Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas. IIA Ambarawa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Permasalahan Kesehatan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas. IIA Ambarawa"

Transkripsi

1 Artikel Penelitian IIA Ambarawa Nur Arif Dwi Humananda *) Puji Pranowowati **), Yuliaji Siswanto **) *) Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo **) Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo ABSTRAK Lembaga Pemasyarakatan adalah satuan usaha pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana.masalah kesehatan pada narapidana di lembaga pemasyarakatan diperkirakan karena beberapa faktor salah satunya kelebihan kapasitas yang meningkatkan resiko penyakit menular.dampak kelebihan penghuni di lapas, salah satunya buruknya kondisi kesehatan narapidana/tahanan.tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh narapidana pada bulan Maret 2014 di Lembaga Pemasyarakatan.Teknik sampel dalam penelitian ini yaitu quota sampling narapidana berjumlah 71 sampel.alat pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner.kondisi lingkungan fisik menggunakan alat ukur seperti spygmomanometer, luxmeter, hygrometer, rollmeter dan thermometer. Hasil penelitian diketahui bahwa semua kamar dikategorikan padat, ventilasi dikategorikan memenuhi syarat, suhu ruangan normal. Kelembaban udara kamar memenuhi syarat 75,0% (3 kamar). Pencahayaan ruangan dikategorikan memenuhi syarat 25,0% (1 kamar). Sebesar 71,8% (51 orang) dengan personal hygiene baik. Sebesar 93,0% (66 orang) mempunyai kebiasaan merokok. Sebesar 39,4% (28 orang) menderita ISPA, 59,2% (42 orang) menderita skabies dan 7,0% (5 orang) menderita hipertensi. Diharapkan mengurangi media yang menjadi sumber maupun penularan penyakit seperti penderita ISPA dengan mengurangi konsumsi batang rokok dan puskesmas setempat diharapkan membantu menyelesaikan masalah melalui sosialisasi terhadap penyakit menular.peneliti selanjutnya diharapkan melakukan analisis bivariat yang menghubungkan penyakit yang diderita narapidana dengan kondisi lingkungan. Kata Kunci : Analisis Permasalahan Kesehatan, Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan IIA Ambarawa 1

2 ABSTRACT The correctional institute (prison) is correctional effort unit that accomodate,care for and fostering the inmates. Health problems on inmates in the prisons is estimated because of a several factors one of them is over-capacity that risk the increase of infectious disease. The impact of overcrowding in prisons, one of which is the bad health conditions of the prisoners. The purpose of this study is to know health problems and the factors influencing in prisoner at Class IIA Ambarawa Prison. Type of the research was descriptive with cross sectional approach. The population in this study were all prioner in March 2014 at Prison. Sampling technique in this research was quota sampling with 71 samples. Data collection tools used a questionnaire. The condition of the physical environment used measuring instruments such as sphygmomanometer, lux meter, hygrometer, thermometer and roll meter. The survey results revealed that all the rooms were crowded categorized, the ventilation are sufficient categorized, room temperatures was normal. The room air humidity are sufficient 75.0% (3 Rooms). The room lighting are not sufficient categorized 75.0% (3 Rooms). Respondents with good personal hygiene 71.8% (51 people). Respondents have smoking habit 93.0% (66 people). Amounted with 39.4% (28 people) suffered from Acute Respiratory Infections, 59.2% (42 people) suffer from scabies and 7.0% (5 people) suffer from hypertension. It is expected to reduce the media is the source and transmission of diseases such as patients with Acute Respiratory Infections with reduced cigarette consumption and local health centers are expected to help resolve problems through socialization against infectious diseases. The next researcher is expected which connects bivariate analysis to diseases suffered prisoners with environmental conditions. Keywords: Analysis of Health Problems, Prisoner, Prison PENDAHULUAN Lembaga Pemasyarakatan atau LAPAS adalah satuan usaha pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana yaitu seseorang yang sedang menjalani pidana yang hilang kemerdekaan. Narapidana juga punya hak yang sama untuk mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. 1 Masalah kesehatan pada narapidana di lembaga pemasyarakatan diperikirakan karena beberapa faktor diantaranya kelebihan kapasitas yang meningkatkan resiko penyakit menular, keterlambatan deteksi penyakit, kurangnya ruangan isolasi, ketidaktepatan pengobatan. Sementara pada sisi lain, kondisi fasilitas dan tenaga kesehatan belum sepenuhnya optimal. 2 IIA Ambarawa 2

3 Laporan Dengar Pendapat Komisi III DPR RI mengatakan bahwa saat ini jumlah lapas dan rutan adalah 457 unit, sebagian besar dalam kondisi over kapasitas, dalam 6 tahun terakhir pertumbuhan tingkat hunian di Lapas/Rutan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Jumlah penghuni pada tahun 2008 adalah orang, sedangkan pada saat ini berjumlah orang.kapasitas hunian saat ini sebesar orang, sehingga mengalami over kapasitas sebesar 44% atau orang. Dampak daripada over kapasitas/kelebihan penghuni di lapas/rutan, seperti buruknya kondisi kesehatan narapidana/tahanan, suasana psikologis narapidana/tahanan memburuk, mudah terjadinya konflik antar penghuni, meningkatnya ketidakpuasan penghuni, pembinaan tidak berjalan sesuai ketentuan dan terjadi pemborosan anggaran akibat meningkatnya konsumsi air, listrik, makanan dan pakaian. Data angka kesakitan di lembaga pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa dalam tiga bulan terakhir tahun 2013 terdapat beberapa penyakit yaitu ISPA sebanyak 340 kasus dengan rata-rata per bulan 113 (40,5%) kasus dari 279 narapidana dan tahanan, skabies sebanyak 265 kasus dengan rata-rata per bulan 88 (31,5%) kasus, hipertensi sebanyak 14 kasus dengan rata-rata per bulan 4 (1,4%) kasus, gastritis sebanyak 24 dengan rata-rata per bulan 8 (2,8%) kasus dan sakit gigi sebanyak 15 kasus dengan rata-rata per bulan 5 (1,7%) kasus. Selain angka kesakitan, kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa mengatakan bahwa kondisi lapas sudah melebihi kapasitas.dari daya tampung normal berjumlah 250 narapidana dan tahanan sedangkan penghuni pada bulan maret mencapai 289 narapidana dan tahanan.kondisi bangunan Lapas Ambarawa ini benar-benar sudah tua dan tidak standar untuk ukuran bangunan lapas. Keadaan lembaga pemasyarakatan yang over kapasitas menyebabkan pemenuhan hak-hak mutlak dari narapidana tidak optimal. Banyak lapas yang minim fasilitas, baik sarana olah raga, bengkel, tempat ibadah, dan lainnya..selain itu buruknya fasilitas hunian, sanitasi dan kesehatan lapas menyebabkan narapidana tidak dapat mengaktualisasikan dirinya 3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini yaitu deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh narapidana pada bulan Maret 2014 di Lembaga Pemasyarakatan dengan jumlah 235 narapidana.sampel dalam penelitian ini adalah narapidana yang berjumlah 71 orang denganteknik pengambilan sampelquota sampling.alat pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner berjumlah 12 pertanyaan yang akan diberikan kepada narapidana dan untuk kondisi lingkungan fisik, menggunakan lembar observasi. Analisis datadalam penelitian ini menggunakan analisis univariat. IIA Ambarawa 3

4 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Umur Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur Responden di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa Variabel Median SD Min Mak Umur 32,00 10, Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa responden mempunyai nilai tengah 32,00 tahun dengan standar deviasi 10,833 tahun. Umur minimal responden 19 tahun dan umur maksimal responden 59 tahun. 2. Pendidikan Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa Variabel Pendidikan Frekuensi (%) Pendidikan Tidak 2 2,8 sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi ,3 31,0 39,4 8,5 Total ,0 Pada tabel 2 terdapat variabel pendidikan dimana sebagian besar responden berpendidikan SMA yaitu sebesar 39,4% (28 orang) dan sangat sedikit dari responden Tidak Sekolah sebesar 2,8% (2 orang). B. Analisis Univariat 1. Lingkungan Fisik Ruang Tahanan Tabel 3 Distribusi Frekuensi Lingkungan Fisik Ruang Tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa Variabel Kategori Frekuensi (%) Kepadatan Padat 4 100,0 Tidak Padat 0 0,0 Luas Ventilasi Suhu Pencahayaan Kelembaban Tidak memenuhi 0 0,0 syarat Memenuhi syarat 4 100,0 Tidak normal 0 0,0 Normal 4 100,0 Tidak memenuhi 3 75,0 syarat Memenuhi syarat 1 25,0 Tidak memenuhi 1 25,0 syarat Memenuhi syarat 3 75,0 Total 4 100,0 IIA Ambarawa 4

5 a. Kepadatan Hunian Kamar Dari tabel 3 didapatkan bahwa kepadatan hunian kamar responden yang menunjukkan padat yaitu sebesar 100,0% (4 kamar) dengan 1 orang mendapatkan 2m². Ruangan untuk narapidana berjumlah 4 kamar dengan jumlah penghuni 23 orang pada kamar 1, 35 orang pada kamar 2, 35 orang pada kamar 3, 31 orang pada kamar 4. Dengan jumlah tersebut, maka responden yang menempati kamar berukuran 48m² mendapatkan 2m² perorang yang seharusnya mendapatkan 4m² sehingga dinyatakan padat. Sebagai contoh kamar 1, apabila setiap 1 orang penghuni mendapatkan 4m² maka penghuni kamar 1 berjumlah 12 orang. Dalam kenyataannya, kamar 1 berpenghuni 23 orang. Kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam ruangan, dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara di dalam ruangan akan mengalami pencemaran.selain mempengaruhi kualitas udara, kepadatan hunian juga mempengaruhi kemudahan dalam proses penularan penyakit pernafasan seperti ISPA. Semakin banyak jumlah penghuni dalam ruangan maka apabila dalam ruangan tersebut terdapat penderita ISPA akan terjadi pencemaran udara oleh mikroorganisme penyebab ISPA yang berasal dari droplet penderita. Kepadatan merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negatif pada perilaku masyarakat. 4 b. Luas Ventilasi Dari tabel 3 didapatkan bahwa luas ventilasi kamar responden yang memenuhi syarat yaitu sebesar 100,0% (4 kamar) dengan luas ventilasi per kamar 8m². Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa masing-masing ruangan terdapat 4 buah ventilasi berupa jendela dengan ukuran 2x1 meter sehingga didapatkan ventilasi per ruangan 8m² yang mana jika diukur dengan luas ruangan hasilnya 4,8m². Dengan hasil itu, 4,8m² 10% luas lantai.luas ventilasi yang memenuhi syarat disebabkan karena ventilasi yang digunakan berupa jendela yang terbuat dari kaca yang dapat dibuka dan ditutup.jendela tersebut juga dilengkapi dengan besi-besi sebagai keamanan tetapi udara bisa tetap masuk. Fungsi ventilasi selain sebagai masuknya udara juga untuk menjaga tempat tinggal dalam tingkat kelembaban yang optimum karena kelembaban dapat menjadi IIA Ambarawa 5

6 media yang baik untuk bakteribakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). 5 c. Suhu Dari tabel 3 didapatkan bahwa ruangan responden yang berada pada suhu ruangan normal yaitu sebesar 100,0% (4 kamar) dengan suhu ruangan antara 28,6º-29,6ºC. Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa suhu ruangan pada kamar 1 sebesar 29,1ºC, kamar 2 sebesar 29,6ºC, kamar 3 sebesar 29,4ºC dan kamar 4 sebesar 28,6ºC dimana dari semua kamar responden suhu ruangan berada pada kisaran 18º-30ºC. Suhu yang normal disebabkan karena dipengaruhi salah satunya suhu adalah karena ventilasi yang ada dimana di lembaga pemasyarakatan menggunakan ventilasi berupa jendela yang dapat dibuka dan ditutup. Suhu juga berpengaruh pada kelembaban dimana hal itu berguna untuk membebaskan bakteri dan virus karena suhu yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor resiko terjadinya ISPA sebesar 4 kali. 6 d. Pencahayaan Dari tabel 3 didapatkan bahwa pencahayaan ruangan responden yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 75,0% (3 kamar) dengan pencahyaan <60 lux (42 lux) dan >120 lux ( lux), dan pencahayaan ruangan responden yang memenuhi syarat yaitu sebesar 25,0% (1 kamar) dengan pencahayaan 78,5 lux. Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa pencahayaan pada kamar 1 sebesar 42 lux, kamar 2 sebesar 130 lux, kamar 3 sebesar 151 lux dan kamar 4 sebesar 78,5 lux. Maka sebanyak 3 kamar dengan pencahayaan tidak memenuhi syarat karena pencahayaan <60 lux dan >120 lux.pencahayaan yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena sinar matahari masuk langsung melalui jendela yang ada tanpa terhalang sehingga pencahayaan cukup tinggi >120 IIA Ambarawa 6 lux. Dalam penggunaan jendela, sinar matahari yang masuk terlalu banyak dapat berpengaruh pada tingginya suhu ruangan namun dengan sinar matahari yang mudah masuk ke dalam ruangan juga berperan mematikan bibit penyebab penyakit.sinar matahari yang masuk terlalu sedikit juga berpengaruh pada berkembangnya bibit penyakit. Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat dapat berperan terjadinya ISPA dari faktor lingkungan. 7 e. Kelembaban Dari tabel 3 diapatkan bahwa kelambaban udara kamar

7 responden yang memenuhi syarat yaitu sebesar 75,0% (3 kamar) dengan kelembaban antara 40% hingga 55% dan kelembaban udara kamar responden yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 25,0% (1 kamar) dengan kelembaban 35%.Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa kelembaban pada kamar 1 sebesar 55%, kamar 2 sebesar 35%, kamar 3 sebesar 40% dan kamar 4 sebesar 42% dimana sebanyak 3 kamar yang memenuhi syarat karena kelembaban berada pada kelembaban normal yaitu 40%- 70%. Sedangkan 1 kamar dengan kelembaban <40% sehingga dikategorikan tidak memenuhi syarat.kelembaban udara yang memenuhi syarat karena didukung oleh adanya ventilasi yang memenuhi syarat yaitu jendela yang luasnya 10% dari luas lantai. Dari hasil pengukuran, sebesar 25,0% (1 kamar) dengan kelembaban tidak memenuhi syarat karena salah satu jendela terhalang oleh perlengkapan dari responden yang ada sehingga udara dan cahaya matahari yang membuat kelembaban tidak memenuhi syarat. Kelembaban udara yang <40% dari kelembaban normal dapat mempengaruhi penurunanan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.penurunan daya tahan tubuh terjadi ketika kondisi ruangan panas oleh pencahayaan yang berlebihan maka proses radiasi dan konduksi tubuh melalui kulit menurun serta tidak terjadi evaporasi. 2. Personal Hygienedan Kebiasaan Merokok Tabel 4 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene dan Kebiasaan Merokok Responden di Lembaga Klas IIA Ambarawa Pemasyarakatan Variabel Kategori Frekuensi (%) Personal hygiene Kebiasaan Merokok Buruk 20 28,2 Baik 51 71,8 Ya 66 93,0 Tidak 5 7,0 Total ,0 a. Personal Hygiene Dari tabel 4 didapatkan bahwa sebagian besar responden yang personal hygiene baik yaitu sebesar 71,8% (51 orang) dan sebagian kecil responden yang personal hygiene buruk yaitu sebesar 28,2% (20 orang). Hal ini disebabkan karena kebersihan yang meliputi pakaian, badan dan IIA Ambarawa 7

8 handuk sebagian besar memenuhi syarat. Dapat dilihat dari frekuensi mandi responden 2 kali sehari sebesar 66,2% (47 orang). Hal ini terjadi karena kemudahan responden dalam mengakses air untuk kebutuhan mandi. Dari kebersihan pakaian responden, sebesar 70,4% (50 orang) mencuci pakaian menggunakan air dan deterjen, dan sebesar 53,5% (38 orang) selalu dipisah dalam mencuci pakaaian dikarenakan tempat mencuci yang luas dan air yang mencukupi. Responden mendapatkan peralatan mandi seperti sabun dan deterjen melalui kantin yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan. Selain itu, di lembaga pemasyarakatan mempunyai fasilitas dimana peralatan mandi seperti sabun, deterjen, dan lain-lain diberikan selama 3 bulan sekali, namun apabila peralatan habis sebelum 3 bulan tersebut, maka kebutuhan tersebut ditanggung masingmasing penghuni. Personal hygiene merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. 8 Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene adalah dampak fisik banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya personal higiene dengan baik seperti gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. 9 b. Kebiasaan Merokok Dari tabel 4 didapatkan bahwa responden yang mempunyai kebiasaan merokok yaitu sebesar 93,0% (66 orang) dan responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok yaitu sebesar 7,0% (5 orang).hal ini disebabkan karena responden sudah mempunyai kebiasaan merokok sebelum tinggal di lembaga pemasyarakatan.kebiasaan merokok juga dilakukan narapidana didalam lembaga pemasyarakatan karena tidak terdapat aturan larangan merokok sehingga kebiasaan merokok narapidana tidak dibatasi waktu dan tempat. Dalam hal ini bisa dilihat dari tingkat konsumsi rokok responden, sebesar 1,5% (1 orang) dengan tingkat konsumsi rokok tinggi, sebesar 37,9% (25 orang) dengan tingkat konsumsi rokok sedang dan sebesar 60,6% (40 orang) dengan tingkat konsumsi rokok rendah. Konsumsi rokok narapidana bisa dilakukan di dalam ataupun di luar kamar sel IIA Ambarawa 8

9 dan juga secara tidak langsung terbantu oleh adanya kantin didalam lembaga pemasyarakatan yang menjual batang rokok sehingga kebutuhan akan rokok bisa terpenuhi sewaktu-waktu. Selain dari kantin, peran teman juga berpengaruhi karena kebutuhan rokok bisa jadi didapat dari sanak saudara yang berkunjung.dengan itu, teman yang tidak mempunyai uang untuk membeli batang rokok di kantin dapat mengkonsumsi rokok dari pemberian temannya. Dari hasil penelitian, sebesar 45,5% (30 orang) sudah mengkonsumsi rokok pada kategori umur remaja awal yaitu pada umur tahun dimana umur tersebut sedang aktif mencari teman dalam pergaulan. Remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mencari jati diri. 10 Dalam masa remaja ini sering terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan perkembangan sosial.bahwasannya perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis Masalah Kesehatan Tabel 5 Distribusi Frekuensi Masalah Kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambarawa Variabel ISPA Frekuensi (%) ISPA Ya 28 39,4 Tidak 43 60,6 Skabies Ya 42 59,2 Tidak 29 40,8 Hipertensi Hipertensi 5 7,0 Tidak hipertensi 66 93,0 Total ,0 a. ISPA Dari tabel 5 didapatkan bahwa responden yang tidak menderita ISPA yaitu sebesar 60,6% (43 orang) dan responden yang menderita ISPA yaitu sebesar 39,4% (28 orang).dari hasil crosstabs antara penderita ISPA dan kebiasaan merokok, diantara responden yang menderita ISPA terdapat 26,0% (25 orang) mengkonsumsi rokok, sedangkan responden yang menderita ISPA terdapat 2,0% (3 orang) tidak mengkonsumsi rokok. Responden IIA Ambarawa 9 yang mengkonsumsi rokok terdapat 35,5% (30 orang) yang telah mengkonsumsi rokok dari remaja awal, meskipun tingkat konsumi

10 rokok tinggi hanya sebesar 1,5% (1 orang) namun tetap memungkinkan terjadinya ISPA, hal ini dikarenakan Lembaga Pemasyarakatan membolehkan narapidana merokok dimana saja termasuk didalam kamar narapidana yang mana asap dari rokok dapat menyebabkan pencemaran udara dalam ruangan yang dapat merusak mekanisme paru-paru bagi orang yang menghisapnya. Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi salah satunya oleh kepadatan hunian. Dari 4 kamar narapidana ada, semua masuk dalam kategori padat dimana kepadatan di dalam kamar yang tidak sesuai dengan standar akan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan penghuninya dan akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan tersebut. b. Skabies Dari tabel 5 didapatkan bahwa responden yang menderita skabies yaitu sebesar 59,2% (42 orang) dan responden yang tidak menderita skabies yaitu sebesar 40,8% (29 orang). Hal ini disebabkan karena salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies yaitu buruknya personal hygiene. Salah satu indikator personal hygiene buruk yaitu penggunaan handuk dimana sebesar 29,6% (21 orang) mandi menggunakan handuk bersama. Penggunaan handuk secara bersama diduga menjadi salah satu cara penularan skabies apabila handuk yang digunakan oleh penderita skabies membawa tungau sarcoptes scabiei berpindah dari handuk ke tubuh penjamu (host) yang kemudian menginfeksinya. Selain penggunaan handuk bersama, tidur dengan penderita skabies bisa menjadi faktor resiko dalam menularkan skabies dimana aktivitas tungau sarcoptes scabiei banyak lakukan dimalam hari ketika orang tidur, ditambah kondisi kamar yang padat akan memudahkan terjadinya kontak fisik sehingga penularan penyakit meningkat. Penularan skabies terjadi ketika perlengkapan kebersihan seperti sabun dan handuk, fasilitas asrama serta fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Pemakaian alat dan fasilitas umum bersama-sama membuat kebersihan kurang maksimal salah satunya kebersihan badan. 12 c. Hipertensi IIA Ambarawa 10

11 Dari tabel 5 didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak menderita hipertensi dengan persentase sebesar 93,0% (66 orang) dan responden sangat sedikit yang menderita hipertensi yaitu sebesar 7,0% (5 orang). Hal ini disebabkan karena salah satu faktor yang yang dapat mempengaruhi hipertensi yaitu usia. Dari distribusi umur, didapatkan bahwa nilai tengah umur responden yaitu 32,00 tahun dengan umur maksimal responden 59 tahun. Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi alami jantung, pembuluh darah dan hormon yang membuat arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan. Berdasarkan pembagian umur, sebagian besar hipertensi primer terjadi pada usia tahun dan hanya pada 20% terjadi dibawah usia 20 tahun dan diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan karena orang pada usia produktif kurang memperhatikan kesehatan, seperti pola makan dan pola hidup yang kurang sehat seperti merokok. 13 Rendahnya angka penderita hipertensi di lembaga pemasyarakatan bisa jadi disebabkan oleh rendahnya tingkat stress dimana stress merupakan salah satu faktor resiko hipertensi. Rendahnya stress bisa disebabkan dari adanya fasilitas yang diberikan oleh lembaga pemasyarakatan seperti fasilitas makan 3 kali sehari, perlengkapan mandi yang diberikan 3 bulan sekali dan juga adanya kegiatan rutin seperti senam setiap pagi yang juga difungsikan sebagai hiburan bagi narapidana. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Nilai tengah umur responden 32,00 tahun dengan standar deviasi 10,833 tahun dan umur minimal 19 tahun dan umur maksimal 35 tahun. Responden dengan pendidikan responden paling banyak berpendidikan SMA sebesar 39,4% (28 orang). 2. Kondisi lingkungan fisik ruang tahanan, diantaranya yaitu: a. Kepadatan hunian dikategorikan padat sebesar 100,0% (4 ruang). b. Ventilasi kamar dikategorikan memenuhi syarat yaitu sebesar 100,0% (4 kamar). c. Suhu ruangan berada pada suhu ruangan normal yaitu sebesar 100,0% (4 kamar). d. Kelambaban udara kamar memenuhi syarat yaitu sebesar 75,0% (3 kamar) dan kelembaban udara kamar responden yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 25,0% (1 kamar). e. Pencahayaan ruangan dikategorikan tidak memenuhi IIA Ambarawa 11

12 syarat yaitu sebesar 75,0% (3 kamar) dan pencahayaan ruangan responden yang dikategorikan memenuhi syarat yaitu sebesar 25,0% (1 kamar). 3. Sebagian besar responden yang personal hygiene baik yaitu 71,8% (51 orang) dan sebagian kecil responden yang personal hygiene buruk yaitu 28,2% (20 orang). 4. Sebagian besar responden yang mempunyai kebiasaan merokok yaitu 93,0% (66 orang) dan responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok yaitu 7,0% (5 orang). 5. Kesimpulan dari permasalahan B. Saran kesehatan di lembaga pemasyarakatansebanyak 71responden terdapat 39,4% (28 orang) yang menderita ISPA, 59,2% (42 orang) yang menderita skabies dan 7,0% (5 orang) menderita hipertensi. 1. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Diharapkan mengurangi media yang menjadi sumber maupun penularan penyakit seperti penderita ISPA dengan mengurangi konsumsi batang rokok dan penderita skabies dengan bak penampungan air yang dibuat per kamar. 2. Bagi Puskesmas setempat Diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah yang dialami narapidana melalui sisi kesehatan terutama sosialisasi terhadap penyakit menular dan narapidana yang mengalami masalah kejiwaan. 3. Lagi peneliti Selanjutnya Diharapkan melakukan analisis bivariat yang menghubungkan antara penyakit yang diderita narapidana dengan kondisi lingkungan untuk mengali permasalahan kesehatan yang ada di lembaga pemasyarakatan sehingga dapat membantu memecahkan masalah kesehatan. DAFTAR PUSTAKA 1) Margayanti, D Hubungan Faktor Lingkungan Hunian Perilaku Kebersihan Perorangan Dengan Kejadian Kandidiasis Kutis Intertriginosa Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Pati. Semarang 2) Depkumham RI Data Kesehatan LAPAS. 3) Lova, M Over Kapasitas Di Lembaga Pemasyarakatan Faktor Penyebab Dan Upaya Penanggulangannya (Studi Di LP Kelas I Tanjung Gusta Medan). 4) Stokols, D dan Altman, I. (eds) Handbook Of Environmnental Psychology. Volume 1. Canada: John Wiley & Sons. 5) Suhandayani, I Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun Semarang. 6) Wati, E. K Hubungan Episode Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Dengan Pertumbuhan Bayi Umur 3 Sampai 6 Bulan Di Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Masters thesis, IIA Ambarawa 12

13 Program Studi Ilmu Gizi Universitas Diponegoro. 7) Suhandayani, I Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun Semarang. 8) Handoko, R. P Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Adhi Djuanda Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 9) Tarwoto Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperwatan. Jakarta: Salemba Medika. 10) Gatchel, R.J An Introdunction to Health Psychology. New York: Mc Graw- Hill Book Company 11) Brigham, J. G Social Psychology (2 nd ed.). New York: Harper Collins Publishing Inc. 12) Kartika. H Skabies. Dibuka pada Website. Wordpers.com /2008/02/24/skabies. Diakses 21 Agustus ) Dhianningtyas, dkk Risiko Obesitas, Kebiasaan Merokok, dan Konsumsi Garam terhadap Kejadian Hipertensi pada Usia Produktif. The Indonesian Journal of Public HealthVol. 2 No. 3 IIA Ambarawa 13

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah explanatory research yang akan meneliti hubungan faktor lingkungan hunian dan perilaku kebersihan perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan disebutkan, pengertian kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 (Factors Related to Hygiene of Scabies Patients in Panti Primary Health Care 2014) Ika Sriwinarti, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU Norhalida Rahmi 1, Syamsul Arifin 2, Endang Pertiwiwati 3 1,3 Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

PENYEBAB MENINGKATNYA KEJADIAN DERMATITIS DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN (LAPAS) KELAS II B KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN

PENYEBAB MENINGKATNYA KEJADIAN DERMATITIS DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN (LAPAS) KELAS II B KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN PENYEBAB MENINGKATNYA KEJADIAN DERMATITIS DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN (LAPAS) KELAS II B KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN CAUSES TO INCREASE DERMATITICAL PREVALANCE IN THE CORRECTIONAL INSTITUTION

Lebih terperinci

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 ABSTRAK Likyanto Karim. 2012. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN SANITASI LAPAS TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT HERPES DI LAPAS WANITA KELAS II A SEMARANG

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN SANITASI LAPAS TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT HERPES DI LAPAS WANITA KELAS II A SEMARANG Vol 7 No.1 Tahun 2011 Hubungan Higiene Perorangan dengan Sanitasi Lapas terhadap Kejadian Penyakit Herpes HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN SANITASI LAPAS TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT HERPES DI LAPAS WANITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis. Iklim tersebut yang mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar dihampir semua negara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 2. Data angka penyebab kematian pada narapidana dan tahanan di Indonesia tahun 2011 No Nama Penyakit Jumlah 1 HIV/AIDS 105 2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN KONDISI FISIK RUMAH PASIEN PENDERITA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TASIKMADU KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI

GAMBARAN KONDISI FISIK RUMAH PASIEN PENDERITA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TASIKMADU KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI 1 GAMBARAN KONDISI FISIK RUMAH PASIEN PENDERITA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TASIKMADU KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Junitje I. Pangemanan*, Oksfriani J.Sumampouw*, Rahayu H. Akili* *Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap darah yang berinfestasi di kulit kepala manusia, bersifat menetap dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang) Esty Kurniasih, Suhartono, Nurjazuli Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI DESA TALAWAAN ATAS DAN DESA KIMA BAJO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA Ade Frits Supit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik di rumah tangga,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian observasional, karena di dalam penelitian ini dilakukan observasi berupa pengamatan, wawancara

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Qomar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya

Lebih terperinci

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK Hubungan Karakteristik, Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Scabies di Pondok Pesantren Darul Amanah Desa Kabunan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ yang esensial, vital dan sebagai cermin kesehatan pada kehidupan. Kulit juga termasuk pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat obsevasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

Lebih terperinci

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO Aan Sunani, Ratifah Academy Of Midwifery YLPP Purwokerto Program Study of D3 Nursing Poltekkes

Lebih terperinci

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Hubungan antara Polusi Udara Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia Balita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo, yang terdiri dari

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA TERHADAP PHBS DAN PENYAKIT DEMAM TIFOID DI SMP X KOTA CIMAHI TAHUN 2011.

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA TERHADAP PHBS DAN PENYAKIT DEMAM TIFOID DI SMP X KOTA CIMAHI TAHUN 2011. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA TERHADAP PHBS DAN PENYAKIT DEMAM TIFOID DI SMP X KOTA CIMAHI TAHUN 2011. Rika Prastiwi Maulani,2012. Pembimbing I : Dani, dr., M.kes Pembimbing II

Lebih terperinci

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Orang Tua, Balita, Zinc

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Orang Tua, Balita, Zinc ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP PENGGUNAAN TABLET ZINC PADA BALITA PENDERITA DIARE DI PUSKESMAS S.PARMAN BANJARMASIN Chairunnisa 1 ; Noor Aisyah 2 ; Soraya 3 Diare merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.

Lebih terperinci

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BAGIAN ATAS PADA BALITA DI DESA NGRUNDUL KECAMATAN KEBONARUM KABUPATEN KLATEN Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor

Lebih terperinci

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 The Relation of Personal Hygiene with The Incidence of Scabies at Al Falah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan 58 BAB 1 : PEMBAHASAN 1.1 Keterbatasan Peneliti Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, seperti metodologi, penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI DAERAH PANTAI DAN DAERAH PEGUNUNGAN

STUDI KOMPARASI BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI DAERAH PANTAI DAN DAERAH PEGUNUNGAN STUDI KOMPARASI BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI DAERAH PANTAI DAN DAERAH PEGUNUNGAN COMPARISON STUDY OF SEVERAL RISK FACTORS OF LUNG TUBERCULOSIS INCIDENCE IN COASTAL AREA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, dengan Luas wilayah 17,9 KM². Kelurahan Buol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang kini sedang menghadapi masalah kebersihan dan kesehatan. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gaya hidup yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach et al. 2006).

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KUMAN UDARA DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Didik Agus Nugroho, Budiyono, Nurjazuli Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan umur. Penyakit kulit

Lebih terperinci

OLEH: IMA PUSPITA NIM:

OLEH: IMA PUSPITA NIM: FORMULIR PERMOHONAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU ORANG TUA DALAM MERAWAT BALITA DENGAN ISPA DI RW 03 KELURAHAN WIJAYA KUSUMU WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATANGROGOL PETAMBURAN

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK, RIWAYAT KELUARGA DAN UMUR DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI DESA TARABITAN KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA Gloria J. Tular*, Budi T. Ratag*, Grace D. Kandou**

Lebih terperinci

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 19%, yang merupakan urutan kedua penyebab kematian balita,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan hasil observasi lingkungan ditemukan 80% rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

Lebih terperinci

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare Merry Tyas Anggraini 1, Dian Aviyanti 1, Djarum Mareta Saputri 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Perilaku hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah perkembangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN Militia K. Wala*, Angela F. C. Kalesaran*, Nova H. Kapantow* *Fakultas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1 KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN Suyami, Sunyoto 1 Latar belakang : ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan karena akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan karena akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebersihan diri merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang (Hidayat, 2007). Manfaat dalam menjaga

Lebih terperinci

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung The Relation Of Socially With Friends Againts Act Of Smoking Elementary School Students In District Panjang Bandar Lampung Firdaus, E.D., Larasati, TA., Zuraida, R., Sukohar, A. Medical Faculty of Lampung

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU PENGHUNI PANTI ASUHAN BAIT ALLAH MEDAN TERHADAP PENCEGAHAN SKABIES. Oleh : TRINYANASUNTARI MUNUSAMY

GAMBARAN PERILAKU PENGHUNI PANTI ASUHAN BAIT ALLAH MEDAN TERHADAP PENCEGAHAN SKABIES. Oleh : TRINYANASUNTARI MUNUSAMY GAMBARAN PERILAKU PENGHUNI PANTI ASUHAN BAIT ALLAH MEDAN TERHADAP PENCEGAHAN SKABIES Oleh : TRINYANASUNTARI MUNUSAMY 070100235 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 GAMBARAN PERILAKU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dapat menjadi media penularan penyakit. Terjadinya penyakit berbasis lingkungan disebabkan karena adanya interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi yang menyerang masyarakat. Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. Hominis (kutu mite yang membuat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN ENYAKIT ISA ADA BALITA (Suatu enelitian Di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten ) SISKA RISTY YOLANDA ADAM DJAFAR NIM : 811409020

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia perlu menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. PHBS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan penyebab kematian terutama di negaranegara berkembang di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ISPA, angka kejadian.

ABSTRAK. Kata kunci : ISPA, angka kejadian. ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI RW 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN 2007 Arie Wahyudi,2007. Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok, umumnya murid-murid sekolah. Asrama biasanya merupakan sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok, umumnya murid-murid sekolah. Asrama biasanya merupakan sebuah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asrama Asrama adalah suatu tempat penginapan yang ditujukan untuk anggota suatu kelompok, umumnya murid-murid sekolah. Asrama biasanya merupakan sebuah bangunan dengan kamar-kamar

Lebih terperinci

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK BUAYA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 NURHAYATI WADJAH 811408078 ABSTRAK Di Indonesia TBC merupakan masalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016 HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016 Karina AS 1) Nurlina dan Siti Novianti 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT SKABIES TERHADAP PERUBAHAN SIKAP PENDERITA DALAM PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AMIN PALUR KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku untuk membersihkan diri sangatlah penting dalam upaya mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan kurangnya

Lebih terperinci

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DAN FAKTOR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA WAY HUWI PUSKESMAS KARANG ANYAR KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2012 Ernawati 1 dan Achmad

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi GAMBARAN HIGIENE PRIBADI DAN KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN ASSALAAM TUMINTING KOTA MANADO TAHUN 2015 Armin A. Lasaib*,Woodford B.S Joseph*, Rahayu H. Akili* *Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Siti Sundari, Pratiwi, PuguhYudho T Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77C Malang email: siti_sundari@yahoo.com Abstract: One of some causes

Lebih terperinci

GAMBARAN PRAKTIK/KEBIASAAN KELUARGA TERKAIT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS SIGALUH 2 BANJARNEGARA

GAMBARAN PRAKTIK/KEBIASAAN KELUARGA TERKAIT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS SIGALUH 2 BANJARNEGARA GAMBARAN PRAKTIK/KEBIASAAN KELUARGA TERKAIT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS SIGALUH 2 BANJARNEGARA Puji Rahayu Mahasiswa Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

PEMBIASAAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE OLEH IBU KEPADA BALITA (USIA 3-5 TAHUN) DI KELURAHAN DERWATI

PEMBIASAAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE OLEH IBU KEPADA BALITA (USIA 3-5 TAHUN) DI KELURAHAN DERWATI Media Pendidikan, Gizi dan Kuliner. Vol.4, No.1, April 2015 66 PEMBIASAAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE OLEH IBU KEPADA BALITA (USIA 3-5 TAHUN) DI KELURAHAN DERWATI Riane Wulandari¹, Sudewi Yogha², Rita Patriasih²

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas Kabila Bone merupakan salah satu puskesmas yang terletak di. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9 desa yaitu : Desa Bintalahe, Desa Botubarani, Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Demografis Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dan memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI SERTA PERAN KELUARGA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN SUBAN KECAMATAN BATANG ASAM TAHUN 2015 Herdianti STIKES

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN Dwi Setyowati, Wahyuni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci