KEPUTUSAN EKSISTENSIAL SUBJEK: KESADARAN DAN RELASI SELF-OTHER DALAM PERSPEKTIF SARTRE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN EKSISTENSIAL SUBJEK: KESADARAN DAN RELASI SELF-OTHER DALAM PERSPEKTIF SARTRE"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN EKSISTENSIAL SUBJEK: KESADARAN DAN RELASI SELF-OTHER DALAM PERSPEKTIF SARTRE Siti Annisa & Ikhaputri Widiantini Program Studi Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya ABSTRAK Tulisan ini akan membahas mengenai subjek yang eksis dan hubungannya dengan keputusan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan adanya relasi interdependensi yang terjadi antara seorang subjek dan orang lain yang menjadi landasan penting dalam eksistensialisme Jean Paul Sartre. Relasi interdependensi akan memberi dampak pada keputusan yang dibuat oleh seorang subjek, karena subjek yang eksis tidak akan lepas dari pengaruh orang-orang yang pernah terlibat dalam pengalamannya. Hal ini terjadi karena orang lain merupakan salah satu unsur pembentuk faktisitas manusia. Kata Kunci: Keputusan, Eksis, The Self, The Other dan Interdependensi Subject s Existential Decision: Consciousness and Self-Other Relation on Sartre s Perspective This writing will talk about exists subject and its relation with decision. The purpose of this research is to show an interdependent relation between the Self and the Other who became Jean Paul Sartre s base of existentialism. The interdependence relationships will have an impact on decisions made by a subject, because the subject would not exist apart from the influence of the Other who have been involved in the experience. This happens because the Other is one of the elements forming man s facticity. Keywords: Decision, Exist, The Self, The Other and Interdependence 1

2 A. PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk sosial. Begitulah kata buku-buku ilmu pengetahuan sosial yang kita pelajari semasa sekolah dasar. Kalimat ini memiliki makna, manusia adalah makhluk yang hidup dalam masyarakat, membutuhkan masyarakat dan dibutuhkan oleh masyarakat. Ketika duduk di bangku sekolah menengah atas, ada pelajaran yang mengatakan bahwa manusia adalah individu yang bebas dan independen. Lalu kita akan berpikir, mengapa ada kontradiksi dalam kedua hal yang diajarkan di bangku sekolah ini. Yang manakah sesungguhnya keadaan alamiah manusia? Sejak lahir manusia selalu berada dalam masyarakat. Ayah, ibu, keluarga kecil tempat seorang manusia dibesarkan merupakan sekolah non formal pertama yang dikecap manusia. Dalam pelajaran pertamanya, manusia sudah banyak ditanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang dianut orang-orang yang hidup bersamanya. Makan dengan tangan kanan, berjalan dengan arah telapak kaki yang lurus, mengangguk sebagai bentuk setuju sekilas terlihat seperti sesuatu yang instingtif. Tetapi sesungguhnya, ibu tidak pernah lupa mengingatkan anaknya untuk makan dengan tangan yang manis ketika sang anak mengambil sendoknya dengan tangan kiri, dan melangkah yang baik agar terlihat indah di mata orang lain. Si anak akan beranjak dewasa. Ayah dan ibu memasukkannya ke dalam sekolah formal. Di sana ia bertemu dengan bapak ibu guru serta kawan-kawan baru. Ribuan hal baru, pengalaman serta pengetahuan baru akan datang dan terserap dalam pikiran seorang manusia kecil. Manusia memiliki kecenderungan untuk meniru sekitarnya. Hal ini juga berlaku pada perilaku dan kebiasaan yang ia lihat sehari-hari dalam masyarakat. Seorang manusia akan meniru tindakan tersebut dengan pemahaman bahwa apa yang banyak dilakukan orang lain merupakan tindakan yang benar. Ditambah lagi dengan datangnya aturan-aturan yang menginstruksikan apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan dalam bermasyarakat. Berbagai aturan yang dibuat dalam ruang lingkup kelompok manusia ini akan diajarkan kepada setiap anggota kelompok. Kemudian, akan diajarkan pula kepada anggota baru yang bisa berasal dari pendatang atau dari generasi baru. Aturan yang terus-menerus diajarkan dan disebarluaskan ini kemudian menjadi sebuah budaya. Sebuah aturan baku yang berlaku dalam suatu ruang lingkup masyarakat tertentu. 2

3 Dalam kehidupannya, manusia akan dihadapkan pada banyak kondisi. Kondisi-kondisi ini sering kali memaksa manusia untuk membuat pilihan, bukan hanya antara melakukannya atau tidak, tetapi juga melakukannya dengan cara yang ini atau yang itu. Manusia yang terperangkap dalam budayanya akan senantiasa memilih keputusan yang sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Bukan berarti dengan membuat pilihan yang sesuai dengan budaya merupakan sebuah kesalahan, tetapi bila ia membuat keputusan itu tanpa melakukan pertimbangan apa-apa, merupakan sebuah tindakan yang tidak benar. Ia tidak peduli apakah aturan tersebut akan menguntungkan baginya atau tidak, atau memedulikan kepentingannya atau tidak. Yang penting adalah bahwa pilihan itu sesuai dengan kemauan sekitarnya. Akan tetapi, sampai kapan manusia mampu bertahan untuk selalu membuat keputusan yang menomor-duakan kepentingannya? Akankah ia sampai pada titik jenuh dimana ia juga ingin kepentingannya diutamakan? Dan ketika titik itu tiba, mampukah manusia membuat keputusan yang benar-benar berdasar pada dirinya? Beberapa orang akan mengatakan bahwa ia mampu membuat keputusan yang benar-benar berdasar pada dirinya sendiri, dan ia juga sudah mengeliminasi semua pengaruh orang sekitarnya dalam pengambilan keputusan. Namun tanpa ia sadari, kenyataannya ia masih mengambil keputusan yang sejalan dengan aturan budaya atau agama dimana ia sudah hidup dalam budaya itu selama puluhan tahun. Sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah sendirian. Saat lahir, ia membutuhkan seorang manusia bernama ibu yang melahirkannya ke dunia. Dalam tumbuh kembangnya, manusia hidup dalam keluarga. Semakin besar, seorang manusia mulai punya teman dan berinteraksi secara sosial dengan skala yang lebih besar. Dalam interaksi ini, ada pertukaran nilai yang terjadi antara saya dan orang yang terlibat dalam sebuah pengalaman bersama saya. Dengan adanya pertukaran nilai ini, maka pengalaman yang dialami itu menjadi sesuatu yang diingat dan menjadi pelajaran untuk pengalaman-pengalaman selanjutnya. Manusia yang eksis adalah manusia yang berada dalam dunia dan bermakna di dalamnya. Pengertian ini diambil dari being-in-the-world milik Heidegger ( ) yang kemudian disempurnakan menjadi being-with-others oleh Sartre ( ). Pernyataan ini berarti manusia yang bereksistensi di dunia adalah manusia yang terus berinteraksi dengan manusia lain dan terus bertukar nilai di dalam dunia. Nilai-nilai yang didapat tersebut akan direfleksikan sehingga didapatlah sebuah nilai yang sesuai dengan pemikiran kita dan akan kita terapkan dalam keseharian kita. Dari sini dapat kita lihat bahwa orang lain, atau the Other memberi pengaruh 3

4 dalam pembentukan diri seorang being atau subjek. Relasi yang saling mempengaruhi ini turut berdampak pada bagaimana seorang subjek membuat keputusan atas pilihan hidup yang dihadapkan kepadanya. Apakah nantinya subjek ini akan bergantung sepenuhnya pada the Other untuk membuat pilihan terhadap hidupnya, atau ia akan meniadakan the Other sebagai bukti kemerdekaannya, ataukah ia akan berusaha untuk bertransendensi namun ternyata ia tidak bisa sepenuhnya lepas dari the Other karena the Other telah menjadi bagian dari faktisitasnya? a) Rumusan Masalah Rumusan permasalahan yang muncul ketika membahas mengenai permasalahan keputusan yang eksis adalah: 1. Apakah subjek yang eksis yang mampu membuat sebuah keputusan yang berasal dari dirinya sendiri dengan keterlibatan dari orang lain yang pernah singgah dalam pengalamannya? Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian turunuan, yaitu: 1. Mengenai kondisi-kondisi yang membentuk eksistensi manusia di dunia. 2. Kondisi eksistensial yang mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh seorang subjek. 3. Bentuk relasi yang terjadi antara the Self dan the Other. b) Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menelaah dan menjawab secara filosofis mengenai relasi yang terjadi antara the Self dan the Other yang akhirnya memberi dampak pada seorang subjek ketika ia mengambil keputusan dalam hidupnya. Penelitian ini juga akan memberikan pandangan yang lebih komperhensif mengenai teori eksistensialisme Jean Paul Sartre yang berhubungan dengan konsep relasi, melalui ditunjukkannya beberapa kondisi yang membentuk eksistensi manusia. Tujuan selanjutnya adalah untuk menujukkan adanya relasi saling bertukar nilai, atau interdependence, antara the Self dan the Other. B. TINJAUAN TEORITIS Teori utama yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori eksistensialisme Jean Paul Sartre, khususnya mengenai relasi seorang subjek dengan orang lain di luar dirinya. Adanya teori ini juga didukung oleh pemikiran Heidegger sebagai orang yang banyak mempengaruhi 4

5 pemikiran Sartre. Eksistensialisme merupakan salah satu aliran pemikiran dalam filsafat yang menjadikan manusia dan hakikatnya di dunia sebagai topik utamanya. Pemikiran Jean Paul Sartre dipilih karena Sartre mampu menjelaskan dengan sangat rinci perjalanan seorang manusia mengenali dirinya lalu mengenali orang lain di luar dirinya. Selanjutnya ini akan dikhususkan pada permasalahan keputusan yang dibuat seorang subjek yang eksis. C. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan untuk meneliti permasalahan ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dibaca dengan refleksi kritis dan interpretasi kritis. Bukubuku dan teks-teks dari penulis asli maupun secondary books menjadi rujukan bacaan dan sumber informasi yang kemudian ditelaah lebih dalam secara filosofis. Buku utama yang digunakan adalah Being and Nothingness (1993) karya Sartre. Juga digunakan beberapa buku lain karya Sartre seperti The Words (1964), Existentialism and Humanism (1946), dan lain-lain untuk menunjang teori-teori yang digunakan. Buku No Exit (1989) milik Sartre digunakan sebagai alat untuk membedah pemikiran mengenai relasi the Self dan the Other. Hal ini dilakukan karena buku No Exit dibuat sebagai bentuk analogi fenomena kehidupan masyarakat yang sebenarnya. Dengan demikian akan didapatkan korelasi antara teori dengan kenyataan dalam kehidupan keseharian. Hal ini juga digunakan untuk mengkritisi kembali teori agar tetap relevan sesuai dengan perkembangan zaman. D. PEMBAHASAN Jean Paul Sartre adalah seorang filsuf yang namanya menjadi sangat besar di dunia filsafat karena pemikiran eksistensialismenya. Pemikirannya ini tidak bisa dilepaskan dari berbagai kisah hidup yang dihadapinya dan orang-orang sekitar yang mempengaruhinya. Berbagai karya yang dilahirkan Sartre sangat menggambarkan bagaimana pengalaman mempengaruhi cara pandanganya terhadap dunia dan segala yang ada di dalamnya. Beberapa orang yang mempengaruhi pemikiran Sartre adalah Hegel ( ), Heidegger ( ), Husserl ( ), Marx ( ), juga pasangan hidupnya Simone de Beauvoir ( ). Membaca karya-karya mereka turut membentuk cara pandang 5

6 Sartre terhadap manusia seperti yang kita pahami sekarang ini. Sementara, de Beauvoir berperan tidak hanya sebagai kekasih, melainkan juga sebagai teman debat dan penasihat Sartre. Semua karya yang diciptakan Sartre akan dia serahkan dulu pada de Beauvoir untuk dibaca dan dikritisi sebelum dilempar ke publik. Manusia menjadi pembahasan utama dalam filsafat eksistensialisme. Manusia, yang disebut dengan being oleh Sartre adalah entitas yang mengalami dua dimensi dalam siklus hidupnya. Dimensi tersebut adalah dimensi faktisitas dan dimensi transenden. Dimensi faktisitas meliputi hal-hal yang sudah begitu saja ada di dalam hidup manusia tanpa bisa dipilih oleh si manusia tersebut. Masyarakat menjadi unsur penting dalam faktisitas manusia. Manusia, sebagai seorang subjek, sering kali menempatkan dirinya sebagai satu-satunya being yang memikirkan being lain. Kondisi ini oleh Sartre disebut dengan the Self, dimana ia menganggap yang lain merupakan objek-objek dari pikirannya. Sebuah aliran pemikiran yang bernama solipsisme bahkan mengatakan bahwa yang lain di luar diri itu tidak eksis, yang ada dan yang eksis adalah saya sendiri. Pemahaman mengenai orang lain, atau the Other ini berkembang sejak zaman Husserl. Aliran / Filsuf Solipsisme Husserl Hegel Heidegger Tabel Perkembangan Pemahaman mengenai the Other Pemahaman mengenai the Other - The Other itu tidak ada, yang ada hanya diri saya sendiri - Keberadaan the Other penting dalam pembentukan dunia - Dengan adanya the Other, akan tercipta relasi subjek-objek dengan the Other sebagai objeknya - Keberadaan the Other penting sebagai sarana bagi kesadaran eksistensial the Self - Keberadaan the Other sudah terlebih dahulu eksis sebelum disadari oleh the Self - The Other tidak lagi muncul sebagai being-for yang menyiratkan relasi subjek-objek, melainkan menjadi being-with 6

7 Dengan mempelajari berbagai pemikiran mengenai the Other sebelumnya, Sartre kemudian merumuskan sendiri pemahaman the Other menurut pemikirannya. Bagi Sarte, kehadiran the Other muncul sebagai sebuah probabilitas. Probabilitas dalam pandangan Sartre berarti sebagai objek yang hadir dalam pengalaman subjek dan darinya sebuah efek baru muncul dalam pengalaman subjek 1. Ini artinya the Other dalam kehadirannya memberi dampak bagi hidup the Self. The Other tidak bisa dianggap hanya sebagai objek. Apabila relasi yang terjadi antara the Self dan the Other hanya sebatas relasi subjek-objek semata maka eksistensi dari the Other masih bersifat spekulatif. Padahal, kehadiran the Other itu sama nyatanya dengankeberadaan saya sebagai the Self yang hadir di dunia. Hal ini dinyatakan oleh Sartre karena menurutnya the Other muncul di hadapan kita tidak sebagai objek, melainkan ia hadir presence in person dan kehadirannya itu dalam bentuk being-in-a-pair-with-the-other (Sartre, 1993, 253). The Other tidak bisa dianggap sebagai objek semata, karena ternyata the Other memberi pengaruh bagi the Self. Ketika saya berjumpa dengan the Other, anggapan saya mengenai dunia, yang sudah saya bayangkan sedemikian rupa sesuai dengan pemahaman saya, runtuh seketika saat berhadapan dengan the Other. The Other melalui tatapan nya memberikan sebuah bentuk dunia baru yang tidak sama dengan yang saya bayangkan selama ini. Lewat tatapannya itu pula saya menyadari saya sedang dalam proses menjadi objek. Tatapan ini bukan seperti yang kita bayangkan, tatapan dari mata ke mata. Tatapan ini adalah tatapan yang seakan berasal dari pikiran dan melihat jauh ke dalam objek yang ditatapnya. Sehingga objek yang ditatapnya akan merasa seperti diperkosa isi pikirannya karena ia tidak bisa memahami apa maksud dari tatapan itu. Pada saat itu, the Self berubah menjadi objek bagi subjek-subjek tertentu. Namun ke-objekan adalah objek yang juga memiliki probabilitas karena saya juga memberi dampak bagi subjek yang mengamati saya. Tatapan the Other dapat membuat the Self menyadari dua hal, yaitu faktisitasnya dan kebebasannya. Merupakan sebuah faktisitas bahwa the Self hidup bersama dengan the Other. The Other juga memberi pengaruh bagi hidup the Self dan cara the Self memandang dunia. Lalu efek terpentingnya adalah the Self dapat menyadari bahwa ia merasa terganggu dengan tatapan yang diberikan the Other sehingga ia ingin bisa menjadi bebas dan tidak memedulikan tatapan orang 1 probability can concern only objects which appear in our experience and from which new effects can appear in our experience (Sartre, 1993, 250) 7

8 lain. The Self sadar bahwa ia mempunyai kemampuan untuk bisa lepas dari bagaimana orang lain memberi pandangan kepadanya. The Other, sebagai subjek lain di luar diri the Self bisa berwujud sebagai masyarakat. Masyarakat kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk faktisitas manusia karena keberadaan the Self yang lahir dan hidup dalam masyarakat tidak bisa dihindari. Di dalam masyarakat, terdapat puluhan, ratusan bahkan ribuan subjek yang selalu bertukar nilai melalui pengalaman yang mereka alami. Manusia yang eksis adalah manusia yang mampu bertransendensi dari faktisitasnya. Ia telah menyadari hal-hal yang selama ini membatasi hidupnya dan berkesimpulan untuk menentukan hidupnya sendiri berdasar pada keinginan dan pemikirannya. Sekuat mungkin manusia akan berusaha untuk mengeliminasi unsur-unsur eksternal ketika hendak bertansendensi. Manusia akan membuat sebuah tindakan yang terlepas dari pengaruh yang berasal dari luar dirinya dan membuat pilihan yang benar-benar berdasarkan pada pemikiran subjektifnya. No Exit merupakan salah satu dari sekian banyak karya Sartre yang sangat fenomenal. Dari karyanya tersebut, kita bisa lebih mudah memahami jalan pikiran Sartre dibanding ketika kita membaca buku filsafatnya yang lain. Sartre dengan sangat berhasil menggambarkan bagaimana the Self berposisi ketika ia berada di dalam sebuah lingkungan yang lebih besar, yaitu the Other. Tidak ada manusia yang bisa menyangkal keberadaannya bersama the Other. Hidup bersama dengan the Other menjadi bukti bagi eksistensi the Self di dunia. Interaksi yang terjadi antara the Self dan the Other adalah sebuah relasi yang bersifat interdependen. Artinya, keduanya saling bergantung satu sama lain tanpa disadari. Apa yang membuat mereka bergantung satu sama lain adalah karena sebenarnya the Self dan the Other saling memberi dampak dan bertukar nilai ketika mereka berjumpa pada suatu kondisi dan situasi tertentu. Pertukaran nilai ini akan menjadi bekal dalam pembentukan diri the Self, begitu juga bagi the Other. Pertukaran nilai yang terjadi akan diterima oleh the Self sebagai sebuah pengetahuan baru. Pengetahuan itu akan diasosiasikan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki the Self sehingga akan menciptakan sebuah pengetahuan baru. Nantinya, ini akan digunakan the Self untuk menghadapi pengalaman-pengalaman selanjutnya. Pengetahuan baru yang didapatkan the Self sebagai hasil perjumpaannya dengan the Other juga akan turut mempengaruhi keputusan yang akan ia ambil. Untuk membuat keputusan ini, the 8

9 Self harus sedikit memberi jarak antara dirinya dengan masyarakat agar dapat menghasilkan keputusan yang terbaik. Hasilnya, ada yang memutuskan untuk hidup dalam dekapan masyarakat dengan harapan tidak perlu memikul tanggung jawab. Kemudian, ada juga yang melepaskan diri sama sekali dari masyarakat dan bahkan meniadakan orang lain dari dunianya. Manusia yang eksis adalah manusia yang ketika membuat keputusan, ada unsur masyarakat yang masuk di dalamnya karena masyarakat telah menjadi bagian dari faktisitasnya. Keputusan yang diambil tesebut merupakan sebuah keputusan yang dihasilkan dari pemikiran seseorang yang sudah hidup bersama orang lain dengan segala pengetahuan yang sudah mengendap dalam pikirannya yang ia peroleh dari pengalamannya ketika ia hidup di dunia. E. KESIMPULAN Tidak ada manusia yang hidup sendiri di dunia ini. Hidup di dalam sebuah masyarakat merupakan sebuah kepastian yang kemudian menjadi salah satu unsure pembentuk faktistias manusia. Dimensi faktisitas dan dimensi transenden merupakan dua unsur pembentuk eksistensi manusia di dunia. Beberapa hal yang bisa dikategorikan sebagai faktisitas manusia adalah ketubuhan manusia, yang mana manusia itu hidup pada waktu dan tempat tertentu. Orang lain atau masyarakat juga merupakan pembentuk faktisitas manusia Ketika manusia sudah mempertanyakan keberadaannya di dunia, kemudian mengenali dan memahami faktisitasnya, maka manusia itu bukan lagi sekedar manusia, ia telah menjadi seorang the Self yang memiliki kesadaran akan hakikat hidupnya. Ketika manusia sudah mampu mengenali dirinya, maka ia akan mulai menyadari keberadaan orang lain yang ada di sekitarnya. Hingga pada suatu saat ia akan sadar bahwa dalam setiap pengalamannya, selalu ada orang lain di dalamnya. Subjek tersebut sudah mulai melihat orang lain, atau the Other, sebagai bagian dari faktisitasnya. Dalam pertemuan itu pula, seorang subjek dan orang lain yang ditemuinya itu akan saling memberi dampak kepada satu sama lain. Contohnya seperti ketika kita bertemu dengan seorang ilmuwan. Ilmuwan ini menjelaskan secara detil mengenai proses terciptanya semesta dengan dukungan berbagai teori fisika. Ketika kita, seorang pendengar, tidak mendalami ilmu fisika dan mendengarkan penjelasan yang begitu rinci dari seorang ilmuwan, bisa saja pandangan kita mengenai bagaimana alam semesta tercipta akan dipengaruhi oleh pandangan si ilmuwan tersebut. Dampak lain yang mungkin terjadi adalah bisa saja apa yang dijelaskan oleh ilmuwan tersebut justru memperkaya pengetahuan kita namun kita tetap berpegang pada kepercayaan kita 9

10 sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa dampak yang terjadi karena pertemuan dengan the Other ini dapat berupa pertukaran pengetahuan, maupun pertukaran nilai atau norma secara tidak langsung. Kondisi saling bertukar nilai dan memberi dampak ini disebut sebagai sebuah relasi interdependensi, oleh Sartre. Kondisi ini akan turut member pengaruh terhadap pembentukan kesadaran seorang self dan bagaimana ia menjalani kehidupannya. Dalam eksistensialisme dan hubungannya dengan makna hidup seorang manusia, tindakan menjadi topik utamanya. Manusia memang memiliki kebabasan untuk menentukan tindakan atau keputusan yang akan ia ambil terhadap hidupnya. Namun dengan pengetahuan bahwa the Self dan the Other terlibat dalam sebuah relasi interdependensi, maka bisa kita simpulkan bahwa tidak ada sebuah keputusan yang murni berasal dari pemikiran seorang subjek. Pengalaman bersama dengan orang lain telah membentuk diri subjek yang nantinya akan turut mempengaruhi keputusan yang diambilnya. Ini tidak berarti bahwa the Other telah mendominasi keputusannya, tetapi sekalipun kesadaran self dipengaruhi the Other namun the Self memiliki kontrol penuh akan hidupnya. Tidak ada yang bisa memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Setiap orang memiliki kebebasannya untuk menentukan hidupnya. Hanya saja yang terjadi adalah dalam setiap keputusan itu, secara tidak langsung ada unsur orang lain di dalamnya. F. KEPUSTAKAAN Anderson, Perry and Fraser, Ronald (2006). Conversations with Jean Paul Sartre. London: Seagull Books. De Beauvoir, Simone. (1956). The Second Sex.( H.M. Parshley, Penerjemah). London: Lowe and Brydone, Ltd. Heidegger, Martin. (2001). Being and Time. (John Macquarrie and Edward Robinson, Penerjemah). Cornwall: Blackwell Publishers. Kroeber, A. L. and Kluckhohn, Clyde. (1952). Culture: a Critical Review of Concepts and Definitions. United States of America: The Museum. Passmore, John. (1968). A Hundred Years of Philosophy.England: Penguin Books, Ltd. Sartre, Jean Paul. (1964). The Words. (Bernard Frechtman, Penerjemah). New York: George Braziller, Inc. 10

11 . (1989). No Exit and Three Other Plays. (S. Gilbert, Penerjemah). New York: Vintage Books.. (1960). The Transcendence of the Ego: an Existentialist Theory of Consciousness. ( Forrest Williams and Robert Kirkpatrick, Penerjemah). New York: Hill and Wang.. (1993). Being and Nothingness. ( Hazel E Barnes, Penerjemah). Colorado: University of Colorado.. (1948). Existentialism and Humanism. ( Philip Mairet, Penerjemah). London: Methuen & Co. Ltd. Solomon, Robert C. (1981). Introducing The Existentialists: Imaginary Interviews with Sartre, Heidegger and Camus. Cambridge: Hackett Publishing Company. Stumpf, Samuel Enoch. (1999). Socrates to Sartre: a History of Philosophy. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc Spade, Paul Vincent. (1996). Jean Paul Sartre`s: Being and Nothingness. Indiana University 11

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Kematian Manusia Kematian merupakan batas historisitas manusia yang telah dimengerti

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Defenisi Eksistensialisme Secara etimologis eksistensialisme

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA. Historisitas Manusia. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT MANUSIA. Historisitas Manusia. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Historisitas Manusia Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah, MA. Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Historisitas Manusia Dunia manusia, bukan sekedar suatu dunia

Lebih terperinci

RASA TAKUT DAN PENGARUHNYA DALAM PILIHAN SUBJEK: ANALISIS EKSISTENSIALIS MENURUT JEAN PAUL SARTRE. Aldair Zerista Hutama, Ikhaputri Widiantini

RASA TAKUT DAN PENGARUHNYA DALAM PILIHAN SUBJEK: ANALISIS EKSISTENSIALIS MENURUT JEAN PAUL SARTRE. Aldair Zerista Hutama, Ikhaputri Widiantini RASA TAKUT DAN PENGARUHNYA DALAM PILIHAN SUBJEK: ANALISIS EKSISTENSIALIS MENURUT JEAN PAUL SARTRE Aldair Zerista Hutama, Ikhaputri Widiantini Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan cara beradanya mengandung sejumlah teka-teki yang sudah, sedang dan akan terus dicari jawabannya.

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain.

FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain. Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi Modul ke: 11Fakultas PSIKOLOGI Kematian Shely Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Kematian merupakan salah satu soal paling penting dari eksistensialitas manusia, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1: MASALAH YANG TERUTAMA: PARADOKS BERNAMA KESADARAN. Cogito, Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada)

BAB 1: MASALAH YANG TERUTAMA: PARADOKS BERNAMA KESADARAN. Cogito, Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada) BAB 1: MASALAH YANG TERUTAMA: PARADOKS BERNAMA KESADARAN Cogito, Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada) Rene Descartes, filsuf Perancis L homme est condamne a etre libre, parce que une fois jete dans le

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id EKSISTENSIALISME Template Modul https://www.youtube.com/watch?v=3fvwtuojuso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman modern sangat sulit untuk menemukan sebuah kehadiran dan relasi yang bermakna. Karena, perjumpaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Pengertian Intelektual (pengetahuan) Inteletual (Pengetahuan)

Lebih terperinci

ANNA S CONFLICTS IN GAINING HER EXISTENCE IN JODI PICOULT S NOVEL ENTITLED MY SISTER S KEEPER THESIS

ANNA S CONFLICTS IN GAINING HER EXISTENCE IN JODI PICOULT S NOVEL ENTITLED MY SISTER S KEEPER THESIS ANNA S CONFLICTS IN GAINING HER EXISTENCE IN JODI PICOULT S NOVEL ENTITLED MY SISTER S KEEPER THESIS BY FRANSISKUS XAVERIUS ANDAKA DEWANTARA NIM 0610330022 STUDY PROGRAM OF ENGLISH DEPARTMENT OF LANGUAGES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling membutuhkan antara satu dengan yang lainya. Manusia sebagai mahluk social didunia

Lebih terperinci

BAHAN AJAR PEMBELAJARAN I

BAHAN AJAR PEMBELAJARAN I BAHAN AJAR PEMBELAJARAN I Nama Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Kode / SKS : FIF 342 /3 SKS Waktu Pertemuan : 2 x pertemuan (2 x 300 menit) Pertemuan : I dan II Tujuan Instruksional 1. Umum : Setelah

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3 342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kelam kehidupan manusia pernah dialami di dunia barat hingga mendapat sebuatan dark age 1. Kebebasan di dunia barat pernah mendapat belenggu yang teramat

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan BAB VII KESIMPULAN Kesimpulan Setiap bangsa tentu memiliki apa yang disebut sebagai cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Indonesia, negara dengan beragam suku, bahasa, agama dan etnis, juga pastinya

Lebih terperinci

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Kuliah ke-10 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi

Lebih terperinci

Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1

Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1 Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1 Sebuah Telaah Singkat tentang Filsafat Kritisisme Pendahuluan: Manusia dan Hakekat Kritisisme ÉÄx{M Joeni Arianto Kurniawan 2 Perubahan adalah keniscayaan, itulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik yang berakal maupun yang tidak berakal. Salah satu diantara makhluk-nya memiliki struktur susunan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Metode Penelitian Fenomenologi. Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Rancang Bangun Metode Penelitian Fenomenologi. Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Rancang Bangun Metode Penelitian Fenomenologi Oleh: Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak., CA. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Paradigma dan Desain Riset Paradigma merupakan seperangkat keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan manusia dengan segala permasalahannya. Begitu juga filsafat, secara khusus membicarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri bukanlah suatu hal yang baru dalam masyarakat Jepang. Tingkat bunuh diri di Jepang setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia dalam kehidupannya selalu menjalin relasi dengan orang lain. Ia melibatkan serta membutuhkan orang lain dalam kegiatan apapun. Relasi dengan orang lain di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi hal yang lazim ditemukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Baik itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi hal yang lazim ditemukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Baik itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kekerasan yang terjadi di berbagai belahan dunia seolah menjadi hal yang lazim ditemukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Baik itu dalam skala kecil maupun

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Keharusan dan kebebasan manusia Template Modul Kebebasan manusia Pengantar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini, BAB V PENUTUP Pada bab V penulis menyimpulkan keseluruhan pembahasan dalam skripsi. Kesimpulan tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan penulis ajukan dalam pembatasan masalah. Disamping itu penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat bahwa Sastra

Lebih terperinci

Sumber : (Griffin, 1997: 195) Secara keseluruhan temuan Petty dan Cacioppo mendukung lima. kesimpulan mengenai kemungkinan dimana seseorang akan

Sumber : (Griffin, 1997: 195) Secara keseluruhan temuan Petty dan Cacioppo mendukung lima. kesimpulan mengenai kemungkinan dimana seseorang akan 20 Sumber : (Griffin, 1997: 195) Secara keseluruhan temuan Petty dan Cacioppo mendukung lima kesimpulan mengenai kemungkinan dimana seseorang akan memperhatikan sebuah pesan, yaitu (Griffin, 1997:223)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebebasan adalah salah satu tema yang sering muncul dalam sejarah filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing tentang kebebasan.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEMA CINTA DALAM LIRIK-LIRIK LAGU JONAS BROTHERS JURNAL. Oleh : ENDA SUOTH

PENGEMBANGAN TEMA CINTA DALAM LIRIK-LIRIK LAGU JONAS BROTHERS JURNAL. Oleh : ENDA SUOTH PENGEMBANGAN TEMA CINTA DALAM LIRIK-LIRIK LAGU JONAS BROTHERS JURNAL Oleh : ENDA SUOTH 090912014 UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS SASTRA MANADO 2013 1 ABSTRACT Jonas Brothers song lyrics which are about

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari kebudayaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KESALAHAN MATEMATIS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DALAM GEOMETRI

IDENTIFIKASI KESALAHAN MATEMATIS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DALAM GEOMETRI IDENTIFIKASI KESALAHAN MATEMATIS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DALAM GEOMETRI Sugeng Sutiarso, M. Coesamin Universitas Lampung, Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung E-mail: sugengsutiarso@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

Modul ke: Materi Penutup. Fakultas PSIKOLOGI. Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Modul ke: Materi Penutup. Fakultas PSIKOLOGI. Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi Modul ke: 12 Shely Fakultas PSIKOLOGI Materi Penutup Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Rangkuman Perkuliahan Filsafat Manusia Kompetensi Mahasiswa dapat memahami mengenai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan

BAB I PENDAHULUAN. kegelapan muncul temuan lampu sebagai penerang. Di saat manusia kepanasan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Teknologi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang memiliki tempat dan peranan yang sangat penting. Teknologi bahkan membantu memecahkan persoalan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia berkembang sejak dilahirkan hingga meninggal dunia. Dalam proses perkembangan itu, berbagai

Lebih terperinci

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini. Oleh: Emanuel Prasetyono

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini. Oleh: Emanuel Prasetyono TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Oleh: Emanuel Prasetyono FAKULTAS FILSAFAT Unika Widya Mandala Surabaya 2014 TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme

Lebih terperinci

Keimanan pada Wujud Ilahi

Keimanan pada Wujud Ilahi Keimanan pada Wujud Ilahi Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke empat dari Jemaat Islam Ahmadiyah selalu memberikan kesempatan dari waktu ke waktu kepada semua orang dari segala bangsa, agama dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan merupakan kunci dari masa depan manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran. Pendidikan mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji teks-teks pemberitaan media Jerman sekait isu teorisme dalam kaitannya dengan Islam. Penjelasan dalam Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang ditampilkan di luar tidak ditopang dengan penghayatan hidup yang dipilihnya. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum MAKNA FILOSOFI Kata filosofi berasal dari perkataan yunani philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) dan berarti cinta kebijaksanaan. Filosofi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan paling luar

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan paling luar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan paling luar biasa dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya, dengan kelebihannya tersebut manusia dapat melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke-21 (Degeng, 2001: 1). Pendidikan sebagai sumber daya insane. sepatutnyalah mendapat perhatian secara terus-menerus dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. ke-21 (Degeng, 2001: 1). Pendidikan sebagai sumber daya insane. sepatutnyalah mendapat perhatian secara terus-menerus dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan dewasaini tengah mendapat sorotan yang sangat tajam berkaitan dengan tuntutan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber

Lebih terperinci

Transkrip Video Modul 2.2. Kursus Membaca Cepat Online

Transkrip Video Modul 2.2. Kursus Membaca Cepat Online Transkrip Video Modul 2.2. Kursus Membaca Cepat Online http://www.membacacepat.com Modul 2 Bagian 2 Membaca Aktif dan Kritis Terima kasih Anda telah bergabung kembali bersama saya, Muhammad Noer dalam

Lebih terperinci

Filsafat Manusia (PERKULIAHAN)

Filsafat Manusia (PERKULIAHAN) Filsafat Manusia (PERKULIAHAN) Modul ke: Pendahuluan Firman Alamsyah Ario Buntaran Fakultas Psikologi Program Studi S1 - Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Kontrak perkuliahan Tatap muka 14 x pertemuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN DERIVASI PRIME NEAR-RING DENGAN SIFAT KOMUTATIF RING

HUBUNGAN DERIVASI PRIME NEAR-RING DENGAN SIFAT KOMUTATIF RING E-Jurnal Matematika Vol 6 (2), Mei 2017, pp 116-123 ISSN: 2303-1751 HUBUNGAN DERIVASI PRIME NEAR-RING DENGAN SIFAT KOMUTATIF RING Pradita Z Triwulandari 1, Kartika Sari 2, Luh Putu Ida Harini 3 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ismail Nur, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ismail Nur, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah yang selama ini penulis alami dalam pembelajaran sejarah di MAN Cililin Kabupaten Bandung Barat adalah sebagai berikut : Pertama, kemampuan berpikir

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA JIWA DAN BADAN. Firman Alamsyah, MA. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA JIWA DAN BADAN. Firman Alamsyah, MA. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: FILSAFAT MANUSIA JIWA DAN BADAN Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Jiwa dan Badan Manusia merupakan makhluk yang bisa disebut monodualis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Pancasila yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Pancasila yang dikenal BAB I PENDAHULUAN Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Pancasila yang dikenal menghargai keanekaragamaan budaya dan agama yang ada di dalamnya. Pancasila ini menjadi inti dari tindakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme 123 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme Generasi Muda dalam Era Otonomi Khusus Papua ini adalah metode kualitatif. Digunakannya

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm

FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm Contoh Book Review FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm Oleh: Dr. Halid, M.Ag. (Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif

Lebih terperinci

Rumah Impian Mahasiswa

Rumah Impian Mahasiswa TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Rumah Impian Mahasiswa R. Kartika Abdassah (1), Gustav Anandhita (2), Mega Sesotyaningtyas (3) (1) Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG KOMUNITAS HARDCORE FRIENDS STAND UNITED (FSU) DALAM FILM BOSTON BEATDOWN VOL. II. Oleh SAMUEL CHANDRAMUKTI PEMASELA

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG KOMUNITAS HARDCORE FRIENDS STAND UNITED (FSU) DALAM FILM BOSTON BEATDOWN VOL. II. Oleh SAMUEL CHANDRAMUKTI PEMASELA ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG KOMUNITAS HARDCORE FRIENDS STAND UNITED (FSU) DALAM FILM BOSTON BEATDOWN VOL. II Oleh SAMUEL CHANDRAMUKTI PEMASELA 362006024 SKRIPSI Diajukan Kepada Program Studi Ilmu Komunikasi

Lebih terperinci

Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode Permainan Siswa Kelas IV SDK Uwemea

Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode Permainan Siswa Kelas IV SDK Uwemea Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode Permainan Siswa Kelas IV SDK Uwemea Gusti Made Erni Suciani, Abduh H. Harun, dan Yusdin Gagaramusu Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya bangsa sehingga membentuk manusia yang berkualitas. pendidikan. penting untuk berkomunikasi (Chaer, 2003:29).

BAB I PENDAHULUAN. budaya bangsa sehingga membentuk manusia yang berkualitas. pendidikan. penting untuk berkomunikasi (Chaer, 2003:29). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewariskan nilai nilai luhur budaya bangsa sehingga membentuk manusia

Lebih terperinci

Sejarah Perkembangan Ilmu

Sejarah Perkembangan Ilmu Sejarah Perkembangan Ilmu Afid Burhanuddin Pusat kendali kehidupan manusia terletak di tiga tempat, yaitu indera, akal, dan hati. Namun, akal dan hati itulah yang paling menentukan Akal dan hati ibarat

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran media saat ini sangat penting. Media menyajikan beragam informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran media saat ini sangat penting. Media menyajikan beragam informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran media saat ini sangat penting. Media menyajikan beragam informasi yang dibutuhkan masyarakat. Melalui media cetak kita dapat menyerap berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

KEBEBASAN DALAM FILSAFAT EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE

KEBEBASAN DALAM FILSAFAT EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE Jurnal Al- Ulum Volume. 11, Nomor 2, Desember 2011 Hal. 267-282 KEBEBASAN DALAM FILSAFAT EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE Firdaus M. Yunus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Banda Aceh (fadhal_01@yahoo.com)

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DIMENSI PROSES BELAJAR DAN PEMBELAJARAN (Dapat Dijadikan Bahan Perbandingan dalam Mengembangkan Proses Belajar dan Pembelajaran pada Lembaga Diklat

Lebih terperinci

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

PENGERTIAN FILSAFAT (1) PENGERTIAN FILSAFAT (1) Jujun S. Suriasumantri, orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang berdiri di

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK CV.Niagara dalam melaksanakan aktivitas, tidak terlepas dari penggunaan peralatan-peralatan yang termasuk kedalam kelompok aktiva tetap dan dikarenakan bahwa peralatan-peralatan yang digunakan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM STELSEL PENDAFTARAN DEKLARATIF DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI MEDIA INTERNET

KEPASTIAN HUKUM STELSEL PENDAFTARAN DEKLARATIF DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI MEDIA INTERNET TESIS KEPASTIAN HUKUM STELSEL PENDAFTARAN DEKLARATIF DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI MEDIA INTERNET Oleh : I Gusti Ngurah Aditya Wiraraja No. Mhs : 105201437 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI v. KATA PENGANTAR.. i ABSTRAK iii ABSTRACT iv. DAFTAR TABEL viii DAFTAR BAGAN... ix DAFTAR LAMPIRAN. x

DAFTAR ISI v. KATA PENGANTAR.. i ABSTRAK iii ABSTRACT iv. DAFTAR TABEL viii DAFTAR BAGAN... ix DAFTAR LAMPIRAN. x ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat culture shock pada mahasiswa Buton tingkat I angkatan 2012 di Politeknik X Bandung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TELAAH EKSISTENSI SECARA UMUM. berasal dari bahasa Inggris yaitu excitence; dari bahasa latin existere yang berarti

BAB II TELAAH EKSISTENSI SECARA UMUM. berasal dari bahasa Inggris yaitu excitence; dari bahasa latin existere yang berarti 20 BAB II TELAAH EKSISTENSI SECARA UMUM A. Pengertian Eksistensi Secara etimologi, eksistensialisme berasal dari kata eksistensi, eksistensi berasal dari bahasa Inggris yaitu excitence; dari bahasa latin

Lebih terperinci

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Seiring dengan perkembangan paradigma interpretivisme dan metodologi penelitian lapangan (f ield

Lebih terperinci

Premiere Educandum Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran

Premiere Educandum Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran Premiere Educandum Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran PE Premiere Educandum 7(1) 87 94 Juni 2017 Copyright 2017 PGSD Universitas PGRI Madiun P ISSN: 2088-550/E ISSN: 2528-517 Available at: http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/pe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Warung kopi adalah tempat yang mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah belahan dunia, mulai dari warung kopi tradisional sampai kepada warung kopi modern

Lebih terperinci

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KINERJA KERJA YANG DIMEDIASI OLEH KERJASAMA TIM. Abstrak

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KINERJA KERJA YANG DIMEDIASI OLEH KERJASAMA TIM. Abstrak PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KINERJA KERJA YANG DIMEDIASI OLEH KERJASAMA TIM Hanna Fransiska Anugrah Hanna.fransiska@ymail.com Universitas Kristen Maranatha, Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini mempunyai nilai keindahan. Nilai keindahan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang menjadi

Lebih terperinci

TUHAN DALAM AGAMA MENURUT FEUERBACH DALAM THE ESSENCE OF CHRISTIANITY

TUHAN DALAM AGAMA MENURUT FEUERBACH DALAM THE ESSENCE OF CHRISTIANITY TUHAN DALAM AGAMA MENURUT FEUERBACH DALAM THE ESSENCE OF CHRISTIANITY MICHAEL ANDREW FAKULTAS FILSAFAT UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2017 i LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Demi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum

BAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Logika merupakan ilmu pengetahuan dan kecakapan berpikir tepat. 1 Sebagai ilmu, logika merupakan hukum-hukum yang menentukan suatu pemikiran itu lurus atau tepat.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Lord John Russell. Pada usia empat tahun ibunya meninggal dunia, dan setelah

BAB II KAJIAN TEORI. Lord John Russell. Pada usia empat tahun ibunya meninggal dunia, dan setelah BAB II KAJIAN TEORI A. Biografi Bertrand Russell (1872-1970 M) Bertrand Russell dilahirkan di Cambridge pada abad ke-19 M dia dilahirkan setahun sebelum kematian John Stuart Mill. Ibunya adalah anak Lord

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam BAB III METODOLOGI A. Metode dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam wilayah keilmuan filsafat. Oleh karenanya, metode yang digunakan untuk melakukan

Lebih terperinci

MANUSIA MENCARI MAKNA DALAM PERGULATAN KAUM EKSISTENSIALIS

MANUSIA MENCARI MAKNA DALAM PERGULATAN KAUM EKSISTENSIALIS MANUSIA MENCARI MAKNA DALAM PERGULATAN KAUM EKSISTENSIALIS Ag. Purnama Abstracts: Søren Kierkegaard triggered a movement of the existentialist philosophical schools. He brought back philosophy to the real

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metoda deskriptif. Pada metode ini peneliti dituntut untuk melakukan eksplorasi dalam rangka memahami

Lebih terperinci

Embrio Sosiologi Militer di Indonesia

Embrio Sosiologi Militer di Indonesia Pengantar Redaksi Embrio Sosiologi Militer di Indonesia GENEALOGI SOSIOLOGI MILITER Kalau diteliti lebih dalam, setiap sosiolog besar pasti pernah berbicara tentang institusi militer, tak terkecuali Marx,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan mengambil sampel pada pegawai Dinas Pertanian Tanaman

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan mengambil sampel pada pegawai Dinas Pertanian Tanaman BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Penelitian ini akan mengambil sampel pada pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. 3.2. Jenis Penelitian Menurut Oei (2010:

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN SKRIPSI HUBUNGAN PRAKTEK MANAJEMEN LABA TERHADAP REAKSI PASAR ATAS PENGUMUMAN INFORMASI LABA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2010 OLEH ARI SYAHPUTRA 090522054

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia secara kodrati memiliki dua dimensi yaitu dimensi personal dan sosial. Dimensi personal pada manusia menyatakan sisi rohani atau kualitas dalam diri. Sebagai

Lebih terperinci

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu 37 BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ A. Teori Fenomenologi Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H.

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. Dini mengenai kepemilikan tubuh perempuan yang dikaji dengan menggunakan teori yang dikemukakan

Lebih terperinci