LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA"

Transkripsi

1 KODE JUDUL : X.176 LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENGGUNAAN FEROMONOID SEKS Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN AMBANG PENGENDALIAN BERDASARKAN KELOMPOK TELUR DAN INTENSITAS SERANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Peneliti/ Perekayasa : 1. Ir. Tonny K. Moekasan 2. Ir. Wiwin Setiawati, MS 3. Ir. Firdaus Hasan, MS INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

2 LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN Judul Kegiatan Penggunaan Feromonoid Seks Spodoptera exigua Pada Tanaman Bawang Merah Sebagai Upaya Perbaikan Ambang Pengendalian Berdasarkan Kelompok Telur Dan Intensitas Serangan Fokus Bidang Prioritas 1. Teknologi Pangan 2. Teknologi Kesehatan dan Obat 3. Teknologi Enerji 4. Teknologi Transportasi 5. Teknologi Informatika dan Komunikasi 6. Teknologi Pertahanan dan Keamanan 7. Teknologi Material Kode Produk Target 1.3. Kode Kegiatan Lokasi Penelitian Provinsi Sulawesi Selatan Penelitian Tahun ke 1 (satu) Keterangan Lembaga Pelaksana/ Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Peneliti Utama Ir. Tonny K. Moekasan Nama Lembaga/ Institusi Balai Penelitian Tanaman Sayuran Unit Organisasi Kementerian Pertanian Alamat Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung Barat Telepon/ HP / Faksimile moekasan2004@yahoo.com 1

3 B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu) Nama Pimpinan Ir. Firdaus Hasan, MS Nama Lembaga UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan Alamat Jl. dr. Sam Ratulangi No. 69, Maros 90511, Sulawesi Selatan Telepon/ HP / Faksimile - - Jangka Waktu Kegiatan : 8 (delapan) bulan B i a y a : Rp ,- Menyetujui : Pj. Kepala Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Peneliti Utama, Dr. Liferdi, SP., MSi NIP Ir. Tonny K. Moekasan NIP

4 DAFTAR ISI BAB Halaman LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN... 1 DAFTAR ISI... 3 I IDENTITAS LEMBAGA LITBANGYASA... 4 II IDENTITAS KEGIATAN... 5 III IDENTITAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HASIL LITBANG... 8 IV PENGELOLAAN ASET LAMPIRAN

5 BAB I IDENTITAS LEMBAGA LITBANGYASA Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Lembaga/ Institusi Unit Organisasi Nama Pimpinan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Kementerian Pertanian Dr. Liferdi, SP.MSi. Alamat Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung Barat Telepon/ HP Faksimile liferdilukman@yahoo.co.id 4

6 BAB II IDENTITAS KEGIATAN Judul Penggunaan Feromonoid Seks Spodoptera exigua Pada Tanaman Bawang Merah Sebagai Upaya Perbaikan Ambang Pengendalian Berdasarkan Kelompok Telur Dan Intensitas Serangan Abstraksi Ulat bawang, Spodoptera exigua merupakan hama utama pada tanaman bawang merah, yang jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan kegagalan panen. Untuk mengatasi hal tersebut pada umumnya petani bawang merah melakukan penyemprotan insektisida secara intensif. Keadaan ini menyebabkan budidaya bawang merah tidak lagi efisien. Salah satu upaya untuk menekan penggunaan insektisida yang intensif adalah menerapkan ambang pengendalian S. exigua. Ambang pengendalian S.exigua dapat diterapkan berdasarkan populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman. Namun, kedua ambang pengendalian tersebut masih sulit untuk diterapkan di tingkat petani karena tidak praktis serta memerlukan keahlian dan kecermatan. Oleh karena itu harus dicari ambang pengendalian S.exigua yang mudah dan praktis. Penggunaan feromonoid seks sebagai alat pemantau populasi S.exigua yang dapat dijadikan acuan penggunaan insektisida merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Percobaan penggunaan feromonoid seks Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah sebagai upaya perbaikan ambang pengendalian berdasarkan kelompok telur dan intensitas serangan telah dilaksanakan di Desa 5

7 Lakawan, Kecamatan Anggeraja (± 530 m dpl), Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, sejak bulan Februari s.d. Agustus Sembilan macam perlakuan diuji pada percobaan ini, yaitu : (A) > 0 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (B) 5 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (C) 10 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (D) 15 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (E) 20 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (F) 0,1 kelompok telur/ tanaman contoh, (G) Kerusakan tanaman 5%, (H) disemprot insektisida secara rutin 2 x/minggu, dan (I) kontrol (tidak disemprot dengan insektisida. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Bawang merah varietas Bima ditanam pada setiap petak perlakuan seluas 30 m 2, dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Feromonoid seks yang digunakan ialah Feromon Exi yang diproduksi oleh Balai Besar Biogen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Feromonoid seks sebanyak 5 buah dipasang secara diagonal pada lahan percobaan. pada saat tanam. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebanyak 10 ekor/ perangkap/ hari, lebih praktis, mudah, dan presisi dibandingkan dengan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur sebesar 0,1/ tanaman atau berdasarkan kerusakan tanaman bawang merah oleh S.exigua sebesar 5%. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut, penggunaan insektisida dapat dikurangi sebesar 35,71% dengan hasil panen sebesar 13,46 ton/ha, 6

8 yang setara dengan hasil panen pada perlakuan menggunakan insektisida 2 kali/minggu. Dengan demikian penerapan ambang pengendalian tersebut secara ekonomi layak untuk diadopsi karena dapat meningkatkan pendapatan bersih dan mengurangi biaya jika dibandingkan dengan pengendalian menggunakan insektisida 2 kali/ minggu. Untuk penerapan penggunaan Feromon Exi sebagai alat pemantau populasi ngengat S. exigua pada budidaya bawang merah, rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut : (1) kebutuhan perangkap per hektar adalah sebanyak 5 buah yang dipasang secara diagonal, (2) pengamatan populasi ngengat pada perangkap dilakukan mulai umur 5 hari setelah tanam dengan interval 3 hari, dan (3) jika populasi ngengat S.exigua mencapai 30 ekor/ perangkap/ 3 hari maka tanaman disemprot dengan insektisida yang dianjurkan. Tim Peneliti Ir. Tonny K. Moekasan, Ir. Wiwin Setiawati, MS; Ir. Firdaus Hasan, MS, Rahman Runa, dan Aang Somantri Waktu Pelaksanaan Februari Oktober 2012 Publikasi Jurnal Hortikultura, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (dalam proses koreksi oleh Dewan Redaksi) 7

9 BAB III IDENTITAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HASIL LITBANG : Ringkasan Kekayaan Intelektual - Ringkasan Hasil Litbang Ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebanyak 10 ekor/ perangkap/ hari lebih praktis, mudah, dan presisi dibandingkan dengan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur sebesar 0,1/ tanaman atau berdasarkan kerusakan tanaman bawang merah oleh S.exigua sebesar 5%. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut, penggunaan insektisida dapat dikurangi sebesar 35,71% dengan hasil panen sebesar 13,46 ton/ha setara dengan penggunaan insektisida 2 kali/minggu. Dengan demikian penerapan ambang pengendalian tersebut secara ekonomi layak untuk diadopsi karena dapat meningkatkan pendapatan bersih dan mengurangi biaya jika dibandingkan dengan penyemprotan insektisida 2 x/ minggu. Untuk penerapan penggunaan Feromon Exi sebagai alat pemantau populasi ngengat S. exigua pada budidaya bawang merah, rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan perangkap per hektar 8

10 2. Pengamatan populasi ngengat pada perangkap dilakukan mulai umur 5 hari setelah tanam dengan interval 3 hari 3. Jika populasi ngengat S.exigua mencapai 30 ekor/ perangkap/ 3 hari maka tanaman disemprot dengan insektisida yang dianjurkan Pengelolaan Anggaran Sarana-Prasarana Pendokumentasian Anggaran diterima dalam 3 termin. Dana termin 1 dan 2 sudah diterima. Terlampir pada Metode Laporan Akhir Terlampir pada dokumentasi Laporan Akhir 9

11 BAB IV PENGELOLAAN ASET Judul Penggunaan Feromonoid Seks Spodoptera exigua Pada Tanaman Bawang Merah Sebagai Upaya Perbaikan Ambang Pengendalian Berdasarkan Kelompok Telur Dan Intensitas Serangan Tim Peneliti Institusi Pelaksana Aset yang Dihasilkan Pengelolaan Hasil Litbangyasa Ir. Tonny K. Moekasan, Ir. Wiwin Setiawati, MS, Ir. Firdaus Hasan, MS, Rahman Runa, dan Aang Somantri Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Sulawesi Selatan Informasi Diterbitkan dalam Jurnal Hortikultura, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (dalam proses koreksi oleh Dewan Redaksi) 10

12 LAMPIRAN LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN KEGIATAN 11

13 RINGKASAN Ulat bawang, Spodoptera exigua merupakan hama utama pada tanaman bawang merah, yang jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan kegagalan panen. Untuk mengatasi hal tersebut pada umumnya petani bawang merah melakukan penyemprotan insektisida secara intensif. Keadaan ini menyebabkan budidaya bawang merah tidak lagi efisien. Salah satu upaya untuk menekan penggunaan insektisida yang intensif adalah menerapkan ambang pengendalian S. exigua. Ambang pengendalian S.exigua dapat diterapkan berdasarkan populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman. Namun, kedua ambang pengendalian tersebut masih sulit untuk diterapkan di tingkat petani karena tidak praktis serta memerlukan keahlian dan kecermatan. Oleh karena itu harus dicari ambang pengendalian S.exigua yang mudah dan praktis. Penggunaan feromonoid seks sebagai alat pemantau populasi S.exigua yang dapat dijadikan acuan penggunaan insektisida merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Percobaan penggunaan feromonoid seks Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah sebagai upaya perbaikan ambang pengendalian berdasarkan kelompok telur dan intensitas serangan telah dilaksanakan di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja (± 530 m dpl), Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, sejak bulan Februari s.d. Agustus Sembilan macam perlakuan diuji pada percobaan ini, yaitu : (A) > 0 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (B) 5 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (C) 10 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (D) 15 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (E) 20 ngengat S.exigua tertangkap/perangkap/ hari, (F) 0,1 kelompok telur/ tanaman contoh, (G) Kerusakan tanaman 5%, (H) disemprot insektisida secara rutin 2 x/minggu, dan (I) kontrol (tidak disemprot dengan insektisida. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Bawang merah varietas Bima ditanam pada setiap petak perlakuan seluas 30 m 2, dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Feromonoid seks yang digunakan ialah Feromon Exi yang diproduksi oleh Balai Besar Biogen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Feromonoid seks sebanyak 5 buah dipasang secara diagonal pada lahan percobaan. pada saat tanam. Hasil percobaan 3

14 menunjukkan bahwa ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebanyak 10 ekor/ perangkap/ hari, lebih praktis, mudah, dan presisi dibandingkan dengan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur sebesar 0,1/ tanaman atau berdasarkan kerusakan tanaman bawang merah oleh S.exigua sebesar 5%. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut, penggunaan insektisida dapat dikurangi sebesar 35,71% dengan hasil panen sebesar 13,46 ton/ha, yang setara dengan hasil panen pada perlakuan menggunakan insektisida 2 kali/minggu. Dengan demikian penerapan ambang pengendalian tersebut secara ekonomi layak untuk diadopsi karena dapat meningkatkan pendapatan bersih dan mengurangi biaya jika dibandingkan dengan pengendalian menggunakan insektisida 2 kali/ minggu. Untuk penerapan penggunaan Feromon Exi sebagai alat pemantau populasi ngengat S. exigua pada budidaya bawang merah, rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut : (1) kebutuhan perangkap per hektar adalah sebanyak 5 buah yang dipasang secara diagonal, (2) pengamatan populasi ngengat pada perangkap dilakukan mulai umur 5 hari setelah tanam dengan interval 3 hari, dan (3) jika populasi ngengat S.exigua mencapai 30 ekor/ perangkap/ 3 hari maka tanaman disemprot dengan insektisida yang dianjurkan. 4

15 DAFTAR ISI BAB Halaman RINGKASAN... 3 DAFTAR ISI... 5 DAFTAR GAMBAR... 6 DAFTAR TABEL... 8 I. PENDAHULUAN... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA III. TUJUAN DAN MANFAAT IV. METODOLOGI V. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

16 DAFTAR GAMBAR No. Judul Gambar Halaman 1. Perkembangan populasi imago S. exigua pada tanaman bawang merah Perangkap feromonoid seks : (a & b) perangkap; (c) imago S.exigua; (d) kapsul feromonoid seks Hamparan tanaman bawang merah di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan Koordinasi rencana penelitian dengan penyuluh pertanian di BPP Cakke, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang Sosialisasi rencana penelitian dengan Gabungan Kelompok Tani Bawang Merah di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang... 6 Pembuatan plot percobaan bersama-sama dengan Ketua Gabungan Kelompok Tani Bawang Merah Bubun Tanjung (Bapak Thamshir, memakai baju kaus hijau), di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang... 7 Perangkap ngengat S. exigua (Feromon Exi) yang dipasang di lahan bawang merah milik petani di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang pada saat penelitian pendahuluan... 8 Ngengat S. exigua hasil tangkapan menggunakan feromonoid seks (Feromon Exi) pada saat percobaan pendahuluan... 9 Lahan percobaan di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang Tanam bawang merah di lahan percobaan di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang pada tanggal 25 April

17 11 Tanaman bawang merah berumur 7 hari setelah tanam Tanaman bawang merah berumur 30 hari setelah tanam Kegiatan pengamatan rutin Pengamatan harian ngengat S. exigua pada perangkap Feromon Exi Kegiatan temu lapangan Sosialisasi Penggunaan 39 Feromon Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang Temu lapangan Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi 39 dalam Pengendalian Ulat Bawang yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan dan Wakil Bupati Enrekang pada tanggal 28 Mei Pemaparan hasil penelitian sementara pada saat temu 40 lapangan Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang pada tanggal 28 Mei Penyerahan bantuan perangkap Feromon Exi dari Wakil Bupati Enrekang kepada perwakilan Kelompok Tani 40 Bubun Tanjung pada saat acara temu lapangan Sosialisasi Penggunaan Feromon Exi dalam Pengendalian Ulat Bawang pada tanggal 28 Mei Panen bawang merah Penimbangan bobot kering hasil panen bawang merah Sosialisasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian 42 Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri oleh Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT, dan Petani Presentasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri oleh Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT, dan Petani

18 DAFTAR TABEL No. Judul Tabel Halaman 1 Macam perlakuan yang diuji Jumlah ngengat S. exigua yang tertangkap per hari Populasi kelompok telur S. exigua pada tanaman 17 bawang merah... 4 Kerusakan tanaman bawang merah oleh S. exigua Jumlah dan biaya penyemprotan insektisida untuk 23 mengendalikan hama S.exigua pada tanaman bawang merah... 6 Hasil panen bawang merah Perubahan penerimaan dan biaya berubah akibat perubahan dari teknologi penyemprotan insektisida 26 dengan sistem kalender ke penerapan ambang pengendalian... 8

19 I. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak diusahakan oleh petani di dataran rendah sampai dataran tinggi. Di Indonesia, pusat pertanaman bawang merah terdapat di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Salah satu kendala dalam budidaya bawang merah di Indonesia ialah adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang merugikan. Menurut Moekasan et al. (2012), ulat bawang (Spodoptera exigua) merupakan salah satu OPT pada tanaman bawang merah yang menyerang sepanjang tahun, baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan. Jika tidak dikendalikan serangan hama tersebut dapat menyebabkan kegagalan panen. Titik berat pengendalian hama S. exigua yang umum dilakukan oleh petani bawang merah ialah dengan penggunaan insektisida yang umumnya dilakukan secara intensif, dengan dosis yang tinggi, interval penyemprotan yang pendek. dan melakukan pencampuran lebih dari dua jenis pestisida. Hal ini menyebabkan masalah OPT menjadi semakin rumit, sehingga petani semakin tidak rasional dalam menggunakan insektisida. Moekasan & Murtiningsih (2010) melaporkan bahwa terdapat sembilan jenis insektisida yang umum digunakan oleh petani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal untuk mengendalikan ulat bawang pada tanaman bawang merah. Pada umumnya petani mencampur sampai 8 jenis insektisida untuk mengendalikan hama tersebut. Soetiarso et al. (1999) juga melaporkan bahwa 100% responden yang terdiri atas petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah melakukan pencampuran 3 sampai 5 macam pestisida untuk mengendalikan OPT. Menurut Koster (1990) biaya pengendalian OPT pada tanaman bawang merah di daerah Brebes mencapai 30-50% dari total biaya produksi per hektar. Hasil penelitian Adiyoga et al. (1999), Soetiarso et al. (1999) dan Basuki (2009) menunjukkan bahwa penggunaan pestisida pada tingkat petani di Brebes sudah melebihi kebutuhan optimum tanaman, akibatnya biaya produksi meningkat dan budidaya bawang merah tidak lagi efisien. Fenomena ini terjadi pula di Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu sentra pertanaman bawang merah di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan 9

20 wawancara dengan petani bawang merah di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, pada umumnya petani di daerah tersebut dalam mengendalikan hama ulat bawang mencampur 8-12 macam insektisida dan mengaplikasinnya dengan interval 1-2 hari. Keadaan ini selain secara ekonomi tidak efisien juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan pekerja serta konsumen. Salah satu upaya untuk menekan penggunaan pestisida ialah dengan menerapkan ambang pengendalian OPT. Menurut Untung (1994) penggunaan pestisida tidak harus dilakukan setiap saat secara rutin atau terjadwal, tetapi hanya pada waktu tertentu yaitu pada saat populasi atau intensitas serangan OPT sudah mencapai batas yang memerlukan pengendalian yang disebut dengan ambang pengendalian. Jika pada saat itu tidak dilakukan pengendalian, serangan OPT akan mengakibatkan kerugian. Selama populasi atau intensitas serangan OPT masih berada di bawah ambang pengendalian, pestisida belum perlu digunakan. Pada keadaan demikian keberadaan OPT masih dapat dikendalikan secara alami oleh musuh alaminya dan secara ekonomi belum merugikan. Menurut Moekasan et al. (2004; 2012) dan Suhardi et al. (1994) ambang pengendalian ulat bawang yang ada pada saat ini ialah berdasarkan kelompok telur atau intensitas serangan. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut penggunaan insektisida dapat ditekan lebih dari 50% dengan hasil panen tetap tinggi. Namun demikian, di tingkat petani ambang pengendalian tersebut sulit diterapkan karena petani dituntut memiliki keterampilan dan ketelitian. Selain itu jumlah tanaman contoh yang diamati juga relatif banyak sehingga petani enggan untuk melakukannya. Oleh karena itu perlu dicari alternatif ambang pengendalian lain yang lebih praktis, mudah, dan tidak perlu keterampilan khusus agar mudah diadopsi oleh petani. Menurut Permana & Rostaman (2006), dewasa ini feromonoid seks mulai banyak digunakan dalam program pengendalian hama. Hal ini disebabkan penggunaannya lebih praktis, mudah dan aman bagi pemakai dan lingkungan. Menurut Wakamura et al. (1989) dan Jackson et al. (1992) feromonoid seks dapat digunakan sebagai alat pemantau keberadaan populasi hama di lapangan dan untuk penangkapan masal serangga jantan. Di Amerika, feromonoid seks juga telah digunakan untuk mengembangkan 10

21 ambang pengendalian ngengat Tortricidae yang menyerang apel dan ambang pengendalian Plutella xylostella pada tanaman kubis (Knight dan Light 2005; Reddy dan Guerrero 2001). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa ambang pengendalian berdasarkan tangkapan ngengat lebih efektif dan efisien daripada penyemprotan insektisida secara rutin. Di Indonesia, penelitian penggunaan feromonoid seks S. exigua untuk pemantauan populasi hama tersebut pada tanaman bawang merah telah dilakukan oleh Dibiyantoro (1990) dan Soeriaatmadja & Omoy (1992). Berdasarkan hasil panelitian mereka, nilai ambang kendalinya sangat bervariasi. Hal ini diduga karena jenis dan asal feromonoid seks yang digunakan pada penelitian mereka berbeda. Menurut Permana dan Rostaman (2006), pemilihan jenis dan asal feromonoid seks sangat penting. Hal ini disebabkan adanya indikasi perbedaan respons serangga terhadap feromonoid seks yang digunakan pada suatu daerah atau regional. Kasus ini terjadi pada serangga Ettiella zinckenella. Feromonoids seks yang berasal dari negara Nesis (formulasi Mesir) tidak direspons dengan baik oleh ngengat jantan spesies yang sama di wilayah Asia Timur, Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Pada saat ini, feromonoid seks S. exigua telah diproduksi secara masal oleh Balai Besar Biogen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang diberi nama Feromon Exi. Feromonoid seks tersebut telah digunakan sebagai alat penangkapan masal serangga jantan S. exigua pada budidaya bawang merah. Menurut Haryati dan Nurawan (2009), penggunaan Feromon Exi sebagai alat penangkap masal pada budidaya bawang merah dapat mengurangi penggunaan insektisida > 60% dibandingkan penggunaan insektisida sistem kalender. Namun demikian, kapan penggunaan insektisida yang tepat untuk mengendalikan hama S. exigua berdasarkan hasil tangkapan ngengat oleh Feromon Exi belum diketahui. II. TINJAUAN PUSTAKA Feromon merupakan zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh mahluk hidup untuk mengenali sesama jenis dan untuk 11

22 membantu proses reproduksi. Feromon seks serangga dapat dimanfaatkan untuk memantau kepadatan populasi, sebagai perangkap masal dan untuk mengganggu perkawinan. Feromone seks juga telah digunakan untuk mengembangkan ambang pengendalian ngengat Tortricidae yang menyerang apel dan ambang pengendalian Plutella xylostella pada tanaman kubis (Knight & Light 2005; Reddy & Guerrero 2001). Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa ambang pengendalian berdasarkan tangkapan ngengat lebih efektif daripada penyemprotan insektisida secara rutin. Dengan demikian penggunaan feromon seks sebagai alat pemantau untuk menduga populasi dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk menekan penggunaan insektisida. Selama ini feromon seks yang tersedia bagi hama ulat bawang, S. exigua di Indonesia baru digunakan sebagai perangkap masal untuk pengendalian (Haryati & Nurawan 2009). Namun, penerapannya perlu dilakukan pada hamparan yang luas, yaitu minimal 3 hektar. Oleh karena itu perlu dikembangkan penggunaan feromon seks tersebut sebagai alat pemantau populasi untuk menetapkan ambang pengendalian S. exigua dalam rangka menekan penggunaan insektisida pada budidaya bawang merah. III. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan penelitian ini ialah menetapkan ambang pengendalian S.exigua berdasarkan populasi ngengat hasil tangkapan feromonoid seks. Sasarannya ialah mengurangi penggunaan insektisida untuk mengendalikan hama ulat bawang (S.exigua) pada budidaya bawang merah. IV. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Lakawan, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Februari sampai dengan Agustus

23 Bahan Penelitian Bawang merah yang ditanam ialah varietas Bima yang umum digunakan oleh petani di daerah tersebut dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Feromon Exi, dan keler plastik. Pemupukan dasar dilakukan 7 hari sebelum tanam dengan menggunakan kompos C-organik sebanyak 5 ton/ha, NPK Mutiara sebanyak 500 kg/ha, TSP sebanyak 100 kg/ha, dan KCl sebanyak 60 kg/ha, serta pemupukan susulan menggunakan ZA sebanyak 400 kg/ha yang diberikan setengah dosis masing-masing pada umur 15 dan 30 hari setelah tanam. Prosedur Penelitian Penetapan jumlah tangkapan ngengat S. exigua yang akan digunakan sebagai perlakuan ambang pengendalian ditetapkan berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, yaitu dengan cara memasang 20 buah perangkap feromonoid seks (Feromon Exi) selama satu minggu di pertanaman bawang merah milik petani di sekitar lokasi penelitian. Banyaknya ngengat yang tertangkap dijadikan acuan untuk menetapkan macam perlakuan yang diuji. Tabel 1. Macam perlakuan yang diuji No. Kode perlakuan Perlakuan 1 A Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari 2 B Hasil tangkapan ngengat sebanyak 5 ekor per hari 3 C Hasil tangkapan ngengat sebanyak 10 ekor per hari 4 D Hasil tangkapan ngengat sebanyak 15 ekor per hari 5 E Hasil tangkapan ngengat sebanyak 20 ekor per hari 6 F Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh 7 G Kerusakan tanaman 5% 8 H Disemprot dengan insektisida 2 kali per 9 I Kontrol (tanpa insektisida) Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, macam perlakuan yang diuji pada percobaan utama disajikan pada Tabel 1. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dan tiap perlakuan diulang 3 (tiga) kali dengan ukuran petak perlakuan masing-masing seluas 30 m 2. 13

24 Peubah Pengamatan dan Analisis Data Pada pelaksanaan percobaan utama, 5 (lima) buah perangkap ngengat feromonoid seks S. exigua dipasang secara diagonal di dalam area percobaan. Pemasangan perangkap feromonoid seks dilakukan pada saat tanam dan pengamatan jumlah ngengat yang tertangkap dilakukan setiap hari. Keputusan pengendalian S. exigua dilakukan 3-4 hari sekali. Jika populasi ngengat, populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman telah mencapai ambang pengendalian sesuai dengan perlakuan, maka perlakuan disemprot dengan insektisida Spinoteram (0,5 ml/l) dan Lamda sihalotrin + Klorantraniliprol (0,2 ml/l). Untuk mencegah serangan penyakit dilakukan penyemprotan fungisida Klorotalonil (2 g/l), Mankozeb + mefenoksam (2 g/l), atau Difenokonazol (0,5 ml/l) secara bergantian mulai umur 5 hari dengan frekuensi 2 kali per minggu. Pengamatan dilakukan pada 10 rumpun tanaman contoh/petak yang dimulai sejak umur 5 hari setelah tanam (HST) hingga 53 HST dengan interval 3-4 hari. Peubah yang diamati meliputi (1) populasi kelompok telur S. exigua/ tanaman contoh, (2) kerusakan tanaman oleh S. exigua, Thrips sp. dan Liriomyza sp, (3) insektisida yang digunakan (unit/petak perlakuan) (4) bobot hasil panen dan (5) harga jual hasil panen. Persentase kerusakan tanaman oleh serangan hama S. exigua dan Liriomyza sp. dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Moekasan et al. 2004) : a P = x 100% a + b Keterangan : P adalah tingkat kerusakan daun (%) a adalah jumlah daun terserang/ tanaman contoh b adalah jumlah daun sehat/ tanaman contoh Persentase kerusakan tanaman oleh serangan hama Thrips sp. dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Moekasan et al. 2004) : 14

25 (n.v) P = x 100% Z x N Keterangan : P adalah tingkat kerusakan tanaman (%) n adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama v adalah nilai yang menunjukkan kerusakan tanaman, yaitu : 0 = tanaman sehat (tidak ada serangan) 1 = > 0-25%, bagian daun terserang 3 = > 25-50%, bagian daun terserang 5 = > 50-75%, bagian daun terserang 7 = > 75%, bagian daun terserang Z adalah nilai kerusakan tanaman tertinggi N adalah jumlah tanaman yang diamati Persentase kerusakan tanaman oleh serangan penyakit trotol (Alternaria porri). dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Suhardi et al. 1994) : (n.v) P = x 100% Z x N Keterangan : P adalah tingkat kerusakan tanaman (%) n adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama v adalah nilai yang menunjukkan kerusakan tanaman, yaitu : 0 = tanaman sehat (tidak ada serangan) 1 = > 0-10%, bagian daun terserang 2 = > 10-20%, bagian daun terserang 3 = > 20-40%, bagian daun terserang 4 = > 40-60%, bagian daun terserang 5 = > %, bagian daun terserang Z adalah nilai kerusakan tanaman tertinggi N adalah jumlah tanaman yang diamati Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian. Jika antar perlakuan menunjukkan adanya perbedaan akan dilakukan uji lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil pada taraf 5%. Data peubah ekonomi dianalisis menggunakan teknik Analisis Anggaran Parsial (Basuki 2009). V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan Pendahuluan Rata-rata jumlah ngengat S.exigua yang tertangkap per hari disajikan pada Tabel 2, yaitu sebanyak 23,11 ekor. Berdasarkan hal tersebut, maka 15

26 perlakuan jumlah tangkapan ngengat tertinggi ditetapkan sebanyak 20 ekor/ hari. Secara lengkap macam perlakuan yang diuji disajikan pada Tabel 1. Tabel 2. Jumlah ngengat S. exigua yang tertangkap per hari pada penelitian pendahuluan No. Tanggal Rata-rata jumlah ngengat S. exigua yang tertangkap per hari (ekor) 1 11 April , April , April , April , April , April , April ,00 Jumlah 161,80 Rata-rata 23,11 Hasil Percobaan Utama Populasi kelompok telur S. exigua Ngengat S. exigua meletakkan telurnya dalam kelompok pada daun bawang merah. Menurut Rauf (1999) telur S. exigua diletakkan dalam bentuk kelompok yang terdiri atas butir. Lama stadium telur di dataran rendah dan medium berlangsung selama 2 hari sedangkan di dataran tinggi 3 hari. Pada penelitian ini, kelompok telur S. exigua mulai terpantau pada umur 5 hari setelah tanam (HST) dan hasil pengamatannya disajikan pada Tabel 3. Pada awal pengamatan populasi kelompok telur S. exigua tidak merata. Baru pada umur 15 hari setelah tanam (HST) kelompok telur S. exigua merata di semua petak perlakuan dan setelah itu populasi kelompok telur terus menurun. Menurut Rauf (1999) puncak populasi kelompok telur S. exigua terjadi pada umur 15 dan 37 HST. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada rentang waktu 15 sampai 37 HST kemungkinan untuk menemukan kelompok telur S.exigua sangat sulit. Hal ini dibuktikan pada percobaan ini, pada umur 15 sampai 37 HST tidak dijumpai populasi kelompok telur yang mencapai ambang pengendalian. Populasi kelompok telur S. exigua pada percobaan ini yang terpantau mencapai ambang pengendalian (0,1 paket telur/ tanaman contoh) terjadi pada umur 5 sampai 12 HST, yaitu pada petak perlakuan B, C, 16

27 dan E masing-masing sebanyak 1 kali, G sebanyak 2 kali dan F sebanyak 3 kali. Menurut Kalshoven (1981), S. exigua digolongkan ke dalam kelompok hama semusim dan biasanya ledakannya berlangsung singkat. Tabel 3. Populasi kelompok telur S. exigua pada tanaman bawang merah Perlakuan A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 5 ekor per hari C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 10 ekor per hari D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 15 ekor per hari E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 20 ekor per hari F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh G. Kerusakan tanaman 5% H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu Jumlah kelompok telur S.exigua menurut umur tanaman (HST ,07 bc 0,00 a 0,07 ab 0.07 a 0,03 a 0,03 a 0,00 0,10 abc 0,07 a 0,07 ab 0,07 a 0,03 a 0,00 a 0,00 0,03 bc 0,17 a 0,00 b 0,03 a 0,03 a 0,00 a 0,00 0,07 bc 0,03 a 0,33 a 0,03 a 0,00 a 0,00 a 0,00 0,00 d 0,10 a 0,07 ab 0,07 a 0,00 a 0,00 a 0,00 0,17 a 0,13 a 0,30 ab 0,03 a 0,00 a 0,00 a 0,00 0,13 ab 0,10 a 0,03 ab 0,07 a 0,03 a 0,00 a 0,00 0,00 c 0,03 a 0,00 b 0,07 a 0,00 a 0,03 a 0,00 I. Kontrol (tanpa insektisida) 0,00 c 0,07 a 0,07 ab 0,03 a 0,00 a 0,00 a 0,00 LSD 5% 0,06 0,17 0,19 0,08 0,04 0,03 - CV (%). 4,89 8,19 13,90 6,47 3,06 2,14 - Perlakuan A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 5 ekor per hari C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 10 ekor per hari D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 15 ekor per hari E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 20 ekor per hari F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh G. Kerusakan tanaman 5% H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu Jumlah kelompok telur S.exigua menurut umur tanaman (HST) ,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00 0,07 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 a 0,00 b 0,03 a 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 a 0,00 b 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00 I. Kontrol (tanpa insektisida) 0,03 a 0,07 a 0,00 b 0,00 0,00 0,00 0,00 LSD 5% 0,05 0,04 0, CV (%). 3,93 3,50 1, HST = Hari setelah tanam Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata menurut uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5% 17

28 Ciri lain ledakan hama pada tanaman semusim adalah migrasi hama ke dalam pertanaman (French 1969). Pada tanaman bawang merah kejadian ini ditandai dengan pada saat-saat tertentu kelompok telur S. exigua sangat mudah dijumpai di lapangan, sedangkan pada saat lainnya sangat sulit ditemukan (Rauf 1999). Namun, serangan S. exigua pada tanaman bawang merah masih tetap berlangsung sepanjang umur tanaman tersebut. Fenomena ini menunjukkan bahwa populasi kelompok telur tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya indikator penetapan ambang pengendalian S. exigua pada tanaman bawang merah di sepanjang umur tanaman tersebut. Selain itu pengamatan kelompok telur S. exigua setelah tanaman bawang merah berumur lebih dari 15 HST harus dilakukan dengan sangat teliti. Hal ini disebabkan, jumlah daun mulai bertambah sehingga tanaman mulai rimbun dan jika pengamatan kurang teliti keberadaan kelompok telur tersebut akan sulit dijumpai. Kerusakan tanaman oleh S. exigua Hasil pengamatan terhadap kerusakan tanaman bawang merah oleh serangan hama S. exigua disajikan pada Tabel 4. Kerusakan tanaman ditandai dengan timbulnya bercak-bercak putih transparan pada daun bawang merah. Hal ini disebabkan larva S.exigua memakan daging daun dari dalam rongga daun dan meninggalkan epidermis dan pada serangan berat seluruh daun dimakan. Menurut Rauf (1999) puncak serangan hama S. exigua pada tanaman bawang merah terjadi pada umur 27 HST, dan setelah itu intensitas serangannya menurun. Pada percobaan ini, kerusakan tanaman oleh serangan S. exigua mulai terpantau pada umur 12 HST. Selama percobaan berlangsung, kerusakan tanaman yang mencapai ambang pengendalian (kerusakan tanaman 5%) terjadi pada semua petak perlakuan. Namun, intensitas terjadinya kerusakan tanaman yang mencapai ambang pengendalian pada tiap petak perlakuan berbeda. Hal ini disebabkan pada tiap petak perlakuan tersebut telah mendapatkan tindakan pengendalian sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan. 18

29 Tabel 4. Kerusakan tanaman bawang merah oleh S. exigua Perlakuan A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 5 ekor per hari Kerusakan tanaman bawang merah (%) oleh S.exigua menurut umur tanaman (HST) ,00 0,00 0,35 ab 1,28 b 1,86 ab 1,77 d 3,14 b 0,00 0,00 0,51 ab 1,61 ab 1,79 ab 3,24 cd 1,36 b C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 10 ekor per hari 0,00 0,00 1,25 a 5,21 a 4,90 ab 11,30 abc 10,35 ab D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 15 ekor per hari 0,00 0,00 0,85 ab 1,34 ab 6,08 a 19,50 a 33,68 a E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 20 ekor per hari 0,00 0,00 0,24 b 3,26 ab 4,21 ab 7,42 bcd 14,09 ab F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh 0,00 0,00 0,22 b 3,20 ab 6,21 a 7,64 bcd 33,83 a G. Kerusakan tanaman 5% 0,00 0,00 0,73 ab 2,22 ab 10,15 a 11,34 abc 4,46 b H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu 0,00 0,00 0,13 b 0,82 b 0,45 b 1,28 d 2,16 b I. Kontrol (tanpa insektisida) 0,00 0,00 0,65 ab 1,11 b 10,48 a 14,85 ab 33,89 a LSD 5% - - 1,00 3,35 8,51 8,67 27,20 CV (%) ,62 19,92 19,31 15,50 19,13 Perlakuan A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 5 ekor per hari Kerusakan tanaman bawang merah (%) oleh S.exigua menurut umur tanaman (HST) ,89 c 1,65 cd 0,47 c 0,71 cd 1,57 cd 3,87 c 8,39 ab 1,98 c 1,98 cd 1,79 bc 0,84 cd 1,21 d 6,00 bc 7,43 ab C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 10 ekor per hari 8,42 bc 3,96 cd 1,62 bc 2,25 abcd 2,99 bcd 4,60 bc 5,46 b D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 15 ekor per hari 22,73 ab 11,10 abc 9,14 ab 4,66 ab 5,56 bc 12,77 ab 8,58 ab E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 20 ekor per hari F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh 22,27 ab 8,99 bcd 9,55 ab 3,97 abc 6,57 b 8,20 bc 6,45 ab 27,73 ab 22,40 a 11,64 a 5,19 ab 14,61 a 11,31 ab 9,06 ab G. Kerusakan tanaman 5% 12,55 bc 9,35 abc 2,80 bc 1,67 bcd 2,52 bcd 10,45 abc 10,74 a H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu 0,12 c 0,69 d 1,68 bc 0,10 d 3,44 bcd 5,95 bc 9,41 ab I. Kontrol (tanpa insektisida) 35,90 a 19,36 ab 12,46 a 6,41 a 11,64 a 19,84 a 4,72 b LSD 5% 23,18 13,97 8,16 3,76 4,10 6,54 5,01 CV (%). 16,13 18,27 19,19 18,84 27,80 30,58 27,70 HST = Hari setelah tanam Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata menurut uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5% Pada perlakuan G (ambang pengendalian kerusakan tanaman 5%) terjadi sebanyak 7 kali kerusakan tanaman oleh serangan S. exigua yang mencapai ambang pengendalian, sedangkan pada perlakuan F (0,1 kelompok telur/ tanaman contoh) terjadi sebanyak 10 kali kerusakan tanaman yang 19

30 mencapai ambang pengendalian. Padahal, jika berdasarkan populasi kelompok telur (Tabel 3), pada perlakuan F hanya perlu dilakukan tindakan pengendalian sebanyak 3 kali, yaitu pada umur 5, 8, dan 12 HST, sedangkan jika berdasarkan kerusakan tanaman, pada perlakuan F diperlukan 10 kali tindakan pengendalian, yaitu pada umur 19, 22, 26, 29, 33, 36, 40, 43, 47, dan 50 HST. Hal ini membuktikan bahwa ambang pengendalian S. exigua berdasarkan kerusakan tanaman lebih teliti dibandingkan dengan penetapan ambang pengendalian berdasarkan kelompok telur. Menurut Moekasan dan Sastrosiswojo (1992) dengan menerapkan ambang pengendalian berdasarkan kerusakan tanaman 5%, penggunaan insektisida dapat ditekan > 62% dengan hasil panen setara dengan penyemprotan sistem kalender 2 kali/ minggu. Namun demikian, ambang pengendalian tersebut membutuhkan ketelitian, kecermatan menghitung, tenaga dan waktu yang cukup untuk mendapatkan hasil pengamatan yang akurat. Hal ini sulit diterapkan oleh petani. Populasi imago S. exigua Populasi imago (ngengat) S. exigua hasil tangkapan Feromon Exi disajikan pada Gambar 1. Ngengat S. exigua mulai tertangkap pada umur 5 HST dan mencapai puncaknya umur 47 HST, dengan kepadatan populasi 29,45 ekor per perangkap per hari. Berdasarkan hasil tangkapan tersebut, maka perlakuan ambang pengendalian yang berdasarkan hasil tangkapan ngengat S.exigua, yaitu petak A, B, C, D, dan E selama percobaan berlangsung (54 hari) masing-masing mencapai ambang pengendalian sebanyak 14, 11, 9, 6, dan 2 kali. Artinya pada perlakuan tersebut dilakukan tindakan pengendalian S. exigua masing-masing sebanyak 14, 11, 9, 6, dan 2 kali. Jika dibandingkan dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur S. exigua (perlakuan F, pada Tabel 3), maka jumlah tindakan pengendalian yang setara atau mendekati jumlah tindakan pengendalian pada perlakuan F (3 kali tindakan pengendalian) adalah perlakuan E (hasil tangkapan ngengat sebanyak 20 ekor/ hari), yaitu sebanyak 2 kali pada umur 33 dan 47 HST. Namun demikian, kerusakan tanaman yang mencapai ambang pengendalian pada perlakuan E mencapai 20

31 sebanyak 8 kali (Tabel 4). Dengan demikian, pada perlakuan E terdapat sebanyak 6 kali kejadian mencapai ambang pengendalian yang tidak dilakukan tindakan pengendalian S. exigua. Gambar/ Figure 1. Populasi imago S. exigua pada tanaman bawang merah/ Imago of S. exigua population on shallot. Enrekang, 2012 Gambar/ Figure 2. Perangkap feromonoid seks/ Sex pheromone trap; : (a & b) perangkap/ trap; (c) imago S.exigua/ imago of S.exigua; (d) kapsul feromonoid seks/ capsule of sex pheromone 21

32 Jika dibandingkan dengan penerapan ambang pengendalian S. exigua berdasarkan kerusakan tanaman (perlakuan G, Tabel 4), maka jumlah tindakan pengendalian S. exigua yang setara atau mendekati perlakuan tersebut (6 kali/ musim tanam) adalah perlakuan D (hasil tangkapan ngengat sebanyak 15 ekor/ hari), yaitu sebanyak 6 kali/ musim (Tabel 4). Penerapan ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S. exigua dengan menggunakan Feromon Exi lebih mudah dan praktis jika dibandingkan dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Permana dan Rostaman (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan feromon lebih mudah dan aman bagi pemakai dan lingkungan. Organisme Pengganggu Tumbuhan lain yang menyerang Selama percobaan berlangsung ditemukan OPT lain yang menyerang tanaman bawang merah, yaitu hama trips dan lalat pengorok daun serta serangan penyakit trotol dan embun tepung. Serangan hama trips dan lalat pengorok daun hanya terpantau satu kali, yaitu pada umur 8 HST dan intensitas serangannya di bawah 2 % sehingga dianggap tidak mengganggu jalannya percobaan. Namun, pada percobaan ini dijumpai serangan penyakit trotol yang disebabkan oleh cendawan Alternaria porri dan penyakit embun tepung yang disebabkan oleh cendawan Peronospora destructor. Kehadiran kedua penyakit ini mulai terpantau pada umur 8 HST sampai akhir percobaan. Untuk mengatasi serangan penyakit tersebut pertanaman bawang merah disemprot dengan fungisida Klorotalonil, Difenokonazol, Mefenoksam + Mankozeb secara bergantian dengan frekuensi 2 kali/ minggu. Jumlah penyemprotan insektisida untuk mengendalikan S.exigua per musim Salah satu tujuan menerapkan ambang pengendalian ialah untuk menekan penggunaan pestisida. Pada percobaan ini dengan menerapkan ambang pengendalian S. exigua berdasarkan populasi kelompok telur, kerusakan tanaman, atau populasi ngengat hasil tangkapan Feromon Exi penggunaan insektisida dapat ditekan jika dibandingkan dengan penggunaan insektisida 2 kali/ minggu (Tabel 5). 22

33 Pada Tabel 5 terlihat bahwa pengurangan penggunaan insektisida tertinggi terdapat pada perlakuan E ( 20 ekor ngengat S.exigua/perangkap/hari), yaitu sebesar 85,71%, sedangkan yang terendah pengurangannya terdapat pada perlakuan B ( 5 ekor ngengat/perangkap/hari), yaitu sebesar 21,43%. Pada perlakuan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur (0,1/ tanaman contoh) dan kerusakan tanaman 5%, masing-masing dapat menghemat penggunaan insektisida sebesar 78,57% dan 57,14%. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Moekasan et al. (2004; 2012) dan Suhardi et al. (1994) yang menyatakan bahwa penerapan ambang pengendalian tersebut dapat menekan penggunaan insektisida > 50%. Tabel 5. Jumlah dan biaya penyemprotan insektisida untuk mengendalikan hama S.exigua pada tanaman bawang merah Perlakuan A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 5 ekor per hari C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 10 ekor per hari D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 15 ekor per hari E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 20 ekor per hari Jumlah penyemprotan insektisida per musim tanam Biaya insektisida (Rp./ 30 m 2 ) Perbedaan dengan perlakuan H (%) , , , ,71 F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh ,57 G. Kerusakan tanaman 5% ,14 H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu I. Kontrol (tanpa insektisida) ,00 Hasil panen bawang merah Hasil panen bawang merah disajikan pada Tabel 6. Bobot bawang merah pada saat panen (bobot basah) maupun setelah penjemuran selama 7 hari (bobot kering) pada perlakuan A (> 0 ngengat/ perangkap/hari), B ( 5 ngengat/ perangkap/hari), C ( 10 ngengat/ perangkap/hari) dan H (disemprot insektisida secara rutin 2 x/ minggu) tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata, tetapi berbeda nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan D 23

34 ( 15 ngengat/ perangkap/hari), E ( 20 ngengat/ perangkap/hari), F (0,1 kelompok telur/ tanaman), G (kerusakan tanaman 5%) dan I (kontrol). Tabel 6. Hasil panen bawang merah Bobot Perlakuan Umbi segar Umbi kering kg/ 30 m 2 ton/ha kg/ 30 m 2 ton/ha A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari 71,50 a 23,83 40,50 a 13,50 B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 5 ekor per hari 71,33 a 23,77 40,20 a 13,40 C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 10 ekor per hari 70,70 a 23,56 40,37 a 13,46 D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 15 ekor per hari 36,27 c 12,09 22,97 c 7,66 E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak 20 ekor per hari 23,60 e 7,86 13,27 e 4,42 F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh 31,97 d 10,66 15,67 d 5,22 G. Kerusakan tanaman 5% 62,83 b 20,94 38,67 b 12,89 H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu 69,83 a 23,28 40,17 a 13,39 I. Kontrol (tanpa insektisida) 15,87 f 5,29 9,67 f 3,22 LSD 5% 2,06-1,46 - CV (%). 2,36-2,90 - Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata menurut uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%/ Average at the same column followed by the same letters were not significantly different at 5% level according to LSD (Least Significant Difference) test. Hasil panen pada perlakuan ambang pengendalian yang setara dengan hasil panen pada perlakuan yang disemprot insektisida secara rutin terdapat pada perlakuan A, B, dan C. Dari ketiga macam perlakuan tersebut (A, B, dan C), perlakuan C adalah perlakuan yang dapat menghemat penggunaan insektisida tertinggi, yaitu sebesar 35,71% dibandingkan dengan perlakuan B sebesar 21,43% dan A = 0%. Sedangkan pada perlakuan F (kelompok telur 0,1 / tanaman) dan G (kerusakan tanaman 5%), hasil panen bawang merah (bobot basah dan kering) lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan H yang disempeot rutin dengan insektisida 2 kali/ minggu. Berdasarkan uraian tersebut, ditetapkan bahwa ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebesar > 10 ekor/ perangkap/ hari inilah yang paling menguntungkan karena selain menekan penggunaan insektisida sebesar 35,71%, hasil panenpun (13,46 ton/ha) setara dengan hasil panen bawang merah pada perlakuan penyemprotan insektisida dengan sistem kalender 2 kali/ minggu. 24

35 Analisis anggaran parsial Menurut Adiyoga (1984; 1985a; 1985b; 1987) analisis anggaran parsial dapat digunakan untuk mengevaluasi kelayakan finansial suatu teknologi baru untuk direkomendasikan sebagai pengganti teknologi lama atau teknologi yang sedang berjalan (existing technology). Dalam analisis anggaran parsial, dihitung besarnya perubahan-perubahan yang terjadi dalam penerimaan (revenue), biaya berubah (variable cost), dan pendapatan bersih (net income) sebagai akibat dari penggantian teknologi. Pada percobaan ini analisis anggaran parsial dilakukan untuk perlakuan C ( 10 ekor ngengat/ perangkap/ hari) dan dibandingkan dengan perlakuan H (penyemprotan insektisida secara rutin 2 kali/ minggu). Biaya berubah dengan adanya penggantian teknologi pada percobaan ini adalah biaya pengamatan ngengat S. exigua, biaya pembelian Feromon Exi, biaya upah penyemprotan insektisida, biaya pembelian insektisida, dan biaya bunga bank (Tabel 7). Dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan tangkapan populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi, ada penambahan biaya berubah pada perlakuan penerapan ambang pengendalian, yaitu biaya pengamatan dan pembelian Feromon Exi sebesar Rp ,-. Namun, penambahan biaya tersebut masih jauh lebih kecil jika dibandingkan pengurangan biaya pengendalian pada perlakuan tersebut secara keseluruhan, yaitu sebesar Rp ,-/ ha yang terdiri atas selisih biaya upah penyemprotan insektisida sebesar Rp ,-/ha; biaya pembelian insektisida sebesar Rp ,-/ha; dan bunga bank/ modal sebesar Rp ,-/ha. Suatu teknologi baru akan direkomendasikan untuk menggantikan teknologi lama apabila teknologi baru tersebut dapat meningkatkan pendapatan bersih atau memberikan tingkat pengembalian (rate of return) > 1 (Adiyoga et al. 1999; Adiyoga & Soetiarso 1999; Soetiarso et al. 1999; Soetiarso et al 2006; Basuki 2009). Pada percobaan ini, penerapan ambang pengendalian S. exigua menggunakan Feromon Exi dibanding penerapan pengendalian S.exigua sistem kalender, dapat meningkatkan pendapatan kotor sebesar Rp ,-/ha dan mengurangi biaya berubah sebesar Rp ,-/ha. Dengan demikian, penerapan ambang pengendalian S.exigua menggunakan Feromon Exi secara ekonomi berpotensi untuk diadopsi karena 25

36 dapat mengurangi biaya dan meningkatkan pendapatan bersih jika dibandingkan dengan pengendalian S.exigua sistem kalender dengan melakukan penyemprotan insektisida 2 kali/ minggu. Tabel 7. Perubahan penerimaan dan biaya berubah akibat perubahan dari teknologi penyemprotan insektisida dengan sistem kalender ke penerapan ambang pengendalian (Rp./ha) Perubahan teknologi Uraian Disemprot insektisida 2 x/minggu Penerapan ambang pengendalian Perubahan I. Hasil panen Bobot (kg/ha) Harga (Rp./kg) Total penerimaan (Rp./ha) Biaya berubah per hektar (Rp./ha) Tenaga kerja (Rp./ha) - Pengamatan populasi imago S.exigua Feromon Exi Penyemprotan insektisida Subtotal biaya tenaga kerja (Rp./ha) Bahan - Insektisida untuk untuk pengendalian S.exigua Subtotal biaya bahan Subtotal biaya bahan + upah Bunga modal (1,67%/ bulan untuk 3 bulan) Total biaya berubah (Rp./ha) Pendapatan kotor (Rp./ha) VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebanyak 10 ekor/ perangkap/ hari lebih praktis, mudah, dan presisi dibandingkan dengan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur sebesar 0,1/ tanaman atau berdasarkan kerusakan tanaman bawang merah oleh S.exigua sebesar 26

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KODE JUDUL : X.176 LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENGGUNAAN FEROMONOID SEKS Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN AMBANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KODE JUDUL : X.176 LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENGGUNAAN FEROMONOID SEKS Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN AMBANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang-Bandung Barat )

Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang-Bandung Barat ) J. Hort. Vol. 23 No. 1, 2013 J. Hort. 23(1):80-90, 2013 Penetapan Ambang Pengendalian Spodoptera exigua pada Tanaman Bawang Merah Menggunakan Feromonoid Seks (Determination of Control Threshold of Spodoptera

Lebih terperinci

Keadaan Serangan OPT Komoditas Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat

Keadaan Serangan OPT Komoditas Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Keadaan Serangan OPT Komoditas Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Salah satu sentra komoditas hortikultura, khususnya bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) yang cukup besar di

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA ULAT, Spodoptera exiqua PADA USAHATANI BAWANG MERAH DI SERANG, BANTEN

PENGKAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA ULAT, Spodoptera exiqua PADA USAHATANI BAWANG MERAH DI SERANG, BANTEN PENGKAJIAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA ULAT, Spodoptera exiqua PADA USAHATANI BAWANG MERAH DI SERANG, BANTEN (Study on Implementation of Control Threshold of Pests on Shallots in Cultivation in Serang,

Lebih terperinci

Penerapan Inovasi Teknologi Beberapa Varietas Bawang Merah di Daerah Dataran Rendah Sulawesi Barat

Penerapan Inovasi Teknologi Beberapa Varietas Bawang Merah di Daerah Dataran Rendah Sulawesi Barat Penerapan Inovasi Teknologi Beberapa Varietas Bawang Merah di Daerah Dataran Rendah Sulawesi Barat Ida Andriani 1 dan Muslimin 2 1 Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat Jl. H.Abdul Malik Pattana

Lebih terperinci

M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya Bawang Merah

M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya Bawang Merah M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya APLIKASI PESTISIDA BERDASARKAN MONITORING DAN PENGGUNAAN KELAMBU KASA PLASTIK PADA BUDIDAYA BAWANG

Lebih terperinci

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN OPT BAWANG MERAH Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT)

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN KERING

BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN KERING BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN KERING Oleh:Heri Suyitno THL-TBPP BP3K Wonotirto 1. Pendahuluan Bawang Merah (Allium Ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai

Lebih terperinci

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA EKOSISTEM Ekosistem adalah suatu sistem yang terbentuk oleh interaksi dinamik antara komponen-komponen abiotik dan biotik Abiotik Biotik Ekosistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Pertanaman Bawang Merah Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Secara

Lebih terperinci

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN OPT CABAI Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau hama dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber

Lebih terperinci

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS Eva L. Baideng Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sam Ratulangi Email : eva.baideng@yahoo.co.id;eva.baideng@unsrat.ac.id

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG PENDAHULUAN

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG PENDAHULUAN KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG Ahmad Damiri, Eddy Makruf dan Yartiwi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010 No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010 Perakitan Varietas dan Teknologi Perbanyakan Benih secara Massal (dari 10 menjadi 1000 kali) serta Peningkatan Produktivitas Bawang merah (Umbi dan TSS) (12

Lebih terperinci

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI MERAH, TOMAT, DAN MENTIMUN

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI MERAH, TOMAT, DAN MENTIMUN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI MERAH, TOMAT, DAN MENTIMUN Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau hama dan penyakit berdasarkan konsepsi Pengendalian

Lebih terperinci

INSEKTISIDA YANG UMUM DIGUNAKAN OLEH PETANI KUBIS DI DATARAN TINGGI SULAWESI SELATAN SEBAGAI DASAR PEMILIHAN INSEKTISIDA YANG TEPAT

INSEKTISIDA YANG UMUM DIGUNAKAN OLEH PETANI KUBIS DI DATARAN TINGGI SULAWESI SELATAN SEBAGAI DASAR PEMILIHAN INSEKTISIDA YANG TEPAT PEMANTAUAN RESISTENSI Plutella xylostella TERHADAP INSEKTISIDA YANG UMUM DIGUNAKAN OLEH PETANI KUBIS DI DATARAN TINGGI SULAWESI SELATAN SEBAGAI DASAR PEMILIHAN INSEKTISIDA YANG TEPAT Pelaksana : Laksminiwati

Lebih terperinci

ADAPTASI KLON-KLON BAWANG MERAH (Allium ascollonicum L.) DI PABEDILAN LOSARI CIREBON ABSTRACT

ADAPTASI KLON-KLON BAWANG MERAH (Allium ascollonicum L.) DI PABEDILAN LOSARI CIREBON ABSTRACT ADAPTASI KLON-KLON BAWANG MERAH (Allium ascollonicum L.) DI PABEDILAN LOSARI CIREBON Sartono Putrasamedja Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang Bandung Telp. (022) 2786245,

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail korlinae@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan

Lebih terperinci

Katakunci : Spodoptera exigua; Liriomyza sp.; Alternaria porri; Allium cepa; Ambang pengendalian; Pestisida

Katakunci : Spodoptera exigua; Liriomyza sp.; Alternaria porri; Allium cepa; Ambang pengendalian; Pestisida Moekasan, TK et al. : Penerapan Ambang Pengendalian Organisme Pengganggu... J. Hort. 22(1):47-56, 2012 Penerapan Ambang Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan pada Budidaya Bawang Merah dalam Upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KODE JUDUL : X.176 LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENGGUNAAN FEROMONOID SEKS Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN AMBANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

Budidaya Bawang Putih di Dataran Rendah

Budidaya Bawang Putih di Dataran Rendah Budidaya Bawang Putih di Dataran Rendah Bawang putih (allium sativum) termasuk genus afflum dan termasuk klasifikasi tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun. Bawang putih tumbuh secara berumpun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan yang terletak di Desa Rejomulyo, Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro pada bulan Maret Mei 2014. Jenis tanah

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU ABSTRAK

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU ABSTRAK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU Ahmad Damiri, Dedi Sugandi dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu ABSTRAK Kentang

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI MACAM BOBOT UMBI BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG BERASAL DARI GENERASI KE SATU TERHADAP PRODUKSI

PENGARUH BERBAGAI MACAM BOBOT UMBI BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG BERASAL DARI GENERASI KE SATU TERHADAP PRODUKSI PENGARUH BERBAGAI MACAM BOBOT UMBI BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG BERASAL DARI GENERASI KE SATU TERHADAP PRODUKSI Effects of Various Weight of Shallot Bulb Derived from First Generation

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) OLEH M. ARIEF INDARTO 0810212111 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNOLOGI PRODUKSI TSS (TRUE SHALLOT SEED) UNTUK MENINGKATKAN PEMBUNGAAN DAN PEMBIJIAN BAWANG MERAH

PERBAIKAN TEKNOLOGI PRODUKSI TSS (TRUE SHALLOT SEED) UNTUK MENINGKATKAN PEMBUNGAAN DAN PEMBIJIAN BAWANG MERAH PERBAIKAN TEKNOLOGI PRODUKSI TSS (TRUE SHALLOT SEED) UNTUK MENINGKATKAN PEMBUNGAAN DAN PEMBIJIAN BAWANG MERAH NANI SUMARNI SUWANDI NENI GUNAENI SARTONO PUTRASAMEJA PENDAHULUAN. Selain dengan umbi bibit,

Lebih terperinci

POPULASI DAN PERSENTASE SERANGAN LARVA Spodoptera exigua Hubner PADA TANAMAN BAWANG DAUN DAN BAWANG MERAH DI DESA AMPRENG KECAMATAN LANGOWAN BARAT

POPULASI DAN PERSENTASE SERANGAN LARVA Spodoptera exigua Hubner PADA TANAMAN BAWANG DAUN DAN BAWANG MERAH DI DESA AMPRENG KECAMATAN LANGOWAN BARAT POPULASI DAN PERSENTASE SERANGAN LARVA Spodoptera exigua Hubner PADA TANAMAN BAWANG DAUN DAN BAWANG MERAH DI DESA AMPRENG KECAMATAN LANGOWAN BARAT MEILANI PAPARANG 1 Dr. Ir. Ventje V. Memah, MP., Ir. James

Lebih terperinci

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN Abdul Fattah 1) dan Hamka 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 2) Balai Proteksi

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

JUDUL KEGIATAN: KAJIAN MODEL PTT DALAM BUDIDAYA JAGUNG LOKAL DAN POTENSI PENGEMBANGAN JAGUNG QPM SEBAGAI SUMBER PANGAN ALTERNATIF

JUDUL KEGIATAN: KAJIAN MODEL PTT DALAM BUDIDAYA JAGUNG LOKAL DAN POTENSI PENGEMBANGAN JAGUNG QPM SEBAGAI SUMBER PANGAN ALTERNATIF JUDUL KEGIATAN: KAJIAN MODEL PTT DALAM BUDIDAYA JAGUNG LOKAL DAN POTENSI PENGEMBANGAN JAGUNG QPM SEBAGAI SUMBER PANGAN ALTERNATIF FORM B.3.6.RISTEK A PERKEMBANGAN ADMINITRASI 1. Perkembangan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara BAWANG MERAH Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang merah tumbuh optimal di daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-400

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH DI DATARAN MEDIUM KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU PENDAHULUAN

PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH DI DATARAN MEDIUM KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU PENDAHULUAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH DI DATARAN MEDIUM KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU Ahmad Damiri dan Dedi Sugandi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl Irian Km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

PENGKAJIAN ADAPTASI VARIETAS-VARIETAS BAWANG MERAH PADA LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN BARAT. Titiek Purbiati, Abdullah Umar dan Arry Supriyanto

PENGKAJIAN ADAPTASI VARIETAS-VARIETAS BAWANG MERAH PADA LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN BARAT. Titiek Purbiati, Abdullah Umar dan Arry Supriyanto PENGKAJIAN ADAPTASI VARIETAS-VARIETAS BAWANG MERAH PADA LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN BARAT Titiek Purbiati, Abdullah Umar dan Arry Supriyanto BPTP-Kalimantan Barat ABSTRAK Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI Oleh Swastyastu Slandri Iswara NIM. 021510401060 JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun PENGARUH UMUR SIMPAN BIBIT BAWANG MERAH VARIETAS SUPER PHILIP DAN RUBARU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN Yuti Giamerti dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

LAPORAN HASIL PERCOBAAN LAPORAN HASIL PERCOBAAN PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI FUNGISIDA RIZOLEX 50 WP (metil tolklofos 50%) (385/PPI/8/2008) TERHADAP PENYAKIT BUSUK DAUN Phytophthora infestans PADA TANAMAN KENTANG Pelaksana : H.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

Teknologi Bawang Merah Off-Season: Strategi dan Implementasi Budidaya

Teknologi Bawang Merah Off-Season: Strategi dan Implementasi Budidaya Teknologi Bawang Merah Off-Season: Strategi dan Implementasi Budidaya Suwandi Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Jln. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung Barat 40391 E-mail : balitsa@litbang.pertanian.go.id;

Lebih terperinci

1) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor ABSTRAK

1) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor ABSTRAK PENGUJIAN LAPANG EFIKASI INSEKTISIDA CURBIX 100 SC (ETIPZOL 100 g/l) DAN CONFIDOR 5 WP (IMIDAKLOPRID 5 %) TERHADAP KEPIK HITAM RAMPING (Pachybarachlus pallicornis var. Baihaki) PADA TANAMAN PADI SAWAH

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Bawang Merah Ramah Lingkungan Input Rendah Berbasis Teknologi Mikrobia PGPR

Teknik Budidaya Bawang Merah Ramah Lingkungan Input Rendah Berbasis Teknologi Mikrobia PGPR Teknik Budidaya Bawang Merah Ramah Lingkungan Input Rendah Berbasis Teknologi Mikrobia PGPR LATAR BELAKANG Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang banyak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- 22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat- Tongkoh, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan jenis tanah Andosol, ketinggian tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit J. Hort. 18(2):155-159, 2008 Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit Sutapradja, H. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang (ketinggian tempat 1250 m di atas permukaan laut/dpl) dan di Kebun Percobaan

Lebih terperinci

PERBEDAAN USAHATANI KANGKUNG DARAT (Ipomoea aquatica) SISTEM ORGANIK DAN ANORGANIK. Edi Supriyono, Dawud Ardisela, Ismarani Abstract

PERBEDAAN USAHATANI KANGKUNG DARAT (Ipomoea aquatica) SISTEM ORGANIK DAN ANORGANIK. Edi Supriyono, Dawud Ardisela, Ismarani Abstract PERBEDAAN USAHATANI KANGKUNG DARAT (Ipomoea aquatica) SISTEM ORGANIK DAN ANORGANIK Edi Supriyono, Dawud Ardisela, Ismarani Abstract DifferentfarmingIpomoea aquaticasystemof organicandinorganicin Agro Cilangkap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kec. Natar Kab. Lampung Selatan dan Laboratorium

Lebih terperinci

RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KODE JUDUL: X.43 RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA FORMULASI PRODUK PESTISIDA NABATI BERBAHAN AKTIF SAPONIN, AZADIRACHTIN, EUGENOL,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian C3 B1 C1 D2 A2 E2 B3 C2 E3 B2 D3 A1. Keterangan:

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian C3 B1 C1 D2 A2 E2 B3 C2 E3 B2 D3 A1. Keterangan: Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN C3 B1 C1 D2 E1 A3 D1 A2 E2 B3 C2 E3 B2 D3 A1 Keterangan: A. Pupuk N, P dan K (200 kg/ha Urea + 450 kg/ha ZA + 150 kg/ha SP-36 + 150 kg/ha KCl) B. 1,5 ton/ha Pupuk

Lebih terperinci

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori TEKNIK PENGAMATAN PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK MAJEMUK DAN TUNGGAL PADA BEBERAPA VARIETAS KENTANG Engkos Koswara 1 Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori dan mineral yang penting bagi pemenuhan

Lebih terperinci

DAMPAK TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

DAMPAK TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI DAMPAK TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI Lintje Hutahaean, Syamsul Bakhri, dan Maskar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

DISEMINASI VARIETAS KENTANG UNGGUL RESISTEN Phytophthora infestans (Mont.) de Bary

DISEMINASI VARIETAS KENTANG UNGGUL RESISTEN Phytophthora infestans (Mont.) de Bary KODE JUDUL: 1.03 EXECUTIVE SUMMARY INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA DISEMINASI VARIETAS KENTANG UNGGUL RESISTEN Phytophthora infestans (Mont.) de Bary KEMENTRIAN/LEMBAGA: BADAN PENELITIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabel Tinggi Tanaman 2 MST (cm) Ulangan

Lampiran 1. Tabel Tinggi Tanaman 2 MST (cm) Ulangan Lampiran 1. Tabel Tinggi Tanaman 2 MST (cm) P0 21.72 20.50 21.20 20.86 21.90 106.18 21.24 P1 20.10 19.60 20.70 20.00 21.38 101.78 20.36 P2 20.20 21.40 20.22 22.66 20.00 104.48 20.90 P3 20.60 23.24 18.50

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik 42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni

Lebih terperinci

Perbandingan Pendapatan Usahatani Bawang Merah Dengan dan Tanpa Teknologi Feromon

Perbandingan Pendapatan Usahatani Bawang Merah Dengan dan Tanpa Teknologi Feromon Perbandingan Pendapatan Usahatani Bawang Merah Dengan dan Tanpa Teknologi Feromon (Studi Kasus di Gapoktan Asta Mandiri, Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli) KETUT SWASTIKA, I GUSTI AGUNG

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KLORANTRANILIPROL DAN FLUBENDIAMID PADA ULAT BAWANG MERAH (Spodoptera exigua Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae)

EFEKTIVITAS KLORANTRANILIPROL DAN FLUBENDIAMID PADA ULAT BAWANG MERAH (Spodoptera exigua Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) Jurnal HPT Volume 2 Nomor 4 Desember 2014 ISSN : 2338-4336 EFEKTIVITAS KLORANTRANILIPROL DAN FLUBENDIAMID PADA ULAT BAWANG MERAH (Spodoptera exigua Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) Ria Febrianasari, Hagus

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT Baiq Tri Ratna Erawati 1), Awaludin Hipi 1) dan Andi Takdir M. 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. Luas lahan sayuran di Tanggamus adalah 6.385 ha yang didominasi oleh tanaman cabai 1.961

Lebih terperinci

PENGUJIAN BEBERAPA KLON BAWANG MERAH DATARAN TINGGI (CLONES TESTING OF SOME HIGHLANDS SHALLOTS)

PENGUJIAN BEBERAPA KLON BAWANG MERAH DATARAN TINGGI (CLONES TESTING OF SOME HIGHLANDS SHALLOTS) PENGUJIAN BEBERAPA KLON BAWANG MERAH DATARAN TINGGI (CLONES TESTING OF SOME HIGHLANDS SHALLOTS) Oleh: Sartono Putrasamedja Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang Bandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,

Lebih terperinci

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta. PANEN BAWANG PUTIH Tujuan : Setelah berlatih peserta terampil dalam menentukan umur panen untuk benih bawang putih serta ciri-ciri tanaman bawang putih siap untuk dipanen 1. Siapkan tanaman bawang putih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST 38 Lampiran 1. Data Tinggi Tanaman (cm) 2 MST Jumlah Rataan V1 20.21 18.41 25.05 63.68 21.23 V2 22.19 22.80 19.40 64.39 21.46 V3 24.56 23.08 21.39 69.03 23.01 V4 24.95 26.75 23.08 74.78 24.93 V5 20.44

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk

Lebih terperinci

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PTT menerapkan komponen teknologi dasar dan pilihan. Bergantung kondisi daerah setempat, komponen teknologi pilihan dapat digunakan sebagai komponen teknologi : Varietas

Lebih terperinci

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING KODE JUDUL : X.47 LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI DATARAN TINGGI KERINCI PROVINSI JAMBI. Suharyon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI DATARAN TINGGI KERINCI PROVINSI JAMBI. Suharyon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI DATARAN TINGGI KERINCI PROVINSI JAMBI Suharyon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi email: suharyon@yahoo.com ABSTRAK Analisis usahatani terhadap 10 responden yang melakukan

Lebih terperinci