHULUAN Setiap penelitian akan di latar belakangi dengan adanya permasalahan yang Akan dikaji. Dalam penelitian ini ada permasalahan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Tokoh Agama dalam Membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan hidup, merupakan hal yang menjadi variabel pembeda antara manusia dengan makhluk lain yang

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PESANTREN

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PESANTREN BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PESANTREN Setelah peneliti mengadakan observasi dan wawancara, maka dalam bab ini akan dikemukakan tentang hasil penelitian yang telah didapatkan. Pandangan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

lah sebagaimana ditinjau dengan berbagai konsep di atas dan juga agar mempe

lah sebagaimana ditinjau dengan berbagai konsep di atas dan juga agar mempe BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis figur kepemimpinan kyai pondok pesantren dalam membentuk pribadi muslim yang seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hadis Nabi yang paling populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para

BAB I PENDAHULUAN. hadis Nabi yang paling populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulama menduduki tempat yang sangat penting dalam Islam dan dalam kehidupan kaum Muslimin. Dalam banyak hal, mereka dipandang menempati kedudukan dan otoritas

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 14Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Katolik MENJAGA KEUTUHAN CIPTAAN Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DALAM REFLEKSI IMAN KRISTIANI Untuk apa kita diciptakan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat yang berjiwa religius,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat yang berjiwa religius, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat yang berjiwa religius, tentunya tidak mengherankan apabila memiliki banyak warisan budaya keagamaan yang sejak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendi kehidupan manusia termasuk masalah ekonomi. Kegiatan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. sendi kehidupan manusia termasuk masalah ekonomi. Kegiatan perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia termasuk masalah ekonomi. Kegiatan perekonomian manusia diatur dalam prinsip

Lebih terperinci

MODEL SUMBER DAYA MANUSIA PERBANKAN SYARIAH BERBASIS NILAI ISLAMI. Popy Novita Pasaribu P DM

MODEL SUMBER DAYA MANUSIA PERBANKAN SYARIAH BERBASIS NILAI ISLAMI. Popy Novita Pasaribu P DM MODEL SUMBER DAYA MANUSIA PERBANKAN SYARIAH BERBASIS NILAI ISLAMI Popy Novita Pasaribu P 066050133.1DM SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 MODEL SUMBER DAYA MANUSIA PERBANKAN SYARIAH

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Transformasi dan Pola Interaksi Elite Transformasi kekuasaan pada etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlangsung dalam empat fase utama; tradisional, feudalism,

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

R E S E N S I Judul Penulis Penerbit Cetakan Tebal

R E S E N S I Judul Penulis Penerbit Cetakan Tebal R E S E N S I Judul :Wacana Pengembangan Pendidikan Islam Penulis : Dr. Muhaimin, MA Penerbit :Pustaka Pelajar, Yogyakarta Cetakan : Pertama, Februari 2003 Tebal :357 halaman Membicarakan pendidikan melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala menurunnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan di pesantren. Karenanya, penulis mencari

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN RANTAI NILAI EKOWISATA KEBUN RAYA BOGOR

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN RANTAI NILAI EKOWISATA KEBUN RAYA BOGOR ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN RANTAI NILAI EKOWISATA KEBUN RAYA BOGOR Oleh : D O N I Y U S R I PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci