BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Persepsi. Sebuah proses internal yang dinamakan persepsi, yang bermanfaat
|
|
- Hendri Pranata
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Persepsi Sebuah proses internal yang dinamakan persepsi, yang bermanfaat sebagai sebuah alat penyaring (filter) dan sebagai metode untuk mengorganisasi stimuli yang memungkinkan kita menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi tersebut menyediakan mekanisme melalui seleksi stimuli dan dikelompokkan dalam wujud yang berarti. Akibatnya adalah bahwa kita lebih dapat memahami gambaran mengenai lingkungan yang diwakili oleh stimuli tersebut (Winardi, 2002). Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh seseorang di dalam memahami informasi tentang lingkungan, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman (Thoha, 1980). Salah satu alasan mengapa persepsi demikian penting dalam hal menafsirkan keadaan sekeliling kita adalah bahwa kita masing-masing mempersepsi, tetapi mempersepsi secara berbeda, apa yang dimaksud dengan sebuah situasi ideal. Persepsi merupakan sebuah proses yang hampir bersifat otomatik, dan ia bekerja dengan cara yang hampir serupa pada masing-masing individu, tetapi sekalipun demikian secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda-beda. Kita dapat memperluas pandangan tentang persepsi sebagai mekanisme melalui stimuli lingkungan (termasuk di dalamnya upaya-
2 10 upaya komunikasi), hingga dicapai kesimpulan bahwa persepsi teramat penting bagi pemahaman dan terbentuknya perilaku. Seseorang individu tidak bereaksi atau berperilaku dengan cara tertentu, karena situasi yang terdapat di sekitarnya, melainkan karena apa yang terlihat olehnya, atau apa yang diyakini olehnya tentang situasi tersebut. Agar seseorang dapat menyadari dan dapat melakukan persepsi ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi, yaitu : a). Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai indera dan dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensoris) tapi berfungsi sebagai reseptor. b). Adanya indera atau reseptor, yaitu sebagai alat untuk menerima stimulus. c). Diperlukan adanya perhatian sebagai langkah awal menuju persepsi. Jika rangsangan merupakan faktor eksternal dalam proses pengamatan maka faktor individu merupakan faktor internal. Menghadapi rangsangan dari luar itu seseorang bersikap selektif untuk menentukan rangsangan mana yang akan diperhatikan sehingga menimbulkan kesadaran. Melalui proses selektif terhadap suatu rangsangan, seseorang dapat mempunyai tanggapan atau pendapat tentang objek tertentu. Dalam hal ini persepsi dapat diukur dari proses memberikan nilai terhadap objek tertentu dari orang tersebut.
3 11 B. Tinjauan tentang Nilai Anak Beberapa batasan mengenai nilai yang dikemukakan oleh Nicholas Roscher dalam Srisoeprapto (1998) sebagai berikut : (1) Suatu benda atau barang yang memiliki nilai atau bernilai, apabila orang menginginkannya kemudian berusaha atau menambah keinginan untuk memilikinya, (2) Nilai adalah sesuatu yang mampu menimbulkan penghargaan, (3) Nilai adalah dorongan untuk memperhatikan objek, kualitas atau keadaan yang dapat memuaskan keinginan, (4) Nilai merupakan suatu objek dari setiap keinginan, (5) Nilai adalah harapan atau setiap keinginan atau dipilih oleh seseorang, kadang-kadang dalam praktek apa yang diinginkan oleh seseorang, dan (6) Nilai adalah konsep, eksplisit atau implisit, yang berbeda dari setiap orang atau kelompok, keinginan mengadakan pilihan tentang arti perbuatan dan tujuan perbuatan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu konsep yang di dalamnya terdapat ide, gagasan yang mengandung kebenaran yang hidup dan berkembang dalam masyarakat serta dihargai dan dipelihara. Dengan demikian, nilai mengandung harapan atau keinginan yang dijadikan oleh manusia sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. Mengenai nilai anak bagi orang tua juga sekaligus menentukan pilihan, apakah ia harus memiliki anak atau tidak. Bila ingin memiliki anak berapa jumlah yang diinginkan?
4 12 Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua tiga dan seterusnya. Dengan demikian keputusan untuk memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai satu harapan atas setiap keinginan yang dipilih oleh orang tua. Ekonomi kependudukan mikro, yaitu dari sudut pandangan orang tua atau dari satuan keluarga telah menganggap anak sebagai barang konsumsi tahan lama seperti mobil, rumah, televisi dan sebagainya, yang dapat memberikan kepuasan dalam waktu yang lama. Setiap orang (dalam hal ini orang tua), telah memiliki sumber-sumber yang terbatas dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan kepuasan dengan memilih antara berbagai barang, termasuk pilihan jumlah anak yang diinginkan. Dengan pendekatan ini sulit diterangkan mengapa meningkatnya penghasilan justru menyebabkan turunnya fertilitas. Salah satu jawabannya adalah bahwa dengan meningkatnya penghasilan, orang tua ingin agar anaknya bependidikan lebih tinggi, sehingga mereka lebih memilih kualitas dari pada kuantitas anak (Jones dalam Lucas, 1990). Dasar pemikiran yang utama dari teori transisi demografi adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan sosial ekonomi, maka
5 13 keinginan mempunyai anak lebih merupakan suatu proses ekonomis daripada proses biologi (Robinson dalam Lucas dkk, 1990). Teori ekonomi fertilitas yang dikemukakan oleh beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menentukan jumlah kelahiran anak yang diinginkan per keluarga di antaranya adalah berapa banyak kelahiran yang dapat dipertahankan hidup (survive). Tekanan yang utama adalah cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-perhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang diinginkannya. Perhitungan-perhitungan demikian itu tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran seorang anak, baik berupa keuangan maupun psikis (Caldwell, 1983). Menurut Robinson (1983) ada tiga macam tipe kegunaan anak yakni : 1. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu barang konsumsi, misalnya sebagai sumber hiburan. 2. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni dalam beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu yang menambah pendapatan keluarga. 3. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya.
6 14 Menurut pendekatan lain yang lebih sesuai dengan keadaan di negara berkembang, anak dianggap sebagai barang investasi atau aktivaekonomi. Orang tua berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak. Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua ataupun membantu keuangan orang tua (Lucas dkk, 1990). Bila anak dianggap sebagai barang konsumsi yang tahan lama atau barang investasi, maka perlu dipikirkan berapa nilainya. Ada dua macam beban ekonomi anak menurut Robinson dan Horlacher dalam Lucas dkk (1990) yaitu : 1. Beban finansial atau biaya pemeliharaan langsung, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan oleh orang tua untuk makanan, pakaian, rumah, pendidikan dan perawatan kesehatan anak. 2. Biaya alternatif (opportunity cost) atau biaya tidak langsung yaitu biaya yang dikeluarkan atau penghasilan yang hilang karena mengasuh anak. Apabila seorang isteri melepaskan pekerjaannya ketika anak-anak masih kecil, maka orang tua akan kehilangan gaji yang seharusnya diterima jika istri bekerja. Bila seorang istri terus bekerja, ia harus membayar biaya pengasuhan anak dan ini juga merupakan biaya aternatif.
7 15 Pembicaraan tentang beban dan manfaat ekonomi anak seharusnya tidak boleh membuat kita menutup mata kepada kenyataan bahwa tidak seorang pun yang pandangannya ekonomi melulu. Perasaan cinta kasih, kebutuhan akan keluarga normal dan sebagainya, juga harus dipertimbangkan. Bahkan para ahli ekonomi tahu akan hal ini meskipun kadang-kadang cenderung tidak memperdulikannya. Dari semua pandangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam mengambil keputusan tentang jumlah anak atau besar keluarga yang akan dimiliki, seseorang akan dipengaruhi oleh daya guna (utility) yang diberikan oleh anak-anaknya. Bagi ahli ekonomi daya guna hampir sama dengan kepuasan. Menurut Judith Blake dalam Robinson (1983) mengatakan masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah normative, jika kaum miskin mempunyai anak lebih banyak dari pada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pronatalis dari pada kaum kaya. Karena fertilitas tidak dapat hanya diterangkan dengan menggunakan ukuran ekonomi, keuntungan dan kerugian bukan ekonomi, kiranya juga perlu dihitung. Nilai anak dapat diartikan sebagai koleksi benda-benda bagus yang diperoleh orang tua karena mempunyai anak (Espenshade dalam Lucas dkk, 1990). Hoffman dan Hoffman dalam Lucas dkk (1990) menghasilkan suatu sistem nilai yang meliputi sembilan kategori, yakni delapan nilai bukan ekonomi (misalnya status kedewasaan,
8 16 imortalitas, kebahagiaan, kreativitas) dan satu nilai yang menyangkut manfaat ekonomi. Di antara berbagai pendekatan terhadap nilai anak, adalah pendekatan mikro ekonomi dan pendekatan psikologi sosial yang dikembangkan dari kerangka kerja Hoffman (Fawcett, 1983). Pendekatan ini menekankan adanya kebutuhan masing-masing orang yang terpenuhi dengan mempunyai anak, cara lain untuk memenuhi kebutuhan ini, dan interaksi antara nilai emosional, sosial dan ekonomi, serta beban karena mempunyai anak (Fawcett, 1986). Di beberapa negara, termasuk Indonesia, umumnya anak laki-laki mempunyai arti khusus sehingga anak lelaki paling banyak dipilih. Orang tua dari golongan menengah lebih memilih anak perempuan yang dapat menjadi kawan bagi ibu. Perbedaan tanggapan yang relatif kecil antara suami dan istri ada hubungannya dengan peranan mereka dan pembagian tugas dalam keluarga. Misalnya, wanita yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengasuh anak, mempunyai lingkungan kehidupan sosial yang lebih sempit, menitikberatkan anak sebagai teman dan kebutuhan emosional serta fisik dari pengasuhan anak. Di lain pihak, agaknya para suami lebih mementingkan kebutuhan akan keturunan untuk melanjutkan garis keluarga dan lebih prihatin terhadap biaya anak (Oppong, 1983). Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin
9 17 tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan. Orang tua dalam keluarga tentu saja menginginkan agar anaknya berkualitas dengan harapan dikemudian hari dapat melanjutkan cita-cita keluarga, berguna bagi masyarakat dan negara. Untuk sampai pada citacita tersebut tentu saja tidak mudah, dibutuhkan strategi dan metode yang baik. Apakah mungkin menciptakan anak yang berkualitas di tengah waktu yang terbatas, karena kesibukan bekerja, dan apakah mungkin menciptakan anak berkualitas di tengah kondisi keuangan atau pendapatan yang terbatas. Menurut Bouge dalam Lucas (1990) mengemukakan bahwa pendidikan menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap fertilitas daripada variabel lain. Seorang dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi tentu saja dapat mempertimbangkan berapa keuntungan finansial yang diperoleh seorang anak dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membesarkannya. Hubungan antara pendidikan dan nilai anak juga terlihat pada diri wanita. Semakin tinggi tingkat pendidikan wanita, bukan saja semakin rasional, akan tetapi semakin besar peluangnya untuk memasuki pasar kerja. Sementara itu waktu bagi seorang wanita yang bekerja sangat sedikit, dengan demikian untuk mengasuh dan membesarkan anak semakin berkurang. Itulah sebabnya nilai anak baginya mungkin berbeda
10 18 dengan wanita kebanyakan, terutama yang tidak berpeluang untuk bekerja di luar rumah (peran publik). Demikianlah pula dengan penghasilan, berkorelasi pula dengan nilai anak. Korelasi di sini bisa positif bisa pula negatif. Menurut Bellante dan Jackson (1990) anak-anak memberikan utilitas dan jasa pelayanan yang produktif bagi orang tua mereka. Dalam masyarakat yang berpenghasilan rendah (terutama pada daerah pertanian dan pesisir), anak-anak dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan sumber pendapatan yang penting bagi keluarga. Selain itu, anak dinilai sebagai investasi hari tua atau sebagai komoditas ekonomi yang dapat disimpan di kemudian hari. Hal tersebut merupakan hubungan positif antara penghasilan dengan nilai anak. Berkorelasi negatif apabila penghasilan yang tinggi akan menilai anak bukan sebagai potensi, modal atau rezeki. Mereka menilai anak sebagai beban dalam keluarga. Sehingga semakin tinggi penghasilan maka persepsi nilai anak akan berkurang sehingga fertilitas akan menurun. Selanjutnya terdapat perbedaan pula antara usia, usia kawin pertama dan kondisi pemukiman terhadap persepsi nilai anak. Hasil Survai Prevalensi Indonesia 1987 menunjukkan bahwa berdasarkan perbedaan umur dan daerah, terdapat range yang cukup besar dalam jumlah anak yang diinginkan. Apabila diambil kelompok umur tahun sebagai pedoman kasar, yakni kelompok umur yang relatif muda, golongan muda ini masih mempunyai jumlah anak ideal (anak yang
11 19 diinginkan) yang cukup tinggi, yakni 3,1 di Jawa, di luar Jawa dan Bali malah sebesar 3,6. Selanjutnya, penduduk perkotaan mempunyai jumlah anak ideal lebih rendah daripada penduduk pedesaan dan pesisir (Singarimbun, 1996). Orang tua di desa lebih menitikberatkan manfaat ekonomi dan kegunaan praktis (termasuk tunjangan hari tua) dari anakanak, sedangkan orang tua di kota (terutama yang berpendidikan tinggi) menekankan aspek emosional dan psikologisnya (Bongaarts, 1983). Kategori Nilai Anak Operasionalisasi konsep nilai anak didasarkan pada rumusan yang diajukan oleh Arnold dan Fawcett dalam Lucas (1990). Menurut kedua ahli ini, dengan memiliki anak, orang tua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal-hal yang merugikan. Apa yang diperoleh tersebut dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok nilai, yakni nilai positif, nilai negatif, nilai keluarga besar, dan nilai keluarga kecil. Keempat kategori nilai anak tersebut meliputi sebagai berikut : A. Nilai Positif Umum (Manfaat) 1. Manfaat Emosional Anak membawa kegembiraan dan kebahagiaan ke dalam hidup orang tuanya. Anak adalah sasaran cinta kasih, dan sahabat bagi orang tuanya. 2. Manfaat Ekonomi dan Ketenangan
12 20 Anak dapat membantu ekonomi orang tuanya dengan bekerja di sawah atau di perusahaan keluarga lainnya, atau dengan menyumbangkan upah yang mereka dapat di tempat lain. Mereka dapat megerjakan banyak tugas di rumah (sehingga ibu mereka dapat melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang) 3. Pengembangan Diri Memelihara anak adalah suatu pengalaman belajar bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya lebih matang, lebih bertanggung jawab. Tanpa anak, orang yang telah menikah tidak selalu dapat diterima sebagai orang dewasa dan anggota masyarakat sepenuhnya. 4. Mengenali Anak Orang tua memperoleh kebanggaan dan kegembiraan dari mengawasi anak-anak mereka tumbuh dan mengajari mereka halhal baru. Mereka bangga kalau bisa memenuhi kebutuhan anakanaknya. 5. Kerukunan dan Penerus Keluarga Anak membantu memperkuat ikatan perkawinan antara suami istri dan mengisi kebutuhan suatu perkawinan. Mereka meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga.
13 21 B. Nilai Negatif Umum (Biaya) 1. Biaya Emosional Orang tua sangat mengkhawatirkan anak-anaknya, terutama tentang perilaku anak-anaknya, keamanan dan kesehatan mereka. Dengan adanya anak-anak, rumah akan ramai dan kurang rapi. Kadang-kadang anak-anak itu menjengkelkan. 2. Biaya Ekonomi Ongkos yang harus dikeluarkan untuk memberi makan dan pakaian anak-anak dapat besar. 3. Keterbatasan dan Biaya Alternatif Setelah mempunyai anak, kebebasan orang tua berkurang. 4. Kebutuhan Fisik Begitu banyak pekerjaan rumah tambahan yang diperlukan untuk mengasuh anak. Orang tua mungkin lebih lelah. 5. Pengorbanan Kehidupan Pribadi Suami Istri Waktu untuk dinikmati oleh orang tua sendiri berkurang dan orang tua berdebat tentang pengasuhan anak. C. Nilai Keluarga Besar (alasan mempunyai keluarga Besar ) 1. Hubungan Sanak Saudara Anak membutuhkan kakak dan adik (sebaliknya anak tunggal dimanjakan dan kesepian).
14 22 2. Pilihan Jenis Kelamin Mungkin orang tua mempunyai keinginan khusus untuk seorang anak lelaki atau anak perempuan, atau suatu kombinasi tertentu. Orang tua ingin paling tidak mempunyai satu anak dari masingmasing jenis kelamin atau jumlah yang sama dari kedua jenis kelamin. 3. Kelangsungan Hidup Anak Orang tua membutuhkan banyak anak untuk menjamin agar beberapa akan hidup terus sampai dewasa dan membantu mereka pada masa tua. D. Nilai Keluarga Kecil (alasan mempunyai keluarga Kecil ) 1. Kesehatan Ibu Terlalu sering hamil tidak baik untuk kesehatan ibu. 2. Beban Masyarakat Dunia ini menjadi terlalu padat. Terlalu banyak anak sudah merupakan beban bagi masyarakat. Sebagai barang ekonomi, anak-anak mengandung suatu arus keuntungan atau utilitas bagi orang tua mereka. Orang tua juga mengeluarkan biaya dalam memiliki dan membesarkan anak-anak mereka. Dalam memutuskan untuk memiliki seorang anak, berapa jumlah anak yang diinginkan, orang tua diasumsikan mempertimbangkan keuntungan-keuntungan yang diharapkan dari memiliki anak-anak
15 23 dibandingkan secara relatif dengan biaya-biaya yang diperkirakan akan dikeluarkan. Terutama sekali, keuntungan yang diberikan anak-anak telah menurun sedangkan biayanya telah meningkat. C. Tinjauan tentang Wanita Peran wanita dapat dilihat dari tiga perspektif dalam kaitannya dengan posisinya sebagai ibu rumah tangga dan partisipan pembangunan atau pekerja pencari nafkah (Hubeis dalam Achmad, 1994) : 1) Peran tradisi. Sering juga disebut peran domestik menjadi urusan wanita. Semua pekerjaan rumah dari membersihkan rumah, memasak, mencuci, merawat/mengasuh anak dan masih banyak lainnya yang berkaitan dengan rumah tangga. Wanita sebaiknya di rumah saja agar semua urusan menjadi terselesaikan dengan baik. 2) Peran transisi, yang terjadi khususnya di daerah pertanian, wanita sudah terbiasa bekerja di lahan pertanian keluarga, bila di kota bekerja di usaha keluarga. 3) Peran kontemporer. Jika seorang wanita hanya memiliki peran di luar rumah tangga saat ini masih disebut wanita kontemporer atau wanita karir. Biasanya mereka memilih hidup tidak menikah dan mencari nafkah sendiri. Ini terdapat di kota-kota besar. Moser (1986) telah melakukan penelitian selama lima tahun yang berkaitan dengan peran wanita dalam pembangunan di Dunia Ketiga,
16 24 karena peran wanita dan pria berbeda maka keperluan mereka berbeda pula. Dekade Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Wanita ( ) telah berperan penting dalam mengangkat dan menyebarluaskan pentingnya peran wanita dalam pembangunan sosial ekonomi di negara dan masyarakat. Suatu kerangka konseptual mengenai peranan wanita dan perubahan demografi, termasuk fertilitas dan pengaturannya, oleh Oppong (1983) membagi peran-peran wanita ke dalam tujuh kategori, yaitu : peran sebagai ibu (maternal), pasangan kawin (conjugal), domestik, pekerjaan (occupational), kerabat, masyarakat dan peran individu. Teori ekonomi mengenai fertilitas juga mengasumsikan bahwa waktu pemeliharaan anak sebagian besar disediakan oleh para ibu. Diasumsikan bahwa ada pilihan utama bagi wanita antara kegiatan-kegiatan ekonomi/pekerjaan dan kegiatan sebagai orang tua. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mueller dalam Oppong (1983), perhatian yang sedikit terutama ditujukan pada kemungkinan bahwa waktu untuk pekerjaanpekerjaan rumah tangga dan waktu luang jadi berkurang dengan adanya waktu untuk memelihara anak, demikian juga sebaliknya. Menurut Koentjaraningrat (1982) salah satu variabel yang berpengaruh dalam fertilitas adalah partisipasi angkatan kerja wanita, dengan asumsi bahwa semakin tinggi partisipasi angkatan kerja wanita, maka semakin rendah pula fertilitasnya. Dalam hubungan ini Bakir (1984)
17 25 mengemukakan ada berbagai pendapat mengenai sifat hubungan antara fertilitas dan angkatan kerja, yaitu : 1) Partisipasi wanita dalam angkatan kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap fertilitas. Hal ini disebabkan karena terjadi pertentangan atau konflik antara fungsi dan tugas wanita yang dianggap utama yaitu sebagai istri dan ibu serta fungsi dan tugas wanita sebagai pekerja. Oleh karena itu orang beranggapan bahwa meningkatnya kesempatan bagi wanita untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi di luar rumah dapat digunakan sebagai salah satu kebijaksanaan di bidang kependudukan yang mendukung program KB untuk menurunkan fertilitas. 2) Hubungan antara fertilitas dengan angkatan kerja wanita sebagai hubungan kausal yang bersifat timbal balik, di mana satu sama lain saling mempengaruhi. Berbagai penelitian di negara maju menunjukkan bahwa hubungan antara fertilitas dan angkatan kerja wanita bersifat negatif. Ini berarti wanita yang bekerja cenderung mempunyai anak lebih sedikit dan lebih aktif menggunakan kontrasepsi jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Sebaliknya, di negara-negara berkembang hubungan negatif ini hanya ditemukan pada pekerjaan di sektor modern atau formal di daerah perkotaan. Sedangkan pada pekerjaan di sektor informal di daerah perkotaan maupun di pedesaan marginal, fertilitas wanita yang tidak bekerja tidak berbeda dengan mereka yang bekerja.
18 26 Bahkan di beberapa negara berkembang wanita yang bekerja di sektor pertanian di daerah pedesaan ternyata mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Menurut Goldscheider dalam Ibrahim (1997) terdapat hubungan yang positif antara pendidikan, mata pencaharian dan pendapatan dengan fertilitas. Hal ini diamati dari dua kecenderungan yang saling berbeda yaitu: 1) Kenaikan fertilitas suatu kelompok karena berstatus lebih tinggi dan perubahan keinginan kelompok tersebut untuk memiliki keluarga lebih besar, dan 2) Penurunan fertilitas dari kelompok berstatus lebih rendah karena mereka semakin ekspansif dan sukses dalam menggunakan alat kontrasepsi. Pendapat Goldscheider berbeda dengan hasil penelitian berikut. Hatmaji (1971) mengungkapkan bahwa terjadi hubungan negatif antara pekerjaan wanita dengan fertilitas. Wanita yang bekerja di luar rumah cenderung mempunyai anak lebih sedikit, sedangkan wanita yang mengurus rumah tangga mempunyai anak lebih banyak. Selain pekerjaan, pendidikan juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap fertilitas. Dapat dikatakan bahwa kenaikan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah karena pendidikan akan
19 27 mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan menekan adanya keluarga besar. D. Tinjauan tentang Permintaan Anak Ada tiga faktor penting dalam teori mikroekonomi yang menjadi penentu permintaan akan anak : 1) nilai anak; 2) waktu dan materi yang tersedia; dan 3) opportunity cost anak. (Oppong, 1983). Teori fertilitas mengasumsikan bahwa permintaan untuk mendapatkan sejumlah anak ditentukan oleh preferensi keluarga itu sendiri atas jumlah anak yang dianggap ideal (biasanya yang lebih mereka inginkan adalah anak laki-laki). Anak, bagi masyarakat miskin, dipandang sebagai investasi ekonomi yang nantinya diharapkan akan mendatangkan suatu hasil baik dalam bentuk tambahan tenaga kerja maupun sebagai sampiran finansial orang tua di masa usia lanjut. Menurut Kuznets bahwa penduduk di negara-negara berkembang mudah sekali beranak pinak karena kondisi sosial dan ekonomi (Todaro, 2000). Selain faktor sosial ekonomi, antara lain pendidikan dan penghasilan, dijumpai pula faktor penentu yang bersifat kultural dan psikologis yang sangat mempengaruhi keputusan keluarga dalam menentukan jumlah anak sehingga dua atau tiga anak yang pertama harus dianggap sebagai barang konsumsi yang tingkat permintaannya tidaklah begitu responsif. Atau, dengan kata lain dua atau tiga orang anak harus dipunyai oleh setiap keluarga, terlepas dari berapa pun harga relatifnya.
20 28 Menurut Todaro (2000), mekanisme penentuan jumlah anak yang terkandung dalam teori ekonomi fertilitas berlaku di negara-negara berkembang khusus untuk anak-anak tambahan (marginal children), atau anak keempat dan seterusnya, yang secara umum dianggap sebagai suatu bentuk investasi. Dalam memutuskan perlu tidaknya tambahan anak, para orang tua diasumsikan akan selalu memperhitungkan untung ruginya secara ekonomis. Bentuk keuntungan utama yang paling diharapkan adalah pendapatan yang diperkirakan dapat dihasilkan dari tenaga kerja si anak bila ia bekerja di kebun atau sawah keluarga, serta jaminan keuangan bagi ayah dan ibu dihari tua. Dilain pihak ada dua bentuk utama kerugian atau biaya yang senantiasa diperhitungkan. Yang pertama adalah biaya oportunitas berupa waktu sang ibu yang habis untuk memelihara si anak sehingga ia tidak sempat melakukan kegiatankegiatan lain yang produktif. Adapun yang kedua adalah biaya pendidikan anak (baik biaya aktual maupun biaya oportunitas). Di sini orang tua menghadapi dilema. Jika anaknya sedikit, maka mereka bisa disekolahkan sampai setinggi mungkin sehingga potensi mereka untuk mencetak penghasilan akan tinggi. Ini berarti kepentingan jangka panjang akan terjamin, sedangkan kepentingan jangka pendek terhadap anak harus dilupakan. Di lain pihak, jika anak mereka banyak, maka mereka bisa memperoleh tambahan tenaga kerja yang berarti. Namun, kemungkinan untuk menyekolahkan mereka sampai setinggi-tingginya agak mustahil sehingga masing-masing anak mungkin hanya akan menerima pendidikan
21 29 dasar saja. Akibatnya, potensi mereka sebagai pencetak penghasilan yang potensial di masa mendatang tidak bisa terlalu diharapkan. Itu berarti kepentingan jangka panjang harus dikorbankan. Teori perilaku konsumen konvensional mengasumsikan bahwa seorang individu berdasarkan selera atau preferensi tertentu atau serangkaian barang, akan selalu berusaha memaksimumkan kepuasannya atas barang atau jasa, yang disesuaikan dengan keterbatasan pendapatannya ataupun harga relatif dari barang/jasa tersebut. Apabila teori ini diaplikasikan terhadap analisis fertilitas, maka dalam hal ini anak dapat dianggap sebagai suatu barang konsumsi. Dengan demikian, penentuan tingkat fertilitas keluarga atau tingkat permintaan akan anak, merupakan bentuk pilihan ekonomi yang rasional bagi konsumen (dalam hal ini keluarga) di mana pilihan itu sendiri harus diperoleh dengan mengorbankan pilihan (barang) yang lain (Todaro, 2000). Menurut Easterlin dalam Robinson (1983) bahwa permintaan akan anak sebagiannya ditentukan oleh karakteristik latar belakang seperti agama, kondisi pemukiman, pendidikan, umur dan tipe keluarga. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap-sikap fertilitas yang berdasarkan atas karakteristik tersebut di atas. Demikian juga dengan pendapatan, pendapatan yang lebih besar cenderung menghasilkan fertilitas yang lebih tinggi. Pendapatan tertinggi oleh kebanyakan keluarga dikonsepsikan berdasarkan atas perbandingan dengan tingkat
22 30 pendapatan orang tua atau pendapatan keluarga sekitarnya (pergaulan). Suatu variasi lain yang dikemukakan oleh Turchi. Ia berpendapat bahwa pendapatan mempunyai pengaruh negatif terhadap fertilitas. Dalam pernyataan Easterlin baru-baru ini mengenai kerangka ekonomi dalam analisa fertilitas, mengungkapkan bahwa pembentukan kemampuan potensial dari anak tergantung pada fertilitas alami dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa. Fertilitas alami tergantung pada antara lain pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, serta praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka akan terjadi perubahan suplai anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai akan anak dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya.
23 31 E. Kerangka Pikir Ada beberapa faktor penting dalam teori mikroekonomi yang menjadi penentu permintaan akan anak yaitu dipengaruhi oleh faktorfaktor diantaranya adalah pendidikan, penghasilan, umur perkawinan pertama, status kerja serta kematian bayi/balita. Selain itu, dalam kaitannya dengan permintaan anak, maka variabel penting yang ikut dibahas adalah persepsi nilai anak. Persepsi nilai yang tinggi terhadap anak membuat orang tua memutuskan memiliki banyak anak, begitupun sebaliknya persepsi nilai yang rendah terhadap anak akan mempengaruhi keputusan orang tua untuk sedikit bahkan tidak ingin memiliki anak. Dalam kerangka pikir ini, penulis mencoba melihat pola hubungan atau perbedaan antara pendidikan, penghasilan, usia perkawinan pertama, dan status kerja serta kematian bayi/balita dengan persepsi nilai anak. Selain itu, variabel yang dianggap penting yang juga dianalisis yang berkaitan dengan analisis permintaan dan persepsi nilai anak adalah variabel latar belakang responden (umur, agama, status migrasi) dan tempat tinggal. Teori ekonomi mengenai fertilitas mengasumsikan bahwa waktu pemeliharaan anak sebagian besar disediakan oleh para ibu, oleh karena itu wanita (ibu) menjadi fokus yang penting dalam penelitian ini. Pemeliharaan anak dianggap menjadi tanggung jawab utama ibu. Sementara adanya penambahan alokasi waktu di luar rumah
24 32 tangga terutama untuk aktivitas ekonomi, akan mengurangi peran ibu dalam rumah tangga. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian digambarkan sebagai berikut : Variabel Sosial Ekonomi : Variabel Kontrol : Kondisi Pemukiman Variabel Latar Belakang : Umur Agama Status Migrasi Pendidikan Penghasilan Umur Perkawinan Pertama Status Kerja Kematian Bayi/Balita Persepsi Nilai Anak Permintaan Anak F. Hipotesis Berdasarkan teori dan kerangka pikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
25 33 1. Ada perbedaan persepsi nilai anak antara wanita pasangan usia muda yang bertempat tinggal di pemukiman kumuh dengan tidak kumuh. 2. Ada perbedaan persepsi nilai anak antara wanita pasangan usia muda yang beragama Islam, Kristen dengan Hindu/Budha. 3. Ada perbedaan persepsi nilai anak antara wanita pasangan usia muda yang melakukan migrasi dengan tidak migrasi. 4. Ada perbedaan persepsi nilai anak antara wanita pasangan usia muda yang bekerja dengan tidak bekerja. 5. Ada perbedaan persepsi nilai anak antara wanita pasangan usia muda yang pernah mengalami kematian bayi/balita dengan tidak pernah mengalami kematian bayi/balita. 6. Ada hubungan negatif antara umur, pendidikan, penghasilan, dan umur perkawinan pertama dengan persepsi nilai anak pada wanita pasangan usia muda. 7. Ada perbedaan permintaan anak antara wanita pasangan usia muda yang bertempat tinggal di pemukiman kumuh dengan tidak kumuh. 8. Ada perbedaan permintaan anak antara wanita pasangan usia muda yang beragama Islam, Kristen dengan Hindu/Budha. 9. Ada perbedaan permintaan anak antara wanita pasangan usia muda yang melakukan migrasi dengan tidak migrasi.
26 Ada perbedaan permintaan anak antara wanita pasangan usia muda yang bekerja dengan tidak bekerja. 11. Ada perbedaan permintaan anak antara wanita pasangan usia muda yang pernah mengalami kematian bayi/balita dengan tidak pernah mengalami kematian bayi/balita. 12. Ada hubungan negatif antara umur, pendidikan, penghasilan, dan umur perkawinan pertama dengan permintaan anak pada wanita pasangan usia muda.
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah yang diinginkan, tergantung dari keluarga
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Konsep nilai anak yang dimiliki oleh
BAB II KAJIAN PUSTAKA Kehadiran anak dalam sebuah perkawinan merupakan dambaan bagi suamiistri, karena anak mempunyai nilai tersendiri bagi keluarga. Adanya anak dalam suatu keluarga sudah merupakan salah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berry (1999) dalam Kartino (2006) menyatakan bahwa nilai merupakan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan tentang Nilai Anak Berry (1999) dalam Kartino (2006) menyatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang dianut oleh masyarakat secara kolektif ataupun individu. Anak mempunyai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa kelompok wanita selama masa reproduksinya. Indikator Anak Lahir Hidup
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Lahir 2.1.1 Definisi Anak Lahir Anak lahir hidup adalah banyaknya kelahiran hidup dari sekelompok atau beberapa kelompok wanita selama masa reproduksinya. Indikator Anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penurunan fertilitas (kelahiran) di Indonesia selama dua dekade
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan fertilitas (kelahiran) di Indonesia selama dua dekade terakhir dinilai sebagai prestasi yang sangat baik. Pada tahun 1971-an Total Fertility Rate (TFR)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tresia (2006), jumlah anak didefinisikan sebagai banyaknya anak
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jumlah Anak Menurut Tresia (2006), jumlah anak didefinisikan sebagai banyaknya anak kandung yang pernah dilahirkan dalam keadaan hidup oleh seorang ibu pada saat pencacahan baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia
Lebih terperinciANALISIS FERTILITAS PADA WANITA BEKERJA DI KOTA PALANGKA RAYA. Yudi Pungan STIE Palangkaraya
ABSTRACT ANALISIS FERTILITAS PADA WANITA BEKERJA DI KOTA PALANGKA RAYA Yudi Pungan Email : yudipungan@gmail.com STIE Palangkaraya Relatedness of opinion on fertility is when there is an increase on one
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah terindah dan tak ternilai yang diberikan Tuhan kepada para orangtua. Tuhan menitipkan anak kepada orangtua untuk dijaga, dididik, dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA STATUS PEKERJAAN DAN PERSEPSI NILAI ANAK-ANAK TENTANG PEREMPUAN MENIKAH DI KOTA SURABAYA
HUBUNGAN ANTARA STATUS PEKERJAAN DAN PERSEPSI NILAI ANAK-ANAK TENTANG PEREMPUAN MENIKAH DI KOTA SURABAYA Triton Prawira Budi* Muzayanah * Nugroho Hari Purnomo* Abstract A woman who lives in an urban area
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengajarkan kepada orang bagaimana memanfaatkan pandangan yang begitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Capital Development merupakan faktor yang sangat penting untuk pembangunan nasional. Selain itu pengembangan sumber daya manusia (SDM) mengajarkan kepada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. KB, keinginan dalam memiliki sejumlah anak, serta nilai anak bagi PUS.
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Georgafi dan Keluarga Berencana Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai penyebab banyaknya jumlah anak yang dimiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kependudukan Teori kependudukan dibagi ke dalam tiga kelompok besar: (1) aliran Malthusian yang dipelopori oleh Thomas Robert Malthus; (2) aliran Marxist yang dipelopori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat
Lebih terperinciNILAI ANAK BAGI ORANG TUA DAN DAMPAK TERHADAP PENGASUHAN
NILAI ANAK BAGI ORANG TUA DAN DAMPAK TERHADAP PENGASUHAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : DESI DWI WULANDARI F 100 050 064 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan single parent adalah perempuan yang telah bercerai dengan pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi, membimbing, dan merawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk beberapa orang bekerja itu merupakan
Lebih terperinciABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK
ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK Nurlaili 1) Trisnaningsih 2) Edy Haryono 3) This research aimed to find out correlation between university
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Sosial Demografi Demografi merupakan ilmu yang memepelajari struktur dan proses di suatu wilayah. Demografi menurut PhilipM.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. kehidupan responden. Persepsi dan harapan pada anak berbeda di berbagai
9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Nilai Anak Nilai anak dinilai berhubungan dengan kuatnya nilai budaya yang mengikat dalam kehidupan responden. Persepsi dan harapan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wanita Indonesia saat ini memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk bekerja, sehingga hampir tidak ada lapangan pekerjaan dan kedudukan yang belum dimasuki
Lebih terperinciPerpustakaan Unika LAMPIRAN
LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. menggunakan kuesioner. Umumnya, penelitian survei dibatasi pada penelitian
III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei. Dalam penelitian
Lebih terperincilaporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.
penelitian sebelumnya yang dipakai sebagai acuan dalam penulisan laporan penelitian ini dan menyajikan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian Metode penelitian, menjelaskan mengenai metode penelitian yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penentuan jarak kehamilan adalah upaya untuk menetapkan atau memberi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penentuan Jarak Kehamilan Penentuan jarak kehamilan adalah upaya untuk menetapkan atau memberi batasan sela antara kehamilan yang lalu dengan kehamilan yang akan datang (Alwi,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Keluarga Berencana 2.1.1. Pengertian Keluarga Berencana Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk: (1)
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini di jelaskan dalam Al-Qur an : Kami telah menjadikan kalian berpasang-pasangan (QS.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN
HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S1
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak
7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk yang begitu besar di Negara yang sedang berkembang seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara tersebut. Dalam Wicaksono
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Fertilitas Fertilitas atau yang sering dikenal dengan kelahiran dapat diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari penduduk (actual reproduction performance)
Lebih terperinciBAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. rumah adalah ayah, namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejatinya didalam keluarga biasanya yang mencari nafkah bekerja diluar rumah adalah ayah, namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak dipungkiri bahwa peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,
Lebih terperinciPolicy Brief: Faktor-faktor yang Memengaruhi Hubungan Anomali TFR dan CPR
LATAR BELAKANG Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, 2007, dan 2012, menunjukkan TFR konstan pada tingkat 2,6 anak per wanita usia subur. Terkait CPR di Indonesia, SDKI 2012 menunjukkan
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. mencitrakan (to describe), menerangkan sifat bumi, serta menganalisa gejalagejala
I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Lingkup Penelitian Geografi Menurut (Bintarto (1977:9) geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mencitrakan (to describe), menerangkan sifat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Suatu pengkajian tentang wanita dan kerja perlu dihubungkan dengan keadaan masyarakat pada umumnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai penyebab banyaknya jumlah
10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi dan Keluarga Berencana Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai penyebab banyaknya jumlah anak yang dimiliki PUS setiap
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Bintarto dan Hadisumarno (1987:9) menyatakan bahwa geografi adalah suatu ilmu yang memperhatikan perkembangan rasional dan lokasi dari
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio: pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian. Persepsi adalah kesadaran intuitif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya dilihat secara obyektif, tapi kebahagiaan juga bisa di lihat secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya kepuasan hidup, tingginya afek positif seperti senang, puas, dan bangga, serta rendahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan-kebutuhan seperti makhluk hidup lainnya, baik kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu aspek penting dalam suatu kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu aspek penting dalam suatu kegiatan produksi. Jumlah SDM di Indonesia terus mengalami peningkatan sejalan dengan
Lebih terperinciIII. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penclitian. Penelitian ini bertujuan 1). Untuk mengetahui kondisi kehidupan rumah
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penclitian Penelitian ini bertujuan 1). Untuk mengetahui kondisi kehidupan rumah tangga nelayan 2) Untuk mengidentifikasi kegiatan isteri nelayan di Kecamatan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi
Lebih terperinciVI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH
59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi
Lebih terperinciKesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST
Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN
50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis didalam keluarga dan masyarakat. Sayangnya, banyak yang tidak bisa memainkan peran dan fungsinya dengan baik
Lebih terperinciKesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,
61 PEMBAHASAN Hampir seluruh dewasa muda dalam penelitian ini belum siap untuk menikah, alasannya adalah karena usia yang dirasa masih terlalu muda. Padahal ketentuan dalam UU No.1 tahun 1974, seharusnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi penduduk yang termasuk empat atau lima besar di dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian Indonesia. Sejak
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Terdapat dua faktor yang mempengaruhi anak untuk bersekolah, yaitu faktor internal (dalam diri) dan faktor
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kualitas, kuantitas dan mobilitas penduduk (BKKBN, 2011). Dilihat dari sisi kuantitas penduduk Indonesia berdasarkan
Lebih terperinciVIII. RINGKASAN DAN SINTESIS
VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan
Lebih terperinciBAB 1 Perilaku Konsumen
BAB 1 Perilaku Konsumen Tujuan Pembelajaran Pembaca memahami mengenai mengenai sejumlah konsep yaitu: 1. Definisi Perilaku Konsumen. 2. Perspektif Utilitarianisme. 3. Perspektif Hedonisme. 4. Sisi Positif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai Penelitian tentang Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai ini dilakukan oleh Hendry Sitorus (2003). Dalam penelitian ini dijelaskan
Lebih terperincigolongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai
PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan
Lebih terperinciPERILAKU KONSUMEN BUYER BEHAVIOR
PERILAKU KONSUMEN BUYER BEHAVIOR Pentingnya memahami perilaku konsumen : Tidak hanya faktor ekonomi dan demografi saja yang mempengaruhi konsumen membeli sesuatu Motif Motif membeli dikelompokkan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan pada perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Posisi atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penduduk yang sangat tinggi dan sangat padat. Di dunia, Indonesia berada pada posisi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara berkembang merupakan Negara dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi dan sangat padat. Di dunia, Indonesia berada pada posisi keempat dengan
Lebih terperinciPOKOK BAHASAN II PROFIL DAN MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA
POKOK BAHASAN II PROFIL DAN MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA Masalah kependudukan yang menjadi perhatian dunia saat ini adalah tetap tingginya angka kelahiran. Dengan didasarkan pada hasil perhitungan
Lebih terperinci5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN
5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. motor, dan alat tangkap atau sebagai manajer. ikan. Status nelayan tersebut adalah sebagai berikut :
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Nelayan Nelayan menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Juragan adalah pemilik
Lebih terperinciPERILAKU KONSUMEN. Keluarga. SUGI HANTORO, S.Sos, M.IKom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi MARKETING COMMUNICATIONS & ADVERTISING
Modul ke: PERILAKU KONSUMEN Keluarga Fakultas ILMU KOMUNIKASI www.mercubuana.ac.id SUGI HANTORO, S.Sos, M.IKom. Program Studi MARKETING COMMUNICATIONS & ADVERTISING Burgess dkk dalam Suryani (2008:237),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat ini tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan
Lebih terperinciPEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL S K R I P S I
PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL S K R I P S I Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh: ARTANTO RIDHO LAKSONO F 100
Lebih terperinciKEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI
KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010
Lebih terperinciBAB VI PEMANFAATAN REMITAN
49 BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 6.1 Jumlah dan Alokasi Penggunaan Remitan Migrasi Internasional Remitan merupakan pengiriman uang ke daerah asal, seperti diungkapkan Connel (1979) dalam Effendi (2004), menggambarkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi Terhadap Pengembangan Karir 1. Definisi Persepsi Pengembangan Karir Sunarto (2003) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan dini dapat didefinisikan sebagai sebuah pernikahan yang mengikat pria dan wanita yang masih remaja sebagai suami istri. Lazimnya sebuah pernikahan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan
BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya
Lebih terperinciSTRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI
STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Noorfi Kisworowati F 100 050 234
Lebih terperinci