BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK, HAK TANGGUNGAN DAN ROYA. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK, HAK TANGGUNGAN DAN ROYA. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK, HAK TANGGUNGAN DAN ROYA 2.1 Tinjauan Tentang Akta Otentik Pengertian Akta Otentik Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Akta menurut Sudikno Mertokusumo merupakan surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 1 Menurut subekti, akta berbeda dengan surat, yaitu suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. 2 Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud akta, adalah: 1. Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling) 2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang diajukan kepada pembuktian sesuatu. 3 Pada Pasal 165 Staatsblad Tahun 1941 Nomor 84 dijelaskan pengertian tentang akta yaitu sebagai berikut: 1 Sudikno Mertokusumo, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta (selanjutnya ditulis Sudikno Mertokusumo II), hlm Subekti, 2005, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta, hlm.25 3 Victor M.Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Gross Akta dalam pembuktian dan Eksekusi, Rinika Cipta, Jakarta, 1993, hal 26 1

2 42 Akta adalah surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegawai yang berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan hukum, tentang segala hal yang disebut didalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan perihal pada akta itu. Akta mempunyai 2 (dua) fungsi penting yaitu akta sebagai fungsi formal yang mempunyai arti bahwa suatau perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila di buat suatu akta. Fungsi alat bukti yaitu akta sebagai alat pembuktian dimana dibuatnya akta tersebut oleh para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian di tujukan untuk pembuktian di kemudian hari Jenis akta Akta adalah suatu surat yang ditandatangani, memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang merupakan dasar dari suatu perjanjian. Pasal 1867 KUH Perdata menyatakan: Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka terdapat dua macam akta yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Akta Otentik Akta Otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan, akta otentik terutama memuat keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang 4 Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta (selanjutnya ditulis Sudikno Mertokusumo III), hlm

3 43 dilakukannya dan dilihat di hadapannya. Dalam Pasal 165 HIR dan Pasal 285 Rbg, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan dengan perihal pada akta itu. Pejabat yang dimaksudkan antara lain ialah Notaris, Panitera, Jurusita, Pegawai Pencatat Sipil, Hakim dan sebagainya. Akta otentik menurut ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawaipegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Menurut R. Soergondo, akta otentik adalah akta yang dibuat dan diresmikan dalam bentuk hukum, oleh atau dihadapan pejabat umum, yang berwenang untuk berbuat sedemikian itu, ditempat dimana akta itu dibuat. 5 Irwan Soerodjo mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik, yaitu: 6 1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. 2. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum. 3. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di tempat dimana akta itu dibuat. 5 R.Soegondo, 1991, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta,hal 89 6 Irwan Soerodjo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, hal 148

4 44 Demikian pula menurut C.A. Kraan akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 7 a. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja. b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang berwenang. c. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya). d. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri (onafhankelijk independence) serta tidak memihak (onpartijdigheid impartiality) dalam menjalankan jabatannya. e. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah hubungan hukum didalam bidang hukum privat. Akta Otentik adalah produk yang dibuat oleh seorang notaris. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat diketahui bahwa bentuk akta yang dibuat oleh notaris ada 2 (dua) macam yaitu: Surabaya, hal Herlien Soerojo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arloka,

5 45 1. Akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akte) merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu, dimana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang/pihak yang namanya diterangkan didalam akta tersebut. Ciri khas dalam akta ini adalah tidak adanya komparisi dan Notaris bertanggung jawab penuh atas pembuatan akta. 2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan akta partij (partij-acteri) adalah akta yang dibuat dihadapan para pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Ciri khas pada akta ini adalah adanya komparisi yang menjelaskan kewenangan para pihak yang menghadap Notaris untuk membuat akta. 8 Perbedaan akta tersebut diatas sangat penting dalam kaitannya dengan pembuktian sebaliknya (tegenbewijs) terhadap isi akta, dengan demikian terhadap kebenaran isi akta pejabat (ambtelijke akte) atau akta relaas tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu adalah palsu, sedangkan pada akta partij dapat digugat isinya, tanpa menuduh bahwa akta tersebut akta palsu akan tetapi dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang bersangkutan yang diuraikan dalam akta itu tidak benar. Pembuatan akta, baik akta relaas maupun akta partij yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta otentik, yaitu harus ada keinginan atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan 8 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hal 109

6 46 dari para pihak,, jika keinginan dan permintaan para pihak tidak ada, maka pejabat umum tidak akan membuat akta yang dimaksud Akta Dibawah Tangan Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat serta ditandatangani oleh para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang berkepentingan saja. Menurut Sudikno Mertokusumo, akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara pihak yang berkepentingan. 10 Pasal 1874 KUH Perdata menyebutkan bahwa: yang dianggap sebagai tulisan dibawah tangan adalah akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum. Didalam Pasal 1902 KUH Perdata dikemukakan mengenai syarat-syarat bilamana terdapat bukti tertulis, yaitu: a. Harus ada akta b. Akta itu harus dibuat oleh orang terhadap siapa dilakukan tuntutan atau dari orang yang diwakilinya c. Akta itu harus memungkinkan kebenaran peristiwa yang bersangkutan. Akta di bawah tangan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya hanya apabila tanda tangan dalam akta di bawah tangan tersebut diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai. Oleh hal G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Op.Cit., hlm Sudikno Mertokusumo, 1998, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty, Yogyakarta,

7 47 karena itu dikatakan bahwa akta dibawah tangan merupakan bukti tertulis (begin van schriftelijk bewijs) Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Kekuatan pembuktian akta otentik dalam hal ini terdapat 3 (tiga) aspek yang harus diperhatikan ketika akta dibuat, aspek-aspek ini berkaitan dengan nilai pembuktian, yaitu 11 : 1. Lahiriah (uitwendige bewijskracht) Kemampuan lahiriah akta Notaris merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris. Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan dari Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta dan salinan serta adanya awal akta (mulai dari judul) sampai dengan akhir akta. Nilai pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya yang secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta otentik, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik. 11 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, 2009, hal. 72.

8 48 Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini harus dilakukan melalui upaya gugatan ke Pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris. 2. Formil (formele bewijskracht) Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap (pada akta pihak). Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan, dan didengar oleh Notaris. Selain itu juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para

9 49 pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata lain, pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun Materiil (materiele bewijskracht) Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata demikian. Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk / di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. 12 Ibid, hal. 73

10 50 Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta, atau para pihak yang telah benar berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris. Dalam praktik pembuatan akta Notaris, ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Namun aspek-aspek tersebut harus dilihat secara keseluruhan sebagai bentuk penilaian pembuktian atas keotentikan akta Notaris Akta Notaris sebagai Akta Otentik Akta otentik selalu dianggap benar, kecuali jika dibuktikan sebaliknya dimuka pengadilan. Pembuktian diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata. Berdasarkan Pasal 1866 KUH Perdata tersebut, alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum terdiri dari: 13 a. Bukti tulisan; b. Bukti dengan saksi-saksi; c. Persangkaan-persangkaan; d. Pengakuan; e. Sumpah. Alat bukti tulisan terletak pada urutan pertama karena jenis surat atau akta memiliki peran yang sangat penting dalam perkara perdata. Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan. Dalam kegiatan yang berhubungan dengan bidang hukum perdata, maka sengaja dicatatkan atau dituliskan dalam suatu surat atau akta. Hal ini dilakukan dengan tujuan yaitu surat atau akta tersebut dapat dipergunakan 13 M.Ali Boediarto, 2005, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata Setengah Abad, Swa Justitia, Jakarta, Hal 157

11 51 sebagai alat bukti yang kuat dan sah apabila terjadi suatu sengketa antara para pihak dikemudian hari. Berdasarkan hal tersebut maka dalam perkara perdata alat bukti yang dianggap paling dapat diterima adalah alat bukti surat atau tulisan. Hal ini disebabkan karena dalam hukum acara perdata yang dicari adalah kebenaran formil, adapun yang dimaksud dengan kebenaran formil tidak lain adalah kebenaran yang didasarkan pada apa yang dikemukakan oleh para pihak dimuka pengadilan. Secara khusus diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 7 UUJN bahwa: Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Akta sendiri adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Untuk dapat digolongkan dalam pengertian akta maka surat harus ditandatangani. Keharusan untuk ditandatanganinya surat untuk dapat disebut sebagai akta berasal dari Pasal 1869 KUH Perdata 14. Tiap-tiap akta notaris memuat catatan atau berita acara (verbaal) dari apa yang oleh Notaris dialami atau disaksikannya, antara lain apa yang dilihatnya, didengarnya atau dilakukannya. Apabila akta hanya memuat apa yang dialami dan disaksikan oleh Notaris sebagai pejabat umum, maka akta tersebut disebut verbaal akte atau akta pejabat (ambtelijke akte). Misalnya pada berita acara dari suatu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam suatu Perseroan Terbatas (PT). 14 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII. Pers, Yogyakarta, hlm.18.

12 52 Selain memuat berita acara dari apa yang dialami dan disaksikan oleh Notaris, mengandung juga apa yang diterangkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan dikehendaki oleh mereka supaya dimasukkan dalam akta notaris untuk mendapat kekuatan pembuktian yang kuat sebagai akta otentik. Apabila suatu akta selain memuat catatan tentang apa yang disaksikan dan dialami, juga memuat apa yang diperjanjikan atau ditentukan oleh para pihak yang menghadap, maka akta tersebut disebut akta partij atau akta pihak-pihak (partij acte). Pasal 1868 KUH Perdata merupakan sumber untuk otentisitas akta notaris, yang juga merupakan legalitas eksistensi akta notaris. Suatu akta notaris dapat dikatakan sebagai akta otentik apabila akta tersebut memenuhi kriteria yang tercantum dalam Pasal 1868 KUH Perdata tersebut. Dari penjelasan pasal ini, akta otentik dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang yang disebut pejabat umum. Apabila yang membuatnya pejabat yang tidak cakap atau tidak berwenang atau bentuknya cacat, maka menurut Pasal 1869 KUH Perdata, akta tersebut tidak sah atau tidak memenuhi syarat formil sebagai akta otentik, oleh karena itu tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik. Akta yang demikian mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan dengan syarat apabila akta tersebut ditandatangani para pihak 15. Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris berkedudukan sebagai akta otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN. Hal ini sejalan 15 M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Cetakan Ketujuh, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.566.

13 53 dengan pendapat Philipus M. Hadjon yang dikutip oleh Habib Adjie, bahwa syarat akta otentik yaitu 16 : 1. Didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang (bentuknya baku), 2. Dibuat oleh dan dihadapan pejabat umum. Ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik, yaitu sebagai berikut 17 : 1. Didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang; 2. Dibuat oleh dan dihadapan pejabat umum; 3. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu dan ditempat dimana akta itu dibuat. Akta yang dibuat oleh seorang Notaris disebut dengan akta notaris. Akta notaris sebagai sebuah akta otentik mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Kebutuhan akan pembuktian tertulis, berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan adanya suatu kepastian hukum yang merupakan salah satu prinsip dari negara hukum. Akta notaris itu sendiri merupakan alat pembuktian yang sempurna, terkuat dan terpenuh sehingga selain dapat menjamin kepastian hukum, akta notaris juga dapat menghindari terjadinya suatu sengketa dikemudian hari. Dalam hal menuangkan suatu perbuatan, perjanjian, ketetapan dalam bentuk akta notaris dianggap lebih baik dibandingkan dengan menuangkannya dalam surat dibawah tangan. Hal ini meskipun akta notaris maupun akta dibawah tangan ditandatangani diatas meterai, yang juga diperkuat oleh tanda tangan para 16 Habib Adjie I, Op.Cit., hlm Irawan Soerodjo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arloka, Surabaya, hlm.148.

14 54 saksi. Otentik itu berarti sah, harus dibuat dihadapan pejabat yang berwenang, oleh karena Notaris itu merupakan pejabat yang berwenang dalam membuat akta, maka akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris merupakan akta otentik atau akta itu sah. Pasal 1870 KUH Perdata kemudian menegaskan bahwa akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna (terkuat) tentang apa yang termuat didalamnya, sepanjang berhubungan langsung dengan pokok isi akta. Ada 2 (dua) jenis/golongan akta notaris, yaitu: akta yang dibuat oleh (door) Notaris, biasa disebut dengan istilah akta relaas atau berita acara, akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris, biasa disebut dengan istilah akta pihak atau akta partij 18. Akta notaris dapat dikatakan memenuhi syarat sebagai akta otentik apabila akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris tersebut telah sesuai dengan bentuk yang telah ditetapkan. Dalam hal ini bentuk akta notaris diatur berdasarkan ketentuan Pasal 38 UUJN yaitu sebagai berikut: (1) Setiap Akta terdiri atas: a. awal Akta atau kepala Akta; b. badan Akta; dan c. akhir atau penutup Akta. (2) Awal Akta atau kepala Akta memuat: a. judul Akta; b. nomor Akta; c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. (3) Badan Akta memuat: a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan,tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; c. isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. 18 Habib Adjie I, Op.Cit., hlm.45.

15 55 (4) Akhir atau penutup Akta memuat: a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7); b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada; c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya. (5) Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya. Disamping telah memenuhi ketentuan Pasal 38 UUJN tersebut, suatu akta notaris dapat dikatakan memenuhi syarat sebagai akta otentik apabila akta notaris tersebut telah sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah ditetapkan, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 39 UUJN sampai dengan Pasal 53 UUJN. Pasal 39 UUJN berbunyi sebagai berikut: (1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan b. cakap melakukan perbuatan hukum. (2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya. (3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam Akta Tinjauan Tentang Hak Tanggungan Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan Hak Tanggungan menurut St. Remy Syahdeni menyatakan bahwa UUHT memberikan definisi yaitu Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang

16 56 berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan. 19 Sedangkan menurut E. Liliawati Muljono, yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur yang lain. 20 Secara yuridis ketentuan dalam pasal 1 ayat 1 UUHT memberikan pengertian Hak Tanggungan sebagai berikut: Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dengan berlakunya UUHT maka amanah dari Pasal 51 UUPA yaitu Hak Tanggugan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-undang telah terpenuhi, sehingga tidak diperlukan lagi penggunaan ketentuan-ketentuan tentang hipotik dan creditverband. Dengan demikian hak tanggungan merupakan satu-satunya hak jaminan atas tanah. Sejak UUHT dinyatakan berlaku, maka 19 St. Remy Sjahdeni,1999, Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Bandung, Alumni, hal E. Liliawati Muljono,2003, Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harwarindo, Jakarta, hal. 2

17 57 lembaga jaminan hipotik dan credietverband sepanjang menyangkut tanah, berakhir masa tugas serta peranannya. 21 Hak Tanggungan jelas merupakan salah satu jenis jaminan kebendaan, yang meskipun tidak dinyatakan dengan tegas adalah jaminan yang lahir dari suatu perjanjian. Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian pokok. Salah satu perjanjian pokok bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah Perjanjian Kredit yang menimbulkan utang yang dijamin. Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu yang didasarkan pada suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian lain maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh piutang yang dijamin pelunasannya. Selain itu menurut Pasal 10 ayat (1) UUHT bahwa Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulakan utang tersebut dan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUHT menentukan Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan. Hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat harus mengandung ciri-ciri: 21 Maria S.W. Sumardjono, 1997, Kredit Perbankan Permasalahannya Dalam Kaitannya dengan Berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, Jurnal Hukum (Ius Quia Iustum), No.7 Vol. 4, hlm. 85

18 58 1. Memberikan kedudukan diutamakan diutamakan (droit de preference) atau mendahulu kepada pemegangnya. 2. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun berada (droit de suite). 3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas. 4. Mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya. 22 Sebelum berlakunya UUHT, peraturan yang mengatur tentang pembebanan Hak atas tanah adalah Bab XXI Buku II KUH Perdata, yang berkaitan dengan hyphoteek dan creditverband dalam Staatsblad sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Kedua ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi karena tidak sesuai dengan kebutuhan perkreditan di Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam UUHT adalah : 1. Ketentuan Umum (Pasal 1 sampai dengan Pasal 3 UUHT); 2. Objek Hak Tanggungan (Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT); 3. Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan (Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 UUHT); 4. Tata Cara Cara Pemberian, Pendaftaran, Peralihan dan Hapusnya Hak Tanggungan (Pasal 10 sampai dengan Pasal 19 UUHT); 5. Eksekusi Hak Tanggungan (Pasal 20 sampai dengan Pasal 21 UUHT); 6. Pencoretan Hak Tanggungan (Pasal 22 UUHT); 7. Sanksi Administrasi (Pasal 23 UUHT); 8. Ketentuan Peralihan (Pasal 24 sampai dengan Pasal 26 UUHT); 22 Maria. S.W Sumardjono, 1996, Prinsip Dasar dan Beberapa Isu Di Seputar Undang- Undang Hak Tanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 67

19 59 9. Ketentuan Penutup (Pasal 27 sampai dengan Pasal 31 UUHT) Asas, Subyek dan Obyek Hak Tanggungan - Asas Hak Tanggungan Terdapat beberapa asas-asas hukum kebendaan yang melekat atau hak tanggungan sebagai hak kebendaan yang bersifat terbatas yang membedakan hak tanggungan dari jenis dan bentuk jaminan-jaminan utang yang lain, asas-asas tersebut antara lain: a. Hak tanggungan mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang hak tanggungan Asas ini tercermin dalam Pasal 1 angka 1 UUHT yang menyebutkan bahwa pemegang hak tanggungan diberikan kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur lainnya. Yang dimaksud dengan kalimat kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu kepada kreditor lain, hal ini tidak dijumpai dalam ketentuan Pasal 1 maupun penjelasannya, namun kalimat tersebut dapat diketemukan dalam penjelasan umum UUHT dinyatakan bahwa: Jika debitur cedera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului daripada keditor-kreditor lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan hukum yang berlaku. Selain dalam penjelasan umum UUHT ditemukan pengertian mengenai kalimat "kedudukan yang diutamakan tertentu terhadap kreditor lain, juga dapat ditemukan dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT ketentuan yang berbunyi bahwa: 23 H. Salim HS, 2005, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, Hal 102

20 60 Apabila debitor cedera janji, maka berdasarkan: (a) hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau (b) titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditemukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lainnya. Berdasarkan uraian di atas, walaupun kreditor tertentu lebih didahulukan dibandingkan dengan kreditor lainnya, akan tetapi tetap mengalah kepada piutangpiutang negara. b. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi Hak Tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat dibagi-bagi, hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 2 UUHT, dinyatakan bahwa hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan adalah bahwa Hak Tanggungan itu dibebankan kepada beberapa hak atas tanah. Pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing ha katas tanah yang merupakan bagian dari objek hak tanggungan tersebut, sehingga kemudian hak tanggungan itu hanya membebani sisa objek hak tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. 24 Ketentuan ini merupakan pengecualian dari asas yang ditetapkan pada ayat (1) untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan. Sesuai 24 Sutan Remy sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, asas-asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Cetakan I, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 11.

21 61 ketentuan ayat ini apabila Hak Tanggungan itu dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan c. Hak tanggungan hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada objek hak tanggungan yaitu hak atas tanah yang telah ada. Hal ini diatur dalam Pasal 8 ayat (2) dinyatakan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan. 25 Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, hak tanggungan tidak dapat dilakukan pada hak-hak atas tanah yang belum ada ataupun yang akan ada. d. Hak tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut Dalam Pasal 4 ayat (4) UUHT menyatakan bahwa hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Yang dapat dijadikan jaminan selain benda- 25 Sutan Remi Sjahdeini, Op.cit, hal 25

22 62 benda yang berkaitan dengan tanah, juga benda-benda yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut. e. Hak tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada di kemudian hari Pada Pasal 4 ayat (4) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah objek hak tanggungan sekalipun benda-benda tersebut belum ada tetapi baru akan ada di kemudian hari. Bahwa dalam pengertian "yang baru akan ada" ialah benda-benda yang pada saat Hak Tanggungan dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah (hak atas tanah) yang dibebani Hak Tanggungan tersebut. f. Perjanjian Hak Tanggungan adalah Perjanjian Accessoir Asas accesoir ini dijelaskan dalam poin 8 penjelasan UU Nomor 4 Tahun 1996 yang menyatakan bahwa Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian Hak Tanggungan bukanlah merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, akan tetapi mengikuti perjanjian yang terjadi sebelumnya yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk yang terdapat pada Hak Tanggungan adalah perjanjian utang-piutang yang menimbulkan utang yang dijamin. g. Hak tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang akan ada

23 63 Hak Tanggungan adalah diperbolehkannya menjaminkan utang yang akan ada berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa: Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan. h. Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) dinyatakan bahwa Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum. Peraturan ini memberikan kesempatan kepada pemberi hak tanggungan untuk membebankan hak tanggungan lebih dari satu pada satu objek hak tanggungan dengan memenuhi persyaratan kredit dari pemegang hak tanggungan maupun kreditur lainnya. i. Hak tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek hak tanggungan itu berada Hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh sebab apa pun juga. Berdasarkan asas ini, pemegang Hak Tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapa pun benda itu berpindah. Asas ini didasai oleh Pasal 7 UUHT yang menyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada.

24 64 j. Hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh peradilan Hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita. Tujuan dari hak tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditor yang menjadi pemegang hak tanggungan itu untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lain. apabila hak tanggungan itu dimungkinkan sita oleh pengadilan, berarti pengadilan mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan dan kreditor pemegang Hak Tanggungan. k. Hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu Asas yang berlaku terhadap Hak Tanggungan yang hanya dapat dibebankan hanya atas tanah tertentu. Dalam Pasal 8 UUHT menyatakan bahwa Pemberi Hak Tanggungan adalah orang-perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk meletakkan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan, harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. Selanjutnya dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT menyatakan bahwa Di dalam APHT wajib dicantumkan uraian jelas mengenai objek Hak Tanggungan, tidaklah mungkin untuk memberikan uraian yang jelas sebagaimana yang dimaksud itu apabila objek Hak Tanggungan belum ada dan belum diketahui ciri-cirinya. l. Hak tanggungan wajib didaftarkan Pendaftaran yang dilakukan merupakan pemenuhan syarat publisitas, sebagaimana disyaratkan dalam hukum kebendaan. Hak tanggungan berlaku asaa publisitas atau asas keterbukaan sesuai ketentuan Pasal 13 UUHT bahwa

25 65 pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan, PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh kantor Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan Berta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. m. Hak tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu Janji-janji yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT itu bersifat fakultatif dan limitatif. Bersifat fakultatif karena janji-janji itu boleh dicantumkan atau tidak dicantumkan, balk seluruhnya maupun sebagiannya, Bersifat tidak limitatif karena dapat pula diperjanjikan janji-janji lain, selain dari janji-janji yang telah disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT. n. Hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang hak tanggungan apabila cedera janji Pasal 12 UUHT menyatakan bahwa ketentuan ini diadakan untuk melindungi kepentingan debitor dan pemberi hak tanggungan lainnya, terutama jika nilai objek Hak Tanggungan melebihi besarnya utang yang dijamin. Pemegang Hak Tanggungan dilarang untuk secara serta merta menjadi pemilik objek Hak Tanggungan karena debitor cedera janji. Walaupun demikian tidaklah dilarang bagi pemegang Hak Tanggungan untuk menjadi pembeli objek Hak Tanggungan asalkan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 20 UUHT.

26 66 Larangan pencantuman janji dimaksudkan untuk melindungi debitor, agar dalam kedudukan yang lemah dalam menghadap kreditor (bank) karena dalam keadaan sangat membutuhkan utang (kredit) terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat dan merugi kannya. o. Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan mudah dan pasti Asas hak tanggungan ini berkaitan dengan mencegah terjadinya cedera janji yang dilakukan pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, apabila terjadi cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mendapatkan prioritas pertama menjual objek Hak Tanggungan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 6 UUHT dinyatakan bahwa Apabila debitor cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cedera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual objek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemegang Hak Tanggungan. - Subyek Hak Tanggungan

27 67 Subyek hak tanggungan terdiri dari pemberi dan penerima (pemegang) hak. Pada Pasal 8 UUHT menyebutkan pemberi hak tanggungan dapat berupa orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang harus ada pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Sedangkan pemegang hak tanggungan juga dapat berupa orang-perorang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (kreditur). Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan adalah pada saat didaftarkannya hak tanggungan, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pembuatan buku tanah hak tanggungan, Untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarkannya hak tanggungan yang bersangkutan. - Objek Hak Tanggungan Menurut H. Salim HS, terdapat 5 (lima) jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan, yaitu : a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan; d. Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas Negara; e. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang

28 68 pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan. 26 Disamping itu hak-hak atas tanah berupa hak pakai atas tanah Negara yang telah terdaftar dan menurut sifatnya dapat dialihkan dapat pula dibebani hak tanggungan. Hak tanggungan juga dapat dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunannya, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan yang merupakan milik pemegang hak yang pembebanannya dinyatakan dengan tegas.satu objek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan untuk menjamin pelunasan lebih dari satu hutang Akibat Hukum Hak Tanggungan Dalam Pasal 10 UUHT dijelaskan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (Pasal 10 ayat (2) UU Hak Tanggungan). Di dalam APHT wajib dicantumkan: a. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; b. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, 26 H.Salim.HS, Ibid, hal 105

29 69 baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih; c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1); d. nilai tanggungan; e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan. APHT yang telah ditandatangani tersebut beserta warkah lain yang diperlukan akan dikirimkan oleh PPAT ke Kantor Pertanahan guna pendaftaran pemberian hak tanggungan (Pasal 13 ayat (2) jo. Pasal 13 ayat (1) UU Hak Tanggungan). Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 13 ayat (3) UU Hak Tanggungan). Pendaftaran hak tanggungan ini diperlukan karena hak tanggungan lahir pada tanggal buku tanah hak tanggungan (Pasal 13 ayat (5) UU Hak Tanggungan). Yang mana tanggal buku tanah hak tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya (Pasal 13 ayat (4) UU Hak Tanggungan). Oleh karena itu, jika atas jaminan tersebut tidak dibuatkan APHT, maka objek jaminan tersebut tidak dapat didaftarkan sebagai objek jaminan hak tanggungan. Jika tidak didaftarkan,

30 70 maka hak tanggungan tersebut tidak pernah lahir/tidak pernah ada. Jika jaminan hak tanggungan tersebut tidak pernah lahir, maka kreditur tidak berkedudukan sebagai kreditur yang didahulukan (kreditur separatis) untuk mendapatkan pelunasan utang debitur. Berbeda halnya jika APHT tersebut dibuat dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Jika hak tanggungan tersebut telah didaftarkan, maka apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini (Pasal 21 UU Hak Tanggungan). Selain akibat hukum seperti diatas akibat hukum hak tanggungan dalam hal ini pemberian hak tanggungan yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah sebagai debitur terhadap kreditur dalam suatu perjanjian kredit adalah terhadap kedudukan atau keberadaan daripada hak milik atas tanah yang dijadikan anggunan tanah tersebut, dalam hal demikian keberadaan hak milik atas tanah yang dimiliki oleh debitur secara yuridis tergredadasi akibat terbebani sesuatu hak yakni hak tanggungan. Tergredadasi yang dimaksud adalah keberadaan hak dari yang mempunyai hak tidak lagi dapat melakukan perbuatan hukum terhadap tanahnya seperti sebelum terjadinya pembebanan hak tanggungan. Yaitu adalah pemegang hak tidak lagi mempunyai hak sepenuhnya atas tanah yang dijadikan jaminan tersebut sebagaimana yang diberikan dalam pasal 22 UUPA bahwa hak milik adalah hak turun temurun dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.

31 71 Ketentuan pasal diatas secara normative memberikan hak terkuat terpenuh turun temurun terhadap pemegang hak dalam artian pemegang hak dapat melakukan tindakan perbuatan hukum atas tanahnya tanpa boleh dihalangi atau dibatasi oleh sebab apapun juga. Dalam hal suatu tanah hak milik yang dibebankan suatu tanggungan pemegang hak tidak lagi mempunyai kewenangan yang penuh sebagaiman dimaksud ketentuan diatas, karena pemegang hak tidak dapat lagi mekakukan perbuatan hukum atas tanahnya baik mengadaikan atau menjaminkan kembali, mengalihkan hak nya kepada pihak lain dalam hal jual beli, hibah, warisan, wasiat, lelang dan bahkan pemegang hak tidak lagi mempunyai hak sepenuhnya untuk memperbaiki bangunan diatas tanah tersebut atau menyewakan kepada pihak lain tanpa ijin dari kreditur Tinjauan Tentang Roya Pengertian dan Dasar Hukum Roya Istilah roya dalam ketentuan perundang-undangan mengenai tanah dapat ditemukan dalam penjelasan umum UUHT : Pada buku tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan dibubuhkan catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang sertifikatnya ditiadakan. Pencatatan serupa, yang disebut pencoretan atau lebih dikenal sebagai "roya", dilakukan juga pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan. Sertifikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan tersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya.

32 72 Berdasarkan penjelasan umum UU Hak Tanggungan tersebut, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan istilah roya adalah pencoretan hak tanggungan pada Buku Tanah Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan karena Hak Tanggungan telah hapus dengan cara sebagaimana diatur Pasal 18 UUHT. Mengenai pencoretan Hak Tanggungan (roya) ini, Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja berpendapat bahwa Pencoretan pendaftaran Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan atau tanpa pengembalian Sertifikat Hak Tanggungan yang telah dikeluarkan. Dalam hal Sertifikat Hak Tanggungan tidak dikembalikan, maka hal tersebut harus dicatat dalam Buku Tanah Hak Tanggungan. Pada dasarnya pencoretan dapat dilakukan oleh debitor sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) UU Hak Tanggungan. Dengan demikian jelaslah bahwa pencoretan Hak Tanggungan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemberi Hak Tanggungan (debitor) setelah Hak Tanggungan yang diberikan olehnya hapus, menurut ketentuan Pasal 18 UU Hak Tanggungan. Untuk keperluan pencoretan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan diperbolehkan untuk mempergunakan semua sarana hukum yang diperbolehkan (termasuk permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan Negeri), dan karenanya juga mempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan yang membuktikan telah hapusnya Hak Tanggungan tersebut. Selain itu, pelaksanaan roya ini dapat dilakukan untuk sebagian utang yang dijaminkan yang disebut dengan roya partial.

33 73 Mengutip artikel APHT (Akta Pemberian hak Tanggungan),dasar adanya roya partial diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Hak Tanggungan. Praktik pelaksanaan roya partial mengacu antara lain pada Surat Edaran Badan Pertanahan Nasional Nomor Tahun 1995 tentang Pelaksana Roya Partial (Sebagian), tertanggal 16 Juni 1995 ( Surat Edaran ). Roya partial merupakan kelembagaan hukum baru, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang memungkinkan penyelesaian secara praktis terhadap bagian benda jaminan apabila telah dilunasi sebagian, sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan lainnya Akibat Hukum Roya Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku-tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Sejalan dengan roya di atas, maka sebelum dilakukannya pencoretan, harus didahului dengan mengajukan pemohonan oleh para pihak kepada Kantor Pertanahan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 22 ayat (4) dinyatakan bahwa: Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberikan catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta BAB II AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan.

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA AKTA JAMINAN FIDUSIA (Suatu studi tentang Akta Jaminan Fidusia setelah berlakunya Sistem Pendaftaran Fidusia secara online )

PROBLEMATIKA AKTA JAMINAN FIDUSIA (Suatu studi tentang Akta Jaminan Fidusia setelah berlakunya Sistem Pendaftaran Fidusia secara online ) PROBLEMATIKA AKTA JAMINAN FIDUSIA (Suatu studi tentang Akta Jaminan Fidusia setelah berlakunya Sistem Pendaftaran Fidusia secara online ) R. Suharto Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA A. Pengertian Akta Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd Handwoorddenboek, kata akta itu berasal dari bahasa Latin acta yang berarti geschrift 32

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 23 BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Pengertian kuasa secara umum terdapat pada pasal 1792 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT 34 BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada Bank Hak Tanggungan adalah salah

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan bukti surat menurut Hukum Acara Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D 101 10 630 ABSTRAK Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenal semua perbuatan, perjanjian

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK TANGGUNGAN. tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Kemudian pada ayat (2)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK TANGGUNGAN. tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Kemudian pada ayat (2) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MILIK ATAS TANAH DAN HAK TANGGUNGAN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Hak Milik 2.1.1 Pengertian Hak Milik Ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa Hak milik adalah hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( ) BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK (Email) 1. Pengertian Alat Bukti Dalam proses persidangan, alat bukti merupakan sesuatu yang sangat penting fungsi dan keberadaanya untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah 1. Lahirnya Hak Tanggungan Sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peranan PPAT yang Meliputi Tugas dan Kewenangan dalam Proses Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA 1 EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : Abdul Hadi. 1 Sekedar mengenang sejarah, bukan meratapi, 2 dulu sebelum Undang-Undang No. 3 tahun 2006, jangankan untuk mempelajari eksekusi hak tanggungan,

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Tinjauan Hukum Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Hak tanggungan Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT 1.1 Akta Pemberian Hak Tanggungan 2.1.1 Pengertian Hak Tanggungan Dan Sertipikat Hak Tanggungan Hak tanggungan

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KAJIAN HUKUM HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI SYARAT MEMPEROLEH KREDIT 1 Oleh : Nina Paputungan 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan hukum pelaksanaan Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk hutang merupakan hal yang lumrah dalam menjalankan bisnis bagi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk hutang merupakan hal yang lumrah dalam menjalankan bisnis bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan ekonomi saat ini, kebutuhan akan pinjaman dalam bentuk hutang merupakan hal yang lumrah dalam menjalankan bisnis bagi para pelaku ekonomi.

Lebih terperinci

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN I KADEK ADI SURYA KETUT ABDIASA I DEWA NYOMAN GDE NURCANA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :adysurya10@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila

Lebih terperinci

BAB II KECAKAPAN HUKUM SESEORANG YANG BERADA DI DALAM RUMAH TAHANAN MENANDATANGANI AKTA NOTARIS

BAB II KECAKAPAN HUKUM SESEORANG YANG BERADA DI DALAM RUMAH TAHANAN MENANDATANGANI AKTA NOTARIS 29 BAB II KECAKAPAN HUKUM SESEORANG YANG BERADA DI DALAM RUMAH TAHANAN MENANDATANGANI AKTA NOTARIS A. Tinjauan Umum Notaris 1. Sejarah Notaris Lembaga Notariat mempunyai peranan yang penting, karena yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk

Lebih terperinci