BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H"

Transkripsi

1 BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN AZIZ MEIARO H. D Bobot Potong, Bobot karkas dan Non Karkas Domba Lokal Yang Digemukkan Dengan Pemberian Ransum Komplit dan Hijauan. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, M.Si Pembimbing Anggota : Muhamad Baihaqi, S.Pt Domba lokal dikenal sebagai domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Manajemen pemeliharaan di tingkat petani, biasanya domba hanya diberi makan rumput saja, sehingga pertumbuhannya pun rendah. Keadaan tersebut juga diperkiraan berdampak pada bobot karkasnya. Penelitian dan evaluasi terhadap bobot potong, bobot karkas dan non karkas merupakan informasi yang berharga untuk pengembangannya sebagai ternak domba hal ini penghasil daging. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil, Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei Ternak domba yang digunakan adalah domba jantan lokal berumur kurang dari satu tahun (I 0 ) yang berjumlah 12 ekor dengan bobot tubuh awal rata-rata 15,87 ± 1,00 kg (CV = 7,15%). Domba diperoleh dari Mitra Tani Farm Ciampea yang dibeli dari pedagang pengumpul. Ransum yang diberikan berupa pakan komersial produk dari KPS Bogor, rumput segar (Brachiaria humidicola) dan diberikan secara ad libitum. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap pola searah. Faktor perlakuannya adalah pakan yang berbeda : P1 = 80 % Brachiaria humidicola dan 20 % ransum Komplit, P2 = 80 % ransum komplit dan 20 % rumput Brachiaria humidicola, dan P3 = 80 % rumput Brachiaria humidicola dan 20 % ransum komplit selama satu bulan kemudian 80 % ransum komplit dan 20 % rumput Brachiaria humidicola pada satu bulan terakhir penggemukan. Pada masing-masing perlakuan terdiri atas empat ulangan. Peubah yang diamati adalah bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas, bobot non karkas dan persentase karkas. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bobot potong tidak berbeda nyata (P>0.05), bobot karkas memiliki hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05) dan bobot tubuh kosong berbeda nyata (P<0.05), antara P1 dengan P2 berbeda, P1 dengan P3 sama dan P2 dengan P3 berbeda, demikian juga dengan bobot non karkas memiliki hasil yang berbeda sangat nyata (P<0.01). Bobot non karkas antara lain adalah bobot darah berbeda nyata (P<0.05), bobot hati sangat berbeda nyata (P<0.01), jantung sangat berbeda nyata (P<0.01), alat kelamin berbeda nyata (P<0.05), ginjal berbeda nyata (P<0.05) dan kaki berbeda nyata (P<0.05). Kata-kata kunci : Domba lokal, penggemukan, ransum komplit, bobot potong, bobot karkas, bobot non karkas.

3 ABSTRACT Slaughter Weigth, Carcass and Non Carcass Weight of Local Sheep During Fattening with Complete Feed and Forage Dietary Treatment Meiaro, A., S. Rahayu and M. Baihaqi This research was aimed to analyze the effect of complete feed and Brachiaria humidicola for two months finishing period on slughter weigth, carcass and non carcass weigth of local sheep. This research used 12 under a year old male local sheep and the dietary treatment was conducted during the fattening period. In this research, the male local sheep was fed ad libitum between complete feed and forage in different ratio in each treatment. The dietary treatments was conducted in three different ratio of complete feed and forage (Brachiaria humidicola), included: 80% Brachiaria humidicola and 20% complete feed for two months (P1), 20% Brachiaria humidicola and 80% complete feed for two months (P2) and 80% Brachiaria humidicola and 20% complete feed for a month and 20% Brachiaria humidicola and 80% complete feed for a next month (P3). The data was analyzed by analysis of variance (ANOVA) as a randomized complete design. This research was observed slaughter weigth, empty body weight, carcass and non carcass weight and carcass percentage in each dietary treatment. The result of this research showed that dietary treatment was not significantly different in many observed variables except empty body weight (P<0.05), blood (P<0.05), liver (P<0.01), heart (P<0.01), reproduction tract (P<0.05), kidney (P<0.01) and shank (P<0.05). Keywords: Local sheep, fattening, complete feed, slaughter weight, carcass weight, non carcass weight.

4 BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN AZIZ MEIARO H D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1986 di Kota Padang Sidimpuan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Penulis adalah putra keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak H. Raradodo, H dan Ibu Hj. Nurisah S. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN 7 Gunung Tua, pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 1 Gununa Tua dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 2 Kisaran. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di beberapa Organisasi Mahasiswa Daerah seperti: Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan (IMATAPSEL) Bogor, HIMAPROTER, HMI Cabang Bogor dan pernah aktif di beberapa keanggotaan profesional lainnya.

6 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr, wb Puji syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran dan keikhlasan atas segala cobaan dan tantangan yang dihadapi selama ini. Penelitian yang penulis lakukan mengambil judul Bobot Potong, Bobot Karkas dan Non Karkas Domba Lokal yang Digemukkan dengan Pemberian Ransum Komplit dan Hijauan. Dalam penelitian ini dipaparkan tentang pengaruh pemberian ransum komplit dan hijauan selama 2 bulan penggemukan. Semoga penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi yang berguna bagi penelitian-penelitian berikutnya khususnya bagi petani maupun peternak. Wassalamu alaikum wr, wb. Bogor, Agustus 2008 Penulis

7 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Domba (Ovis aries)... 3 Klasifikasi Domba Domba Lokal... 4 Pertambahan Bobot Badan... 5 Penggemukan Domba... 5 Bobot Potong... 7 Bobot Karkas... 7 Bobot Non Karkas... 8 Konsumsi Pakan... 8 Konsentrat... 9 Hijauan... 9 METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Perlakuan Model Percobaan Analisis Data Peubah yang diamati Prosedur Persiapan Pemeliharaan Akhir Pemeliharaan i ii iii iv v vi vii viii

8 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bobot Potong Bobot Tubuh Kosong Bobot Karkas Persentase karkas Bobot Non Karkas KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

9 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Kandungan Nutrisi Ransum Komplit dan Rumput Parameter Iklim Daerah Darmaga dan Sekitarnya Tahun Rataan Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas dan Persentase Karkas Rataan Bobot Non Karkas Setelah Dua Bulan Pemeliharaan... 22

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Contoh Domba Penelitian Peralatan dan Obat-obatan Pakan Brachiaria humidicola dan Ransum Komplit Pencukuran Bulu Domba... 13

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Persentase Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas dan Non Karkas Analisis Ragam Bobot Potong Analisis Ragam Bobot Tubuh Kosong Analisis Ragam Bobot Karkas Analisis Ragam Bobot Non Karkas Analisis Ragam Persentase Karkas Analisis Ragam Darah Tertampung Analisis Ragam Kepala Analisis Ragam Kulit Analisis Ragam Hati Analisis Ragam Jantung Analisis Ragam Alat Kelamin Analisis Ragam Ginjal Analisis Ragam Perut Analisis Ragam Usus Halus Analisis Ragam Usus Besar Analisis Ragam Kaki... 36

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan di Indonesia pada saat ini belum sesuai dengan yang diharapkan, padahal kebutuhan produk hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, salah satunya yaitu daging. Peningkatan konsumsi daging terjadi setiap tahunnya yaitu pada tahun 2005 dari 1.817,03 ton meningkat menjadi 2.070,24 ton pada tahun 2006 (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2006). Salah satu ternak ruminansia kecil yang punya peranan dalam pemenuhan kebutuhan daging adalah domba. Dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 impor ternak domba mengalami peningkatan dari 519,7 ton menjadi 829,6 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2006). Kondisi domba seharusnya digunakan oleh pemerintah sebagai acuan untuk melakukan suatu program peningkatan produksi dari sektor peternakan. Usaha penggemukan domba merupakan kegiatan pemeliharaan domba bakalan sapih selama 2-4 bulan dengan pemberian pakan dan manajemen pemeliharaan yang baik untuk mengoptimalkan pertumbuhan domba dengan tujuan produksi daging (Yamin, 2001). Penggemukan domba merupakan salah satu cara guna memenuhi kebutuhan daging yang terus meningkat selain itu diharapkan turut menunjang program pemerintah untuk menjadikan domba sebagai salah satu komoditi ekspor yang sejajar dengan komoditi lainnya. Ransum domba dapat berupa hijauan (rumput) saja, hijauan dan konsentrat, atau konsentrat. Jumlah bahan kering yang dibutuhkan tergantung bobot badan domba. Patokan yang biasa dipakai di lapangan adalah bahwa jumlah bahan kering yang dibutuhkan seekor domba dewasa sekitar 5 % dari bobot badan domba tersebut. Tingkat kebutuhan bahan kering yang dibutuhkan oleh domba dewasa tersebut dapat dipenuhi oleh ransum yang terdiri dari campuran rumput dengan konsentrat. Pada tingkat pasokan bahan kering tersebut, ada kemungkinan setiap komposisi rumput-konsentrat memiliki tingkat konsumsi zat nutrisi tertentu. Tingkat pasokan zat nutrisi ransum yang berbeda pada tingkat konsumsi bahan kering yang sama, kemungkinan akan menghasilkan bobot potong, bobot karkas dan non karkas yang berbeda.

13 Berdasarkan pemikiran ini akan dilakukan penelitian pengaruh pemberian ransum komplit dan hijauan pada dua bulan terakhir penggemukan terhadap bobot potong, bobot karkas dan non karkas. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum komplit dan Brachiaria humidicola pada dua bulan penggemukan terhadap bobot potong, bobot karkas dan bobot non karkas.

14 TINJAUAN PUSTAKA Domba (Ovis aries) Klasifikasi Domba Ternak domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan umumnya berupa domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang seragam, ekor kecil dan tidak terlalu panjang. Domba lokal yang terdapat dalam Sumoprastowo (1987), mempunyai perdagingan sedikit dan disebut juga domba kampung atau domba negeri. Bangsa domba secara umum diklasifikasilan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak. Domba diklasifikasikan menurut Blakely dan Bade (1992) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Family : Bovidae Genus : Ovis ( domba) Species : Ovis aries ( domba yang didomestikasi) Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) berjumlah tiga jenis yaitu jawa ekor tipis, jawa ekor gemuk dan sumatra ekor tipis. Inounu dan Diwyanto (1996) mengemukakan bahwa terdapat dua tipe domba yang paling menonjol di Indonesia yaitu Domba Ekor Tipis (DET) dan Domba Ekor Gemuk (DEG) dengan perbedaan galur dari masing-masing tipe. Domba Lokal Ternak domba yang tersebar masih sangat beragam, demikian pula mengenai asal-usulnya sedikit sekali diketahui. Umumnya domba-domba di Indonesia (tropis)

15 tidak mengenal adanya musim pembiakan (nonseasonal breeding), berbeda dengan domba yang berada didaerah iklim sedang. Dengan demikian perkembangbiakan dapat berlangsung sepanjang tahun (Natasasmita et al., 1979). Di Jawa terdapat tiga kelompok domba yaitu domba Ekor Tipis (local Javanese thin-tailed) atau domba lokal, domba Ekor Gemuk (Javanese fat-tailed) dan domba Priangan (Priangan of west java) atau dikenal pula sebagai domba ekor sedang (Mason, 1980). Domba di Indonesia pada umumnya berekor tipis (thin-tailed), tetapi ada pula yang berekor gemuk (fat-tailed) seperti domba Donggala atau domba yang berada di Jawa Timur (Devendra dan McLeroy, 1982). Domba Ekor Tipis merupakan domba asli Indonesia dikenal sebagai domba lokal, domba Kampung atau domba Kacang yang disebut demikian karena bertubuh kecil (Sumoprastowo, 1987). Domba ini tidak jelas asal-usulnya dan dijumpai di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (Devendra dan McLeroy,1982). Karakeristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa, tidak seragam, berbulu kasar dan hasil daging relatif sedikit, dengan rata-rata bobot potong 20 kg (Edey, 1983). Tinggi pundak domba dewasa 57 cm dan bobot potong 19 kg (Mason, 1980). Pendapat lain menyatakan bobot badan dewasa dapat mencapai kg pada yang jantan dan betina kg, dengan persentase karkas berkisar antara % (Tiesnamurti, 1992). Sifat lain domba lokal tampak dari warna bulu umumnya putih dengan bercak hitam sekitar mata, hidung atau bagian lainnya (Mason, 1980; Edey, 1983; Mulyaningsih, 2006; Devendra dan McLeroy, 1982). Di samping bentuk tubuh yang ramping pola warna sangat beragam dari bercak putih, coklat, hitam, atau warna polos putih dan hitam (Tiesnamurti, 1992). Kualitas wol sangat rendah dan termasuk wol kasar (Mason, 1980) yang biasanya wol ini dibuang tidak dimanfaatkan. Profil muka biasanya lurus atau agak melengkung. Profil muka agak melengkung dijumpai pada domba jantan (Sabrani et al., 1982). Pada domba lokal jantan dijumpai tanduk yang melingkar, dan betina biasanya tidak bertanduk (Edey, 1983; Devendra dan McLeroy, 1982). Ekor pada domba lokal umumnya pendek, bentuk tipis dan tidak menunjukkan adanya timbunan lemak (Mason, 1980; Mulyaningsih 2006). Ukuran panjamg ekor rata-rata 19,3 cm, lebar pangkal ekor 5,6 cm dan tebal 2,7 cm

16 (Tiesnamurti, 1992), hasil penelitian lain menjelaskan bahwa pada domba Lokal betina di daerah Cirebon dijumpai mempunyai panjang ekor mencapai 17,3 ± 2,5 cm, lebar 4,1 ± 0,7 cm, sedangkan di daerah Bogor diperoleh panjang ekor 16,8 ± 2,8 cm dan lebar 4,2 ±1,1 cm (Sabrani et al., 1982) Penggemukan Domba Penggemukan saat ini telah banyak dilakukan oleh peternak maupun pedagang dengan prinsip memberikan perlakuan selama pertumbuhan untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar, dalam bentuk pertambahan bobot badan (Suharya dan Setiadi, 1992). Istilah penggemukan berasal dari kata fattening yang berarti pembentukan lemak, dan istilah tersebut dewasa ini tidak sesuai lagi karena sistem produksi dan selera konsumen yang berubah. Hewan yang dipotong semakin muda, sehingga dagingnya semakin empuk. Penggemukan yang dimaksud adalah penggemukan yang tidak berlebih-lebihan tetapi penggemukan seperlunya saja sesuai dengan tujuan penggemukan. Tujuan program penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas dengan cara mendeposit lemak seperlunya saja. Bila ternak yang digunakan belum dewasa, maka program tersebut sifatnya adalah bersifat membesarkan sambil menggemukan atau memperbaiki kualitas karkas (Parakkasi, 1999). Sistem pemeliharaan secara intensif merupakan pemeliharaan ternak dalam tempat yang terkurung dan makanan dibawa ke ternak (ke kandang) (Preston dan Willis, 1978 dalam Parakkasi, 1999). Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot badan harian karena pemberian pakan yang cukup sesuai dengan kebutuhan domba. Pemeliharaan secara intensif ini, ternak domba dikandangkan penuh sehingga dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan penuh untuk produksi daging (Mathius, 1998). Pemeliharaan secara intensif ini diharapkan agar produksi yang dihasilkan tinggi dan waktu produksi yang dibutuhkan relatif singkat. Usaha penggemukan domba sangat digemari oleh petani sebagai usaha ternak komersial karena dinilai lebih ekonomis, relatif cepat, rendah modal, serta lebih praktis. Bakalan yang dipilih adalah domba bakalan yang kurus dan sehat. Penentuan kapan suatu program penggemukan akan diakhiri, karena sudah mencapai titik optimum dan merupakan sesuatu yang tidak mudah (Klosterman, 1972 dalam

17 Parakkasi, 1999). Jika titik tersebut dapat ditentukan secara baik, maka peternak dapat mengurangi bahan makanan yang terbuang, sehingga mendapatkan karkas yang tidak banyak lemaknya dan mempercepat turn over usaha. Kondisi masa pertumbuhan kondisi yang relaif kurus dari pasar akan cukup ideal untuk penggemukan domba yang berlangsung sekitar 2 3 bulan (Yamin, 2001). Penggemukan pada umumya terdapat tiga kategori yaitu penggemukan jangka waktu pendek (± 1 bulan), jangka waktu sedang (± 2 bulan) dan jangka waktu panjang (± 3 bulan) (Parakkasi, 1999). Waktu penggemukan yang semakin lama maka akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang semakin menurun. Walaupun pertambahan bobot badan menurun, tetapi persentase karkas akan meningkat seiring dengan lama penggemukan. Bobot Potong Bobot potong adalah bobot tubuh ternak sebelum dipotong (Sugana dan Duljaman, 1983). Salah satu yang dapat mempengaruhi bobot potong domba adalah jenis kelamin (Natasasmita et al., 1979). Bobot potong domba jantan lebih tinggi dibandingkan bobot potong domba betina, hal ini disebabkan domba jantan lebih efisien dalam mengubah makanan bahan kering menjadi bobot tubuh dibandingkan ternak domba betina menurut Sugana dan Duldjaman (1983). Secara umum bahwa bobot potong dipengaruhi oleh umur, semakin bertambahnya umur ternak, maka semakin besar bobot badannya (Yurmiati, 1991). Bobot Karkas Karkas adalah bagian dari tubuh ternak setelah dipisahkan dari darah, kepala, keempat kaki bagian bawah, kulit, paru-paru, tenggorokan, saluran pencernaan, saluran urine, jantung, limpa, hati dan jaringan-jaringan lemak yang melekat pada bagian-bagian tersebut (Lawrie, 1995). Menurut Soeparno (1994) karkas adalah berat semua bagian tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari carpus dan tarsus sampai kebawah kulit. Karkas domba dapat dibedakan berdasarkan berat, umur domba, jenis kelamin dan tingkat perlemakan.tingkat keempukan dari daging domba dapat dipengaruhi oleh waktu pelayun daging, pembekuan dan metode pemasakan (Gatenby, 1991). Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot dan kondisi

18 ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non karkas dan ransum serta umur jenis kelamin dan pengebrian (Davendra, 1983). Koomponen karkas terdiri atas tulang, otot, lemak dan jaringan ikat. Perkembangan otot, lemak dan tulang yang berbeda-beda menyebabkan berubahnya proporsi dan komposisi tubuh ternak dan karkas. Sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot dan persentase karkas. Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas dan bobot potong (Berg dan Butterfield, 1976). Bobot Non Karkas Bobot non karkas adalah bobot hidup dikurangi bobot karkas yaitu bobot darah, kulit, kepala, keempat kaki bagian bawah mulai dari carpus dan tarsus, isi ruang dada (jantung, paru-paru dan hati) dan isi perut (organ pencernaan kecuali ginjal dan organ reproduksi). Menurut Hammond (1960), komponen non karkas terdiri dari organ internal dan eksternal. Organ-organ tersebut mempunyai fungsi fisiologis yang sangat penting sehingga sudah terbentuk dan berkembang baik pada waktu kelahiran. Kepala organ internal dan kaki merupakan komponen yang masak dini, sedangkan bagian-bagian yang penting untuk produksi seperti urat daging, lemak dan ambing berkembang lebih lambat. Menurut Davendra (1983) persentase bobot organ internal (perut, usus, hati, paru-paru, jantung, pancreas, limpa, ginjal, oesophagus dan kantong kemih) pada kambing kacang antara % dari bobot potong. Persentase bobot organ eksternal (kepala, empat kaki bagian bawah, ekor, kulit, kelenjar usus, penis dan scrotum) adalah %, sedangkan persentase bobot darah lebih kurang 4.0 %. Konsumsi Pakan Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan di dalamnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1984). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Konsumsi merupakan faktor essensial sebagai dasar untuk hidup pokok dan untuk produksi. Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor hewan, faktor makanan yang diberikan dan faktor lingkungan (suhu dan kelembaban). Jumlah

19 konsumsi pakan merupakan salah satu tanda terbaik bagi produktivitas ternak (Arora, 1989). Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu udara ynag tinggi maka konsumsi pakan akan menurun karena konsumsu air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi (Siregar, 1991). Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur, dan suhu lingkungan (Church dan Pond, 1988). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan. Konsentrat Konsentrat merupakan bahan makanan yang mengandung serat kasar rendah tetapi mengandung zat-zat makanan yang dapat dicerna tinggi sebagai sumber utama zat makanan yaitu karbohidrat, lemak, dan protein (Crampton dan Harris, 1969). Penggunaan konsentrat (terutama yang banyak mengandung biji-bijian) yang lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan lebih baik. Pemberian konsentrat dalam pakan dapat meningkatkan jumlah konsumsi pakan domba. Pemberian konsentrat pada domba menurut Martawidjaya (1986) akan sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa pemberian konsentrat yang terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan dan dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi tersebut berkurang. Pemberian konsentrat penuh akan lebih efisien terhadap pertambahan bobot badan dibandingkan dengan adanya pembatasan konsentrat (Parakkasi, 1999). Tujuan dari pemberian konsentrat pada ternak yang sedang digemukkan adalah agar ternak cepat terjual dan untuk memenuhi permintaan tertentu terhadap kualitas karkas sebagai hasil penggemukan.

20 Hijauan Makanan hijauan merupakan bahan makanan dalam bentuk daun-daunan, kadang-kadang masih bercampur dengan batang, ranting serta kembang, umumnya berasal dari tanam-tanaman sebangsa rumput dan daun kacang-kacangan (Lubis, 1963). Hijauan makanan ternak sebagai sumber kehidupan ternak memerlukan tanah, sehingga tanah-hijauan-ternak merupakan suatu rangkaian dalam kehidupan. Ternak yang erat hubungannya satu sama lain, untuk penanaman hijauan makanan ternak dibutuhkan tanah yang subur dan memenuhi persyaratan-persyaratan jenis tanah dan iklim yang sesuai dengan yang dikehendaki hijauan makanan ternak yang bersangkutan (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1986). Hijauan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia, baik dari segi banyaknya maupun mutunya sebagai sumber zat makanan yang dibutuhkan untuk seluruh proses hidupnya, terutama yang bisa dimanfaatkan langsung oleh ternak, misalnya laju pertumbuhan yang cepat dan tercapainya bobot hidup tertentu dalam waktu singkat (Susetyo, 1980).

21 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei Materi Ternak Ternak domba yang digunakan adalah domba jantan lokal berumur kurang dari satu tahun (I 0 ) yang berjumlah 12 ekor dengan bobot tubuh awal rata-rata 15,87 ± 1,00 kg (CV = 7,15%). Domba diperoleh dari Mitra Tani Farm Ciampea yang dibeli dari pedagang pengumpul. Contoh domba yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Contoh Domba Penelitian Kandang dan Peralatan Kandang individu, berdinding besi dan berlantai papan dengan ukuran 1x 0,5 m 2, yang dilengkapi tempat makan dan minum. Peralatan yang digunakan terdiri dari: timbangan dengan kapasitas 5 kg untuk menimbang ransum dan sisanya, timbangan dengan kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot hidup domba, ban bekas sebagai dudukan atau penahan domba saat ditimbang, baskom, sarung tangan, meteran, scapel dan peralatan pemotongan domba (Gambar 2).

22 (a) (b) (c) (d) Gambar 2. Peralatan yang digunakan: a) Timbangan Pakan, b) Obat-obat, c) Timbangan OHAUS, d) Scapel. Ransum Ransum yang diberikan berupa Brachiaria humidicola dan ransum komplit produk dari KPS, Bogor (Gambar 3). Bahan-bahan yang digunakan dalam penyusunan ransum komplit adalah dedak padi, pollard, tepung roti afkir, bungkil kopra, onggok, kacang afkir, kulit coklat, vitamin mix, kapur, garam, dan urea. Hasil analisis ransum komplit yang digunakan: dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrisi Ransum Komplit dan Rumput (dalam Bahan Segar dan Bahan Kering) yang Digunakan Selama Penelitian. Pakan Brachiaria humidicola Ransum Komplit KPS Bogor Komposisi BK Abu PK SK LK Beta-N. % , , , Keterangan: KA : Kadar Air SK : Serat Kasar BK : Bahan Kering LK : Lemak Kasar PK : Protein Kasar Beta-N : Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Institut Pertanian Bogor

23 Gambar 3. Pakan Brachiaria humidicola dan Ransum Komplit Rancangan Perlakuan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Faktor perlakuannya adalah pakan yang berbeda dimana perlakuan P1 = 80 % Brachiaria humidicola dan 20 % ransum Komplit, P2 = 80 % ransum komplit dan 20 % rumput Brachiaria humidicola, dan P3 = 80 % rumput Brachiaria humidicola dan 20 % ransum komplit selama bulan pertama kemudian 80 % ransum komplit dan 20 % rumput Brachiaria humidicola pada bulan kedua penggemukan. Pada masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Model Percobaan Model percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah atau satu faktor. Model rancangan menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut: Y ij = i ij Keterangan : Y ij = Nilai pengamatan dari faktor perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Nilai tengah populasi i Pengaruh perlakuan ke-i ij Pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

24 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam, jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati adalah : 1. Bobot Potong : bobot tubuh yang ditimbang sebelum pemotongan. 2. Bobot Tubuh Kosong : bobot potong setelah dipisahkan dengan bobot isi saluran pencernaan dan empedu. 3. Bobot Karkas : bagian dari tubuh ternak setelah dipisahkan dari darah, kepala, keempat kaki bagian bawah, kulit, paru-paru, tenggorokan, saluran pencernaan, saluran urine, jantung, limpa, hati dan jaringan-jaringan lemak yang melekat pada bagian-bagian tersebut. 4. Bobot Non Karkas : bagian dari tubuh ternak setelah dikurangi karkas. 5. Persentase Karkas : Bobot karkas Bobot potong x 100% Prosedur Penelitian Persiapan Persiapan ini dimulai dengan membersihkan kandang seminggu sebelum penelitian dimulai serta persiapan bahan dan peralatan. Kemudian domba diberi perawatan antara lain pencukuran bulu (Gambar 4), pemberian obat cacing, dan antibiotik. Domba tersebut dimasukkan ke dalam kandang individu secara acak. Gambar 4. Pencukuran bulu

25 Untuk membiasakan terhadap perlakuan dan menghilangkan pengaruh sebelumnya maka dilakukan masa penyesuaian (adaptasi) selama 3 minggu. Lama penggemukan dilakukan selama enam minggu. Pada akhir perlakuan domba dipotong untuk diseksi dan diukur peubah-peubah yang diamati, setelah dipuasakan selama 16 jam. Pemeliharaan Untuk sanitasi setiap hari dilakukan pembersihan kandang, kemudian dilakukan penggantian air minum dan pemberian ransum komplit sesuai perlakuan. Ransum dan air diberikan secara ad libitum, Rumput Brachiaria humidicola diberikan pada siang dan sore hari sedangkan ransum komplit diberikan pada pagi hari sebelum diberi rumput. Penimbangan rumput dan ransum komplit dilakukan setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan dilakukan seminggu sekali. Akhir Penelitian Setelah dua bulan penggemukan, dilakukan pemotongan dan sebelumnya dilakukan pemuasaan selama 16 jam dan setelah pemuasaan dilakukan penimbangan sebelum dipotong untuk memperoleh bobot potong ternak. Pemotongan dilakukan dengan cara memotong pada atas leher dekat rahang bawah, sampai semua pembuluh darah, trachea dan oesophagus terpotong. Darah ditampung untuk ditimbang bobotnya. Ujung oesophagus diikat agar isi rumen tidak menetes keluar. Sebelum dikuliti kepala dan kaki bagian bawah dipisahkan dari tubuh domba. Kepala dipotong pada sendi Occipito atlantis. Kepala dan kaki masing-masing ditimbang sebagai bobot kepala dan kaki. Kemudian domba digantung pada kaki belakang pada tendo achiles, lalu diikat dan dikuliti dan kulit ditimbang sebagai bobot kulit. Setelah itu isi rongga perut dan rongga dada (saluran pencernaan, hati, jantung, limpa, ginjal dan paruparu) dikeluarkan lalu ditimbang bobot setiap organ tersebut dan kemudian setelah pemisahan rongga perut dan rongga dada, karkas ditimbang diperoleh bobot karkas panas. Saluran pencernaan sebelum ditimbang dibebaskan dari lemak. Setiap bagian saluran ditimbang bobotnya dengan jalan memisahkannya dengan mengikat dengan benang lalu dipotong yaitu antara oesophagus dengan lambung, lambung dengan

26 usus halus, usus halus dengan usus buntu, usus buntu dengan usus besar. Setelah ditimbang, diukur pula panjang dari beberapa bagian saluran pencernaan, kemudian isi setiap bagian saluran pencernaan dibersihkan sehingga diperoleh bobot kosong setiap bagian saluran pencernaan. Setelah saluran pencernaan dibersihkan dan penjumlahan dengan darah tertampung, kepala, kulit dan kaki diperoleh bobot non karkas.

27 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ternak. Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapang bagian Ruminansia kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang berlokasi di kecamatan Darmaga dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut. Lahan di bagian Ruminansia Kecil terdiri atas bangunan kantor, kandang kelinci, kandang penggemukan dan pembibitan domba serta tempat pemotongan ternak. Di belakang kandang terdapat padang penggembalan dengan rumput Brachiaria humidicola sebagai pakan utama domba. Penelitian dilakukan di kandang penggemukan. Kandang terdiri atas tiga blok dengan kapasitas tampung 15 ekor per blok. Kandang individu yang digunakan untuk penelitian terletak di blok bagian pinggir. Tipe kandang yang digunakan merupakan tipe dinding tertutup dan tipe atap gravitasi (gable type). Ukuran kandang yang terlalu luas memungkinkan domba melakukan aktivitas lebih banyak sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan domba. Gambaran kondisi lingkungan di sekitar tempat penelitian tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2. Parameter Iklim Daerah Darmaga dan Sekitarnya Tahun 2008 Parameter Bulan Maret April Mei CH Total/bulan (mm/m 2 ) 672,60 527,00 277,10 CH Rataan/hari (mm/m 2 ) 21,70 17,57 8,94 CH Min (mm/m 2 ) 0,00 0,00 0,00 CH Max (mm/m 2 ) 104,5 67,5 70,0 Suhu ( 0 C) 25,07 25,57 25,83 Kelembaban (%) CH : Curah Hujan Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga-Bogor, 2008 Waktu Pengukuran : setiap hari diukur pada pukul 07.00; dan Hujan masih sering terjadi pada awal penelitian dan semakin berkurang pada minggu ketiga dan selanjutnya fluktuatif tetapi tidak sesering pada minggu pertama dan kedua. Curah hujan di sekitar penelitian mengalami penurunan dari bulan Maret

28 sampai awal Mei 2008 seperti tercantum dalam Tabel 4. (BMG, 2008). Suhu udara dan kelembaban juga fluktuatif selama penelitian sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan domba. Keadaan lingkungan akan mempengaruhi kondisi ternak, kesehatan dan konsumsi pakan. Suhu dan curah hujan yang tinggi pada minggu kelima dan keenam sangat berpengaruh terhadap kondisi ternak yang mengakibatkan rata-rata konsumsi pakan menurun. Hal ini didukung oleh pernyataan Anggorodi (1990) yang mengemukakan bahwa iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah makanan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan menyebabkan rendahnya konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan yang rendah pula. Kondisi Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari peternakan Mitra Tani Farm yang dibeli dari pedagang pengumpul di Cianjur, Jawa Barat. Ternak yang dipilih adalah bakalan yang sehat, kurus dan normal (tidak cacat). Ternakternak tersebut sampai ditempat penelitian pada rabu siang dan dilakukan adaptasi pakan selama selama satu minggu. Adaptasi pakan dilaksanakan sesuai perlakuan yang dilakukan pada penelitian. Pada hari kedua adaptasi, satu ekor domba ada yang sakit sehingga dikembalikan ke Mitra Tani Farm dan ditukar dengan domba baru dan dilanjutkan adapatasi pakan sesuai rancangan yang telah dilakukan. Pada awal penelitian, domba yang digunakan adalah 12 ekor dan ditempatkan pada kandang individu secara acak. Pada akhir penelitian, domba yang digunakan hanya 9 ekor. Hal ini dikarenakan selama penelitian berlangsung, pada minggu ke-3 satu ekor domba P2 tidak diberi pakan sesuai perlakuan karena domba tidak mau mengkonsumsi ransum komplit. Satu ekor domba P1 mempunyai pertumbuhan yang jelek dikarenakan penyakit cacingan selama pemeliharaan. Hal ini dapat dilihat setelah domba dipotong yaitu terdapat cacing parasit pada rumen dan retikulumnya. Sedangkan satu ulangan pada P3 tidak dimasukkan dalam analisis ragam sehingga data yang digunakan seimbang. Gangguan kesehatan yang terjadi selama penelitian adalah penyakit radang sekitar bibir (keropeng/orf) dan penyakit mata. Penyakit orf ditandai dengan bintikbintik pada sekitar bibir yang kemudian membesar dan menyebabkan ternak sukar

29 makan dan kondisinya menurun serta mudah menular. Penyakit orf hampir menimpa sebagian ternak pada minggu pertama dan kedua penelitian yaitu tiga ekor pada P1 dan tiga ekor pada P3. Hal ini dimungkinkan karena rumput Brachiaria humidicola yang agak tajam sehingga dapat melukai bibir ternak. Penyembuhan dilakukan dengan pemberian Garamycin salep yang dioleskan pada bagian yang ditumbuhi keropeng yang sebelumnya dilakukan pembersihan bibir terlebih dahulu dengan air. Penyakit mata ditandai dengan keluarnya cairan mata dan mata berwarna merah. Cairan tersebut menjadi putih kotor dan menutupi bagian mata sehingga ternak tidak dapat melihat sempurna. Pengobatan dilakukan dengan pemberian Erlamycetin salep sampai penyakit yang diderita hilang. Gejala lain yang diderita oleh ternak pada saat penelitian yaitu mencret yang dimungkinkan penyebabnya adalah rumput yang basah dan diduga terdapat cacing yang ikut masuk dalam saluran pencernaan. Selain itu, setelah domba dipotong ditemukan adanya sampah plastik dalam saluran pencernaan yaitu dua ekor domba P1, satu ekor domba P2 dan satu ekor domba P3. Plastik-plastik tersebut kemungkinan termakan domba sebelum waktu penelitian, yaitu pada saat ternak berada di pasar. Adanya plastik dalam saluran pencernaan dimungkinkan akan mengganggu proses pencernaan sehingga pertumbuhan domba juga terganggu. Pekerjaan untuk mengurai tubuh hewan sangat diperlukakan ketelitian yang tinggi. Penjumlah bobot organ-organ tubuh setelah pengeruaian sebesar 97,04 % atau susut 2,96 % untuk perlakuan P1 pada bobot potong 17,27 kg, kemudian setelah penguraian sebesar 96,70 % atau susut 3,3 % untuk perlakuan P2 pada bobot potong 19,56 kg dan 96,96 % atau susut 3,04 % untuk perlakuan P3 pada bobot potong 16,68 kg. Susut atau perbedaan jumlah bobot setelah penguraian dengan bobot potong ini disebabkan oleh tidak tertampungnya sebagian kecil cairan rumen ketika dilakukan pemotongan. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas karkas dan daging diantaranya adalah zat nutrisi dan konsumsi pakan, umur dan berat tubuh ternak saat dipotong, bahan aditif, dan stres. Kebutuhan zat nutrisi bisa jadi merupakan faktor lingkungan yang terpenting yang mempengaruhi komposisi karkas dan daging. Ternak yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi tinggi akan meningkatkan kadar lemak tubuhnya (Tillman et al., 1984).

30 Jenis, komposisi kimia (kandungan zat gizi) dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan. Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Soeparno dan Davies, 1987). Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas dan Persentase Karkas Bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas dan persentase karkas sangat dipengaruhi oleh umur ternak dan pakan. Bobot semua organ tubuh tidak berbeda nyata (P>0.05), kecuali bobot tubuh kosong (P<0.05). Rataaan bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas dan persentase karkas dari penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas dan Persentase Karkas. Uraian Perlakuan Bobot Potong (g) Bobot Tubuh Kosong (g) Bobot Karkas (g) Persentase karkas (%) P1 P2 P3 Rata-rata ± 1, ± 1,18 a ± 0,58 37,99 ± 1, ± 0, ± 0,97 b ± 0,79 37,22 ± 2, ± 0, ± 0,45 a ± 0,36 36,46 ± 1,48 Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Keterangan: P1 = 80 % rumput dan 20 % ransum komplit selama 2 bulan P2 = 20 % rumput dan 80 % ransum komplit selama 2 bulan P3 = 20 % rumput dan 80 % ransum komplit selama 1 bulan pertama 80 % rumput dan 20 % ransum komplit selama 1 bulan kedua ,22 Bobot Potong Bobot potong adalah bobot tubuh ternak sesaat sebelum dipotong (Sugana dan Duldjaman, 1983). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong (P>0.05) (Tabel 3). Hal ini kemungkinan sangat dipengaruhi pertambahan bobot badan harian, ini disampaikan Yunita (2008) bahwa pertambahan bobot badan harian yang tidak berbeda nyata, secara urut 45,00; 65,56; dan 34,46 g/ekor/hari. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian memiliki korelasi positif dengan bobot potong, ini kemungkinan dipengaruhi oleh pertumbuhan tubuh ternak yang relatif sama. Bobot potong dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin dan umur.

31 Salah satu yang dapat mempengaruhi bobot potong domba adalah jenis kelamin (Natasasmita et al., 1979). Bobot potong domba jantan lebih tinggi dibandingkan bobot potong domba betina hal ini disebabkan domba jantan lebih efisien dalam mengubah makanan bahan kering menjadi bobot tubuh dibandingkan dengan betina menurut Sugana dan Duldjaman (1983). Penggunaan imbangan pakan ransum komplit dan rumput Brachiaria humidicola yang berbeda pada penelitian ini belum dapat mengubah zat-zat yang dikonsumsi dan diserap oleh ternak menjadi produk ternak berupa pertambahan bobot badan harian secara nyata. Kandungan serat kasar ransum komplit (21,20%) dan rumput Brachiaria humidicola (41,39%) yang tinggi menjadi penyebab menurunnya daya cerna. Sehingga menyebabkan pertumbuhan tidak berbeda walaupun konsumsi zat makanan (bahan kering, protein kasar, serat kasar dan Total Digestible Nutrient) berbeda (Yunita, 2008). Hal ini sangat terkait dengan nutrisi yang terkandung dalam pakan dan tingkat kecernaan pakan tersebut. Ransum yang memiliki nilai nutrisi tinggi dan tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak selama penggemukan. Pemberian serat kasar terlalu tinggi maka akan menurunkan daya cerna ransum (Reksohadiprojo, 1998). Konsumsi makanan dipengaruhi terutama oleh faktor kualitas makanan dan oleh faktor kebutuhan energi ternak yang bersangkutan. Semakin baik kualitas makanannya, makin tinggi konsumsi makanan seekor ternak, akan tetapi konsumsi makanan ternak berkualitas baik ditentukan oleh status fisiologi seekor ternak (Bamualim, 1988). Bobot Tubuh Kosong Bobot tubuh kosong diperoleh dari bobot potong dikurangi dengan bobot isi saluran pencernaan, urine dan empedu. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bobot tubuh kosong dipengaruhi oleh perlakuan pemberian ransum (P<0.05) (Tabel 3). Hal ini dipengaruhi oleh isi saluran pencernaan, dimana persentase isi saluran pencernaan memiliki nilai rataan yang relatif sama pada semua perlakuan dan memiliki faktor pembagi yang berbeda, dalam hal ini bobot potong sehingga menyebabkan perbedaan pada bobot tubuh kosong. Isi saluran pencernaan pada perlakuan P1, P2 dan P3 secara berturut-turut 23,40%; 22,43% dan 25,60%.

32 Pada penelitian ini perlakuan P2 memiliki bobot potong lebih tinggi dan diikuti bobot tubuh kosong yang lebih tinggi, ini mengindikasikan bahwa bobot potong memiliki korelasi positif dengan bobot tubuh kosong. Semakin tinggi bobot potong domba semakin tinggi pula nilai bobot tubuh kosong. Yuniarti (1982) memperlihatkan bahwa semakin meningkat bobot hidup mengakibatkan peningkatan bobot tubuh kosong. Bobot Karkas Bobot karkas diperoleh dari penimbangan karkas secara langsung ditempat pemotongan, bagian tubuh ternak setelah dikurangi dari bagian darah, kulit, kepala, keempat kaki bawah metatarsus dan metacarpus, paru-paru, tenggorkan, saluran pencernaan, alat reproduksi, saluran urine, jantung, limpa, hati dan ekor (Lawrie, 1995). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan ransum tidak berbeda nyata terhadap bobot karkas domba (P>0.05) (Tabel 3). Hal ini disebabkan adanya ukuran organ non karkas yang berbeda. Sehingga pada kategori bobot potong yang tidak berbeda menghasilkan bobot karkas yang tidak bebeda juga. Setelah pemeliharaan enam minggu menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata sehingga hal ini tidak berbeda dengan bobot potong yang relatife sama. Karkas mempunyai korelasi positif terhadap bobot potong, dengan meningkatnya bobot potong terdapat peningkatan persentase karkas (Herman, 1993). Perlemakan dan perdagingan merupakan komponen penyusun karkas. Ransaleleh (1998) mengatakan bahwa bobot potong akan mempengaruhi distribusi komponen karkas. Pada penelitian ini pertambahan bobot badan harian pada perlakuan ini tidak berbeda nyata, ini disampaikan Yunita (2008) hal ini sangat mempengaruhi bobot karkas. Selain itu domba yang digunakan dalam penelitian mempunyai asal usul yang beragam yaitu dari peternak yang berbeda-beda tanpa adanya rekording dan seleksi terlebih dahulu sehingga dimungkinkan memiliki genetik yang beragam. Leeson dan Summers (1980), faktor yang mempengaruhi bobot karkas terutama bangsa, umur, jenis kelamin, bobot badan dan makanan. Hasil yang diperoleh, bobot potong tidak berpengaruh nyata dan bobot karkas juga tidak berpengaruh nyata, ini mengindikasikan bahwa bobot potong dan bobot

33 karkas memiliki korelasi yang positif, ini sesuai dengan pernyataan (Kurniawan, 2005) bobot karkas berkorelasi positif dengan bobot potong. Peningkatan bobot karkas pada domba yang diberikan perlakuan P2 secara nilai rataan memiliki rataan tertinggi dan memiliki efisiensi cerna yang lebih baik, namun secara umum tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Penggunaan imbangan pakan ransum komplit dan rumput Brachiaria humidicola yang berbeda pada penelitian ini belum dapat mengubah zat-zat yang dikonsumsi dan diserap oleh ternak menjadi produk ternak berupa pertambahan bobot badan harian secara nyata, hal ini disampaikan Yunita (2008) Hal ini sangat terkait dengan nutrisi yang terkandung dalam pakan dan tingkat kecernaan pakan tersebut. Ransum yang memiliki nilai nutrisi tinggi dan tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak selama penggemukan. Parakkasi (1999) bahwa peningkatan daya cerna pada hewan ternak seiring dengan penurunan hijauan pada ransum yang diberikan. Produksi karkas berhubungan erat dengan dengan bobot badan karena dengan peningkatan bobot badan akan diikuti oleh peningkatan bobot karkas. Semakin meningkat umur, maka bobot karkas semakin besar, karena semakin meningkat pula bobot tubuh, ukuran tubuh dan komponen-komponen tubuh lainnya yang berpengaruh terhadap bobot karkas. Menurut Yumiati (1991) semakin banyak jumlah ransum yang diberikan, semakin baik pula pertumbuhan seekor ternak yang selanjutnya akan berpengaruh pada bobot karkas karena bobot karkas mempunyai kaitan yang erat dengan bobot potong yang dihasilkan. Persentase Karkas Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot karkas dan persentase karkas. Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup saat dipotong dikali 100%. Karkas secara umum menurut Soeparno (1994) adalah berat semua bagian tubuh ternak setelah pemotongan dikurangi kepala, darah serta organ-organ internal dan untuk sapi, kerbau, domba dan kambing juga dikurangi dari carpus dan tarsus ke bawah serta kulit dan menurut Lawrie (1995) menyatakan karkas terdiri dari urat daging dan jaringan lemak, tulang dan residu yang terdiri dari tendon dan jaringan pengikat lainnya, pembuluh darah besar, dan lain-lain.

34 Hasil dari sidik ragam bahwa persentase karkas tidak berbeda nyata (P>0.05). Salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas yaitu bobot karkas. Pada penelitian ini diperoleh bobot karkas yang tidak berbeda dan diikuti persentase karkas yang tidak berbeda juga, ini sesuai dengan Berg dan Butterfield (1976) persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum yang diberikan dan cara pemotongan. Bobot Non Karkas Bobot non karkas diperoleh dari bobot potong dikurangi bobot karkas dan bobot isi saluran pencernaan. Komponen non karkas adalah darah, kepala, kulit, keempat kaki bagian bawah mulai metatarsus dan metacarpus. Tabel 4. Rataan Bobot Non Karkas Setelah Dua Bulan Pemeliharaan. Uraian Perlakuan P1 P2 P g Total Non Karkas ± 524 A ± 333 B ± 237 A Organ internal Hati 271 ± 13 A 348 ± 17 B 261 ± 23 A Limpa 36 ± ± 4 28 ± 6 Paru-paru dan trachea 194 ± ± ± 4 Jantung 77 ± 13 A 111 ± 13 B 65 ± 6 A Perut 748 ± ± ± 53 Ginjal 43 ± 7 a 58 ± 6 a 43 ± 2 ab Usus halus 493 ± ± ± 32 Usus besar 277 ± ± ± 35 Organ Eksternal Darah tertampung 834 ± 34 a 923 ± 37 b 835 ± 10 a Alat kelamin 45 ± 4 a 51 ± 1 a 44 ± 2 ab Testis 202 ± ± ± 17 Kepala ± ± ± 145 Kulit ± ± ± 81 Kaki 469 ± 11 a 493 ± 6 b 466 ± 5 a Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan : huruf besar sangat berbeda sangat nyata (P<0.01), huruf kecil berbeda nyata (P<0,05). Keterangan: P1 = 80 % rumput dan 20 % ransum komplit selama 2 bulan P2 = 20 % rumput dan 80 % ransum komplit selama 2 bulan P3 = 20 % rumput dan 80 % ransum komplit selama 1 bulan pertama 80 % rumput dan 20 % ransum komplit selama 1 bulan kedua

35 Menurut Hammond (1960), komponen non karkas terdiri dari organ internal dan eksternal. Organ-organ tersebut mempunyai fungsi fisiologis yang sangat penting sehingga sudah terbentuk dan berkembang baik pada waktu kelahiran. Bobot non karkas dibagi menjadi dua bagian yaitu organ internal dan organ eksternal. Rataan total bobot non karkas, organ internal dan organ eksternal dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Bobot Organ Internal Peningkatan bobot non karkas pada domba yang diberikan perlakuan P2 memiliki kecepatan pertumbuhan organ internal yang cepat, ini sangat di pengaruhi faktor makanan. Pada penelitian nilai tertinggi ini bobot hati dan jantung dimiliki oleh perlakuan P2 dan dari hasil sidik ragam bobot hati dan jantung sangat nyata (P<0.01) sedangkan bobot ginjal berpengaruh nyata (P<0.05). Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 4. Bobot hati, jantung dan ginjal yang diperoleh pada penelitian kemungkinan dipengaruhi oleh faktor umur yaitu sudah terbentuknya mulai ternak dalam janin induk atau selama kebuntingan sehingga memiliki pertumbuhan yang berbeda pada setiap ternak, sesuai dengan Hafez (1969) faktor umur mempengaruhi bobot non karkas, pada jantung, hati dan ginjal telah terbentuk pada umur hari kebuntingan dan faktor makanan juga mempengaruhi bobot non karkas, Menurut Hafez (1969) konsumsi makanan adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan organ internal. Bobot Limpa dan Paru-paru dan trachea, perut, usus halus dan usus besar pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata (P>0.05). Limpa, paru-paru dan trachea, perut, usus halus, dan usus besar memiliki pertumbahan yang relatif sama pada semua perlakuan. Kecepatan pertumbuhan organ internal dipengaruhi oleh salah satu dari tiga faktor atau kombinasi dari berat domba, umur dan kadungan gizi makanannya (Pallson dan Verges, 1952). Bobot Eksternal Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata pada darah tertampung, alat kelamin dan kaki (P<0.05) (Tabel 4). Peningkatan bobot non karkas pada bagian eksernal pada perlakuan ini sangat dipengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kandungan gizi makanannya. Ini diperlihatkan perlakuan P2 dengan pertumuhan

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba sejak dahulu sudah mulai diternakkan orang. Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil domestikasi dan seleksi berpuluh-puluh tahun. Pusat domestikasinya diperkirakan berada

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NURMALASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil dan Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia Ternak atau sering juga dikenal sebagai ternak ruminansia kecil, merupakan ternak herbivora yang sangat populer di kalangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai produksi karkas dan non karkas domba ekor tipis jantan lepas sapih yang digemukkan dengan imbangan protein dan energi pakan berbeda dilaksanakan mulai bulan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU Jurnal Agribisnis Perternakan, Vol. 2, No. 2, Agustus 2006 Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan dalam Konsentrat terhadap Persentase Bobot Non-karkas dan Income Over Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD C.M. SRI LESTARI, J.A. PRAWOTO DAN ZACKY GAZALA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK Edible portion dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Domba dan kambing yang dipelihara di Kawasan Usaha Peternakan Berkah Sepuh Farm meliputi domba ekor tipis dan kambing kacang. Domba yang digunakan sebanyak 51 ekor

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai September 2015 bertempat di Kandang Kambing Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM) PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM) M. BAIHAQI, M. DULDJAMAN dan HERMAN R Bagian Ilmu Ternak Ruminasia

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Ternak babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga:

Lebih terperinci

PERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI.

PERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI. PERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh : YOGA GANANG HUTAMA FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

Gambar 1. Domba Penelitian.

Gambar 1. Domba Penelitian. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B) dan Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL EFFECT OF SEX AND SLAUGHTER WEIGHT ON THE MEAT PRODUCTION OF LOCAL SHEEP Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan di kandang Lapangan Percobaan, Blok B Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak domba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK PERSENTASE EDIBLE PORTION DOMBA YANG DIBERI AMPAS TAHU KERING DENGAN ARAS YANG BERBEDA (Edible Portion Percentage of Rams Fed Different Levels of Dried Tofu By-product) D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda (Growth and Carcass Physical Components of Thin Tail Rams Fed on Different Levels of Rice Bran)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Ternak domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan umumnya berupa domba-domba lokal. Domba

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba Menurut Blakely dan Bade (1991) domba sudah sejak lama diternakkan orang, tetapi hanya sedikit saja yang mengetahui asal mula dilakukannya seleksi dan domestikasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara dan Eropa sampai ke Afrika. Ternak domba secara umum termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba (Ovis aries)

TINJAUAN PUSTAKA. Domba (Ovis aries) TINJAUAN PUSTAKA Domba (Ovis aries) Sejarah Domba Domba sejak zaman dulu mulai diternakkan orang. Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil seleksi selama berpuluh-puluh tahun, dan pusat domestikasinya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kabupaten Rembang terletak di ujung Timur laut Propinsi Jawa Tengah yang dilalui jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura), pada garis koordinat 111,000'- 111,030'

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga bulan September 2011 dan bertempat di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci